Professional Documents
Culture Documents
HIDROLOGI
Disusun Oleh :
3336130879
CILEGON - BANTEN
2014
1
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL.................................................................................…..i
DAFTAR ISI.............................................................................................….ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Landasan Teori ....................................................................3
BAB II PEMBAHASAN
A. Lubang Resapan Biopori......................................................7
B. Drainase Sumur Resapan......................................................8
C. Sistem Sumur Injeksi............................................................10
D. Pengindraan Jauh..................................................................11
E. Crooswave............................................................................12
F. Penggunaan Sistem Drainase...............................................13
G. Rekayasa Cuaca....................................................................14
H. Waduk Pengendali Banjir (FCR)..........................................15
I. Pemanenan Air Hujan (FWH)..............................................16
BAB II PENUTUP
A. Kesimpulan ..........................................................................18
B. Saran ....................................................................................18
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
2
BAB I
PENDAHULUAN
A. Landasan Teori
Menurut Schwab at.al (1981) banjir adalah luapan atau genangan dari sungai
atau badan air lainnya yang disebabkan oleh curah hujan yang berlebihan atau
salju yang mencair atau dapat pula karena gelombang pasang yang membanjiri
kebanyakan pada dataran banjir. Menurut Hewlet (1982) banjir adalah aliran atau
genangan air yang menimbulkan kerugian ekonomi bahkan menyebabkan
kehilangan jiwa. Dalam istilah teknis banjir adalah aliran air sungai yang mengalir
melampaui kapasitas tampung sungai, dan dengan demikian, aliran air sungai
tersebut akan melewati tebing sungai dan menggenangi daerah di sekitarnya.
Berdasarkan pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa banjir adalah bencana
alam yang disebabkan peristiwa alam seperti curah hujan tinggi yang sering
menimbulkan kerugian baik fisik maupun material.
Banjir yang terjadi pada musim penghujan sudah menjadi peristiwa rutin di
beberapa kota di Indonesia, terutama di Jakarta. Banjir di Jakarta sesungguhnya
bukanlah masalah baru, karena banjir di Jakarta sudah terjadi sejak masa kolonial
Belanda, yakni pada tahun 16211. Dari segi geografis, empat puluh persen atau
sekitar 24.000 hektare dari seluruh wilayah DKI Jakarta adalah dataran yang
letaknya lebih rendah dari permukaan laut. Dataran yang rendah ini dialiri oleh
tiga belas sungai yang bermuara di Laut Jawa.
Saat ini Jakarta juga merupakan kota dengan jumlah penduduk tertinggi di
Indonesia dan jumlah ini terus bertambah karena daya tarik kota ini sebagai pusat
perekonomian Indonesia. Tingkat pertambahan penduduk yang tinggi ini
menimbulkan tekanan yang semakin berat pada lingkungan hidup Jakarta.
1
Team Mirah Sakethi, Mengapa Jakarta Banjir?; Pengendalian Banjir Pemerintah Provinsi DKI
Jakarta (Jakarta: PT Mirah Sakethi, 2010), h. 3
3
Perpaduan antara kondisi geografis berupa dataran yang rendah dan dialiri banyak
sungai, serta kian rusaknya lingkungan hidup akibat tekanan pertumbuhan
penduduk, menyebabkan Jakarta kian lama kian rentan terhadap ancaman bencana
banjir.
Sejak ratusan tahun lalu, banjir selalu menimbulkan kerugian yang besar bagi
Jakarta dan penghuninya. Salah satu banjir terbesar yang terjadi di Jakarta pada
masa penjahan Belanda terjadi pada tahun 1872, banjir itu menyebabkan pintu air
di depan daerah yang sekarang berdiri Masjid Istiqlal, jebol. Sungai Ciliwung
meluap dan merendam pertokoan serta hotel di Jalan Gajah Mada dan Hayam
Wuruk. Begitu juga Gedung Harmonie, gedung dimana kaum elit Belanda
bersosia. lisasi dan berpesta, ikut terendam. Banjir itu juga menyebabkan Rijswijk
(Jalan Veteran) dan Noordwijk (Jalan Juanda) tidak dapat dilalui kendaraan,
termasuk kawasan yang sekarang menjadi Lapangan Banten juga terendam banjir.
Banjir yang teramat parah itu membuat lumpuh Batavia. Dua puluh tahun
kemudian, pada tahun 1893 , banjir besar kembali melanda Batavia, pada tahun itu
intensitas curah hujan begitu tinggi sehingga belasan sungai-sungai yang melintasi
Jakarta tidak sanggup menampung air limpasannya. Hujan deras yang disertai
angin kencang juga mengakibatkan banyak pohon tumbang. Banjir kala itu juga
menyebabkan berjangkitnya wabah penyakit seperti kolera dan pes, sehingga
banyak menimbulkan korban jiwa penduduk Batavia. (Zaenuddin HM, 2013)
Banjir yang kerap melanda Jakarta pada musim penghujan disebabkan oleh
multi-faktor. Penyebab banjir di Jakarta antara lain adalah penurunan tanah yang
rata-rata mencapai 10 cm pertahun, bahkan di beberapa wilayah di bagian utara
Jakarta laju penurunan tanah mencapai 26 cm pertahun, penurunan tanah ini
terjadi akibat penyedotan air tanah yang begitu masif untuk kepentingan rumah
tangga dan industri. Hilangnya Hutan Bakau di pesisir Jakarta juga merupakan
salah satu faktor penyebab banjir. Kondisi 13 sungai yang melintasi Jakarta yang
sebagian besar dalam kondisi memprihatinkan juga memperburuk banjir di ibu
kota, sungai-sungai tersebut mengalami pendangkalan dan penyempitan, bantaran
sungainya dipenuhi oleh bangunan-bangunan baik yang berijin maupun tidak
4
berijin, sungai yang dangkal dan sempit tidak lagi mampu menampung curahan
air hujan. Berkurang dan hilangnya ruang terbuka hijau dan daerah resapan air
karena disulap menjadi perumahan mewah dan pusat-pusat perbelanjaan besar
juga berkontribusi memperburuk banjir yang terjadi di ibu kota. Air hujan tidak
bisa lagi langsung terserap tanah, karena daerah resapan air dan ruang terbuka
hijau sudah berubah menjadi hutan-hutan beton. Gelombang tinggi di perairan
Jakarta dan air pasang robyang terjadi bersamaan dengan turunnya hujan
membuat Jakarta semakin dikepung air, ketika kondisi ini terjadi, banjir di Jakarta
akan semakin buruk. Air dari 13 sungai di Jakarta tertahan dan tidak bisa langsung
mengalir ke laut, justru air dari pasang rob,2 akan menambah debit air yang
menggenangi Jakarta.
BAB II
2
adalah banjir yang diakibatkan oleh air laut pasang yang menggenangi daratan
5
PEMBAHASAN
6
teknologi dalam mengendalikan banjir. Dengan memanfaatkan kemajuan ilmu
teknologi, maka sedikit banyak telah membantu mengatasi permasalahan tersebut.
Adapun upaya pengendalian banjir melalui pemanfaatan teknologi adalah sebagai
berikut :
Permasalahan yang sering kita hadapi yang berkaitan dengan air adalah
krisis air bersih dan banjir. Umumnya di daerah padat penduduk seperti yang
terdapat diwilayah Jakarta, terjadi penurunan permukaan air tanah yang
disebabkan menurunnya kemampuan tanah untuk meresapkan air. Pembangunan
perumahan sebagai bentuk pengembangan kota yang memicu pertumbuhan
wilayah perkotaan, hal tersebut mengakibatkan semakin berkurangnya area
resapan air hujan, karena area resapan semakin menyempit seiring meningkatnya
luas daerah yang tertutupi oleh banyaknya gedung dan perumahan. Selain itu,
perubahan tata guna lahan dari persawahan menjadi perumahan dapat mengancam
produktivitas lahan dan menurunkan fungsinya dalam hal menahan dan
mendistribusikan air hujan.
7
Lubang resapan biopori merupakan salah satu rekayasa teknik konservasi
air, berupa lubang-lubang yang dibuat pada permukaan bumi yang berperan
sebagai pintu masuk air hujan yang jatuh ke permukaan bumi. Teknologi biopori
ini akan dapat mengurangi limpasan air hujan dengan meresapkan lebih banyak
volume air hujan ke dalam tanah sehingga dapat meminimalkan kemungkinan
terjadinya banjir.
8
baik karena semakin banyak air yang bisa ditampung di dalam sumur sebelum
diresapkan ke dalam tanah. Perlu diketahui bahwa kemampuan meresapkan air ke
dalam tanah sangat kecil dibandingkan debit air yang masuk ke dalam sumur,
sehingga perlu waktu lebih lama untuk mengalirkan air dari sumur resapan ke
dalam tanah dibandingkan mengumpulkan air hujan ke dalam sumur resapan.
Dalam Master Plan Pengendalian Banjir DKI Jakarta 2009, pemerintah telah
membagi wilayah-wilayah yang dapat dibuat sumur resapan. Menurut master plan
tersebut, wilayah-wilayah di dekat pantai tidak bisa dibangun sumur resapan
karena elevasi muka tanah kurang dari 5 m, namun secara teknis selama ada
ruang di antara dasar sumur dengan muka air tanah maka sumur resapan dapat
dibuat. Di daerah dekat pantai seharusnya didorong untuk membuat sumur
resapan untuk mencegah terjadinya intrusi air laut yang terjadi karena eksploitasi
air tanah untuk keperluan hidup sehari-hari.
Teknologi sumur injeksi ini telah digunakan oleh Pemerintah Jerman untuk
mengelolah natural resource menjadi lebih berguna. Pemerintah Jerman
mengunakan tekhnologi ini untuk menjaga kestabilan tanah sehingga bangunan
9
yang ada diatasnya stabil dan tidak bergerak. Selain itu sistem ini juga berfungsi
untuk mencegah intrusi air laut kedaratan.
Pada sistem sumur injeksi, biaya yang dikeluarkan jauh lebih murah
dibandingkan dengan menyediakan waduk atau membuat sodeta. Biaya
pembuatannyapun relative bisa mencapai sepersepuluh dari biaya membuat
sodetan atau menyiapkan waduk baru.3
Untuk mengatasi banjir besar dengan limpahan air dititik maksimal 800
meter kubik/detik atau dalam keadaan siaga satu maka diwilayah Jakarta
3
Menurut Dr.-Ing., Ir.Mohajit, MSc
10
dibutuhkan 2000 sumur injeksi. Pemerintah hanya mengeluarkan anggaran sekitar
satu Trilyun untuk pembuatan sumur unjeksi ini, jumlah ini jauh lebih murah
dibandingkan dengan membuat sodetan atau waduk. 4
D. Penginderaan Jauh
Jenis data penginderaan jauh, yaitu citra. Citra adalah gambaran rekaman
suatu objek atau biasanya berupa gambaran objek pada foto. Sutanto (1986)
menyebutkan bahwa terdapat beberapa alasan yang melandasi peningkatan
penggunaan citra penginderaan jauh, yaitu sebagai berikut :
1. Citra menggambarkan objek, daerah, dan gejala di permukaan bumi dengan
wujud dan letaknya yang mirip dengan di permukaan bumi.
2. Citra menggambarkan objek, daerah, dan gejala yang relatif lengkap,
meliputi daerah yang luas dan permanen.
3. Dari jenis citra tertentu dapat ditimbulkan gambaran tiga dimensi apabila
pengamatannya dilakukan dengan stereoskop.
4
Menurut Dr.-Ing., Ir.Mohajit, MSc
11
4. Citra dapat dibuat secara cepat meskipun untuk daerah yang sulit dijelajahi
secara terrestrial.
E. Crooswave
Teknologi ini terdiri dari material berbahan plastik berbentuk segitiga yang
ditumpuk dan dipasang di bawah tanah untuk menampung air. Crosswave
ditumpuk satu per satu dalam keadaan menyilang agar menciptakan ruang untuk
air hujan.
5
TEMPO/Wisnu Agung Prasetyo
12
Salah satu upaya dalam pengendalian banjir di Jakarta adalah penggunaan
sistem drainase. Secara umum, drainase didefinisikan sebagai serangkaian
bangunan air yang berfungsi untuk mengurangi dan/atau membuang kelebihan air
dari suatu kawasan atau lahan, sehingga lahan dapat difungsikan secara optimal.
Drainase juga diartikan sebagai usaha untuk mengontrol kualitas air tanah dalam
kaitannya dengan salinitas.6
Indonesia pada umumnya dan terutama kota Jakarta sudah mengenal sistem
drainase sejak zaman kedudukan VOC di Batavia dengan sistem yang disebut
tanggul. Namun, dua tahun setelah pembangunan tanggul tersebut tepatnya tahun
1621 Batavia mengalami banjir besar.7 Banjir besar pun akhirnya dikenal akrab
oleh masyarakat Batavia, tercatat banjir besar setelahnya terjadi antara lain pada
tahun 1654, 1872, 1909, dan 1918. Hal ini tentunya membuat pusing Pemerintah
Pusat dan warga Batavia.
6
Dr. Ir. Suripin, M. Eng, Sistem Drainase Perkotaan Yang Berkelanjutan (Yogyakarta: Andi,
2004), h. 7
7
Team Mirah Sakethi, Mengapa Jakarta Banjir?; Pengendalian Banjir Pemerintah Provinsi DKI
Jakarta (Jakarta: PT Mirah Sakethi, 2010), h. 3
8
David Butler & John W. Davis, Urban Drainage; Second Edition (London: Spon Press,
2004), h. 1
13
Secara umum, sistem drainase kota yang efektif kinerja dan fungsinya akan
mendatangkan manfaat yang paling berharga dalam kehidupan masyarakat, yaitu
pemeliharaan kesehatan masyarakat. Tujuan khusus ini sering diabaikan dalam
praktek modern dan belum memiliki andil penting, khususnya dalam perlindungan
terhadap penyebaran penyakit. Drainase perkotaan memiliki sejumlah peran
utama dalam mempertahankan kesehatan dan keselamatan masyarakat. Kotoran
manusia adalah penyebab utama dalam penyebaran berbagai penyakit menular
yang dapat mengancam kesehatan masyarakat. Drainase perkotaan memiliki peran
langsung dalam menghilangkan kotoran yang ada di sekitar tempat tinggal.9
G. Rekayasa Cuaca
9
David Butler & John W. Davis, Urban Drainage; Second Edition (London: Spon Press, 2004), h.
5
10
ibid.
14
Garam dapur tersebut akan mengikat air di awan dalam proses kondensasi.
Setelah dua jam proses selesai, setelah memprediksi sebelumnya arah angin yang
membawa awan tersebut, maka hujan bisa diturunkan lebih cepat di wilayah yang
diinginkan. Sehingga, di lokasi tertentu yang awalnya berpotensi hujan bisa
dikurangi intensitasnya.
15
Upaya pendistribusian banjir atau air hujan perlu menerapkan teknologi
pemanenan air hujan yang tepat memungkinkan mengubah air hujan sebagai
sumber bencana menjadi barang bernilai. Sebenarnya fasilitas pemenenan air
hujan sudah diterapkan oleh nenek moyang bangsa Indonesia ratusan bahkan
ribuan tahun yang lalu. Konsep pemanenan air hujan adalah penerapan konsep
detensi dan retensi, yaitu menahan atau menampung air hujan yang selanjutnya di
serapkan ke dalam tanah.
Detensi dan retensi adalah dua upaya dalam menurunkan puncak banjir
sehingga berkurangnya kerusakan yang di akibatkannya. Penggunaaan dua istilah
ini seringkali tertukar artinya satu dengan yang lain, meskipun keduanya
mempunyai arti yang berbeda. Kolam detensi adalah suatu kolam yang
dimanfaatkan untuk menampung kelebihan air banjir yang kemudian secara
perlahan dialirkan sesuai dengan penurunan aliran yang ada di saluran drainasi
atau sungai. Sehingga arti dari kolam detensi adalah kolam penampungan
sementara aliran banjir, yang merupakan upaya konservasi dari cara pengendalian
banjir terpadu. Kolam retensi adalah satu upaya penampungan permanen air
hujan, karena air hujan yang ditampung sebagian diresapkan, sebagian diuapkan
tetapi masih diperlukan limpasan langsung sebagai pengamanan sistim. Tujuan
pemanfaatan kolam retensi dan kolam retensi adalah untuk menurunkan puncak
banjir dan memperbaiki kandungan air tanah suatu wilayah.
16
5. Memperbaiki lingkungan perkotaan maupun perdesaan
6. Memperbaiki kualitas air.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
17
hijau dan daerah resapan air akibat pembangunan, sehingga aliran sungai di
Jakarta tertahan dan tidak bisa langsung mengalir ke laut melainkan
menggenangi Jakarta.
B. Saran
1) Menjaga dan memelihara lingkungan alam. Misalnya dengan tidak
membuang sampah dan tidak menebang pohon sembarang.
2) Pemerintah diharapkan memberikan peraturan dan sanksi yang tegas
terhadap pembangunan liar yang menyebabkan penyempitan ruang
terbuka hijau dan penyempitan aliran sungai.
3) Meningkatkan kesadaran masyarakat akan menjaga kelestariaan
lingkungan agar terciptanya keseimbangan ekosistem antara manusia
dan alam yang saling bergantungan.
DAFTAR PUSTAKA
18
Penerapan Metode Penelusuran Banjir (Flood Routing) Untuk Program
Pengendalian Dan Sistem Peringatan Dini Banjir.
(http://wxmod.bppt.go.id/JSTMC/hpstmc/VOL03/pdf/vol3no1-08.pdf
diakses pada minggu 27 Desember 2014 )
Pakar ITB: Sistem Sumur Injeksi Solusi Atasi Banjir Berbiaya Murah. 2014.
(http://www.tribunnews.com/nasional/2014/12/25/pakar-itb-sistem-sumur-
injeksi-solusi-atasi-banjir-berbiaya-murah diakses pada minggu 27
Desember 2014)
19
Gambar 1 Gambar 2
Gambar 3 Gambar 4
20