Professional Documents
Culture Documents
Jawaban !
1. Diagnosis
a. ACS (Acute Coronary Syndrome) STEMI
Anamnesis
Keluhan pasien dengan iskemia miokard dapat berupa nyeri dada
yang tipikal (angina tipikal) atau atipikal (angina ekuivalen).
Keluhan angina tipikal berupa rasa tertekan/berat daerah
retrosternal, menjalar ke lengan kiri, leher, rahang, area
interskapular, bahu, atau epigastrium. Keluhan ini dapat
berlangsung intermiten/beberapa menit atau persisten (>20
menit). Keluhan angina tipikal sering disertai keluhan penyerta
seperti diaphoresis, mual/muntah, nyeri abdominal, sesak napas,
dan sinkop.
Presentasi angina atipikal yang sering dijumpai antara lain nyeri
di daerah penjalaran angina tipikal, rasa gangguan pencernaan
(indigestion), sesak napas yang tidak dapat diterangkan, atau rasa
lemah mendadak yang sulit diuraikan. Keluhan atipikal ini lebih
sering dijumpai pada pasien usia muda (25-40 tahun) atau usia
lanjut (>75 tahun), wanita, penderita diabetes, gagal ginjal
menahun, atau demensia
Pemeriksaan fisik
Pasien cemas dan tidak bisa beristirahat
Ekstremitas pucat disertai keringat dingin
Infark anterior : hiperaktivitas saraf simpatis (takikardi dan/
hipotensi)
Infark inferior : hiperaktivitas parasimpatis (bradikardi dan/
hipotensi)
Murmur midsistolik atau late sistolik apical yang bersifat
sementara karena disfungsi apparatus katup mitral dan
pericardial friction rub
Peningkatan suhu sampai 38 derajat celcius dapat dijumpai
dalam minggu pertama pasca STEMI
Elektrokardiogram
Pemeriksaan EKG 12 sadapan harus dilakukan pada semua
pasien dengan nyeri dada atau keluhan yang dicurigai STEMI
Pemeriksaan harus dilakukan dalam10 menit sejak
kedatangan di IGD.
Cardiac Marker
Pemeriksaan yang dianjurkan adalah creatinin kinase (CK)MB
dan cardiac specific troponin (cTn)T atau cTn I dan dilakukan
secara serial
CKMB: meningkat setelah 3 jam bila ada infark miokard dan
mencapai puncak dalam 10-24 jam dan kembali normal
dalam 2-4 hari.
cTn: ada 2 jenis cTn T dan I. enzim ini meningkat setelah 2
jam bila ada infark miokard dan mencapai puncak dalam 10-
24 jam dan cTn T masing dapat di deteksi setelah 5-14 hari,
sedangkan cTn I setelah 5-10 hari.
Pemeriksaan enzim jantung yang lain yaitu :
myoglobin : dapat dideteksi satu jam setelah infark dan
mencapai puncak dalam 4-8 jam
CK : meningkat setelah 3-8 jam bila ada infark miokard dan
mencapai puncak dalam 10-36 jam dan kembali normal
dalam 3-4 hari.
LDH : meningkat setelah 24-48 jam bila ada infark miokard,
mencapai puncak 3-6 hari dan kembali normal dalam 8-14
hari.
b. deep vein thrombosis (DVT)
Diagnosis trombosis vena dalam berdasarkan gejala linis saja kurang
sensitif dan kurang spesifik karena banyak kasus trombosis vena yang
besar tidak menimbulkan penyumbatan dan peradangan jaringan
perivaskuler sehingga tidak menimbulkan keluhan dan gejala.
Ada 3 jenis pemeriksaan yang akurat, yang dapat menegakkan
diagnosis trombosis vena dalam, yaitu:
Venografi
Sampai saat ini venografi masih merupakan pemeriksaan standar
untuk trombosis vena. Akan tetapi teknik pemeriksaanya relatif
sulit, mahal dan bisa menimbulkan nyeri dan terbentuk trombosis
baru sehingga tidak menyenangkan penderitanya.
Prinsip pemeriksaan ini adalah menyuntikkan zat kontras ke
dalam di daerah dorsum pedis dan akan kelihatan gambaran
sistem vena di betis, paha, inguinal sampai ke proksimal ke v
iliaca.
Flestimografi impendant
Prinsip pemeriksaan ini adalah mengobservasi perubahan volume
darah pada tungkai. Pemeriksaan ini lebih sensitif pada tombosis
vena femrlis dan iliaca dibandingkan vena di betis
Ultra sonografi (USG) Doppler
Pada akhir abad ini, penggunaan USG berkembang dengan pesat,
sehingga adanya trombosis vena dapat di deteksi dengan USG,
terutama USG Doppler.
Pemeriksaan ini memberikan hasil sensivity 60,6% dan spesifity
93,9%. Metode ini dilakukan terutama pada kasus-kasus
trombosis vena yang berulang, yang sukar di deteksi dengan cara
objektif lain.
Referensi : Sudoyo, dkk. 2014. Buku Ajar penyakit dalam. Edisi 6.
Volume II. Interna publishing; Jakarta
PERKI. 2015. Pedoman Penatalaksanaan Sindroma Koroner
Akut. Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular
Indonesia; Jakarta
Majalah Kedokteran Andalas. 2010. Deep Vein Trombosis.
No.2. Vol.25. Jakarta
2. penatalaksanaan :
a. ACS (STEMI)
Tatalaksana umum
- oksigen, diberikan pada pasien dengan saturasi oksigen
<90%. STEMI tanpa komplikasi bisa diberikan dalam 6 jam
pertama
- Nitrogliserin sublingual dapat diberikan dengan aman dosis
0,4 mg dan dapat diberikan sampai 3 dosis dengan interval 5
menit
- Morfin, untuk mengurangi nyeri dada, diberikan dengan
dosis 2-4 mg dan dapat diulang dengan interval 5-15 menit
sampai dosis total 20 mg.
- Aspirin, absorbsi secara bukkal dengan dosis 160-235 mg
diruang emergensi
- Tindakan reperfusi (mekanik atau farmakologik)
diindikasikan pada pasien dengan nyeri dada infark dengan
durasi kurang atau sama dengan 12 jam pada pasien dengan
elevasi segmen ST lebih dari 0.1mV di dua atau lebih lead
yang berdekatan atau LBBB baru atau diduga baru. Kandidat
reperfusi harus diiden- tifikasi oleh dokter gawat darurat atau
oleh petugas emerjensi untuk menghemat waktu.
b. DVT
Pemberian Heparin standar
Heparin 5000 ini bolus (80 iu/KgBB), bolus dilanjutkan dengan
drips konsitnus 1000 – 1400 iu/jam (18 iu/KgBB), drips
selanjutnya tergantung hasil APTT. 6 jam kemudian di periksa
APTT untuk menentukan dosis dengan target 1,5 – 2,5 kontrol.
1. Bila APTT 1,5 – 2,5 x kontrol dosis tetap.
2. Bila APTT < 1,5 x kontrol dosis dinaikkan 100 – 150
iu/jam.
3. Bila APTT > 2,5 x kontrol dosis diturunkan 100 iu/jam.
Etiologi
Infark miokard akut dengan elevasi ST (STEMI) terjadi karena suplai
O2 yang tidak sesuai dengan kebutuhan dan tidak ditangani dengan
baik. Beberapa hal yang menimbulkan ganguan oksigenase tersebut
yaitu:
1. Berkurangnya suplai O2 ke miokard
Faktor pmbuluh darah
Hal ini berkaitan dengan kepatenan pembuluh darah
sebagai jalan darah mencapai sel-sel jantung. Beberapa hal
yang bisa mengganggu kepatenan pembuluh darah antara lain;
(1) Mengkomsumsiobat-obatan; (2) Stress; (3) terpapar suhu
dingin yang ekstrim.; (4) merokok
Faktor sirkulasi
Sirkulasi berkaitan dengan kelancaran peredaran darah
dari jantung keseluruh tubuh sampai ke jantung kembali.
Sehingga hal ini tidak terlepas dari factor pemompaan dan
volume darah yang dipompakan.Kondisi yang menyebabkan
gangguan pada sirkulasi diantaranya hipotensi dan stenosis
yang menyebabkan menurunnya cardiac output.Penurunan
COP yang diikuti oleh penurunan sirkulasi menyebabkan
beberapa bagian tubuh tidak tersuplai darah dengan baik,
termasuk otot jantng.
Faktor darah
Darah merupakan pengangkut O2 menuju seluruh tubuh.
Jika daya angkut darah berkurang, maka sebagus apaupun jalan
dan pemompaan jantung maka hal tersebut tidak cukup
membantu.
2. Meningkatnya kebutuhan O2 dalam tubuh
Pada orang normal meningkatnya kebutuhan O2 mampu
di kompensasi diantaranya dengan meningkatkan denyut jantung
untuk meningkatkan COP. Akan tetapi jika orang tersebut telah
terkena penyakit jantung, mekanisme kompensasi justru pada
akhirnya makin memperberat kondisinya karena kebutuhan O2
semakin meningkat, sedangkan suplai O2 tidak bertambah. Oleh
karena itu segala aktivitas yang menyebabkan meningkatya
kebutuhan O2 akan memicu terjadinya infark.
(Alwi, Idrus. 2014. BUku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi VI. Jakarta;
InternaPublishing)
Patogenesis
Faktor resiko
4. manifestasi klinis
Kasus 1 :
- Penderita mengeluh nyeri dada yang beragam bentuk dan
lokasinya.
- Nyeri berawal sebagai rasa terhimpit, rasa terjepit atau rasa
terbakar yang menyebar ke lengan kiri bagian dalam dan kadang
sampai ke pundak, bahu dan leher kiri, bahkan dapat sampai ke
kelingking kiri.
- Perasaan ini dapat pula menyebar ke pinggang, tenggorokan rahang
gigi dan ada juga yang sampaikan ke lengan kanan
- Rasa tidak enak dapat juga dirasakan di ulu hati, tetapi jarang
terasa di daerah apeks kordis.
- Rasa nyeri dapat disertai beberapan atau salah satu gejala berikut
ini : berkeringat dingin, mual dan muntah, rasa lemas, berdebar dan
rasa akan pingsan (fainting).
- Biasanya angina timbul saat melakukan kegiatan fisik (angina
stabil).
- Serangan ini akan hilang bila penderita menghentikan kegiatan
fisik tersebut dan beristirahat.
- Serangan berlangsung hanya beberapa menit (1 – 5 menit) tetapi
bisa sampai lebih dari 20 menit.
- Nyeri angina sifatnya konstan. Bila terjadi perubahan misalnya
lama serangan bertambah, nyeri lebih hebat, ambang timbulnya
serangan menurun atau serangan datang saat bangun tidur, maka
gangguan ini perlu diwaspadai. Perubahan ini mungkin merupakan
tanda prainfark (angina tidak stabil).
- Suatu bentuk ubahan (variant) yang disebut angina Prinzmetal
biasanya timbul saat penderita sedang istirahat.
- Angina dikatakan bertambah berat apabila serangan berikutnya
terjadi sesudah kerja fisik yang lebih ringan, misalnya sesudah
makan. Ini tergolong juga angina tidak stabil.
- Pemeriksaan fisik diluar serangan umumnya tidak menunjukkan
kelainan yang berarti. Pada waktu serangan, denyut jantung
bertambah, tekanan darah meningkat dan di daerah prekordium
pukulan jantung terasa keras.
- Pada auskultasi, suara jantung terdengar jauh, bising sistolik
terdengar pada pertengahan atau akhir sistol dan terdengar bunyi
keempat.
- Biasanya didapatkan faktor risiko: hipertensi, obesitas atau diabetes
mellitus
Kasus 2 :
Sumber : www.medicastore.com
www.Depkes.RI.com//pedoman-pengobatan-dasar-di-
puskesmas.org.
5. Patofisiologi :
Kasus I
Pada 15% pasien yang infark miokard dengan ST Elevasi yang dilakukan
angiografi, ternyata menunjukkan anatomi yang paten, diduga karena
adanya fibrinolisis spontan. Prognosis pasien ini biasanya lebih baik dari
pada kelompok yang terganggu aliran koronernya.
Hal lain yang harus diperhatikan pada saat reperfusi adalah cedera
miokardial ( myocardial injury ).
Kasus II
7. Ada empat faktor resiko biologis infark miokard yang tidak dapat diubah,
yaitu usia, jenis kelamin, ras, dan riwayat keluarga. Resiko aterosklerosis
koroner meningkat seiring bertambahnya usia. Penyakit yang serius jarang
terjadi sebelum usia 40 tahun. Faktor resiko lain masih dapat diubah,
sehingga berpotensi dapat memperlambat proses aterogenik (Santoso,
2005). Faktor- faktor tersebut adalah abnormalitas kadar serum lipid,
hipertensi, merokok, diabetes, obesitas, faktor psikososial, konsumsi buah-
buahan, diet dan alkohol, dan aktivitas fisik
Abnormalitas kadar lipid serum yang merupakan faktor resiko
adalah hiperlipidemia. Hiperlipidemia adalah peningkatan kadar kolesterol
atau trigliserida serum di atas batas normal. The National Cholesterol
Education Program (NCEP) menemukan kolesterol LDL sebagai faktor
penyebab penyakit jantung koroner. The Coronary Primary Prevention
Trial (CPPT) memperlihatkan bahwa penurunan kadar kolesterol juga
menurunkan mortalitas akibat infark miokard.
Merokok meningkatkan resiko terkena penyakit jantung kororner
sebesar 50%. Seorang perokok pasif mempunyai resiko terkena infark
miokard. Di Inggris, sekitar 300.000 kematian karena penyakit
kardiovaskuler berhubungan dengan rokok (Ramrakha, 2006). Menurut
Ismail (2004), penggunaan tembakau berhubungan dengan kejadian
miokard infark akut prematur di daerah Asia Selatan.
Jadi hubungan diagnosis pasien dengan riwayat penyakit kolesterol
dan merokok yaitu peningkatan kolesterol yang abnormal dan riwayat
merokok merupakan salah satu factor resiko yang dapat memicu
tercadinya infark miokard.
.
(http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/22069/4/Chapter%20II.p
df).
8. Prosedur rujukan
Sistem rujukan upaya keselamatan adalah suatu sistem jaringan fasilitas
pelayanan kesehatan yang memungkinkan terjadinya penyerahan tanggung
jawab secara timbal-balik atas masalah yang timbul baik secara vertikal
(komunikasi antara unit yang sederajat) maupun horizontal (komunikasi
inti yang lebih tinggi ke unit yang lebih rendah) ke fasilitas pelayanan
yang lebih kompeten, terjangkau, rasional dan tidak dibatasi oleh wilayah
administrasi.
Tata laksana rujukan:
1. Internal antas-petugas di satu rumah
2. Antara puskesmas pembantu dan puskesmas
3. Antara masyarakat dan puskesmas
4. Antara satu puskesmas dan puskesmas lainnya
5. Antara puskesmas dan rumah sakit, laboratorium atau fasilitas
pelayanan kesehatan lainnya
6. Internal antar-bagian/unit pelayanan di dalam satu rumah sakit
7. Antar rumah sakit, laboratoruim atau fasilitas pelayanan lain dari
rumah sakit
- Tujuan system rujukan
untuk meningkatkan mutu, cakupan dan efisiensi pelayanan kesehatan
secara terpadu (Kebidanan Komunitas). Tujuan umum rujukan untuk
memberikan petunjuk kepada petugas puskesmas tentang pelaksanaan
rujukan medis dalam rangka menurunkan IMR dan AMR.
Tujuan khusus sistem rujukan adalah:
a. Meningkatkan kemampuan puskesmas dan peningkatannya dalam
rangka menangani rujukan kasus “resiko tinggi” dan gawat darurat
yang terkait dengan kematian ibu maternal dan bayi.
b. Menyeragamkan dan menyederhanakan prosedur rujukan di
wilayah kerja puskesmas.
Menurut tata hubungannya, sistem rujukan terdiri dari: rujukan
internal dan rujukan eksternal.
a) Rujukan Internal adalah rujukan horizontal yang terjadi antar
unit pelayanan di dalam institusi tersebut. Misalnya dari
jejaring puskesmas (puskesmas pembantu) ke puskesmas
induk.
b) Rujukan Eksternal adalah rujukan yang terjadi antar unit-unit
dalam jenjang pelayanan kesehatan, baik horizontal (dari
puskesmas rawat jalan ke puskesmas rawat inap) maupun
vertikal (dari puskesmas ke rumah sakit umum daerah).
Menurut lingkup pelayanannya, sistem rujukan terdiri dari: rujukan
medik dan rujukan kesehatan.
a) Rujukan Medik adalah rujukan pelayanan yang terutama
meliputi upaya penyembuhan (kuratif) dan pemulihan
(rehabilitatif). Misalnya, merujuk pasien puskesmas dengan
penyakit kronis (jantung koroner, hipertensi, diabetes mellitus)
ke rumah sakit umum daerah. Jenis rujukan medik:
Transfer of patient. Konsultasi penderita untuk
keperluan diagnostik, pengobatan, tindakan operatif
dan lain-lain.
Transfer of specimen. Pengiriman bahan untuk
pemeriksaan laboratorium yang lebih lengkap.
Transfer of knowledge/personel. Pengiriman tenaga
yang lebih kompeten atau ahli untuk meningkatkan
mutu layanan pengobatan setempat. Pengiriman
tenaga-tenaga ahli ke daerah untuk memberikan
pengetahuan dan keterampilan melalui ceramah,
konsultasi penderita, diskusi kasus dan demonstrasi
operasi (transfer of knowledge). Pengiriman petugas
pelayanan kesehatan daerah untuk menambah
pengetahuan dan keterampilan mereka ke rumah
sakit yang lebih lengkap atau rumah sakit
pendidikan, juga dengan mengundang tenaga medis
dalam kegiatan ilmiah yang diselenggarakan tingkat
provinsi atau institusi pendidikan (transfer of
personel).
Rujukan Kesehatan adalah hubungan dalam pengiriman dan
pemeriksaan bahan ke fasilitas yang lebih mampu dan lengkap.
Rujukan ini umumnya berkaitan dengan upaya peningkatan
promosi kesehatan (promotif) dan pencegahan (preventif).
Contohnya, merujuk pasien dengan masalah gizi ke klinik
konsultasi gizi (pojok gizi puskesmas), atau pasien dengan masalah
kesehatan kerja ke klinik sanitasi puskesmas.
DVT
Menurut Baker, pada pasien dengan dugaan DVT, mula-mula
ditentukan clinical probability-nya berdasarkan sistem skoring yang
diajukan oleh Wells. Jika skor >3 dianggap clinical probability tinggi,
skor 1-3 dianggap clinical probability intermediate, dan jika skor ≤ 0
dianggap clincal probabililty rendah.
Kasus II