You are on page 1of 36

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Kajian Teori

1. Hakikat Latihan

a. Pengertian Latihan

Pengertian latihan yang berasal dari kata practice adalah aktivitas untuk

meningkatkan keterampilan (kemahiran) berolahraga dengan menggunakan

berbagai peralatan sesuai dengan tujuan dan kebutuhan cabang olahraga

(Sukadiyanto, 2011: 7). Latihan merupakan cara seseorang untuk mempertinggi

potensi diri, dengan latihan, dimungkinkan untuk seseorang dapat mempelajari

atau memperbaiki gerakan-gerakan dalam suatu teknik pada olahraga yang

digeluti.

Pengertian latihan yang berasal dari kata exercise adalah perangkat utama

dalam proses latihan harian untuk meningkatkan kualitas fungsi organ tubuh

manusia, sehingga mempermudah olahragawan dalam penyempurnaan geraknya

(Sukadiyanto, 2011: 8). Sukadiyanto (2011: 6) menambahkan latihan yang berasal

dari kata training adalah suatu proses penyempurnaan kemampuan berolahraga

yang berisikan materi teori dan praktik, menggunakan metode, dan aturan,

sehingga tujuan dapat tercapai tepat pada waktunya.

Singh (2012: 26) menyatakan latihan merupakan proses dasar persiapan

untuk kinerja yang lebih tinggi yang prosesnya dirancang untuk mengembangkan

kemampuan motorik dan psikologis yang meningkatkan kemampuan seseorang.

Latihan adalah aktivitas olahraga yang sistematika dalam waktu yang lama,

12
ditingkatkan secara progresif dan individul yang mengarah kepada ciri-ciri fungsi

fisiologis dan psikologis manusia untuk mencapai sasaran yang telah ditentukan

(Bompa, 2015: 4).

Bompa (2015: 3) menjelaskan “training is a systematic activity of long

duration, progressively and individually graded, aiming at modeling the human’s

phsiological and physiological functions to meet demanding tasks”. Artinya

latihan adalah suatu aktivitas olahraga yang dilakukan secara sistematis dalam

waktu yang lama ditingkatkan secara progresif dan individual mengarah kepada

ciri-ciri fungsi fisiologis dan psikologis untuk mencapai sasaran yang telah

ditentukan

Menurut Bompa (2015: 2) selama melakukan latihan, setiap olahragawan

akan mengalami banyak reaksi pengalaman yang dirasakan secara berulang-ulang,

beberapa diantaranya mungkin dapat diramalkan dengan lebih tepat dibandingkan

dengan lainnya. Bentuk pengumpulan informasi dari proses latihan termasuk

diantaranya yang bersifat faali, biokimia, kejiwaan, sosial, dan juga informasi

yang bersifat metodologis. Walau semua informasi ini berbeda-beda, tetapi datang

dari sumber yang sama yaitu olahragawan dan juga dihasilkan oleh proses yang

sama yakni proses latihan.

Menurut Sukadiyanto, (2011: 1) latihan merupakan suatau proses

perubahan kearah yang lebih baik, yaitu untuk meningkatkan kualitas fisik,

kemampuan fungsional peralatan tubuh, dan kualitas psikis anak latihan.

Sedangkan menurut Harre (2012: 1) latihan (training) olahraga adalah proses

penyempurnaan berolahraga melalui pendekatan ilmiah yang berdasarkan prinsip-

13
prinsip latihan, secara teratur dan terencana sehingga mempertinggi kemampuan

dan kesiapan olahrgawan.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Flapper, Suzane, dan Marina (2006)

dengan judul “Fine Motor Skills And Effect Of Methyl penidate In Children With

Attention-Deficit-Hyperactivity Disorder And Developmental Coordination

Disorder”, dapat disimpulkan adalah untuk menginvestigasi keterampilan-

keterampilan motorik halus anak baik yang memiliki gangguan ADHD dan DCD

dan kelompok kontrol, serta untuk menguji dampak-dampak methyl penidate

terhadap keterampilan gerak.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa latihan

adalah suatu proses penyempurnaan kerja/olahraga yang dilakukan oleh atlet

secara sistematis, berulang-ulang, dan berkesinam- bungan dengan kian hari

meningkatkan jumlah beban latihannya untuk mencapai prestasi yang diinginkan.

b. Prinsip-Prinsip Latihan

Prinsip latihan merupakan hal-hal yang harus ditaati, dilakukan atau

dihindari agar tujuan latihan dapat tercapai sesuai dengan yang diharapkan.

Prinsip-prinsip latihan memiliki peranan penting terhadap aspek fisiologis dan

psikologis bagi olahragawan (Sukadiyanto, 2011: 13). Dengan memahami prinsip-

prinsip latihan akan mendukung upaya dalam meningkatkan kualitas suatu latihan.

Selain itu, akan dapat menghindarkan olahragawan dari rasa sakit dan timbulnya

cedera selama dalam proses latihan. Selain itu, akan dapat menghindarkan

olahragawan dari rasa sakit atau timbulnya cedera selama dalam proses latihan.

“Dalam satu kali tatap muka seluruh prinsip latihan dapat diterapkan secara

14
bersamaan dan saling mendukung. Apabila ada prinsip latihan yang tidak

diterapkan, maka akan berpengaruh terhadap keadaan fisik dan psikis olahraga.

Menurut Irianto (2009: 19) untuk mencapai tujuan latihan atau fitness

secara optimal, perlu mengetahui prinsip-prinsip dasar dalam latihan fitness yang

memilik peranan yang sangat penting terhadap aspek fisiologis maupun

psikologis. Dalam suatu pembinaan olahraga hal yang dilakukan adalah pelatihan

cabang olahraga tersebut. Sebelum memulai suatu pelatihan hal yang harus

diketahui oleh seorang pelatih adalah prinsip latihan tersebut. Prinsip-prinsip

latihan adalah yang menjadi landasan atau pedoman suatu latihan agar maksud

dan tujuan latihan tersebut dapat tercapai dan memiliki hasil sesuai dengan yang

diharapkan. Prinsip latihan merupakan hal-hal yang harus ditaati, dilakukan atau

dihindari agar tujuan latihan dapat tercapai sesuai dengan yang diharapkan

(Sukadiyanto, 2011: 18).

Sukadiyanto (2011: 18-23) menyatakan prinsip latihan antara lain prinsip

kesiapan (readiness), prinsip individual, prinsip adaptasi, prinsip beban lebih

(over load), prinsip progresif, prinsip spesifikasi, prinsip variasi, prinsip

pemanasan dan pendinginan (warm up dan cool-down), prinsip latihan jangka

panjang (long term training), prinsip berkebalikan (reversibility), dan prinsip

sistematik. Prinsip-prinsip latihan dikemukakan Kumar (2012: 100) antara lain:

Prinsip ilmiah (scientific way), prinsip individual (individual deference),


latihan sesuai permainan (coaching according to the game), latihan sesuai
dengan tujuan (coaching according to the aim), berdasarkan standar awal
(based on preliminary standard), perbedaan kemampuan atlet (defenrence
between notice and experienced player), observasi mendalam tentang
permain (all round observation of the player), dari dikenal ke diketahui
(from known to unknown) dari sederhana ke kompleks (from simple to
complex), tempat melatih dan literatur (coaching venue and literature),

15
memperbaiki kesalahan atlet (rectify the defects of the olayer immediately),
salah satu keterampilan dalam satu waktu (one skill at a time), pengamatan
lebih dekat (close observation).

Hal senada diungkapkan Singh (2012: 12) bahwa prinsip-prinsip latihan

antara lain:

Prinsip latihan berkelanjutan (principles of continuity of training), prinsip


peningkatan beban latihan (principle of increasing of training load),
prinsip individual (principles of individual matter), prinsip partisipasi aktif
(principles of active participation), prinsip latihan terencana dan sistematis
(principle of planned and systematic training), prinsip latihan umum dan
spesifik (principle of general and specific traing), prinsip latihan
kompetitif dan spesialisasi (principles of competitive and specialised
traing), prinsip kejelasan (principles of clarity), prinsip berkesinambungan
(principle of cyclicity), prinsip memastikan hasil (principles of ensuring
results), prinsip beban latihan kritis (principle of critical traing load),
prinsip adaptasi (principle of adaptability), prinsip kesamaan dan
perbedaan (principle of uniformity and differentiation), prinsip kesadaran
(principle of awareness), prinsip presentasi visual (principle of visual
presentation), prinsip kemungkinan (principle of feasibility).

` Adapun prinsip-prinsip dasar dalam latihan menurut Irianto (2009: 19)

adalah sebagai berikut:

1) Pilih latihan yang efektif dan aman

Latihan-latihan yang dipilih haruslah mampu untuk mencapai tujuan yang

diinginkan secara efektif dan aman, artinya latihan yang dipilih dapat mencapai

tujuan lebih cepat dan aman, bukan seperti fakta yang ada, yakni program yang

ditawarkan dapat lebih cepat mencapai tujuan tetapi kurang aman atau sebaliknya

aman tetapi tidak efektif/kurang cepat, sehingga yang menjalani akan merasakan

kejemuan atau kebosanan.

2) Kombinasi latihan dan pola hidup

Untuk mencapai tujuan latihan secara optimal disarankan jangan hanya

melihat latihannya saja tetapi juga pola hidup atau kebiasaanya, yakni dalam hal

16
pengaturan makan dan istirahatnya. Pengaturan makan dan istirahat akan sangat

mempengaruhi keberhasilan latihan.

Berikut ini dijelaskan secara rinci masing-masing prinsip-prinsip latihan

menurut Sukadiyanto (2011: 19), yaitu:

1) Prinsip Kesiapan (Readiness)

Pada prinsip kesiapan, materi dan dosis latihan harus disesuaikan dengan

usia dan tingkatan olahragawan. Sebab kesiapan setiap olahragawan akan berbeda

antara yang satu dengan yang lain meskipun di antaranya memiliki usia yang

sama.

2) Prinsip kesiapan (Awareness)

Dalam prinsip kesiapan, pelatih mendidik atlet untuk dapat menyadari

betapa pentinggnya berlatih selain karena tuntutan kompetisi yang diikuti atau

yang akan diikuti, dan juga kesadaran tentang kreativitas sehinga dapat

berpartisipasi aktif dalam pelatihan itu sendiri.

3) Prinsip individual

Antara atlet yang satu dan atlet yang lain memiliki tingkat kemampuan

yang berbeda-beda. Beberapa faktor yang dapat menyebabkan perbedaan terhadap

kemampuan seseorang dalam merespon beban yang diberikan oleh pelatih, di

antaranya adalah faktor keturunan, kematangan, gizi, waktu istirahat dan tidur,

lingkungan, sakit cedera, dan motivasi.

4) Prinsip adaptasi

Pemberian latihan sangat perlu memperhatikan prinsip adaptasi, tidak bisa

semata-mata pelatih memberikan latihan yang terlalu keras dan mendadak karena

17
akan menyebabkan over traning pada atlet. Latihan harus bertahap dan terus

ditingkatkan melalui proses latihan agar tubuh dapat beradaptasi dengan baik pada

program latihan yang diberikan pelatih.

5) Prinsip beban lebih (Overload)

Prinsip beban lebih dapat dicapai dengan cara pembebanan berada pada

atau sedikit di atas ambang rangsang atlet agar tercipta super kompensasi bagi

atlet. Pembebanan yang terlalu berat akan mengakibatkan tubuh tidak dapat

beradaptasi dengan baik, dan bila beban terlalu ringan maka tidak akan

berpengaruh terhadap peningkatan kualitas seseorang. Pembebanan diungkapkan

Sukadiyanto (2011: 19) berkaitan dengan tiga faktor, yaitu frekuensi, intensitas,

dan volume. Penambahan frekuensi dapat dilakukan dengan cara menambah sesi

latihan. Intensitas latihan dapat dilakukan dengan penambahan beban latihan.

Untuk durasi dapat dilakukan dengan cara menambah jumlah jam latihan dalam

satu sesi.

6) Prinsip progresif

Prinsip progresif artinya pelaksanaan latihan dilakukan secara bertahap

dari mudah kesukar, dari sederhana kekompleks, dari umum kekhusus, dari

bagian kekeseluruhan, dari ringan ke berat, dan dari kuantitas ke kualitas yang

dilakukan secara acak, maju, dan berkelanjutan.

7) Prinsif spesifikasi (kekhususan)

Setiap cabang olahraga memiliki cara kerja dan karakter masing-masing.

Oleh karena itu pemberian latihan akan berbeda-beda sifatnya antara cabang

olahraga yang satu dan yang lain dengan pertimbangan: (1) spesifikasi kebutuhan

18
energi (2) spesifikasi bentuk dan gerak latihan (3) spesifikasi ciri gerak dan

kelompok otot yang digunakan dan (4) waktu dan periodisasi latihan.

8) Prinsip variasi

Latihan yang baik merupakan latihan yang disusun secara variatif agar

atlet yang dilatih tidak mengalami kejenuhan, kebosanan, dan kelelahan secara

psikologis lainnya. Hal ini bertujuan agar atlet tertarik berlatih sehingga tujuan

dari latihan tersebut dapat tercapai.

9) Prinsip latihan jangka panjang (Long term training)

Meraih prestasi yang optimal dalam suatu cabang olahraga dibutuhkan

proses latihan yang konsisten dalam waktu yang panjang. Pengaruh dari beban

latihan yang diberikan oleh pelatih tidak serta merta dapat diadaptasi mendadak

tapi memerlukan waktu dan dilakukan dalam proses yang bertahap dan

berkelanjutan. Selain itu untuk dapat meraih prestasi yang optimal diperlukan

latihan gerak yang berulang-ulang dalam proses yang panjang untuk mendapatkan

gerakan yang otomatis.

10) Prinsip berkebalikan (Reversibility)

Prinsip berkebalikan (reversibility) artinya bila olahragawan berhenti dari

latihan dalam waktu tertentu bahkan dalam waktu yang lama, kualitas organ

tubuh akan mengalami penurunan fungsi secara otomatis. Hal ini ditandai

penurunan tingkat kebugaran rata-rata 10% setiap minggunya. Selain itu pada

komponen biomotorik kekuatan (strength) akan mengalami penurunan secara

bertahap yang diawali pada proses pengecilan otot (atropi). Untuk itu kemampuan

olahragawan harus terus dipelihara melalui latihan yang konsisten dan kontiniu.

19
c. Tujuan Latihan

Setiap latihan pasti akan terdapat tujuan yang akan dicapai baik oleh atlet

maupun pelatih. Tujuan utama dari latihan atau training adalah untuk membantu

atlet meningkatkan keterampilan, kemampuan, dan prestasinya semaksimal

mungkin. Dengan demikian prestasi atlet benar-benar merupakan satu totalitas

akumulasi hasil latihan fisik maupun psikis. Ditinjau dari aspek kesehatan secara

umum, individu yang berlatih atau berolahraga rutin, yaitu untuk mencapai

kebugaran jasmani (Suharjana, 2013: 38). Sukadiyanto (2011: 8) menyatakan

bahwa tujuan latihan secara umum adalah membantu para pembina, pelatih, guru

olahraga agar dapat menerapkan dan memiliki kemampuan konseptual dan

keterampilan dalam membantu mengungkap potensi olahragawan mencapai

puncak prestasi. Rumusan dan tujuan latihan dapat bersifat untuk latihan dengan

durasi jangka panjang ataupun durasi jangka pendek. Untuk latihan jangka

panjang merupakan sasaran atau tujuan latihan yang akan dicapai dalam waktu

satu tahun ke depan. Tujuannya adalah untuk memperbaiki dan memperhalus

teknik dasar yang dimiliki. Untuk latihan jangka pendek merupakan sasaran atau

tujuan latihan yang dicapai dalam waktu kurang dari satu tahun. Untuk tujuan

latihan jangka pendek kurang dari satu tahun lebih mengarah pada peningkatan

unsur fisik. Tujuan latihan jangka pendek adalah untuk meningkatkan unsur

kinerja fisik, di antaranya kecepatan, kekuatan, ketahanan, kelincahan, power, dan

keterampilan kecabangan (Sukadiyanto, 2011: 8).

Selain latihan memiliki tujuan untuk jangka panjang dan jangka pendek.

Sebuah sesi latihan memiliki sebuah tujuan umum yang mencakup berbagai aspek

20
dalam diri olahragawan. Seorang pelatih dalam membina atlet pasti memiliki

sebuah tujuan yang khusus maupun umum. Dalam latihan terdapat beberapa sesi

latihan khusus yang bertujuan untuk meningkatkan beberapa aspek. Sesi latihan

psikis bertujuan untuk meningkatkan maturasi emosi (Irianto, 2002: 63). Pendapat

lain dikemukakan Harsono (2015: 39) bahwa tujuan serta sasaran utama dari

latihan atau training adalah untuk membantu atlet untuk meningkatkan

keterampilan dan prestasinya semaksimal mungkin. Untuk mencapai hal itu, ada 4

(empat) aspek latihan yang perlu diperhatikan dan dilatih secara seksama oleh

atlet, yaitu; (1) latihan fisik, (2) latihan teknik, (3) latihan taktik, dan (4) latihan

mental.

Selain itu, Sukadiyanto (2011: 13) menyatakan bahwa tujuan latihan

secara garis besar terdapat beberapa aspek, antara lain:

(1) meningkatkan kualitas fisik dasar secara umum dan menyeluruh, (2)
mengembangkan dan meningkatkan potensi fisik khusus, (3) menambah
dan menyempurnakan teknik, (3) mengembangkan dan menyempurnakan
strategi, taktik, dan pola bermain, (4) meningkatkan kualitas dan
kemampuan psikis olahragawan dalam berlatih dan bertanding.

Lebih lanjut menurut Sukadiyano (2011: 13-15) penjabaran terkait masing-

masing unsur dari tujuan latihan secara umum dijelaskan sebagai berikut.

1) Meningkatkan kualitas fisik dasar secara umum dan menyeluruh

Setiap sesi latihan selalu berorientasi untuk meningkatkan kualitas fisik

dasar secara umum dan menyeluruh. Kualitas fisik dasar ditentukan oleh tingkat

kebugaran energi dan kebugaran otot. Kebugaran energi meliputi sistem aerobik

dan anerobik baik laktik maupun alaktik. Untuk kebugaran otot adalah keadaan

seluruh komponen biomotor yang terdiri dari ketahanan, kekuatan, kecepatan,

21
power, kelentukan, keseimbangan, dan koordinasi. Dalam semua cabang olahraga

memiliki kebutuhan kualitas fisik dasar yang sama sehingga harus ditingkatkan

sebagai landasan dasar dalam pengembangan unsur fisik.

2) Mengembangkan dan meningkatkan potensi fisik khusus

Pengembangan peningkatan latihan fisik secara khusus dalam cabang

olahraga sasarannya berbeda. Hal ini disesuaikan dengan karakteristik tiap cabang

olahraga tersebut. Karakteristik tersebut meliputi jenis predominan energi yang

digunakan, jenis teknik, dan lama pertandingan.

3) Menambah dan menyempurnakan teknik

Sasaran latihan di antaranya adalah untuk meningkatkan dan

menyempurnakan teknik yang benar. Teknik yang benar dikuasai dari awal selain

mampu untuk menghemat tenaga juga mampu bekerja lebih lama. Hal tersebut

menjadi landasan menuju prestasi gerak yang lebih tinggi.

4) Mengembangkan dan menyempurnakan stategi, taktik, dan pola bermain

Dalam proses latihan seorang pelatih pasti mengajarkan strategi, taktik,

dan pola bermain. Untuk dapat menyusun strategi diperlukan ketajaman dan

kejelian dalam menganalisis kelebihan serta kekurangan baik atletnya maupun

lawan. Untuk dapat menguasai taktik yang baik harus menguasai praktik terkait

pola bermain. Dengan latihan seperti ini atlet akan bertambah variasi pola strategi

dalam bermain.

5) Meningkatkan kualitas dan kemampuan psikis olahragawan dalam bertanding

Selain aspek fisik dalam latihan juga harus melibatkan aspek psikologis

atlet. Aspek psikis merupakan salah satu faktor penopang pencapaian prestasi

22
atlet. Aspek psikis perlu disiapkan sebelum masa kompetisi. Aspek psikis dapat

diberikan bersamaan dengan latihan fisik dan teknik. Aspek psikis memiliki

peranan 90% dalam sebuah pertandingan.

Bompa & Haff (2009: 4-5) menyatakan bahwa untuk dapat mencapai

tujuan latihan tersebut, ada beberapa aspek latihan yang perlu diperhatikan dan

dilatih secara maksimal oleh seorang atlet, antara lain yaitu:

1) Multilateral Physical Development

Latihan fisik merupakan proses suatu latihan untuk meningkatkan kondisi

fisik seorang atlet. Perkembangan kondisi fisik atlet sangat penting, tanpa kondisi

fisik yang baik atlet tidak akan dapat mengikuti proses latihan dengan maksimal.

Beberapa komponen biomotor yang perlu diperhatikan untuk dikembangkan

adalah daya tahan kardiovascular, power, kekuatan otot (strength), kelentukan

(flexibility), kecepatan, stamina, kelincahan (agility), dan koordinasi. Komponen-

komponen tersebut harus dilatih dan dikembangkan oleh seorang atlet sebelum

melakukan proses latihan teknik.

2) Latihan Teknik

Latihan teknik (technique training) adalah latihan untuk meningkatkan

kualitas teknik-teknik gerakan yang diperlukan dalam cabang olahraga tertentu

yang dilakukan oleh atlet. Latihan teknik merupakan latihan yang khusus

dimaksudkan guna membentuk dan mengembangkan kebiasaan-kebiasaan

motorik atau perkembangan neuromuscular pada suatu gerak cabang olahraga

tertentu. Kesempurnaan teknik-teknik dasar dari setiap gerakan akan menentukan

gerak keseluruhan. Oleh karena itu, gerak-gerak dasar setiap bentuk teknik yang

23
diperlukan dalam setiap cabang olahraga haruslah dilatih dan dikuasai secara

sempurna.

3) Latihan Taktik

Tujuan latihan taktik (tactical training) adalah untuk menumbuhkan

perkembangan interpretive atau daya tafsir pada atlet. Teknik-teknik gerakan yang

telah dikuasai dengan baik, kini haruslah dituangkan dan diorganisir dalam pola-

pola permainan, bentuk-bentuk dan formasi-formasi permainan, serta strategi-

strategi, dan taktik-taktik pertahanan dan penyerangan, sehingga berkembang

menjadi suatu kesatuan gerak yang sempurna. Setiap pola penyerangan dan

pertahanan haruslah dikenal dan dikuasai oleh setiap anggota tim, sehingga

dengan demikian hampir tidak mungkin regu lawan akan mengacaukan regu

dengan suatu bentuk serangan atau pertahanan yang tidak dikenal.

4) Latihan Mental

Latihan mental (mental training) tidak kalah penting dari perkembangan

ketiga latihan tersebut di atas, sebab berapa pun tingginya perkembangan fisik,

teknik, dan taktik, apabila mentalnya tidak turut berkembang, prestasi tidak

mungkin akan dicapai. Latihan mental merupakan latihan yang menekankan pada

perkembangan emosional dan psikis atlet, misalnya konsentrasi, semangat

bertanding, pantang menyerah, sportivitas, percaya diri, dan kejujuran. Latihan

mental ini untuk mempertinggi efisiensi mental atlet, keseimbangan emosi

terutama apabila atlet berada dalam situasi stress. Latihan mental selain berperan

secara psikologis juga dapat meningkatkan performa seorang atlet.

24
d. Volume Latihan

Setiap aktifitas fisik (jasmani) dalam latihan olahraga selalu

mengakibatkan terjadinya perubahan pada keadaan anatomi, fisiologi, biokimia,

dan psikologis pelakunya (Sukadiyanto, 2011: 25). Olahraga merupakan kegiatan

yang terukur dan tercatat, sehingga segala sesuatu yang dilakukan lebih banyak

mengandung unsur-unsur yang pasti. Latihan merupakan proses akumulasi dari

berbagai komponen kegiatan yang antara lain seperti durasi, jarak, frekuensi,

jumlah, ulangan, pembebanan, irama melakukan, intensitas, volume, pemberian

waktu istirahat dan densitas, oleh karena itu dalam menyusun dan merencanakan

proses latihan seseorang pelatih harus mempertimbangkan faktor-faktor yang

disebut komponen-komponen latihan tersebut.

Bompa (2015: 1) menyatakan bahwa komponen-komponen latihan adalah

volume latihan, intensitas latihan, densitas latihan dan kompleksitas latihan.

Semua komponen latihan harus ditingkatkan sesuai dengan perbaikan atau

kemajuan yang dicapai atlet secara keseluruhan dan terpantau dengan benar.

Sebagai komponen utama latihan, volume adalah persyaratan yang sangat penting

mendapatkan teknik yang tinggi, taktik dan khususnya pencapaian fisik (Bompa,

2015: 1). Volume adalah ukuran yang menunjukkan kuantitas (jumlah) suatu

rangsang atau pembebanan (Sukadiyanto, 2011: 28).

Bompa (2015: 2) menyatakan volume latihan disebut dengan jangka waktu

yang dipakai selama sesi latihan atau durasi yang melibatkan beberapa bagian

secara integral yang meliputi waktu atau jangka waktu yang dipakai dalam

latihan, jarak atau jumlah tegangan yang dapat ditanggulangi atau diangkat

25
persatuan waktu. Jumlah pengulangan bentuk latihan atau elemen teknik yang

dilakukan dalam waktu tertentu. Jadi perkiraan bahwa volume terdiri atas jumlah

keseluruhan dari kegiatan yang dilakukan dalam latihan, diartikan sebagai jumlah

kerja yang dilakukan selama satu kali latihan atau selama fase latihan.

e. Set Meningkat Repetisi Tetap dan Set Tetap Repetisi Meningkat

Menurut Sukadiyanto (2011: 13) repetisi adalah jumlah ulangan yang

dilakukan untuk setiap butir item latihan. Dalam satu seri atau sirkuit biasanya

terdapat beberapa butir atau item latihan yang harus dilakukan dan setiap butirnya

dilaksanakan berkali-kali. Sebagai contoh item latihan yang macamnya antara

lain; push up 50 kali, sit up 50 kali, back up 50 kali, squat jump 20 kali, squat

trust 20 kali, lompat pagar 15 kali, shuttle run 10 kali. Adapun jumlah kali yang

dilakukan (50x, 20x, 15x, dan seterusnya).

Set dan repetisi mengandung pengertian yang hampir sama, namun juga

ada perbedaannya. Set adalah jumlah ulangan untuk satu jenis butir latihan

(Sukadiyanto, 2011: 30). Sebagai contoh dalam latihan shuttle run yang terbagi

dalam 4 set dalam setiap 1 set terdiri 10 kali bolak-balik. Sedangkan repetisi

adalah jumlah ulangan yang digunakan untuk menyebutkan beberapa jenis butir

latihan. Repetisi di sini adalah 10 kali ulangan dalam latihan shuttle run terbagi

menjadi 4 set. Jadi set dan repetisi memiliki perbedaan, letak perbedaannya kalau

set dipakai untuk menyebutkan jumlah ulangan pada setiap macam latihan yang

tunggal, sedangkan repetisi dipakai untuk menyebutkan jumlah ulangan yang

terdiri dari beberapa macam.

26
1) Set meningkat repetisi tetap

Metode latihan dengan set meningkat repetisi tetap adalah metode latihan

dengan menggunakan jumlah ulangan yang dilakukan untuk beberapa jenis

latihan dosisnya tetap sama tetapi jumlah ulangan untuk satu jenis butir latihan

dosisnya meningkat. Sebagai contoh metode latihan dengan set meningkat repetisi

tetap dalam latihan pukulan drive dengan dosis latihan dimulai dengan 5 repetisi 1

set kemudian latihan berikutnya dengan dosis latihan 6 repetisi 1 set dan terus

meningkat jumlah repetisinya. Jadi dosis latihannya menggunakan metode latihan

dengan jumlah set tetap namun repetisi yang terus meningkat.

2) Set tetap repetisi meningkat

Metode latihan dengan set tetap repetisi meningkat adalah metode latihan

dengan menggunakan jumlah ulangan yang dilakukan untuk beberapa jenis

latihan dosisnya meningkat tetapi jumlah ulangan untuk satu jenis butir latihan

dosisnya tetap sama. Sebagai contoh metode latihan dengan set tetap repetisi

meningkat dalam latihan pukulan drive dengan dosis latihan dimulai dengan 5

repetisi, 2 set kemudian latihan berikutnya 6 repetisi, 2 set dan terus meningkat

jumlah repetisinya. Jadi dosis latihannya menggunakan metode latihan dengan

jumlah repetisi meningkat tetapi set tetap.

2. Permainan Tenis Meja

a. Pengertian Tenis Meja

Menurut Utama, Sunardiyanto, dan Nopembri (2004: 5), permainan tenis

meja adalah suatu permainan dengan menggunakan fasilitas meja dan

perlengkapannya serta bet dan bola sebagai alatnya. Menurut Depdiknas, (2003:

27
3), yang dimaksud dengan tenis meja adalah suatu permainan yang menggunakan

meja sebagai lapangan yang dibatasi oleh jaring (net) yang menggunakan bola

kecil yang terbuat dari celluloid dan permainannya menggunakan pemukul atau

yang disebut bet.

Menurut Hodges (2007: 25) tenis meja adalah sebuah permainan putaran.

Sedangkan menurut Muhajir (2007: 26), tenis meja merupakan cabang olahraga

yang dimainkan di dalam gedung (indoor game) oleh dua atau empat pemain.

Menurut Hutasuhud (1988: 4) tenis meja adalah suatu jenis olah raga yang

dimainkan di atas meja bola dibolak-balikkan segera dengan memakai pukulan.

Dari beberapa pendapat di atas, penulis menyimpulkan bahwa permainan

tenis meja adalah suatu permainan yang dilakukan dalam ruangan dengan

menggunakan meja sebagai tempat untuk memantulkan bola yang berputar

dipukul dengan menggunakan bet diawali dengan pukulan pembuka (servis) harus

mampu menyeberangkan bola dan mengembalikan bola ke daerah lawan setelah

bola itu memantul di daerah permainan sendiri. Angka diperoleh apabila lawan

tidak dapat mengembalikan dengan baik.

b. Peralatan Tenis Meja

Untuk melakukan olahraga tenis meja ada beberapa alat yang harus

disiapkan, yaitu meja beserta net, bola, dan bet. Adapun penjelasan tentang

peraturan peralatan dalam tenis meja sebagai berikut:

1) Meja

a) Meja berbentuk persegi panjang dengan ukuran panjang 274 cm, lebar 152,5

cm, dan tinggi 76 cm.

28
b) Jaring (net) termasuk tali pengantungnya dengan panjang 183 cm, dan tinggi

15,25 cm.

Gambar 1. Meja Tenis Meja


Sumber: http://id.wikipedia.org/wiki/Tenis_meja

2) Bola

Gambar 2. Bola Tenis Meja


Sumber: http://lakecentral.colinhoernig.com/products/view/90

Bola tenis meja berbentuk bulat berongga, dengan diameter 40 mm. Berat

bola standar untuk bermain tenis meja adalah 2,7 gr. Bahan bola terbuat dari

29
bahan celluloid ataupun bahan plastik serupa dan berwarna putih atau orange, dan

kasat/tidak licin mengkilap.

3) Bet

Gambar 3. Bet Tenis Meja


Sumber: http://www.forumkami.net/sports/261968-peralatan.

Ukuran bet tidak ditentukan besar kecilnya, akan tetapi bet harus datar

(flat) dan kaku (rigid). Sisi bet yang digunakan untuk memukul bola harus dilapisi

dengan karet dengan total ketebalan termasuk lem tidak lebih dari 2 mm.

c. Macam-macam Teknik Tenis Meja

Keterampilan teknik merupakan hal terpenting dalam tiap cabang

olahraga, dikarenakan dalam tiap pertandingan olahraga keterampilan cara

memegan bet (Grip), teknik siap sedia (Stance), keterampilan teknik pukulan

(Smash), sangat berpengaruh pada permainan. Untuk itu beberapa komponen

seperti teknik, taktik, latihan, serta konsidi fisik yang prima sangat berperan

penting dalam pertandingan terutama di cabang olahraga permainan Tenis Meja.

Menurut Damiri (1992: 26) pokok-pokok teknik dasar permainan tenis meja dapat

30
dibedakan menjadi empat yaitu; (1) Grip (memegang bet), (2) Stance (Sikap atau

posisi bermain), (3) Stroke (pukulan), (4) Footwork (gerakan kaki).

Menurut Indra (Yulianto, 2015) Pemain yang baik dalam permainan tenis

meja adalah pemain yang mengerti dan bisa melakukan teknik permainan tenis

meja itu sendiri. Jadi untuk dapat bermain tenis meja dengan baik harus terlebih

dahulu belajar teknik dasar permainan tersebut. Dalam bermain tenis meja

terdapat beberapa teknik dasar keterampilan pukulan (Stroke), antara lain

Forehand, Backhand, drive, Push, Chop, Block, Service, Spin. Pengertian dari tiap

teknik-teknik tersebut ialah:

1) Forehand adalah pukulan yang jika posisi bola berada disebelah kanan tubuh.

2) Backhand adalah pukulan yang jika posisi bola berada disebelah kiri badan.

3) Drive adalah pukulan dengan ayunan panjang sehingga menghasilkan pukulan

yang keras dan datar.

4) Push adalah pukulan backspin pasif yang menjaga bola agar tidak melambung

terlalu tinggi.

5) Chop adalah pukulan backspin yang bersifat bertahan.

6) Block adalah teknik pengembalian pukulan bola yang cukup keras.

7) Service adalah memukul bola untuk menyajikan bola pertama.

8) Spin adalah pukulan bola yang arahnya memutar searah dengan jarum jam.

Menurut Damiri & Kusnaedi (1992: 59-109) dalam bermain tenis meja

terdapat beberapa teknik pukulan, antara lain push, block, chop, service, flat hit,

counter hitting, topspin, drop shot, choped smash, drive, flick. Jenis pukulan tenis

meja yaitu teknik pukulan yang paling dasar di antaranya: push, block, chop,

31
service, flat hit, topspin, drive, loop. Menurut Tomoliyus (2012: 15) keterampilan

gerak mengembalikan bola dapat dilakukan dengan cara stroke (pukulan)

forehand dan backhand yang bersifat serangan (offensive, menghasilkan bola

topspin) dan pukulan bersifat bertahan (defensive, menghasilkan bola backspin).

Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa ada beberapa teknik

pukulan dalam tenis meja, yaitu Servis, drive, topspin, chop, flat, smash, dan flick.

Menurut Hodges (Rista, 2014: 36), ada beberapa teknik dalam permainan tenis

meja yaitu drive, topspin, smash, block, flick, lob, push, chop, servis, flat hit, drop

shot. Dari beberapa teknik tersebut tidak semua siswa menguasai pukulan dengan

baik, karena setiap siswa memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing.

Perlu diperhatikan dalam pukulan drive, ialah hasil pukulan merupakan

garis lengkung seperti yang diungkapkan oleh Tomoliyus (2012), “Supaya bola

berjalan dengan suatu garis lengkung melewati net ke arah lawan, pergelangan

tangan harus membantu menggesek bola ke depan atas arah kanan” Menurut

Simpson (2007: 7) drive stroke (pukulan drive) merupakan teknik pukulan yang

paling mendasar dalam permainan tenis meja. Drive merupakan teknik pukulan

yang menghasilkan sedikit putaran bola ke atas (topspin). Hal ini dikarenakan

teknik pukulan yang dilakukan dengan gerakan bet dari bawah serong ke atas

dengan sikap bet yang tertutup.

Forehand drive biasanya lebih kuat dari backhand drive karena tubuh

tidak menghalangi saat pemain harus mengayunkan tangan (backswing) dan otot

yang digunakan lebih kuat. Jika forehand drive dilakukan dengan kecepatan

penuh akan terjadi pukulan yang sangat kuat (smash forehand). Backhand drive

32
merupakan pukulan yang digunakan untuk mengembalikan bola dari sisi

backhand atau datangnya bola dari sebelah kiri bagi pemain yang bukan kidal

untuk memaksa lawan berbuat kesalahan dengan mengembalikan bola yang

cepat. Backhand drive dapat digunakan untuk menghadapi backspin, tapi biasanya

pukulan ini lebih baik untuk menghadapi topspin.

d. Cara Memegang Bet

Grip atau pegangan merupakan faktor yang sangat penting dalam belajar

tenis meja. Jika sejak semula cara memegang bet sudah salah, maka kesalahan

yang terjadi biasanya akan sulit diperbaiki dan kemungkinan pemain tersebut akan

mengalami kesulitan dalam menghadapi teknik-teknik permainan selanjutnya.

Menurut Hodges (2007: 14) ada tiga cara memegang bet dalam bermain bermain

tenis meja yaitu (1) Shakehands grip, (2) Penhold grip dan (3) Seemiller grip.

Adapun penjelasan cara memegang bet tersebut adalah sebagai berikut:

1) Shakehands grip

Shakehands artinya “berjabat tangan”. Kemudian pegangan shakehands

grip adalah dengan grip ini seorang pemain dapat melakukan forehand stroke dan

backhand stroke tanpa merubah grip (pegangan), pegangan ini paling baik untuk

bermain baik jauh dari meja. Cara memegangnya adalah:

(a) Bidang bet bersandar pada lekuk antara ibu jari dan jari telunjuk.

(b) Kuku ibu jari tegak lurus dengan permukaan bet.

(c) Jari telunjuk berada di bawah permukaan bet.

(d) Untuk memperkuat pukulan forehand putar bagian atas bet ke arah pemain.

33
(e) Untuk memperkuat pukulan backhand, putar bagian atas bet menjauh dari

anda, seperti cara berjabat tangan.

2) Penhold grip

Penhold artinya “memegang pena”. Cara memegang bet ini adalah seperti

memegang pena. Style ini lebih populer di Asia. grip ini hanya mempergunakan

salah satu sisi dari bet. Kelebihannya antara lain sangat baik untuk pukulan

forehand, pukulan backhand yang cepat, mudah menggunakan pergelangan

tangan pada setiap pukulan khususnya saat melakukan servis. Cara memegang bet

dengan gaya penhold grip adalah:

a) Pegang bet mengarah kebawah dengan pegangan mengarah ke atas, pegang bet

tepat pegangan menyatu dengan bidang bet dengan menggunakan ibu jari dan

jari telunjuk (cara ini sama dengan cara memegang pena).

b) Tekuk tiga jari yang lainnya pada sisi bet yang lain (penhold grip gaya Cina)

atau meluruskannya mengarah ke bagian bawah bet dengan jari yang

dirapatkan (penhold grip gaya Korea).

3) Seemiller grip

Seemiller grip yang juga dikenal dengan American grip. Kelebihannya

antara lain memberikan kesempatan pada pemain untuk melakukan blok yang

baik. Adapun cara memegang bet adalah sebagai berikut:

a) Pegang bet dengan shakehands grip.

b) Putar bagian atas bet dari 20 menjadi 90 derajat ke arah tubuh.

c) Lekuk jari telunjuk di sepanjang sisi bet.

34
3. Hakikat Forehand

a. Pengertian Forehand

Pukulan forehand merupakan stroke yang paling umum dilakukan dalam

tenis meja. Pukulan forehand merupakan pukulan yang dilakukan di sebelah sisi

kanan pemain dan pada pemain kidal di sebelah sisi kirinya. Pukulan forehand

merupakan jenis pukulan tenis meja yang mempunyai peran penting untuk meraih

kemenangan.

As a point of reference, it should be noted that the forehand drive requires


a longer range of muscle movement as compared to the backhand. The
initial position of the arm is extended and weight shifted to the racket arm.
In executing the forehand drive, the arm swings simultaneous to the weight
shift to the other leg while twisting the waist. In the backhand drive, the
initial position of the arm is flexed at the elbow and weight is centered.
The skill is executed by extending the arm while simultaneously doing a
minor weight shift from the support leg to the dominant leg with little or no
waist movement. Thus, the execution of the backhand drive is simpler than
that of the forehand drive (Flores, et.al., 2010: 4).

Menurut Hodges (2007: 32) pukulan forehand dianggap pukulan yang

penting karena tiga alasan, yaitu:

1) Memerlukan pukulan forehand untuk menyerang dengan sisi


forehand.
2) Pukulan forehand bisa menjadi pukulan utama untuk melakukan
serangan.
3) Pukulan forehand merupakan pukulan yang paling sering digunakan
untuk melakukan smash.

Pendapat tersebut menunjukkan bahwa pukulan forehand tenis meja

merupakan pukulan yang paling sering digunakan untuk melakukan smash. Di

samping itu juga, pukulan forehand lebih kuat jika dibandingkan dengan pukulan

backhand. Hal ini karena tubuh tidak menghalangi saat melakukan ayunan ke

belakang (backswing) dan otot yang digunakan biasanya kuat.

35
b. Cara Pelaksanaan Forehand

Peningkatan prestasi dalam olahraga menuntut adanya perbaikan dan

perkembangan unsur teknik untuk mencapai tujuannya. Teknik dikatakan baik

apabila ditinjau dari segi anatomi, fisiologis, mekanika, biomekanika dan mental

terpenuhi persyaratannya secara baik, dan diterapkan dalam praktik dan

memberikan sumbangan terhadap pencapaian prestasi maksimal. Menurut

Sudjarwo (1993: 40) teknik dalam olahraga tetap menjadi dasar utama dalam

setiap cabang olahraga yang harus dimiliki oleh seorang atlet. Teknik merupakan

dasar kemampuan individu yang sangat menentukan dalam pencapaian prestasi

maksimal.

Forehand adalah setiap pukulan yang dilakukan dengan bet melalui

gerakan telapak tangan menghadap ke depan dengan ayunan tangan ke depan

behenti di depan dahi. Adapun sikap dan gerakan forehand pandangan tertuju

pada pihak lawan dan bola, tangan bebas untuk keseimbangan dan juga untuk

membantu gerakan panggul, setiap kali melakukan pukulan disertai gerakan

panggul, sikap kaki sedikit bengkok dan ini berfungsi untuk memudahkan gerakan

dan gerakan dari sikap semula, bet dibawa kedepan atas dan berhenti didepan dahi

dan letak siku-siku agak dekat dengan badan.

Menurut Hodges (2007: 35) tahap persiapan dalam forehand stroke

sebagai berikut:

1) Berdiri menghadap meja, kaki kanan sedikit ditarik ke belakang.


2) Tangan siap memegang bet dengan pukulan forehand.
3) Bet sedikit terbuka untuk menghadapi backspin, sedikit ditutup atau
tegak lurus untuk menghadapi topspin.
4) Pergelangan tangan lemas dan sedikit dimiringkan ke bawah.

36
5) Bergerak untuk mengatur posisi, kaki kanan sedikit ke belakang untuk
melakukan forehand.

Menurut Hodges (2007: 36) tahap pelaksanaan (backswing) dalam

forehand stroke sebagai berikut:

1) Putar tubuh ke belakang dengan bertumpu pada pinggang dan pinggul.


2) Putar tangan ke belakang dengan bertumpu pada siku.
3) Berat badan dipindahkan ke kaki kanan
4) Untuk menghadapi backspin, bet harus digerakkan sedikit lebih rendah.

Menurut Hodges (2007: 36) tahap perkenaan (forward swing) dalam

forehand stroke sebagai berikut:

1) Berat badan dipindahkan ke kaki kiri.


2) Tubuh diputar ke depan bertumpu pada pinggang dan pinggul.
3) Tangan diputar ke depan dengan bertumpu pada siku.
4) Kontak dilakukan di depan sisi kanan tubuh.

Menurut Hodges (2007: 37) tahap akhir dalam forehand stroke sebagai berikut:

(1) bet bergerak ke depan dan sedikit dinaikkan ke atas, (2) kembali ke posisi siap.

Gambar 4. Posisi Saat Melakukan Pukulan Forehand


(Muhajir, 2007)

37
Berdasarkan beberapa teori di atas, dapat disimpulkan bahwa pukulan

forehand merupakan pukulan yang dilakukan dengan telapak tangan menghadap

ke depan. Dalam permainan tenis meja pukulan forehand merupakan pukulan

yang sangat diandalkan dalam melakukan serangan dan sangat sering digunakan.

4. Hakikat Backhand

a. Pengertian Backhand

Menurut Hodges (2007: 35) backhand adalah pukulan yang dilakukan

dengan menggerakkan bet ke arah kiri siku bagi pemain yang menggunakan

tangan kanan, dan kebalikannya bagi pemain yang menggunakan tangan kiri.

The backhand drive is a very useful technique in Table Tennis. It can


complement the forehand by making backhand attacks more powerful and
could also compensate for players who have slower footwork. Although
the forehand drive is a more complicated skill than the backhand drive, we
cannot discount the benefits of having a powerful backhand drive. It can
be used to set-up for a more powerful attack or, it could be the actual
attack itself. The backhand drive is very useful in game play and would
enhance a Table Tennis player’s attack arsenal (Flores, et.al., 2010: 4).

b. Cara Pelaksanaan Backhand

Cara melakukan pukulan backhand: Putar tangan bagian depan ke arah

pinggang. Bet dan tangan harus diarahkan ke samping, dengan siku sekitar 90

derajat. Saat melakukan backswing bet harus tegak lurus untuk menghadapi

topspin, sedikit dibuka untuk menghadapi backspin. Jaga agar siku anda tidak

berubah. Mulailah dengan forward swing dengan memutar tangan bagian depan

ke arah depan. Gerakkan siku ke arah depan cukup hanya untuk menjaga bet agar

bergerak dalam garis lurus.

Saat kontak, sentakan pergelangan tangan ke arah depan dan bet dalam

keadaan tertutup. Bet berputar di sekitar bola untuk menimbulkan topspin. Untuk

38
pukulan yang lebih kuat, pukullah lurus mengarah ke bola dengan sedikit spin,

masukkan bola langsung ke dalam spons atau kayu. Untuk pukulan backhand

yang keras atau untuk menghadapi topspin, bet harus ditutup. Untuk backhand

yang lunak atau untuk menghadapi backspin, bet harus dibuka. Untuk menghadapi

backspin, bola dipukul sedikit mengarah ke atas.

Julurkan tangan anda ke depan dan sedikit ke atas dengan siku yang lurus

ke arah depan agar bet bergerak dalam garis lurus mengikuti gerakan. Pada bagian

akhir gerakan, bet harus mengarah sedikit ke kanan dari arah bola yang akan

dipukul. Tangan harus terulur sepenuhnya.

Menurut Sutarmin (2007: 21-22) backhand adalah memukul bola dengan

posisi telapak tangan yang memegang bet/raket menghadap ke belakang, atau

posisi punggung tangan yang memegang bet/raket menghadap ke depan.

Gambar 5. Posisi Saat Melakukan Pukulan Backhand


(Muhajir, 2007)

Dari pengertian di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa backhand adalah

memukul bola dengan posisi telapak tangan yang memegang bet/raket menghadap

kebelakang, atau posisi punggung tangan yang memegang bet/raket menghadap

39
ke depan, pukulan yang dilakukan dengan menggerakkan bet ke arah kiri siku

bagi pemain yang menggunakan tangan kanan, dan kebalikannya bagi pemain

yang menggunakan tangan kiri.

5. Hakikat Kecepatan Reaksi

Menurut Treadwell (1991) yang dikutip oleh Saifudin (1999: 1-11)

kecepatan bukan hanya melibatkan seluruh kecepatan tubuh, tetapi melibatkan

waktu reaksi yang dilakukan oleh seseorang pemain terhadap suatu stimulus.

Kemampuan ini membuat jarak yang lebih pendek untuk memindahkan tubuh.

Kecepatan bukan hanya berarti menggerakkan seluruh tubuh dengan cepat, akan

tetapi dapat pula menggerakkan anggota-anggota tubuh dalam waktu yang

sesingkat-singkatnya.

Kecepatan anggota tubuh seperti lengan atau tungkai adalah penting pula

guna memberikan akselerasi kepada objek-objek eksternal seperti sepakbola, bola

basket, tenis lapangan, lempar cakram, bola voli. Kecepatan tergantung dari

beberapa faktor yang mempengaruhinya, yaitu strength, waktu reaksi, dan

fleksibilitas (Harsono 2015: 216). kecepatan adalah hasil jarak per satuan waktu

(m/dt), misalnya 100 km per jam atau 120 meter per detik.

Menurut Suharno (1993: 31) kecepatan dalam hal ini dapat dibedakan

menjadi tiga, yaitu:

a. Kecepatan sprint
Kecepatan sprint adalah kemampuan organisme atlet bergerak ke depan
dengan kekuatan dan kecepatan maksimal untuk mencapai hasil yang
sebaik-baiknya. Contohnya pada pemain sepakbola saat berlari
mengejar bola.

40
b. Kecepatan reaksi
Kecepatan reaksi adalah kemampuan organisme atlet untuk menjawab
suatu rangsang secepat mungkin dalam mencapai hasil yang sebaik-
baiknya. Contohnya pada pemain tenis meja saat menerima smash.
c. Kecepatan bergerak
Kecepatan bergerak adalah kemampuan organ atlet untuk bergerak
secepat mungkin dalam satu gerakan yang tidak terputus.

Kecepatan reaksi adalah kemampuan untuk menjawab rangsangan akustik,

optik, dan rangsangan taktil secara cepat. Rangsangan akustik maksudnya adalah

rangsangan melalui pendengaran, sementara rangsangan optik dimaksudkan

adalah rangsangan yang diberikan melalui penglihatan, misalnya seorang atlet

beraksi atau bergerak dengan memperhatikan gerakan tangan pelatihnya atau

gerakan lawan, sedangkan rangsangan taktil adalah rangsangan yang diberikan

melalui kulit, misalnya dengan sentuhan pada kulit. Kecepatan reaksi (gerakan)

diartikan sebagai kemampuan dimana dengan bantuan kelentukan sistem saraf

pusat dan alat-alat otot dapat melakukan gerakan-gerakan dalam satuan waktu

minimal.

Kecepatan reaksi berasal dari kata “kecepatan” dan “reaksi”. Kecepatan

merupakan sejumlah gerakan per waktu. Reaksi berarti kegiatan (aksi) yang

timbul karena satu perintah atau suatu peristiwa. Dari penjabaran tersebut,

kecepatan reaksi adalah gerakan yang dilakukan tubuh untuk menjawab secepat

mungkin sesaat setelah mendapat suatu respons atau peristiwa dalam satuan

waktu. Dalam banyak cabang olahraga, kecepatan merupakan komponen fisik

yang sangat penting. Kecepatan menjadi faktor penentu di cabang-cabang

olahraga, kecepatan merupakan hal yang sangat dibutuhkan dalam suatu

pertandingan.

41
Sukadiyanto (Atmaja dan Tomoliyus, 2015) waktu reaksi merupakan

faktor penentu keberhasilan pada hampir semua cabang olahraga. Tenis meja

merupakan salah satu cabang olahraga permainan. Hal ini sesuai pendapat Irianto,

dkk., (2009: 64) waktu reaksi dan total gerakan harus jadi pertimbangan utama

bagi semua atlet dan khususnya bagi atlet cabang olahraga permainan.

Berdasarkan pendapat tersebut waktu reaksi sangat penting dalam permainan tenis

meja. Waktu reaksi gerak dibutuhkan agar dapat memukul bola agar sampai ke

daerah lawan serta penempatan bola agar tidak selalu keluar tetapi selalu

diarahkan ke suatu tempat di meja dan yang susah dijangkau lawan. Ketepatan

pukulan drive dalam tenis meja sangat penting karena dalam suatu pertandingan,

ketepatan pukulan sering dilakukan untuk membunuh lawan (winning point).

Sedikit pemain tenis meja yang dapat melakukan akurasi pukulan atau

penempatan bola dalam (rally), sebab tanpa kontrol dan konsisten tidak mungkin

pukulan bisa akurat. Fungsi dari ketepatan pukulan adalah untuk membuat lawan

berlari meraih bola yang jauh dari jangkauan (open the side court), juga

digunakan untuk menyelesaikan suatu (rally) atau yang disebut winning point.

Kecepatan reaksi adalah waktu tersingkat yang dibutuhkan untuk member

jawaban kinetis, setelah menerima rangsang (Moeloek 1989: 10). Dari analisis

pengamatan bahwa kecepatan reaksi sebagai unsur potensi gerak yang sangat

berperan dalam permainan tenis meja. Permainan tenis meja menuntut irama

permainan yang cepat dalam upaya penyambutan dan pengembalian bola,

sehingga seorang pemain tenis meja harus memiliki kecepatan reaksi tinggi. Bagi

pemain yang memiliki kecepatan reaksi tangan rendah supaya beradaptasi

42
terhadap karakteristik permainan tenis meja, penerapan metode latihan harus

tepat.

B. Kajian Penelitian yang Relevan

Penelitian yang relevan dengan penelitian ini diperlukan guna mendukung

kajian teoritis yang telah dikemukakan sehingga dapat digunakan sebagai

landasan pada penyusunan kerangka pikir. Adapun hasil penelitian yang relevan

adalah:

1. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Zhang., et al.(2013) dengan judul “GRF

Of Table Tennis Players When Using Forehand Attack And Loop Drive

Technique” (Journal The 13th ITTF Sports Science Congress May 11-12, 2013,

Paris, France) menunjukkan bahwa GRF (ground reaction force) terbesar dari

teknik serangan di arah vertikal lebih tinggi dari teknik lingkaran drive, dan

GRF terbesar dari teknik serangan ke arah kiri-kanan dan arah depan-belakang

sebagian besar lebih rendah daripada teknik lingkaran drive. GRF dalam dua

macam teknik tenis meja yang direkam dengan dua plat form sistem tenaga

(Kistler 3-D). Panjang setiap plat form kekuatan 0,6 m dan lebar 0,4 m. Jarak

antara dua pusat dari plat form adalah sekitar 0,5 m. Data frekuensi akuisisi

adalah 1000 Hz, dan waktu akuisisi adalah 5 s. Dua plat form kekuatan yang

internal disinkronisasi oleh sistem akuisisi data dari sistem uji dinamometer.

Sistem Plat form kekuatan itu nol dibersihkan, untuk menghilangkan pengaruh

berat yang berbeda atlet 'pada hasil eksperimen, ketika atlet berdiri pada

platform kekuatan dan siap untuk ujian. Subjek diminta untuk menyelesaikan

forehand serangan dan teknik lingkaran forehand secara alami, memukul bola

43
dengan kekuatan terbesar, dan menjaga dua kaki mereka berdiri di tengah

setiap plat form kekuatan. Pengujian dari setiap tindakan tidak berhenti sampai

teknis yang tinggi. Data kualitas untuk satu teknik diakuisisi setidaknya tiga

kali. Subjek dalam penelitian ini adalah 10 pemain ping-pong yang sangat baik

di China (20 ± 2 tahun, dengan 11 ± 2 tahun pelatihan).

2. Penelitian yang dilakukan oleh Lubrica, Q.Y., Florendo, F., Revano, J.E. dan

Argulo, I.J. (2013). “Biomechanics of The Standard Table Tennis Forehand

Drive Using A Low-Cost Motion Capture Software” (Journal The 13th ITTF

Sports Science Congress May 11-12, Paris, France) bahwa hasil dari penelitian

tersebut menunjukkan bahwa terdapat sebuah perangkat yang bernama

Biomekanik, perangkat lunak yang mampu menangkap data gerakan ini

forehand untuk analisis biomekanik dari forehand drive standar (dan studi

gerakan berbasis serupa lainnya) meskipun sederhana. Ini semua dilakukan

dengan biaya minimal dan persiapan dibandingkan dengan mahal dan besar

(meskipun lebih canggih dan kuat) sistem ini. software murah dan sederhana

akhirnya dapat dibagi ke sekolah-sekolah tinggi dan beberapa perguruan tinggi

negeri dan perguruan tinggi di Filipina sehingga penelitian lain dari

biomekanik dapat dibuat.

3. Flores, Bercades, and Florendo. (2010). “Effectiveness of Shadow Practice in

Learning the Standard Table Tennis” Tujuan dari penelitian ini adalah untuk

memeriksa kinerja mahasiswa menggunakan praktik bayangan dalam

mempelajari standar tenis meja backhand drive. Dua belas siswa dari kelas

Pendidikan Jasmani yang berbeda dibagi menjadi dua kelompok. Grup

44
eksperimental diminta untuk melakukan praktik bayangan dalam kombinasi

dengan praktek multi-bola. Control grup dilakukan satu bola backhand latihan

untuk setiap pasangan mata pelajaran bergantian dengan praktek multi-bola.

Kedua kelompok dianalisis dalam tiga tahap pengujian. Pengujian dilakukan

pada satu hal pada suatu waktu. Setiap subjek diperintahkan untuk memukul

bola makan ke daerah target yang ditunjuk di pengadilan berlawanan

(menyilang) dalam ketinggian optimal. Jumlah bola yang melanda daerah

sasaran tertentu dan dibersihkan penanda ketinggian optimum dihitung dan

menjadi skor subjek. Pertama, pretest, yang dilakukan setelah diberi petunjuk

tentang cara drive backhand dilakukan. Kedua, posttest dilakukan setelah hari

keenam pelatihan yang berkesinambungan. akhirnya, tes retensi diberikan

setelah tiga hari kalender setelah post-test. Ada peningkatan yang signifikan

dari nilai rata-rata dan standar deviasi dari pretest-posttest baik di

eksperimental dan grup control. grup eksperimental pergi dari skor rata-rata

67,2 ± 17,8-81 ± 10,37 sementara grup kontrol pergi dari 64,57 ± 20,59-81 ±

14,25. Kedua kelompok mampu mempertahankan nilai rata-rata mereka dalam

tes retensi (83,6 ± 13,01 untuk grup eksperimental dan 78,9 ± 10,88 untuk

kelompok kontrol). Meskipun nilai rata-rata dari grup eksperimental lebih

tinggi, tidak ada perbedaan yang signifikan dalam skor dari Pos ke tes Retensi

kedua kelompok (p> 0,05). Penelitian ini mengungkapkan bahwa kedua grup

eksperimental dan kontrol grup memiliki perubahan signifikan dalam skor

mereka di fase posttest pengujian. Kedua kelompok eksperimental dan

kelompok kontrol mampu mempertahankan nilai.

45
C. Kerangka Pikir

Latihan merupakan proses pengakumulasian dari berbagai komponen

kegiatan yang antara lain seperti durasi, jarak, frekuensi, jumlah, ulangan,

pembebanan, irama melakukan, intensitas, volume, pemberian waktu istirahat, dan

densitas, karena itu dalam menyusun dan merencanakan proses latihan seseorang

pelatih harus mempertimbangkan faktor-faktor yang disebut komponen-

komponen latihan tersebut. Bagan kerangka pikir digambarkan sebagai berikut:

set tetap
repetisi
meningkat
Kecepatan Ketepatan pukulan
Latihan Drill
reaksi forehand dan
set meningkat backhand drive
repetisi tetap

Gambar 6. Perbedaan Pengaruh Latihan Drill dan Kecepatan Reaksi


terhadap Peningkatan Ketepatan Pukulan Drive (Forehand dan Backhand
Drive) bagi Atlet Tenis Meja

D. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan pemaparan yang telah dijelaskan dalam kerangka

pemikiran, hipotesis yang diajukan adalah sebagai berikut:

1. Ada perbedaan pengaruh yang signifikan latihan drill set tetap repetisi

meningkat dan set meningkat repetisi tetap terhadap ketepatan pukulan drive

(forehand dan backhand drive) bagi atlet tenis meja.

2. Ada perbedaan pengaruh yang signifikan kecepatan reaksi tinggi dan rendah

terhadap ketepatan pukulan drive (forehand dan backhand drive) bagi atlet

tenis meja.

46
3. Terdapat interaksi yang signifikan antara metode latihan dan kecepatan reaksi

terhadap peningkatan ketepatan pukulan drive (forehand dan backhand drive)

bagi atlet tenis meja.

47

You might also like