Professional Documents
Culture Documents
TINJAUAN PUSTAKA
Epidemiologi
Di negara maju COPD menempati kedudukan tertinggi dalam hal kekerapan
dari penyakit-penyakit paru. Menempati kedudukan ke 2 setelah penyakit jantung
koroner dalam hal kompensasi yang harus diberikan pemerintah kepada penderita-
penderita di Amerika Serikat. 16,2 juta orang Amerika (bronchitis kronik dan
emfisema atau keduanya, dengan 112.584 kematian tahun 1998) Insiden COPD
meningkat 459% sejak tahun 1950 dan sekarang merupakan penyebab kematian
terbanyak keempat. COPD menyerang pria 2x lebih banyak daripada wanita
diperkirakan karena pria merupakan perokok berat.6
Menurut data surkenas tahun 2001, penyakit pernapfasan termasuk PPOK
merupakan penyebab kematian ke-2 di Indonesia. Prevalensi PPOK meningkat
dengan meningkatnya usia. Prevalensi ini juga lebih tinggi pada pria daripada
wanita. Prevalensi PPOK lebih tinggi pada Negara-negara dimana merokok
merupakan gaya hidup, yang menunjukan bahwa rokok merupakan faktor risiko
utama. Menurut WHO 80 juta penduduk dunia menderita COPD dari tingkat
moderate sampai berat.6
Manifestasi Klinis1,6
Diagnosa PPOK ditegakkan berdasarkan adanya gejala-gejal meliputi:
a. Batuk
b. produksi sputum
c. dispnea
d. riwayat paparan suatu faktor risiko
Beberapa ciri dari PPOK biasanya dialami oleh perokok berat, gejala muncul pada
usia 40-an, gejala semakin lama semakin bertambah buruk, gejala memburuk pada
musim hujan/dingin, dan tidak ada hubungannya dengan alergi.
2. Ketidakseimbangan Proteinase-
antiproteinase
Berdasarkan beberapa observasi, terlihat jelas bahwa ketidakseimbangan
proteinase dan anti-proteinase dapat memicu pertambahan produksi atau aktivasi
proteinase, atau inaktivasi atau pengurangan produksi antiproteinase. Seringkali
ketidakseimbangan tersebut merupakan konsekuensi dari peradangan yang
disebabkan oeh inhalan. Ketidakseimbangan dapat juga disebabkan oleh
pengurangan aktivitas antiproteinase oleh stress oksidatif, rokok, dan faktor-faktor
risiko PPOK lainnya.
3. Stres Oksidatif
Ada suatu bukti bahwa pada PPOK terjadi ketidakseimbangan oksidan/anti
oksidan dalam paru yang disebut sebagai stres oksidatif. Stres oksidatif ini
diperkirakan memiliki peranan penting dalam patogenesis PPOK dengan berbagai
cara. Oksidan akan bereaksi dan menimbulkan kerusakan macam-macam biologi
molekuler sperti protein, lipid dan asam nukleat, dan hal ini dapat menimbulkan
disfungsi sel atau kematian sel. Juga stress oksidatif dapat menimbulkan
kerusakan secara langsung pada paru melalui ketidakseimbangan proteinase-anti
proteinase dengan cara penghambatan antiproteinase dan pengaktifan proteinase.
Pada dasarnya PPOK dibagi menjadi dua jenis yang masing-masing memiliki
patogenesis yang berbeda, yaitu bronkitis kronik dan emfisema.
Faktor pencetus dari bronkitis kronik adalah suatu iritasi kronik yang
disebabkan oleh asap rokok dan polusi. Asap rokok merupakan campuran partikel dan
gas. Pada tiap hembusan asap rokok terdapat l0-14 radikal bebas yaitu radikal
hidroksida (OH-). Sebagian besar radikal bebas ini akan sampai di alveolus waktu
menghisap rokok. Partikel ini merupakan oksidan yang dapat merusak paru. Parenkim
paru yang rusak oleh oksidan terjadi karena rusaknya dinding alveolus dan timbulnya
modifikasi fungsi anti elastase pada saluran napas. Anti elastase berfungsi
menghambat netrofil. Oksidan menyebabkan fungsi ini ter-ganggu, sehingga timbul
kerusakan jaringan intersititial alveolus. Partikulat dalam asap rokok dan udara
terpolusi mengendap pada lapisan mukus yang melapisi mukosa bronkus, sehingga
menghambat aktivita silia. Pergerakan cairan yang melapisi mukosa berkurang,
sehingga iritasi pada sel epitel mukosa meningkat. Hal ini akan lebih merangsang
kelenjar mukosa. Keadaan ini dit dengan gangguan aktifitas silia menimbulkan gejala
batuk kronik dan ekpektorasi. Produk mukus yang berlebihan memudahkan timbulnya
infeksi serta menghambat proses penyembuhan, keadaan ini merupakan suatu
lingkaran dengan akibat terjadi hipersekresi. Bila iritasi dan oksidasi di saluran napas
terus berlangsung maka terjadi erosi epitel serta pembentukan jaringan parut. Selain
itu terjadi pula metaplasi skuamosa dan penebalan lapisan skuamosa. Hal ini
menimbulkan stenosis dan obstruksi saluran napas yang bersifat irreversibel.
Emfisema adalah keadaan terdapatnya pelebaran abnormal alveoli yang
permanen dan destruksi dinding alveoli. Dua jenis emfisema yang relevan dengan
penyakit paru obstruksi kronik (PPOK) yaitu emfisema pan acinar dan emfisema
sentri-acinar. Pada jenis pan-acinar kerusakan acinar relatif difus dan dihubungkan
dengan proses menua serta pengurangan permukaan alveolar. Keadaan ini
menyebabkan berkurangnya elastic recoil paru sehingga timbul obstruksi saluran
napas. Pada jenis sentri-acinar kelainan terjadi pada bronkiolus dan daerah perifer
acinar, kelainan ini sangat erat hubungannya dengan asap rokok dan penyakit saluran
napas perifer.
- Pseudobronchitis
Pada bentuk ini terdapat pelebaran bronkus yang bersifat sementara dan
bentuknya silindris. Bentuk ini merupakan komplikasi dari pneumonia.
Penatalaksanaan1,6
Tujuan penatalaksanaan PPOK adalah mengurangi gejala, mencegah eksaserbasi
berulang, mencegah dan memperbaiki penurunan faal paru, dan meningkatkan
kualitas hidup penderita.
Penatalaksanaan secara umum meliputi :
a. Edukasi. Inti dari edukasi adalah menyesuaikan keterbatasan aktivitas dan
mencegah perburukan fungsi paru. Tujuan dari edukasi adalah mengenal
perjalanan penyakit dan pengobatan, melakukan pengobatan yang maksimal,
mencapai aktivitas optimal, dan meningkatkan kualitas hidup. Edukasi
diberikan secara berkesinambungan dan dapat diberikan di poliklinik, ruang
gawat, UGD, dan di rumah. Edukasi disesuaikan dengan derajat beratnya
penyakit, tingkat pendidikan, lingkungan sosial, kultural, dan kondisi ekonomi
penderita.
Yang harus diberikan pada edukasi adalah :
- pengetahuan dasar tentang PPOK
- Obat-obatan dan manfaatnya : macam obat, jenis, cara penggunaannya,
waktu penggunaannya, dosis. Penggunaan oksigen juga perlu dijelaskan.
- Cara menghindari perburukan penyakit
- Menghindari pencetus ( berhenti merokok )
- Penyesuaian aktivitas
- Penilaian dini eksaserbasi akut dan pengelolaannya. Beberapa tanda
eksaserbasi adalah batuk dan atau sesak bertambah, sputum bertambah,
dan sputum berubah warna. Mendeteksi dan menghindari eksaserbasi juga
perlu dijelaskan.
b. Obat-obatan.
1) Bronkodilator
Dapat diberikan dosis tunggal atau kombinasi. Pemilihan bentuk sediaan
obat diutamakan dalam bentuk inhalasi. Untuk penderita PPOK derajat
berat diutamakan pemberian obat lepas lambat ( slow acting ) atau long
acting.
Macam-macam bronkodilator yang dapat digunakan :
a) Golongan antikolinergik. Untuk mengobati derajat ringan sampai
berat. Dapat mengurangi sekresi mukus ( maksimal 4 kali sehari ).
b) Golongan agonis beta 2. Bentuk inhaler berguna untuk mengatasi
sesak napas. Bentuk nebuliser digunakan untuk mengatasi eksaserbasi
akut, tidak dianjurkan untuk pengobatan jangka panjang. Bentuk
injeksi subkutan atau drip untuk mengatasi eksaserbasi berat.
c) Kombinasi antikolinergik dan agonis beta 2. Kombinasi keduanya
akan memperkuat efek bronkodilator. Penggunaan obat kombinasi juga
mempermudah penderita.
d) Golongan xanthin. Digunakan untuk pemeliharaan jangka panjang,
terutama pada derajat sedang dan berat. Bentuk tablet biasa dapat
digunakan untuk mengatasi sesak napas. Bentuk suntikan bolus atau
drip digunakan untuk mengatasi eksaserbasi akut. Jika digunakan
dalam jangka panjang diperlukan pengukuran kadar aminofilin dalam
darah.
2) Antiinflamasi
Digunakan bila terjadi eksaserbasi akut dalam bentuk oral atau injeksi
intravena. Dapat digunakan jenis metilprednisolon atau prednison. Bentuk
inhalasi sebagai terapi jangka panjang bila terbukti uji kortikosteroid
positif yaitu dengan perbaikan FEV1 pascabronkodilator meningkat > 20
% dan minimal 250 mg.
3) Antibiotika
Hanya diberikan bila terbukti terdapat infeksi. Antibiotika yang
digunakan :
- Lini I : amoksisilin, makrolid
- Lini II : amoksisilin dan asam klavulanat, sefalosporin, kuinolon,
makrolid baru
Untuk perawatan di rumah sakit : amoksisilin dan klavulanat,
sefalosporin generasi II dan III injeksi, kuinolon per oral. Ditambah
dengan antipseudomonas yaitu aminoglikosid per injeksi, kuinolon per
injeksi, dan sefalosporin generasi IV per injeksi.
4) Antioksidan
Dapat mengurangi eksaserbasi dan memperbaiki kualitas hidup, digunakan
N-asetilsistein.
5) Mukolitik
Hanya diberikan pada eksaserbasi akut karena akan mempercepat
perbaikan eksaserbasi, terutama pada bronkitis kronik dengan sputum
viscous.
6) Antitusif
Diberikan dengan hati-hati.
Terapi oksigen
Manfaat oksigen : mengurangi sesak, memperbaiki aktivitas, mengurangi
hipertensi pulmonal, mengurangi vasokonstriksi, mengurangi hematokrit,
memperbaiki fungsi neuropsikiatri, dan meningkatkan kualitas hidup.
Indikasi : PaO2 < 60 mmHg atau sat O2 < 90 %
Pencegahan :
1. Mencegah terjadinya PPOK
- Hindari asap rokok
- Hindari polusi udara
- Hindari infeksi saluran napas berulang
2. Mencegah perburukan PPOK
- Berhenti merokok
- Gunakan obat-obatan adekuat
- Mencegah eksaserbasi ulang
Komplikasi1,6
Komplikasi yang dapat terjadi pada PPOK adalah :
a. Gagal napas
Gagal napas sebagai komplikasi dari PPOK terbagi menjadi 2 kondisi :
1) Gagal napas kronik. Jika hasil analisis gas darah PO2 < 60 mmHg dan
PCO2 > 60 mmHg, dan pH normal. Penatalaksanaannya dengan menjaga
keseimbangan PO2 dan PCO2, bronkodilator adekuat, terapi oksigen,
antioksidan, dan latihan pernapasan dengan mulut tidak terkatup rapat.
2) Gagal napas akut pada gagal napas kronik. Ditandai oleh : sesak napas
dengan atau tanpa sianosis, sputum bertambah dan purulen, demam, dan
kesadaran menurun.
b. Infeksi berulang.
Produksi sputum yang berlebih pada penderita PPOK menyebabkan mudah
terbentuknya koloni kuman sehingga memudahkan timbulnya infeksi
berulang.
c. Kor pulmonale
Ditandai oleh adanya P pulmonal pada EKG, hematokrit > 50 %, dapat disertai
gejala gagal jantung kanan.
Prognosis
60 % orang meninggal pada umur 20 tahun,dan 95 % meninggal pada umur 55
tahun CPOD tahap mild dan moderate dapat dikontrol dengan baik melalui
pengobatan dan rehabilita pulmonal sedangkan untuk yang tahap berat pengobatan
akan lebih sulit. Diagnosis dini dan berhenti merokok akan memberikan prognosis
yang jauh lebih baik . The American Thoracic Society (ATS) merekomendasikan
tingkat keparahan COPD berdasarkan fungsi paru. Semakin meningkat, maka
tingkat mortalitas makin tinggi.
Prognosis jangka pendek maupun jangka panjang bergantung pada umur dan
gejala klinisnya.
Pada eksaserbasi akut, prognosis vitam dapat baik dengan terapi yang tepat
dan adekuat. Namun, mengingat PPOK adalah penyakit yang progresif dan
ireversible, prognosis fungsionam meragukan. Pada pasien bronkitis kronik dan
emfisema lanjut dan VEP1 < 1 liter survival rate selama 5-10 tahun mencapai
40%.
DAFTAR PUSTAKA