You are on page 1of 16

ANATOMI SARAF TRIGEMINAL

Saraf otak kelima atau nervus trigeminus adalah saraf otak motorik dan sensorik. Serabut
motoriknya mempersarafi muskulus masseter, temporalis, pterigoideus internus dan eksternus,
tensor timpani, omohioideus dan bagian anterior dari muskulus digastrikus. Serabut-serabut
sensoriknya menghantarkan impuls nyeri, suhu, raba, dan perasaan proprioseptif. Kawasanya ialah
wajah, selaput lendir lidah, rongga mulut, serta gusi dan rongga hidung.
Jika nervus v ditinjau dari cabang-cabang perifernya maka perjalanan masing-masing
cabang adalah sebagai berikut:
1. Cabang pertama (cabang oftalmik)
Cabang ini menghantarkan impuls protopatik dari bola mata serta ruang orbita, kulit dahi
sampai verteks. Impuls sekretomotorik dihantarkannya ke glandula lakrimalis. Jika dibagi secara
sistematik, cabang pertama dibagi menjadi 3 kelompok serabut:
- Serabut-serabut dari dahi menyusun nervus prontalis. Ia masuk ruang orbita melalui foramen
supraorbita.
- Serabut-serabut dari bola mata (kornea, iris dan corpus siliaris) dan rongga hidung bergabung
menjadi seberkas saraf yang dikenal dengan nervus nasosiliaris.
- Berkas syaraf yang menuju ke glandula lakrimalis dikenal sebagai nervus lakrimaris.
Syaraf-syaraf tersebut dibelakang fisura orbitalis superior mendekati satu sama lain menjadi
seberkas syaraf yang dinamakan cabang oftalmikus nervi trigemini. Cabang tersebut menembus
dura untuk melanjutkan perjalanannya di dalam dinding sinus kavernosus. Pada samping prosesus
klinoideus posterior ia keluar dari dinding tersebut dan berakhir di ganglion gasseri.
2. Cabang kedua (cabang maksilaris)
Cabng ini tersusun oleh serabut-serabut somatosensorik yang menghantarkan impuls
protopatik dari wajah bagian pipi kelopak mata bawah, bibir atas, hidung dan sebagian rongga
hidung, gigi geligi rahang atas, ruang nasofaring, sinus maksilaris, pala tumole dan atap rongga
mulut.
Serabut-serabut yang berasal dari kulit wajah, mukosa, rongga hidung, dan lebih jauh ke belakang
serabut-serabut yang menghantarkan impuls dari selaput lendir dan gigi geligi rahang atas
tergabung dalam nervus infraorbitalis. Setelah itu, ia dikenal sebagai cabang maksilar nervus V.
Setelah keluar dari dinding tersebut ia berakhir di dalam ganglion gasseri. Selain serabut-serabut
tersebut di atas, cabang N.V. menerima juga serabut-serabut sensorik yang berasal dari dura fosa
kranii media dan fosa pterigopalatinum.

3. Cabang ketiga (cabang mandibular)


Cabang ini tersusun oleh serabut somatomotorik, sensorik, dan serabut sekremotorik.
Serabut-serabut somatomotorik setelah muncul pada permukaan lateral ponds menggabungkan
diri pada berkas serabut sensorik yang dinamakan cabang mandibular ganglion gasseri.
Jika cabang mandibula dilukis menurut komponen eferennya, maka ia keluar dari ruang
intrakranial melalui foramen ovale, dan tiba di fosa infra temperalis (disitu nervus meningiamedia
menggabungkan diri pada pangkal cabang mandibular, dia mempersarafi meningien) kemudian
keluar dari ruang intrakranial melalui foramen spinosum dan tergabung dalam cabang mandibular
ekstrakranial.
Didepan fosa infratemporalis cabang mandibular bercabang dua, yaitu:
1. Cabang posterior: merupakan pangkal dari serabut-serabut aferen yang berasal dari kulit daun
telinga (nervus aurikulotemporalis) kulit yang menutupi rahang bawah, mukosa bibir bawah, 2/3
bagian depan lidah (nervus lingualis), glandula parotis dan gusi rahang bawah (nervus dentalis
inferior), dan serabut eferen yang mempersarafi otot-otot omohioideus dan bagian anterior
muskulus digastrikus.
2. Cabang anterior: terdiri dari serabut aferen, yang menghantarkan impuls dari kulit dan mukosa
pipi bagian bawah, dan serabut eferen yang mempersarafi otot-otot temporalis, maseter,
pterigoideus, dan tensor timpani.
Melalui juluran aferen sel-sel ganglion gasseri impuls perasaan raba dan pesan disampaikan
kepada nukleus sensibilis prinsipalis dan impuls perasaan nyeri dan suhu kepada nukleus spinalis
nervus trigemini. Serabut-serabut tersebut terakhir besinap sepanjang wilayah inti tersebut dan
dikenal sebagai traktus spinalis nervi trigemini. Cara serabut-serabut tersebut bersinap ialah
menuruti penataan sigmentasi. Yang menghantarkan impuls dari kawasan cabang mandibular
terkumpul di bagian dosal dari kawasan maksilar ditengah-tengah dan dari kawasan oftalmik
berkonvergen dibagian ventral nukleus spinalis nervi trigemini. Nukleus sensibilis prinsipalis dan
nukleus spinalis N.V.sebenarnya bukan dua inti yang tersendiri, melainkan satu kontinuitas dari
sel-sel yang menerima impuls dari ganglion gasseri. Lain halnya dengan inti mesensefalik N.V.
yang khusus menerima impuls proprioseptif, ia berdiri sendiri pada tingkat menensefalon.
Lintasan trigeminal selanjutnya nukleus sinsibilis dan nukleus spinalis nervus V
menjulurkan serabut-serabut ke nukleus ventroposteromedialis talami sisi kontralateral. Juga
serabut-serabut dari nukleus mesensefalik nervus V yang mengakhiri perjalannya di inti VPM,
namun tidak hanya secara kontralateral tetapi sebagian ipsilateral. Lintasan yang menghubungkan
inti sensibilitas insifalis serta nukleus spinalis nervus V dengan nukleus PPM talami dinamakan
jaras trigeminotalamik ventral. Jaras yang menghubungkan nukleus mensensefalik N.V. dengan
nukleus PPM talami kedua sisi dinamakan jaras trigemino talamik dorsal.
Di samping serabut somatosensorik dan somatomotorik juga serabut sekreto motorik yang
bersifat parasimpatik ikut menyusun nervus trigeminus. Melalui ganglion sfenopalatinum, otikum
dan mandibulare impuls sekretomotorik dihantarkan kepada berbagai kelenjar parasimpatetik di
kepala. Sekresi lendir rongga hidung, uvula, palatumole dan sekresi gandula lakrimalis diurus
melalui ganglion sfenopalatinum. Dengan perantara ganglion otikun glandula parotis digalakan
dan melalui ganglion submandibularis glandula sub mandibularis dan lingualis dapat digiatkan.
Manifestasi Gangguan Nervus Trigeminus
Perasaan nyeri atau raba pada wajah dapat diperiksa secara objektif dengan melakukan
pada reflek s kornea . pada perangsangan terhadap kornea, kelopak mata langsung menutupi mata.
Busur nervus kornea tersebut terdiri dari serabut sensorik yang menghubungkan nukleus nervus
fasialis. Jika serabut sensorik N.V. terputus maka refleks kornea terputus. Perasaan dapat juga
tidak bisa disadarkan , kendatipun serabut korneanya utuh yaitu apabila kesadaran menurun sekali
seperti pada keadaan koma. Tindakan pemeriksaan refleks kornea sering juga digunakan untuk
menentukan derajat kesadaran selain dari suatu tindakan untuk melengkapi pemeriksaan
sensibilitas wajah.
Fungsi motorik dari nervus V dapat diselidiki dengan memeriksa kegiatan otot-otot yang
dipersarafinya. Otot maseter dan temporalis bekerja untuk mengangkat rahang bawah. Dengan
menyuruh menggitgit sekeras-kerasnya dengan gigi geligi sendiri, maka konsistensi dan bentuk
otot-otot tersebut dapat dipalpasi. Konsistensi yang lembik dan atrofi dapat dikorelasikan dengan
paralisis cabang mandibular N.V. otot pterigoideus internus dan eksternus dapat diperiksa pada
waktu rahang bawah digerakkan ke samping. Dengan menahan gerakan ke samping itu, kekuatan
otot pterigoideus kontralateralis dapat dinilai. Jika salah satu otot-otot tersebut lumpuh secara
unilateral, rahang bawah akan menyimpang ke arah oto pterogoideus yang lumpuh pada waktu
mulut dibuka.
Kelumpuhan otot-otot yang dipersarafi N.V. dapat diungkapkan dengan cara
membangkitkan refleks maseter. Refleks tersebut dapat dibangkitkan dengan cara sebagai berikut,
ketokan wajah pada waktu mulut setengah terbuka, akan langsung dijawab dengan gerakan ke atas
dari rahang bawah.
Keutuhan serabut-serabut sensorik N.V. dapat diperiksa dengan jalan merangsang
permukaan wajah dengan sepucuk kapas (perasaan raba), tusukan jarum (perasaan nyeri) atau
dengan botol berisi air panas atau air dingin. Kawasan cabang oftalmik, maksilar dan mandibular
bisa terganggu secara sendiri ataupun secarar tergabung. Dan tiap pola defisit sensorik pada wajah
mempunyai arti diagnostik topik.

HERPES ZOSTER OPTHALMIKUS

A. DEFINISI

Merupakan bentuk herpes zoster di mana virus menyerang atau teraktifasi dari ganglion
gasseri, menyebabkan rasa sakit dan erupsi pada kulit sepanjang divisi oftalmik dari syaraf kranial
kelima ( saraf trigeminal ). Mungkin juga ada keterlibatan dari saraf kranial ketiga. Infeksi sering
menyebabkan ulkus kornea atau komplikasi okular lainnya.
Varicella-zoster virus (VZV) adalah anggota dari keluarga Herpesviridae. Ini adalah agen
etiologi dari varicella (cacar air) yang merupakan infeksi primernya dan herpes zoster yang
merupaka reaktivasinya.

Epithelial defect and melting secondary to varicella-zoster virus infection.


Image courtesy of C. Stephen Foster, MD, Massachusetts Eye Research and Surgery Institute, Harvard Medical
School.
Herpes Zoster Oftalmikus melibatkan jaringan yang diinervasi oleh divisi oftalmik dari
saraf trigeminal dan menyumbang 10-25% dari semua kasus herpes zoster. Gejala sisa dari Herpes
zoster oftalmikus dapat menyebabkan kerusakan, seperti radang mata kronis, kehilangan
penglihatan, dan rasa sakit yang berat. 2,4,5,7-9,11

Herpes zoster ophthalmicus with Hutchinson sign.


Image courtesy of C. Stephen Foster, MD, Massachusetts Eye Research and Surgery Institute, Harvard Medical
School.

Herpes zoster day 4.


Herpes zoster day 8
Image courtesy of Manolette Roque, MD,
Ophthalmic Consultants Philippines Co,
EYE REPUBLIC Ophthalmology Clinic.
B. ETIOLOGI
Golongan herpes virus disebut juga herpesviridae merupakan virus DNA intranukleus
besar yang mempunyai kecenderungan kuat untuk menimbulkan infeksi laten dan rekuren. Famili
herpes viridae terdiri atas 3 genus, yaitu Alphaviridae (terdiri dari virus herpes simplex tipe 1 dan
2, serta virus varicella-zoster), Betaherpesvirinae (terdiri dari cytomegalovirus) dan
Gammaherpesvirinae (terdiri atas virus Epstein-Barr).
Virion herpesvirus berbentuk sferik yang besarnya 150-200 nm dengan kapsid berbentuk
ikosahedral (bidang 20) yang besarnya 100 nm. Kapsid terdiri dari 162 kapsomer yang mempunyai
gambaran sebagai prisma memanjang berlubang berbentuk hexagonal (150 buah hexon) dan
pentagonal (12 buah penton) dengan sumbu lubang di tengah-tengahnya. Kapsid ikosahedral yang
berdiameter 100 nm memperlihatkan suatu simetri rangkap 5:3:2.
Virion merupakan partikel yang mempunyai peplos (selubung) yang terdiri dari lipoprotein
dengan diameter keseluruhan 150-200 nm; patikel yang tidak terselubung (naked atau non
envelope) yang berdiameter 100 nm juga sering terlihat, bahkan pada preparat irisan yang tipis
dalam kapsid luar didapatkan dua lapisan lipoprotein tambahan (multiple shell).
Asam nukleat herpesvirus merupakan suatu DNA berantai ganda (double stranded) dengan
berat molekul sebesar 100 juta Dalton dan mempunyai kandunga guanindan sitosin yang tinggi.
Nukleokapsid dari pelbagai jenis herpesvirus mempunyai struktur antigen golongan yang
bersamaan dan dapat dibuktikan dengan teknik imuno-difusi atau reaksi pengikatan komplemen
Faktor risiko untuk yang menyebabkan teraktivasinya atau reaktivasi herpes zoster
berhubungan dengan status imunitas yang diperantarai sel ( cell mediated immunity ) untuk VZV.
Berbagai faktor predisposisi dapat menjelaskan peningkatan insiden herpes zoster:
 VZV-specifik immunitas dan sel-mediasi immunitas, yang umumnya menurun dengan
bertambahnya umur khususnya dekade 5 keatas

 Imunosupresi (misalnya, infeksi HIV, AIDS)

 Terapi imunosupresif.

 Infeksi primer pada saat di rahim atau pada masa infansi, ketika respon imun normal
menurun
C. PATOFISIOLOGI
Setelah infeksi primer, VZV memasuki ganglia akar dorsal ( Trigeminal = herpes zoster
oftalmicus, geniculate = herpes zoster oticus (Herpes zoster oticus (HZ oticus) adalah viral
infection inner, middle, dan external telinga)), dimana ia menetap secara laten untuk seumur hidup
dari individual tersebut. Virus teraktifasi dan keluar dari ganglion trigeminal, VZV yang
teraktifasi tersebut berjalan menuju cabang pertama dari nervus trigeminal yakni cabang
oftalmikus yang kemudian menuju ke nervus nasosiliari. Di cabang ini terbagi serabut-serabut
saraf yang menginervasi permukaan dari bola mata dan kulit yang ada di sekitar hidung sampai ke
kelopak mata. Proses ini biasanya membutuhkan waktu 3-4 hari agar partikel dari virus mencapai
ujung dari saraf (nerve ending).
Bersamaan dengan proses perjalanan virus, terjadi inflamasi di dalam dan sekitar saraf
yang dilalui sehingga menyebabkan kerusakan pada mata itu sendiri dan/atau struktur disekitarnya.
Frekuensi keterlibatan secara dermatologi dari herpes zoster mirip dengan distribusi
sentripetal dari lesi varicella yang pertama.
Pola ini mungkin menggambarkan bahwa :
1. Latensi timbul dari penyebaran secara kontagius dari virus ( ketika seseorang menderita
varicella/ cacar air ) dari sel kulit yang terinfeksi berlanjut secara asending ke ujung saraf sensori
ganglia.
2. Ini juga dapat memberikan kesan bahwa ganglia juga dapat terinfeksi secara hematogen selama
fase viremia dari varicella dan frekuensi keterlibatan dermatom di herpes zoster mencerminkan
ganglia yang paling sering terekspose oleh stimulus reaktivasi. Pada pasien imunokompeten,
antibodi spesifik (imunoglobulin G, M, dan A) tampil lebih cepat dan mencapai titer yang lebih
tinggi selama reaktivasi (herpes zoster) dari pada saat infeksi primer.
Munculnya ruam kulit karena herpes zoster bertepatan dengan proliferasi masal sel T
spesifik VZV . produksi Interferon-alfa muncul bersamaan dengan resolusi herpes zoster. Dengan
begitu Pasien memiliki kekebalan yang kuat dan lama yang diperantarai respon imunitas yang
diperantarai sel untuk VZV ( cell mediated immune respon ).
D. EPIDEMIOLOGI
Di Amerika Serikat berkenaan dengan infeksi primer, lebih dari 90% dari populasi yang
terinfeksi adalah remaja, dan sekitar 100% populasi terinfeksi pada umur 60 tahun. Morbiditas dan
mortalitas kebanyakan dipengaruhi individu yang mengalami imunosupresi, termasuk orang-orang
usia lanjut, individu yang sistem imunnya tertekan (misalnya, mereka dengan infeksi HIV atau
AIDS), seseorang yang yang sedang melakukan terapi imunosupresif, dan orang-orang yang
mendapat infeksi primer di dalam rahim atau pada masa lnfansi.
Herpes zoster mempengaruhi sekitar 10-20% dari populasi. Angka ini sekitar 131 per
100.000 orang-tahun pada orang putih. .
Menurut review Pavan-Langston, terdapat 1 juta konsultasi untuk herpes zoster terjadi
setiap tahun; sekitar 250.000 dari pasien herpes zoster yang diperiksa terkena herpes zoster
ophthalmicus. Sebuah subset dari 50% pasien ini mengarah ke komplikasi ophthalmicus herpes
zoster.
Sindrom Ramsay Hunt adalah penyebab 12% dari semua kasus kelumpuhan wajah.

E. KOMPLIKASI
Di Amerika Serikat, sebanyak 10.000 rawat inap dan sekitar 100 kematian terjadi per tahun
sebagai akibat komplikasi dari infeksi VZV. afek Morbiditas dan mortalitas kebanyakan
mempengaruhi individu yang mengalami imunosupresi, termasuk orang-orang usia lanjut,
individu yang sistem imunnya tertekan (misalnya, mereka dengan infeksi HIV atau AIDS),
seseorang yang yang sedang melakukan terapi imunosupresif, dan orang-orang yang mendapat
infeksi primer di dalam rahim atau pada masa lnfansi.
Komplikasi SSP: Meningoensefalitis, myelitis, paralisis nervi kranial, dan angiitis
granulomatous yang dapat mengarah kepada penyakit serebrovaskular.
Zoster Diseminata : penyebaran hematogen dapat mengakibatkan keterlibatan beberapa
dermatom dan keterlibatan visceral, sehingga dapat mengakibatkan kematian karena ensefalitis,
hepatitis, atau pneumonitis.
Dalam herpes zoster oftalmikus, komplikasi yang spesifik terdapat pada ditekankan pada
kerusakan struktur okular yang bermanifestasi pada berbagai macam penyakit mata yang dapat
mengarah kepada kehilangan pengelihatan secara permanen kerusakan struktur yang sering terjadi
ialah:
 Kelopak mata, konjungtiva, episklera dan sklera: edema Periorbital dan konjungtiva (1
minggu); infeksi sekunder Staphylococcus aureus (1-2 minggu); atrofi sklera fokal (
berlangsung lambat), jaringan parut meyebabkan tidak tertutupnya kelopak secara
sempurna ( lagoftalmus ) dan menyebabkan tereksposnya kornea sehinggal mengalami
pengeringan

 Kornea: keratitis epitelial pungtata (pembengkakan epitel, 1-2 d); keratitis dendritik (tree
branchlike epithelial defects, 4-6 d); stromal keratitis ( infiltrates halus dibawah
permukaan, 1-2 minggu); keratitis stromal dalam (lipid infiltrates and kornea
neovaskularisasi, 1 bulan – tahun ); keratopati neurotropik (erosi, defek persisten, ulkus
kornea, bulan - tahun)

 Camera occuli anterior: Uveitis (inflamasi and jaringan parut di dalam iris yang mengarah
kepada glaukoma and cataract, 2 minggu – tahun )

 Neuralgia postherpetik (rasa sakit yang berlangsung selama lebih dari 1 bulan setelah
resolusi dari ruam vesikuler) ini merupakan komplikasi yang paling sering dan
mengganggu.

Pembagian komplikasi dalam bentuk lain yakni :


 Komplikasi dapat berhubungan dengan perubahan inflamasi (bentuk infiltrasi, misalnya,
keratitis, atau bentuk vasculitis, misalnya, episkleritis / scleritis, iritis, papillitis iskemik,
vaskulitis orbital). Komplikasi lainnya terjadi sebagai akibat dari kerusakan saraf
(misalnya, keratitis neurotropik, beberapa kelumpuhan motor/saraf okular, neuralgia) dan
bekas luka jaringan (misalnya, deformitas dari kelopak, neuralgia, lipid keratopati).

Sindrom Ramsay Hunt (zoster yang melibatkan saraf kranial V, IX, dan X) biasanya
menyebabkan gejala yang lebih parah dari pada palsy Bell. Dalam banyak penelitian ,
hanya 10-22% dari individu dengan kelumpuhan wajah yang berat sembuh sempurna.
Namun, dalam satu laporan, 66% dari pasien dengan kelumpuhan tidak lengkap telah
sembuh sempurna.

 Infeksi bakteri sekunder, biasanya streptokokus atau stafilokokus, dapat terjadi di lokasi
ruam. dapat menyebabkan luka yang dalam sehingga meninggalkan bekas. Infeksi tersebut
dapat dihindari dengan menjaga kebersihan dengan baik dan dengan mencegah garukan,
yang dapat menyebabkan pelepasan krusta dan gangguan perbaikan jaringan.
 Neuralgia postherpetik (rasa sakit yang berlangsung selama lebih dari 1 bulan setelah
resolusi dari ruam vesikuler) sering terjadi dan seringkali menjadi komplikasi herpes zoster
yang paling mengganggu. Ini sering terjadi pada pasien yang berumur lebih dari 50 tahun.

Ras
Pada tahun 1995, Schmader dkk melaporkan bahwa masa kejadian herpes zoster pada
orang kulit putih dua kali lipat dari orang kulih hitam Afrika dan Amerika.
Seks
Tidak ada predileksi seks ditemukan laki-laki = perempuan.
Umur
Infeksi primer VZV ( cacar air ) terjadi pada masa kanak-kanak.
Reaktivasi VZV atau herpes zoster pada dasarnya merupakan suatu penyakit yang mempengaruhi
orang dewasa yang sehat.
Insiden meningkat dengan bertambahnya usia, memuncak pada dekade ketujuh kehidupan.

F. GEJALA KLINIS
Gejala prodromal herpes zoster biasanya berupa rasa sakit dan parestesi pada dermatom
yang terkena. Gejala ini terjadi beberapa hari menjelang timbulnya erupsi. Gejala konstitusi,
seperti sakit kepala, malaise, dan demam, terjadi pada 5% penderita (terutama pada anak-anak)
dan timbul 1-2 hari sebelum terjadi erupsi. Gambaran yang paling khas pada herpes zoster adalah
erupsi yang lokalisata dan unilateral. Jarang erupsi tersebut melewati garis tengah tubuh.
Umumnya lesi terbatas pada daerah kulit yang dipersarafi oleh salah satu ganglion saraf sensorik.
Erupsi mulai dengan eritema makulopapular. Dua belas hingga dua puluh empat jam
kemudian terbentuk vesikula yang dapat berubah menjadi pustula pada hari ketiga. Seminggu
sampai sepuluh hari kemudian, lesi mengering menjadi krusta. Krusta ini dapat menetap menjadi
2-3 minggu. Keluhan yang berat biasanya terjadi pada penderita usia tua. Pada anak-anak hanya
timbul keluhan ringan dan erupsi cepat menyembuh. Rasa sakit segmental pada penderita lanjut
usia dapat menetap, walaupun krustanya sudah menghilang. Frekuensi herpes zoster menurut
dermatom yang terbanyak pada dermatom torakal (55%), kranial (20%), lumbal (15%), dan sakral
(5%).Kelainan pada wajah diakibatkan oleh gangguan nervus trigeminus (dengan ganglion gaseri)
yang salah satu gejalanya adalah herpes zoster ophtalmicus atau nervus fasialis dan otikus (dari
ganglion genikulatum) yang disebut Ramsay Hunt Sindrom.
Pada Herpes Zoster Oftalmikus ditandai erupsi herpetic unilateral pada kulit. Gejala
prodromal seperti lesu, demam ringan, mual muntah dapat timbul. Gejala prodromal berlangsung
1 sampai 4 hari sebelum kelainan kulit timbul. Tanda iritasi meningeal seperti kaku kuduk juga
dapat timbul. Selain itu timbul juga gejala fotofobia, banyak keluar air mata, kelopak mata bengkak
dan sukar dibuka karena perjalanan cabang dari nervus ophtalmicus yang membercabang ke
nervus Arnold rekuren dan NIII dan N VI.

G. DIAGNOSA
Riwayat penyakit Herpes Zoster
Pasien-pasien dengan herpes zoster sering melaporkan adanya riwayat cacar air. Dalam
beberapa kasus, terdapatnya kondisi immunokompromise pernah dicatat.
Gejala Prodormal dari Herpes zoster yakni, demam, malaise, sakit kepala, dysesthesia yang
terjadi 1-4 hari sebelum perkembangan lesi kulit (ruam).
Sakit prodromal biasanya terbatas pada distribusi dermatomal yang sama. Ruam, yang pada
awalnya vesikuler, secara bertahap menjadi pustular dan kemudian krusta kira-kira selama periode
7-10 hari. Serupa dengan cacar air, ketika sudah terbentuk krusta lesi tidak lagi bersifat infeksius.
Jaringan parut dan hipopigmentasi atau hiperpigmentasi dapat bertahan untuk jangka
waktu lama, daerah lesi yang terinfeksi dan mengalami perubahan bentuk dapat menyebabkan
terbentuknya luka ( atau jaringan parut ) yang dalam.
Herpes Zoster Oftalmikus
 lesi akut pada bola mata berkembang dalam 3 minggu ruam. Lesi ini dapat sembuh dengan
cepat dan sempurna, atau akan dapat berkembang menjadi kronis selama bertahun-tahun.

 Rekurensi merupakan fitur karakteristik herpes zoster oftalmikus. Relaps dapat terjadi
selambat-lambatnya 10 tahun setelah onset.

 Gejala herpes zoster oftalmikus dapat termasuk rasa sakit pada mata, mata merah (biasanya
unilateral), penurunan penglihatan, ruam kulit atau kelopak mata disertai rasa sakit,
demam, malaise, dan robek.
H. PEMERIKSAAN FISIK
 Exanthem

kelompok vesikel, biasanya melibatkan 1, tapi kadang-kadang sampai 3 dermatom yang


berdekatan.
Vesikel menjadi pustular, dan kadang-kadang hemoragik, dengan evolusi menjadi krusta dalam 7-
10 hari.
 Herpes Zoster Oftalmikus

Ruam vesikuler melibatkan divisi oftalmik dari saraf trigeminal. krusta dimulai pada hari kelima
- keenam.
Salah satu indikator prognostik HZO adalah tanda hutchinson, yakni terdapatnya lesi HZ
pada puncak, sisi atau pangkal dari hidung. Tanda hutchinson terlihat pada gambar dibawah.
Daerah Ini adalah area yang diinervasi oleh saraf etmoidalis anterior cabang dari saraf nasosiliaris.
Karena nervus nasosiliari juga menginervasi kornea lesi kulit seperti itu juga dapat menyebabkan
keterlibatan okular yang berat.

A B

Gambar A. Hutchinson sign.


Image courtesy of C. Stephen Foster, MD, Massachusetts Eye Research and Surgery Institute, Harvard Medical
School.
Gambar B.
Stephen Foster, MD, Massachusetts Eye Research and Surgery Institute, Harvard Medical School
I. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Secara laboratorium, pemeriksaan sediaan apus tes Tzanck membantu menegakkan


diagnosis dengan menemukan sel datia berinti banyak. Demikian pula pemeriksaan cairan vesikula
atau material biopsi dengan mikroskop elektron, serta tes serologik.

Pada pemeriksaan histopatologi ditemukan sebukan sel limfosit yang mencolok,


nekrosis sel dan serabut saraf, proliferasi endotel pembuluh darah kecil, hemoragi fokal dan
inflamasi bungkus ganglion. Partikel virus dapat dilihat dengan mikroskop elektron dan antigen
virus herpes zoster dapat dilihat secara imunofluoresensi.

Apabila gejala klinis sangat jelas tidaklah sulit untuk menegakkan diagnosis. Akan
tetapi pada keadaan yang meragukan diperlukan pemeriksaan penunjang antara lain:

1. Isolasi virus dengan kultur jaringan dan identifikasi morfologi dengan


mikroskop elektron
2. Pemeriksaan antigen dengan imunofluoresen
3. Tes serologi dengan mengukur imunoglobulin spesifik.

J. DIAGNOSA BANDING
 Herpes simpleks

Herpes simpleks ditandai dengan erupsi berupa vesikel yang bergerombol, di atas dasar kulit
yang kemerahan. Sebelum timbul vesikel, biasanya didahului oleh rasa gatal atau seperti terbakar
yang terlokalisasi, dan kemerahan pada daerah kulit. Herpes simpleks terdiri atas 2, yaitu tipe 1
dan 2. Lesi yang disebabkan herpes simpleks tipe 1 biasanya ditemukan pada bibir, rongga mulut,
tenggorokan, dan jari tangan. Lokalisasi penyakit yang disebabkan oleh herpes simpleks tipe 2
umumnya adalah di bawah pusat, terutama di sekitar alat genitalia eksterna.

 Varisela
Gejala klinis berupa papul eritematosa yang dalam waktu beberapa jam berubah menjadi
vesikel. Bentuk vesikel ini seperti tetesan embun (tear drops). Vesikel akan berubah menjadi pustul
dan kemudian menjadi krusta. Lesi menyebar secara sentrifugal dari badan ke muka dan
ekstremitas.
 Impetigo vesiko-bulosa

Terdapat lesi berupa vesikel dan bula yang mudah pecah dan menjadi krusta. Tempat predileksi
di ketiak, dada, punggung dan sering bersamaan dengan miliaria. Penyakit ini lebih sering
dijumpai pada anak-anak.

K. TERAPI

 Perawatan Medik

Strategi terapeutik untuk akut herpes zoster oftalmikus terditi dari agen antiviral, sistemik
kortikosteroid, antidepresan, dan pengontrol rasa sakit yang adekuat. Pengobatan herpes zoster
oftalmikus optimal jika dimulai pada saat 72 jam setelah onset dari ruam. Pavan-langston telah
menguraikan protokol dari pengobatannya:

1. Obat antivirus oral dan topikal

(contoh famciclovir 500 mg 3 kali/hari , valacyclovir 1 g perhari atau acyclovir 800 mg 5


kali/hari dalam 7 hari, acyclovir ed )

2. Antidepresan trisiklik nortriptyline, amitriptyline, or desipramine 25 mg, diatur sampai 75


mg waktu istirahat untuk beberapa minggu jika diperlukan( untuk menghambat akut dan
berkepanjangannya post herpetik neuralgia (PHN) ).

3. Mengatasi PHN yang onsetnya telat dengan tricyclic antidepressants ( seperti disebutkan
diatas) dan/atau capsaicin ointment perhari 4 kali/hari atau lidocaine patch. Neurontin 300-
600 mg dengan oral dan atau OxyContin 10-20 mg perhari) dengan medikasi topikal sama
seperti yang diberikan pada kondisi akut.

4. Kortikosteroid topikal tambahan, antibiotik, cycloplegik, antivirus, dan pengobatan


glukoma yang sama pentingnya seperti keratitis, iritis.
5. Pada penelitian kecil oleh Kanai dkk lidocaine 4% ophthalmic drops telah diberikan
kepada 24 pasien PHN. Terdapat pengurangan rasa sakit yang cukup signifian 15 menit
setelah pemberian dan dan bertahan rata-rata selama 36 jam ( dengan range 8-96 jam ).

6. Agen virustatik yang tergantung pada viral thymidine kinase phosphorylation dan
ditargetkan pada viral polymerase seperti pada acyclovir, valacyclovir, penciclovir,
famciclovir, sorivudine, and bromovinyldeoxyuridine.

7. Agen virustatik yang tidak bergantung pada viral thymidine kinase phosphorylation dan
ditargetkan pada viral polymerase seperti vidarabine, foscarnet, and cidofovir
(hydroxyphosphonylmethoxypropyl).

 Perawatan bedah

Beberapa pasien membutuhkan pembedahan minor seperti lateral tarsorrhaphy atau penjahitan
traksi kelopak mata. Pada pasien yang lain luka luas pada kornea memerlukan keratoplasti
penetrasi. 2

Corneal ulcer stained with fluorescein Irregularity of the iris that can be seen in
herpes zoster uveitis.

Image courtesy of C. Stephen Foster, MD, Massachusetts Eye Research and Surgery Institute,
Harvard Medical School.

You might also like