You are on page 1of 9

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Menua atau menjadi tua adalah suatu proses menghilangnya secara

pertahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri dan mempertahankan

struktur dan fungsi normalnya tubuh sehingga tidak dapat bertahan terhadap

infeksi dan memperbaiki kerusakanya yang di derita (Darmojo,2011).

Proses menua merupakan proses terus menerus secara alamiah yang

umumnya dialami oleh semua makhluk hidup. Kecepatan proses menua setiap

individu berbeda, manusia secara lambbat dan progresif akan kehilangan.

Daya tahan infeksi dan akan banyak menempuh banyak distorsi dan struktural

yang disebut sebagai penyakit degeneratif (Rinajumita, 2011).

Masa lansia bisa jadi juga disertai dengan berbagai penyakit yang

menyerang dan menggerogoti kehidupan lansia sekalipun tidak semua lansia

adalah berpenyakit tapi kebanyakan lansia rentan terhadap penyakit penyakit

tertentu akibat organ organ tubuhyang telah aus atau mengalami kemunduran

juga fungsi imun (kekebalan tubuh) yang juga menurun (Azizah, 2011).

Perubahan fisik yang terjadi pada masa dewasa akhir, pada umumnya

terjadi pada penurunan beberapa fungsi organ tubuh seperti menurunya

kemampuan otak dan sistem saraf, yang meliputi: hilangnya sejumlah neuron

yang merupakan unit unit dasar dari sistem saraf, serta kemampuan otak yang

semakin menurun dan melemahnya daya ingat seperti daya ingat (memori),

intelegensia dasar (fluid intelegence) (Muhith dan Setianto, 2016).

1
2

Ada yang menganalogikan menuanya manusia seperti ausnya suku

cadang suatu mesin yang bekerjanya sangat komplek yang bagian-bagiannya

saling mempengaruhi secara fisik maupun somatik, yang jelas ialah proses

menua itu merupakan kombinasi dari yang bermacam macam faktor yang

saling berkaitan.

Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menggolongkan lanjut

usia menjadi 4 yaitu: usia pertengahan (middle age) antara 45 sampai 59

tahun, lanjut usia (elderly) antara 60 sampai 74 tahun, lanjut usia tua (old)

antara 75 sampai 90 tahun dan usia sangat tua (very old) usia diatas 90 tahun.

Di seluruh dunia jumlah lanjut usia diperkirakan lebih dari 629 juta jiwa (satu

dari 10 orang berusia lebih dari 60tahun), dan pada tahun 2025, lanjut usia

akan mencapai 1,2 milyar (Nugroho, 2012) .

Indonesia, termasuk negara yang memasuki era penduduk berstruktur

lanjut usia (aging structured population) karena jumlah penduduk lansia di

Indonesia pada tahum 2006 sebanyak kurang lebih 19 juta , dengan usia

harapan hidup 66,2 tahun. Pada tahun 2010 jumlah lansia sebanyak

14,439.967 jiwa (7,18%). Sementara pada tahun 2011 jumlah lansia sebesar

20 juta jiwa (9,51%), dengan usia harapan hidup 67,4 tahun dan pada tahun

2020 diperkirakan sebesar 28,8 juta (11,34%),dengan usia harapan hidup

71,11 tahun (Depkes, 2012).

Penyakit asma pada awalnhya merupakan penyakit genetik yang di

turunkan dari orang tua yang karier pada anaknya. Namun, akhir akhir ini

genetik bukan merupakan penyebab utama pada penyakit asma. Poludi udara

dan kurangnya kebersihan lingkungan di kota kota besar merupakan faktor


3

dominan dalam peningkatan serangan asma. Orang yang menderita penyakit

asma 70% diantaranya disebabkan karena perilaku individu dan gaya hidup

yang kurang bersih dan 30% diantaranya adalah karena faktor genetik

(Nilawati, 2013).

Asma adalah suatu penyakit dengan ciri meningkatnya respon trakea

dan bronkus terhadap berbagai rangsangan dengan manifestasi adanya

penyempitan jalan napas yang luas dan derajatnya dapat berubah-ubah, baik

secara spontan maupun sebagai hasil pengobatan (Muttaqin,2009). Penyakit

jalan nafas obstruktif intermiten, reversibel dimana trakea dan brokhi berespon

dalam secara hiperaktif terhadap stimuli tertentu.(Smeltzer & Bare, 2010).

Asma merupakan penyakit inflamasi kronik saluran pernapasan. Asma

masih menjadi masalah kesehatan di negara maju maupun negara

berkembang. Asma sering kurang terdiagnosis dan terobati secara dini. Asma

dapat menimbulkan beban besar untuk individu dan keluarga dan mungkin

membatasi aktivitas individu untuk seumur hidup. Asma merupakan salah satu

dari lima penyebab kematian di dunia. Sebanyak 80% kematian disebabkan

oleh asma terjadi di negara maju dan berkembang. Kematian akibat asma akan

meningkat pada 10 tahun mendatang jika tidak segera ditangani. Pengobatan

yang tepat seperti penggunaan inhalasi kortikosteroid untuk meringankan

inflamasi dapat menurunkan angka kematian akibat asma (WHO, 2011).

Berdasarkan data WHO (World Health Organization) 2011 didapatkan

bahwa 235 juta orang menderita asma pada lansia. Prevalensi asma di

Indonesia belum diketahui dengan pasti. Diperkirakan 2-5% penduduk

Indonesia menderita asma (Oemiati et al., 2010). Di Indonesia, asma masuk ke


4

dalam sepuluh besar penyebab kesakitan dan kematian. Dengan terkontrolnya

asma maka dapat meningkatkan kualitas hidup penderita asma (WHO, 2011).

Penelitian di wilayah Asia Pasifik didapatkan data sebanyak 5% pasien asma

terkontrol penuh, 35% terkontrol sebagian, 10% pasien menggunakan inhalasi

steroid untuk mengontrol asma dan 68% pasien menggunakan bronkodilator.

Di Indonesia belum didapatkan data yang pasti pasien dengan kontrol asma

(Priyanto et al., 2011)

Dalam Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor

1023/MENKES/SK/XI/2008 tentang pedoman pengendalian penyakit Asma,

Asma didefenisikan sebagai suatu kelainan berupa inflamasi (peradangan)

kronik saluran napas yang menyebabkan hipereaktivitas bronkus terhadap

berbagai rangsangan yang ditandai dengan gejala episodik berulang berupa

mengi, batuk, sesak napas dan rasa berat di dada terutama pada malam dan

atau dini hari yang umumnya bersifat reversibel baik dengan atau tanpa

pengobatan. Asma bersifat fluktuatif (hilang timbul) artinya dapat tenang

tanpa gejala tidak mengganggu aktifitas tetapi dapat eksaserbasi dengan gejala

ringan sampai berat bahkan dapat menimbulkan kematian (Depkes, 2012)

Kontrol asma di Indonesia masih rendah. Rendahnya kontrol asma

paling tidak dipengaruhi oleh dua faktor penting yaitu faktor dokter dan

penderita. Dilihat dari peran dokter dalam penelitian Rabe dkk menunjukkan

bahwa penggunaan obat pengontrol asma seperti kortikosteroid inhalasi pada

pasien asma masih sangat rendah, yaitu sebesar 18-26%. Dokter juga terlalu

rendah menilai beratnya asma yang diderita pasien sehingga memberikan

resep terapi yang tidak adekuat. Sedangkan dilihat dari peran pasien, pasien
5

juga merasa bahwa asma yang dideritanya sudah terkontrol baik. Sebanyak

89% orang tua cukup puas dengan obat yang diterima anaknya meskipun

asmanya masih bergejala dan tidak terkontrol. Selain itu, pasien mengobati

asma bila mempunyai gejala saja tanpa perlu memakai obat pengontrol

(Sundaru, 2009).

Tabel 1.1
Data Penderita Penyakit Asma Bronchial di Rumah Perlindungan Sosial
Tresna Werdha Kabupaten Garut Periode Maret-Juni 2017
No Nama Penyakit Jumlah Penderita
1 Rhematoid Artritis 24
2 Hipertensi 21
3 Gatal 18
4 Katarak 12
5 Stroke 8
6 Gastritis 6
7 Dermatitis 3
8 Asma Brochial 1
Sumber laporan : Bidang pencatatan dan pelaporan Rumah Perlindungan
Sosial Tresna Werdha Garut,Juni 2017
Berdasarkan tabel di atas dilihat jumlah kesehatan pasien yang di rawat

dengan asma menduduki peringkat kedelapan, disini dalam peranan perawat pada

kesehatan dan perawatan serta para perawat yang bertanggung jawab untuk

mengkaji dan meningkatkan status kesehatan semua manusia, perlu kontribusi

mereka terjadap kesehatan dan kesejahteraan orang banyak, karena care dan

caring merupakan esensi keperawatan. Dampak asma pada lansia akan

menghambat aktifitas, sehingga aktifitas terbatas, mengganggu kenyamanan pada

lansia sehingga lansia tidak dapat istirahat dengan tenang, dan serangan mendadak

dapat menyebabkan kematian.

Peran perawat gerontik adalah bertanggung jawab untuk membantu klien

dalam memperoleh kesehatan yang optimal, memelihara kesehatan, menerima

kondisinya, serta pesiapan dalam menjalani ajal. Salah satu cara pengembanganya
6

adalah dengan memasukan keperawatan gerontik dalam kurikulum pembelajaran

pada pendidikan keperawatan (R. Siti Maryam & dkk,2012)

Berdasarkan hasil data tersebut penulis mengambil kasus pada klien dengan

“Asuhan Keperawatan Gerontik Pada Tn. A dengan Dengan Gangguan

Sistem Pernafasan : Asma Bronchial Pada Katz Indeks B Di Rumah

Perlindungan Sosial Tresna Werdha Garut Tahun 2017”

B. Tujuan Penulisan

1. Tujuan Umum

Untuk mendapatkan pengalaman yang nyata dalam memberikan

asuhan keperawatan dengan Asma Bronchial dengan meliputi aspek bio-

psiko-sosial-spritual dengan pendekatan proses keperawatan secara

komprehensif.

2. Tujuan Khusus

a. Mampu melakukan pengkajian secara komprehensif terhadap aspek

aspek yang ada di dalam klien serta lingkungan sekitarnya untuk

menegakan diagnosa keperawatan yang timbul pada klien Asma

Bronchial

b. Mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada klien lansia dengan

Asma Bronchial

c. Mampu menyusun rencana tindakan keperawatan pada klien lansia

Askep Bronchial
7

d. Mampu melakukan implementasi keperawatan yang direncanakan

untuk mengatasi masalah kesehatan yang timbul pada klien lansia

dengan Asma Bronchial

e. Mampu mengevalusi hasil tindakan keperawatan yang telah dilakukan

pada klien lansia dengan Asma Bronchial

f. Mampu melakukan dokumentasi keperawatan pada klien lansia dengan

Asma Bronchial

C. Metode Telaahan

Dalam penyusunan karya tulis ilmiah ini , metode yang digunakan

adalah metode deskriftif dengan teknik studi kasus , teknik pengumpulan

datanya antara lain :

1. Wawancara

Wawancara digunakan untuk mengambil suatu informasi bahan

pertimbangan untuk mengambil suatu ketetapan dalam penulisan

melakukan wawancara terhadap klien dan terhadap perawat ruangan tim

lainya dengan maksud untuk mengumpulkan data data hubunganya dengan

kasus tersebut.

2. Observ asi

Observasi telah dilakukan terhadap klien dengan cara pengamatan

langsung dan pemeriksaan untuk mendapatkan data yang objektif

3. Studi Dokumentasi

Pengumpulan data yang didapatkan dari data klien dan laporan dari

tenaga kesehatan melalui catatan dokumentasi asuhan keperawatan yang


8

telah dilakukan dan mempelajari buku buku atau referensi yang berguna

untuk memperoleh dasar dasar teori yang berhubungan dengan Asma

Bronchial serta permasalahanya, sehingga dapat digunakan untuk landasan

dalam pemberian asuhan keperawatan.

4. Studi Kepustakaan

Hal ini dilakukan dalam rangka mendapatkan landasan teoritis yang

berkaitan dengan kasus yang dihadapi, sehingga dapat membandingkan

teori yang didapat dengan fakta yang ada di lahan praktek, diperoleh

kesenjangan, mencari penyebab dan pemecahan masalah.

D. Sistematika Penulisan

BAB I : PENDAHULUAN

Pada bab ini membahas tentang latar belakang, tujuan umum dan

khusus, metode telaah dan sistematika penulisan.

BAB II : TINJAUAN TEORITIS

Pada bab ini membahas tentang tinjuan teoritis yang terdiri dari

konsep dasar medis melalui tinjauan teori gerontology yang meliputi

pengertian, etiologi, patofisiologi, manifestasi klinik,

penatalaksanaan, dan konsep asuhan keperawatan.

BAB III : TINJAUAN KASUS DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini menguraikan tinjauan kasus yaitu membahas tentang

proses keperawatan yang sudah dilakukan secara nyata

dilapangan,mulai dari pengkajian sampai evaluasi sedangkan

pembahasan akan dijadikan suatu bahan perbandingan tentang


9

kesamaan dan perbedaan yang ditemukan antara kasus yang nyata

dilapangan dan menurut teori, mulai dari pengkajian sampai

evaluasi.

BAB IV : KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

Kesimpulan dan rekomendasi, berisi tentang kesimpulan dan

rekomendasi penulis dalam melaksanakan asuhan keperawatan

serta rekomendasi kepada berbagai pihak agar penatalaksanaan

asuhan keperawatan selanjutnya lebih baik dan bersifat

membangun.

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

You might also like