You are on page 1of 10

MENINGOENCEPHALITIS

Ensefalitis adalah infeksi jaringan otak yang dapat disebabkan oleh berbagai
macam mikroorganisme (virus, bakteri, jamur dan protozoa). Sebagian kasus tidak
dapat ditentukan penyebabnya. Angka kematian masih tinggi, berkisar 35-50%,
dengan gejala sisa pada pasien yang hidup cukup tinggi (20-40%). Penyebab tersering
dan terpenting adalah virus. Berbagai macam virus dapat menimbulkan ensefalitis
dengan gejala yang kurang lebih sama dan khas, akan tetapi hanya ensefalitis herpes
simpleks dan varisela yang dapat di obati.

Meningitis adalah penyakit infeksi dari cairan yang mengelilingi otak dan
spinal cord (Meningitis Fondation of America). Classic Triad dari meningitis adalah
demam, leher kaku, sakit kepala, dan perubahan di status mental (Van de beek, 2004).
Angka kejadian meningitis mencapai 1-3 orang per 100.000 orang ( Centers for
Disease Control and Prevention). Penyebab paling sering dari meningitis adalah
Streptococcus pneumonia (51%) dan Nesseria meningitis (37%) (van de beek, 2004).
Vaksinasi berhasil mengurangi meningitis akibat infeksi haemophilus dan
Meningococcal C (Tidy, 2009). Pada neonatus, pathogen penyebab meningitis yang
paling sering adalah group B beta-haemolitic streptococcus, listera monocytogenes,
dan Eschericia coli. Pada bayi dan anak-anak, pathogen penyebab meningitis yang
paling seringadalah haemophilus influenza (bila lebih muda dari 4 tahun dan belum di
vaksinasi), meningococcus (Neiseria Meningitis), dan streptococcus pneumonia
(Pneumococcus).

Menigoencephalitis adalah infeksi akut pada selaput meningen (selaput yang


menutupi otak dan medulaspialis). Encephalitis adalah peradangan jaringan otak yang
dapat mengenai selaput pembungkus otak dan medullaspinalis. Meningoencephalitis
adalah peradangan pada selaput meningen dan jaringan otak.

1
A. Etiologi
Meningitis berdasarkan penyebab dapat di bagi menjadi meningitis
bacterial: yakni Bacteri non spesifik: meningococcus, H.Influenzae,
S.pneumoniae, Stapilococcus, Streptococcus, E.Coli, S.Thyposa. Bakteri
spesifik yakni M.Tuberculosa, Meningitis Virus, beberapa jenis virus dapat
menyebabkan meningitis seperti mumps (gondong), measles, dll. Trauma
dikepala denga fraktur cranium terbuka, komplikasi tindakan bedah otak.
Meningitis serosa pada umumnya terjadi karena komplikasi penyebaran
tuberculosis pari primer.

B. Manifestasi Klinis
Kebanyakan pasien meningoensefalitis menunjukkan gejala-gejala
meningitis dan ensefalitis (demam, sakit kepala, kekakuan leher, vomiting)
diikuti oleh perubahan kesadaran, kejang, dan kadang-kadang tanda
neurologik fokal, tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial atau gejala-
gejala psikiatrik. Kualitas kesadaran klien merupakan parameter yang paling
mendasar dan parameter yang paling penting yang membutuhkan pengkajian.
Tingkat kesadaran klien dan respons terhadap lingkungan adalah indikator
paling sensitif untuk disfungsi system persarafan. Pada keadaan lanjut tingkat
kesadaran klien biasanya berkisar pada tingkat letargi, stupor, dan
semikomatosa. Apabila klien sudah mengalami koma maka penilaian GCS
(The Glasgow Coma Scale) sangat penting untuk menilai tingkat kesadaran
klien dan bahan evaluasi untuk memantau pemberian asuhan keperawatan.

2
C. Patogenesis
Meningoensefalitis yang disebabkan oleh bakteri masuk melalui
peredaran darah, penyebaran langsung, komplikasi luka tembus, dan kelainan
kardiopulmonal. Penyebaran melalui peredaran darah dalam bentuk sepsis
atau berasal dari radang fokal di bagian lain di dekat otak. Mula-mula terjadi
peradangan supuratif pada selaput/jaringan otak. Di daerah yang mengalami
peradangan timbul edema, perlunakan, dan kongesti jaringan otak disertai
perdarahan kecil. Bagian tengah kemudian melunak dan membentuk dinding
yang kuat membentuk kapsul yang kosentris. Di sekeliling abses terjadi
infiltrasi leukosit polimorfonuklear, sel-sel plasma dan limfosit. Seluruh
proses ini memakan waktu kurang dari 2 minggu. Abses dapat membesar,
kemudian pecah dan masuk ke dalam ventrikulus atau ruang subaraknoid yang
dapat mengakibatkan meningitis.
Meningoensefalitis yang disebabkan oleh virus terjadi melalui virus-
virus yang melalui parotitis, morbili, varisela, dll. masuk ke dalam tubuh
manusia melalui saluran pernapasan. Virus polio dan enterovirus melalui
mulut, virus herpes simpleks melalui mulut atau mukosa kelamin. Virus-virus
yang lain masuk ke tubuh melalui inokulasi seperti gigitan binatang (rabies)
atau nyamuk. Bayi dalam kandungan mendapat infeksi melalui plasenta oleh
virus rubela atau cytomegalovirus. Di dalam tubuh manusia virus
memperbanyak diri secara lokal, kemudian terjadi viremia yang menyerang
susunan saraf pusat melalui kapilaris di pleksus koroideus. Cara lain ialah
melalui saraf perifer atau secara retrograde axoplasmic spread misalnya oleh
virus virus herpes simpleks, rabies dan herpes zoster. Di dalam susunan saraf
pusat virus menyebar secara langsung atau melalui ruang ekstraseluler. Infeksi
virus dalam otak dapat menyebabkan meningitis aseptik dan ensefalitis
(kecuali rabies). Pada ensefalitis terdapat kerusakan neuron dan glia dimana
terjadi peradangan otak, edema otak, peradangan pada pembuluh darah kecil,
trombosis, dan mikroglia.

3
D. Diagnosa
Ensefalitis
a. Anamnesis
- Demam tinggi mendadak, sering ditemukan hiperpireksia.
- Penurunan kesadaran dengan cepat. Anak agak besar sering mengeluh
nyeri kepala, ensefalopati, kejang, dan kesadaran menurun.
- Kejang bersifat umum atau fokal, dapat status konvulsivus. Dapat
ditemukan sejak awal ataupun kemudian dalam perjalanan
penyakitnya.
b. Pemeriksaan Fisik
- Seringkali ditemukan hiperpireksia, kesadaran menurun sampai koma
dan kejang-kejang dapat berupa status konvulsivus.
- Ditemukan gejala peningkatan intraranial
- Gejala serebral lain dapat beraneka ragam, seperti kelumpuhan tipe
upper motor neuron (spatis, hiperrefleks, refleks patologis, dan klonus)

Meningitis
a. Anamnesis
- Sering kali di dahului infeksi pada saluran napas atas atau saluran
cerna seperti demam, batuk, pilek, diare, dan muntah.
- Gejala meningitis adalah demam, nyeri kepala, meningismus dengan
atau tanpa penurunan kesadaran, letargi, malaise, kejang, dan muntah
merupakan hal yang sangat sugestif meningitis tetapi tidak ada satu
gejalapun yang khas.
- Banyak gejala meningitis yang berkaitan dengan usia, misalnya anak
kurang dari 3 tahun jarang mengeluh nyeri kepala. Pada bayi gejala
hanya berupa demam, iritabel, letargi, malas minum, dan high pitched-
cry.
b. Pemeriksaan Fisik
- Gangguan kesadaran dapat berupa penurunan kesadaran atau
iritabilitas.
- Dapat juga ditemukan ubun-ubun besar yang menonjol, kaku kuduk,
atau tanda rangsang meningeal lain (Bruzinksi dan kernig), kejang, dan

4
deficit naurologis fokal. Tanda rangsang meningeal mungkin tidak di
temukan pada anak berusia kurang dari 1 tahun.
- Dapat juga di temukan tanda-tanda peningkatan tekanan intracranial.
- Cari tanda infeksi di tempat lain (Infeksi THT, sepsis, pneumonia).

c. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Pungsi Lumbal
a. Pada meningitis purulenta, diperoleh hasil pemeriksaan cairan
serebrospinal yang keruh karena mengandung nanah yang merupakan
campuran leukosit yang hidup dan mati, jaringan yang mati dan bakteri.
Jumlah sel 100-10.000/mm3 dengan hitung jenis predominan
polimorfonuklear, protein 200-500mg/dl, glukosa <40mg/dl, pewarnaan
gram, biakan dan uji resistensi. Pada stadium dini jumlah sel dapat normal
dengan predominan limfosit.
b. Infeksi yang disebabkan oleh virus, terjadi peningkatan cairan
serebrospinal, jumlah sel 50-200/mm3 biasanya disertai limfositosis,
peningkatan protein tetapi tidak lebih dari 200 mg/dl, dan kadar glukosa
yang normal.
c. Penyebab dengan Mycobakterium tuberkulosa pada pemeriksaan cairan
otak ditemukan adanya protein meningkat, warna jernih, tekanan
meningkat, gula menurun, klorida menurun.
Lumbal pungsi tidak dilakukan bila terdapat edema papil, atau
terjadi peningkatan tekanan intrakranial. Pada kasus seperti ini, pungsi
lumbal dapat ditunda sampai kemungkinan massa dapat disingkirkan
dengan melakukan pemindaian CT scan atau MRI kepala.

Pemeriksaan darah
a. Dilakukan pemeriksaan kadar hemoglobin, jumlah dan jenis leukosit,
kadarglukosa, kadar ureum. Pada meningitis purulenta didapatkan
peningkatan leukosit dengan pergeseran ke kiri pada hitung jenis,
biasanya terdapat kenaikan jumlah leukosit. Gangguan elektrolit sering
terjadi karena dehidrasi. Di samping itu hiponatremia dapat terjadi akibat
pengeluaran hormon ADH (Anti Diuretic Hormon) yang menurun.

5
b. Pada Mycobacterium tuberculosa, leukosit meningkat sampai 20.000, dan
test tuberkulin sering positif.

Pemeriksaan Radiologis
a. CT scan dan Magnetic Resonance Maging (MRI) otak dapat
menyingkirkan kemungkinan lesi massa dan menunjukkan edema otak.
b. Elektroensefalografi (EEG) menunjukkan kelainan dengan bukti disfungsi
otak difus.

Pemeriksaan Tanda Rangsang


Pemeriksaan Kaku Kuduk
Pasien berbaring terlentang dan dilakukan pergerakan pasif berupa
fleksi dan rotasi kepala. Tanda kaku kuduk positif (+) bila didapatkan
kekakuan dan tahanan pada pergerakan fleksi kepala disertai rasa nyeri dan
spasme otot. Dagu tidak dapat disentuhkan ke dada dan juga didapatkan
tahanan pada hiperekstensi dan rotasi kepala.

Pemeriksaan Tanda Kernig


Pasien berbaring terlentang, tangan diangkat dan dilakukan fleksi pada
sendi panggul kemudian ekstensi tungkai bawah pada sendi lutut sejauh
mengkin tanpa rasa nyeri. Tanda Kernig positif (+) bila ekstensi sendi lutut
tidak mencapai sudut 135° (kaki tidak dapat di ekstensikan sempurna) disertai
spasme otot paha biasanya diikuti rasa nyeri.

Pemeriksaan Tanda Brudzinski I ( Brudzinski Leher)


Pasien berbaring terlentang dan pemeriksa meletakkan tangan kirinya
dibawah kepala dan tangan kanan diatas dada pasien kemudian dilakukan
fleksi kepala dengan cepat kearah dada sejauh mungkin. Tanda Brudzinski I
positif (+) bila pada pemeriksaan terjadi fleksi involunter pada leher.

6
Pemeriksaan Tanda Brudzinski II ( Brudzinski Kontra Lateral Tungkai)
Pasien berbaring terlentang dan dilakukan fleksi pasif paha pada sendi
panggul (seperti pada pemeriksaan Kernig). Tanda Brudzinski II positif (+)
bila pada pemeriksaan terjadi fleksi involunter pada sendi panggul dan lutut
kontralateral.

E. Tatalaksana
Ensefalitis
Tata laksana tidak ada yang spesifik. Terapi suportif berupa tata
laksana hipereksia, keseimbangan cairan dan elektrolit, peningkatan tekanan
intracranial, serta tatalaksana kejang. Pasien sebaiknya dirawat di ruang
intensif.
Pemberian pengobatan dapat berupa antipiretik, cairan intravena, obat
anti epilepsy, kadang diberikan kortikosteroid. Untuk mencegah kejang
berulang dapat diberikan fenitoin atau fenobarbital sesuai standard terapi.
Peningkatan intracranial dapat diatasi dengan pemberian diuretic osmotic
manitol 0,5 – 1 gr/kg/kali atau furosemid 1mg/kg/kali.
Pada anak dengan neuritis optika, mielitis, vaskulitis inflamasi, dan
acute disseminated encephalomyelitis (ADEM) dapat diberikan kortikosteroid
selama 2 minggu. Diberikan dosis tinggi metil-prednisolon 15 mg/kg/hari
dibagi setiap 6 jam selama 3-5 hari dan di lanjutkan prednisolone oral 1-
2mg/kg/hari selama 7-10 hari.
Jika keadaan umum pasien suda stabil, dapat dilakukan konsultasi ke
Departemen Rehabilitasi Medik untuk mobilisasi bertahap, mengurangi
spastisitas, serta mencegah kontraktur.

7
Meningitis
a. Medikamentosa
Diawali dengan terapi empiris, kemudian disesuaikan dengan hasil
biakan dan uji resistensi.

Terapi empirik antibiotik


- Usia 1-3 bulan
o Ampisilin 200-400 mg/kgBB/hari IV dibagi dalam 4 dosis +
sefotaksim 200-300 mg/kgBB/hari IV dibagi dalam 4 dosis,
atau
o Seftriakson 100 mg/kgBB/hari IV dibagi dalam 2 dosis
- Usia >3 bulan
o Sefotaksim 200-300 mg/kgBB.hari IV dibagi dalam 3-4 dosis,
atau
o Seftriakson 100 mg/kgBB/hari IV dibagi 2 dosis, atau
o Ampisilin 200-400 mg/kgBB/hari IV dibagi dalam 4 dosis +
kloramfenikol 100 mg/kgBB/hari dibagi 4 dosis.
Jika sudah terdapat hasil kultur, pemberian antibiotic disesuaikan
dengan hasil kultur dan resistensi.

b. Deksametason
Deksametason 0,6 mg/kgBB/hari IV dibagi dalam 4 dosis selama 4
hari. Injeksi deksametason diberikan 15-30 menit sebelum atau pada
saat pemberian antibiotic.
Lama pengobatan
Tergantung dari kuman penyebab, umumnya 10-14 hari.

c. Bedah
Umumnya tidak diperlukan tidakan bedah, kecuali jika ada komplikasi
seperti empyema subdural, abses otak, atau hidrosefalus.

8
F. Pencegahan
Pencegahan Primer
Tujuan pencegahan primer adalah mencegah timbulnya faktor resiko
meningoensefalitis bagi individu yang belum mempunyai faktor resiko dengan
melaksanakan pola hidup sehat. Pencegahan terhadap infeksi dilakukan
dengan cara imunisasi pasif atau aktif.

Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder bertujuan untuk menemukan penyakit sejak
awal, saat masih tanpa gejala (asimptomatik) dan saat pengobatan awal dapat
menghentikan perjalanan penyakit. Deteksi dini anak-anak yang mengalami
kelainan neurologis sangat penting karena adanya kemungkinan untuk
mengembangkan potensinya di kemudian hari melalui program intervensi diri.

Pencegahan Tertier
Pencegahan tertier merupakan aktifitas klinik yang mencegah
kerusakan lanjut atau mengurangi komplikasi setelah penyakit berhenti. Pada
tingkat pencegahan ini bertujuan untuk menurunkan kelemahan dan kecacatan,
dan membantu penderita untuk melakukan penyesuaian terhadap kondisi-
kondisi yang tidak diobati lagi, dan mengurangi kemungkinan untuk
mengalami dampak neurologis jangka panjang misalnya tuli, ketidakmampuan
belajar, oleh karena itu fisioterapi dan rehabilitasi juga diberikan untuk
mencegah dan mengurangi kecacatan.

G. Komplikasi
Yang terjadi pada pasien dengan meningoencephalitis antara lain
komplikasi akut yakni edema otak, hipertensi intracranial, ventrikulitis. Untuk
komplikasi intermedia yakni, efusi subdural, abses otak, hidrosefalus.
Sedangkan komplikasi kronis yakni memburuknya fungsi kognitf , ketulian,
serta kecacatan motoric.

9
H. Prognosis
Prognosis meningoensefalitis bergantung pada kecepatan dan
ketepatan pertolongan, di samping itu perlu dipertimbangkan pula mengenai
kemungkinan penyulit seperti hidrosefalus, gangguan mental, yang dapat
muncul selama perawatan. Bila meningoensefalitis (tuberkulosa) tidak diobati,
prognosisnya jelek sekali. Penderita dapat meninggal dalam waktu 6-8
minggu. Angka kematian pada umumnya 50%. Prognosisnya jelek pada bayi
dan orang tua. Prognosis juga tergantung pada umur dan penyebab yang
mendasari, antibiotik yang diberikan, hebatnya penyakit pada permulaannya,
lamanya gejala atau sakit sebelum dirawat, serta adanya kondisi patologik
lainnya. Tingkat kematian virus mencakup 40- 75% untuk herpes simpleks,
10-20% untuk campak, dan 1% untuk gondok.

10

You might also like