Professional Documents
Culture Documents
DIREKTORAT
HUKUM DAN HUBUNGAN KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
DIREKTORAT JENDERAL KEKAYAAN NEGARA
MASYARAKAT
HUKUM ACARA PERDATA
Hukum Acara : Hukum paraoses : Hukum formil
Hukum Acara : hukum yang mengatur
caranya menjamin ditaatinya hukum
perdata material dengan perantara
paraof.Dr. Sudikno Mertokusumo, hakim agar memperoleh perlindungan
SH hukum untuk mencegah tindakan
Hukum Acara Perdata adalah menghakimi sendiri (eigenrichting)
kumpulan aturan-aturan hukum
yang mengatur bagaimana cara
menjamin ditaatinya hukum
perdata materil dengan
perantara hakim
HUKUM ACARA PERDATA MENGATUR ........
Bagaimana cara pihak yang dirugikan mengajukan perkaranya ke pengadilan
Bagaimana cara pihak yang diserang mempertahankan hak nya
Bagaimana hakim bertindak terhadap pihak-pihak yang berperkara
Bagaimana hakim memeriksa dan memutus perkara
Bagaimana melaksanakan putusan hakim (eksekusi)
Majelis Hakim :
Penyerahan Surat Panggilan Sidang 1. Menetapkan tgl. Hari sidang;
& Salinan Surat Gugatan 2. Memanggil para pihak pd
kepada Para Pihak oleh Juru Sita. hari sidang dengan membawa
saksi-saksi & bukti-bukti.
AKTA OTENTIK
AKTA
AKTA
DIBAWAH TANGAN
SURAT
BUKAN AKTA
SAKSI-SAKSI
Dasar Hukum : Ps. 139-152, 168-172 HIR; Ps. 165-179 Rbg; Ps. 1895, 1902-1912 BW
Kesaksian adalah kepastian yang diberikan kepada hakim di persidangan tentang peristiwa yang
disengketakan dengan jalan pemberitahuan secara lisan & paraibadi oleh orang yang bukan
salah satu pihak dlm perkara, yang dipanggil di persidangan
Ps. 139 HIR, 165 Rbg, 1909 BW : “setiap orang yang bukan salah satu pihak dapat bertindak
sebagai saksi, kecuali :
I. segolongan orang yang dianggap tidak mampu bertindak sebagai saksi :
a. tidak mampu secara mutlak (absolut)
1. keluarga sedarah & keluarga semenda menurut keturunan yang lurus dari salah satu
pihak ( Ps. 145 (1) sub 1 HIR, 172 (1) Sub 1 Rbg, 1910 alinea 1 BW)
2. suami/istri salah 1 pihak, meski sudah cerai (Ps. 145 (1) sub 2 HIR, 172 (1) Sub 3 Rbg,
1910 alinea 1 BW)
LANJUTAN .....
SAKSI - SAKSI
b. tidak mampu secara nisbi (relatif)
1. anak-anak dibawah 15 th (Ps. 145 (1) sub 3 jo. (4) HIR, 172 (1) Sub 4 jo. 173 Rbg, 1912 BW
2. orang gila (Ps. 145 (1) sub 4 HIR, 172 (1) Sub 5 Rbg, 1912 BW)
II. Segolongan orang yang atas permintaan mereka sendiri dibebaskan memberi kesaksian. Hak ingkar (verschoningsrecht) (
Ps. 146 HIR, 174 Rbg, 1909 alinea 2 BW) :
1. saudara laki dan saudara perempuan, dan ipar laki-laki dan perempuan dari salah satu pihak;
2. keluarga sedarah menurut keturunan yang lurus dan saudara laki-laki dan perempuan dari laki atau isteri salah
satu pihak;
3. semua orang yang karena kedudukan pekerjaan atau jabatannya yang syah, diwajibkan menyimpan rahasia;
tetapi semata-mata hanya mengenai hal demikian yang dipercayakan padanya.
Ps. 171 (2) HIR, 308 (2) Rbg, 1907 BW ( keterangan yang diberikan oleh saksi harus tentang peristiwa atau kejadian yang
dialaminya sendiri.
Kewajiban seorang saksi : menghadap, bersumpah, memberi keterangan
Sifat kesaksian sebagai alat bukti : tidak memaksa
PERSANGKAAN
Dasar Hukum : Ps. 164, 173 HIR; Ps. 284, 310 Rbg; Ps. 1866, 1915 - 1922
KUHPerdata.
Pengakuan merupakan keterangan yang membenarkan peristiwa, hak atau hubungan hukum yang diajukan oleh lawan.
Ps. 1923 BW membedakan antara pengakuan yang diberikan di muka hakim di persidangan (Ps. 174 HIR, 311 Rbg, 1925
& 1926 BW) & pengakuan yang diberikan di luar persidangan (Ps. 175 HIR, 312 Rbg, 1927 & 1928 BW).
Ps. 176 HIR, Ps. 313 Rbg, Ps. 1924 BW : pengakuan tidak boleh dipisah-pisahkan (onsplitersebutare aveu).
Pengakuan dengan kualifikasi maupun dengan klausula harus diterima dengan bulat & tidak boleh dipisah-pisahkan dari
keterangan tambahannya.
LANJUTAN … PENGAKUAN :
PENGAKUAN YANG DIBERIKAN DI MUKA HAKIM DI PERSIDANGAN
Pengakuan yang diberikan di muka hakim di persidangan (gerechtelijke
bekentenis), merupakan keterangan sepihak, baik tertulis maupun lisan yang tegas
& dinyatakan oleh salah 1 pihak dalam perkara di persidangan, yang
membenarkan baik seluruhnya atau sebagian dari suatu peristiwa, hak atau
hubungan hukum yang diajukan oleh lawannya, yang mengakibatkan pemeriksaan
lebih lanjut oleh hakim menjadi tidak diperlukan.
Putusan ≠ Penetapan
Putusan : penyelesaian perkara dalam peradilan contentius
Penetapan : penyelesaian perkara dalam peradilan voluntair
JENIS – JENIS PUTUSAN
Ps. 185 ayat 1 HIR (Ps. 196 ayat 1 Rbg), jenis – jenis putusan :
1. Putusan akhir adalah putusan yang mengakhiri suatu sengketa atau perkara
dalam suatu tingkatan peradilan ttt.
2. Putusan yang bukan putusan akhir/putusan sela/putusan antara adalah putusan
yang fungsinya tidak lain untuk memperlancar pemeriksaan perkara.
PUTUSAN AKHIR
Jenis – jenisnya :
1. Putusan Condemnatoir adalah putusan yang bersifat menghukum pihak yang
dikalahkan untuk memenuhi paraestasi.
2. Putusan Constitutif adalah putusan yang meniadakan atau menciptakan suatu
kedaan hukum, misal : pemutusan perkawinan, pengangkatan wali, pemberian
pengampuan, pernyataan pailit, pemutusan perjanjian, dsb.
3. Putusan Declaratoir adalah putusan yang isinya bersifat menerangkan atau
menyatakan apa yang sah, misal : putusan dalam sengketa mengenai anak sah.
Pd hakekatnya semua putusan baik condemnatoir maupun constitutif bersifat
declaratoir.
PUTUSAN YANG BUKAN PUTUSAN
AKHIR/PUTUSAN SELA/PUTUSAN ANTARA
Putusan sela tetap harus diucapkan di dalam persidangan tidak dibuat secara
terpisah, tetapi ditulis dlm berita acara persidangan.
(Ps. 185 ayat 1 HIR; Ps. 196 ayat 1 Rbg)
Putusan paraaeparatoir adalah putusan sebagai persiapan putusan akhir, tanpa mempunyai
pengaruh adalah pokok perkara atau putusan akhir, misal : putusan untuk menggabungkan 2
perkara, putusan untuk menolak diundurkannya pemeriksaan saksi.
Putusan Interlocutoir adalah putusan yang isinya memerintahkan pembuktian, misal : putusan
ini dapat mempengaruhi putusan akhir, misal : putusan untuk dilaksanakannya pemeriksaan
saksi atau pemeriksaan setempat (rekonstruksi).
Putusan Insidentil adalah putusan yang berhubungan dengan insident, yaitu peristiwa yang
menghentikan paraosedur peradilan biasa. Putusan ini belum berhubungan dengan pokok
perkara.
Putusan paraovisionil adalah putusan yang menjawab tuntutan paraovisionil, yaitu permintaan
pihak yang bersangkutan agar sementara diadakan tindakan pendahuluan guna kepentingan
salah 1 pihak, sebelum putusan akhir dijatuhkan.
PELAKSANAAN PUTUSAN
Hakekat Pelaksanaan Putusan
Pelaksanaan Putusan/Eksekusi pada hakekatnya adalah realisasi kewajiban pihak
yang bersangkutan untuk memenuhi paraestasi yang tercantum dalam putusan
tersebut.
Putusan hakim mempunyai kekuatan eksekutorial, yaitu kekuatan untuk
dilaksanakan apa yang ditetapkan dalam putusan itu secara paksa oleh alat-alat
negara.
“Demi Keadilan berdasarkan ke-Tuhanan Yang Maha Esa”
Hanya putusan Condemnatoir saja yang dapat dilaksanakan secara paksa oleh
pengadilan. Putusan declaratoir & constitutif tidak memerlukan sarana pemaksa
dalam melaksanakannya, karena tidak memuat hak atas suatu paraestasi.
JENIS – JENIS PELAKSANAAN PUTUSAN
1. Eksekusi putusan yang menghukum pihak yang dikalahkan untuk membayar sejumlah uang.
(Ps. 196 HIR; Ps. 208 Rbg)
2. Eksekusi putusan yang menghukum orang untuk melakukan suatu perbuatan. Orang tidak
dapat dipaksakan untuk memenuhi paraestasi yang beberapa perbuatan. Akan tetapi
pihak yang dimenangkan dapat meminta kepada hakim agar kepentingan yang akan
diperolehnya dinilai dengan uang. (Ps. 225 HIR; Ps. 259 Rbg)
3. Eksekusi Riil, merupakan pelaksanaan paraestasi yang dibebankan kepada debitur oleh
putusan hakim secara langsung. (Ps. 1033 RV; Ps. 200 ayat 11 HIR; Ps. 218 ayat 2 Rbg)
4. Eksekusi langsung (Parate Executie), terjadi apabila seorang kreditur menjual barang2 ttt
milik debitur tanpa mempunyai titel eksekutorial (Ps. 1155. 1175 ayat 2 KUHPerdata)
UPAYA HUKUM TERHADAP PUTUSAN
Upaya hukum adalah upaya atau alat untuk mencegah atau memperbaiki kekeliruan
dlm suatu putusan.
BANDING
UU 48/2009 Ps. 26 (1) : Terhadap putusan pengadilan tingkat pertama dapat
dimintakan banding kepada pengadilan tinggi oleh pihak-pihak yang bersangkutan,
kecuali undang-undang menentukan lain.
KASASI
UU 48/2009 Ps. 23 : Putusan pengadilan dalam tingkat banding dapat dimintakan
kasasi kepada Mahkamah Agung oleh pihak-pihak yang bersangkutan, kecuali
undang-undang menentukan lain
PENINJAUAN KEMBALI /
REQUEST CIVIL
UU 48/2009 Ps. 24 ayat (1) : Terhadap putusan pengadilan yang telah memperoleh
kekuatan hukum tetap, pihakpihak yang bersangkutan dapat mengajukan peninjauan
kembali kepada Mahkamah Agung, apabila terdapat hal atau keadaan tertentu
yang ditentukan dalam undangundang.
Yang dimaksud dengan ”hal atau keadaan tertentu” dalam ketentuan ini antara lain
adalah ditemukannya bukti baru (novum) dan/atau adanya kekhilafan/kekeliruan
hakim dalam menerapkan hukumnya.
PERLAWANAN / VERZET
Dasar hukum : Ps. 125 ayat 3 jo. 129 HIR; Ps. 149 ayat 3 jo. 153 Rbg.
Perlawanan merupakan upaya hukum terhadap putusan yang dijatuhkan di luar
hadirnya tergugat (putusan verstek). Perlawanan pd asanya disediakan bagi pihak
tergugat yang umumnya dikalahkan
PERLAWANAN PIHAK KE-3 /
DERDENVERZET
Asas : Putusan hanya mengikat para pihak yang berperkara & tidak mengikat pihak
ke-3 (Ps. 1917 KUHPerdata).
Apabila ada PPihak ke-3 yang hak2 nya dirugikan oleh suatu putusan, maka ia
dapat mengajukan perlawanan terhadap putusan tersebut (Ps. 378 Rv).
Perlawanan ini diajukan kepada hakim yang menjatuhkan putusan yang dilawan itu
dengan menggugat para pihak yang bersangkutan dengan cara biasa (Ps. 379 Rv).
Apabila derdenverzet dikabulkan, maka putusan yang dilawan itu diperbaiki
sepanjang merugikan pihak ke-3 (Ps. 382 Rv).
Terima Kasih
Direktorat Hukum dan Hubungan Masyarkat
Direktorat Jendera Kekayaan Negara