You are on page 1of 18

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Marfan syndrome (MFS) adalah gangguan spektrum disebabkan oleh cacat genetik
diwariskan dari jaringan ikat yang memiliki mode dominan autosomal transmisi cacat itu
sendiri telah diisolasi dengan gen FBN1 pada kromosom 15. yang kode untuk protein
jaringan ikat fibrillin. Kelainan pada protein ini menyebabkan segudang masalah klinis
yang berbeda, dimana masalah sistem muskuloskeletal, jantung, dan mata mendominasi.
Kerangka pasien dengan MFS biasanya menampilkan cacat multiple termasuk
arachnodactyly (yaitu, normal panjang dan angka tipis), dolichostenomelia (yaitu, kaki
panjang relatif terhadap panjang batang), kelainan bentuk pectus (yaitu, pectus
excavatum dan pectus carinatum), dan scoliosis torakolumbalis.1,7
Dalam sistem kardiovaskular dapat terjadi gangguan dilatasi aorta, regurgitasi aorta,
dan aneurisma yang merupakan gangguan paling mengkhawatirkan. Katup mitral
prolaps yang membutuhkan penggantian katup dapat juga terjadi. Temuan gangguan
mata dapat terjadi termasuk miopia, katarak, ablasio retina, dan dislokasi lensa utama.
Kejadian Sindrom Marfan diperkirakan berkisar dari 1 dalam 5.000 sampai 2-3
dalam 10.000 orang. Sindrom Marfan mempengaruhi pria, wanita, dan anak-anak, dan
telah ditemukan di antara orang-orang dari semua ras dan latar belakang etnis. Mutasi
pada gen fibrillin menyebabkan efek pleiotropik.

Universitas Tarumanagara 1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Sindrom Marfan adalah penyakit genetik autosomal dominant pada jaringan ikat yang
ditandai dengan adanya disproporsi tungkai, jari-jari tampak lebih panjang dan kurus,
serta perawakan tubuh yang tinggi.2 Penyakit ini merupakan salah satu
faktor predisposisi terjadinya kelainan kardiovaskular, terutama yang mempengaruhi
katup jantung dan aorta. Selain itu, penyakit ini juga mempengaruhi struktur dan organ
lain seperti paru-paru, mata, tulang belakang dan palatum durum. 2,4

Gambar1. Autosom Dominan

2.2 Insidensi
Sindrom marfan dapat terjadi pada pria maupun wanita dengan presentase yang sama.2
Semua gen yang diterima dari orang tua masing-masing satu dari ayah dan ibu hanya satu
gen saja dari sepasang gen itu yang terkena sindrom Marfan maka kemungkinannya 50%
dari anak-anaknya akan terwarisi sindrom yang sama. Kemungkinan ini dapat dijelaskan
dari fakta bahwa gen dalam hal ini merupakan faktor dominan.Menurut dr. Agus
Harianto SpA, salah satu anggota Tim Tumbuh Kembang Anak dan Remaja RSUD dr.
Soetomo, penyakit kelainan genetik yang bersifat autosomal dominan ini kejadiannya
memang sangat langka, hanya satu di antara 60.000 populasi. Penderita sindrom Marfan
diperkirakan sekitar 200.000 di Amerika, sedangkan di Indonesia belum diketahui berapa
banyak penderita sindrom Marfan. Tak ada kecenderungan sindrom Marfan diderita oleh
satu suku atau gender tertentu, yang berarti pula setiap orang di muka bumi ini

Universitas Tarumanagara 2
berpeluang mengalaminya. Kendati penyakit tersebut bersifat menurun, pengidap
sindrom Marfan dapat berasal dari orang tua yang sehat dan normal. Hal itu dapat terjadi
karena terjadinya mutasi pada sperma maupun sel telur yang termanifestasi pada
anaknya. Kemungkinan terjadinya peristiwa seperti ini menurut hitungan statistik
sebesar 15%. Sindrom marfan dapat didiagnosa pada masa prenatal, saat lahir atau pada
usia dewasa. Manifestasi klinik sindrom marfan umumnya akan lebih berat jika
didapatkan pada masa neonatus.2,3,4

2.3 Etiologi
Sindrom Marfan terungkap setelah ditemukannya abnormalitas genetik pada penderita
sindrom Marfan, yaitu pada gene fibrillin satu (FBN1) yang teletak pada khromosom 151
pada lengan panjang (q) 15q21.1 dan fibrillin dua (FBN2) yang berlokasi pada
khromosom 5.
Fibrillin adalah salah satu elemen dari matriks ekstra-seluler dan ditemukan diberbagai
jaringan seperti: periosteum di tulang, stroma kornea mata, glomerulus di ginjal,
bronchioli pada paru-paru, ligamentum serta lapisan tunika media dari aorta.
2.4 Patofisiologi
Sindrom marfan terjadi oleh karena adanya mutasi pada gen FBN 1 pada kromosom 15
yang berperan dalam mengkode glikoprotein fibrillin-1, komponen matriks ekstraseluler.
Protein fibrillin-1 berperan penting dalam memperbaiki pembentukan matriks
ekstraseluler, meliputi biogenesis dan pertumbuhan serabut-serabut elastin. Matriks

Universitas Tarumanagara 3
ekstraseluler tidak hanya berperan dalam struktural integritas jaringan ikat tetapi juga
sebagai reservoir untuk faktor pertumbuhan. Serabut-serabut elastin dapat ditemukan
pada seluruh tubuh, namun serabut ini akan lebih banyak ditemukan pada aorta, ligamen,
dan zonula siliaris pada mata.4,8
Peneliti telah mengidentifikasi lebih dari 600 mutasi FBN1 yang menyebabkan sindrom
Marfan Lebih dari 60% mutasi tersebut merubah satu dari sekian banyak protein asam
amino dalam pembentukan fibrilin-1. FBN1 yang termutasi menghasilkan abnormal
fibrillin-1 yang tidak dapat menjalankan fungsi seharusnya.Mutasi FBNI mengurangi
jumlah fibrilin yang dihasilkan oleh sel. Alhasil, jumlah fibrilliin-1 yang tersedia tidak
cukup untuk membentuk mikrofibril. Menurunnya produksi mikrofibril akan
melemahkan elastisitas dan menyebabkan aktivasi berlebih dari faktor TGF-beta. Hal itu
akan menjadi penyebab dan gejala sindrom Marfan. 2 Kelainan melibatkan mikrofibril ini
melemahkan dinding aorta. Dilatasi aorta diseksi aorta progresif dan akhirnya terjadi
karena ketegangan yang disebabkan oleh impuls ejeksi ventrikel kiri.Demikian juga,
kekurangan deposisi fibrillin menyebabkan integritas struktural berkurang dari zonules
lensa, ligamen, paru-paru, dan dura spinal. 4,7,8
Penurunan sifat autosomal dominan berarti suatu kelainan timbul meskipun hanya
terdapat satu gen yang cacat dari salah satu orang tuanya. Sebagai perbandingan, penyakit
autosom resesif akan muncul saat seorang individu memiliki 2 gen mutan. Ciri pewarisan
autosomal dominan:
 Sifat tersebut mungkin ada pada pria maupun wanita.
 Sifat itu juga terdapat pada salah satu orang tua pasangan.
 Sekitar 50% anak yang dilahirkan akan memiliki sifat ini, meskipun salah satu pasangan
tidak memiliki sifat ini.
 Pola pewarisan bersifat vertikal, artinya tiap generasi yang ada pasti ada yang memiliki
sifat ini.
 Bila sifat yang diwariskan berupa penyakit keturunan, anak-anak yang tidak menderita
penyakit ini bila menikah dengan pasangan yang normal maka keturunan yang dihasilkan
juga akan normal.

Universitas Tarumanagara 4
2.5 Manifestasi Klinis
Ghent’s Criteria
Ghent’s criteria merupakan kriteria yang digunakan untuk membedakan sindrom marfan
dengan penyakit lainnya atau penyakit dengan kondisi yang sama. Kriteria ini terdiri dari
kriteria major dan minor. Kriteria major merupakan gambaran atau gejala yang umumnya
terdapat pada orang-orang sindrom marfan dan jarang pada sindrom lainya, sedangkan
kriteria minor merupakan gambaran atau gejala yang menyertai sindrom marfan tetapi
bisa juga diperlihatkan oleh orang-orang yang tidak menderita sindrom marfan. Untuk
mendiagnosis sindrom marfan ada beberapa kriteria major dan minor. Jika memiliki
riwayat sindrom marfan dalam keluarga diperlukan satu kriteria major dan satu kriteria
minor yang mengakibatkan perbedaan sistem dalam tubuh, seperti pada bagian skeletal
atau bagian pembuluh darah. Jika tidak memiliki riwayat sindrom marfan dalam keluarga
diperlukan dua kriteria major dan satu kriteria minor yang mengakibatkan perbedaan
sistem dalam tubuh. 4
 Skeletal

Biasanya pasien berperawakan tinggi dan kurus serta bagian ektremitas tidak sesuai
dengan batang tubuh(dolichostenomelia). Araknodaktili adalah gambaran umumnya
Kriteria mayor :
- Pectus excavatum yang memerlukan operasi atau pectus carinatum.
- Lengan dan kaki memiliki panjang yang tidak biasa dalam proporsi batang tubuh
- Tanda positif pada pergelangan tangan (walker) dan jempol (steinberg) yang
bertujuan untuk memperlihatkan araknodaktili.
- Skoliosis
- Siku tidak bisa melakukan ekstensi dengan sempurna
- Deformitas pada persendian tulang paha
- Pergeseran malleolus medial 4

Kriteia minor :
- Pectus excavatum moderate
- Skoliosis
- Lordosis

Universitas Tarumanagara 5
- Hipermobilitas sendi
- Tulang rahang tinggi
- Dental crowding
- Typical facies (dolichocephaly, malar hipoplasia, enoftalmus, retrognathia)4

 Okular

Kriteria mayor ocular adalah ektopia lentis. Sekitar 50% pasien yang mengalami
dislokasi lensa. Dislokasi lensa biasanya pada superior dan temporal, terlihat pada saat
lahir atau berkembang selama masa anak dan remaja. 4
Kriteria minor :
- Flat kornea
- Katarak dan glaucoma pada pasien yang lebih muda dari 50 tahun
- Hipoplastik iris atau hipoplastik otot siliaris yang menyebabkan penurunan miosis
- Pemanjangan sumbu bola mata
- Ablasio retina

 Kardiovaskuler

Kardiovskuler adalahmasalah yang paling serius yang berhubungan dengan sindrom


marfan. Kriteria mayor : 4
- Dilatasi aorta yang meliputi sinus valsava
- Pemotongan aorta meliputi aorta ascending.

Kriteria minor :
- Prolaps katup mitral
- Dilatasi proksimal arteri pulmonal
- Kalsifikasi annulus katup mitral
- Dilatasi abdominal atau aorta descending4

 Pulmonal

Universitas Tarumanagara 6
Pada sistem pulmonal, hanya ada kriteria minor yaitu Pneumotoraks spontan (5%
pasien).4
 Kulit

Pada kulit hanya ada kriteria minor yaitu striae dan hernia yang rekuren.

2.6 Diagnosis
Kriteria diagnosis sindrom Marfan yang disepakati secara internasional (Ghent
criteria). Diagnosis Sindrom Marfan berdasarkan riwayat keluarga dan kombinasi dari
indikator mayor dan minor dari gangguan yang terjadi dalam satu individu.
Kriteria yang dapat diterima bagi diagnosis klinis bergantung pada ada tidaknya sanak
keluarga derajat pertama yang jerlas terkena dan hal ini membutuhkan bukti atas
keterlibatan lebih dari satu system dengan penekanan khusus pada keberadaan
manifestasi mayor yang sangat indikatif bagi sindrom. Marfan ( ektopia lentis, dilatasi,
atau diseksi aorta). Bila tidak ada sanak kelaurga derajat pertama yang terkana,
diisyaratkan harus terdapat keterlibatan sistem organ lain, dan sekurang-kurangnya
dibutuhkan satu manifestasi mayor. Jika ada sanak keluarga yang terkena, diperlukan
keterlibatan dua system organ dengan satu manifestasi mayor. Pada semua kasus jika
homosistin tidak ditemukan didalm urine sementara suplementasi piridoksin juga tidak
diberikan, hal ini akan menyingkirkan homosistinuria, suatu gangguan yang dapat
mempunyai gambaran yang sama dengan sindrom marfan. Keadaan –keadaan lain yang
sering dipertimbangkan pada diagnosis banding adalah sindrom porlaps katup mitral
familial atau murni, penyakit Erdheim dan sindrom stickler. Diagnosis sindrom marfan
mewajibkan dievaluasinya sanak keluarga derajat pertama keluarga pasien secara cermat
untuk penyakit ini.3,7,8
Beberapa pemeriksaan fisik dapat dilakukan. Pemeriksaan skeletal harus mencakup
pengukuran antropometri untuk tinggi badan, rasio rentang lengan dan tinggi, rasio
segmen atas ke segmen bawah, pengukuran tangan dan kaki. Segmen atas tubuh diukur
dari atas kepala sampai atas ramus pubis, dan segmen bawah diukur dari atas ramus pubis
ke lantai. Rasio segmen atas dan bawah tubuh pada pasien sindrom Marfan biasanya
kurang dari 0.85. Pasien juga harus diperiksa untuk melihat arachnodactyly; tanda
Walker / wrist positif, tanda Steinburg / thumb positif. Pemeriksaan mata dengan dilatasi
pupil harus dilakukan untuk melihat ectopia lensa. Evaluasi jantung dilakukan dengan
auskultasi dan echocardiography.. Diagnosis sering ditegakkan jika dijumpai ektopia
lentis dan aneurisma aorta asendens tanpa habitus Marfan atau riwayat penyakit pada
keluarga. Semua pasien yang dicurigai mengidap kelainan harus diperiksa dengan slit
lamp dan ekokardiogram. Analisis imunokimia, biokimia atau molekuler (skrining mutasi
dan /keterangkaian genetic terhadap fibrilin –protein yang sekarang diketahui mengalami
defek pada sindrom marfan- telah menjadi alat bantu diagnostic yang penting pada kasus
–kasus diagnosis klinis meragukan. 3,7,8

2.7 Pemeriksaan Penunjang

Universitas Tarumanagara 7
 Uji laboratorium:
- Hasil tes lab rutin adalah normal.
- Uji genetik untuk mutasi pada fibrillin tersedia. Hasil negatif palsu masih mungkin
dengan tes ini. Oleh karena itu, pengujian genetik tidak digunakan secara rutin dalam
praktek klinis.
 Imaging:
- Echocardiography: kunci untuk menilai struktur utama pada risiko dalam sindrom
ini, seperti katup jantung dan aorta asendens.
- MRI: berguna untuk pencitraan seluruh aorta, tetapi juga dapat digunakan untuk
mengevaluasi tulang belakang untuk dural ektasia.
- Radiografi: radiografi tulang belakang digunakan untuk diagnosis scoliosis, jika
dicurigai. Pasien juga harus memiliki radiografi AP dari pelvis untuk mengevaluasi
protrusi asetabulum. Radiografi tangan dapat dilakukan untuk menghitung indeks
metakarpal, yang ditentukan dengan membagi panjang tiap-tiap 4 metakarpal terakhir
dengan lebar dari titik tengahnya dan membuat rata-rata dari jumlahnya. Indeks
metakarpal pada pasien sindrom Marfan biasanya lebih dari 8.5 dimana pada orang
normal hanya 8 atau kurang dari 8.
- Temuan patologis: diseksi aorta menunjukan lapisan medial pada beberapa pasien.
Dura pada tulang belakang lumbal bawah kadang-kadang menunjukan tonjolan dari sisi
dan depan kanalis tulang belakang.
2.8 Diagnosa banding 3,6,7,8
Diagnosis banding dari sindrom Marfan adalah:
1. Congenital Contractur Arachnodactyly (CCA; Beals sindrom)
Sindrom Beals, atau araknodaktili kontraktural bawaan (CCA), adalah kondisi genetik
disebabkan oleh perubahan (mutasi) pada gen (FBN2) yang erat kaitannya dengan gen
(FBN1) yang menyebabkan sindrom Marfan. Hal ini mirip namun berbeda dari sindrom
Marfan. Beals sindrom dapat menyebabkan kontraktur sendi (ketidakmampuan untuk
sepenuhnya memperpanjang sendi) dan telinga berbentuk tidak normal. Orang dengan
sindrom Beals memiliki banyak masalah skeletal dan pembesaran aorta yang juga berefek
pada orang dengan sindrom Marfan, dan pengobatan masalah ini adalah sama. Namun
sistem okular tidak terpengaruh.

Universitas Tarumanagara 8
2. Homocystinuria
Homocystinuria adalah kelainan bawaan di mana tubuh tidak mampu untuk memproses
blok bangunan tertentu dari protein (asam amino) dengan benar. Ada berbagai bentuk
homocystinuria, yang dibedakan oleh tanda-tanda dan gejala dan penyebab genetik.
Bentuk yang paling umum dari homocystinuria ditandai dengan rabun jauh (miopia),
dislokasi lensa di bagian depan mata, peningkatan risiko pembekuan darah yang
abnormal, dan tulang rapuh yang rentan terhadap fraktur (osteoporosis) atau kelainan
tulang lainnya. Beberapa individu yang terkena juga memiliki keterlambatan
perkembangan dan masalah belajar.
Kedua penyakit ini secara klinis serupa tetapi scoliosis biasa pada sindrom Marfan,
sedangkan pelebaran dan epifisis metafisis tulang panjang merupakan ciri khas dari
homocystinuria.
Pasien dengan homocystinuria sering mengalami osteoporosis pada usia muda dengan
tingginya insiden keterlibatan vertebra. Keterbelakangan mental dan trombosis yang
umum di homocystinuria dan jarang terjadi pada sindrom Marfan. Homocystinuria ini
sangat mungkin diwariskan sebagai resesif autosomal dan sindrom Marfan sebagai
dominan autosomal.
3. MASS phenotype
Fenotip MASS adalah gangguan jaringan ikat yang mirip dengan sindrom Marfan yang
melibatkan katup Mitral, Aorta, Skin (kulit), Skeletal (rangka) mirip dengan sindrom
Marfan tetapi tidak melibatkan dislokasi lensa.

Beberapa gejala dari MASS phenotype antara lain :


 Tungkai yang panjang
 Deformitas iga
 Striae pada kulit
 Prolaps katup mitral
 Dilatasi aorta yang ringan
4. Loeys-Dietz syndrome
Loeys-Dietz Syndrome adalah sindrom yang baru ditemukan genetik autosomal dominan
yang memiliki banyak fitur yang mirip dengan sindrom Marfan, tetapi sindrom ini

Universitas Tarumanagara 9
disebabkan oleh mutasi pada gen yang mengkode transforming GH beta reseptor 1
(TGFβR1) atau 2 (TGFβR2).
Loeys-Dietz syndrome (LDS) ditandai dengan temuan pembuluh darah (aneurisma arteri
otak, dada, dan perut) dan manifestasi skeletal (pectus excavatum atau pectus carinatum,
scoliosis, kelemahan sendi, araknodaktili). Sekitar 75% dari individu yang terkena LDS
tipe I dengan manifestasi kraniofasial (hypertelorism okular, bifid uvula / celah palatum,
craniosynostosis); sekitar 25% memiliki LDS tipe II dengan manifestasi kulit (kulit
beludru dan tembus; mudah memar; melebar, bekas luka atrofi).
Banyak Loeys-Dietz sindrom sebelumnya telah didiagnosis dengan sindrom Marfan.
Penting untuk membedakan antara sindrom Marfan dan Loeys-Dietz sindrom karena ada
beberapa perbedaan dalam penanganannya. Pertama, individu dengan Loeys-Dietz
sindrom tidak berisiko memiliki dislokasi lensa. Manajemen operasi pembesaran aorta
juga berbeda.
5. Shprintzen-Goldberg syndrome
Shprintzen-Goldberg syndrome (SGS) ditandai dengan craniosinostosis, fitur kraniofasial
khas, perubahan skeletal (dolikostenomelia, araknodaktili, pes planus, pectus excavatum
atau carinatum, skoliosis, hipermobilitas sendi, atau kontraktur), kelainan neurologis,
ringan sampai sedang cacat intelektual, dan anomali otak (hidrosefalus, dilatasi ventrikel
lateral). Anomali jantung (prolaps katup mitral, regurgitasi mitral dan regurgitasi aorta)
bisa terjadi, tetapi dilatasi aorta kemungkinan besar tidak ditemukan. Lemak subkutan
minimal, cacat dinding perut, kriptorkismus pada laki-laki, dan miopia juga merupakan
temuan yang khas.
Pasien dilaporkan memiliki ectopia lentis (khas untuk sindrom Marfan dan tidak SGS),
juga memiliki craniosinostosis, strabismus, telinga yang abnormal, hipotonia, dan
kelainan bentuk kaki (khas SGS dan tidak sindrom Marfan).
6. Stickler syndrome
Sindrom Stickler adalah sekelompok kelainan genetik yang mempengaruhi jaringan ikat,
khususnya kolagen . Ciri-ciri penderita sindrom ini adalah :
 Orang dengan sindrom ini memiliki masalah yang mempengaruhi hal-hal lain
selain mata dan telinga.

Universitas Tarumanagara 10
 Arthritis, kelainan untuk ujung tulang panjang, kelainan tulang belakang,
kelengkungan tulang belakang, skoliosis, nyeri sendi adalah semua masalah yang dapat
terjadi di tulang dan sendi.
 Karakteristik fisik orang dengan Stickler dapat mencakup pipi datar, jembatan
hidung datar, rahang atas kecil, rahang bawah kecil, dan kelainan palatum.
7. Ehler-Danlos syndrome
Sindroma Ehler-Danlos adalah suatu penyakit jaringan ikat keturunan yang sangat jarang
terjadi dan ditandai oleh:
 Persendian yang sangat lentur/longgar
 Kulit yang sangat elastis, rapuh dan mudah memar
 Jaringan yang rapuh
 Pembuluh darah yang mudah mengalami kerusakan
 Pecahnya organ dalam (jarang).

2.9 Komplikasi
Komplikasi yang mengenai aorta merupakan penyebab kematian utama.
 Diseksi aorta dapat menyebabkan perdarahan letal, akut insufisiensi katup aorta,
insufisiensi mitral, tamponade pericardium, atau iskemik viseral.

Universitas Tarumanagara 11
 Prolaps katup mitral dapat menyebabkan mitral regurgitasi yang merupakan penyebab
kematian pada anak dengan sindrom marfan.
 Endokarditis bakterial biasanya terjadi setelah pembedahan.
 Pektus ekskavatum yg berat dapat menurunkan fungsi jantung dan paru-paru.
 Ablatio retina (jarang)

2.10 Penatalaksanaan
Tidak ada obat khusus untuk penderita sindrom Marfan. Namun demikian, berbagai
pilihan pengobatan dapat meminimalisir dan mencegah komplikasi Bagian yang penting
dalam pengobatan sindrom Marfan adalah sistem skeletal (tulang dan sendi), sistem
okular (mata), sistem kardiovaskular (jantung dan pembuluh darah), sistem saraf, paru-
paru, dan aktivitas fisik atau latihan.7
1. Sistem kardiovaskular5,7
Ada beberapa isu penting dalam pengobatan kardiovaskular:
 Terapi β-bloker harus dipertimbangkan pada usia berapapun jika aorta berdilatasi,
tetapi terapi profilaksis mungkin lebih efektif pada pasien dengan diameter aorta kurang
dari 4 cm.
 Faktor resiko terjadinya diseksi aorta, yaitu diameternya lebih dari 5 cm, kecepatan
dilatasi yang besar (45% per tahun) dan riwayat keluarga mengalami diseksi aorta.
 Evaluasi tahunan harus dilakukan, yaitu untuk anamnesis, pemeriksaan fisik dan
echocardiography.
Untuk pengobatan dengan β-bloker, yang penting diketahui:
 Antagonis reseptor β-adrenergik telah diterima sebagai agen potensial untuk
menghambat ekspansi aorta dan menghambat progresifitas ruptur atau diseksi aorta.
 Terapi β-bloker memperlambat pertumbuhan aorta pada anak-anak dan remaja
dengan sindrom Marfan.
 Terapi dengan antagonis kalsium (calcium channel blocker / CCB) juga
menghambat pertumbuhan aorta, namun dosis yang direkomendasikan belum ada.
 Usia optimal untuk memulai terapi dengan β-bloker belum ditentukan.
 ACE inhibitor (ACEI) mengurangi tekanan arteri sentral, dan mungkin berguna
untuk sindrom Marfan.

Universitas Tarumanagara 12
 β-bloker bekerja dengan menghambat kronotropik, inotropik dan respons
vasodilator dari stimulasi β-adrenergik.
 Contoh obat yang dapat dipakai adalah Atenolol (Tenormin) yang adalah antagonis
selektif β-1, Propranolol HCl (Inderal) sebagai antagonis β-adrenergik non-selektif,
Verapamil HCl (Isoptin) sebagai penghambat influks ion kalsium.
 Beberapa orang mempunyai efek samping terhadap β-bloker misalnya kelelahan
dan mual. Jika terjadi efek samping tersebut, maka dapat diberikan ACEI atau CCB.
Bedah:
 Indikasi untuk pembedahan profilaksis akar aorta pada orang dewasa (paling
sedikit ada 1 kriteria):
 Diameter akar aorta lebih dari 55 mm dan diameter akar aorta lebih dari 50 mm
pada pasien dengan resiko tinggi komplikasi pada aorta, yaitu pasien dengan riwayat
keluarga diseksi aorta, ada lebih dari regurgitasi aorta ringan, regurgitasi mitral berat.
 Rasio diameter akar aorta dengan aorta desendens lebih dari 2.
 Pada anak-anak, jika memungkinkan ditunda pembedahan profilaksis
kardiovaskular hingga remaja.
 Bedah yang dilakukan:
 Composite valve graft. Untuk pembedahan ini, bagian dari aorta dan katup
aorta diangkat, kemudian aorta diganti dengan cangkokan (graft).
 Aortic valve-sparing surgery. Ini dilakukan jika katup aorta pasien bekerja
dengan baik. Dilakukan penggantian bagian yang membesar dari aorta dengan cangkokan
(graft).
 Setelah operasi aorta dilakukan, penderita membutuhkan antikoagulan misalnya
warfarin, yang berfungsi untuk mencegah terbentuknya gumpalan darah pada daerah
cangkokan. Antikoagulan digunakan seumur hidup. Tetapi untuk jenis operasi aortic
valve-sparing surgery, hanya digunakan beberapa saat.
 Penderita harus melakukan CT scan atau MRI rutin untuk mengecek aorta yang
telah dioperasi.

Terapi lain:

Universitas Tarumanagara 13
 Pemberian terapi antibiotik sebagai pencegahan endokarditis. Antibiotik diberikan
selama prosedur invasif yang berhubungan dengan kardiak ataupun tidak.
 Menurut buku Farmakologi Katzung, antibotik yang dapat diberikan sebagai
profilaksis endokarditis adalah Amoxicillin atau Clindamycin (untuk prosedur gigi,
mulut, saluran napas) serta Ampicillin atau Vancomycin dan Gentamycin (untuk
prosedur genitourinaria atau gastrointestinal).
2. Sistem skeletal
Brace:
 Bracing (peralatan ortopedik yang digunakan untuk menyokong atau
mempertahankan bagian-bagian tubuh pada posisi yang tepat) efektif untuk menstabilkan
tulang belakang dan untuk menghindari pembedahan.
Hormonal:
 Terapi estrogen dan progesteron telah digunakan untuk menginduksi puberts dan
mengurangi tinggi badan terakhir pasien bila terapi hormonal dimulai sebelum pubertas.
Tapi belum ada data yang menunjukkan kalau terapi ini berguna untuk skoliosis.
 Sumber lain mengatakan bahwa dengan pemberian hormon eksogen, dapat
membatasi derajat kurvatur dan deformitas yang dikarenakan kifoskoliosis atau skoliosis.
Bedah:
 Pembedahan dilakukan untuk memperbaiki bagian toraks yang masuk atau
menonjol, sehingga dapat menghindari penekanan pada paru-paru atau jantung.
 Skoliosis yang berat membutuhkan intervensi bedah. Bracing mempunyai peran
yang terbatas dalam menangani skoliosis infantil berat.
 Bedah sebaiknya tidak dilakukan pada anak usia kurang dari 4 tahun, karena
banyak pasien dengan kurva yang besar sebelum usia 4 tahun, meninggal secara spontan
akibat komplikasi kardiak.

3. Sistem okular
Evaluasi oftamologi tahunan harus dilakukan, dan pasien harus jelas diperintahkan untuk
segera mencari bantuan begitu mulai terjadi gejala penglihatan. Tujuannya adalah untuk
mendeteksi robekan atau pelepasan retina awal atau yang baru dimulai serta untuk
memberikan terapi segera.

Universitas Tarumanagara 14
Kacamata atau lensa kontak:
 Bisa digunakan untuk mengoreksi miopi.
Perlindungan mata:
 Ini dilakukan karena pasien sindrom Marfan mempunyai resiko tinggi untuk
terjadi ablation retina
 Mata dilindungi dari injuri, misalnya dari olahraga seperti tinju atau sepakbola.
Laser:
 Dapat digunakan untuk ablatio retina
Operasi:
Pengambilan lensa yang mengalami subluksasio jarang diperlukan kecuali bila koreksi
yang memuaskan terhalang oleh posisi lensa atau lensa berpindah ke dalam kamera okuli
anterior; ekstirpasi lensa dapat meningkatkan resiko ablatio retina

4. Sistem saraf
 Jika dural ektasia (bengkak pada duramater pembungkus korda spinalis)
berkembang, maka pengobatan perlu untuk mengurangi nyeri yang berhubungan.
5. Paru-paru
Chest tube:
 Sebagai terapi inisial untuk pneumotoraks.
Operasi:
 Bleb resection atau pleurodesis dilakukan jika terjadi pneumotoraks berulang.
6. Aktivitas fisik / latihan
Secara umum disampaikan agar pasien membatasi kegiatan fisik,, terutama apabila
terdapat adanya keluhan. Beberapa pendidikan kesehatan yang diperlukan, meliputi hal-
hal berikut:
 Adaptasi gaya hidup, seperti menghindari aktivitas atau kegiatan fisik yang
melelahkan atau olahraga kontak (misalnya bola basket). Hal ini diperlukan untuk
menghindari pembedahan diseksi aorta.
 Hindari perubahan tekanan langsung, misalnya menghindari lift, menyelam atau
terbang dengan aircraft. Hal ini dilakukan untuk mencegah terjadinya pneumotoraks.
 Olahraga dan aktivitas fisik yang dianjurkan adalah memancing, golf dan berjalan.

Universitas Tarumanagara 15
Terapi lain adalah konseling genetik dan konseling psikologik. Konseling genetik
dilakukan karena individu yang terkena akan menurunkan kondisinya ke 50%
keturunannya. Resiko berulang 50% jika salah satu orang tua terkena. Selama konseling
genetik, harus dijelaskan tentang variasi penyakit karena anak yang lahir yang terkena
dapat lebih parah atau lebih baik daripada orang tuanya. Konseling psikologik dilakukan
karena dapat muncul masalah jika seseorang didiagnosis menderita sindrom Marfan,
berhubungan dengan perasaan ditolak, penyangkalan, kemarahan, depresi atau rasa
bersalah. Selain itu, strategi terapi masa depan untuk sindrom Marfan adalah dengan
menggunakan TGF-β antagonis.

2.11 Prognosis
Sindrom Marfan adalah penyakit seumur hidup (longlife disorder). Prognosis pasien
dengan sindrom Marfan ditentukan pertama oleh komplikasi kardiovaskular dan hal ini
ditentukan terutama oleh progresifitas dilatasi aorta, yang berpotensi menimbulkan
diseksi aorta dan kematian pada usia muda dan yang kedua ditentukan oleh komplikasi
ocular (ablasio retina) serta musculoskeletal (misalnyakifoskoliosis), dan juga oleh
respon terhadap pengobatan. Gangguan aorta dapat terjadi pada masa kanak-kanak atau
bahkan in utero hingga usia lanjut juga telah ditemukan. Sindrom marfan merupakan
suatu penyakit progresif oleh karena itu kelangsungan hidup dapat diperpanjang dengan
deteksi yang lebih baik, teknik pembedahan dan waktu pembedahan yang lebih baik, dan
penggunaan β-bloker sebagai profilaksis. Berdasarkan data tahun 1995, rata-rata
kelangsungan hidup pasien wanita sindrom Marfan adalah 74 tahun dan untuk laki-laki
70 tahun. Hal ini sama dengan data tahun 2011 yang menunjukkan bahwa rata-rata
kelangsungan hidup pasien sindrom Marfan adalah 70 tahun.7,8

2.12 Pencegahan
Pasien harus menghindari kegiatan berat dan olahraga, seperti basket, bola voli, sepak
bola, badminton, squash, tinju, lagu, menyelam, dan angkat besi.

Pasien harus melindungi mata mereka dari cedera selama bekerja dan olahraga.

Universitas Tarumanagara 16
BAB III
KESIMPULAN

 Sindrom marfan disebabkan karena adanya mutasi pada kromosom 15q21.1.

 Sindrom marfan menyerang organ-organ tubuh yang berhubungan dengan jaringan ikat.

 Pengobatan atau terapi yang dilakukan bukan untuk menyembuhkan melainkan hanya
untuk mengurangi efek atau dampak dari sindrom tersebut.

Universitas Tarumanagara 17
DAFTAR PUSTAKA

1. Ammash NM, Sundt TM, Connolly HM. Marfan syndrome-diagnosis and


management.Curr Probl Cardiol. Jan 2008;33(1):7-39.
2. Chen, Harold. Marfan Syndrome. Available at: http://www.emedicine.comLast update:
Juny 4, 2007. Accessed: April 15, 2013
3. Yetman, AT. Marfan Syndrome and sudden death. Available at:http://www.J Am Coll
.com. Accessed: April 15, 2013
4. Anonim . Marfan Syndrome. Available at: http://www.AHA.com Last update:January,
2008. Accessed: April 15, 2013
5. Judge DP, Dietz HC Division of Cardiology, Department of Medicine, Johns Hopkins
University, Baltimore, MD 21205, USA.Published 5 December 2005 in Lancet,
366(9501): 1965-76. www.Humangeneticdisoreder.com
6. Channell K, Washington ER. eMedicine Journal [serial online]. 2004. Available at:
http://www.emedicine.com/orthoped/topic414.htm.
7. American Heart association . 2009.
www.americanheart.org/presenter.jhtml?identifier=4672 - 46k -: 1 hlm. Accessed: April
15, 2013
8. Medicinenet. 1996. www.medicinenet.com: 1 hlm. Accessed:April 15, 2013

Universitas Tarumanagara 18

You might also like