You are on page 1of 24

BAB I

PENDAHULUAN

Fraktur atau patah tulang adalah terputus atau hilangnya kontinuitas dari
struktur tulang “epiphtseal plate” serta “cartilage” (tulang rawan sendi). Trauma
yang menyebabkan tulang patah dapat berupa trauma langsung, misalnya benturan
pada lengan bawah yang menyebabkan patah tulang radius dan ulna, dan dapat
berupa trauma tidak langsung, misalnya jatuh bertumpu pada tangan yang
menyebabkan tulang klavikula atau radius distal patah. Akibat trauma pada tulang
bergantung pada jenis trauma, kekuatan dan arahnya.1
Trauma tajam yang langsung atau trauma tumpul yang kuat dapat
menyebabkan tulang patah dengan luka terbuka sampai ke tulang, yang disebut
patah tulang terbuka. Patah tulang di dekat sendi atau mengenai sendi dapat
menyebabkan patah tulang disertai luksasi sendi yang disebut fraktur dislokasi.
Fraktur pada kedua batang tulang lengan bawah amat sering terjadi dalam
kecelakaan lalu lintas. Daya pemuntir (biasanya jatuh pada tangan) menimbulkan
fraktur spiral dengan kedua tulang patah pada tingkat yang berbeda. Pukulan
langsung atau daya tekukan menyebabkan fraktur melintang kedua tulang pada
tingkat yang sama. Deformitas rotasi tambahan dapat ditimbulkan oleh tarikan
otot-otot yang melekat pada radius. Perdarahan dan pembengkakan kompartemen
otot pada lengan bawah dapat menyebabkan gangguan peredaran darah.2
Fraktur Montegia merupakan fraktur setengah proksimal ulna dengan
dislokasi radioulnar joint proksimal. Pasein datang dengan siku yang bengkak,
deformitas serta terbatasnya ROM karena nyeri khususnya supinasi dan pronasi.
Kaput radius biasanya dapat dipalpasi.

1
BAB II
LAPORAN KASUS

I. Identitas Pasien
Nama : An. MA
No. Rekam Medik : 76-87-67
Jenis Kelamin : Laki-laki
Tanggal Lahir : 23 Oktober 2009
Umur : 8 tahun
Agama : Islam
Pekerjaan : Pelajar
Alamat : Pasui Kec. Buntu Batu
Rumah Sakit : Ibnu Sina Makassar
Tanggal MRS : 22 Januari 2018

II. Anamnesis
Keluhan Utama : Nyeri pada lengan bawah kanan
Anamnesis Terpimpin : Dialami sejak 1 minggu yang lalu. Riwayat jatuh
saatbermain sepeda. Pasien terjatuh saat bermain sepeda dengan tangan
kanan menumpu berat badan. Demam tidak ada. Riwayat pingsan
disangkal.
Riwayat muntah tidak ada. Riwayat minum obat sebelumnya belum pernah.
Riwayat berobat ke tukang urut.

III. Pemeriksaan Fisis


A. PRIMARY SURVEY
 Airway and C-spine control
Airway : clear, patent
C-Spine control : clear.

2
 Breathing and ventilation :
RR : 20x/menit, bunyi nafas vesikuler, pergerakan dada simetris kiri
kanan, nafas spontan, tidak ada jejas.
 Circulation :
Tekanan darah 120/80 mmHg, Nadi 84 x/menit kuat angkat, regular.
 Disability :
GCS E4V5M6 Composmentis, pupil isokor Ø 2.5 mm
 Environment :
Suhu 36.8oC.

B. SECONDARY SURVEY
Status Lokalis : Regio antebrachii dextra
• Look : Pasien tampak kesakitan, eritem (-), hematom (-),
deformitas (+), edema (+)
• Feel : Nyeri tekan (+), teraba hangat (+)
• Move : Gerak aktif dan pasif antebrachii sinistra sulit dievaluasi
karena nyeri
• NVD : Teraba pulsasi pada arteri radialis, sensibilitas baik, CRT
< 2 detik

IV. Foto Klinis

3
V. Pemeriksaan Penunjang
 LABORATORIUM
Hasil Satuan Nilai Normal
Darah Lengkap
Hemoglobin 13.6 g/dl 11.00 – 17.00
Hematokrit 40.5 % 35.00 – 55.00
Eritrosit 5.07 10^6/mm³ 4.00 – 6.20
Leukosit 10.7 10^3/mm³ 4.00 – 12.00
Hematologi
Waktu bekuan (CT) 10’00 menit 4-10

Waktu perdarahan (BT) 2’00 menit 1-7

 PEMERIKSAAN RADIOLOGI

- Fraktur pada 1/3


proksimal os ulna
dextra ke arah
posterolateral
- Callus forming (-)
- Mineralisasi baik
- Celah sendi baik
- Soft tissue baik

Kesan : Fraktur 1/3


proksimal os ulna dextra
ke arah posterolateral

VI. Resume
Seorang anak 8 tahun dengan keluhan nyeri pada lengan bawah kanan.
Nyeri tersebut dirasakan sejak 1 minggu yang lalu. Pada tanggal 11 Januari

4
2018 keluarga pasien mengaku anaknya terjatuh saat bermain sepeda
dengan tangan kanan menumpu badan. Sejak saat itu pasien mengeluh nyeri
pada lengan bawahnya. Nyeri dirasakan disertai dengan bengkak dan
tampak pergelangan tangan mengalami kelainan bentuk. Primary survey
clear. Secondary survey : status lokalis : regio antebrachii dextra.
Look: pasien tampak kesakitan, eritem (-), hematom (-), deformitas (+),
edema (+). Feel : nyeri (+). Move : gerak terbatas nyeri. NVD dalam batas
normal. Pemeriksaan penunjang foto antebrachii dextra AP/Lat : tampak
fraktur 1/3 proksimal os ulna ke arah posterolateral (Fraktur Montegia).

VII. Diagnosa Kerja


Closed fracture 1/3 proksimal os ulna dextra (Fraktur Montegia)

VIII. Planning Diagnosa


IVFD RL 20 tpm
Ceftriaxone 1 gr/12 jam/IV
Ranitidin 50 mg/12 jam/IV
Ketorolac 30 mg/8 jam/IV
Rencana Open Reduction Internal Fixation (ORIF)

5
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

A. PENDAHULUAN
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas tulang,
tulang rawan sendi, tulang rawan epifisis, baik yang bersifat total maupun
parsial. Fraktur terjadi oleh kekerasan langsung atau tidak langsung. Yang
disebut kekerasan langsung terjadi bila tenaga traumatik diberikan langsung
pada tulang di tempat fraktur, apakah oleh suatu ledakan hebat atau oleh
suatu crushing force. Compound fracture lebih sering terjadi setelah
kekerasan langsung dan bisa transversal atau kominutif. Fraktur karenan
kekerasan tidak langsung biasanya setelah trauma rotasional dan fraktur
berbentuk oblik atau spiral.1,2
Lengan bawah merupakan struktur anatomi yang kompleks yang
memiliki peran penting pada fungsi ekstremitas atas. Ketangkasan
ekstremitas atas bergantung dari kombinasi fungsi lengan dan pergelangan
tangan serta rotasi lengan bawah. Tulang pada lengan bawah dapat dikatakan
menghubungkan dua sendi kondilus yaitu sendi radioulnar distal dan
proksimal, sehingga perubahan geometris apapun terhadap radius atau ulna
mengubah kesesuaian dan sudut pergerakan dari sendi-sendi ini.3

B. INSIDENS
Provinsi Sulawesi Selatan mempunyai prevalensi cedera 8,3%,
lebih tinggi dari angka nasional sebanyak 7,5%. Prevalensi tertinggi terdapat
pada kabupaten Luwu Utara (19,1%), sedangkan yang terendah terdapat pada
Wajo (3,4%). Ada 10 kabupaten yang prevalensi cederanya di atas angka
prevalensi provinsi, selebihnya sama dengan atau lebih rendah. Penyebab
cedera terbanyak yaitu jatuh (53,9%) dan kecelakaan transportasi darat
(13,4%), dan penyebab cedera karena terkena benda tajam/ tumpul (31,5%).4
(Riskesdas 2007)

6
Secara umum, cedera terbanyak pada laki-laki dan penyebab
cedera karena kecelakaan transportasi di darat juga terdapat pada laki-laki
sedangkan penyebab cedera jatuh dan karena benda tajam terbanyak pada
perempuan.4
Jika dilihat dari tingkat pendidikan, prevalensi cedera hampir
merata pada semua tingkat pendidikan hanya sedikit lebih banyak pada
responden yang tamat SMP. Penyebab cedera karena kecelakaan transportasi
di darat meningkat setelah tamat SMP, dan berkurang setelah di PT. Sedang
penyebab cedera karena jatuh berbanding terbalik dengan tingkat pendidikan
yang lebih rendah. Prevalensi cedera yang disebabkan benda tajam atau
benda tumpul terlihat hampir merata, sedikit tinggi pada kelompok penduduk
tamat SD. Penyebab cedera yang lain hampir sama pada semua tingkat
pendidikan.4
Bila dilihat dari jenis pekerjaan, diperoleh sebanyak 11,7% cedera
terdapat pada mereka yang masih sekolah dan yang terendah pada ibu rumah
tangga (5,0%). Sedangkan jika ditinjau dari lokasi tempat tinggal prevalensi
cedera lebih tinggi di pedesaan dibanding di perkotaan.4

C. ANATOMI

Os Radius (Sobotta edisi 21, 2005) Os Ulna (Sobotta edisi 21, 2005)

7
Articulatio Cubiti (Sobotta edisi 21, 2005) Sambungan-sambungan tulang
lengan bawah (Sobotta edisi 21,
2005)
Radius
Ujung proksimal radius membentuk caput radii, berbentuk roda,
letak melintang. Ujung cranial caput radii membentuk fovea articularis yang
serasi dengan capitulum radii. Caput radii dikelilingi oleh facies articularis,
yang disebut circumferentia articularis dan berhubungan dengan incisura
radialis ulnae. Caput radii terpisah dari corpus radii oleh collum radii. Di
sebelah caudal collum pada sisi medial terdapat tuberositas radii.5
Corpus radii di bagian tengah membentuk margo/crista interossea,
margo anterior, dan margo posterior.5
Ujung distal radius melebar ke arah lateral membentuk processus
styloideus radii, di bagian medial membentuk incisura ulnaris, dan pada
facies dorsalis terdapat sulcus-sulcus yang ditempati oleh tendo. Permukaan
ujung distal radius membentuk facies articularis carpi.5

8
Ulna
Ujung proksimal ulna lebih besar daripada ujung distalnya. Hal
yang sebaliknya terdapat pada radius. Pada ujung proksimal ulna terdapat
incisura trochlearis, menghadap ke arah ventral, membentuk persendian
dengan trochlea humeri. Tonjolan di bagian dorsal disebut olecranon. Di
sebelah kaudal incisura trochlearis terdapat processus coronoideus, dan di
sebelah caudalnya terdapat tuberositas ulnae, tempat perlekatan m. brachialis.
Di bagian lateral dan incisura trochlearis terdapat incisura radialis, yang
berhadapan dengan caput radii. Di sebelah caudal incisura radialis terdapat
crista musculi supinatoris.5
Corpus ulna membentuk facies anterior, facies posterior, facies
medialis, margo interosseus, margo anterior dan margo posterior.5
Ujung distal ulna disebut caput ulnae. Caput ulna berbentuk
circumferential articularis, dan di bagian dorsal terdapat processus styloideus
serta sulcus m. extensoris carpi ulnaris. Ujung distal ulna berhadapan dengan
cartilago triangularis dan dengan radius.5

Articulatio Radio-Ulnaris
Antara radius dan ulna terbentuk tiga buah articulus, yaitu (a)
articulatio radio-ulnaris proximal, (b) articulatio radio-ulnaris distalis dan (c)
syndesmosis, di bagian tengah (membrane interossea antebrachii).(5)
Articulatio radio-ulnaris proximalis dibentuk oleh capitulum radii
dengan incisura radialis ulnae. Capitulum radii berada di dalam ligamentum
anulare radii (dilingkari) sehingga capitulum radii dapat berputar dengan
bebas. Incisura radialis ulna merupakan ¼ bagian dari sebuah lingkaran den
ligamentum tersebut membentuk ¾ bagian selanjutnnya. Ligamentum anulare
radii membentuk corong yang membesar di bagian proksimal dan mengecil di
bagian distal, sehingga dengan demikian capitulum radii tidak terlepas
daripadanya.5
Antara corpus radii dan corpus ulna terdapat chorda obliqua dan
membrana interossea antebrachii, membentuk persendian berupa

9
syndesmosis. Chorda obliqua melekat pada tuberositas ulna, menuju ke arah
inferolateral dan melekat di bagian caudalis tuberositas radii.5
Membrana interossea antebrachii melekat pada crista interossea
radii dan pada crista interossea ulna, arahnya dari kraniolateral menuju ke
inferomedial. Pada membrana interossea ini terdapat perlekatan dari otot-otot
fleksor dan ekstensor lapisan profunda antebrachium.5
Articulatio radio-ulnaris distalis (inferior) dibentuk oleh capitulum
ulna dengan circumferentia articularisnya di satu pihak dengan incisura
ulnaris radii di pihak lain mempunya articularis yang tipis. Pada articulus ini
terdapat sebuah diskus articularis yang berbentuk segitiga, memisahkan ujung
ulna daripada os carpalia. Apeks dari diskus melekat pada sisi lateral
processus styloideus ulna, dan basisnya melekat pada margo lateralis incisura
ulnaris radii. Fungsi discus articularis adalah menghindari pemisahan ujung
radius daripada ujung ulna. Di bagian ventral dan dorsal discus articularis
mengadakan perlekatan pada capsula articularis dari wrist joint.5

Pergerakan
Gerakan radius terhadap ulna menghasilkan gerakan rotasi dari
antebrachium, yang terjadi pada axis longitudinalis. Pada gerakan rotasi ini
radius berputar terhadap ulna dan humerus, gerakan yang dimaksud adalah
pronasi dan supinasi. Kedua gerakan ini berada di antara 135-150 derajat, dan
bervariasi secara individual. Axis dari gerakan ini dinamakan axis pronasi-
supinasi, yang letaknya miring (oblik) melalui capitulum radii dan processus
styloideus ulna. Gerakan pronasi dilakukan oleh m. pronator teres dan m.
pronator quadrates. Gerakan supinasi dilakukan oleh m. biceps brachii dan m.
supinator. Manus mengikuti gerakan radius.5
Gerakan sendi radiokarpal adalah fleksi dan ekstensi pergelangan
tangan serta gerakan deviasi radial dan ulnar. Gerakan fleksi dan ekstensi
dapat mencapai 90º oleh karena adanya dua sendi yang bergerak yaitu sendi
radiolunatum dan sendi lunatum-kapitatum dan sendi lain di korpus. Gerakan
pada sendi radioulnar distal adalah gerak rotasi.3

10
D. PATOFISIOLOGI
Untuk mengetahui mengapa dan bagaimana tulang mengalami
kepatahan, kita harus mengetahui keadaan fisik tulang dan keadaan trauma
yang dapat menyebabkan tulang patah. Tulang kortikal mempunyai struktur
yang dapat menahan kompresi dan tekanan memuntir (shearing).
Kebanyakan fraktur terjadi karena kegagalan tulang menahan tekanan
terutama tekanan membengkok, memutar, atau tarikan.2
Trauma dapat bersifat langsung maupun tidak langsung. Trauma
langsung menyebabkan tekanan langsung pada tulang dan terjadi fraktur pada
daerah tekanan. Fraktur yang terjadi biasanya bersifat kominutif dan jaringan
lunak ikut mengalami kerusakan. Disebut trauma tidak langsung apabila
trauma dihantarkan ke daerah yang lebih jauh dari daerah fraktur, misalnya
jatuh dengan tangan ekstensi dapat menyebabkan fraktur pada klavikula. Pada
keadaan ini biasanya jaringan lunak tetap utuh.2
Tekanan pada tulang dapat berupa tekanan berputar yang
menyebabkan fraktur bersifat spiral atau oblik, tekanan membengkok yang
menyebabkan fraktur transversal, tekanan sepanjang aksis tulang yang dapat
menyebabkan fraktur impaksi, dislokasi atau fraktur dislokasi, kompresi
vertebra yang dapat menyebabkan fraktur kominutif atau memecah misalnya
badan vertebra, talus atau fraktur buckle pada anak-anak, trauma langsung
disertai dengan resistensi pada jarak tertentu yang akan menyebabkan fraktur
oblik atau fraktur Z, fraktur karena remuk, maupun trauma karena tarikan
pada ligament atau tendo yang akan menarik sebagian tulang.2
Mekanisme jejas biasanya bevariasi. Penyebab tersering adalah
tekanan langsung pada lengan bawah, yang menyebabkan suatu fraktur pada
ulna, radius, atau keduanya. Mekanisme tersering selanjutnya ialah jatuh
dengan tangan menumpu berat badan pada keadaan lengan bawah pronasi.
Mekanisme jejas lainnya mencakup kecelakaan lalu lintas dan cedera atlet.
Tekanan yang dihasilkan biasanya jauh lebih besar sehingga menyebabkan
fraktur Colles. Kebanyakan fraktur lengan atas terjadi pada atlet yang jatuh
atau seseorang yang jatuh dari ketinggian.3

11
Fraktur pada kedua tulang biasanya diklasifikasikan sesuai dengan
tingkat fraktur, pola fraktur, derajat perpindahan/ pergeseran tulang, ada atau
tidaknya segmen tulang yang hilang, maupun fraktur terbuka atau tertutup.
Setiap faktor ini dapat mempengaruhi penanganan yang akan dipilih dan
prognosis selanjutnya. Gangguan pada sendi radioulnar distal atau proksimal
juga memiliki pengaruh penting terhadap penanganan dan prognosis.
Menentukan ada tidaknya hubungan fraktur dengan jejas sendi sangat penting
karena efektifitas penanganan diharapkan dapat memperbaiki kondisi tulang
maupun sendi yang terlibat.3

E. KLASIFIKASI
Berdasarkan penyebabnya fraktur dapat dibedakan menjadi 3 yaitu :
1. Fraktur yang disebabkan oleh trauma berat
Trauma dapat bersifat :
 Eksternal : tertabrak, jatuh, dan sebagainya
 Internal : kontraksi otot yang kuat dan mendadak seperti pada
serangan epilepsi, tetanus, renjatan listrik, keracunan striknin
 Trauma ringan tetapi terus menerus : Jenis fraktur yang mungkin
terjadi sangat bervariasi dan bergantung pada berbagai faktor,
misalnya :
 Besar kuatnya trauma
 Trauma langsung atau tidak langsung
 Umur penderita
 Lokasi fraktur : Bila trauma terjadi pada atau dekat sendi mungkin
terdapat fraktur pada tungkai disertai dislokasi sendi yang disebut
dislokasi.6
2. Fraktur patologik
Fraktur yang terjadi pada tulang yang sebelumnya telah mengalami
proses patologik, misalnya tumor tulang primer atau multipel mieloma
sekunder, kista tulang, osteomielitis dan sebagainya. Trauma ringan saja

12
sudah dapat menimbulkan fraktur.6,8,9

Fraktur patologik karena lesi displasia fibrosa pada radius proksimal8


3. Fraktur stress
Fraktur yang disebabkan oleh trauma ringan tetapi terus menerus,
misalnya fraktur march pada metatarsal, fraktur tibia pada penari balet,
fraktur fibula pada pelari jarak jauh, dan sebagainya.6,8,9

Fraktur stress pada korpus tibia memperlihatkan garis fraktur


dan sklerosis disekitarnya.8

Secara garis besar, fraktur dapat diklasifikasikan menjadi :


1. Fraktur komplit yaitu tulang benar-benar patah menjadi dua fragmen
ataulebih. Fraktur komplit dapat dibagi lagi menjadi :

13
 Fraktur transversa.
 Fraktur obliq/spiral : secara khas dapat disebabkan oleh stres rotasi.
 Fraktur impaksi : fragmen fraktur yang satu tertancap kuat bersama
menjadi satu.
 Fraktur kominutif : terdapat lebih dari dua fragmen fraktur yang
biasanya terpecah-belah.
 Fraktur intra-artikular : fraktur mengenai permukaan sendi.6,8,9

Jenis-jenis fraktur komplit8

14
2. Fraktur inkomplit yaitu patahnya tulang hanya pada satu sisi saja. Fraktur
inkomplit dapat dibagi menjadi
 Fraktur greenstick, yang khas pada anak-anak. Tulang melengkung
disebabkan oleh konsistensinya yang elastis. Periosteumnya tetap
utuh. Fraktur ini biasanya mudah diatasi dan sembuh dengan
baik.6,8,9
 Fraktur kompresi, yang banyak pada orang dewasa dan khas
mengenai korpus vetebra atau kalkaneus.6,8,9

Greenstick fracture pada radius distal seorang anak. Perhatikan frakturnya tidak
komplit dan tidak meluas ke korteks dorsal8

Fraktur kompresi. Kompresi baji anterior korpus vetebra T128

15
Klasifikasi fraktur Antebrachii
Ada empat macam fraktur yang khas :
1. Fraktur Colles : Penyebab tersering akibat jatuh dalam keadaan tangan terentang
dengan lengan pronasi arah dorsofleksi, sehingga menyebabkan fraktur pada
ujung bawah radius dengan pergeseran posterior dari fragmen distal. Pada
pemeriksaan radiologi yang paling umum ditemukan adalah angulasi ke dorsal
dengan hilangnya kemiringan normal (5-10 derajat) ke arah volar pada permukaan
artikular dari radius, displasia fragmen distal fraktur ke arah dorsal, impaksi pada
lokasi fraktur, displasia fragmen distal fraktur ke arah radial, dan kemiringan
fragmen distal ke arah radial.8,10,11

16
Fraktur colles sinistra posisi AP/Lateral. Impaksi pada sendi pergelangan tangan8,12
2. Fraktur Smith : Fraktur ini biasanya akibat terjatuh pada punggung tangan atau
pukulan keras secara langsung pada punggung tangan. Pasien datang dengan nyeri
dan bengkak pada pergelangan tangan disertai dengan deformitas. Pada
pemeriksaan radiologi sering sekali disebut sebagai fraktur reverse colles.
Proyeksi AP dan lateral direkomendasikan karena gambarannya menyerupai
fraktur colles jika hanya proyeksi AP yang diperiksa. Fraktur transversal melalui
bagian distal dari metafisis radius yang disertai dengan angulasi ke arah volar dan
pergeseran ke volar.8,10,11

17
Peradangan lateral pergelangan tangan memperlihatkan fraktur smith (kebalikan dari
fraktur colles)8,13
3. Fraktur Galeazzi : Fraktur ini akibat jatuh dengan tangan terlentang dan lengan
bawah dalam keadaan pronasi, atau terjadi karena pukulan langsung pada
pergelangan tangan bagian dorsolateral. Gambaran radiologisnya fraktur pada
radius umumnya terjadi pada perbatasan 1/3 tengah dengan 1/3 distal. Radius
sering kali akan tampak memendek, nilai secara hati-hati sendi radioulna distal
akan adanya pelebaram. Pada proyeksi lateral caput ulna biasanya akan terdorong

18
ke dorsal. Fraktur prosesus stylodeus ulna merupakan hal yang umum sebagai
pertanda adanya disrupis sendi radio-ulna distal8,10,11

Fraktur Galeazzi pada radius dextra dengan dislokasi sendi radioulnar distal8
4. Fraktur Montegia : Fraktur jenis ini disebabkan oleh pronasi lengan bawah yang
di paksakan saat jatuh atau pukulan secara langsung pada bagian dorsal sepertiga
proksimal lengan bawah. Gambaran radiologinya selalu curiga adanya dislokasi
caput radius pada fraktur ulna yang terisolir. Periksa dengan seksama elbow view
untuk kesegarisan yang normal. Sebuah garis yang digambar sepanjang sumbu
radius harus melewati pertengahan capitallum baik pada proyeksi AP maupun
lateral. Ini dikenal sebagai radiocapitallar line.8,9,11

19
Fraktur oblik pada proksimal ulna dextra dengan angulasi radiohumeral14

F. TERAPI
1. Terapi fraktur diperlukan konsep ”4R” yaitu :
 Rekognisi atau pengenalan adalah dengan melakukan berbagai diagnosa yang benar
sehingga akan membantu dalam penanganan fraktur karena
perencanaanterapinya dapat dipersiapkan lebih sempurna.
 Reduksi atau reposisi adalah tindakan mengembalikan fragmen-
fragmen fraktur semirip mungkin dengan keadaan atau kedudukan
semula atau keadaan letak normal.
 Retensi atau fiksasi atau imobilisasi adalah tindakan mempertahankan
atau menahan fragmen fraktur tersebut selama penyembuhan.
 Rehabilitasi adalah tindakan dengan maksud agar bagian yang
menderita fraktur tersebut dapat kembali normal.2
2. Konservatif
 Proteksi semata-mata (tanpa reduksi atau imobilisasi)
 Imobilisasi dengan bidai eksterna (tanpa reduksi)
 Reduksi tertutup dengan manipulasi dan imobilisasi eksterna,
mempergunakan gips

20
 Reduksi tertutup dengan fraksi berlanjut dengan imobilisasi
 Reduksi tertutup dengan traksi kontinu dan counter traksi2
3. Tindakan Pembedahan
 Reduksi tertutup dengan fiksasi eksterna atau fiksasi perkutaneus
dengan K-wire, setelah dilakukan reduksi tertutup pada fraktur yang
bersifat tidak stabil, maka reduksi dapat dipertahankan dengan
memasukkan K-wire perkutaneus misalnya pada fraktur suprakondiler
humeri pada anak-anak atau pada fraktur Colles.2,17
 Reduksi terbuka dengan fiksasi interna, tindakan ini bertujuan untuk
mereposisi dan mempertahankan fragmen tulang yang patah melalui
prosedur operasi dengan pemasangan implan di dalam lapisan kulit
dan otot berupa plat, skrup, pin, dan paku.2,17
 Reduksi terbuka dengan fiksasi eksterna, tindakan ini dilakukan
melalui proses operasi. Perbedaannya ialah alat fiksasi/ implan
dipasang dari dalam hingga keluar lapisan otot dan kulit.2,17

G. KOMPLIKASI
1. Malunion (penyatuan pada posisi yang tidak tepat), disebabkan oleh
reposisi fraktur yang kurang baik, timbul deformitas tulang.
2. Non-union (tidak menyatu/gagal menyatu), biasanya karena imobilisasi
yang tidak sempurna.
3. Delayed union, umumnya terjadi pada orang tua karena aktivitas
osteoblas menurun, distraksi fragmen-fragmen tulang karena reposisi
kurang baik, misalnya traksi terlalu kuat atau fiksasi internal kurang baik,
bisa disebabkan juga oleh defisiensi vitamin C da D, fraktur patologis
dan infeksi.
4. Infeksi (osteomielitis), terumata pada fraktur terbuka
5. Nekrosis avaskuler, hilangnya/terputusnya supply darah pada suatu
bagian tulang sehingga menyebabkan kematian tulang tersebut.6,7

21
H. PROGNOSIS
Penanganan lebih dini biasanya menghasilkan hasil yang baik. Ada fraktur-
fraktur tertentu yang kurang stabil, dan klasifikasi yang tepat dapat membuat
klinisi waspada terhadap fraktur yang memiliki risiko komplikasi saat
penyatuannya. Diantara fraktur komplit, fraktur transversal cenderung tetap
berada di tempat, sesudah dilakukan reduksi, tidak seperti fraktur oblik dan
spiral yang mempunyai kecenderungan untuk bergeser. Pergeseran sesudah
reduksi dapat menyebabakn penyatuan yang lambat (delayed union),
penyatuan pada posisi yang salah (malunion) atau bahkan tidak terjadinya
penyatuan (nonunion). Hal yang sama, fraktur kominutif biasanya bersifat
tidak stabil dan kemungkinan untuk sembuh dalam posisi yang kurang
optimal karena reduksi fragmen fraktur sering sulit dipertahankan. Fraktur
transversal membutuhkan waktu penyembuhan lebih lama dari pada fraktur
spiral untuk sembuh. Fraktur yang terjadi pada anak-anak dan pada
ekstremitas atas (dibandingkan ekstremitas bawah) cenderung sembuh lebih
cepat. Pengetahuan mengenai hal-hal tersebut bermanfaat saat melakukan
follow up terhadap suatu fraktur.8

22
DAFTAR PUSTAKA

1. Aston J. N. Kapita Selekta Traumatologik dan Ortopedik. Jakarta:


Penerbit Buku Kedokteran EGC; 1996. p. 35.
2. Rasjad C. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. Makassar: Penerbit Bintang
Lamumpatue; 1998. p. 334-78.
3. Karakala G. Forearm Fracture2013:[1-5 pp.]. Available from:
http://emedicine.medscape.com/article/1239187-overview.
4. Depkes. Riset Kesehatan Dasar: Laporan Sulawesi Selatan. Jakarta2008.
p. 112-20.
5. Diktat Anatomi Biomedik 1. Makassar: Bagian Anatomi Fakultas
Kedokteran Unhas; 2011. p. 6-7, 94- 6.
6. Ekayuda I. Radiologi Diagnostik: Pencitraan Diagnostik Edisi kedua.
Jakarta: Divisi Radiodiagnostik RS dr. Cipto Mangunkusumo; 2005. p. 31-
46.
7. Patel. Pradip R. Lecture Notes: Radiologi Edisi Kedua. Jakarta: Penerbit
Erlangga; 2007. p. 221-3.
8. Peh. Wilfred C. Goh. Lesley A. Mengenali Pola Foto-Foto Diagnostik:
Trauma Ekstremitas & Fraktur- klasifikasi, penyatuan dan komplikasi.
2001. p. 97-121.
9. Carter. Michael A. Patofisiologi: Fraktur dan Dislokasi. Edisi 6. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran; 2006. p. 1365-8.
10. Murtala B. Radiologi Trauma dan Emergensi. Bogor: PT Penerbit IPB
Press; 2013. p. 68-73.
11. Soetikno RD. Radiologi Emergency. Bandung: PT Refika Editama; 2013.
p. 180-7.
12. Gaillard F. Radiology Case: Colles Fracture 2010. Available from:
http://radiopaedia.org/cases/colles-fracture-1.
13. Gerstenmaier J.F. Radiology Case: Smith Fracture 2013. Available from:
http://radiopaedia.org/cases/smith-fracture-1.
14. Hacking C. Radiology Case:Monteggia Fracture 2015. Available from:

23
http://radiopaedia.org/cases/monteggia-fracture-2.
15. Ezzedin H.P. Fraktur. Riau: Faculty of Medicine - Universitas Riau; 2009.
p. 1-7.
16. McKinnis LN. Radiologic Evaluation, Search Patterns, and Diagnosis. In:
Fundamentals of Musculoskeletal Imaging. 3rded. Philadelphia: F.A. Davis
Company;2010. p. 40
17. Adult Forearm Fractures: American Academy of Orthopaedic Surgeons;
2011. Available from: http://orthoinfo.aaos.org/topic.cfm?topic=A00584.

24

You might also like