You are on page 1of 71

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Dalam Sistem Kesehatan Nasional (SKN) Tahun 2004 disebutkan


bahwa untuk menggerakkan pembangunan kesehatan secara berhasil guna
dan berdaya guna diperlukan manajemen kesehatan yang didukung oleh
ketersediaan data dan informasi kesehatan yang relevan, akurat, tepat waktu
dan sesuai dengan kebutuhan program. Informasi kesehatan yang
dibutuhkan yaitu mencakup seluruh data yang terkait dengan kesehatan baik
yang berasal dari sektor kesehatan ataupun dari berbagai sektor
pembangunan lain.
Kebutuhan data dan informasi kesehatan dari tahun ke tahun semakin
meningkat. Masyarakt semakin peduli dan tanggap terhadap berbagai
situasi/masalah kesehatan dan hasil pembangunan kesehatan yang
dilaksanakan oleh Pemerintah dan pihak swasta. Kepedulian ini memberikan
dampak positif bagi pembangunan kesehatan itu sendiri. Untuk itu dibutuhkan
ketersedian data yang akurat, relevan dan tepat waktu yang dapat
mendukung kinerja manajemen kesehatan.
Selama ini sudah terdapat mekanisme dan media yang memadai dan
baku yang dapat dipergunakan untuk pengelolaan data dan informasi di
setiap jenjang administrasi kesehatan, namun masih ditemukan hambatan
dalam penyediaan data / informasi. Data yang selama ini diolah, dianalisis
dan disajikan belum semuanya dimanfaatkan secara tepat guna.
Profil Kesehatan adalah gambaran situasi kesehatan di Kota
Semarang yang mermuat berbagai data tentang situasi dan hasil
pembangunan kesehatan selama kurun waktu satu tahun. Data dan informasi
yang termuat meliputi : data demografi, sumber daya kesehatan, derajat
kesehatan, keadaan lingkungan, perilaku masyarakat, upaya kesehatan dan
manajemen kesehatan yang dituangkan dalam Indikator Indonesia Sehat
(IIS) 2010 dan Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan (SPM-BK).
Pengumpulan dan analisis data pada penyajian Profil Kesehatan Kota
Semarang diarahkan pada kebutuhan untuk evaluasi dan penyusunan
strategi dalam rangka mencapai Kota Semarang Sehat 2010.

Profil Kesehatan Kota Semarang Tahun 2005


2

1.2. Tujuan
1.2.1. U mum
Tujuan disusunnya Profil Kesehatan Kota Semarang Tahun 2005
adalah tersedianya data / informasi yang relevan, akurat, tepat waktu dan
sesuai kebutuhan dalam rangka meningkatkan kemampuan manajemen
kesehatan secara berhasilguna dan berdayaguna sebagai upaya menuju
Kota Semarang yang Sehat.

1.2.2. Khusus
Secara khusus tujuan penyusunan Profil Kesehatan adalah :
1.2.2.1. Diperolehnya Data / informasi umum dan lingkungan yang meliputi
lingkungan fisik dan biologi, perilaku masyarakat yang berkaitan dengan
kesehatan masyarakat, data kependudukan dan sosial ekonomi;
1.2.2.2. Diperolehnya Data / informasi tentang status kesehatan masyarakat yang
meliputi angka kematian, angka kesakitan dan status gizi masyarakat;
1.2.2.3. Diperolehnya Data / informasi tentang upaya kesehatan, yang meliputi
cakupan kegiatan dan sumber daya kesehatan.
1.2.2.4. Diperolehnya Data / informasi untuk bahan penyusunan perencanaan
kegiatan program kesehatan;
1.2.2.5. Tersedianya alat untuk pemantauan dan evaluasi tahunan program –
program kesehatan;
1.2.2.6. Tersedianya wadah integrasi berbagai data yang telah dikumpulkan oleh
berbagai sistem pencatatan dan pelaporan yang ada di Puskesmas, Rumah
Sakit maupun Unit-Unit Kesehatan lainnya;
1.2.2.7. Tersedianya alat untuk memacu penyempurnaan sistem pencatatan dan
pelaporan kesehatan.

1.3. Sistematika Penulisan


Untuk lebih menggambarkan situasi derajat kesehatan, peningkatan
upaya kesehatan dan sumber daya kesehatan di Kota Semarang pada Tahun
2005, maka diterbitkanlah Buku Profil Kesehatan Kota Semarang yang
disusun dengan sistematika sebagai berikut :
BAB I PENDAHULUAN
BAB II GAMBARAN UMUM KOTA SEMARANG
BAB III PEMBANGUNAN KESEHATAN DAERAH

Profil Kesehatan Kota Semarang Tahun 2005


3

BAB IV PENCAPAIAN PEMBANGUNAN KESEHATAN


BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
LAMPIRAN

Profil Kesehatan Kota Semarang Tahun 2005


4

BAB II

GAMBARAN UMUM DAN LINGKUNGAN


YANG MEMPENGARUHI KESEHATAN MASYARAKAT

2.1. Keadaan Geografis


2.1.1. Letak
Kota Semarang terletak antara garis 6º50’ - 7º10’ Lintang Selatan dan
garis 109º35’ - 110º50’ Bujur Timur. Dibatasi sebelah Barat dengan
Kabupaten Kendal, sebelah Timur dengan Kabupaten Demak, sebelah
Selatan dengan Kabupaten Semarang, dan sebelah Utara dibatasi oleh Laut
Jawa dengan panjang garis pantai meliputi 13,6 Km. Ketinggian Kota
Semarang terletak antara 0,75 sampai dengan 348,00 di atas garis pantai.

2.1.2. Luas Wilayah Kota Semarang


Dengan luas wilayah sebesar 373,70
2
km , Kota Semarang terbagi dalam 16
kecamatan dan 177 kelurahan. Dari 16
kecamatan yang ada, kecamatan Mijen (57,55
km2) dan Kecamatan Gunungpati (54,11 km2),
dimana sebagian besar wilayahnya berupa
persawahan dan perkebunan. Sedangkan kecamatan dengan luas terkecil
adalah Semarang Selatan (5,93 km2) dan kecamatan Semarang Tengah
(6,14 km2), sebagian besar wilayahnya berupa pusat perekonomian dan
bisnis Kota Semarang, seperti bangunan toko/mall, pasar, perkantoran dan
sebagainya.

2.1.3. Keadaan Iklim


Menurut Badan Meteorologi dan Geofisika Balai Wilayah II Stasiun
Klimatologi Semarang, suhu udara rata-rata di Kota Semarang pada tahun
2005 berkisar antara: 25 – 30 ºC. Kelembaban udara berada diantara 62 –
84%. Letak Kota Semarang hampir berada di tengah bentangan panjang
Kepulauan Indonesia dari arah Barat ke Timur. Akibat posisi letak geografi
tersebut, Kota Semarang termasuk beriklim tropis dengan 2 ( dua )
musim, yaitu musim hujan dan musim kemarau yang silih berganti sepanjang
tahun.

Profil Kesehatan Kota Semarang Tahun 2005


5

2.2. Kependudukan
2.2.1. Pertumbuhan Penduduk, Persebaran dan Kepadatan Penduduk,
Komposisi Penduduk, Kelahiran, Kematian dan Perpindahan
2.2.1.1. Jumlah dan Laju Pertumbuhan Penduduk
Jumlah penduduk Kota Semarang menurut data BPS sampai dengan
akhir Desember tahun 2005 sebesar : 1.419.478 jiwa, terdiri dari 705.627
jiwa penduduk laki-laki dan 713.851 jiwa penduduk perempuan. Dengan
jumlah sebesar itu Kota Semarang termasuk dalam 5 besar
Kabupaten/Kota yang mempunyai jumlah penduduk terbesar di Jawa
Tengah.
Tabel a : Jumlah dan Pertumbuhan Penduduk Tahun 2001 - 2005
Tahun Jumlah Penduduk Tingkat pertumbuhan
Setahun ( % )
2001 1.332.320 1,73
2002 1.350.005 1,33
2003 1.378.193 2,09
2004 1.399.133 1,52
2005 1.419.478 1,45
Sumber data : Kantor BPS Kota Semarang

Perkembangan dan pertumbuhan penduduk selama 5 tahun terakhir


menunjukkan hasil yang bervariasi. Hal ini dapat dilihat pada tabel diatas,
selama kurun waktu tahun 2001 – 2002 mengalami penurunan sebesar 0,4%
dan kembali meningkat pada tahun 2003 sebesar 0,76%. Sedangkan pada
tahun 2004 terjadi penurunan tingkat pertumbuhan penduduk sebesar 0,52%.
Dan pada akhir tahun 2005 kembali mengalami penurunan sebesar 0,07%.

2.2.1.2. Persebaran dan Kepadatan Penduduk


Penyebaran penduduk yang tidak merata perlu mendapat perhatian
karena berkaitan dengan daya dukung lingkungan yang tidak seimbang.
Secara geografis wilayah Kota Semarang terbagi menjadi dua yaitu
daerah dataran rendah ( Kota Bawah ) dan daerah perbukitan (Kota
Atas). Kota Bawah merupakan pusat kegiatan pemerintahan, perdagangan

Profil Kesehatan Kota Semarang Tahun 2005


6

dan industri, sedangkan Kota Atas lebih banyak dimanfaatkan


untuk perkebunan, persawahan, dan hutan.
Sedangkan ciri masyarakat Kota Semarang terbagi dua yaitu
masyarakat dengan karakteristik perkotaan dan masyarakat dengan
karakteristik pedesaan.
Dengan kondisi seperti di atas, maka penyebaran penduduk
di Kota Semarang terkonsentrasi di Kota Bawah, sehingga mengakibatkan
daya dukung lingkungan menjadi rendah karena kepadatan yang tinggi.
Oleh karena itu kebijaksanaan Pemerintah Kota Semarang diarahkan
pada pengembangan daerah Kota Atas, salah satu yang sudah
ditempuh adalah dengan memindahkan Universitas Negeri Semarang
(dulu IKIP Semarang) ke daerah Kecamatan Gunungpati serta
pengembangan permukiman-permukiman baru di daerah tersebut.
Sebagai salah satu kota metropolitan, Semarang boleh dikatakan belum
terlalu padat. Pada tahun 2005 kepadatan penduduknya sebesar
148.584 jiwa per km2. Bila dilihat menurut Kecamatan yang mempunyai
kepadatan penduduk paling kecil adalah Kecamatan Mijen sebesar 760 jiwa
per km2, diikuti dengan Kecamatan Tugu 804 jiwa per km2 dan Kecamatan
Gunungpati 1.148 jiwa per km2. Ketiga Kecamatan tersebut merupakan
daerah pertanian dan perkebunan, sehingga sebagian wilayahnya masih
banyak terdapat areal persawahan dan perkebunan,
Namun sebaliknya untuk Kecamatan-Kecamatan yang terletak di
pusat kota, dimana luas wilayahnya tidak terlalu besar tetapi jumlah
penduduknya sangat banyak, kepadatan penduduknya sangat tinggi.
Yang paling tinggi kepadatan penduduknya adalah Kecamatan Semarang
Selatan 14.460 jiwa/km2, kemudian Kecamatan Semarang Tengah 12.581
jiwa/km2, Kecamatan Candisari 12.316 jiwa/km2 diteruskan dengan
2
Semarang Utara 10.865 jiwa/km dan Kecamatan Gayamsari 10.794
jiwa/km2 .
Bila dikaitkan dengan banyaknya keluarga atau rumah tangga, maka
dapat dilihat bahwa rata-rata setiap keluarga di Kota Semarang memiliki 4
(empat) anggota keluarga, dan kondisi ini terjadi pada hampir seluruh
Kecamatan yang ada .

Profil Kesehatan Kota Semarang Tahun 2005


7

2.2.1.3. Komposisi Penduduk


Untuk dapat menggambarkan tentang keadaan penduduk secara
khusus dapat dilihat dari komposisinya, salah satunya adalah penduduk
menurut jenis kelamin. Dari 1.419.478 penduduk Kota Semarang pada tahun
2005 terdiri dari 705.627 jiwa penduduk laki-laki dan 713.851 jiwa penduduk
perempuan. Indikator dari variabel jenis kelamin adalah rasio jenis kelamin
yang merupakan angka perbandingan antara penduduk laki-laki dan
perempuan.
Rasio jenis kelamin pada tahun 2005 di Kota Semarang adalah 99 yang
berarti jumlah penduduk perempuan lebih besar dibandingkan dengan jumlah
penduduk laki-laki, dimana setiap 100 penduduk perempuan, terdapat pula
99 penduduk laki-laki. Sedangkan Kecamatan yang mempunyai rasio jenis
kelamin diatas 100 ada 7 (tujuh) Kecamatan, yaitu Kecamatan Semarang
Selatan, Kecamatan Banyumanik, Kecamatan Gajahmungkur, Kecamatan
Tembalang, Kecamatan Mijen, Kecamatan Ngaliyan dan Kecamatan Tugu
yang berarti lebih banyak penduduk laki-lakinya.

2.2.1.4. Kelahiran, Kematian dan Perpindahan


Potensi permasalahan jumlah penduduk yang besar dipengaruhi oleh
tingkat pertumbuhan penduduk yang dimiliki. Bila jumlah penduduk yang
besar sedangkan tingkat pertumbuhannya tinggi, maka beban untuk
mencukupi kebutuhan pangan, sandang, perumahan, pendidikan, kesehatan
dan sebagainya menjadi sangat berat.
Tingkat pertumbuhan penduduk dibedakan atas tingkat pertumbuhan
alamiah dan tingkat pertumbuhan karena migrasi. Tingkat pertumbuhan
alamiah secara sederhana dihitung dengan membandingkan jumlah
penduduk yang lahir dan mati. Pada periode waktu tertentu digambarkan
dengan Angka Kelahiran Kasar atau Crude Birth Rate ( CBR ) dan Angka
Kematian Kasar atau Crude Death Rate ( CDR ) yang merupakan
perbandingan antara jumlah kelahiran dan kematian selama 1 tahun dengan
jumlah penduduk pertengahan tahun.
Selama periode 5 tahun terakhir perkembangan kelahiran dan
kematian penduduk di Kota Semarang terlihat cukup berfluktuasi. Hal ini
dilihat bahwa untuk CBR periode 2001-2005 mengalami kenaikan yang
cukup berarti yaitu menjadi 15,23. Sedangkan CDR juga mempunyai pola

Profil Kesehatan Kota Semarang Tahun 2005


8

yang sama berfluktuasi selama periode 2001 – 2002 kemudian mengalami


penurunan pada tahun 2003 dan meningkat kembali pada tahun 2004 dan
tahun 2005 . Data selengkapnya pada tabel berikut :
Tabel b: Perkembangan Kelahiran dan Kematian Penduduk
Kota Semarang Periode 2001 – 2005

Tahun Jml Penduduk CBR CDR


(/1000 pddk) (/1000 pddk)
2001 1.320.802 11,94 5,06
2002 1.350.005 12,22 5,29
2003 1.378.193 12,56 5,09
2004 1.399.133 12,64 5,27
2005 1.419.478 15,23 6,41

Grafik 1. Perkembangan Data CBR dan CDR


Kota Semarang Tahun 2001 - 2005

16,00
14,00
12,00
10,00
Nilai 8,00
CBR
6,00
CDR
4,00
2,00
0,00
2001 2002 2003 2004 2005
Tahun

Sebagai gambaran pada tahun 2005 Angka Kelahiran Kasar ( CBR )


sebesar 15,23 per 1.000 penduduk yang berarti bahwa setiap 1.000
penduduk jumlahnya bertambah karena kelahiran sebanyak 15,23 atau kalau
dibulatkan 15 orang. Sedangkan Angka Kematian Kasar ( CDR )-nya sebesar
6,41 per 1.000 penduduk yang artinya setiap 1.000 penduduk selama
setahun jumlah penduduknya berkurang karena meninggal sebanyak 6
orang.

Profil Kesehatan Kota Semarang Tahun 2005


9

2.3. PENDIDIKAN
Pendidikan merupakan salah satu aspek penting dalam kehidupan
masyarakat yang berperan meningkatkan kualitas hidup. Semakin tinggi
pendidikan suatu masyarakat, semakin baik kualitas sumber dayanya.
Sebagai gambaran tingkat pendidikan penduduk Kota Semarang pada
tahun 2005 adalah sebagai berikut :
Tabel c : Jumlah Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan
di Kota Semarang Tahun 2005
No Tingkat Pendidikan Laki-laki Perempuan
Jumlah % Jumlah %
1. Tdk / blm pernah 33.790 5,91 521.922 43,65
sekolah
2. Tidak / belum tamat SD 121.482 21,23 151.996 12,71
3. S D/MI 134.450 23,49 168.225 14,07
4. S L T P/MTs 116.520 20,36 145.789 12,19
5. S L T A/MA 122.376 21,38 153.122 12,81
6. Akademi 21.708 3,79 27.165 2,27
7. Universitas 21.942 3,83 27.457 2,29
Jumlah: 572.268 100,00 1.195.676 100.00
Sumber data : BPS Kota Semarang

Menurut Badan Pusat Statistik Kota Semarang bahwa perkembangan


tingkat pendidikan yang dimiliki penduduk Kota Semarang selama 10
(sepuluh) tahun terakhir mengalami peningkatan yang cukup berarti. Yang
paling menonjol adalah peningkatan penduduk yang berpendidikan SLTA ke
atas ( D I, II, III, dan D IV/ S1/ S2/ S3 ), kenaikan ini terjadi baik untuk
penduduk laki-laki maupun perempuan.

Tabel d Jumlah Sarana Pendidikan di Kota Semarang


Tahun 2005

No Jenis Sarana Pendidikan Jumlah %


1. TK / Diniyah 673 39,89
2. SD / MI 727 43,09
3. SLTP / MTs 193 11,44
4. SLTA / SMK / MA 94 5,57
Jumlah 1.687 100
Sumber data : BPS Kota Semarang

Profil Kesehatan Kota Semarang Tahun 2005


10

2.4. SOSIAL EKONOMI


Prosentase jenis mata pencaharian penduduk Kota Semarang pada
tahun 2005, adalah sebagai berikut :

Tabel e : Jumlah Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian


Kota Semarang Tahun 2005
No Jenis Mata Pencaharian Jumlah (%)
1. Petani sendiri 30.440 5,23
2. Buruh tani 17.271 2,97
3. Buruh Industri 152.652 2,62
4. Buruh bangunan 81.453 13,99
5. Nelayan 2.468 0,42
6. Pengusaha 15.771 2,71
7. Pedagang 71.672 12,31
8. Angkutan 26.614 4,57
9. PNS/ TNI/ POLRI 93.707 16,10
10. Lain-lain 55.717 9,57
Jumlah: 581.883 100,00
Sumber data : BPS Kota Semarang

2.5. SOSIAL BUDAYA


Jumlah pemeluk masing – masing agama adalah sebagai berikut :

Tabel f : Jumlah Penduduk Berdasarkan Keyakinan Agama


di Kota Semarang Tahun 2005
No Agama Jumlah ( orang ) %
1. Islam 1.177.593 82,95
2. Khatolik 110.242 7,76
3. Protestan 104.097 7,33
4. Hindu 9.079 0,64
5. Budha 17.894 1,26
6. Lainnya 573 0,04
Jumlah: 1.419.478 100,00
Sumber data : BPS Kota Semarang

Profil Kesehatan Kota Semarang Tahun 2005


11

Jumlah Sarana Ibadah yang ada :


Tabel g : Jumlah Sarana PerIbadatan di Kota Semarang
Tahun 2005
No Jenis Sarana Ibadah Jumlah %
1. Masjid 969 32,84
2. Musholla / Langgar 1.694 57,42
3. Gereja 251 8,51
4. Vihara / Kuil/ Pura 36 1,22
Jumlah 2.950 100,00
Sumber data : BPS Kota Semarang

2.6. SARANA KOMUNIKASI


Tabel h : Prosentase Sarana Komunikasi di Kota Semarang
Tahun 2005
No Jenis Sarana Komunikasi Jumlah %
1. Radio 133.630 37,54
2. Televisi 156.149 43,87
3. Telepon 66.361 18,64
4. RRI 1 0,00
5. Non RRI 26 0,01
5. Stasiun TV 5 0,00
Jumlah 356.172 100
Sumber data : BPS Kota Semarang

2.7. SARANA DAN PRASARANA KESEHATAN


Tabel i : Jumlah Sarana dan Prasarana Kesehatan di Kota Semarang
Tahun 2004 - 2005
A. SARANA DAN PRASARANA KESEHATAN 2004 2005
1. Rumah Sakit Umum :
- Type A 0 0
- Type B 5 5
- Type C 7 8
- Type D 2 1

Profil Kesehatan Kota Semarang Tahun 2005


12

2. Rumah Sakit Khusus :


- RS Jiwa 1 1
- RS Bedah Plastik 1 1
3. Rumah Sakit Ibu dan Anak ( RSIA ) 4 4
4. Rumah Sakit Bersalin ( RSB ) 4 4
5. Rumah Bersalin ( RB ) 30 23
6. Balai Pengobatan Umum Swasta 116 144
7. Balai Pengobatan Gigi Swasta 11 25
8. Klinik 24 Jam 44 46
9. Klinik Spesialis 5 14
10. Praktek Berkelompok Dokter Spesial 12 13
(PBDS)
11. Toko Obat 65 67
12. Opt ik 87 87
13. Dokter Umum Praktek Swasta 695 889
14. Dokter Spesialis Swasta 267 303
15. Dokter Gigi Swasta 212 223
16. Bidan Praktek Swasta 398 411
17. Dukun Bayi Terlatih - -
18. Tabib ( yang memiliki Wajib Daftar ) 5 7
19. Sinshe ( yang memiliki Wajib Daftar ) 18 23
20. Akupunktur (yang memiliki Wajib Daftar) 34 39
21. Pijat Urut ( yang memiliki Wajib Daftar ) 6 24
22. Terapi Zona (yang memiliki Wajib Daftar) 30 34
23. Rei Ki ( yang memiliki Wajib Daftar ) 6 6

24. Puskesmas Non Perawatan 26 26


25. Puskesmas Perawatan 11 11
26. Puskesmas Pembantu 33 33
27. Puskesmas Keliling 37 37
28. Klino Mobil 2 2
29. Kelurahan PKMD 177 177
30. Posyandu yang ada 1393 1423
31. Posyandu yang aktif 1383 1417
32. Kader Kesehatan yang ada 9694 10324

Profil Kesehatan Kota Semarang Tahun 2005


13

33. Kader Kesehatan yang aktif 8213 8785


34. Apotek 236 261
35. Pedagang Besar Farmasi 254 254
36. Industri Farmasi 25 25
37. Laboratorium Kesehatan Swasta 30 27

Sumber data : Sie Informasi Kesehatan Dinas Kesehatan Kota Semarang

Profil Kesehatan Kota Semarang Tahun 2005


14

BAB III
PEMBANGUNAN KESEHATAN KOTA

3.1 DASAR
Dasar pembangunan kesehatan adalah nilai kebenaran dan aturan pokok
yang menjadi landasan untuk berfikir dan bertindak dalam penyelenggaraan
pembangunan kesehatan. Dasar-dasar berikut ini merupakan landasan dalam
penyusunan visi, misi dan strategi serta sebagai petunjuk pokok pelaksanaan
pembangunan kesehatan:

3.1.1 Perikemanusiaan
Setiap kegiatan proyek, program kesehatan harus berlandaskan
perikemanusiaan yang dijiwai, digerakkan dan dikendalikan oleh keimanan dan
ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa.

3.1.2 Pemberdayaan dan Kemandirian


Individu, keluarga, masyarakat beserta lingkungannya bukan saja sebagai
obyek namun sekaligus pula subyek kegiatan, proyek, program kesehatan. Segenap
komponen bangsa bertangggung jawab untuk memelihara dan meningkatkan derajat
kesehatan individu, keluarga, masyarakat beserta lingkungannya. Setiap kegiatan,
proyek, program kesehatan harus mampu membangkitkan peran serta individu,
keluarga dan masyarakat sedemikian rupa sehingga setiap individu, keluarga dan
masyarakat dapat menolong dirinya sendiri.
Dengan dasar ini, setiap individu, keluarga dan masyarakat melalui kegiatan,
proyek, program kesehatan difasilitasi agar mampu mengambil keputusan yang tepat
ketika membutuhkan pelayanan kesehatan. Warga masyarakat harus mau bahu
membahu menolong siapa saja yang membutuhkan pertolongan agar dapat
menjangkau fasilitas kesehatan yang sesuai kebutuhan dalam waktu yang sesingkat
mungkin. Di lain pihak, fasilitas pelayanan kesehatan yang ada perlu terus
diberdayakan agar mampu memberikan pertolongan kesehatan yang berkualitas,
terjangkau, sesuai dengan norma sosial budaya setempat serta tepat waktu.

3.1.3 Adil dan Merata


Setiap individu, keluarga dan masyarakat mempunyai kesempatan yang
sama untuk memperoleh pelayanan kesehatan yang dibutuhkan sehingga dapat

Profil Kesehatan Kota Semarang Tahun 2005


15

mencapai derajat kesehatan yang setinggi-tingginya. Kesempatan untuk


memperoleh pelayanan kesehatan yang berkualitas, terjangkau dan tepat waktu,
tidak boleh memandang perbedaan ras, golongan, agama, dan status sosial individu,
keluarga dan masyarakat.
Pembangunan kesehatan yang cenderung urban-based harus terus
diimbangi dengan upaya-upaya kesehatan yang bersifat rujukan, bersifat luar
gedung maupun yang bersifat satelit pelayanan. Dengan demikian pembangunan
kesehatan dapat menjangkau kantong-kantong penduduk beresiko tinggi yang
merupakan penyumbang terbesar kejadian sakit dan kematian. Kelompok-kelompok
penduduk inilah yang sesungguhnya lebih membutuhkan pertolongan karena selain
lebih rentan terhadap penyakit, kemampuan membayar mereka jauh lebih sedikit.

3.1.4 Pengutamaan dan Manfaat


Pemanfaatan ilmu pengetahuan dan tekhnologi kedokteran dan atau
kesehatan dalam kegiatan, proyek, program kesehatan harus mengutamakan
peningkatan kesehatan dan pencegahan penyakit. Kegiatan, proyek dan program
kesehatan diselenggarakan agar memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi
peningkatan deajat kesehatan masyarakat. Kegiatan, proyek dan program kesehatan
diselenggarakan dengan penuh tanggung jawab, sesuai dengan standar profesi dan
peraturan perundang-undangan yang berlaku serta mempertimbangkan dengan
sungguh-sungguh kebutuhan dan kondisi spesifik daerah.

3.2 VISI DAN MISI


3.2.1 VISI
Gambaran masyarakat Kota Semarang masa depan yang ingin dicapai oleh
segenap komponen masyarakat melalui pembangunan kesehatan Kota
Semarang adalah :
“Terwujudnya Masyarakat Kota Metropolitan yang Sehat Didukung
dengan Profesionalisme dan Kinerja yang Tinggi”

3.2.2 MISI
Misi mencerminkan peran, fungsi dan kewenangan seluruh jajaran organisasi
kesehatan di seluruh wilayah Kota Semarang, yang bertanggung jawab secara
teknisterhadap pencapaian tujuan dan sasaran pembangunan kesehatan Kota
Semarang. Untuk mewujudkan visi tersebut ditetapkan misi yang diemban oleh

Profil Kesehatan Kota Semarang Tahun 2005


16

seluruh jajaran petugas kesehatan di masing-masing jenjang administarsi


pemerintahan, yaitu :
1. Memberi perlindungan kesehatan dan memberi pelayanan kesehatan paripurna
yang terbaik kepada seluruh lapisan masyarakat agar tercapai derajat kesehatan
yang optimal
2. Melibatkan peran serta masyarakat melalui upaya di bidang kesehatan dengan
cara efektif dan efisien

3.2.3 STRATEGI DAN KEBIJAKAN


Untuk mencapai dan mewujudkan Visi Dinas Kesehatan pada tahun 2010,
dan sesuai misi yang telah ditetapkan, maka dalam periode 2005-2010 akan
ditempuh strategi sebagai berikut :

1. Mewujudkan Pembangunan Kota Berwawasan Kesehatan


Dalam rangka mencapai visi Dinkes maka perlu diupayakan proses
pembangunan yang berwawasan kesehatan, artinya semua program
pembangunan Kota harus memberikan kontribusi yang positif terhadap
kesehatan, setidaknya terhadap dua hal yaitu terhadap pembentukan lingkungan
sehat dan terhadap pembentukan perilaku sehat. Untuk mewujudkan hal tersebut
perlu dilakukan upaya sosialisasi berbagai permasalahan pembangunan
kesehatan kepada para pemangku kepentingan (stake holder) dan advokasi
kepada pengambil keputusan sehingga diharapkan terwujud suatu komitmen,
dukungan dan sinergisme pembangunan Kota yang berwawasan kesehatan

2. Meningkatkan Profesionalisme SDM Kesehatan


Dengan profesionalisme maka diharapkan akan terselenggara pelayanan
kesehatan yang bermutu yang didukung oleh penerapan pelbagai kemajuan
iptek. Dengan profesionalisme diharapkan pelaksanaan pembangunan
kesehatan oleh Dinkes akan terselenggara secara demokratis, berkepastian
hukum, transparan, rasional dan dapat dipertanggungjawabkan kepada
masyarakat serta bebas dari KKN.

Kebijakan pada dasarnya merupakan ketentuan-ketentuan yang telah


ditetapkan oleh SKPD untuk dijadikan pedoman, pegangan atau petunjuk dalam
pengembangan ataupun pelaksanaan program/kegiatan guna tercapainya

Profil Kesehatan Kota Semarang Tahun 2005


17

kelancaran dan keterpaduan dalam mencapai tujuan dan sasaran menuju


terciptanya Visi Dinkes, maka kebijakan yang diambil adalah peningkatan derajad
kesehatan masyarakat melalui upaya-upaya di bidang kesehatan :

1. Peningkatan perilaku sehat, pemberdayaan masyarakat dan swasta


Perilaku hidup sehat perlu ditingkatkan melalui berbagai kegiatan penyuluhan
dan pendidikan kesehatan agar menjadi bagian dari norma hidup dan budaya
masyarakat sehingga kesadaran, kemandirian masyarakat untuk hidup sehat
akan timbul dengan sendirinya. Pemberdayaan masyarakat dilakukan untuk
mendorong masyarakat agar mampu secara mandiri menjamin terpenuhinya
kebutuhan kesehatan dan kesinambungan upaya kesehatan. Kemitraan dengan
swasta dikembangkan dengan memberikan kemudahan dalam mengembangkan
upaya pelayanan perorangan tanpa mengabaikan peran swasta dalam upaya
kesehatan masyarakat seperti pencegahan penyakit dan peningkatan derajad
kesehatan.

2. Pengembangan sumber daya kesehatan


Pengembangan sumber daya manusia kesehatan diarahkan untuk
menciptakan tenaga kesehatan yang bermutu, ahli, terampil, berahahlak baik
sehingga dapat menyelenggarakan proses pembangunan secara berhasilguna
dan berdayaguna.
Untuk menjamin terselenggaranya pembangunan kesehatan tidak bisa
dilepaskan peran pembiayaan kesehatan. Untuk itu diperlukan upaya advokasi,
sosialisasi kepada pengambil keputusan diberbagai tingkat administrasi sehingga
diharapkan pembiayaan kesehatan akan tersedia dalam jumlah mencukupi dan
teralokasi secara adil serta dapat dimanfaatkan secara efektif, efisien dan
akuntabel. Disamping bersumber dari pemerintah sumber pembiayaan kesehatan
juga diperoleh melalui sumber masyarakat yaitu adanya Jaminan social Nasioanl
Untuk menjamin ketersediaan obat dan perbekalan kesehatan, dilaksanakan
penyediaan obat dan distribusi serta pengawasan sehingga akan tersedia obat
dan perbekalan kesehatan yang aman, bermutu, terjangkau oleh segenap
lapisan masyarakat. Pemakaian obat yang rasional terutama dengan
menggunakan obat generic terus digalakkan mellui upaya promosi dan
penyuluhan bagi tenaga kesehatan dan masyarakat umum.

Profil Kesehatan Kota Semarang Tahun 2005


18

3. Peningkatan kesehatan lingkungan


Kesehatan lingkungan pemukiman ditingkatkan melalui pengawasan :
kualitas air bersih dan air minum, bangunan rumah, tempat pembuangan sampah
sementara dan akhir, tempat-tempat umum serta penyediaan berbagai sarana
sanitasi lingkungan pemukiman sebagai stimulan. Peningkatan kualitas
lingkungan dilakukan untuk meningkatkan kualitas lingkungan pemukiman,
perumahan dan bangunan yang memenuhi syarat kesehatan sehingga
masyarakat dapat hidup sehat dan produktif serta terhindar dari penyakit yang
ditularkan melalui atau disebabkan oleh lingkungan yang tidak sehat.

4. Peningkatan upaya kesehatan


Upaya kesehatan ditujukan untuk meningkatkan mutu upaya kesehatan yang
berhasil guna dan berdaya guna serta terjangkau oleh masyarakat. Upaya
kesehatan perorangan ditingkatkan dengan menyediakan, memantapkan,
mempertahankan jangkauan pelayanan kesehatan dasar dan rujukan. Upaya
kesehatan masyarakat diusahakan ditingkatkan melalui pencegahan dan
pengurangan morbiditas, mortalitas, kecacatan terutama pada bayi, anak, balita,
ibu hamil, ibu melahirkan, usia lanjut, pencegahan dan pemberantasan penyakit
menular dan wabah, serta perbaikan status gizi masyarakat. Perhatian khusus
diberikan kepada kelompok masyarakat miskin agar derajad kesehatannya tidak
memburuk dan tetap hidup produktif. Peningkatan upaya kesehatan ini dilakukan
dengan menggalang kemitraan dengan potensi masyarakat dan sektor swasta

5. Peningkatan perlindungan masyarakat terhadap penggunaan obat, NAPZA, alat


kesehatan, makanan minuman yang tidak memenuhi syarat kesehatan.
Upaya perlindungan masyarakat terhadap penggunaan obat, NAPZA, alat
kesehatan, makanan minuman yang tidak memenuhi syarat kesehatan
ditingkatkan melalui pengawasan dan pengendalian penggunaan obat pada
berbagai sarana distribusi obat (apotek, toko obat, BP/RB, puskesmas), industri
kecil obat tradisional, toko kosmetik salon kecantikan serta pengawasan
kesehatan terhadap tempat pengelolaan makanan (restoran, usaha jasa boga,
industri rumah tangga makanan-minuman). Kepedulian masyarakat terhadap
resiko penggunaan obat, NAPZA, alkes dan makanan minuman juga tidak kalah
pentingnya untuk ditingkatkan melalui berbagai kegiatan komunikasi, edukasi,
informasi. Ketersediaan obat yang terjangkau perlu dilaksanakan secara terus

Profil Kesehatan Kota Semarang Tahun 2005


19

menerus serta penggunaannya secara rasional perlu lebih digalakkan melalui


berbagai upaya yang nyata sehingga tujuan pengobatan dapat tercapai secara
efektif, aman dan efisien.

6. Pemantapan kerjasama lintas sektor


Untuk mengoptimalkan pembangunan berwawasan kesehatan maka
kerjasama disertai penggalangan kemitraan lintassektor beserta segenap potensi
daerah merupakan hal yang utama. Oleh karena itu sosialisasi masalah-masalah
dan upaya pembangunan kesehatan perlu dilakukan secara intensif dan
berkesinambungan kepada sektor lain.

7. Peningkatan manajemen pembangunan kesehatan


Manajemen pembangunan kesehatan yang terdiri dari perencanaan,
penggerakan, pelaksanaan, pengendalian, penilaian perlu diselenggarakan
secara sistematis untuk menjamin berhasilnya berbagai upaya pembangunan
kesehatan. Manajemen kesehatan tersebut harus didukung oleh sistem informasi
yang berkualitas guna membantu proses pengambilan keputusan yang benar,
cepat, akurat dan efektif.

3.3 PROGRAM PEMBANGUNAN DINAS KESEHATAN KOTA SEMARANG


TAHUN 2005
Program yang telah disusun dan ditetapkan sebagai strategi kebijakan Dinas
Kesehatan Kota Semarang terdiri dari 7 (tujuh) program, antara lain:
1) Pemerataan pelayanan kesehatan
2) Perbaikan Gizi
3) Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit
4) Pengawasan obat dan makanan
5) Pembinaan pengobatan tradisional dan alternatif
6) Peningkatan kualitas tenaga kesehatan
7) Pelayanan kesehatan keluarga

Profil Kesehatan Kota Semarang Tahun 2005


20

3.3.1 SASARAN PROGRAM DAN INDIKATOR


Agar pembangunan kesehatan dapat diselenggarakan dengan berhasil-guna
dan berdaya-guna, maka sasaran beserta indikatornya yang akan dicapai oleh Dinas
Kesehatan sampai pada akhir tahun 2010 adalah :

1) Menurunnya angka kesakitan, kematian dari penyakit menular dan tidak


menular serta mencegah penyebaran penyakit sehingga tidak menjadi
masalah kesehatan
a. kesembuhan penderita TB BTA + (cure rate) : >85%
b. penemuan kasus TB BTA + (case detection rate) : 70%
c. angka kesakitan pnemoni balita : 11,25/10.000 balita
d. cakupan penemuan pnemoni balita : 30%
e. cakupan balita dengan pnemoni yang ditangani : 100%
f. klien yang mendapat penanganan HIV-AIDS : 100%
g. kasus infeksi menular seksual yang diobati : 100%
h. prevalensi HIV-AIDS : <1/10.000
i. penderita DB yang ditangani : 100%
j. incident rate DB :6,6/10.000
k. angka kematian DB : <1%
l. angka bebas jentik : 89%
m. balita dengan diare yang ditangani : 100%
n. angka kematian diare : <1/10.000
o. angka kesakitan diare : 16,24/1000
p. penderita kusta yang selesai berobat (RFT rate) : >90%
q. kelurahan mengalami KLB yang ditangani <24 jam : 95%
r. acute flacid paralysis rate < 15 tahun : 1/100.000
s. jejaring deteksi dini PTM yang mantap : 90%

2) Menurunnya angka kesakitan dan kematian akibat penyakit yang dapat


dicegah dengan imunisasi pada seluruh lapisan masyarakat dengan prioritas
pada bayi, anak usia sekolah dan ibu hamil.
a. kelurahan Universal Child Immunization : 100%
b. imunisasi ibu hamil TT-1 : 99%, TT2 : 95%
c. imunisasi lengkap bayi : 95%
d. BIAS : 95%

Profil Kesehatan Kota Semarang Tahun 2005


21

3) Tersedianya pelayanan kesehatan dasar & rujukan baik pemerintah dan


swasta yang bermutu menuju peningkatan derajad kesehatan masyarakat
yang optimal
a. cakupan rawat jalan di sarana kesehatan : 15%
b. cakupan rawat inap di sarana kesehatan : 1,4%
c. bed ocupancy ratio rumah sakit : 75%
d. cakupan pelayanan puskesmas : 75%
e. cakupan pelayanan kesehatan keluarga miskin : 14,5%
f. pembinaan ke sarana kesehatan :
– BP/RB : 90 buah
– Perawatan kesehatan masyarakat puskesmas : 74%
– Kelompok perawatan kesehatan masyarakat : 70%
– Rumah sakit : 24 buah
– Laboratorium klinik : 40 buah
g. Pelayanan gangguan jiwa di sarana pelayanan kesehatan umum : 12,5%
h. Sarana kesehatan dengan kemampuan pelayanan gawat darurat yang dapat
diakses masyarakat : 85%
i. Pemenuhan darah di RS : 99%
j. Pelayanan kesehatan kerja pada pekerja formal
k. Pelayanan kesehatan kerja pada pekerja informal
l. Jumlah perijinan sarana kesehatan yang selesai diproses :
- Balai pengobatan : 165 buah
- Balai pengobatan gigi : 68 buah
- klinik 24 jam : 24 buah
- laboratorium klinik swasta : 14 buah
- optic : 10 buah
- praktek bersama dokter umum : 6 buah
- praktek bersama dokter spesialis : 6 buah
- klinik spesialis : 16 buah
- rumah bersalin : 28 buah
- toko obat : 125 buah
- toko obat tradisional : 8 buah
- rumah sakit : 19 buah
k. Jumlah perijinan tenaga kesehatan yang selesai diproses :
- dokter umum : 250 buah

Profil Kesehatan Kota Semarang Tahun 2005


22

- dokter gigi : 35 buah


- dokter spesialis : 125 buah
- dokter gigi spesialis : 6 buah
- apoteker : 90 buah
- bidan : 27 buah
- perawat : 565 buah
- asisten apoteker : 440 buah
- pengobat tradisional : 40 buah

4) Meningkatnya pendayagunaan obat dan cara pengobatan tradisional,


kosmetik yang aman dan bermanfaat serta melindungi masyarakat dari efek
negatif pengobatan tradisional dan kosmetika.
a. IKOT yang menerapkan CPOTB : 100%
b. Monitoring pengelolaan dan peredaran obat di IKOT : 15%
c. Monitoring pengelolaan dan peredaran obat di toko kosmetika : 40%

5) Meningkatnya status gizi masyarakat.


a. bayi yang mendapat kapsul vit A 1 kali/th : 95%
b. balita yang mendapat kapsul vit A 2 kali/th : 95%
c. ibu nifas yang mendapat kapsul vit A: 90%
d. ibu hamil mendapat 90 tablet Fe : 90%
e. anemi gizi besi ibu hamil : 20%
f. pemberian makanan pendamping ASI pada bayi BGM dari gakin : 100%
g. prevalensi gizi kurang balita : 10%
h. prevalensi gizi buruk balita : 0,48%
i. kelurahan dengan garam iod baik : 90%
j. ibu hamil KEK : 6%
k. bayi yang mendapat ASI eksklusif : 80%
l. keluarga sadar gizi : 80%

6) Meningkatnya derajad kesehatan ibu, ibu maternal, bayi, balita, apras, remaja
dan usila
a. cakupan K-1 ibu hamil : 95%
b. cakupan K-4 ibu hamil : 90%

Profil Kesehatan Kota Semarang Tahun 2005


23

c. cakupan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan yang memiliki


kompetensi kebidanan : 90%
d. deteksi risiko tinggi oleh tenaga kesehatan : 20%
e. deteksi risiko tinggi oleh masyarakat : 10%
f. ibu hamil risiko tinggi yang dirujuk : 100%
g. cakupan kunjungan neonatus : 90%
h. cakupan kunjungan bayi : 90%
i. cakupan BBLR : 4%
j. cakupan BBLR yang ditangani : 100%
k. jumlah pemeriksaan papsmear : 450 orang ibu
l. ibu hamil dengan komplikasi yang ditangani : 90%
m. neonatal risiko tinggi/komplikasi yang ditangani : 80%
n. cakupan DDTK balita & anak prasekolah : 50%
o. cakupan pemeriksaan kesehatan siswa SD & setingkat oleh tenaga
kesehatan atau tenaga terlatih (guru UKS, dokter kecil) : 100%
p. cakupan pemeriksaan kesehatan siswa TK, SLTP, SLTA oleh tenaga
kesehatan atau tenaga terlatih (guru UKS, dokter kecil) : 80%
q. cakupan pelayanan kesehatan remaja : 80%
r. cakupan peserta KB aktif : 80%
s. cakupan pelayanan kesehatan usila : 70%
t. kelompok usila aktif : 80%

7) Tersedianya obat bermutu, aman dan efektif sesuai kebutuhan masyarakat


dan tercukupinya kebutuhan obat pelayanan kesehatan dasar.
a. ketersediaan obat sesuai kebutuhan : 90%
b. pengadaan obat esensial : 100%
c. pengadaan obat generik : 100%
d. ketersediaan narkotika, psikotropika sesuai kebutuhan pelayanan
kesehatan : 100%

8) Terjaminnya mutu, keamanan dan khasiat obat yang beredar


a. Monitoring dan pengelolaan obat di sarana distribusi obat :
– pengelolaan obat di puskesmas : 100%
– pengelolaan dan peredaran obat di apotek : 60%
– pengelolaan dan peredaran obat di toko obat : 100%

Profil Kesehatan Kota Semarang Tahun 2005


24

– pengelolaan dan peredaran obat di BP/RB : 90%


b. Pengelola sarana distribusi obat yang memberikan pelaporan yang baik
dan teratur.
c. Penerapan pengobatan rasional di puskesmas : 80%
d. Pelanggaran distribusi obat di sarana distribusi obat swasta (apotek,
toko obat, BP/RB) : 2%
e. Penulisan resep obat generik : 90%

9) Meningkatnya fungsi perencanaan dan evaluasi pelayanan kesehatan serta


tersedianya informasi akurat, tepat waktu, lengkap sesuai kebutuhan
sebagai bahan pengambilan keputusan untuk perumusan kebijakan di
bidang kesehatan.
a. Penyusunan rencana kinerja tahunan dan pengukuran kinerja kegiatan :
100%
b. Monitoring evaluasi kegiatan : 12 kali per tahun
c. Pelayanan data dan informasi untuk manajemen dan masyarakat :
100%
d. Data dan informasi kesehatan yang akurat, lengkap, tepat waktu : 100%

10) Meningkatnya kualitas sumber daya manusia untuk mendukung pelayanan


kesehatan yang berkualitas.
a. Pengiriman SDM untuk mengikuti diklat kepempimpinan
- PIM II : 1 orang
- PIM III : 12 orang
- PIM IV : 78 orang
b. Pengiriman SDM untuk mengikuti Pendidikan formal : 555 orang
c. Pengiriman SDM untuk mengikuti Pendidikan non formal : 190 orang

11) Meningkatnya kualitas dan kuantitas sarana dan prasarana pelayanan


kesehatan dasar
Jumlah rehabilitasi & pemeliharaan fisik sarana prasarana pelayanan
kesehatan : 60 kali

Profil Kesehatan Kota Semarang Tahun 2005


25

12) Terwujudnya kualitas air dan lingkungan perumahan yang lebih sehat
sehingga dapat melindungi masyarakat dari penyakit yang dapat
disebabkan oleh lingkungan
a. cakupan air bersih : 95%
b. kualitas air minum yang memenuhi syarat kesehatan : 85%
c. kualitas air bersih yang memenuhi syarat kesehatan : 70%
d. rumah sehat : 85%
e. penduduk yang memanfaatkan jamban : 90%
f. rumah yang mempunyai SPAL : 80%
g. TPA-TPS yang memenuhi syarat kesehatan : 90%
h. Tempat umum yang memenuhi syarat kesehatan : 75%
i. Tempat pengelolaan pestisida sehat : 100%

13) Tersedianya produk makanan dan minuman yang beredar memenuhi syarat
kesehatan
a. Industri makanan minuman rumah tangga yang memenuhi syarat
kesehatan : 75%
b. Tempat pengelolaan makanan sehat : 75%

14) Meningkatnya upaya penyuluhan P3 Napza oleh petugas kesehatan


Jumlah penyuluhan P3 NAPZA oleh petugas kesehatan : 30 %

15) Pemberdayaan individu dan masyarakat dalam bidang kesehatan yang


ditandai oleh peningkatan perilaku hidup bersih sehat dan peran serta aktif
masyarakat dalam memelihara, meningkatkan, dan melindungi kesehatan
diri dan lingkungannya.
a. rumah tangga sehat (sehat utama & paripurna) : 63%
b. posyandu purnama : 39%
c. posyandu mandiri : 3%
d. sekolah sehat : 82,5%
e. cakupan penduduk yang menjadi peserta jaminan pemeliharaan
kesehatan pra bayar : 19%
.

Profil Kesehatan Kota Semarang Tahun 2005


26

Dengan tercapainya sasaran-sasaran Dinas Kesehatan Kota Semarang tersebut


pada tahun 2010 dan kontribusi para pelaku pembangunan kesehatan lainnya,
diharapkan sasaran dampak pembangunan kesehatan sebagaimana yang
ditetapkan dalam RPJMD Kota Semarang tahun 2005-2010 dapat dicapai, yaitu :
1. Menurunnya angka kematian ibu menjadi sebesar 40/100.000 kelahiran hidup
2. Menurunnya angka kematian bayi menjadi 10/1000 kelahiran hidup
3. Menurunnya status gizi buruk pada anak balita menjadi 0,48%
4. Meningkatnya angka Umur Harapan Hidup menjadi 70 tahun
5. Meningkatnya jangkauan pelayanan kesehatan
6. Meningkatnya peran serta masyarakat dalam PHBS
7. Meningkatnya pengawasan obat dan makanan
8. Meningkatnya ketersediaan obat yang bermutu, aman dan efektif sesuai
kebutuhan masyarakat

Profil Kesehatan Kota Semarang Tahun 2005


27

BAB 4
PENCAPAIAN PEMBANGUNAN KESEHATAN

Gambaran masyarakat Kota Semarang masa depan yang ingin dicapai oleh
segenap komponen masyarakat melalui pembangunan kesehatan Kota Semarang
adalah : Kota Semarang Sehat 2010 yang mandiri dan bertumpu pada potensi
daerah. Terdapat beberapa keterkaitan dari beberapa aspek yang dapat mendukung
meningkatnya kinerja yang dihubungkan dengan pencapaian pembangunan
kesehatan, diantaranya adalah : (1) indikator derajat kesehatan sebagai hasil akhir,
yang terdiri atas indikator mortalitas, morbiditas dan status gizi. (2) indikator hasil
antara, yang terdiri atas indikator keadaan lingkungan, perilaku hidup masyarakat,
akses mutu pelayanan kesehatan serta (3) indikator proses dan masukan yang terdiri
atas indikator pelayanan kesehatan, sumber daya kesehatan, manajemen kesehatan
dan kontribusi sektor terkait.

4. 1 Situasi Derajat Kesehatan


4.1.1. Kematian
Salah satu upaya untuk menilai keberhasilan program pembangunan
kesehatan yang telah dilaksanakan selama ini adalah dengan melihat perkembangan
kematian dari tahun ke tahun. Besarnya tingkat kematian bayi, balita dan ibu
maternal dapat dilihat pada uraian berikut ini:

4.1.1.1 Angka Kematian Bayi (AKB)


Angka kematian bayi menurut hasil Survei Demografi Kesehatan Indonesia
(SDKI) pada tahun 2002 – 2003 sebesar 35 per 1.000 kelahiran hidup. Kejadian
kematian bayi ini dilatarbelakangi berbagai karakteristik diantaranya menurut tempat
tinggal (wilayah pedesaan jumlah kematian bayi lebih tinggi dibanding perkotaan),
tingkat pendidikan ibu (kematian bayi tinggi pada ibu yang tidak tamat SD dan tidak
bersekolah), serta indeks kekayaan (kematian bayi tinggi pada keluarga dengan
sosial ekonomi rendah).
Jumlah kematian bayi di Kota Semarang pada tahun 2005 berdasarkan
laporan puskesmas (SP3) sebesar 97 bayi (untuk kematian perinatal dan neonatal).
Ada banyak faktor yang mempengaruhi tinggi rendahnya kematian bayi diantaranya
tersedianya berbagai fasilitas atau faktor aksesibilitas dan pelayanan kesehatan dari
tenaga medis yang terampil serrta kesediaan masyarakat untuk merubah kehidupan

Profil Kesehatan Kota Semarang Tahun 2005


28

tradisional ke norma kehidupan modern. Menurunnya kematian bayi dalam beberapa


tahun terakhir disebabkan adanya peningkatan dalam kualitas hidup pelayanan
kesehatan pada masyarakat.

4.1.1.2 Angka Kematian Balita


Angka Kematian Balita (1-4 tahun) adalah jumlah kematian anak usia 1-4
tahun per 1.000 anak balita. Child Mortality Rate (CMR) menggambarkan faktor-
faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap kesehatan anak balita seperti gizi,
sanitasi, penyakit menular dan kecelakaan. Indikator ini dapat menggambarkan
tingkat kesejahteraan sosial dan tingkat kemiskinan penduduk. Untuk Kota
Semarang pada tahun 2005 dari 113.210 balita yang ada, kematian Balita sebanyak
25 anak. Jumlah ini mengalami penurunan dari tahun sebelumnya yang mencapai 46
anak. Untuk mengatasi hal tersebut, telah dilakukan beberapa upaya diantaranya :
a. Melaksanakan pelatihan Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) bagi petugas
puskesmas
b. Pelaksanaan deteksi dini tumbuh kembang balita

Grafik 2. Perkembangan Angka Kematian Bayi dan


Balita di Kota Semarang Tahun 2003 - 2005

120 113

97 97
100

80

Jumlah 60 Kematian Bayi


42
Kematian Balita
40
25
18
20

0
2003 2004 2005
Tahun

4.1.1.3 Kematian Ibu Maternal (AKI)


Jumlah Kematian Ibu berguna untuk menggambarkan status gizi dan
kesehatan ibu, kondisi lingkungan, tingkat pelayanan kesehatan terutama untuk ibu
hamil, ibu waktu melahirkan dan masa nifas. Berdasarkan laporan Puskesmas

Profil Kesehatan Kota Semarang Tahun 2005


29

jumlah kematian ibu maternal di Kota Semarang pada tahun 2005 sebanyak 13
orang dengan jumlah kelahiran hidup sebanyak 27.621.

Grafik 3. Waktu Kejadian Kematian Ibu


Maternal
ibu hamil
8%
ibu bersalin
15%

ibu nifas
77%

Kematian tersebut rata-rata terjadi di tempat pelayanan rujukan, yaitu di


Rumah Sakit akibat keterlambatan rujukan dari pelayanan dasar Bidan Praktek
Swasta (BPS). Hal ini dapat disebabkan karena terlambat dalam penentuan
diagnosa maupun dalam pengambilan keputusan klinik sehingga terlambat sampai
ditempat rujukan, pengaruh lain yang menentukan adalah sulitnya keluarga dalam
memutuskan keadaan untuk dirujuk. Disamping itu mulai membaiknya sistem
pencatatan dan pelaporan baik di sarana pelayanan kesehatan khususnya Rumah
Sakit dan Puskesmas turut membantu dalam pendataan kematian ibu maternal.

Grafik 4. Perkembangan Jumlah Kematian Ibu di Kota


Semarang Tahun 2002 -2005

16
14
14
12 11
10
Jumlah

8 Kematian Ibu
6
6 5
4
2
0
2002 2003 2004 2005
Tahun

4.1.2. Penyakit Menular


4.1.2.1. Pemberantasan Penyakit Demam Berdarah Dengue
a. Angka Kesakitan

Profil Kesehatan Kota Semarang Tahun 2005


30

Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit menular yang


sering menimbulkan keresahan dan kepanikan masyarakat karena selain
menimbulkan Kejadian Luar Biasa (KLB), tingkat kematiannya cukup tinggi,
terutama apabila pengobatan terhadap penderita, terlambat dilakukan dan
penderita sudah dalam keadaan syok. Penyakit DBD di Kota Semarang
merupakan penyakit endemis sejak tahun 1969, ditemukan 3 penderita
dengan kematian 3 orang sehingga CFR 100%. Setiap tahun terjadi
peningkatan kasus DBD, bahkan pada tahun 2005 terjadi Kejadian Luar
Biasa sebanyak 46 kejadian. Di Kota Semarang terdapat 134 kelurahan
dengan katagori endemis, 36 kelurahan non endemis/sporadis dan 7
kelurahan dengan katagori bebas/potensial.
Berdasarkan data pada tabel 7 dan spm 14, pada tahun 2005
jumlah kasus DBD mencapai sebesar 2.297 kasus sehingga diperoleh angka
kesakitan DBD pada tahun 2005 sebesar 16,3 per 10.000 penduduk.

Grafik 5. Perkembangan Penyakit Demam Berdarah


di Kota Semarang pada Tahun 2000 - 2005

2500

2000

1500
Jumlah
1000

500

0
2000 2001 2002 2003 2004 2005
Kasus 1428 986 607 1128 1621 2297
IR 11.01 7.05 4.56 3.59 11.8 16.3
Kematian 8 10 3 10 7 38
CFR 0.6 1 0.5 0.9 0.43 1.7

Tahun

Berdasarkan grafik diatas, angka kesakitan (incidence rate = IR)


Kota Semarang rata-rata diatas target nasional (IR = 2/10.000 penduduk)
maupun target Kota Semarang sendiri yaitu 7,5/10.000 penduduk. Dilihat dari

Profil Kesehatan Kota Semarang Tahun 2005


31

trendnya terdapat peningkatan kasus dan IR pada tahun 2003, 2004 dan
2005. Wilayah dengan pencapaian IR DBD tertinggi yaitu Kecamatan
Ngaliyan (IR = 25,01 per 10.000 penduduk) dan yang terendah yaitu
Kecamatan Genuk (IR = 8,56 per 10.000 penduduk). Peningkatan kasus DBD
disebabkan oleh beberapa faktor yaitu angka bebas jentik dan partisipasi
masyarakat yang belum optimal dalam upaya pencegahan dan
pemberantasan penyakit DBD.

b. Angka Kematian
Pada tahun 2005, jumlah kematian akibat DBD meningkat menjadi 38
orang dari 7 orang pada tahun 2004, sehingga diperoleh CFR sebesar 1,7%.
Walaupun CFR DBD Kota Semarang masih dibawah target Kota Semarang
dan SPM yaitu 2% namun masih terdapat kecamatan dengan CFR > 2%
yaitu : Semarang Tengah (2,38%), Semarang Selatan (2,95%), Genuk
(9,67%), Ngaliyan (2,42%) dan Tugu (2,7%).

c. Pelayanan Terhadap Penderita


Dari aspek cakupan, seluruh penderita DBD di Kota Semarang yang
berobat ke sarana pelayanan kesehatan sudah mendapatkan pelayanan
(100%) sehingga target yang ditetapkan dalam SPM sudah tercapai.
Walaupun demikian dengan masih adanya penderita yang meninggal
menunjukkan kualitas penanganannya masih perlu ditingkatkan. Untuk itu
mulai tahun 2005 dilakukan terobosan baru dengan melibatkan anak-anak
sekolah dalam pelaksanaan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN).
Diharapkan anak-anak dapat mengingatkan orang tua /keluarga dalam
pelaksanaan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) di rumah.

4.1.2.2. Pemberantasan Penyakit Malaria


a. Keadaan kasus
Berdasarkan laporan Sistem Pencatatan dan Pelaporan Puskesmas
(SP3), jumlah kasus malaria klinis di Kota Semarang mengalami penurunan
yaitu dari 294 kasus pada tahun 2004 menjadi 62 kasus pada tahun 2005.
Kecamatan dengan kasus malaria klinis terbanyak yaitu Banyumanik 15
kasus dan Mijen 14 kasus.

Profil Kesehatan Kota Semarang Tahun 2005


32

Sedangkan untuk kasus malaria positif juga terdapat penurunan


dimana pada tahun 2004 ditemukan 27 kasus menjadi 17 kasus pada tahun
2005 (API = 0,02/1.000 penduduk). Semuanya merupakan kasus import
karena berdasarkan hasil penyelidikan epidemiologi yang dilakukan diketahui
bahwa sebelumnya penderita pernah mengunjungi daerah endemis.
Kecamatan dengan kasus malaria (+) tertinggi pada tahun 2005 adalah
Banyumanik 9 kasus.

b. Pelayanan terhadap Penderita


Bentuk pelayanan yang diberikan terhadap penderita malaria adalah
pemeriksaan darah dan pengobatan. Pemeriksaan darah dilakukan terhadap
penderita klinis sedangkan pengobatan dilakukan terhadap baik penderita
klinis maupun yang positif malaria.
Pemeriksaan darah dilakukan untuk menegakkan diagnosa. Seorang
penderita klinis baru dinyatakan positif malaria apabila sediaan darah yang
diperiksa terdapat plasmodium. Selain dilakukan pemeriksaan darah, semua
penderita klinis memperoleh pengobatan klinis. Sedangkan untuk yang positif
malaria diberikan pengobatan radikal. Dengan demikian semua penderita
malaria yang ditemukan di Kota Semarang diberikan pengobatan (100%)

4.1.2.3. Pemberantasan Penyakit TB Paru


a. Penemuan Penderita Baru (CDR)
Berdasarkan data laporan triwulan (Puskesmas, BP4 dan Rumah
Sakit) penemuan penderita baru BTA (+) dari tahun 2004 ke tahun 2005
mengalami peningkatan yaitu dari 558 menjadi 812 kasus. Hal ini
disebabkan karena mulai tribulan I tahun 2005 BP4 dan beberapa Rumah
Sakit sudah rutin mengirimkan laporan ke Dinas Kesehatan Kota
Semarang.
Angka penemuan penderita baru (CDR) di Kota Semarang tahun
2005 sebesar 55,24% mengalami peningkatan bila dibandingkan tahun
2004. Hal ini disebabkan oleh strategi penemuan penderita yang sudah
dilakukan secara aktif oleh petugas yaitu menemukan penderita BTA positif
dan TB anak diperiksa kontak serumah.

Profil Kesehatan Kota Semarang Tahun 2005


33

b. Angka kesembuhan (Cure Rate)


Angka kesembuhan TB Paru pada tahun 2005 belum bisa diketahui
karena pelaporannya menggunakan system kohort sehingga evaluasinya
dilaksanakan setiap triwulan. Untuk tahun 2004 angka kesembuhan sebesar
78% mengalami peningkatan tahun 2003, tetapi masih tetap dibawah target
yang telah ditentukan yaitu 85%. Terdapat 3 kecamatan dengan angka
kesembuhan ≥ 85% yaitu Kecamatan Genuk (100%), Kec. Gunungpati
(100%) dan Ngaliyan (86,67%)

4.1.2.4. Pemberantasan Penyakit Diare


a. Angka Kesakitan
Penderita diare tahun 2005 menurut golongan umur < 5 tahun
sebanyak 10.501 dan golongan umur > 5 tahun sebanyak 14.976 penderita.
Jumlah sasaran diare dihitung dengan rumus 25% x 15% x jumlah penduduk,
sehingga diperoleh angka sebesar 53.161 penderita. Apabila dibandingkan
dengan jumlah sasaran tersebut dan target Standar Pelayanan Minimal
(75%), cakupan penemuan penderita diare di Kota Semarang belum
memenuhi target (47,92%). Kondisi ini disebabkan banyak hal, diantaranya
kurangnya peran serta masyarakat sebagai kader dalam penemuan kasus
diare terutama pada balita dan kelengkapan data kasus diare di puskesmas.
Pada tahun 2005 IR (Incidence Rate)nya sebesar 18,21 per 1.000
penduduk, hal ini berarti terjadi peningkatan dibandingkan dengan tahun
2004.

b. Angka Kematian
CFR dihitung berdasarkan jumlah penderita yang meninggal akibat
penyakit diare yang berobat di puskesmas. Berdasarkan data dari tahun 2001
– 2005, tidak terdapat laporan mengenai penderita diare yang meninggal. Hal
ini berarti penderita diare yang berobat di puskesmas dapat ditangani dengan
baik sehingga tidak ada yang dinyatakan meninggal.

c. Penanganan Penderita Diare


Dari 10.501 penderita diare Balita yang berobat ke puskesmas,
seluruhnya (100%) telah mendapatkan penanganan yang cepat dan tepat
sehingga tidak sampai menimbulkan terjadinya kematian. Cakupan

Profil Kesehatan Kota Semarang Tahun 2005


34

pelayanan penderita diare dari tahun ke tahun mengalami peningkatan, hal ini
karena didukung dengan pengetahuan dari petugas puskesmas yang
meningkat berkat adanya pelatihan dan evaluasi program yang diadakan oleh
DKK Semarang, namun hasil tersebut belum merupakan cakupan
sebenarnya karena sasaran yang digunakan sebagai pembandingnya
dihitung berdasarkan target DKK.

4.1.2.5. Pemberantasan Penyakit Pneumonia


Salah satu penyebab kematian bayi dan balita menurut Survei Kesehatan
Rumah Tangga (SKRT) adalah penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA)
yaitu sebesar 29,5% dimana dari seluruh kematian karena ISPA, 80-90% adalah
karena Pneumonia. Penderita Pneumonia yang dilaporkan di Kota Semarang pada
tahun 2005 mengalami peningkatan apabila dibandingkan tahun 2004 yaitu dari
1.546 balita menjadi 1.636 balita. Dari segi cakupan pelayanan dan penanganan
terhadap penderita juga terdapat peningkatan dari tahun sebelumnya menjadi
16,80% (tahun 2004 : 11,05%). Adanya peningkatan pengetahuan petugas
puskesmas dalam menangani pasien dan kesadaran penderita untuk berobat ke
puskesmas serta adanya refreshing bagi pemegang program P2 ISPA Puskesmas
menjadi faktor yang mendukung peningkatan cakupan penemuan dan pelayanan
pada penderita Pneumonia. Sedangkan untuk angka kematian akibat pneumonia
dan pneumonia berat dinyatakan tidak ada berdasarkan laporan Puskesmas selama
beberapa tahun terakhir. Data secara lengkap dapat dilihat pada tabel spm 13.

4.1.2.6. Pemberantasan Penyakit Kusta


Berdasarkan data, penderita kusta di Kota Semarang yang dilaporkan dari
16 kecamatan sebanyak pada tahun 2005 mengalami peningkatan dari 12 orang
pada tahun 2004 menjadi 20 orang yaitu terdiri dari penderita Kusta tipe MB = 16
orang dan PB = 4 orang. Prevalensi kusta tahun 2005 sebesar 0,15% per 10.000
penduduk, mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya yang hanya mencapai
0,06 per 10.000 penduduk. Penderita yang ditemukan di Puskesmas masih rendah,
hal ini disebabkan karena banyak penderita yang berobat ke RS Tugu. Dari seluruh
penderita kusta yang ditemukan, 14 orang (62,50%) dinyatakan telah selesai berobat

Profil Kesehatan Kota Semarang Tahun 2005


35

(RFT, Releasing From Treatment ). Namun jumlah ini masih belum memenuhi target
yang ditetapkan dalam SPM yaitu >90%.

4.1.2.7. Pemberantasan Penyakit Infeksi Menular Seksual


A. Infeksi Menular Seksual (IMS)
Berdasarkan laporan dari puskesmas pada tahun 2005 didapatkan
penyakit infeksi menular seksual sebesar 113 kasus. Sedangkan data cakupan
IMS dari Rumah Sakit pada tahun 2005 didapatkan 187 kasus yang terdiri atas :
Candidiasis 61 kasus, Candyloma Acuminata 23 kasus, Gonorrhea 57 kasus,
Herpes Genitalis 26 kasus, Herpes Simplex Virus 14 kasus, Siphilis 4 kasus dan
Trichoma Vaginalis 2 kasus. Data ini belum dapat menggambarkan seluruh
kasus IMS yang ada karena hanya 1 puskesmas yaitu Puskesmas Mangkang
dan 10 RS yang rutin melaporkan data tersebut.

B. HIV/AIDS
Jumlah kasus HIV yang ditemukan tahun 2005 sebagian besar didapat
dari hasil skrining sero survei pada kelompok perilaku resiko tinggi sebanyak 773
orang (Wanita Penjaja Seks (WPS) langsung 520 orang, WPS tidak langsung 97
orang, Napi 129 orang, IDU 20 orang) dan laporan rumah sakit. Dari survei
tersebut ditemukan kasus HIV sebanyak 75 orang : 50 orang dari hasil VCT, 23
orang dari hasil sero survei dan 2 orang dari laporan Rumah Sakit. Jumlah ini
meningkat 55 orang dibandingkan tahun sebelumnya. Sedangkan untuk kasus
AIDS sebanyak 11 kasus (3 orang meninggal), meningkat 4 orang dibandingkan
tahun sebelumnya.
Untuk itu telah dilakukan upaya pencegahan dan pemberantasan
penyakit menular untuk mengurangi resiko penularan dan penurunan kejadian
sakit di masyarakat diantaranya melalui peran Komisi Penanggulangan AIDS
Daerah (KPAD) dan lembaga swadaya masyarakat (LSM) tentang pencegahan
dan pemberantasan HIV/AIDS. Selain itu juga, melalui pendirian klinik VCT di
beberapa Rumah Sakit seperti RSUP Karyadi, RSUD Tugurejo, RSUD Kota
Semarang dan RS Panti Wilasa Citarum.
Dari hasil skrining darah di PMI terhadap virus HIV selama tahun 2005
telah diperiksa darah donor sejumlah 26.439 orang. Dari jumlah tersebut yang
positif HIV/AIDS sebanyak 9 (0,03%). Hasil tersebut menunjukkan bahwa

Profil Kesehatan Kota Semarang Tahun 2005


36

HIV/AIDS tidak hanya menjangkiti kelompok resiko tinggi saja tetapi juga sudah
mengenai masyarakat umum. Namun demikian darah tersebut sudah langsung
dimusnahkan sehingga semua pasien yang akan menerima darah donor bebas
dari virus HIV.

Berikut ini data 10 besar penyakit yang ada di Kota Semarang pada tahun
2005 berdasarkan laporan dari Puskesmas dan Rumah Sakit:
Tabel j : Data 10 Besar Penyakit di RS dan Puskesmas Tahun 2005
No Rumah Sakit Jumlah Puskesmas Jumlah
1. Infeksi saluran nafas bagian 43.370 Infeksi akut lain pada 88.041
atas akut lainnya saluran nafas
2. Cedera YDT lainnya, YTT 23.879 Influensa 16.304
dan daerah badan multiple
3. Demam yang sebabnya 23.780 Laringitis dan Trachitis 15.341
tidak diketahui
4. Peny. Kulit dan jaringan sub 20.569 Faringitis 14.859
kutan lainnya
5. Diare dan gastroenteritis 14.873 Gangguan otot lainnya 14.682
oleh penyebab infeksi
tertentu
6. Penyakit Pulpa dan Peripikal 13.719 Hipertensi Esensial 14.044

7. Konjungtivitis dan gangguan 10.618 Peny. Pulpa dan Jar. 12.958


konjungtiva Peripikal
8. Gastritis dan duodenitis 9.656 Diare 12.011

9. Faringitis akut 8.671 Dermatitis Kontak 9.074


Alergi
10. Hipertensi esensial 6.952 Peny. Gusi dan 8.496
Jaringan Periodental
Sumber data : Laporan SP3 dan SP2RS

4.1.2.8. Surveilans Acute Flaccid Paralysis (SAFP)


Untuk membebaskan Indonesia dari penyakit polio, maka pemerintah telah
melaksanakan program Eradikasi Polio (ERAPO) yang terdiri dari pemberian
imunisasi polio secara rutin, pemberian imunisasi massal pada anak balita melalui
PIN (Pekan Imunisasi Nasional) dan Surveilans AFP. Surveilans AFP pada
hakekatnya adalah pengamatan dan penjaringan semua kelumpuhan yang terjadi
secara mendadak dan sifatnya flaccid (layuh), seperti sifat kelumpuhan pada
poliomyelitis. Prosedur pembuktian penderita AFP terserang virus polio liar atau tidak
adalah sebagai berikut :

Profil Kesehatan Kota Semarang Tahun 2005


37

1. Melakukan pelacakan terhadap anak usia sama atau kurang dari 15 tahun yang
mengalami kelumpuhan layuh mendadak (<14 hari) dan menentukan diagnosa
awal
2. Mengambil spesimen tinja penderita tidak lebih dari 14 hari sejak kelumpuhan,
sebanyak 2 kali selang waktu pengambilan I dan II > 24 jam
3. Mengirim kedua specimen tinja ke laboratorium Bio Farma Bandung dengan
pengemasan khusus/baku
4. Hasil pemeriksaan spesimen tinja akan menjadi bukti virologis adanya virus polio
liar di dalamnya
5. Diagnosa akhir ditentukan pada 60 hari sejak kelumpuhan. Pemeriksaan klinis ini
dilakukan oleh dokter spesialis anak atau syaraf untuk menentukan adanya
kelumpuhan atau tidak

Kasus AFP yang ditemukan di Kota Semarang tahun 2005 sebanyak 9 kasus
(target = 4 kasus), meningkat dari tahun sebelumnya yang hanya 6 kasus, terbanyak
pada golongan umur 5 -14 thn sebanyak 6 kasus, 1-4 thn sebanyak 3 kasus
sehingga untuk tahun 2005 diperoleh AFP rate sebesar 2,25 per 100.000 (target ≥
1/100.000 penduduk). Kasus AFP ditemukan pada 7 kecamatan yaitu :Semarang
Tengah (1 kasus), Semarang Selatan (1 kasus), Semarang Barat (1 kasus),
Tembalang (2 kasus), Banyumanik (2 kasus), Mijen (1 kasus), Ngalian (1 kasus).
AFP

4.1.2.9. Penyakit Menular yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi (PD3I)


Penyakit menular seperti difteri, TBC, Batuk rejan, Polio dan campak
merupakan penyebab terjadinya kesakitan, kecacatan dan kematian pada bayi,dan
anak balita. Berdasarkan data Profil Kesehatan Kota Semarang tahun 2005,
diketahui jumlah kasus penyakit menular yang dapat dicegah dengan imunisasi
tertinggi yaitu Campak 115 kasus, dan Difteri 24 kasus, sedangkan untuk penyakit
lainnya seperti Pertusis, Tetanus, Tetanus Neonatorum dan Polio di Kota Semarang
Tahun 2005 tidak ditemukan adanya kasus kematian.

IV.1.3. PENYAKIT TIDAK MENULAR


Saat ini di negara berkembang telah terjadi pergeseran penyebab kematian
utama yaitu dari penyakit menular ke penyakit tidak menular. Kecenderungan

Profil Kesehatan Kota Semarang Tahun 2005


38

transisi ini dipengaruhi oleh adanya berubahnya gaya hidup, urbanisasi dan
globalisasi. Penyakit yang tergolong dalam penyakit tidak menular (degeneratif) yaitu
: Neoplasma (Kanker), Diabetes Mellitus, Gangguan mental, Penyakit Jantung dan
Pembuluh Darah, dan lain-lain.

Neoplasma (Kanker), kanker adalah tumor ganas yang ditandai dengan


pertumbuhan abnormal sel-sel tubuh. Berdasarkan hasil Survei Kesehatan Rumah
Tangga (SKRT) tahun 2002, kanker merupakan penyebab kematian ketiga setelah
penyakit jantung dan stroke. Pada tahun 2005 di Kota Semarang berdasarkan
laporan program yang berasal dari Rumah Sakit dan Puskesmas, kasus penyakit
kanker yang ditemukan sebanyak 2.020, terdiri dari Kanker Payudara 1.280 kasus,
Kanker Serviks 1.115 kasus, Kanker Hepar 174 kasus, dan Kanker Paru 404 kasus.

Diabetes Mellitus (Kencing Manis), Kencing manis adalah suatu keadaan


dimana terjadi kelebihan kadar gula darah (glukosa) dalam darah. Kencing manis
dapat disebabkan oleh faktor lingkungan seperti kegemukan, makan makanan yang
berlebihan, penyakit infeksi atau juga dapat disebabkan oleh faktor keturunan yang
mengganggu hormon insulin. Data laporan program tahun 2005 untuk kasus
Diabetes Mellitus adalah sebanyak 18.175 kasus.

Gangguan Mental, adalah bentuk gangguan dan kekacauan fungsi mental


(kesehatan mental), disebabkan oleh kegagalan mereaksinya mekanisme-adaptasi
dari fungsi-fungsi kejiwaan/mental terhadap stimuli eksternal dan ketegangan-
ketegangan sehingga muncul gangguan fungsi atau gangguan struktur pada satu
bagian, satu organ atau sistem kejiwaan. Pada tahun 2005 di Kota Semarang
diperoleh data kejadian gangguan mental sebanyak 1.083 kasus terdiri dari 566
kasus gangguan mental di Rumah Sakit dan 517 kasus di Puskesmas.

Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah, merupakan penyakit yang


mengganggu sistem pembuluh darah atau lebih tepatnya menyerang jantung dan
urat-urat darah, misalnya : Angina Pektoris, Acute Myocard Infark (AMI), Hipertensi
dan Stroke. Berdasarkan laporan Rumah Sakit pada tahun 2005 di Kota Semarang
kasus Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah terdiri dari Angina Pektoris 766 kasus,

Profil Kesehatan Kota Semarang Tahun 2005


39

AMI 486 kasus, Hipertensi 6.543 kasus (Rumah Sakit), 33.958 kasus (Puskesmas),
dan Stroke 2.160 kasus.

4.1.4. Kejadian Luar Biasa


Dilaporkan pada tahun 2005 di Kota Semarang terjadi Kejadian Luar Biasa
(KLB) sebanyak 31 macam kejadian yaitu : Difteri (24 kejadian), Keracunan Ikan (1
kejadian), Keracunan Makanan (4 kejadian), Campak (1 kejadian), Gondong/
Parotitis (1 kejadian). Dari semua kasus KLB yang ada, terjadi kematian akibat KLB
Difteri (1 orang) dan Keracunan ikan (1 orang). 3 Jenis KLB tertinggi jumlah
penderitanya adalah Keracunan makanan (162 penderita) di 4 kecamatan, Difteri (24
penderita) di 13 kecamatan, dan Parotitis/ Gondong (20 penderita) di 1 kecamatan.
Data secara lengkap dapat dilihat pada tabel 20.
Dari 177 kelurahan yang ada di Kota Semarang terdapat 27 kelurahan yang
terkena kejadian luar biasa (KLB). Dari jumlah tersebut seluruhnya (100%) telah
dilakukan kegiatan penanganan/penanggulangan dengan cepat dalam waktu kurang
dari 24 jam (data selengkapnya pada tabel 19).

Grafik 6. Kejadian Luar Biasa di Kota Semarang


Tahun 2005

180 162
160
140
120
Jumlah

100
80
60
40 24 20
20 3 2
0
Difteri Kerac. Mkanan Parotitis Kerac. Ikan Campak
Jenis KLB

4.1.5. Keadaan Gizi


4.1.5.1 Status Gizi Bayi dan Balita
Perkembangan keadaan gizi masyarakat dapat dipantau melalui hasil
pencatatan dan pelaporan program perbaikan gizi masyarakat yang tercermin dalam
hasil penimbangan bayi dan balita setiap bulan di posyandu. Pada tahun 2005 di

Profil Kesehatan Kota Semarang Tahun 2005


40

Kota Semarang menunjukkan jumlah Bayi Lahir Hidup sebanyak 25.109 bayi dan
jumlah Balita yang ada (S) sebesar 113.210 anak. Untuk kasus bayi dengan Berat
Badan Lahir Rendah (BBLR) pada tahun 2005 yaitu sebanyak 196 bayi, meningkat
dari tahun sebelumnya yaitu 134 bayi. Sedangkan jumlah Balita yang datang dan
ditimbang (D) di posyandu dari seluruh balita yang ada (S) yaitu sejumlah 92.673
(81,86%) dengan rincian jumlah balita yang naik berat badannya sebanyak 73.649
anak (79,47%) dan Bawah Garis Merah (BGM) sebanyak 681 anak (0,73%).
Permasalahan gizi yang masih tetap ada dan jumlah cenderung bertambah adalah
masalah gizi kurang dan gizi buruk. Kurang gizi sangat dipengaruhi oleh
pengetahuan masyarakat yang kurang, kontaminasi makanan dan minuman balita
akibat lingkungan yang tidak sehat dan prioritas hidup lainnya selain makanan
bergizi. Kasus gizi buruk yang ditemukan di Kota Semarang pada tahun 2005
sebesar 17 kasus dan terdapat 2 balita yang meninggal. Dari seluruh kasus gizi
buruk tersebut telah dilakukan intervensi melalui program Jaring Pengaman Sosial
Bidang Kesehatan (JPSBK) khususnya upaya perbaikan gizi masyarakat dalam
bentuk kegiatan pemberian PMT pemulihan selama 180 hari, pemberian bantuan
modal pada kepala keluarga, perawatan serta pengobatan baik di puskesmas
maupun di Rumah Sakit.
Tabel k : Perkembangan Status Gizi Balita Tahun 2003 - 2005
Prevalensi (kasus)
No Status Gizi
2003 2004 2005
1. Gizi buruk 0,63 1,23 0,94
2. Gizi kurang 9,75 11,56 11,09
3. Gizi baik 86,65 83,68 85,98
4. Gizi lebih 2,97 3,53 1,99

4.1.5.2. ASI Ekslusif


ASI (Air Susu Ibu) merupakan salah satu makanan yang sempurna dan
terbaik bagi bayi karena mengandung unsur-unsur gizi yang dibutuhkan oleh bayi
untuk pertumbuhan dan perkembangan bayi guna mencapai pertumbuhan dan
perkembangan bayi yang optimal. Oleh sebab itu , pemberian ASI perlu diberikan
secara ekslusif sampai umur 6 (enam) bulan dan dapat dilanjutkan sampai anak
berumur 2 (dua) tahun. Walaupun demikian masih terdapat kendala dalam
pemantauan pemberian ASI Ekslusif karena belum ada sistem yang dapat

Profil Kesehatan Kota Semarang Tahun 2005


41

diandalkan. Selama ini pemantauan tingkat pencapaian ASI Ekslusif dilakukan


melalui laporan puskesmas yang diperoleh dari hasil wawancara pada waktu
kunjungan bayi di Puskesmas.
Berdasarkan hasil laporan puskesmas tahun 2005, pemberian ASI Ekslusif
sudah mencapai 31,45% (7.896 bayi dari 25.109 bayi yang ada). Walaupun begitu
jumlah ini masih belum memenuhi target yang ditetapkan dalam Standar Pelayanan
Minimal (SPM) yaitu 80%. Jumlah pemberian ASI Ekslusif tertinggi berada di
Puskesmas Kedungmundu (60,74%) dan Puskesmas Gayamsari (60,02%).
Sedangkan yang paling rendah pemberian ASI Ekslusif yaitu Puskesmas Candilama
(0,78%) dan terdapat 2 puskesmas yang tidak melaporkan yaitu Puskesmas
Pegandan dan Tambakaji. Untuk itu tingkat pencapaian dalam program ASI Ekslusif
ini harus mendapatkan perhatian khusus dan memerlukan pemikiran dalam mencari
upaya-upaya terobosan serta tindakan nyata yang harus dilakukan oleh provider di
bidang kesehatan dan semua komponen masyarakat dalam rangka penyampaian
informasi maupun sosialisasi guna meningkatkan pengetahuan dan kesadaran
masyarakat.

4.2. PERILAKU MASYARAKAT


4.2.1. Rumah Tangga Berperilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS)
Menurut teori HL Blum salah satu faktor yang mempengaruhi derajat
kesehatan masyarakat adalah faktor perilaku. Dengan mewujudkan perilaku yang
sehat diharapkan dapat menurunkan angka kesakitan suatu penyakit dan angka
kematian ibu dan anak akibat terlambatnya/kurangnya kesadaran dalam
mengunjungi sarana pelayanan kesehatan.
Dalam rangka merubah perilaku masyarakat kepada perilaku yang sehat,
maka telah dilaksanakan kegiatan pembinaan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat.
Dalam kegiatan PHBS terdiri dari beberapa sasaran kegiatan yaitu PHBS tatanan
institusi, tempat-tempat umum dan rumah tangga, dimana tatanan rumah tangga
dianggap merupakan tatanan yang mempunyai daya ungkit paling besar terhadap
perubahan perilaku masyarakat secara umum. Pada tahun 2005 di Kota Semarang
dari 346.687 rumah tangga, baru 97.444 (28,10%) rumah tangga yang diperiksa
dengan hasil yang telah berperilaku hidup bersih dan sehat sebanyak 76,13% terdiri
atas strata utama 61.575 RT (63,19%) strata paripurna 12.607 RT (12,94%).
Kecamatan dengan tatanan rumah tangga ber-PHBS tertinggi adalah Puskesmas

Profil Kesehatan Kota Semarang Tahun 2005


42

Pandanaran (100%), sedangkan yang terendah ada pada Puskesmas Rowosari


(19,35%).

4.2.2. Posyandu Purnama dan Mandiri


Salah satu Upaya Kesehatan Berbasis Masyarakat (UKBM) yang turut
mendukung pelaksanaan program kesehatan di masyarakat adalah pos pelayanan
terpadu (Posyandu) yang dilaksanakan oleh para kader yang berasal dari
masyarakat dengan pembinaan dari tenaga kesehatan di puskesmas. Dalam
perkembangannya ternyata posyandu mendapat tanggapan positif dari masyarakat.
Namun demikian tanggapan positif dari masyarakat belum dibarengi dengan
meningkatnya mutu pelayanan karena masih banyak faktor yang menyebabkan mutu
pelayanan posyandu masih rendah antara lain : Sumber Daya Manusia (SDM) yang
dimiliki masih sangat rendah, banyak kader posyandu yang droup out, sarana dan
prasarana yang belum memadai.
Saat ini Posyandu yang ada di Kota Semarang berjumlah 1.417 buah, terdiri
dari 598 posyandu purnama (42,20%) dan 297 posyandu mandiri (20,96%)
sehingga jumlah total posyandu yang tergolong purnama dan mandiri adalah 895
posyandu (63,16%). Dari tabel spm. 21 dapat dilihat bahwa Kecamatan yang banyak
memilki Posyandu dengan katagori Mandiri yaitu Semarang Utara sebanyak 50
posyandu (16,83%) dan masih terdapat 2 kecamatan yang sama sekali tidak
memiliki posyandu mandiri diantaranya: Kecamatan Gayamsari dan Kecamatan
Pegandan.

4.2.3 Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat (JPKM)


Salah satu kepedulian pemerintah terhadap kesehatan masyarakat dalam
pelayanan kesehatan adalah melalui pelaksanaan program Jaminan Pelayanan
Kesehatan Masyarakat (JPKM). JPKM merupakan upaya pemeliharaan kesehatan
secara paripurna, terstruktur yang dijamin kesinambungan dan mutunya, dimana
pembiayaannya dilaksanakan secara pra-upaya. Penyelenggaraan pelayanan
kesehatan pada JPKM bertujuan untuk memelihara kesehatan para peserta, bukan
hanya sekedar menyembuhkan penyakit tetapi dituntut untuk aktif berusaha
meningkatkan derajat kesehatan dan mencegah peserta agar tidak jatuh sakit.
Berdasarkan laporan puskesmas, jumlah penduduk yang tercakup dalam
dalam berbagai JPK (Jaminan Pemeliharaan Kesehatan) sebesar 292.691 jiwa
(25,49%) dari total jumlah penduduk , dengan perincian :

Profil Kesehatan Kota Semarang Tahun 2005


43

Peserta ASKES : 153.991 jiwa (10,86%)


Peserta BAPEL : 4.124 jiwa (0,29%)
Peserta Dana Sehat : 134.576 jiwa (9,49%)
Apabila dibandingkan dengan target Standar Pelayanan Minimal (SPM) untuk
pelayanan JPKM sebesar 30%, maka cakupan JPKM di Kota Semarang masih
belum memenuhi target. Hal ini disebabkan masih banyak masyarakat yang memilih
alasan kepraktisan dan kemudahan dalam pembiayaan kesehatan yaitu dengan cara
pembayaran secara mandiri dan langsung. Selain itu masih adanya anggapan
pasien yang menggunakan pembiayaan pasca bayar sering mengalami kendala
dalam memperoleh pelayanan kesehatan.

4.2.4. Pelayanan Kesehatan pada Keluarga Miskin


Salah satu faktor yang menentukan bagi keberhasilan pelaksanaan
pembangunan kesehatan adalah kemudahan di dalam akses terhadap pelayanan
kesehatan yang ada. Kemampuan setiap penduduk dalam hal ini berbeda-beda
dimana dalam kondisi krisis moneter seperti saat ini, terdapat sebagian besar
penduduk yang tidak mampu untuk menjangkau pelayanan kesehatan yang ada.
Untuk itu pemerintah memberikan bantuan/subsidi untuk pelayanan kesehatan bagi
keluarga miskin atau gakin. Di Kota Semarang sampai dengan tahun 2005 terdapat
271.246 masyarakat miskin dan yang memiliki kartu sehat baru mencapai 94.230
jiwa (34,74%). Jumlah ini merupakan kuota dari Departemen Kesehatan yang
jumlahnya memang relatif terbatas karena keterbatasan dalam alokasi dana program
sehingga belum menjangkau seluruh masyarakat miskin yang ada. Pemanfaatan
kartu sehat dalam memperoleh pelayanan kesehatan oleh masyarakat miskin cukup
tinggi, ini terbukti dengan cakupan kunjungan yang telah mencapai 154,43%.

4.3. PENYEHATAN LINGKUNGAN


Upaya penyehatan lingkungan dilaksanakan dengan lebih diarahkan pada
peningkatan kualitas lingkungan yaitu melalui kegiatan bersifat promotif, preventif
dan protektif. Adapun pelaksanaannya bersama-sama dengan masyarakat,
diharapkan secara epidemiologi akan mampu memberikan kontribusi yang bermakna
terhadap derajat kesehatan masyarakat.
Namun demikian pada umumnya yang menjadikan permasalahan utama
adalah masih rendahnya jangkauan program. Hal ini lebih banyak diakibatkan oleh

Profil Kesehatan Kota Semarang Tahun 2005


44

keterbatasan sumber daya kesehatan. Sedangkan permasalahan utama yang


dihadapi masyarakat adalah partisipasi masyarakat terhadap upaya penyehatan
lingkungan yang masih sangat rendah. Lingkungan sehat merupakan salah satu pilar
utama dalam pencapaian Indonesia Sehat 2010.

4.3.1 Rumah Sehat


Rumah merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia yang berfungsi
sebagai tempat tinggal atau hunian dan sarana pembinaan keluarga. Oleh karena itu
rumah haruslah sehat dan nyaman agar penghuninya dapat berkarya untuk
meningkatkan produktivitas hidup. Kota Semarang pada tahun 2005 jumlah rumah
yang ada sebanyak 294.808 buah, sedangkan kategori rumah yang memenuhi
syarat kesehatan sebanyak 18.071 rumah (79,01%) dari 22.804 rumah yang
dilakukan pemeriksaan.
Secara umum rumah dikatakan sehat apabila memenuhi beberapa kriteria,
diantaranya adalah bebas dari jentik nyamuk. Arti bebas disini terutama pada bebas
jentik nyamuk Aedes aegypti yang merupakan vektor dari penyakit demam berdarah
dengue (DBD). Nyamuk Aedes aegypti ini hidup dan berkembang biak pada tempat-
tempat penampungan air bersih yang tidak langsung behubungan dengan tanah
seperti bak mandi/wc, air tandon, gentong, kaleng, ban bekas, dan lain-lain.
Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit endemis di wilayah
kota Semarang, untuk itu diperlukan upaya pencegahan dan pemberantasan
penyakit menular untuk menurunkan resiko penularan dan kejadian sakit. Salah satu
upaya tersebut adalah program pemberantasan sarang nyamuk (PSN) melalui
gerakan 3M (menguras, mengubur, dan menutup) pada tempat-tempat yang
potensial sebagai sarang nyamuk baik yang ada di dalam gedung maupun di
lingkungan sekitarnya.
Tahun 2005 di Kota Semarang terdapat 25.775 rumah/gedung. Dari
bangunan tersebut hanya dilakukan pemeriksaan mengenai bebas jentik nyamuk
Aedes sejumlah 25.622 buah. Hal ini disebabkan karena keterbatasan alokasi dana,
waktu, dan tenaga guna menjangkau seluruh bangunan yang ada. Namun demikian
hasil yang didapatkan cukup baik yaitu sebanyak 22.760 buah rumah/bangunan
dinyatakan bebas jentik nyamuk Aedes atau sejumlah 88,83 % dari rumah/bangunan
yang dilakukan pemeriksaan.

Profil Kesehatan Kota Semarang Tahun 2005


45

4.3.2 Tempat-Tempat Umum (TTU) dan Tempat Pengelolaan Makanan (TPM)


Tempat-tempat umum adalah tempat kegiatan bagi umum yang disediakan
oleh badan – badan pemerintah, swasta atau perorangan yang digunakan oleh
masyarakat, mempunyai tempat permanen dan kegiatan tetap serta memiliki fasilitas
sanitasi. Kebersihan dan kesehatan di lingkungan tempat-tempat umum dan tempat
pengelolaan makanan memiliki pengaruh yang besar di masyarakat karena
umumnya sebagian besar masyarakat menggunakan fasilitas umum tersebut untuk
berbagai kepentingan.
Pada tahun 2005, tempat umum dan tempat pengelolaan makanan yang ada
di Kota Semarang (tidak termasuk TPM) sejumlah 3.220 buah dan yang dilakukan
pemeriksaan (Inspeksi Sanitation) sebesar 2.571 buah. Hasil pemeriksaan
menunjukkan bahwa 1.973 (76,74%) tempat umum dan Tempat Pengelolaan
Makanan yang memenuhi syarat kesehatan.
Pengawasan sanitasi tempat umum bertujuan untuk mewujudkan kondisi
tempat umum yang memenuhi syarat kesehatan agar masyarakat/pengunjung
terhindar dari kemungkinan bahaya penularan penyakit serta tidak menyebabkan
gangguan terhadap kesehatan bagi masyarakat sekitarnya disamping itu juga agar
terhindar dari penyakit dan keracunan yang disebabkan oleh makanan. Pengawasan
sanitasi TTU dan TPM meliputi hotel, restoran/rumah makan, pasar dan TTU &TPM
lain. Pengawasan sanitasi TTU dan TPM di kota semarang pada tahun 2005, sbb:
- Jumlah hotel : 84 buah, jumlah diperiksa 79 buah, jumlah sehat 60 buah
(75,94%)
- Jumlah pasar : 21 buah, jumlah diperiksa 19 buah, jumlah sehat 14 buah
(73,68%)
- Jumlah restoran/rumah makan: 329 buah, jumlah diperiksa 290 buah, jumlah
sehat 212 buah (73,10%)
- Jumlah TTU lainnya : 2.782 buah, jumlah diperiksa 2.186 buah, jumlah sehat
1.688 buah (77,22%)
Data selengkapnya dapat dilihat pada tabel 10.

4.3.3. Keluarga dengan Kepemilikan Sarana Sanitasi Dasar


4.3.3.1 Persediaan Air Bersih
Air bersih memiliki peranan penting dalam kehidupan manusia karena
diperlukan untuk memenuhi sebagian besar kebutuhan hidup manusia. Oleh karena
itu air bersih harus selalu tersedia dalam jumlah yang cukup dan memenuhi syarat

Profil Kesehatan Kota Semarang Tahun 2005


46

kesehatan (syarat fisik, kimiawi, dan bakteriologi). Pada tahun 2005 jumlah KK yang
memiliki persediaan air bersih sebanyak 321.790 KK (92,61%) dari 347.473 KK yang
diperiksa, dan hal ini berarti telah sampai pada target yang telah ditetapkan pada
Renstra tahun 2005 yaitu 91%. Secara umum sumber penyediaan air bersih di Kota
Semarang ini berasal dari ledeng (55,81%), sumur gali (31,18%), sumur pompa
tangan (11,18%), sumur artesis (0,41%) dan perpipaan (0,03%), dimana sebagian
besar pengelolaan sumber air bersih dilakukan oleh PDAM (Perusahaan Daerah Air
Minum) Kota Semarang.

4.3.3.2 Jamban
Keberadaan jamban keluarga sangat penting dalam sebuah keluarga.
Pengelolaan sebuah jamban yang memenuhi syarat kesehatan diperlukan sebagai
upaya untuk mencegah terjadinya penularan penyakit. Berdasarkan laporan
Puskesmas, pada tahun 2005 diketahui bahwa 234.598 KK (82,12%) telah
memanfaatkan jamban keluarga dari 286.947 KK yang dilakukan pemeriksaan.
Apabila dibandingkan dengan target Rencana Strategik tahun 2005 yaitu 79,90%,
maka cakupan keluarga yang telah memiliki jamban keluarga sudah memenuhi
target tersebut.

4.3.3.3 Pengelolaan Air Limbah


Dalam upaya mendukung terwujudnya kualitas lingkungan yang sehat
diperlukan pengelolaan air limbah yang sesuai standar dan memenuhi syarat
kesehatan. Saluran Pembuangan Air Limbah (SPAL) adalah suatu bangunan yang
digunakan untuk membuang air buangan kamar mandi, tempat cuci, dapur dan lain-
lain bukan dari jamban atau peturasan. SPAL yang sehat hendaknya memenuhi
persyaratan sebagai berikut :
• Tidak mencemari sumber air bersih (jarak dengan sumber air bersih minimal 10
meter
• Tidak menimbulkan genangan air yang dapat dipergunakan untuk sarang
nyamuk (diberi tutup yang cukup rapat)
• Tidak menimbulkan bau (diberi tutup yang cukup rapat)
• Tidak menimbulkan becek atau pandangan yang tidak menyenangkan (tidak
bocor sampai meluap)
Pengelolaan limbah di rumah tangga yang diperiksa pada tahun 2005
sebanyak 628.925 KK dan yang memenuhi syarat kesehatan sebanyak 462.122 KK

Profil Kesehatan Kota Semarang Tahun 2005


47

(70%). Jumlah ini telah melebihi target yang telah ditentukan dalam renstra 2005
(66,90%).

Grafik 7. Perkembangan Cakupan Keluarga dengan


Kepemilikan Sarana Kesehatan Lingkungan di Kota
Semarang tahun 2004 - 2005

100
90
80
70
60
Jumlah 50 2004
40 2005
30
20
10
0
air bersih jamban p.air limbah

4.3.3.4 Pembinaan Kesehatan Lingkungan pada Institusi


Lingkungan merupakan salah faktor yang dapat berperan dalam
peningkatan derajat kesehatan. Oleh karena itu upaya pembinaan kesehatan
lingkungan selain dilakukan pada rumah tangga dan tempat-tempat umum, juga
dilaksanakan pada beberapa institusi/sarana seperti:
- sarana kesehatan sejumlah 488 tempat, dan yang telah dilakukan pembinaan
sebanyak 299 tempat atau 61,27%.
- sarana pendidikan sejumlah 1.024 tempat, dan yang telah dilakukan
pembinaan sebanyak 1.024 tempat atau 100%.
- sarana ibadah sejumlah 1.174 tempat, dan yang telah dilakukan pembinaan
sebanyak 712 tempat atau 60,65%.
- perkantoran sejumlah 128 tempat, dan yang telah dilakukan pembinaan
sebanyak 42 tempat atau 32,81%.
- Dan sarana lain sejumlah 59 tempat, dan yang telah dibina sebanyak 12
tempat atau 20,34%.
Pembinaan pada sarana pendidikan sudah seluruhnya tercakup dalam program kerja
tahun 2005, sedangkan cakupan terendah ada pada pembinaan perkantoran
32,81%. Apabila dibandingkan dengan target pada renstra tahun 2005 yaitu 80%,

Profil Kesehatan Kota Semarang Tahun 2005


48

maka pembinaan pada institusi masih belum memenuhi target tersebut (pencapaian
72,71%). Belum seluruh institusi yang ada di Kota Semarang tercakup dalam
kegiatan pembinaan oleh karena keterbatasan tenaga dan dana untuk kegiatan
tersebut, tetapi secara bertahap setiap tahun jumlah institusi yang dibina
ditingkatkan.

4.4. UPAYA KESEHATAN


4.4.1. Upaya Kesehatan Dasar
4.4.1.1 Pemanfaatan Sarana Pelayanan Kesehatan Dasar
Untuk mewujudkan pelayanan kesehatan yang optimal bagi masyarakat perlu
didukung oleh adanya sarana kesehatan yang memadai dan memiliki kualitas
pelayanan yang baik. Sarana kesehatan dasar yang ada di Kota Semarang pada
tahun 2005 terdiri dari : 14 Rumah Sakit Umum, 1 Rumah Sakit Jiwa, 4 Rumah Sakit
Bersalin, 4 Rumah Sakit Ibu dan Anak, 37 Puskesmas (11 Puskesmas Perawatan
dan 26 Puskesmas Non Perawatan), 33 Puskesmas Pembantu, 37 Puskesmas
Keliling, 229 Balai Pengobatan/Klinik 24 Jam, 261 Apotek, 67 Toko Obat, 13 praktek
dokter bersama spesialis dan 1.415 praktek dokter perorangan. Data secara
lengkapnya dapat dilihat pada tabel sarana kesehatan.
Dalam upaya meningkatkan mutu pelayanan kesehatan kepada masyarakat,
telah terdapat beberapa sarana pelayanan kesehatan yang telah dilengkapi oleh
fasilitas laboratorium kesehatan dan 4 (empat) spesialis dasar. Kondisi yang ada di
Kota Semarang pada tahun 2005, diketahui bahwa sarana kesehatan yang memiliki
laboratorium kesehatan sebanyak 61 buah (100%) dan yang memberikan pelayanan
4 spesialis dasar sebesar 14 buah (22,95%). Sarana kesehatan tersebut terdiri dari :
14 Rumah Sakit Pemerintah (100%) fasilitas laboratorium kesehatan dan 4 spesialis
dasar; Rumah Sakit Khusus 9 buah (14,75%) yang memiliki laboratorium kesehatan;
dan 37 puskesmas se-Kota Semarang telah seluruhnya dilengkapi oleh fasilitas
laboratorium kesehatan sederhana.
Pemanfaatan sarana pelayanan kesehatan oleh penduduk dapat diperoleh
dari Puskesmas maupun Rumah Sakit. Pada tahun 2005 di Kota Semarang jumlah
penduduk yang memanfaatkan pelayanan kesehatan di Puskesmas baik rawat jalan
maupun rawat inap sebanyak 63.677 per 100.000 penduduk. Sedangkan
pemanfaatan pelayanan kesehatan di Rumah Sakit (rawat jalan dan rawat inap)
yaitu sebanyak 62.992 per 100.000 penduduk.

Profil Kesehatan Kota Semarang Tahun 2005


49

Untuk cakupan pelayanan kesehatan di puskesmas pada tahun 2005 terdiri


atas cakupan kunjungan rawat jalan sebesar 63,34 % dan cakupan kunjungan rawat
inap sebesar 0,26. Sedangkan untuk cakupan rawat jalan di Rumah Sakit yaitu
sebesar 55,85 % dan cakupan rawat inap sebesar 7,16 %. Apabila dibandingkan
dengan target Kota Semarang untuk kunjungan rawat jalan puskesmas sebesar 60%
maka cakupan pelayanan rawat jalan di puskesmas masih belum memenuhi target
tersebut. Begitu pula dengan target cakupan rawat inap sebesar 1% masih belum
tercapai untuk tahun 2005. Hal ini dapat disebabkan oleh karena sebagian penduduk
yang membutuhkan pelayanan kesehatan langsung memilih pada sarana kesehatan
rujukan yaitu Rumah Sakit atau pada sarana kesehatan swasta seperti dokter
praktek swasta, klinik, balai pengobatan. Untuk itu diperlukan upaya peningkatan
kualitas pelayanan di puskesmas yang sesuai standar kepada masyarakat dan dapat
dipertanggungjawabkan melalui kegiatan pelatihan-pelatihan kepada petugas
puskesmas untuk peningkatan kinerja dan pengetahuan petugas puskesmas.

4.4.1.2. Pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak


a. Pelayanan Kesehatan Antenatal
Cakupan pelayanan antenatal dapat dipantau melalui pelayanan
kunjungan baru ibu hamil K1 untuk melihat akses dan pelayanan kesehatan ibu
hamil sesuai standar paling sedikit empat kali (K4) dengan distribusi sekali
pada triwulan pertama, sekali pada triwulan kedua dan dua kali pada triwulan
ketiga.
Pelayanan yang diberikan oleh petugas kesehatan pada ibu hamil
yang berkunjung ke tempat pelayanan kesehatan atau antenatal care (ANC)
meliputi penimbangan berat badan, pemeriksaan kehamilannya, pemberian
tablet besi, pemberian imunisasi TT dan konsultasi.
Cakupan kunjungan ibu hamil K4 Kota Semarang pada tahun 2005
adalah 89,32% dengan rentang antara yang terrendah Puskesmas Halmahera
(14,56%) dengan yang tertinggi Puskesmas Karanganyar (91,04%). Bila
dibandingkan dengan target K4 Provinsi Jawa Tengah Tahun 2005 sebesar
78%, maka pencapaian K4 di Kota Semarang sudah melampaui target
tersebut.
Anemi (kekurangan zat gizi besi) pada ibu hamil merupakan salah
satu penyebab utama terjadinya kematian pada ibu melahirkan dan kematian
bayi karena terjadinya perdarahan pada waktu melahirkan. Untuk itu diperlukan

Profil Kesehatan Kota Semarang Tahun 2005


50

adanya upaya pencegahan dan penanganan terhadap permasalahan tersebut,


salah satunya melalui pemberian tablet besi (Fe)1 dan tablet besi (Fe)3. Pada
tahun 2005 cakupan pemberian tablet (Fe)1 sebanyak 25.030 bumil (90,60%)
dan cakupan untuk tablet (Fe)3 sebanyak 21.908 bumil (79,30%). Hal ini
menunjukkan bahwa penjaringan pertama pada ibu hamil sudah dapat
dilaksanakan, namun untuk penjaringan selanjutnya tidak dapat mencakup
jumlah tersebut, walaupun seluruhnya belum memenuhi target yang telah
ditentukan, yaitu untuk Fe1 90% dan Fe3 80%. Kemungkinan adanya
perbedaan sasaran estimasi dibandingkan sasaran riil berdasar pada
Pemantauan Wilayah Setempat (PWS), menjadi penyebab belum terpenuhinya
sasaran bumil yang mendapat tablet Fe.Oleh karena itu perlu adanya
pemanfaatan PWS dan umpan baliknya serta peningkatan pelaksanaan
sweeping.
Dalam pelayanan ibu hamil (antenatal) baik pada K1 maupun K4 ibu
hamil selain diberikan tablet Fe juga diberikan imunisasi TT sebagai upaya
perlindungan ibu dan bayinya dari kemungkinan terjadinya Tetanus pada waktu
persalinan. Oleh karena itu pemberian TT merupakan keharusan pada setiap
ibu hamil. Pemberian imunisasi TT1 pada ibu hamil di Kota Semarang tahun
2005 sebesar 22.810 bumil (82,60%) dan imunisasi TT2 sebesar 20.895
(72,71%). Bila membandingkan antara cakupan TT2 sebesar 72,71% dengan
K4 sebesar 89,32% terdapat selisih sebesar 16,61%. Seharusnya cakupan TT
sama dengan cakupan K4, adanya selisih antara dua cakupan tersebut perlu
untuk dicari penyebabnya. Ada kemungkinan hal tersebut dikarenakan
kelalaian petugas kesehatan, kesalahan dalam pencatatan dan pelaporan dan
masalah tekhnis lainnya.

b. Pertolongan Persalinan oleh Tenaga Kesehatan


Upaya untuk menurunkan Angka Kematian Bayi dan Ibu Maternal,
salah satunya melalui persalinan yang sehat dan aman, yaitu persalinan yang
ditolong oleh tenaga kesehatan (dokter spesialis kebidanan, dokter umum,
bidan, pembantu bidan, dan perawat bidan) maupun dengan dukun terlatih
yang didampingi oleh tenaga kesehatan. Jumlah persalinan dengan
pertolongan tenaga kesehatan di Kota Semarang pada tahun 2005 sebesar
23.809 (80,77%) dari jumlah perkiraan persalinan yaitu 26.365 kelahiran.
Angka ini sudah dapat memenuhi target yang telah ditentukan sebesar 80,00%.

Profil Kesehatan Kota Semarang Tahun 2005


51

Terdapat 1 (satu) puskesmas dengan cakupan lebih dari 100% yaitu


Puskesmas Tlogosari Kulon (100,67%) dan yang paling rendah cakupannya
adalah Puskesmas Halmahera (28,29%). Cakupan persalinan yang melebihi
perkiraan sasaran mungkin disebabkan oleh karena pasien (ibu hamil) yang
memperoleh pelayanan berasal dari luar wilayah.

c. Pelayanan Kesehatan Neonatal, Bayi dan Balita


1) Kunjungan Neonatus (0 – 28 hari)
Cakupan kunjungan neonatus tingkat Kota Semarang Tahun 2005
sebesar 90,74% dengan rentang antara yang terendah 30,63%
(Puskesmas Rowosari) dengan rentang tertinggi 94,44% (Puskesmas
Sekaran). Bila dibandingkan dengan target SPM Tahun 2005 yaitu 65% dan
target Kota Semarang 85%, maka Kota Semarang telah berhasil mencapai
target tersebut.
Puskesmas yang cakupan kunjungan neonatusnya telah mencapai
target yaitu : Puskesmas Miroto (90,99%), Puskesmas Bandarharjo
(92,96%), Puskesmas Karangdoro (89,13%), Puskesmas Pandanaran
(90,26%), Karangayu (85,26%), Puskesmas Kagok (90,43%), Puskesmas
Tlogosari Wetan (85,58%), Puskesmas Ngesrep (90,91%), Puskesmas
Sekaran (94,44%), dan Puskesmas Mijen (93,28%).
Sedangkan untuk data kunjungan neonatus pada Rumah Sakit di Kota
Semarang Tahun 2005 sebesar 45,33%, tetapi jumlah ini belum bisa
menggambarkan kondisi riil yang ada karena tidak semua Rumah Sakit
yang ada melaporkannya pada Dinas Kesehatan Kota Semarang dan juga
masih terdapat data yang belum lengkap.

2) Kunjungan Bayi (1 - 12 bulan)


Kunjungan bayi adalah kunjungan bayi (1 – 12 bulan) yang
memperoleh pelayanan kesehatan sesuai dengan standar oleh tenaga
kesehatan, paling sedikit 4 kali. Hasil cakupan kunjungan bayi di Kota
Semarang pada tahun 2005 mencapai 85,54%, dimana bila dibandingkan
dengan target SPM tahun 2005 (65%), jumlah ini telah melampaui target
tersebut.
Pada tahun 2005 dtemukan 10 (sepuluh) Puskesmas dengan
cakupan kunjungan bayi sama dengan atau lebih dari 100% yaitu

Profil Kesehatan Kota Semarang Tahun 2005


52

Puskesmas Bulu Lor (112,02%), Puskesmas Manyaran (116,57%),


Puskesmas Pegandan (103,45%), Puskesmas Bangetayu (107,35%),
Puskesmas Tlogosari Wetan (109,04%), Puskesmas Tlogosari Kulon
(100,78%), Puskesmas Ngesrep (100%), Puskesmas Sekaran (103,61%),
Puskesmas Mijen (101,01%) dan Puskesmas Tambakaji (106,55%).
Cakupan yang melebihi jumlah sasaran bayi (≥100%) dapat disebabkan
oleh beberapa faktor yaitu pada saat penentuan jumlah sasaran melalui
kegiatan pemantauan wilayah setempat (PWS) KIA belum mencakup
jumlah seluruh bayi yang ada di wilayah tersebut atau karena penentuan
target sasaran bayi terlalu rendah.
Sedangkan untuk data kunjungan bayi pada Rumah Sakit di Kota
Semarang Tahun 2005 sebesar 82,03%. Hal ini serupa dengan pada
kunjungan neonatus dimana angka ini belum bisa menggambarkan kondisi
riil yang ada karena tidak semua Rumah Sakit yang ada melaporkannya
pada Dinas Kesehatan Kota Semarang.

3) Deteksi Dini Tumbuh Kembang Anak Balita dan Pra Sekolah (1-6
tahun)
Deteksi Dini Tumbuh Kembang (DDTK) anak balita dan pra sekolah
adalah anak umur 1 – 6 tahun yang dideteksi dini tumbuh kembang sesuai
dengan standar oleh tenaga kesehatan, paling sedikit 2 kali. Pelayanan
DDTK anak balita dan prasekolah meliputi kegiatan deteksi dini masalah
kesehatan anak menggunakan Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS),
monitoring pertumbuhan menggunakan Buku KIA/KMS dan pemantauan
perkembangan (motorik kasar, motorik halus, bahasa dan sosialisasi dan
kemandirian), penanganan penyakit sesuai MTBS, penanganan masalah
pertumbuhan, stimulasi perkembangan anak balita dan prasekolah,
pelayanan rujukan ke tingkat yang lebih mampu.
Hasil cakupan deteksi dini tumbuh kembang anak balita dan pra
sekolah di tingkat Kota Semarang pada tahun 2005 yaitu sebesar 52,32%.
Puskesmas dengan cakupan DDTK tertinggi yaitu Puskesmas Karanganyar
(115,56%) dan Puskesmas Krobokan (107,58%), sedangkan cakupan
DDTK terendah pada Puskesmas Rowosari (14,53%). Apabila
dibandingkan dengan target DDTK Tahun 2005 (50%), maka cakupan
DDTK anak balita dan prasekolah di Kota Semarang sudah mencapai target

Profil Kesehatan Kota Semarang Tahun 2005


53

tersebut, namun belum bisa memenuhi target SPM Propinsi Jawa Tengah
Tahun 2005 yaitu sebesar 65%.

4.4.1.3. Imunisasi
Untuk menurunkan angka kesakitan, kematian dan kecacatan bayi serta
anak balita perlu dilaksanakan program imunisasi untuk penyakit-penyakit yang
dapat dicegah dengan imunisasi seperti penyakit TBC, Difteri, Pertusis, Tetanus,
Hepatitis B, Polio dan campak. Idealnya bayi harus mendapat imunisasi dasar
lengkap terdiri dari BGC 1 kali, DPT 3 kali, Polio 4 kali, HB 3 kali dan campak 1 kali.
Untuk menilai kelengkapan imunisasi dasar bagi bayi, biasanya dilihat dari cakupan
imunisasi campak karena imunisasi campak merupakan imunisasi terakhir yang
diberikan pada bayi. Cakupan bayi yang diimunisasi DPT1 pada tahun 2005 sebesar
93,98% (target : 95%) dan bayi yang telah memperoleh imunisasi campak sebesar
91,19% (target : 85%) dari sasaran sejumlah 25.109 bayi. Penurunan cakupan
imunisasi DPT disebabkan terjadinya keterlambatan penerimaan vaksin dari Dinkes
Propinsi sehingga beberapa bulan terjadi kekosongan vaksin DPT yaitu pada bulan
Februari, Juli, September dan Oktober. Cakupan imunisasi tertinggi terjadi di
Kecamatan Banyumanik (109,45%) dan Kecamatan Tembalang (109,45%).
Evaluasi cakupan imunisasi dasar dapat juga menggunakan nilai angka
drop out (DO) yang dapat dilihat dari selisih cakupan imunisasi DPT1 dikurangi
cakupan campak. Angka Drop Out (DO) imunisasi dasar lengkap di Kota Semarang
tahun 2005 sebesar 2,97%, dimana jumlah ini termasuk baik bila dibandingkan
dengan target DO yaitu <10%. DO imunisasi tertinggi terdapat di Kecamatan
Pedurungan (13,11%) dan terendah di Kecamatan Banyumanik (-8,2%). Masih
tingginya DO imunisasi dapat disebabkan oleh karena adanya perbedaan jumlah
sasaran pada perencanaan dibandingkan dengan sasaran riil yang berbeda
(mencolok), dimana pada saat penentuan jumlah sasaran masih berdasarkan angka
estimasi bukan hasil pendataan.

Grafik 8. Cakupan Imunisasi DPT1 dan Campak Tahun


2003 -2005

150

100
Cakupan
50

Profil Kesehatan Kota Semarang Tahun 2005


0
2003 2004 2005
DPT1 111,6 116,2 93,98
CAMPAK 106,3 112,5 91,19
54

Selain imunisasi rutin, program imunisasi juga melaksanakan imunisasi


tambahan seperti Bulan Imunisasi Anak Sekolah (BIAS) DT, Campak yang diberikan
pada semua anak usia kelas I Sekolah Dasar sederajat, sedangkan BIAS TT
diberikan pada semua anak usia kelas II dan III Sekolah Dasar sederajat, dan Pekan
Imunisasi Nasional (PIN).
BIAS, hasil pelaksanaan BIAS tahun 2005 di Kota Semarang meliputi
BIAS Campak dan BIAS DT dan TT. BIAS Campak dilaksanakan pada bulan
Agustus dengan hasil sebanyak 24.459 (95,89%) telah memenuhi target minimal
yaitu 85%. BIAS DT dan TT dilaksanakan pada bulan Nopember 2005 dengan hasil :
kelas I 24.968 siswa (97,89%); kelas II 24.809 siswa (98,37%); kelas III 24.132 siswa
(96,87%) dimana seluruhnya juga telah memenuhi target yang ditentukan sebesar
95%.
PIN, Dalam mewujudkan upaya pembasmian (eradikasi) Polio pada tahun
2008, Indonesia dengan dukungan WHO melaksanakan berbagai kegiatan salah
satunya berupa Pekan Imunisasi Polio (PIN). Selain itu hal ini juga dilatarbelakangi
ditemukannya kasus KLB Polio di Indonesia pada tahun 2005 di beberapa daerah.
Untuk mengatasi hal tersebut maka dilaksanakan PIN pada tahun 2005 selama 3
putaran yaitu 30 Agustus 2005, tanggal 27 September 2005 dan 30 Nopember 2005
dengan hasil sebagai berikut :
Tabel l : Hasil Cakupan Program PIN Kota Semarang Thn. 2005
Putaran Sasaran Diimunisasi %
I 122.237 125.068 102,30
II 128.969 130.388 101,10
III 129.638 132.949 102,50

4.4.1.4 Pelayanan Kesehatan Pra Usia Lanjut (Usila) dan Usia Lanjut
Pelayanan kesehatan pra usila dan usila yang dimaksudkan adalah
penduduk usia 45 tahun ke atas yang mendapatkan pelayanan kesehatan sesuai

Profil Kesehatan Kota Semarang Tahun 2005


55

standar oleh tenaga kesehatan baik di puskesmas maupun di Posyandu Kelompok


Usia Lanjut. Hasil kegiatan pelayanan kesehatan Pra Usila dan Usila di Kota
Semarang pada tahun 2005 sebesar 19.321 (41,61%) terdiri atas pra usila (45 – 59
thn) sebanyak 9.665 (39,99%) dan Usila (≥ 60 thn) sebanyak 9.656 (43,39%).
Apabila dibandingkan dengan target SPM Tahun 2005 (20%) maka cakupan
pelayanan kesehatan pada Pra Usila dan Usila di Kota Semarang sudah bisa
melampaui target tersebut.

4.4.1.5 Keluarga Berencana


Salah satu program pemerintah dalam upaya mengendalikan jumlah
kelahiran dan mewujudkan keluarga kecil yang sehat dan sejahtera yaitu melalui
konsep pengaturan jarak kelahiran dengan program Keluarga Berencana (KB).
1. Jumlah Pasangan Usia Subur (PUS)
Pada tahun 2005, jumlah PUS yang ada sebanyak 232.386. Yang menjadi
peserta KB sebanyak 216.965 (93,36%). Sedang jumlah peserta KB aktif yang
telah dibina sebesar 183.154 (78,81%)

2. Peserta KB Baru
Dari 33.811 peserta KB Baru (14,55%), secara rinci mix kontrasepsi yang
digunakan adalah sebagai berikut :
- Suntik : 54,71% Grafik Persentase Pemakaian Kontrasepsi
Peserta KB Baru di Kota Semarang Tahun
- Pil : 14,85% 2005

Implant
- Kondom : 5,85% 7% MOP/MOW
5%
IUD
- IUD : 8,21% 9%

- Implant : 7,02% Kondom,


6%
Suntik
57%

- MOP/MOW : 4,68% Pil


16%

3. Peserta KB Aktif
Hasil pembinaan peserta KB Aktif selam tahun 2005 sebesar 183.154 (78,81%)
dengan mix kontrasepsi sebagai berikut :
- Suntik : 61,06% Grafik Persentase Pemakaian Kontrasepsi Peserta
KB Aktif di Kota Semarang Tahun 2005
- Pil : 18,88% IUD
Implant MOP/MOW
4%
- IUD : 4,91% Kondom,
7% 2%

5%
- Implant : 3,82%
- Kondom : 7,15% Pil
Suntik
63%
19%

Profil Kesehatan Kota Semarang Tahun 2005


56

- MOP/MOW : 2,09%

Dari keseluruhan peserta KB baru selama tahun 2005, pemakaian


kontrasepsi suntik merupakan yang tertinggi karena sifatnya yang praktis dan
juga cepat dalam mendapatkan pelayanannya. Apabila dibandingkan dengan
data tahun 2004, kontrasepsi suntik masih menduduki peringkat teratas,
sedangkan kontrasepsi pria merupakan yang paling sedikit digunakan yaitu
kondom dan MOP. Hal ini disebabkan banyak suami menganggap bahwa istri
saja yang mempunyai kewajiban untuk menggunakan kontrasepsi sebagai upaya
pengaturan kelahiran.

Grafik 9. Jumlah PUS dan Peserta KB Aktif Kota Semarang


Tahun 2005

30000

25000

20000
Cakupan

Jumlah PUS
15000
KB aktif
10000

5000

0
Semarang Utara

Banyumanik
Gayamsari
Semarang Sltn
Semarang Brt
Semarang Tmr

Gajahmungkur
Semarang Tgh

Tembalang

Ngalian
Candisari

Pedurungan

Mijen
Genuk

Gunungpati

Tugu

Kecamatan

Profil Kesehatan Kota Semarang Tahun 2005


57

4.4.1.6 Kesehatan Kerja dan Kesehatan Institusi


a. Pelayanan Kesehatan Pekerja
Pelayanan kesehatan pada pekerja merupakan upaya untuk
pemeliharaan kesehatan yang dapat mendukung peningkatan produktivitas
pekerja, dimana biasanya pelayanan kesehatan dilaksanakan secara
bertahap yaitu berupa pemeriksaan awal bagi calon pekerja, pemeriksaan
berkala dan pemeriksaan pada akhir masa kerja. Hal ini dimaksudkan agar
kesehatan pekerja senantiasa terpelihara mulai awal bekerja hingga nanti
pada akhir masa kerjanya sehingga dapat terhindar dari resiko penyakit
akibat kerja (PAK). Umumnya pembinaan dan pelayanan kesehatan pada
pekerja khususnya pekerja formal dilaksanakan oleh klinik perusahaan atau
bekerja sama dengan sarana pelayanan kesehatan yang ada (Puskesmas,
Rumah Sakit). Sedangkan untuk pekerja sektor informal masih belum banyak
mendapatkan perhatian terutama dalam hal pelayanan kesehatan karena
umumnya mereka bekerja secara mandiri diluar tanggung jawab suatu
perusahaan/instansi. Apabila dibandingkan prosentase jumlah pekerja, maka
sektor informal merupakan bagian terbesar dari angkatan kerja. Selama ini
mereka hanya memperoleh pelayanan kesehatan secara umum, namun
belum dikaitkan dengan pekerjaannya.
Cakupan pelayanan kesehatan pekerja pada industri formal di Kota
Semarang pada tahun 2005 sebanyak 247.968 orang (100%). Jumlah ini
diperoleh dari pekerja sektor informal yang datang untuk mendapatkan
pelayanan kesehatan di puskesmas maupun rumah sakit dengan fasilitas
asuransi berupa ASKES maupun Jamsostek.
Sedangkan untuk pelayanan kesehatan pada pekerja sektor informal
dari 1.153 pekerja yang terdata, baru 373 (32,35%) yang mendapatkan
pelayanan kesehatan. Hal ini disebabkan umumnya pekerja informal tidak
berada dalam tanggung jawab suatu badan/instansi sehingga sulit untuk
dilakukan pengawasan dan pembinaannya.

b. P3 NAPZA
Berdasarkan data laporan puskesmas, kegiatan penyuluhan,
pencegahan dan penanggulangan dan penyalahgunaan NAPZA tahun 2005,
sasarannya tidak hanya pada sekolah dan masyarakat saja melainkan juga
pada masyarakat umum. Cakupan pelayanan NAPZA pada tahun 2005

Profil Kesehatan Kota Semarang Tahun 2005


58

berupa kegiatan penyuluhan NAPZA oleh tenaga kesehatan baru mencapai


511 kegiatan (1,83%) dari 27.891 seluruh kegiatan penyuluhan. Apabila
dibandingkan dengan target Kota Semarang (20%), angka ini masih jauh
berada di bawah target tersebut. Kondisi ini dapat disebabkan karena pada
sebagian besar puskesmas kegiatan penyuluhan NAPZA yang dilaporkan
yang hanya dilaksanakan pada forum resmi dengan sasaran anak
sekolah/remaja saja sedangkan yang sifatnya non formal pada masyarakat
yang berkunjung di puskesmas belum dilaporkan secara lengkap. Masih
terdapat 2 (dua) puskesmas yang belum melaporkan data kegiatan
penyuluhan NAPZA yaitu Puskesmas Rowosari dan Puskesmas Candilama.

c. Pelayanan Kesehatan Anak Usia Sekolah


Pelayanan Kesehatan Anak Sekolah yaitu pemeriksaan kesehatan
siswa yang diperiksa kesehatannya oleh tenaga kesehatan atau tenaga
terlatih (guru UKS/dokter kecil) melalui penjaringan kesehatan, paling sedikit
2 kali. Pemeriksaan kesehatan pada anak sekolah meliputi pemeriksaan
umum seperti : TB, BB, kulit, ketajaman mata, pendengaran, gigi dan mulut).
Hasil cakupan pelayanan kesehatan pada anak sekolah pada tahun 2005 di
Kota Semarang meliputi : Siswa SD/MI sebanyak 22.593 (16,30%) ; Siswa
SLTP dan SLTA sebanyak 11.573 (16,21%). Apabila dibandingkan dengan
target SPM tahun 2005 Propinsi Jawa Tengah (75%), maka cakupan
pelayanan tersebut masih rendah. Hal ini dapat disebabkan karena partisipasi
dari Guru UKS dan kader kesehatan (dokter kecil) masih belum optimal
dalam pelayanan kesehatan di sekolah dan tenaga kesehatan yang ada juga
masih belum berperan secara aktif dalam upaya pembina Usaha Kesehatan
Sekolah oleh karena keterbatasan sumber daya yang ada (tenaga, sarana
dan dana).
Sedangkan pelayanan kesehatan pada remaja yang dimaksud adalah
pemeriksaan kesehatan siswa kelas 1 SLTP dan setingkat, kelas 1
SMU/SMK dan setingkat oelh tenaga kesehatan atau tenaga terlatih (guru
UKS/kader kesehatan sekolah). Cakupan pelayanan kesehatan remaja pada
tahun 2005 yaitu sebesar 57.744 siswa (23,91%), dimana angka ini sudah
mencapai target SPM tahun 2005 sebesar 15%.

Profil Kesehatan Kota Semarang Tahun 2005


59

4.4.2 Upaya Kesehatan Rujukan


Rumah Sakit di Kota Semarang terdiri atas Rumah Sakit Umum dan
Rumah Sakit Khusus. Rumah Sakit Umum terbagi atas Rumah Sakit Umum
Pemerintah sejumlah 3 buah yaitu 1 buah Rumah Sakit milik Pemerintah Kota (RSU
Kota Semarang), 1 buah Rumah Sakit milik Pemerintah Propinsi Jawa Tengah (RSU
Tugu) dan 1 buah Rumah Sakit milik Pemerintah Pusat (RSU dr. Karyadi); Rumah
Sakit Umum TNI/POLRI ada 3 buah, dan Rumah Sakit Umum Swasta sebanyak 8
buah. Sedangkan Rumah Sakit Khusus terdiri dari 1 buah RS Khusus milik
Pemerintah Propinsi dan 9 buah RS Khusus milik swasta.

Bed Occupation Rate (BOR), standar yang ideal untuk suatu Rumah
Sakit adalah antara 60% s.d 80%. Manfaat Angka Penggunaan Tempat Tidur (BOR )
adalah untuk mengetahui tingkat pemanfaatan tempat tidur Rumah Sakit. Prosentase
BOR yang digunakan pada penderita Rawat Inap di Rumah Sakit se- Kota Semarang
pada tahun 2005 sebesar 77,30 dengan jumlah tempat tidur sebanyak 3.434 buah.
Apabila dibandingkan dengan BOR tahun 2004 sebesar 51,40 , maka terdapat
peningkatan penggunaan tempat tidur di RS, dan angka ini sudah dapat mencapai
standar yang ideal untuk Rumah Sakit.

Length Of Stay ( LOS) adalah rata-rata dalam 1 (satu) tempat tidur


dihuni oleh 1 (satu) penderita rawat inap yang dihitung dalam hari dengan standar
ideal antara 6 – 9 hari. Manfaat LOS adalah untuk mengukur efisiensi pelayanan
Rumah Sakit, dan untuk mengukur mutu pelayanan Rumah Sakit. Pencapaian LOS
RS tahun 2005 mengalami peningkatan apabila dibandingkan dengan tahun 2004
(LOS = 5,80) menjadi 7,40. Pencapaian ini menunjukkan penggunaan tempat tidur di
RS sudah mencapai standar yang ditetapkan. RS yang nilai LOS 1-5 hari sebanyak
14 RS, 5 RS memiliki nilai LOS 6 – 9 hari dan 1 RS dengan LOS lebih dari 10 hari.

Turn of Interval (TOI) adalah rata-rata tempat tidur tidak ditempati


dengan standar ideal antara 1 – 3 hari. TOI untuk Kota Semarang pada tahun 2005
sebesar 2,2 dimana angka ini sudah sesuai dengan standar yang ditetapkan. Secara
umum TOI baik Rumah Sakit Umum maupun Rumah Sakit Khusus masih berada
dalam standar yaitu masing-masing 3,4 dan 3,5. Hal ini dapat menggambarkan
bahwa pemakaian tempat tidur di Rumah Sakit sudah optimal.

Profil Kesehatan Kota Semarang Tahun 2005


60

Gross Death Rate (GDR), adalah angka kematian untuk tiap-tiap 1000
penderita keluar maksimum adalah 45. Manfaat GDR (Gross Death Rate) untuk
mengetahui mutu pelayanan / perawatan Rumah Sakit. Angka ini bisa untuk menilai
mutu pelayanan jika angka kematian kurang dari 48 jam rendah. GDR Kota
Semarang pada tahun 2005 sebesar 3,8 meningkat dari tahun 2004 yang mencapai
3,5.

Neath Death Rate (NDR), manfaat NDR adalah untuk mengetahui mutu
pelayanan / perawatan Rumah Sakit. Semakin rendah NDR suatu Rumah Sakit,
berarti bahwa mutu pelayanan / perawatan Rumah Sakit makin baik. NDR yang
masih dapat ditolerir adalah kurang dari 25 per 1000 penderita keluar. Pencapaian
NDR di Kota Semarang pada tahun 2005 sebesar 2,00, meningkat dari tahun 2004
yang hanya 1,90, sehingga secara keseluruhan pelayanan rumah sakit di Kota
Semarang telah baik.

4.4.3 Upaya Kesehatan Khusus


4.4.3.1 Sarana Kesehatan dengan Kemampuan Gawat Darurat
Sarana kesehatan dengan kemampuan gawat darurat yang dapat diakses
oleh masyarakat di Kota Semarang pada tahun 2005 sebanyak 61 sarana kesehatan
(57,38%) yaitu 14 Rumah Sakit Umum (100%), 1 RS Jiwa (100%), 9 RS Khusus
(100%) dan 10 puskesmas (27,03%). Data selengkapnya dapat dilihat pada tabel
spm 11. Apabila dibandingkan dengan target SPM 2005 (40%), maka jumlah ini
sudah mencapai target tersebut.

4.4.3.2 Pelayanan Kesehatan Jiwa


Selain menyelenggarakan pelayanan kesehatan secara umum, sarana
kesehatan yang ada juga memberikan pelayanan terhadap kesehatan jiwa. Target
pelayanan kesehatan jiwa pada tahun 2005 yaitu 3% dari kunjungan kasus di sarana
kesehatan. Pelayanan kesehatan jiwa di puskesmas se-Kota Semarang pada tahun
2005 menunjukkan pencapaian sebesar 0,25%. Sedangkan untuk pelayanan
kesehatan jiwa di Rumah Sakit telah mencapai 2,42%. Pelayanan kesehatan jiwa di
Kota Semarang pada umumnya masih belum memenuhi target yang telah
ditetapkan, hal ini disebabkan beberapa faktor diantaranya yaitu :

Profil Kesehatan Kota Semarang Tahun 2005


61

• Pelayanan kesehatan di sarana kesehatan masih diutamakan pada pelayanan


kesehatan fisik (diagnosis fisik) karena kesehatan jiwa belum dianggap sebagai
program yang penting
• Keterbatasan dokter spesialis kesehatan jiwa di sarana kesehatan umum
• Sistem pencatatan dan pelaporan pelayanan kesehatan jiwa belum berjalan
dengan optimal
• Konseling di sarana kesehatan masih terbatas pada kesehatan fisik

Untuk itu perlu adanya upaya untuk mengatasi permasalahan tersebut


yaitu melalui : peningkatan kemampuan dokter dan tenaga medis dalam pelayanan
kesehatan jiwa dalam bentuk pelatihan dan refreshing, perbaikan sistem pencatatan
dan pelaporan serta monitoring dan evaluasi program kesehatan jiwa serta
diperlukan adanya klinik kesehatan jiwa di sarana kesehatan (Rumah Sakit Umum).

4.4.3.3 Pelayanan Kesehatan Gigi dan Mulut


Kegiatan pelayanan kesehatan gigi dan mulut yang dilaksanakan di
puskesmas pada tahun 2005 yaitu tumpatan gigi tetap sebanyak 4.559 dengan rata-
rata per bulan sebesar 380 tindakan dan pencabutan gigi tetap sebanyak 9.577
dengan rata-rata per bulan sebesar 798, dengan rasio untuk tambal dibandingkan
pencabutan gigi sebesar 0,48. Di dalam pelayanan UKGS di sekolah dasar,
dilaksanakan pemeriksaan kesehatan gigi pada 33.229 siswa (21,96%), terdapat
5.493 siswa perlu perawatan dan yang telah mendapatkan perawatan sebanyak
3.439 siswa (62,61%).
Apabila dibandingkan dengan target tahun 2005 perbandingan tumpatan
dan pencabutan gigi tetap minimal > 1, maka pencapaian pelayanan kesehatan gigi
dan mulut belum mencapai target. Hal ini disebabkan kesehatan gigi dan mulut
masih belum menjadi alasan penting masyarakat untuk menadapatkan pelayanan
kesehatan. Selain itu pencatatan dan pelaporan pelayanan kesehatan gigi dan mulut
masih belum terlaksana dengan baik sehingga sering terjadi keterlambatan dalam
pelaporannya. Untuk itu perlu adanya peningkatan pelayanan kesehatan gigi mulut
khususnya pada upaya kesehatan secara promotif dan preventif, peningkatan
kemampuan tenaga kesehatan serta peningkatan kualitas pencatatan dan pelaporan
yang ada.

Profil Kesehatan Kota Semarang Tahun 2005


62

4.4.3.4 Pelayanan Transfusi Darah


Target kegiatan pelayanan transfusi darah dalam hal pemenuhan
kebutuhan permintaan darah pada tahun 2005 yaitu 90%. Hasil kegiatan pelayanan
transfusi darah di Kota Semarang sebesar 99,49% (64.323 kantong darah) dari
kebutuhan 64.652 kantong darah. Jumlah ini sudah memenuhi target yang telah
ditetapkan, karena ketersediaan darah di Unit Transfusi Darah di Kota Semarang
selalu diusahakan mencukupi kebutuhan yaitu melalui kegiatan rutin donor darah
oelh masyarakat.

4.5. SUMBER DAYA KESEHATAN


4.5.1. Tenaga Kesehatan
Penyelenggaraan upaya kesehatan tidak akan berjalan dengan baik jika tidak
didukung oleh ketersediaan sumber daya manusia yang berkualitas. Sesuai dengan
Visi Dinas Kesehatan Kota Semarang yaitu “Terwujudnya Masyarakat Kota
Metropolitan yang Sehat Didukung dengan Profesionalisme dan Kinerja yang
Tinggi” maka diperlukan peningkatan kuantitas dan kualitas sumber daya manusia
(SDM) dibidang kesehatan, yang diharapkan mampu bekerja secara profesional dan
selalu berusaha untuk mengembangkan kemampuannya dalam rangka mewujudkan
pelayanan kesehatan yang optimal pada masyarakat.
Informasi tenaga kesehatan diperlukan bagi perencanaan dan pengadaan
tenaga serta pengelolaan kepegawaian. Kesulitan memperoleh data ketenagaan
yang mutakhir disebabkan antara lain karena sifat data ketenagaan yang selalu
berubah terus-menerus sehingga sistem pencatatan dan pelaporan belum dapat
ditampilkan secara lengkap, akurat dan sistematis. Sebagai gambaran hasil
pendataan tenaga kesehatan melalui Profil Kesehatan Kota Semarang Tahun 2005
yang berada di puskesmas, Rumah Sakit, dan Dinas Kesehatan Kota Semarang
sebagai berikut:

Profil Kesehatan Kota Semarang Tahun 2005


63

Tabel m : Data Tenaga Kesehatan di Kota Semarang Tahun 2005


Jenis Tenaga Unit Kerja Pemerintah (Pemda) Swasta
No
Kesehatan DKK Puskesmas RSU/RS RSB IPF Institusi Jumlah Jumlah Jumlah
Unit
Khusus Diknakes Pem +
Lainnya /Diktat Swasta
1 Dokter Spesialis 0 0 309 0 0 24 333 544 877
2 Dokter Umum 4 78 72 0 0 71 225 1183 1408
3 Dokter Gigi 5 40 32 0 0 1 78 344 422
4 Perawat 0 119 850 0 0 48 1017 1550 2567
Sarjana
5 Keperawatan 0 0 27 0 0 2 29 13 42
6 Bidan 3 154 193 0 0 28 378 509 887
7 Tenaga Farmasi 3 38 70 0 1 12 124 151 275
Sarjana Farmasi
8 & Apoteker 4 0 18 0 2 34 58 228 286
9 Tenaga Sanitarian 6 36 17 0 0 0 59 9 68
10 Kesehatan Masy. 28 5 35 0 0 27 95 8 103
11 Tenaga Gizi 5 40 51 0 0 12 108 25 133
Tenaga Terapi
12 Fisik 0 0 38 0 0 0 38 23 61
Tenaga
13 Keteknisian Medik 0 40 129 0 0 37 206 160 366
14 Lainnya 1 0 5 0 0 8 14 7 21
Jumlah 59 550 1846 0 3 304 2762 4754 7516

Sumber : Sub Bag Kepegawaian dan Seksi Perijinan Tenaga Kesehatan

Perbandingan Tenaga Kesehatan Berdasar Jenisnya


Tahun 2005

5% 0%
2% 1% 12%
1%1%
4%
4%

18%
12%

1%
6%

33%

Tenaga Sanitarian Dokter Umum Dokter Gigi Perawat

Dokter Spesialis Kesehatan Masyarakat Tenaga Gizi Tenaga Terapi Fisik


Sarjana Keperawatan Bidan
Tenaga Farmasi Sarjana Farmasi & Apoteker
Tenaga Keteknisian Medik Lainnya

Profil Kesehatan Kota Semarang Tahun 2005


64

Dari Tabel di atas dapat diketahui bahwa jumlah tenaga kesehatan di Kota
Semarang berdasarkan data dari bagian kepegawaian DKK, Sie Perijinan Tenaga
Kesehatan dan Laporan Ketenagaan Rumah Sakit se Kota Semarang sebanyak
7.516 orang.
Rasio tenaga kesehatan Kota Semarang (puskesmas, Rumah Sakit dan Dinas
Kesehatan Kota Semarang) dibandingkan dengan jumlah penduduk kota Semarang
tahun 2005 dapat diperoleh data sebagai berikut:
a. jumlah tenaga medis sebesar 190,95 per 100.000 penduduk
b. jumlah perawat sebesar 184,04 per 100.000 penduduk
c. jumlah bidan sebesar 62,57 per 100.000 penduduk
d. jumlah tenaga farmasi sebesar 39,36 per 100.000 penduduk
e. jumlah tenaga gizi sebesar 9,38 per 100.000 penduduk
f. jumlah tenaga kesehatan masyarakat sebesar 7,26 per 100.000 penduduk
g. jumlah tenaga sanitasi sebesar 4,80 per 100.000 penduduk
h. jumlah tenaga teknisi medis sebesar 30, 52 per 100.000 penduduk
Data secara lengkap dapat dilihat pada tabel 27 – tabel 32.

4.5.2. Anggaran Kesehatan


Alokasi anggaran kesehatan untuk Kota Semarang pada tahun 2005 sebesar
Rp. 23.352.201.350,- atau meningkat 1,03 % dari tahun 2004 yaitu sebesar Rp.
22.666.624.500,-. Alokasi dana ini terbagi atas: sumber APBD Kota Semarang
sebesar Rp.21.866.344.000,- (93,64%); sumber APBD Propinsi Rp. 39.967.350,-
(0,94%); sumber APBN sebesar Rp. 39.967.350,- (0,17%) dan pinjaman/hibah luar
negeri sebesar Rp. 1.225.850.000,- (5,25%).
Namun demikian alokasi anggaran kesehatan tersebut hanya sebesar 2,81% dari
total APBD Kota Semarang sebesar Rp. 778.150.824.000,-. Data secara lengkap
dapat dilihat pada tabel 34.

Profil Kesehatan Kota Semarang Tahun 2005


65

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Berbagai upaya yang telah dilaksanakan dalam pembangunan
kesehatan, antara lain upaya peningkatan dan perbaikan terhadap derajat
kesehatan masyarakat, upaya pelayanan kesehatan, sarana kesehatan dan
sumber daya kesehatan. Hasil-hasil kegiatan pembangunan kesehatan di 16
kecamatan di Kota Semarang selama periode 1 (satu) tahun tergambar dalam
Profil Kesehatan Kota Semarang tahun 2005.
Secara umum upaya-upaya yang telah dilakukan dalam
pembangunan kesehatan telah menunjukkan hasil yang cukup baik, namun
masih ada beberapa program kesehatan yang belum mencapai hasil yang
optimal. Keberhasilan maupun kekurangan dalam pencapaian upaya-upaya
pembangunan kesehatan di Kota Semarang selama tahun 2005 adalah
sebagai berikut :
a. Jumlah kematian bayi di Kota Semarang pada tahun 2005 berdasarkan
laporan puskesmas (SP3) sebesar 97 bayi (untuk kematian perinatal dan
neonatal). Sedangkan untuk jumlah kematian Balita pada tahun 2005
sebanyak 25 anak dari 113.210 balita yang ada.
b. Jumlah Kematian Ibu Maternal pada tahun 2005 mengalami peningkatan
dari tahun 2004 yaitu 5 orang menjadi 11 orang (dari 27.621 KH) , tetapi
lebih rendah dari AKI SDKI 2002/2003 sebesar 307/100.000 KH.
c. Angka kesakitan Demam Berdarah Dengue (DBD) pada tahun 2004
mencapai 2.271 kasus meningkat dari tahun sebelumnya yang hanya 1.621
kasus. Jumlah kematian akibat Penyakit DBD sebanyak 38 orang.
Peningkatan kasus DBD disebabkan oleh angka bebas jentik dan peran
serta masyarakat yang masih rendah dalam upaya pencegahan dan
pemberantasan penyakit DBD.
d. Berdasarkan laporan Sistem Pencatatan dan Pelaporan Puskesmas (SP3),
jumlah kasus malaria klinis di Kota Semarang mengalami penurunan yaitu
dari 294 kasus pada tahun 2004 menjadi 62 kasus pada tahun 2005.
e. Berdasarkan data laporan triwulan (Puskesmas, BP4 dan Rumah Sakit)
penemuan penderita baru BTA (+) dari tahun 2004 ke tahun 2005
mengalami peningkatan yaitu dari 558 menjadi 812 kasus

Profil Kesehatan Kota Semarang Tahun 2005


66

f. Penderita diare tahun 2005 menurut golongan umur < 5 tahun sebanyak
10.501 dan golongan umur > 5 tahun sebanyak 14.976 penderita. Apabila
dibandingkan dengan jumlah sasaran 53.161 penderita dan target Standar
Pelayanan Minimal (75%), cakupan penemuan penderita diare di Kota
Semarang belum memenuhi target (47,92%).
g. Penderita Pneumonia yang dilaporkan di Kota Semarang pada tahun 2005
mengalami peningkatan apabila dibandingkan tahun 2004 yaitu dari 1.546
balita menjadi 1.636 balita. Dari segi cakupan pelayanan dan penanganan
terhadap penderita juga terdapat peningkatan dari tahun sebelumnya
menjadi 16,80% (tahun 2004 : 11,05%)
h. Penderita Kusta di Kota Semarang yang dilaporkan dari 16 kecamatan
sebanyak pada tahun 2005 mengalami peningkatan dari 12 orang pada
tahun 2004 menjadi 20 orang yaitu terdiri dari penderita Kusta tipe MB = 16
orang dan PB = 4 orang. Prevalensi kusta tahun 2005 sebesar 0,15% per
10.000 penduduk, mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya yang
hanya mencapai 0,06 per 10.000 penduduk.
i. Berdasarkan laporan dari puskesmas pada tahun 2005 didapatkan penyakit
infeksi menular seksual sebesar 113 kasus. Sedangkan data cakupan IMS
dari Rumah Sakit pada tahun 2005 didapatkan 187 kasus. Sedangkan
jumlah kasus HIV yang ditemukan tahun 2005 sebagian besar didapat dari
hasil skrining sero survei pada kelompok perilaku resiko tinggi sebanyak
773 orang (Wanita Penjaja Seks (WPS) langsung 520 orang, WPS tidak
langsung 97 orang, Napi 129 orang, IDU 20 orang) dan laporan rumah
sakit. Dari survei tersebut ditemukan kasus HIV sebanyak 75 orang : 50
orang dari hasil VCT, 23 orang dari hasil sero survei dan 2 orang dari
laporan Rumah Sakit.
j. Kasus AFP yang ditemukan di Kota Semarang tahun 2005 sebanyak 9
kasus (target = 4 kasus), meningkat dari tahun sebelumnya yang hanya 6
kasus, terbanyak pada golongan umur 5 -14 thn sebanyak 6 kasus, 1-4 thn
sebanyak 3 kasus sehingga untuk tahun 2005 diperoleh AFP rate sebesar
2,25 per 100.000 (target ≥ 1/100.000 penduduk)
k. Jumlah kasus penyakit menular yang dapat dicegah dengan imunisasi
tertinggi yaitu Campak 115 kasus, dan Difteri 24 kasus, sedangkan untuk
penyakit lainnya seperti Pertusis, Tetanus, Tetanus Neonatorum dan Polio
di Kota Semarang Tahun 2005 tidak ditemukan adanya kasus kematian.

Profil Kesehatan Kota Semarang Tahun 2005


67

l. Data kasus penyakit tidak menular tahun 2005 di Kota Semarang : Kasus
penyakit kanker yang ditemukan sebanyak 2.067 kasus ( Kanker Payudara
710 kasus, Kanker Serviks 708 kasus, Kanker Hepar 141 kasus, Kanker
Paru 92 kasus dan kanker lainnya 420 kasus ) ; Diabetes Mellitus sebanyak
18.129 kasus ; kejadian gangguan mental sebanyak 859 kasus ( 342 kasus
gangguan mental di Rumah Sakit dan 517 kasus di Puskesmas ) ; kasus
Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah ( Angina Pektoris 882 kasus, AMI
489 kasus, Hipertensi 7.179 kasus (Rumah Sakit), 33.958 kasus
(Puskesmas), dan Stroke 2.160 kasus )
m. Dilaporkan pada tahun 2005 di Kota Semarang terjadi Kejadian Luar Biasa
(KLB) sebanyak 31 macam kejadian yaitu : Difteri (24 kejadian), Keracunan
Ikan (1 kejadian), Keracunan Makanan (4 kejadian), Campak (1 kejadian),
Gondong/ Parotitis (1 kejadian). Dari semua kasus KLB yang ada, terjadi
kematian akibat KLB Difteri (1 orang) dan Keracunan ikan (1 orang)
n. Pada tahun 2005 di Kota Semarang menunjukkan jumlah Bayi Lahir Hidup
sebanyak 25.109 bayi dan jumlah Balita yang ada (S) sebesar 113.210
anak. Untuk kasus bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) pada
tahun 2005 yaitu sebanyak 196 bayi, meningkat dari tahun sebelumnya
yaitu 134 bayi. Sedangkan jumlah Balita yang datang dan ditimbang (D) di
posyandu dari seluruh balita yang ada (S) yaitu sejumlah 92.673 (81,86%)
dengan rincian jumlah balita yang naik berat badannya sebanyak 73.649
anak (79,47%) dan Bawah Garis Merah (BGM) sebanyak 681 anak
(0,73%).
o. Berdasarkan hasil laporan puskesmas tahun 2005, pemberian ASI Ekslusif
sudah mencapai 31,45% (7.896 bayi dari 25.109 bayi yang ada). Walaupun
begitu jumlah ini masih belum memenuhi target yang ditetapkan dalam
Standar Pelayanan Minimal (SPM) yaitu 80%.
p. Pada tahun 2005 di Kota Semarang dari 346.687 rumah tangga, baru
97.444 (28,10%) rumah tangga yang diperiksa dengan hasil yang telah
berperilaku hidup bersih dan sehat sebanyak 76,13% terdiri atas strata
utama 61.575 RT (63,19%) strata paripurna 12.607 RT (12,94%).
q. Pada tahun 2005 Posyandu yang ada di Kota Semarang berjumlah 1.417
buah, terdiri dari 598 posyandu purnama (42,20%) dan 297 posyandu
mandiri (20,96%) sehingga jumlah total posyandu yang tergolong purnama
dan mandiri adalah 895 posyandu (63,16%)

Profil Kesehatan Kota Semarang Tahun 2005


68

r. Berdasarkan laporan puskesmas, jumlah penduduk yang tercakup dalam


dalam berbagai JPK (Jaminan Pemeliharaan Kesehatan) sebesar 292.691
jiwa (25,49%) dari total jumlah penduduk , dengan perincian :
• Peserta ASKES : 153.991 jiwa (10,86%)
• Peserta BAPEL : 4.124 jiwa (0,29%)
• Peserta Dana Sehat : 134.576 jiwa (9,49%)
s. Di Kota Semarang sampai dengan tahun 2005 terdapat 271.246
masyarakat miskin dan yang memiliki kartu sehat baru mencapai 94.230
jiwa (34,74%). Jumlah ini merupakan kuota dari Departemen Kesehatan
yang jumlahnya memang relatif terbatas karena keterbatasan dalam alokasi
dana program
t. Kota Semarang pada tahun 2005 jumlah rumah yang ada sebanyak
294.808 buah, sedangkan kategori rumah yang memenuhi syarat
kesehatan sebanyak 18.071 rumah (79,01%) dari 22.804 rumah yang
dilakukan pemeriksaan.
u. Pada tahun 2005, tempat umum yang ada di Kota Semarang (tidak
termasuk TUPM) sejumlah 2.530 buah dan yang dilakukan pemeriksaan
sebesar 2.086 buah. Hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa baru 1.589
tempat umum yang memenuhi syarat kesehatan.
v. Keluarga dengan kepemilikan sarana sanitasi dasar yaitu : persediaan air
bersih sebanyak 321.790 KK (92,61%) dari 347.473 KK yang diperiksa ;
jamban keluarga sebanyak 234.598 KK (82,12%) dari 286.947 KK yang
diperiksa; Pengelolaan limbah di rumah tangga yang yang memenuhi syarat
kesehatan sebanyak 462.122 KK (70%) dari 628.925 KK yang diperiksa;
w. Sarana kesehatan dasar yang ada di Kota Semarang pada tahun 2005
terdiri dari : 14 Rumah Sakit Umum, 1 Rumah Sakit Jiwa, 4 Rumah Sakit
Bersalin, 4 Rumah Sakit Ibu dan Anak, 37 Puskesmas (11 Puskesmas
Perawatan dan 26 Puskesmas Non Perawatan), 33 Puskesmas Pembantu,
37 Puskesmas Keliling, 229 Balai Pengobatan/Klinik 24 Jam, 261 Apotek,
67 Toko Obat, 13 praktek dokter bersama spesialis dan 1.415 praktek
dokter perorangan
x. Pada tahun 2005 di Kota Semarang jumlah penduduk yang memanfaatkan
pelayanan kesehatan di Puskesmas baik rawat jalan maupun rawat inap
sebanyak 63.677 per 100.000 penduduk. Sedangkan pemanfaatan
pelayanan kesehatan di Rumah Sakit (rawat jalan dan rawat inap) yaitu

Profil Kesehatan Kota Semarang Tahun 2005


69

sebanyak 62.992 per 100.000 penduduk. Cakupan pelayanan kesehatan di


puskesmas pada tahun 2005 terdiri atas cakupan kunjungan rawat jalan
sebesar 63,34 % dan cakupan kunjungan rawat inap sebesar 0,26.
Sedangkan untuk cakupan rawat jalan di Rumah Sakit yaitu sebesar 55,85
% dan cakupan rawat inap sebesar 7,16 %.
y. Pelayanan kesehatan Ibu dan Anak :
• Cakupan kunjungan ibu hamil K4 Kota Semarang pada tahun 2005
adalah 89,32%
• Cakupan pemberian tablet (Fe)1 sebanyak 25.030 bumil (90,60%)
dan cakupan untuk tablet (Fe)3 sebanyak 21.908 bumil (79,30%)
• Pemberian imunisasi TT1 pada ibu hamil di Kota Semarang tahun
2005 sebesar 22.810 bumil (82,60%) dan imunisasi TT2 sebesar
20.895 (72,71%)
• Jumlah persalinan dengan pertolongan tenaga kesehatan di Kota
Semarang pada tahun 2005 sebesar 23.809 (80,77%) dari jumlah
perkiraan persalinan yaitu 26.365 kelahiran
• Cakupan kunjungan neonatus tingkat Kota Semarang Tahun 2005
sebesar 90,74%
• Hasil cakupan kunjungan bayi di Kota Semarang pada tahun 2005
mencapai 85,54%
• Hasil cakupan deteksi dini tumbuh kembang anak balita dan pra
sekolah di tingkat Kota Semarang pada tahun 2005 yaitu sebesar
52,32%
z. Cakupan bayi yang diimunisasi DPT1 pada tahun 2005 sebesar 93,98%
(target : 95%) dan bayi yang telah memperoleh imunisasi campak sebesar
91,19% (target : 85%) dari sasaran sejumlah 25.109 bayi
å. Hasil kegiatan pelayanan kesehatan Pra Usila dan Usila di Kota Semarang
pada tahun 2005 sebesar 19.321 (41,61%) terdiri atas pra usila (45 – 59
thn) sebanyak 9.665 (39,99%) dan Usila (≥ 60 thn) sebanyak 9.656
(43,39%)
ä. Jumlah Pasangan Usia Subur (PUS) di Kota Semarang pada tahun 2005
sebanyak 232.386 orang, dengan jumlah peserta KB baru 33.831 (14,55%)
dan peserta KB aktif 183.154 orang (78,81%)
ö. Cakupan pelayanan kesehatan pekerja pada industri formal di Kota
Semarang pada tahun 2005 sebanyak 247.968 orang (100%). Sedangkan

Profil Kesehatan Kota Semarang Tahun 2005


70

untuk pelayanan kesehatan pada pekerja sektor informal dari 1.153 pekerja
yang terdata, baru 373 (32,35%) yang mendapatkan pelayanan kesehatan
aa. Cakupan pelayanan NAPZA pada tahun 2005 berupa kegiatan penyuluhan
NAPZA oleh tenaga kesehatan baru mencapai 511 kegiatan (1,83%) dari
27.891 seluruh kegiatan penyuluhan
bb. Hasil cakupan pelayanan kesehatan pada anak sekolah pada tahun 2005 di
Kota Semarang meliputi : Siswa SD/MI sebanyak 22.593 (16,30%) ; Siswa
SLTP dan SLTA sebanyak 11.573 (16,21%)
cc. Pencapaian hasil kinerja Rumah Sakit di Kota Semarang meliputi : BOR
(77,30) ; LOS (7,40) ;TOI (2,2) ; GDR (3,8) ; NDR (2,00).
dd. Pelayanan kesehatan jiwa di puskesmas se-Kota Semarang pada tahun
2005 menunjukkan pencapaian sebesar 0,25%. Sedangkan untuk
pelayanan kesehatan jiwa di Rumah Sakit telah mencapai 2,42%.
ee. Kegiatan pelayanan kesehatan gigi dan mulut yang dilaksanakan di
puskesmas pada tahun 2005 yaitu tumpatan gigi tetap sebanyak 4.559
dengan rata-rata per bulan sebesar 380 tindakan dan pencabutan gigi tetap
sebanyak 9.577 dengan rata-rata per bulan sebesar 798, dengan rasio
untuk tambal dibandingkan pencabutan gigi sebesar 0,48
ff. Hasil kegiatan pelayanan transfusi darah di Kota Semarang sebesar
99,49% (64.323 kantong darah) dari kebutuhan 64.652 kantong darah
gg. Rasio tenaga kesehatan Kota Semarang (puskesmas, Rumah Sakit dan
Dinas Kesehatan Kota Semarang) dibandingkan dengan jumlah penduduk
kota Semarang tahun 2005 dapat diperoleh data sebagai berikut:
• jumlah tenaga medis sebesar 190,95 per 100.000 penduduk
• jumlah perawat sebesar 184,04 per 100.000 penduduk
• jumlah bidan sebesar 62,57 per 100.000 penduduk
• jumlah tenaga farmasi sebesar 39,36 per 100.000 penduduk
• jumlah tenaga gizi sebesar 9,38 per 100.000 penduduk
• jumlah tenaga kesehatan masyarakat sebesar 7,26 per 100.000
penduduk
• jumlah tenaga sanitasi sebesar 4,80 per 100.000 penduduk
• jumlah tenaga teknisi medis sebesar 30, 52 per 100.000 penduduk
hh. Alokasi anggaran kesehatan untuk Kota Semarang pada tahun 2005
sebesar Rp. 23.352.201.350,- atau meningkat 1,03 % dari tahun 2004 yaitu
sebesar Rp. 22.666.624.500,-.

Profil Kesehatan Kota Semarang Tahun 2005


71

5.2. Saran
a. Masih diperlukan perhatian yang lebih besar pada masalah kesehatan dan
penyakit dalam rangka menuju Kota Semarang Sehat 2010 yaitu :
- Kematian bayi, balita dan ibu melahirkan
- Gizi pada balita, ibu hamil, dan anak sekolah
- Penyakit Demam Berdarah, ISPA, Diare, Pneumonia, AFP dan TB Paru
- Perilaku hidup sehat masyarakat
- Kebersihan Lingkungan

b. Untuk mengetahui perkembangan terhadap permasalahan kesehatan yang


ada di Kota Semarang diperlukan upaya lebih lanjut seperti survei atau
penelitian melalui kerja sama dengan lintas sektor seperti kalangan
akademik maupun LSM.

c. Diperlukan adanya standar data atau pelaporan sehingga data atau


informasi yang ada dapat sinkron dan akurat. Untuk data ketenagaan
kesehatan diperlukan adanya sistem database yang lebih baik dan
terkoordinasi dengan baik antar lintas program maupun lintas sektor.

d. Peningkatan kualitas SDM Kesehatan melalui pendidikan dan pelatihan


yang sesuai dengan kebutuhan untuk mewujudkan SDM kesehatan yang
profesional dalam memberikan pelayanan kesehatan pada masyarakat.

e. Perlunya peningkatan pengetahuan dan kemampuan pengelola data tentang


Profil Kesehatan baik dalam kompilasi, validasi, dan analisa data serta
didukung dengan fasilitas/sarana pengolahan data yang akurat, cepat dan
tepat.

Profil Kesehatan Kota Semarang Tahun 2005

You might also like