Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
Oleh karena itu, setiap bayi dengan ikterus harus mendapatkan perhatian, terutama
apabila ikterus ditemukan dalam 24 jam pertama kehidupan bayi atau bila kadar
bilirubin meningkat > 5 mg/dL (> 86μmol/L) dalam 24 jam. Proses hemolisis darah,
infeksi berat, ikterus yang berlangsung lebih dari 1 minggu serta bilirubin direk >1
mg/dL juga merupakan keadaan yang menunjukkan kemungkinan adanya ikterus
patologis. Dalam keadaan tersebut penatalaksanaan ikterus harus dilakukan sebaik-
baiknya agar akibat buruk ikterus dapat dihindarkan.
Ikterus neonatorum telah sejak lama dikenal. Penggunaan istilah Kernikterus
telah digunakan sejak awal tahun 1900 untuk menyebutkan pewarnaan kuning pada
basal ganglia neonatus yang meninggal akibat ikterus berat. Sejak tahun 1950
sampai 1970, terjadi peningkatan insidensi penyakit Rhesus hemolitik dan
kernikterus, sehingga pediatrisians menjadi lebih agresif dalam penatalaksanaan
ikterus. Meskipun demikian, beberapa faktor telah merubah manajemen
penatalaksanaan ikterus.1
Penelitian yang dilakukan pada tahun 1980 hingga 1990 menunjukkan bahwa
angka kejadian kernikterus sangat jarang dan terlalu banyak neonatus yang
mendapatkan pengobatan yang sebenarnya tidak diperlukan. Akan tetapi, banyak
juga bayi baru lahir yang dipulangkan dari Rumah Sakit lebih awal sehingga
membatasi kemampuan dokter untuk dapat mendeteksi terjadinya ikterus selama
periode ketika konsentrasi serum cenderung mengalami peningkatan.1
Ikterus terjadi selama usia minggu pertama pada sekitar 60% bayi cukup
bulan dan 80% pada bayi prematur. Di Amerika Serikat, dari 4 juta bayi yang lahir
setiap tahunnya, sekitar 65% mengalami ikterus. Di Indonesia, didapatkan data
ikterus neonatorum dari beberapa rumah sakit pendidikan. Sebuah studi cross-
sectional yang dilakukan di RSCM selama tahun 2003, menemukan prevalensi
ikterus pada bayi baru lahir sebesar 58% untuk kadar bilirubin di atas 5 mg/dl dan
29,3% dengan kadar bilirubin di atas 12 mg/dl pada minggu pertama kehidupan.
RS dr.Sardjito melaporkan sebanyak 85% bayi cukup bulan sehat mempunyai kadar
bilirubin di atas 5 mg/dl dan 23,8% memiliki kadar bilirubin di atas 13 mg/dl.
Pemeriksaan dilakukan pada hari 0, 3, dan 5. Dengan pemeriksaan kadar bilirubin
tiap hari, didapatkan ikterus dan hiperbilirubinemia terjadi pada 82% dan 18,6%
bayi cukup bulan. Sedangkan pada bayi kurang bulan, dilaporkan ikterus dan
hiperbilirubinemia ditemukan pada 95% dan 56% bayi. Tahun 2003 terdapat
sebanyak 128 kematian neonatal (8,5%) dari 1509 neonatus yang dirawat dengan
24% kematian terkait hiperbilirubinemia. Data yang agak berbeda didapatkan dari
RS Dr. Kariadi Semarang, dimana insidens ikterus pada tahun 2003 hanya sebesar
13,7%, 78% di antaranya merupakan ikterus fisiologis dan sisanya ikterus
patologis. Angka kematian terkait hiperbilirubinemia sebesar 13,1%. Didapatkan
juga data insidens ikterus pada bayi sukup bulan sebesar 12,0% dan bayi kurang
bulan 22,8%.1
Sebagian besar ikterus pada neonatus tidak memiliki penyebab dasar atau
disebut ikterus fisiologis yang akan menghilang pada akhir minggu pertama
kehidupan pada bayi cukup bulan. Tetapi sebagian kecil memiliki penyebab seperti
hemolisis, septikemi, penyakit metabolik (ikterus patologik) sehingga
menimbulkan gangguan yang menetap tau menyebabkan kematian. Ensefalopati
bilirubin merupakan komplikasi ikterus neonatorum yang paling berat. Selain
memiliki angka mortalitas yang tinggi, juga dapat menyebabkan gejala sisa berupa
cerebral palsy, tuli nada tinggi, paralisis dan displasia dental yang sangat
mempengaruhi kualitas hidup. Dalam keadaan tersebut penatalaksanaan ikterus
dilakukan sebaik-baiknya agar akibat buruk ikterus dapat dihindarkan.1