You are on page 1of 49

LAPORAN PENDAHULUAN

Dan STRATEGI PELAKSANAAN KEPERAWATAN JIWA


DI RSJ Dr.RADJIMAN WEDIODININGRAT LAWANG
MALANG

Oleh :
MAFTUHAH
7414009

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS PESANTREN TINGGI DARUL ‘ULUM JOMBANG
2018
LAPORAN PENDAHULUAN

1. Masalah Utama
Defisit Perawatan Diri
2. Proses Terjadinya Masalah
a. Pengertian
Perawatan diri adalah salah satu kemampuan dasar manusia dalam
memenuhi kebutuhannya guna memepertahankan kehidupannya, kesehatan dan
kesejahteraan sesuai dengan kondisi kesehatannya, klien dinyatakan terganggu
keperawatan dirinya jika tidak dapat melakukan perawatan diri ( Depkes 2000).
Defisit perawatan diri adalah gangguan kemampuan untuk melakukan aktifitas
perawatan diri (mandi, berhias, makan, toileting) (Nurjannah, 2004).
Menurut Poter. Perry (2005), Personal hygiene adalah suatu tindakan untuk
memelihara kebersihan dan kesehatan seseorang untuk kesejahteraan fisik dan
psikis, kurang perawatan diri adalah kondisi dimana seseorang tidak mampu
melakukan perawatan kebersihan untuk dirinya ( Tarwoto dan Wartonah 2000).
Tanda dan Gejala :
 Gangguan kebersihan diri, ditandai dengan rambut kotor, gigi kotor,
kulit berdaki dan bau, serta kuku panjang dan kotor
 Ketidakmampuan berhias/berpakaian, ditandai dengan rambut acak-
acakan, pakain kotor dan tidak rapi, pakaian tidak sesuai, pada pasien
laki-laki bercukur, pada pasien perempuan tidak berdandan.
 Ketidakmampuan makan secara mandiri, ditandai oleh
ketidakmampuan mengambil makan sendiri, makan berceceran, dan
makana tidak pada tempatnya
 Ketidakmampuan eliminasi sevara mandiri, ditandai dengan buang air
besar atau buang air kecil tidak pada tempatnya, dan tidak
membersihakan diri dengan baik setelah BAB/BAK

b. Penyebab
Menurut Tarwoto dan Wartonah, (2000) Penyebab kurang perawatan diri
adalah sebagai berikut : kelelahan fisik dan penurunan kesadaran.
Tanda dan Gejala
Menurut Depkes (2000: 20) Tanda dan gejala klien dengan defisit perawatan
diri adalah:
a) Fisik
 Badan bau, pakaian kotor.
 Rambut dan kulit kotor.
 Kuku panjang dan kotor
 Gigi kotor disertai mulut bau
 Penampilan tidak rapi
b) Psikologis
 Malas, tidak ada inisiatif.
 Menarik diri, isolasi diri.
 Merasa tak berdaya, rendah diri dan merasa hina.
c) Sosial
 Interaksi kurang
 Kegiatan kurang
 Tidak mampu berperilaku sesuai norma.
 Cara makan tidak teratur
 BAK dan BAB di sembarang tempat

3. Pohon masalah

Kebersihan diri tidak adekuat (BAB/BAK, Makan minum dan


berdandan)

Defisit perawatan diri

Penurunan kemampuan dan motivasi merawat diri

Isolasi sosial

4. Masalah keperawatan dan data yang perlu dikaji


a) Penurunan kemampuan dan motivasi merawat diri
Data subyektif
a. Klien mengatakan saya tidak mampu mandi, tidak bisa melakukan apa-apa,
Data obyektif
a. Klien terlihat lebih kurang memperhatikan kebersihan, halitosis, badan bau,
kulit kotor
b) Isolasi Sosial
Data subyektif
a. Klien mengatakan saya tidak mampu, tidak bisa, tidak tahu apa-apa, bodoh,
mengkritik diri sendiri, mengungkapkan perasaan malu terhadap diri sendiri.
Data obyektif
b. Klien terlihat lebih suka sendiri, bingung bila disuruh memilih alternatif
tindakan, ingin mencederai diri/ingin mengakhiri hidup, Apatis, Ekspresi
sedih, Komunikasi verbal kurang, Aktivitas menurun, Posisi janin pada saat
tidur, Menolak berhubungan, Kurang memperhatikan kebersihan

c) Defisit Perawatan Diri


Data subyektif
a. Pasien merasa lemah
b. Malas untuk beraktivitas
c. Merasa tidak berdaya.
Data obyektif
a. Rambut kotor, acak – acakan
b. Badan dan pakaian kotor dan bau
c. Mulut dan gigi bau.
d. Kulit kusam dan kotor
e. Kuku panjang dan tidak terawat

5. Diagnosa Keperawatan
a. Penurunan kemampuan dan motivasi merawat diri
b. Isolasi Sosial
c. Defisit Perawatan Diri : kebersihan diri, berdandan, makan, BAB/BAK
6. Strategi Pelaksanaan
Diagnosa keperawatan :Defisit perawatan diri
Tujuan khusus : Klien mampu melakukan kebersihan diri sendiri secara mandiri.
Tindakan keperawatan : (SP 1)
1. Menjelaskan pentingnya kebersihan diri
2. Menjelaskan cara menjaga kebersihan diri
3. Membantu klien mempraktikkan cara menjaga kebersihan diri
4. Menganjurkan klie memasukkan dalam jadwal kegiatan harian
Proses Pelaksanaan Tindakan
Orientasi
1. Salam terapetik : ”Selamat pagi S.”
2. Evaluasi/ validasi: ”Bagaimana perasaan S hari ini?”
3. Kontrak (topik, waktu, tempat): ”Sesuai janji kita kemarin, sekarang kita ketemu
lagi. Kita mau bicara masalah kebersihan diri ya. Mau mengobrol berapa lama? 20
menit? Mau mengobrol di mana? Di teras? Baiklah.”
Kerja
“Berapa kali S mandi dalam sehari? Apakah S sudah mandi hari ini? Menurut S apa
kegunaan mandi? Apa alasan S sehingga tidak bisa merawat diri dengan bersih?
Menurut S, apa manfaatnya kalua kita menjaga kebersihan diri? Kira-kira tanda-
tanda orang yang tidak merawat diri dengan baik seperti apa ya? Gatal, kulit
berminyak, mulut bau, kepala berketombe.. Apa lagi? Kalau kita tidak menjaga
kebersihan diri, penyakit apa yang akan muncul? Betul, kudis, panu, ketombe, dll..
Apa lagi?” “Apa yang S lakukan untuk merawat rambut? Kapan saja S keramas?
Pakai samphoo tidak? Berapa kali Sikat gigi dalam sehari? Kapan saja waktunya? Di
mana biasanya S BAB dan BAK?Setelahnya disiram tidak? Berapa gayung air untuk
memnyiramnya? Menurut S, kalau mau mandi apa saja yang perlu dipersiapkan?”
“Nah, sekarang kita ke kamar mandi. Kita akan latihan cara menggosok gigi dengan
benar dan bersih hasilnya ya. Sekarang siapkan sikat gigi S. Ambil pasta gigi.
Kumur-kumurlah. Lalu, sikat gigi dengan arah dari atas ke bawah dan dari bawah ke
atas. Bagus. Sekarang kumur-kumur lagi sampai bersih ya.. (dst)”
Terminasi
1) Evaluasi respon klien terhadap tindakan keperawatan : a) Evaluasi Subjektif
”Bagaimana perasaan S setelah kita bercakap-cakap dan latihan tentang perawatan
diri tadi?”b) Evaluasi Objektif ”Coba sebutkan lagi cara-cara mandi yang benar dan
bersih seperti yang S sudah lakukan?Bagus!”
2) Rencana lanjut klien ”Mari kita masukkan ke dalam jadwal kegiatan harian S ya.”
3) Kontrak yang akan datang (topik, waktu, tempat) ”Nanti kita ketemu lagi jam
11.30. Bagaimana? Kita akan mengobrol selama 20 menit dan membicarakan lagi
jadwal kegiatan perawatan diri S ya. Mau mengobrol dimana nanti Disinilagi?
Baiklah sampai ketemu nanti ya. Selamat pagi.
7. Rencana Tindakan Keperawatan
Diagnosa 1 : Penurunan kemampuan dan motivasi merawat diri
Tujuan Umum : Klien dapat meningkatkan minat dan motivasinya untuk
memperhatikan kebersihan diri
Tujuan Khusus :
TUK I : Klien dapat membina hubungan saling percaya dengan perawat.
Intervensi
a. Berikan salam setiap berinteraksi.
b. Perkenalkan nama, nama panggilan perawat dan tujuan perawat berkenalan.
c. Tanyakan nama dan panggilan kesukaan klien.
d. Tunjukan sikap jujur dan menepati janji setiap kali berinteraksi.
e. Tanyakan perasaan dan masalah yang dihadapi klien.
f. Buat kontrak interaksi yang jelas.
g. Dengarkan ungkapan perasaan klien dengan empati.
h. Penuhi kebutuhan dasar klien.

TUK II : klien dapat mengenal tentang pentingnya kebersihan diri.


Intervensi
a. Bina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip komunikasi
terapeutik.
b. Diskusikan bersama klien pentingnya kebersihan diri dengan cara menjelaskan
pengertian tentang arti bersih dan tanda- tanda bersih.
c. Dorong klien untuk menyebutkan 3 dari 5 tanda kebersihan diri.
d. Diskusikan fungsi kebersihan diri dengan menggali pengetahuan klien
terhadap hal yang berhubungan dengan kebersihan diri.
e. Bantu klien mengungkapkan arti kebersihan diri dan tujuan memelihara
kebersihan diri.
f. Beri reinforcement positif setelah klien mampu mengungkapkan arti
kebersihan diri.
g. Ingatkan klien untuk memelihara kebersihan diri seperti: mandi 2 kali pagi dan
sore, sikat gigi minimal 2 kali sehari (sesudah makan dan sebelum tidur),
keramas dan menyisir rambut, gunting kuku jika panjang.
TUK III : Klien dapat melakukan kebersihan diri dengan bantuan perawat.
Intervensi
a. Motivasi klien untuk mandi.
b. Beri kesempatan untuk mandi, beri kesempatan klien untuk
mendemonstrasikan cara memelihara kebersihan diri yang benar.
c. Anjurkan klien untuk mengganti baju setiap hari.
d. Kaji keinginan klien untuk memotong kuku dan merapikan rambut.
e. Kolaborasi dengan perawat ruangan untuk pengelolaan fasilitas perawatan
kebersihan diri, seperti mandi dan kebersihan kamar mandi.
f. Bekerjasama dengan keluarga untuk mengadakan fasilitas kebersihan diri
seperti odol, sikat gigi, shampoo, pakaian ganti, handuk dan sandal.

TUK IV : Klien dapat melakukan kebersihan perawatan diri secara mandiri.


Intervensi
a. Monitor klien dalam melakukan kebersihan diri secara teratur, ingatkan untuk
mencuci rambut, menyisir, gosok gigi, ganti baju dan pakai sandal.

TUK V : Klien dapat mempertahankan kebersihan diri secara mandiri.


Intervensi
a. Beri reinforcement positif jika berhasil melakukan kebersihan diri.

TUK VI : Klien dapat dukungan keluarga dalam meningkatkan kebersihan diri.


Intervensi
a. Jelaskan pada keluarga tentang penyebab kurang minatnya klien menjaga
kebersihan diri.
b. Diskusikan bersama keluarga tentang tindakanyang telah dilakukan klien
selama di RS dalam menjaga kebersihan dan kemajuan yang telah dialami di
RS.
c. Anjurkan keluarga untuk memutuskan memberi stimulasi terhadap kemajuan
yang telah dialami di RS.
d. Jelaskan pada keluarga tentang manfaat sarana yang lengkap dalam menjaga
kebersihan diri klien.
e. Anjurkan keluarga untuk menyiapkan sarana dalam menjaga kebersihan diri.
f. Diskusikan bersama keluarga cara membantu klien dalam menjaga kebersihan
diri.
g. Diskusikan dengan keluarga mengenai hal yang dilakukan misalnya:
mengingatkan pada waktu mandi, sikat gigi, mandi, keramas, dan lain-lain.

Diagnosa 2 : Isolasi sosial


Tujuan Umum : klien tidak terjadi perubahan sensori persepsi
Tujuan Khusus :
TUK I : Klien dapat membina hubungan saling percaya
Intervensi
a. Bina hubungan saling percaya: salam terapeutik, memperkenalkan diri,
jelaskan tujuan interaksi, ciptakan lingkungan yang tenang, buat kesepakatan
dengan jelas tentang topik, tempat dan waktu.
b. Beri perhatian dan penghaargaan: temani klien walau tidak menjawab.
c. Dengarkan dengan empati: beri kesempatan bicara, jangan terburu-buru,
tunjukkan bahwa perawat mengikuti pembicaraan klien.

TUK II : Klien dapat menyebutkan penyebab menarik diri


Intervensi
a. Kaji pengetahuan klien tentang perilaku menarik diri dan tanda-tandanya
b. Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaan penyebab
menarik diri atau mau bergaul
b. Diskusikan bersama klien tentang perilaku menarik diri, tanda-tanda serta
penyebab yang muncul
c. Berikan pujian terhadap kemampuan klien mengungkapkan perasaannya

TUK III : Klien dapat menyebutkan keuntungan berhubungan dengan orang lain
dan kerugian tidak berhubungan dengan orang lain.
Intervensi
A. Kaji pengetahuan klien tentang manfaat dan keuntungan berhubungan dengan
orang lain
a. Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaan tentang
keuntungan berhubungan dengan prang lain
b. Diskusikan bersama klien tentang manfaat berhubungan dengan orang lain
c. Beri reinforcement positif terhadap kemampuan mengungkapkan perasaan
tentang keuntungan berhubungan dengan orang lain
B. Kaji pengetahuan klien tentang kerugian bila tidak berhubungan dengan orang
lain
a. Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaan dengan
orang lain
b. Diskusikan bersama klien tentang kerugian tidak berhubungan dengan
orang lain
c. Beri reinforcement positif terhadap kemampuan mengungkapkan
perasaan tentang kerugian tidak berhubungan dengan orang lain

TUK IV : Klien dapat melaksanakan hubungan sosial


Intervensi
a. Kaji kemampuan klien membina hubungan dengan orang lain
b. Dorong dan bantu kien untuk berhubungan dengan orang lain
c. Beri reinforcement positif terhadap keberhasilan yang telah dicapai
d. Bantu klien untuk mengevaluasi manfaat berhubungan
e. Diskusikan jadwal harian yang dilakukan bersama klien dalam mengisi waktu
f. Motivasi klien untuk mengikuti kegiatan ruangan
g. Beri reinforcement positif atas kegiatan klien dalam kegiatan ruangan

TUK IV : Klien dapat mengungkapkan perasaannya setelah berhubungan


dengan orang lain
Intervensi
a. Dorong klien untuk mengungkapkan perasaannya bila berhubungan dengan
orang lain
b. Diskusikan dengan klien tentang perasaan masnfaat berhubungan dengan
orang lain
c. Beri reinforcement positif atas kemampuan klien mengungkapkan perasaan
manfaat berhubungan dengan oranglain

Diagnosa 3 : Defisit Perawatan Diri : kebersihan diri, berdandan, makan,


BAB/BAK
Tujuan Umum :
 Pasien tidak mengalami defisit perawatan diri
Tujuan Khusus :
 Pasien mampu melakukan kebersihan diri secara mandiri
 Pasien mampu melakukan berhias/berdandan secara baik
 Pasien mampu melakukan makan dengan baik
 Pasien mampu melakukan BAB/BAK secara mandiri
Intervensi
1) Melatih pasien cara-cara perawatan kebersihan diri
a) Menjelasan pentingnya menjaga kebersihan diri.
b) Menjelaskan alat-alat untuk menjaga kebersihan diri
c) Menjelaskan cara-cara melakukan kebersihan diri
d) Melatih pasien mempraktekkan cara menjaga kebersihan diri
2) Melatih pasien berdandan/berhias
Untuk pasien laki-laki latihan meliputi :
a) Berpakaian
b) Menyisir rambut
c) Bercukur
Untuk pasien wanita, latihannya meliputi :
a) Berpakaian
b) Menyisir rambut
c) Berhias
3) Melatih pasien makan secara mandiri
a) Menjelaskan cara mempersiapkan makan
b) Menjelaskan cara makan yang tertib
c) Menjelaskan cara merapihkan peralatan makan setelah makan
d) Praktek makan sesuai dengan tahapan makan yang baik
4) Mengajarkan pasien melakukan BAB/BAK secara mandiri
a) Menjelaskan tempat BAB/BAK yang sesuai
b) Menjelaskan cara membersihkan diri setelah BAB dan BAK
c) Menjelaskan cara membersihkan tempat BAB dan BAK
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, Lynda Juall. 2001. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8. Jakarta :
EGC.
Depkes. 2000. Standar Pedoman Perawatan jiwa.Kaplan Sadoch. 1998. Sinopsis
Psikiatri. Edisi 7. Jakarta : EGC
Keliat. B.A. 2006. Modul MPKP Jiwa UI . Jakarta : EGC
Keliat. B.A. 2006. Proses Keperawatan Jiwa. Jakarta : EGC
Nurjanah, Intansari S.Kep. 2001. Pedoman Penanganan Pada Gangguan Jiwa.
Yogyakarta : Momedia
Perry, Potter. 2005 . Buku Ajar Fundamental Keperawatan. Jakarta : EGC
Rasmun S. Kep. M 2004. Seres Kopino dan Adaptasir Toors dan Pohon Masalah
Keperawatan. Jakarta : CV Sagung Seto
Stuart, Sudden, 1998. Buku Saku Keperawatan Jiwa edisi 3. Jakarta : EGC
Santosa, Budi. 2005. Panduan Diagnosa Keperawatan Nanda, 2005 – 2006. Jakarta :
Prima Medika.
Stuart, GW. 2002. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Edisi 5. Jakarta: EGC.
Tarwoto dan Wartonah. 2000. Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta.
Townsend, Marry C. 1998. Buku Saku Diagnosa Keperawatan pada Perawatan
Psikiatri. Edisi 3. Jakarta. EGC
LAPORAN PENDAHULUAN

I. Kasus (Masalah Utama)


Isolasi sosial : menarik diri

II. Proses Terjadinya Masalah


Menarik diri merupakan percobaan untuk menghindari interaksi dengan orang
lain, menghindari hubungan dengan orang lain (Budi Ana Keliat, 1999).

Menarik diri dipengaruhi oleh faktor perkembangan dan sosial budaya. Faktor
perkembangan yang terjadi adalah kegagalan individu sehingga terjadi tidak percaya
pada orang lain, ragu, takut salah, pesimis, putus asa terhadap hubungan dengan orang
lain dan gangguan konsep diri, dimana klien merasa dirinya tidak berharga.

Menarik diri dapat juga disebabkan oleh perceraian, putus hubungan, peran
keluarga yang tidak jelas, orang tua pecandu alkohol dan penganiayaan anak. Resiko
dari perilaku menarik diri adalah terjadinya perubahan persepsi sensori (halusinasi).
Manifestasi klinik pada klien dengan menarik diri adalah apatis, ekspresi sedih, afek
tumpul, menyendiri, banyak diam diri di kamar, menunduk, menolak hubungan dengan
orang lain, perawatan diri kurang, posisi tidur seperti janin (menekur).

III. Pohon Masalah


Risiko perubahan persepsi sensori : halusinasi….

Isolasi sosial : menarik diri

Gangguan konsep diri : harga diri rendah

IV. Masalah Keperawatan dan Data yang Perlu Dikaji


1. Masalah Keperawatan
a. Risiko perubahan persepsi sensori : halusinasi…..
b. Isolasi sosial : menarik diri
c. Gangguan konsep diri : harga diri rendah
2. Data yang perlu Dikaji
a. Data obyektif
Apatis, ekspresi sedih, afek tumpul, menyendiri, berdiam diri di kamar, banyak
diam

b. Data subyektif
Sukar didapat jika klien menolak komunikasi, kadang hanya dijawab dengan
singkat ya atau tidak.

V. Diagnosa Keperawatan
1. Risiko perubahan persepsi sensori : halusinasi… berhubungan dengan menarik diri
2. Isolasi sosial : menarik diri berhubungan dengan harga diri rendah
VI. Strategi Pelaksanaan
Diagnosa keperawatan : Isolasi sosial
Tujuan khusus:
Klien dapat bersosialisasi/berinteraksi dengan orang lain yang ada di lingkungannya.
Tindakan keperawatan: (SP 1)
1. Mengidentifikasi penyebab isolasi sosial klien
2. Berdiskusi dengan klien tentang keuntungan berinteraksi dengan orang lain
3. Berdiskusi dengan klien tentang kerugian tidak berinteraksi dengan orang lain
4. Mengajarkan klien cara berkenalan dengan satu orang
5. Menganjurkan klien memasukkan kegiatan latihan berbincang-bincang dengan orang
lain dalam jadwal kegiatan harian.
Proses Pelaksanaan Tindakan
Orientasi
1. Salam terapeutik:
“Selamat pagi, X!”
2. Evaluasi/validasi:
”Bagaimana perasaan X saat ini? Masih ingat khan sama suster?”
3. Kontrak:
a. Topik : “Apakah ada keluhan hari ini? Bagus. Bagaimana kalau kita bercakap-
cakap tentang keluarga dan teman-teman X?”
b. Waktu : “Kita akan selama 20 menit saja. Bagaimana apa X setuju? Baiklah.”
c. Tempat: “Bagaimana kalau kita berbincang-bincang di bangku taman saja?”
Kerja
“Apa yang X rasakan selama dirawat di sini? Ada tidak yang X kenal di ruangan
ini? Coba sebutkan siapa saja orang-orang yang X kenal di ruangan ini!”
“Apa saja kegiatan yang biasa X lakukan dengan teman-teman yang X kenal?”
“Apa yang menghambat X dalam berteman dengan orang lain, misalnya perawat
atau pasien lain?”
“Menurut X, apa saja keuntungannya kalau kita mempunyai teman? Coba
sekarang kita catat ya. Wah, benar, ada teman bercakap-cakap. Apa lagi? (sampai
klien dapat menyebutkan lebih dari 5 keuntungan).”
“Nah, kalau kerugiannya bila kita tidak memiliki teman apa ya, X? Ya, apa lagi?
(sampai klin dapat menyebutkan beberapa).”
“X bisa lihat sekarang, ternyata kerugian tidak memiliki teman sangat banyak.
Tapi, jika kita punya teman maka keuntungannya akan lebih banyak. Kalau
begitu, apakah X ingin belajar berteman dengan orang lain? Bagus. Bagaimana
kalau sekarang kita belajar berkenalan dengan orang lain? Tn AA setuju,
baiklah.” “Begini cara berkenalan dengan orang lain : kita sampaikan kalau kita
mau kenalan sambil mengulurkan tangan untuk menjabat, lalu sebutkan dahulu
nama kita, nama panggilan kita, asal daerah/suku kita, dan hobi kita. Contoh :
(sampaikan kalau mau kenalan sambil mengulurkan tangan untuk menjabat)
Nama saya Amye Hutagalung. Saya senang dipanggil Amye. Saya berasal dari
Medan, Sumatera Utara. Hobi saya adalah membaca dan menyanyi. Selanjutnya,
X menanyakan balik kepada teman. Contohnya : Nama Anda siapa? Senang
dipanggil apa? Asal Anda dari daerah mana? Hobi apa yang Anda miliki?”
“Ayo, X. Misalnya X belum kenal dengan saya. Coba berkenalan dengan saya.”
“Iya, bagus sekali. Coba sekali lagi! Bagus.”
“Setelah X kenal dengan orang tersebut, X bisa melanjutkan percakapan tentang
topik yang menyenangkan untuk X bicarakan bersama dengan teman. Misalnya,
tentang cuaca mendung, tentang olahraga, tentang keluarga, pekerjaan, dan lain
sebagainya.”
Terminasi
1. Evaluasi subjektif :
”Bagaimana perasaan S setelah kita latihan berkenalan hari ini? Bagaimana kalau
kita masukkan cara ini ke dalam jadwal kegiatan harian X?
Evaluasi objektif :
” Coba X sebutkan lagi tahap-tahap cara berkenalan dan bercakap-cakap dengan
orang lain. Bagus sekali.”
2. Rencana tindak lanjut :
”Setelah saya tinggal, X bisa mengingat-ingat apa yang kita pelajari tadi selama
saya tidak bersama X ya. Sehingga, X lebih siap untuk berkenalan langsung
dengan orang lain. X mau mempraktekkan berkenalan dan bercakap-cakap
dengan orang lain? Baiklah.”
3. Kontrak yang akan datang :
a. Topik: “Bagaimana kalau pada pertemuan selanjutnya Senin, 08 Februari 2010,
kita berbincang-bincang lagi mengenai latihan/praktek berkenalan dan bercakap-
cakap dengan orang lain.”
b. Waktu : “X kapan mau bertemu lagi dengan saya? Bagaimana kalau nanti jam
11.30 WIB?”
c. Tempat : ”X mau ngobrol-ngobrol di mana? Bagaimana kalau di sini lagi saja.
Apakah X bersedia? Baiklah. Sampai ketemu lagi.”
VII. Rencana Tindakan Keperawatan
a. Tujuan umum : tidak terjadi perubahan persepsi sensori : halusinasi
b. Tujuan khusus :
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya
Tindakan :

1.1. Bina hubungan saling percaya : salam terapeutik, memperkenalkan


diri, jelaskan tujuan interaksi, ciptakan lingkungan yang tenang, buat
kesepakatan / janji dengan jelas tentang topik, tempat, waktu
1.2. Beri perhatian dan penghargaan : temani klien walau tidak menjawab
1.3. Dengarkan dengan empati : beri kesempatan bicara, jangan terburu-
buru, tunjukkan bahwa perawat mengikuti pembicaraan klien.
2. Klien dapat menyebut penyebab menarik diri
Tindakan :

2.1. Bicarakan penyebab tidak mau bergaul dengan orang lain


2.2. Diskusikan akibat yang dirasakan dari menarik diri
3. Klien dapat menyebutkan keuntungan hubungan dengan orang lain
Tindakan :

3.1. Diskusikan keuntungan bergaul dengan orang lain


3.2. Bantu mengidentifikasikan kemampuan yang dimiliki untuk bergaul
4. Klien dapat melakukan hubungan sosial secara bertahap : klien-perawat, klien-
perawat-klien lain, perawat-klien-kelompok, klien-keluarga
Tindakan :

4.1. Lakukan interaksi sering dan singkat dengan klien jika mungkin
perawat sama
4.2. Motivasi/temani klien untuk berkenalan dengan orang lain
4.3. Tingkatkan interaksi secara bertahap
4.4. Libatkan dalam terapi aktivitas kelompok sosialisasi
4.5. Bantu melaksanakan aktivitas setiap hari dengan interaksi
4.6. Fasilitasi hubungan klien dengan keluarga secara terapeutik
5. Klien dapat mengungkapkan perasaan setelah berhubungan dengan orang lain
Tindakan :

5.1. Diskusi dengan klien setiap selesai interaksi/kegiatan


5.2. Beri pujian atas keberhasilan klien
6. Klien mendapat dukungan keluarga
Tindakan :

6.1. Beri pendidikan kesehatan tentang cara merawat klien melalui


pertemuan keluarga
6.2. Beri reinforcement positif atas keterlibatan keluarga
DAFTAR PUSTAKA

1. Stuart GW, Sundeen SJ. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Edisi 3. Jakarta : EGC. 1998
2. Keliat BA. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Edisi 1. Jakarta : EGC. 1999
3. Aziz R, dkk. Pedoman Asuhan Keperawatan Jiwa. Semarang : RSJD Dr. Amino
Gondoutomo. 2003
4. Tim Direktorat Keswa. Standar Asuhan Keperawatan Kesehatan Jiwa. Edisi 1. Bandung :
RSJP Bandung. 2000
5. Boyd MA, Nihart MA. Psychiatric Nursing : Contemporary Practice. Philadelphia :
Lippincott-Raven Publisher. 1998
LAPORAN PENDAHULUAN

I. Kasus (Masalah Utama)


Perubahan sensori perseptual : halusinasi

II. Proses Terjadinya Masalah


Halusinasi adalah gangguan pencerapan (persepsi) panca indera tanpa adanya
rangsangan dari luar yang dapat meliputi semua sistem penginderaan dimana terjadi
pada saat kesadaran individu itu penuh / baik (Stuart & Sundenn, 1998).

Individu yang mengalami halusinasi seringkali beranggapan sumber atau


penyebab halusinasi berasal dari lingkungan. Rangsangan primer dari halusinasi adalah
kebutuhan perlindungan diri secara psikologik terhadap kejadian traumatik sehubungan
dengan rasa bersalah, rasa sepi, marah, rasa takut ditinggalkan oleh orang yang dicintai,
tidak dapat mengendalikan dorongan ego, pikiran dan perasaannya sendiri.

Secara umum dapat dikatakan segala sesuatu yang mengancam harga diri (self
esteem) dan keutuhan keluarga dapat merupakan penyebab terjadinya halusinasi.
Ancaman terhadap harga diri dan keutuhan keluarga meningkatkan kecemasan. Gejala
dengan meningkatnya kecemasan, kemampuan untuk memisahkan dan mengatur
persepsi, mengenal perbedaan antara apa yang dipikirkan dengan perasaan sendiri
menurun, sehingga segala sesuatu diartikan berbeda dan proses rasionalisasi tidak
efektif lagi. Hal ini mengakibatkan sulit untuk membedakan mana rangsangan yang
berasal dari pikirannya sendiri dan mana yang dari lingkungan..

Klien dengan halusinasi cenderung menarik diri, sering didapatkan duduk


terpaku dengan pandangan mata pada satu arah tertentu, tersenyum atau berbicara
sendiri, secara tiba-tiba marah atau menyerang orang lain, gelisah, melakukan gerakan
seperti menikmati sesuatu. Juga keterangan dari klien sendiri tentang halusinasi yang
dialaminya (apa yang dilihat, didengar atau dirasakan)

III. Pohon Masalah


Risiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan

Perubahan sensori perseptual: halusinasi

Isolasi sosial : menarik diri


IV. Masalah Keperawatan dan Data yang Perlu Dikaji
a. Masalah keperawatan
1. Risiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan
2. Perubahan sensori perseptual : halusinasi
3. Isolasi sosial : menarik diri
b. Data yang perlu dikaji
1. Data Subjektif
a. Klien mengatakan mendengar bunyi yang tidak berhubungan dengan
stimulus nyata
b. Klien mengatakan melihat gambaran tanpa ada stimulus yang nyata
c. Klien mengatakan mencium bau tanpa stimulus
d. Klien merasa makan sesuatu
e. Klien merasa ada sesuatu pada kulitnya
f. Klien takut pada suara/bunyi/gambar yang dilihat dan didengar
g. Klien ingin memukul/melempar barang-barang
2. Data Objektif
a. Klien berbicar dan tertawa sendiri
b. Klien bersikap seperti mendengar/melihat sesuatu
c. Klien berhebti bicara ditengah kalimat untuk mendengarkan sesuatu
d. Disorientasi
V. Diagnosa Keperawatan
1. Risiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan berhubungan dengan
perubahan sensori perseptual : halusinasi
2. Perubahan sensori perseptual : halusinasi berhubungan dengan menarik diri.
VI. Strategi Pelaksanaan
Diagnosa keperawatan: Gangguan sensori persepsi: halusinasi penglihatan.
Tujuan khusus: Klien dapat mengendalikan halusinasinya.
Tindakan keperawatan: (SP1)
1. Mengidentifikasi jenis halusinasi
2. Mengidentifikasi isi halusinasi
3. Mengidentifikasi waktu halusinasi
4. Mengidentifikasi frekuensi halusinasi
5. Mengidentifikasi situasi yang menimbulkan halusinasi
6. Mengidentifikasi responnya terhadap halusinasi
7. Mengajarkan klien menghardik halusinasi
8. Memasukkan cara menghardik halusinasi dalam jadwal kegiatan

Proses Pelaksanaan Tindakan


Orientasi
1. Salam terapeutik:
“Selamat pagi S!”
2. Evaluasi/validasi:
”Bagaimana perasaan S saat ini? Masih ingat kan sama suster?”
3. Kontrak:
a. Topik : “Bagaimana kalau kita berbincang-bincang tentang halusinasi yang S alami
dan cara mengendalikannya?”
b. Waktu : “Kita akan bercakap-cakap selama 20 menit saja”
c. Tempat: “Bagaimana kalau kita berbincang-bincang di ruang ini saja?”
Kerja
”Apakah S sering mengalami sesuatu?” ”Apa yang sering S alami? Apakah bapak
sering melihat sesuatu hal yang aneh?” “Saya mengerti S melihat sesuatu hal itu, namun
saya tidak bisa melihatnya?” ”Ada juga klien lain yang sering mengalami hal yang sama
seperti S” ”Biasanya apa yang S lihat? ” ”Kapan biasanya sesuatu hal itu muncul?”
”Seberapa sering itu muncul?” ”Kondisi atau situasi apa yang menyebabkan sesuatu
hal itu muncul?” ”Apa yang biasanya S rasakan jika sesuatu hal itu muncul?” ”Apa
yang biasanya S lakukan untuk mengatasi perasaan itu?” ”Menurut S, apa yang akan
terjadi jika S selalu melihatkan sesuatu hal itu?” “Biasanya cara apa yang S lakukan?”
“Ada beberapa cara yang bisa S lakukan jika hal itu muncul lagi, bisa dengan tidur,
marah atau menyibukkan diri, sehingga hal itu bisa sedikit menghilang.” “Menurut S
dari tiga cara yang saya sebutkan mana yang bisa S lakukan?” “Mari kita diskusikan
cara yang lebih baik untuk mengontrol halusinasi S. ada 4 cara untuk mengontrol
halusinasi. Yang pertama dengan mengatakan pada diri sendiri bahwa ini tidak nyata.
Yang kedua adalah dengan menemui orang lain untuk menceritakan masalah halusinasi
S. Yang ketiga S bisa melakukan jadwal kegiatan yang sudah disusun. Dan yang
terakhir S bisa meminta orang lain untuk menyapa jika halusinasi S sedang muncul.”
“Menurut S, cara mana yang bisa kita gunakan?” “ wah, bagus sekali S sudah bisa
memilih cara yang akan S gunakan untuk mengurangi halusinasi?”
Terminasi
1. Evaluasi subjektif:
”Bagaimana perasaan S setelah kita berbincang-bincang, apakah S sudah
lebih memahami?”
Evaluasi objektif:
” Coba S sebutkan lagi cara yang bisa kita pakai untuk mengontrol halusinasi?”
”Bagus sekali, ternyata S mampu menyebutkan cara mengontrol halusinasi?”
2. Rencana tindak lanjut:
”Setelah saya tinggal, S bisa latihan untuk mengontrol halusinasi, dan mengulang-ulang
apa yang baru saja kita pelajari.
3. Kontrak yang akan datang:
a. Topik: Bagaimana kalau nanti kita berbincang-bincang lagi mengenai obat yang
harus S minum untuk membantu mengatasi halusinasi yang S alami?”
b. Waktu : “S kapan mau bertemu lagi dengan saya?” Bagaimana kalau nanti jam
setengah 2?”
c. Tempat : ”S mau ngobrol-ngobrol di mana? Bagaimana kalau di sini lagi saja.
Apakah S bersedia?”
b. Halusinasi dengar
Diagnosa keperawatan:
Gangguan sensori persepsi: halusinasi dengar.
Tujuan khusus: Klien dapat mengendalikan halusinasinya.
Tindakan keperawatan: (SP1)
1. Mengidentifikasi jenis halusinasi
2. Mengidentifikasi isi halusinasi
3. Mengidentifikasi waktu halusinasi
4. Mengidentifikasi frekuensi halusinasi
5. Mengidentifikasi situasi yang menimbulkan halusinasi
6. Mengidentifikasi responnya terhadap halusinasi
7. Mengajarkan klien menghardik halusinasi
8. Memasukkan cara menghardik halusinasi dalam jadwal kegiatan
Proses Pelaksanaan Tindakan
Orientasi
1. Salam terapeutik: “Selamat pagi S!”
2. Evaluasi/validasi:”Bagaimana perasaan S saat ini? Masih ingat kan sama suster?”
3. Kontrak:
a. Topik : “Bagaimana kalau kita berbincang-bincang tentang halusinasi yang S alami
dan cara mengendalikannya?”
b. Waktu : “Kita akan bercakap-cakap selama 20 menit saja”
c. Tempat: “Bagaimana kalau kita berbincang-bincang di ruang ini saja?”
Kerja
”Apakah S sering mengalami sesuatu?” ”Apa yang sering S alami? Apakah bapak
sering mendengar suara-suara yang aneh?” “Saya percaya S mendengar suara-suara itu,
namun saya tidak bisa mendengarnya?” ”Ada juga klien lain yang sering mengalami hal
yang sama seperti S” ”Biasanya apa yang S dengar? ” ”Kapan biasanya suara-suara itu
muncul?” ”Seberapa sering suara itu muncul?” ”Kondisi atau situasi apa yang
menyebabkan suara-suara itu muncul?” ”Apa yang biasanya S rasakan jika suara-suara
itu muncul?” ”Apa yang biasanya S lakukan untuk mengatasi perasaan itu?””Menurut
S, apa yang akan terjadi jika S selalu mendengarkan suara-suara itu?” “Biasanya cara
apa yang S lakukan?” “Ada beberapa cara yang bisa S lakukan jika suara itu muncul
lagi, bisa dengan tidur, marah atau menyibukkan diri, sehingga suara itu bisa sedikit
menghilang.” “Menurut S dari tiga cara yang saya sebutkan mana yang bisa S
lakukan?” “Mari kita diskusikan cara yang lebih baik untuk mengontrol halusinasi S.
ada 4 cara untuk mengontrol halusinasi. Yang pertama dengan mengatakan pada diri
sendiri bahwa ini tidak nyata. Yang kedua adalah dengan menemui orang lain untuk
menceritakan masalah halusinasi S. Yang ketiga S bisa melakukan jadwal kegiatan
yang sudah disusun. Dan yang terakhir S bisa meminta orang lain untuk menyapa jika
halusinasi S sedang muncul.” “Menurut S, cara mana yang bisa kita gunakan?” “ wah,
bagus sekali S sudah bisa memilih cara yang akan S gunakan untuk mengurangi
halusinasi?”
Terminasi
1. Evaluasi subjektif: ”Bagaimana perasaan S setelah kita berbincang-bincang, apakah S
sudah lebih memahami?”
2. Evaluasi objektif: ” Coba S sebutkan lagi cara yang bisa kita pakai untuk mengontrol
halusinasi?” ”Bagus sekali, ternyata S mampu menyebutkan cara mengontrol
halusinasi?”
3. Rencana tindak lanjut: ”Setelah saya tinggal, S bisa latihan untuk mengontrol
halusinasi, dan mengulang-ulang apa yang baru saja kita pelajari.
4. Kontrak yang akan datang:
a. Topik: Bagaimana kalau nanti kita berbincang-bincang lagi mengenai obat yang
harus S minum untuk membantu mengatasi halusinasi yang S alami?”
b. Waktu : “S kapan mau bertemu lagi dengan saya?” Bagaimana kalau nanti jam
setengah 2?” c. Tempat : ”S mau ngobrol-ngobrol di mana? Bagaimana kalau di sini
lagi saja.Apakah bersedia?”
VII. Rencana Tindakan Keperwatan
a. Tujuan umum : klien tidak mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan
b. Tujuan khusus :
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya
Tindakan :

 Salam terapeutik – perkenalan diri – jelaskan tujuan – ciptakan lingkungan


yang tenag – buat kontrak yang jelas (waktu, tempat, topik)
 Beri kesempatan mengungkapkan perasaan
 Empati
 Ajak membicarakan hal-hal yang ada di lingkungan
2. Klien dapat mengenal halusinasinya
Tindakan :

 Kontak sering dan singkat


 Observasi tingkah laku yang terkait dengan halusinasi (verbal dan non
verbal)
 Bantu mengenal halusinasinya dengan menanyakan apakah ada suara yang
didengar dan apa yang dikatakan oleh suara itu. Katakan bahwa perawat
percaya klien mendengar suara itu, tetapi perawat tidak mendengarnya.
Katakan bahwa perawat akan membantu
 Diskusi tentang situasi yang menimbulkan halusinasi, waktu, frekuensi
terjadinya halusinasi serta apa yang dirasakan saat terjadi halusinasi
 Dorong untuk mengungkapkan perasaan saat terjadi halusinasi
3. Klien dapat mengontrol halusinasinya
Tindakan :

 Identifikasi bersama tentang cara tindakan jika terjadi halusinasi


 Diskusikan manfaat cara yang digunakan klien dan cara baru untuk
mengontrol halusinasinya.
 Bantu memilih dan melatih cara memutus halusinasi : bicara dengan orang
lain bila muncul halusinasi, melakukan kegiatan, mengatakan pada suara
tersebut “saya tidak mau dengar”
 Tanyakan hasil upaya yang telah dipilih/dilakukan
 Beri kesempatan melakukan cara yang telah dipilih dan beri pujian jika
berhasil
 Libatkan klien dalam TAK : stimulasi persepsi
4. Klien dapat dukungan dari keluarga
Tindakan :

 Beri pendidikan kesehatan pada pertemuan keluarga tentang gejala, cara,


memutus halusinasi, cara merawat, informasi waktu follow up atau kapan
perlu mendapat bantuan.
 Beri reinforcement positif atas keterlibatan keluarga
5. Klien dapat menggunakan obat dengan benar
 Diskusikan tentang dosis, nama, frekuensi, efek dan efek samping minum obat
 Bantu menggunakan obat dengan prinsip 5 benar (nama pasien, obat, dosis,
cara, waktu)
 Anjurkan membicarakan efek dan efek samping obat yang dirasakan
 Beri reinforcement positif klien minum obat yang benar.
DAFTAR PUSTAKA

1. Stuart GW, Sundeen, Buku Saku Keperawatan Jiwa, Jakarta : EGC, 1995
2. Keliat Budi Ana, Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa, Edisi I, Jakarta : EGC, 1999
3. Aziz R, dkk, Pedoman Asuhan Keperawatan Jiwa Semarang : RSJD Dr. Amino
Gonohutomo, 2003
4. Tim Direktorat Keswa, Standar Asuhan Keperawatan Jiwa, Edisi 1, Bandung, RSJP
Bandung, 2000
LAPORAN PENDAHULUAN

I. Kasus (Masalah Utama)


Gangguan konsep diri : harga diri rendah

II. Proses Terjadinya Masalah


Gangguan harga diri rendah digambarkan sebagai perasaan yang negatif terhadap
diri sendiri, termasuk hilangnya percaya diri dan harga diri, merasa gagal mencapai
keinginan. (Budi Ana Keliat, 1999). Gangguan harga diri atau harga diri rendah dapat
terjadi secara :

1. Situasional, yaitu terjadi trauma yang tiba-tiba, misal harus operasi, kecelakaan,
dicerai suami, putus sekolah, putus hubungan kerja dll. Pada klien yang dirawat
dapat terjadi harga diri rendah karena privacy yang kurang diperhatikan :
pemeriksaan fisik yang sembarangan, pemasangan alat yang tidak sopan
(pemasangan kateter, pemeriksaan perianal, dll), harapan akan struktur, bentuk dan
ffungsi tubuh yang tidak tercapai karena dirawat/sakit/penyakit, perlakuan petugas
yang tidak menghargai.
2. Kronik, yaitu perasaan negatif terhadap diri telah berlangsung lama..
III. Pohon Masalah
Isolasi sosial : menarik diri

Gangguan konsep diri : Harga diri rendah

Berduka disfungsional

IV. Masalah Keperawatan dan Data yang Perlu Dikaji


1. Masalah keperawatan
a. Isolasi sosial : menarik diri
b. Gangguan konsep diri : harga diri rendah
c. Berduka disfungsional
2. Data yang perlu dikaji
a. Data Subyektif
Klien mengatakan saya tidak mampu, tidak bisa, tidak tahu apa-apa, bodoh,
mengkritik diri sendiri, mengungkapkan perasaan malu terhadap diri sendiri.

b. Data Obyektif
Klien terlihat lebih suka sendiri, bingung bila disuruh memilih alternatif
tindakan, ingin mencederai diri/ingin mengakhiri hidup.

V. Diagnosa Keperawatan
1. Isolasi sosial : menarik diri berhubungan dengan harga diri rendah
2. Gangguan konsep diri : harga diri rendah berhubungan dengan berduka
disfungsional.
VI. Strategi Pelaksanaan
Diagnosa Keperawatan : Gangguan konsep diri: harga diri rendah
Tujuan Khusus
a. Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki pasien
b. Klien dapat menilai kemampuan pasien yang dapat digunakan
c. Klien dapat memilih kegiatan yang akan dilatih sesuai dengan kemampuan pasien
d. Klien dapat berlatih sesuai dengan kemampuan yang dipilih
e. Klien dapat pujian yang wajar terhadap keberhasilan yang dicapai
f. Klien dapat memasukkan kegiatannya ke dalam jadwal harian pasien
Tindakan Keperawatan
SP1 HDR
1) Mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki pasien
2) Membantu pasien menilai kemampuan pasien yang dapat digunakan
3) Membantu pasien memilih kegiatan yang akan dilatih sesuai dengan kemampuan
pasien
4) Melatih pasien sesuai kemampuan yang dipilih
5) Memberikan pujian yang wajar terhadap keberhasilan pasien
6) Menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan
Orientasi
1. Salam terapetik
”Selamat pagi, Ibu R. Saya suster Amye Hutagalung. Hari ini saya yang akan
menemani ibu.”
2. Evaluasi/validasi
”Apa yang Ibu rasakan sekarang?”
3. Kontrak (topik, waktu, tempat)
”Ibu, hari ini kita akan ngobrol-ngobrol. Bagaimana kalau kita ngobrol tentang kegiatan
yang ibu sukai?”
Kerja
”Bu R, kegiatan apa yang ibu senangi? Apa ibu suka memasak dan merapikan tanaman?
”Ya, bagus sekali kegiatannya. Selain itu ada lagi tidak? Ayo coba ibu ingat-ingat lagi.”
”Nah, kegiatan itu bisa dilakukan di sini lho. Nyapu, olahraga, dan nyuci piring bisa
lho.”
”Ayo, kita coba sekarang nyapu ya. Iya, bagus sekali ibu. Ibu bisa melakukannya
dengan baik.”
”Sekarang, kita buat lagi jadwal kegiatan yang baru. Kita masukin ke daftarnya yuk.
Kita buat sama-sama yuk.”
Terminasi
1. Evaluasi respon klien terhadap tindakan keperawatan
1) Evaluasi Subjektif
”Bagaimana perasaan Ibu setelah ngobrol-ngobrol tadi?”
2) Evaluasi Objektif
”Bu tadi kita sudah bicara banyak tentang kegiatan yang disukai Ibu. Bisa Ibu sebutkan
lagi?”
2. Rencana lanjut klien
”Nah, Ibu bisa melakukan semua kegiatan ini sesuai dengan jadwal yang kita susun
tadi. Suster akan liat ya.”
3. Kontrak yang akan datang (topik, waktu, tempat)
”Bagaimana kalau nanti kita ketemu lagi seperti ini? Kita latihan merapikan tanaman
ya. Kita akan ketemu lagi jam setengah 2 ya.”
VII. Rencana Tindakan Keperawatan
a. Tujuan umum : klien tidak terjadi gangguan konsep diri : harga diri rendah/klien
akan meningkat harga dirinya.
b. Tujuan khusus :
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya
Tindakan :
Bina hubungan saling percaya : salam terapeutik, perkenalan diri, jelaskan tujuan interaksi,
ciptakan lingkungan yang tenang, buat kontrak yang jelas (waktu, tempat dan topik
pembicaraan)
Beri kesempatan pada klien untuk mengungkapkan perasaannya
Sediakan waktu untuk mendengarkan klien
Katakan kepada klien bahwa dirinya adalah seseorang yang berharga dan bertanggung jawab
serta mampu menolong dirinya sendiri
2. Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
Tindakan :

Klien dapat menilai kemampuan yang dapat Diskusikan kemampuan dan


aspek positif yang dimiliki
Hindarkan memberi penilaian negatif setiap bertemu klien, utamakan
memberi pujian yang realistis
Klien dapat menilai kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
3. Gunakan Tindakan :
3.1.Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
3.2.Diskusikan pula kemampuan yang dapat dilanjutkan setelah pulang ke
rumah
4. Klien dapat menetapkan / merencanakan kegiatan sesuai dengan kemampuan
yang dimiliki
Tindakan :

4.1. Rencanakan bersama klien aktivitas yang dapat dilakukan setiap hari sesuai
kemampuan

4.2. Tingkatkan kegiatan sesuai dengan toleransi kondisi klien

4.3. Beri contoh cara pelaksanaan kegiatan yang boleh klien lakukan

5. Klien dapat melakukan kegiatan sesuai kondisi dan kemampuan


Tindakan :

5.1. Beri kesempatan mencoba kegiatan yang telah direncanakan

5.2. Beri pujian atas keberhasilan klien

5.3. Diskusikan kemungkinan pelaksanaan di rumah


6. Klien dapat memanfaatkan sistem pendukung yang ada
Tindakan :

 Beri pendidikan kesehatan pada keluarga


tentang cara merawat klien
 Bantu keluarga memberi dukungan selama klien
dirawat
 Bantu keluarga menyiapkan lingkungan di
rumah
 Beri reinforcement positif atas keterlibatan
keluarga
DAFTAR PUSTAKA

Azis R, dkk. Pedoman asuhan keperawatan jiwa. Semarang : RSJD Dr. Amino Gondoutomo.
2003

Boyd MA, Hihart MA. Psychiatric nursing : contemporary practice. Philadelphia : Lipincott-
Raven Publisher. 1998

Keliat BA. Proses kesehatan jiwa. Edisi 1. Jakarta : EGC. 1999

Stuart GW, Sundeen SJ. Buku saku keperawatan jiwa. Edisi 3. Jakarta : EGC. 1998

Tim Direktorat Keswa. Standar asuhan keperawatan kesehatan jiwa. Edisi 1. Bandung :
RSJP Bandung. 2000
LAPORAN PENDAHULUAN
WAHAM

1. MASALAH UTAMA : Perubahan proses pikir : waham

2. PROSES TERJADINYA MASALAH


Waham adalah keyakinan seseorang yang berdasarkan penilaian realitas yang salah.
Keyakinan klien tidak konsisten dengan tingkat intelektual dan latar belakang budaya
klien. Waham dipengaruhi oleh faktor pertumbuhan dan perkembangan seperti adanya
penolakan, kekerasan, tidak ada kasih sayang, pertengkaran orang tua dan aniaya.
Waham dapat dicetuskan oleh adanya tekanan, isolasi, pengangguran yang disertai
perasaan tidak berguna, putus asa, tidak berdaya. Waham juga dapat menimbulkan
terjadinya kerusakan komunikasi verbal.
Manifestasi klinik waham yaitu berupa : klien mengungkapkan sesuatu yang
diyakininya ( tentang agama, kebesaran, kecurigaan, keadaan dirinya ) berulang kali
secara berlebihan tetapi tidak sesuai kenyataan, klien tampak tidak mempunyai orang
lain, curiga, bermusuhan, merusak (diri, orang lain, lingkungan), takut, kadang panik,
sangat waspada, tidak tepat menilai lingkungan / realitas, ekspresi wajah tegang, mudah
tersinggung.

3. A. POHON MASALAH

Resiko mencederai diri,


Kerusakan komunikasi orang lain dan lingkungan
verbal

Perubahan proses
pikir : waham

Gangguan konsep diri :


harga diri rendah
B. MASALAH KEPERAWATAN DAN DATA YANG PERLU DIKAJI
1). Masalah keperawatan :
a). Kerusakan komunikasi : verbal
b). Perubahan proses pikir : waham
c). Gangguan konsep diri : harga diri rendah.
2) Data yang perlu dikaji :
a). Data subyektif :
Klien mengungkapkan sesuatu yang diyakininya (tentang agama, kebesaran,
kecurigaan, keadaan dirinya) berulang kali secara berlebihan tetapi tidak
sesuai kenyataan.
b). Data obyektif :
Klien tampak tidak mempunyai orang lain, curiga, bermusuhan, merusak (diri,
orang lain, lingkungan), takut, kadang panik, sangat waspada, tidak tepat
menilai lingkungan / realitas, ekspresi wajah klien tegang, mudah tersinggung.
4. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan waham
b. Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan berhubungan dengan waham
c. Perubahan proses pikir : waham berhubungan dengan harga diri rendah.
5. STRATEGI PELAKSANAAN
Diagnosa Keperawatan : Waham

Tujuan Khusus : Membantu Orientasi realita

Tujuan Umum

1. Bina hubungan saling percaya

2. Membantu klien kembali ke realita

3. Mendiskusikan kebutuhan yang tidak terpenuhi

4. Membantu pasien memenuhi kebutuhannya

5. Membantu klien menyusun kegiatan harian

B.Strategi pelaksanaan tindakan keperawatan (SP1)

Orientasi
a. Salam terapeutik: “Hallo, selamat pagi pak, perkenalkan nama saya Amye Hutagalung,
panggil saya Amye saja, saya mahasiswa Keperawatan Universitas Indonesia, saya bertugas
disini selama 5 kali pertemuan.

b. Evaluasi/validasi: Bagaimana kabar bapak hari ini? Aduh bapak hari ini tampak segar
sekali? Sudah makan pagi apa belum? Menunya masih ingat apa tadi ?”

c. Kontrak (topik, waktu, tempat): “ Hari ini kita akan bincang-bincang untuk lebih saling
mengenal, waktunya ± 15 menit cukup tidak pak?”. Dimana kita bicara? Bagaimana kalau
sambil duduk di teras?”

Kerja

“Bagaimana perasaan dan keadaan pak hari ini?”

“Apakah ada yang dikeluhkan atau ditanyakan sebelum kita berbincang-bincang?”

“ Pak tidak usah kawatir karena kita berada di tempat yang aman. Saya dan perawat-perawat
di sini akan selalu menjadi teman dan membantu Bapak”

“Bapak, bisa saya tahu sekarang identitas Bapak, baik alamat, keluarga, hobi atau mungkin
keinginan sekarang?”

“Wah terima kasih Bapak karena sudah mau berkenalan dengan saya dan sekarang saya akan
memberitahu identitas saya, Bapak mau kan mendengarkan?”

“Nah karena kita sudah saling mengenal maka sekarang kita berteman, jadi Bapak tidak perlu
sungkan lagi bila ada masalah bisa diceritakan pada saya, Bapak mau kan berteman dengan
saya?”

Terminasi

“Sementara itu dulu yang kita bicarakan ya Pak?”

“Coba bisa diulang tadi, nama saya siapa?”

“ Wah, bagus sekali Pak bisa ingat nama saya.”

“Saya sangat senang bisa berkenalan dengan Bapak dan Bapak sudah bisa mengungkapkan
perasaan dengan baik dan mau berkenalan dan berteman dengan saya.”
“Besok kita ketemu lagi ya? Dan bincang-bincang lagi tentang cara mempraktekkan
membina hubungan dengan orang lain dan membicarakan kemampuan yang bapak miliki ,
jam 10.30 WIB, tempatnya disini lagi, bagaimana bapa parmin setuju?”

“Baiklah, saya minta pamit dulu, terimakasih, sampai bertemu besok ya?”

5. RENCANA KEPERAWATAN
a. Tujuan umum : sesuai masalah (problem).
b. Tujuan khusus :
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya dengan perawat
Tindakan :
1.1. Bina hubungan. saling percaya: salam terapeutik, perkenalkan diri, jelaskan
tujuan interaksi, ciptakan lingkungan yang tenang, buat kontrak yang jelas
topik, waktu, tempat).
1.2. Jangan membantah dan mendukung waham klien: katakan perawat
menerima keyakinan klien "saya menerima keyakinan anda" disertai
ekspresi menerima, katakan perawat tidak mendukung disertai ekspresi ragu
dan empati, tidak membicarakan isi waham klien.
1.3. Yakinkan klien berada dalam keadaan aman dan terlindungi: katakan
perawat akan menemani klien dan klien berada di tempat yang aman,
gunakan keterbukaan dan kejujuran jangan tinggalkan klien sendirian.
1.4. Observasi apakah wahamnya mengganggu aktivitas harian dan perawatan
diri

2. Klien dapat mengidentifikasi kemampuan yang dimiliki


Tindakan :
2.1. Beri pujian pada penampilan dan kemampuan klien yang realistis.
2.2. Diskusikan bersama klien kemampuan yang dimiliki pada waktu lalu dan
saat ini yang realistis.
2.3. Tanyakan apa yang biasa dilakukan kemudian anjurkan untuk
melakukannya saat ini (kaitkan dengan aktivitas sehari - hari dan perawatan
diri).
2.4. Jika klien selalu bicara tentang wahamnya, dengarkan sampai kebutuhan
waham tidak ada. Perlihatkan kepada klien bahwa klien sangat penting.
3. Klien dapat mengidentifikasikan kebutuhan yang tidak terpenuhi
Tindakan :
3.1. Observasi kebutuhan klien sehari-hari.
3.2. Diskusikan kebutuhan klien yang tidak terpenuhi baik selama di rumah
maupun di rumah sakit (rasa sakit, cemas, marah).
3.3. Hubungkan kebutuhan yang tidak terpenuhi dan timbulnya waham.
3.4. Tingkatkan aktivitas yang dapat memenuhi kebutuhan klien dan
memerlukan waktu dan tenaga (buat jadwal jika mungkin).
3.5. Atur situasi agar klien tidak mempunyai waktu untuk menggunakan
wahamnya.
4. Klien dapat berhubungan dengan realitas
Tindakan :
4.1. Berbicara dengan klien dalam konteks realitas (diri, orang lain, tempat dan
waktu).
4.2. Sertakan klien dalam terapi aktivitas kelompok : orientasi realitas.
4.3. Berikan pujian pada tiap kegiatan positif yang dilakukan klien

5. Klien dapat menggunakan obat dengan benar


Tindakan :
5.1. Diskusikan dengan kiten tentang nama obat, dosis, frekuensi, efek dan efek
samping minum obat.
5.2. Bantu klien menggunakan obat dengan priinsip 5 benar (nama pasien, obat,
dosis, cara dan waktu).
5.3. Anjurkan klien membicarakan efek dan efek samping obat yang dirasakan.
5.4. Beri reinforcement bila klien minum obat yang benar.
6. Klien dapat dukungan dari keluarga
Tindakan :
6.1. Diskusikan dengan keluarga melalui pertemuan keluarga tentang: gejala
waham, cara merawat klien, lingkungan keluarga dan follow up obat.
6.2. Beri reinforcement atas keterlibatan keluarga
LAPORAN PENDAHULUAN

II. Kasus (Masalah Utama)


Perilaku kekerasan/amuk

III. Proses Terjadinya Masalah


Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan
yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri, orang lain maupun
lingkungan. Hal tersebut dilakukan untuk mengungkapkan perasaan kesal atau marah
yang tidak konstruktif (Towsend,1998)

Perilaku kekerasan/amuk dapat disebabkan karena frustasi, takut, manipulasi


atau intimidasi. Perilaku kekerasan merupakan hasil konflik emosional yang belum
dapat diselesaikan. Perilaku kekersan juga menggambarkan rasa tidak aman, kebutuhan
akan perhatian dan ketergantungan pada orang lain.

Pada klien gangguan jiwa, perilaku kekerasan dapat disebabkan adanya


perubahan sensori persepsi berupa halusinasi baik dengar, visual maupun lainnya. Klien
merasa diperintah oleh suara-suara atau bayangan yang mengejeknya. Klien dengan
perilaku kekerasan dapat melakukan tindakan-tindakan berbahaya bagi dirinya, orang
lain maupun lingkungan, seperti menyerang orang lain, memecahkan perabot,
membakar rumah dan lain-lain.

IV. Pohon Masalah


Risiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan

Perilaku kekerasan/amuk

Perubahan persepsi sensori : halusinasi….

V. Masalah Keperawatan dan Data yang Perlu Dikaji


a. Masalah keperawatan
1. Risiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan
2. Perilaku kekerasan/amuk
3. Perubahan persepsi sensori : halusinasi….
b. Data yang perlu dikaji
1. Data Subjektif
a. Klien mengatakan benci atau kesal pada seseorang
b. Klien suka membentak dan menyerang orang yang mengusiknya jika
sedang kesal atau marah
c. Riwayat perilaku kekerasan atau gangguan jiwa lainnya
2. Data Objektif
a. Mata merah, wajah agak merah
b. Nada suara tinggi dan keras, bicara menguasai
c. Ekspresi marah saat membicarakan orang, pandangan tajam
d. Merusak dan melempar barang-barang
VI. Diagnosa Keperawatan
1. Risiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan berhubungan dengan perilaku
kekerasan/amuk
2. Perilaku kekerasan/amuk berhubungan dengan perubahan persepsi sensori :
halusinasi….
VII. Strategi Pelaksanaan
Diagnosa keperawatan: Resiko mencederai orang lain berhubungan dengan perilaku
kekerasan.
Tujuan khusus: Klien dapat mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan
Tindakan Keperawatan
1. Membantu Klien mengidentifikasikan penyebab perilaku kekerasan.
2. Membantu Klien mengidentifikasikan tanda-tanda dan gejala perilaku kekerasan.
3. Membantu Klien mengidentifikasi perilaku kekerasan yang biasa
dilakukan.
4. Mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan
5. Klien dapat mengidentifikasi cara yang konstruktif dalam merespon terhadap
kemarahan
6. Membantu pasien mempraktekkan latihan cara mengontrol PK secara fisik 1
7. Menganjurkan pasien memasukkan dalam kegiatan harian
Proses Pelaksanaan Tindakan
Orientasi
“ Selamat pagi Pak ! ” ( disertai mengulurkan tangan untuk berjabat tangan).
“ Nama saya Amye Hutagalung, saya biasa dipanggil Amye.“
“ Nama bapak siapa ? “
“ Nama panggilannya siapa pak ? “.
“ Saya ingin berbincang-bincang dengan bapak ...., boleh ? “
“ Bagaimana kalau sambil barbincang-bincang kita duduk di kursi dekat ruang makan
itu ? “
“ Saya mahasiswa Fakultas Ilmu Keperawatan yang sedang bertugas disini, saya akan
merawat bapak dari jam 08.00-14.00
“ Kita akan bersama-sama menyelesaikan masalah yang bapak .... hadapi.”
Kerja
“ Bagaimana perasaan bapak .... hari ini ?”
“ Kalau boleh tahu, apa yang terjadi selama ini sampai bapak ... dibawa kemari ?”
“ Apa yang menyebabkan bapak .... berperilaku seperti itu ?”
Terminasi
“ Baik pak ...., saya rasa sudah cukup percakapan kita kali ini, kalau boleh saya
menyimpulkan perilaku yang bapak lakukan tersebut adalah termasuk perilaku
kekerasan karena bapak sangat kesal pada istri bapak, saya ingin kita ketemu lagi siang
ini setelah makan siang untuk mendiskusikan tanda-tanda yang termasuk perilaku
kekerasan dan perilaku kekerasan apa yang telah bapak lakukan, mungkin tidak akan
lama sekitar 15 menit, bapak maukan ?”
“ Sekarang bagaimana perasaan bapak .... ?”
“ Bapak bisa sebutkan lagi penyebab kenapa berperilaku seperti itu ?”
“ Silahkan bapak .... istirahat sambil menunggu makan siang karena saya lihat bapak
kelihatan lelah. “
“ Oh iya, mungkin ada yang ingin bapak .... sampaikan lagi sebelum saya pergi keruang
perawatan untuk menuliskan bahan diskusi kita nanti siang ? “
“ Baik pak .... silahkan bapak istirahat.”
VIII. Rencana Tindakan Keperwatan
a. Tujuan umum : klien tidak mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan
b. Tujuan khusus :
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya
Tindakan :
Bina hubungan saling percaya : salam terapeutik, empati, perkenalan dan
jelaskan tujuan interaksi
Beri perhatian dan penghargaan : temani klien walau tidak menjawab
Bicara dengan sikap tenang, rileks dan tidak menantang
2. Klien dapat mengidentifikasikan penyebab perilaku kekerasan
Tindakan :

Beri kesempatan mengungkapkan perasaan


Bantu klien mengungkapkan perasaan jengkel / kesal
Dengarkan ungkapan rasa marah dan perasaan bermusuhan klien dengan
tenang
3. Klien dapat mengidentifikasi tanda-tanda perilaku kekerasan
Tindakan :

Anjurkan klien mengungkapkan yang dialami dan dirasakan saat jengkel


atau kesal
Observasi tanda perilaku kekerasan
Simpulkan bersama klien tanda-tanda jengkel/kesal yang dialami klien
4. Klien dapat mengidentifikasi perilaku kekerasan yang biasa dilakukan
Tindakan :

Anjurkan klien mengungkapkan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan


Bantu klien bermain peran sesuai dengan perilaku kekerasan yang biasa
dilakukan
Tanyakan apakah dengan tindakan seperti itu dapat menyelesaikan
masalah
5. Klien dapat mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan
Tindakan :

Bicarakan akibat/kerugian dari cara yang dilakukan


Bersama klien menyimpulkan akibat dari cara yang digunakan
Tanyakan apakah klien ingin mempelajari cara baru yang sehat
6. Klien dapat mengidentifikasi cara konstruktif dalam berespon terhadap
kemarahan
Tindakan :
Beri pujian jika mengetahui cara lain yang sehat
Diskusikan cara lain yang sehat. Secara fisik : tarik napas dalam jika
sedang kesal, berolahraga, memukul bantal/kasur
Secara verbal : katakan bahwa anda sedang marah atau kesal/tersinggung
Secara spiritual : berdoa, ibadah, memohon kepada Tuhan untuk diberi
kesabaran
7. Klien dapat mengidentifikasi cara mengontrol perilaku kekerasan
Tindakan :

Bantu memilih cara yang paling tepat


Bantu mengidentifikasi manfaat cara yang telah dipilih
Bantu mensimulasikan cara yang telah dipilih
Beri reinforcement positif atas keberhasilan yang dicapai dalam simulasi
Anjurkan menggunakan cara yang telah dipilih saat jengkel/marah
8. Klien mendapat dukungan dari keluarga
Tindakan :

Beri pendidikan kesehatan tentang cara merawat klien melalui pertemuan


keluarga
Beri reinforcement positif atas keterlibatan keluarga
9. Klien dapat menggunakan obat dengan benar (sesuai program)
Tindakan :

Diskusikan dengan klien tentang obat (nama, dosis, frekuensi, efek dan
efek samping)
Bantu klien menggunakan obat dengan prinsip 5 benar (nama klien, obat,
dosis, cara dan waktu)
Anjurkan untuk membicarakan efek dan efek samping obat yang dirasakan
LAPORAN PENDAHULUAN
A. MASALAH UTAMA
Resiko bunuh diri

B. PROSES TERJADINYA MASALAH


1. Pengertian
Bunuh diri merupakan tindakan yang secara sadar dilakukan oleh pasien untuk
mengakhiri kehidupannya. Menurut Maris, Berman, Silverman, dan Bongar (2000),
bunuh diri memiliki 4 pengertian, antara lain:
 Bunuh diri adalah membunuh diri sendiri secara intensional
 Bunuh diri dilakukan dengan intensi
 Bunuh diri dilakukan oleh diri sendiri kepada diri sendiri
 Bunuh diri bisa terjadi secara tidak langsung (aktif) atau tidak langsung
(pasif), misalnya dengan tidak meminum obat yang menentukan
kelangsungan hidup atau secara sengaja berada di rel kereta api.
Tanda dan gejala :

 Sedih
 Marah
 Putus asa
 Tidak berdaya
 Memeberikan isyarat verbal maupun non verbal
2. Penyebab
Secara universal: karena ketidakmampuan individu untuk menyelesaikan masalah.
Terbagi menjadi:

1. Faktor Genetik

2. Faktor Biologis lain

3. Faktor Psikososial & Lingkungan

Faktor genetik (berdasarkan penelitian):

 1,5 – 3 kali lebih banyak perilaku bunuh diri terjadi pada individu yang
menjadi kerabat tingkat pertama dari orang yang mengalami gangguan
mood/depresi/ yang pernah melakukan upaya bunuh diri.
 Lebih sering terjadi pada kembar monozigot dari pada kembar dizigot.
Faktor Biologis lain:

Biasanya karena penyakit kronis/kondisi medis tertentu, misalnya:

 Stroke
 Gangguuan kerusakan kognitif (demensia)
 DiabetesPenyakit arteri koronaria
 Kanker
 HIV / AIDS
Faktor Psikososial & Lingkungan:

 Teori Psikoanalitik / Psikodinamika: Teori Freud, yaitu bahwa


kehilangan objek berkaitan dengan agresi & kemarahan, perasaan
negatif thd diri, dan terakhir depresi.
 Teori Perilaku Kognitif: Teori Beck, yaitu Pola kognitif negatif yang
berkembang, memandang rendah diri sendiri
 Stressor Lingkungan: kehilangan anggota keluarga, penipuan,
kurangnya sistem pendukung sosial
3. Akibat
Resiko bunuh diri dapat megakibatkan sebagai berikut :

 Keputusasaan
 Menyalahkan diri sendiri
 Perasaan gagal dan tidak berharga
 Perasaan tertekan
 Insomnia yang menetap
 Penurunan berat badan
 Berbicara lamban, keletihan
 Menarik diri dari lingkungan social
 Pikiran dan rencana bunuh diri
 Percobaan atau ancaman verbal
C. POHON MASALAH

Resiko mencederai diri sendiri, orang


lain dan lingkungan

Resiko bunuh diri

Harga diri rendah

D. MASALAH KEPERAWATAN DAN DATA YANG PERLU DIKAJI


1. Pengkajian Faktor Resiko Perilaku bunuh Diri
 Jenis kelamin: resiko meningkat pada pria
 Usia: lebih tua, masalah semakin banyak
 Status perkawinan: menikah dapat menurunkan resiko, hidup sendiri
merupakan masalah.
 Riwayat keluarga: meningkat apabila ada keluarga dengan percobaan bunuh
diri / penyalahgunaan zat.
 Pencetus ( peristiwa hidup yang baru terjadi): Kehilangan orang yang dicintai,
pengangguran, mendapat malu di lingkungan social.
 Faktor kepribadian: lebih sering pada kepribadian introvert/menutup diri.
 Lain – lain: Penelitian membuktikan bahwa ras kulit putih lebih beresiko
mengalami perilaku bunuh diri.
2. Masalah keperawatan
 Resiko Perilaku bunuh diri
DS : menyatakan ingin bunuh diri / ingin mati saja, tak ada gunanya hidup.

DO : ada isyarat bunuh diri, ada ide bunuh diri, pernah mencoba bunuhdiri.

 Koping maladaptive
DS : menyatakan putus asa dan tak berdaya, tidak bahagia, tak ada harapan.

DO : nampak sedih, mudah marah, gelisah, tidak dapat mengontrol impuls.


E. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Diagnosa 1 : Resiko bunuh diri
2. Tujuan umum : Klien tidak melakukan percobaan bunuh diri
3. Tujuan khusus :
 Klien dapat membina hubungan saling percaya
Tindakan:

 Perkenalkan diri dengan klien


 Tanggapi pembicaraan klien dengan sabar dan tidak menyangkal.
 Bicara dengan tegas, jelas, dan jujur.
 Bersifat hangat dan bersahabat.
 Temani klien saat keinginan mencederai diri meningkat.
 Klien dapat terlindung dari perilaku bunuh diri
Tindakan :
 Jauhkan klien dari benda benda yang dapat membahayakan (pisau,
silet, gunting, tali, kaca, dan lain lain).
 Tempatkan klien di ruangan yang tenang dan selalu terlihat oleh
perawat.
 Awasi klien secara ketat setiap saat.
 Klien dapat mengekspresikan perasaannya
Tindakan:
 Dengarkan keluhan yang dirasakan.
 Bersikap empati untuk meningkatkan ungkapan keraguan, ketakutan
dan keputusasaan.
 Beri dorongan untuk mengungkapkan mengapa dan bagaimana
harapannya.
 Beri waktu dan kesempatan untuk menceritakan arti penderitaan,
kematian, dan lain lain.
 Beri dukungan pada tindakan atau ucapan klien yang menunjukkan
keinginan untuk hidup.
 Klien dapat meningkatkan harga diri
Tindakan:
 Bantu untuk memahami bahwa klien dapat mengatasi keputusasaannya.
 Kaji dan kerahkan sumber sumber internal individu.
 Bantu mengidentifikasi sumber sumber harapan (misal: hubungan antar
sesama, keyakinan, hal hal untuk diselesaikan).
 Klien dapat menggunakan koping yang adaptif
Tindakan:
 Ajarkan untuk mengidentifikasi pengalaman pengalaman yang
menyenangkan setiap hari (misal : berjalan-jalan, membaca buku
favorit, menulis surat dll.)
 Bantu untuk mengenali hal hal yang ia cintai dan yang ia sayang, dan
pentingnya terhadap kehidupan orang lain, mengesampingkan tentang
kegagalan dalam kesehatan.
 Beri dorongan untuk berbagi keprihatinan pada orang lain yang
mempunyai suatu masalah dan atau penyakit yang sama dan telah
mempunyai pengalaman positif dalam mengatasi masalah tersebut
dengan koping yang efektif

1. Diagnosa 2 : Gangguan konsep diri: harga diri rendah


2. Tujuan umum : Klien tidak melakukan kekerasan
3. Tujuan khusus :
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya.
Tindakan:
1.1. Bina hubungan saling percaya : salam terapeutik, empati, sebut nama
perawat dan jelaskan tujuan interaksi.
1.2. Panggil klien dengan nama panggilan yang disukai.
1.3. Bicara dengan sikap tenang, rileks dan tidak menantang.

2. Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki.


Tindakan:
2.1 Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
2.2 Hindari penilaian negatif detiap pertemuan klien
2.3 Utamakan pemberian pujian yang realitas
3. Klien mampu menilai kemampuan yang dapat digunakan untuk diri sendiri dan
keluarga
Tindakan:
3.1 Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
3.2 Diskusikan pula kemampuan yang dapat dilanjutkan setelah pulang ke
rumah
4. Klien dapat merencanakan kegiatan yang bermanfaat sesuai kemampuan yang
dimiliki
Tindakan :
4.1. Rencanakan bersama klien aktivitas yang dapat dilakukan setiap hari sesuai
kemampuan.
4.2. Beri contoh cara pelaksanaan kegiatan yang klien lakukan.
4.3. Tingkatkan kegiatan sesuai dengan toleransi kondisi klien
5. Klien dapat melakukan kegiatan sesuai kondisi dan kemampuan
Tindakan :
5.1. Beri klien kesempatan mencoba kegiatan yang telah direncanakan
5.2. Beri pujian atas keberhasilan klien
5.3. Diskusikan kemungkinan pelaksanaan di rumah
6. Klien dapat memanfaatkan sistem pendukung yang ada
Tindakan :
6.1 Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara merawat klien
6.2 Bantu keluarga memberi dukungan selama klien dirawat
6.3 Bantu keluarga menyiapkan lingkungan di rumah
6.4 Beri reinforcement positif atas keterlibatan keluarga

1. Diagnosa : Resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan


2. Tujuan umum :
- Pasien tidak mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan
3. Tujuan khusus :
- Pasien mendapatkan perlindungan dari lingkungannya
- Pasien mampu mengungkapkan perasaannya
- Pasien mampu meningkatkan harga dirinya
- Pasien mampu menggunakan cara penyelesaiaan masalah yang baik
4. Tindakan :
- Mendikusikan cara mengatasi keinginan mencederai diri sendiri, orang lain
dan lingkungan
- Meningkatkan harga diri pasien dengan cara :
o Memberikan kesempatan pasien mengungkapkan perasaannya
o Memberikan pujian jika pasien dapat mengatakan perasaan yang positif
o Meyakinkan pasien bahawa dirinya penting
o Mendiskusikan tentang keadaan yang sepatutnya disyukuri oleh pasien
o Merencanakan yang dapat pasien lakukan
- Tingkatkan kemampuan menyelesaikan masalah dengan cara :
o Mendiskusikan dengan pasien cara menyelesaikan masalahnya
o Mendiskusikan dengan pasien efektfitas masing-masing cara
penyelesian masalah
o Mendiskusikan dengan pasien cara menyelesaikan masalah yang lebih
baik
F. STRATEGI PELAKSANAAN
Diagnosa Keperawatan : Resiko Bunuh Diri
Tujuan Khusus : Klien tidak akan membahayakan dirinya sendiri secara fisik
Tujuan Umum
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya.
2. Klien tidak akan melakukan aktivitas yang mencederakan dirinya
3. Klien akan mengidentifikasikan aspek-aspek positif yang ada pada dirinya
4. Klien akan mengimplementasikan dua respons protektif diri yang adaptif
5. Klien akan mengidentifikasi dua sumber dukungan sosial yang bermanfaat
6. Klien akan mampu menguraikan rencana pengobatan dan rasionalnya
Tindakan Keperawatan
1. Mengidentifikasi benda-benda yang dapat membahayakan pasien
2. Mengamankan benda-benda yang dapat membahayakan pasien
3. Melakukan kontrak treatment
4. Mengajarkan cara-cara mengendalikan dorongan bunuh diri
5. Melatih cara mengendalikan dorongan bunuh diri
G. RENCANA TINDAKAN KPERAWATAN
a. Ancaman atau percobaan bunuh diri
1. Intervensi pada pasien
a) Tujuan keperawatan
Pasien tetap aman dan selamat.

b) Tindakan keperawatan
Melindubgi pasien dengan cara:

 Temani pasien terus-menerus sampai pasein dapat dipindahkan ke


tempat yang aman
 Jauhkan semua benda yang berbahaya (misalnya: pisau, silet, gelas,
dan tali pinggang)
 Periksa apakah pasien benar-benar telah meminum obatnya jika pasien
mendapatkan obatnya.
 Dengan lembut, jelaskan pada pasien bahwa anda akan melindungi
pasien sampai tidak ada keinginan bunuh diri.

Daftar Pustaka

Keliat A. Budi, Akemat. 2009. Model Praktik Keperawatan Profesional Jiwa. Jakarta: EGC.

You might also like