Professional Documents
Culture Documents
BAB I
PENDAHULUAN
Pada umumnya kehamilan normal berakhir dengan lahirnya bayi yang cukup bulan
dan sempurna secara fisik. Tetapi kenyataannya tidak selalu demikian, sebagian
kehamilan mengalami kegagalan, tergantung pada tahap dan jenis gangguan yang terjadi.
Kehamilan tersebut dapat berakhir dengan abortus, kehamilan ektopik, prematuritas,
kematian janin dalam rahim atau bayi lahir dengan cacat bawaan. Salah satu bentuk
kegagalan kehamilan yang berkembang tidak normal yaitu mola hidatidosa, kehamilan
ini tidak disertai janin namun hanya berupa gelembung-gelembung seperti buah anggur
berasal dari vili korialis dengan sel-sel trofoblasnya.
Lima belas sampai dua puluh persen penderita mola hidatidosa dapat berubah
menjadi ganas dan dikenal dengan tumor trofoblas gestasional. Jadi yang dimaksud
dengan penyakit trofoblas gestasional adalah mola hidatidosa yang jinak dan tumor
trofoblas gestasional yang ganas. Penyakit trofoblas adalah suatu istilah umum yang
digunakan bagi sekumpulan penyakit yang ditandai dengan adanya proliferasi dengan
adanya proliferasi berlebihan dari sel-sel trofoblas. Penyakit ini dibagi menjadi 2
kelompok berdasarkan asalnya, yaitu :
1. Penyakit trofoblas gestasional yang berasal dari jaringan trofoblas kehamilan
2. Penyakit trofoblas non gestasional yang berasal dari jaringan embrional
Penyakit trofoblas gestasional adalah sekumpulan penyakit yang berkaitan dengan
vili korialis, terutama sel trofoblasnya dan berasal dari suatu kehamilan, terdiri dari mola
hidatidosa komplit dan mola hidatidosa parsial yang bersifat jinak dan mola invasif,
koriokarsinoma, placental site trophoblastic tumor yang bersifat ganas.
Hingga saat ini penyakit trofoblas gestasional masih merupakan masalah obstetri
yang cukup serius, karena menyebabkan morbiditas dan mortalitas yang cukup tinggi.
Morbiditas yang dapat timbul dari penyakit ini umumnya karena penyulit yang
menyertainya, seperti perdarahan, preeklamsi berat dan tiroktosikosis dan bila terlambat
ditangani dapat menyebabkan kematian. Selain itu bila koriokarsinoma atau mola invasif
terjadi pada pasien usia muda yang masih memerlukan fungsi reproduksi, upaya
1
2
2
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Mola Hidatidosa
Mola hidatidosa suatu istilah umum untuk dua bentuk yang berbeda yaitu mola
hidatidosa komplit dan mola hidatidosa parsial. Merupakan suatu kegagalan
reproduksi yang secara histopatologis merupakan hiperplasia jaringan trofoblas yang
sebagian atau seluruh jaringan ikat vilinya menunjukan degenerasi hidropik.
Persamaan keduanya adalah gambaran hidropik pada sebagian atau seluruh vili
korialis dan adanya hyperplasia trofoblas. Perbedaannya, pada mola hidatidosa
komplit tidak didapatkan janin, sedangkan pada mola hidatidosa parsial terdapat
janin yang cenderung mati secara dini. Mola hidatidosa adalah suatu kehamilan yang
berkembang tidak wajar, tidak ditemukan embrio dan hampir seluruh vili korialisnya
mengalami perubahan hidropik. Keadaan ini disebut sebagai mola hidatidosa
komplit (complete mole/true mole/complete mole). Bila diantara gelembung mola
ditemukan embrio disebut mola hidatidosa parsialis (transtitional mole/incomplete
mole).
Kelainan yang sudah dikenal sejak abad keenam ini telah mengalami berbagai
perkembangan, baik dalam pengertian teori, istilah, klasifikasi, maupun cara
penanggulangannya. Namun, masih banyak aspek yang belum terungkap secara jelas
ataupun kontroversial, seperti perbedaan insidensi secara geografis, etiologi,
patogenesis dan faktor resiko.
Pritchard dan Fukushima menganggapnya sebagai suatu neoplasma jinak dari
trofoblas, sedangkan sarjana-sarjana lain ada yang menganggap sebagai degenerasi,
displasi atau hiperplasia. Walaupun sebagian besar penderita mola hidatidosa dapat
sembuh spontan, namun bila diagnosis dan pengelolaannya terlambat, penderita
dapat meninggal karena perdarahan, infeksi maupun akibat tumor trofoblas
gestasional pasca mola hidatidosa.
Ada kalanya pada sediaan abortus atau plasenta aterm, ditemukan beberapa
bagian yang mengalami degenerasi hidropik. Keadaan semacam ini tidak dimasukan
3
4
ke dalam mola hidatidosa, tetapi disebut sub molaire. Mola hidatidosa terdiri dari
dua jenis
1. Mola hidatidosa komplit (MHK)
2. Mola hidatidosa parsialis (MHP)
2.2.1 Etiologi
Walaupun MH sudah dikenal sejak abad keenam, sampai sekarang masih
belum diketahui apa yang menjadi penyebabnya, oleh karena itu pengetahuan tentang
faktor resiko menjadi penting agar dapat menghindarkan terjadinya MH, seperti tidak
hamil pada usia yang ekstrim dan memperbaiki gizi.
4
5
2.2.3 Patogenesis
Banyak teori yang telah dilontarkan tentang patogenesis MHK ini, antara lain
teori hertig dan teori park.
Hertig et al menganggap bahwa pada MH terjadi insufisiensi peredaran darah
akibat matinya embrio pada minggu ke 3 – 5 (missed abortion), sehinggga terjadi
penimbunan cairan dalam jaringan mesenhin vili dan terbentukah kista – kista yang
5
6
makin lama makin besar, sampai akhirnya terbentuklah gelembung mola, sedangkan
proliferasi trofoblas merupakan akibat dari tekanan vili yang oedemateus tadi.
Sebaliknya, Park mengatakan bahwa yang primer adalah adanya jaringan
trofoblas yang abnormal, baik berupa hiperplasi, displasi, maupun neoplasi. Bentuk
yang abnormal ini disertai pula dengan fungsi yang abnormal. Keadaan ini menekan
pembuluh darah, yang akhirnya menyebabkan kematian embrio.
Teori yang sekarang dianut adalah teori sitogenetik. Secara sitogenetik
umumnya kehamilan MHK terjadi karena sebuah ovum yang tidak berinti (kosong)
atau yang intinya tidak berfungsi, dibuahi oleh sperma yang mengandung haploid 23
X, terjadilah hasil konsepsi dengan kromosom 23 X, yang kemudian mengadakan
duplikasi menjadi 46 XX. Jadi umumnya MHK bersifat homozigot, wanita dan
berasal dari bapak (androgenetik). Jadi tidak ada unsur ibu sehingga disebut diploid
androgenetik
6
7
Ovum 23 X endoreduplikasi 46 XX
Kosong
Homozigot
23 X
Ovum
46 XX
Kosong
23 X Heterozigot
23 X
46 XY
Ovum
Kosong 23 Y
46 YY
Nonviable
7
8
Seperti diketahui, kehamilan yang sempurna harus terdiri dari unsur ibu yang
akan membentuk bagian embrional (anak) dan unsur ayah yang diperlukan untuk
membentuk bagian ekstraembrional (plasenta, air ketuban, dll) secara seimbang.
Karena tidak ada unsur ibu, pada MHK tidak ada bagian embrional (janin). Yang ada
hanya bagian ekstraembrional yang paologis berupa vili korialis yang mengalami
degenerasi hidropik seperti anggur.
Mengapa ada ovum kosong. Hal ini bisa terjadi karena gangguan pada proses
meosis, yang seharusnya diploid 46 XX pecah menjadi 2 haploid 23 X, terjadi
peristiwa yang disebut nondysjunction, dimana hasil pemecahannya adalah 0 dan 46
XX. Pada MHK ovum inilah yang dibuahi. Gangguan proses meosis ini, antara lain
terjadi pada kelainan struktural kromosom, berupa balance translocation.
MHK dapat terjadi pula akibat pembuahan ovum kosong oleh 2 sperma
sekaligus (dispermi). Bisa oleh dua haploid 23X, atau satu haploid 23 X dan atu
haploid 23Y. Akibatnya bisa terjadi 46 XX atau 46 XY, karena pada pembuahan
dengan dispermi tidak terjadi endoreduplikasi. Kromosom 46 XX hasil reduplikasi
dan 46 XX hasil pembuahan dispermi, walaupun tampak sama, namun sesungguhnya
berbeda, karena yang pertama berasal dari satu sperma (homozigot) sedangkan yang
kedua berasal dari dua sperma (heterozigot). Ada yang menganggap bahwa 46XX
heterozigot mempunyai potensi keganasan lebih besar. Pembuahan dispermi dengan
dua haploid 23 Y (46 YY) dianggap tidak pernah bisa terjadi (nonviable)
8
9
dengan cepat mengisi kavum uteri. Akibatnya uterus ikut membesar pula, sehingga
ukuran uterus lebih besar dari tuanya kehamilan atau lamanya amenorea.
Pada kehamilan biasa, segmen bawah rahim (SBR baru terbentuk pada
kehamilan yang sudah besar (semester tiga). Pada MHK, karena pengisian kavum
uteri oleh gelembung mola berlangsung cepat, maka pembentukan SBR, sudah terjadi
pada kehamilan yang lebih muda (24 minggu). Kemudian karena kehamilan ini
abnormal badan akan berusaha untuk mengeluarkannya, terjadilah perdarahan
pervaginam. Bedanya dengan abortus biasa adalah pada abortus biasa besarnya
uterus sama dengan lamanya amenorea. Perdarahan pada MHK dapat berupa bercak –
bercak sedikit intermiten atau sekaligus banyak, sehingga dapat menyebabkan syok
hipovolemik. Adakalanya perdarahan disertai dengan gelembung mola sehingga
mempermudah diagnosis
Di samping uterus yang lebih besar, pada MHK ditemukan peningkatan kadar
hCG (human choriogonadotrophin). Pada kehamilan biasa kadarnya naik terus sampai
usia kehamilan 60-80 hari, kemudian turun lagi setelah mencapai umur 85 hari. Pada
MHK seluruh kavum uteri diisi oleh jaringan trofoblas. Oleh karena itu, berbeda
dengan kehamilan biasa, pada MHK tidak ada penurunan kadar hCG. Selama ada
pertumbuhan trofoblas atau sebelum gelembung mola keluar atau dikeluarkan, hCG
akan terus meningkat, sampai bisa mencapai di atas 5.000.000 mIU/ml
Sudah lama diketahui bahwa MHK kadang-kadang ditemukan perubahan pada
kelenjar tiroid, baik anatomis maupun fungsional. Walaupun ada peningkatan kadar
plasma tiroksin, tetapi gejala klinik yang ditimbulkan tidak selalu disertai dengan
tiroktosikosis.
Pada kehamilan normal, plasenta membentuk Thyroid Stimulating Peptide yang
disebut Human Chorionic Thyrotropin (hCT). Pada trimester pertama, T4 meningkat
antara 7 – 12 ng/100 ml, sedangkan T3 peningkatannya tidak terlalu banyak. Karena
pengaruh estrogen, terjadi peningkatan kadar TBG sehingga tidak terjadi
tirotoksikosis.
Pada mola hidatidosa terjadi perubahan kadar hormon tiroid. Kadar T4 dalam
serum biasanya melebihi 12 ng/100 ml, tetapi TBG sendiri rendah, akibatnya T4 dan
T3 bebas lebih tinggi. Karena itu pada mola terjadi tirotoksikosis.
9
10
Pada mola, kadar hCG (human chorionic gonadotropin) dalam darah sangat tinggi
yang dan ini mempunyai efek stimulasi terhadap tiroid. Pada kehamilan biasa puncak
hCG biasanya tidak melebihi 100.000 mUI/ml yang tercapai antara minggu 8-12 dan
kemudian menurun kembali dan bertahan sekitar 10.000-20.000 mIU/ml sampai
waktu melahirkan. Pada mola hidatidosa kadar hCG, sebagian besar diatas
300.000mIU/ml bahkan dapat mencapai kadar diatas 12.000.000 mIU/ml. Berbagai
penelitian menunjukkan adanya korelasi positif antar kadar hCG dan tingginya fungsi
tiroid.
Dalam suatu penelitian dikatakan bahwa terjadinya hiperfungsi tiroid terjadi
akibat adanya stimulator yang dibentuk dalam jaringan trofoblas. Hershman
menyebutnya sebagai molar thyrotropin. Yang masih kontroversial adalah substansi
zat tersebut. Yang jelas ada korelasi positif antara tingginya kadar hCG dengan
meningkatnya kadar T3 dan T4. Setelah jaringan mola dievakuasi, kadar hCG akan
menurun secara drastis. Hali ini diikuti dengan turunnya T4 dan T3 sampai kembali
ke kadar normal.
Sehubungan dengan fenomena ini banyak pakar yang menganggap bahwa
stimulator itu adalah hCG sendiri. Molar thyrotropin secara imunologis berbeda dari
TSH, hCT dan LATS
Adanya Aktivitas Stimulasi Tiroid (AST) dari hCG serta ciri-ciri
stimulatornya telah dibuktikan melalui penelitian invitro maupun in vivo. Dikatakan
bahwa struktur dan reseptor hCG dan TSH adalah homolog, sedangkan derajat AST-
nya dipengaruhi metabolisme hCG sendiri. Yang lebih poten adalah hCG varian yang
kehilangan gugusan beta CTP-nya yang merupakan hasil proses deglikosiasi atau
desialisasi.
Hasil penelitian di atas dapat menerangkan mengapa pada kehamilan biasa
tidak terjadi tirotoksikosis. Pada kehamilan biasa kadar hCG yang rendah akan
meningkatkan sedikit T4 dan menekan TSH, tetapi tidak cukup untuk menyebabkan
tirotoksikosis.
Diagnosis tiroktosikosis pada MHK dipersulit karena sering disertai adanya
penyuli-penyulit, seperti preeklamsi, payah jantung, emboli paru dan anemia yang
masing-masing dapat memberikan gejala seperti tiroktosikosis
10
11
2.2.6 Terapi
Terdiri dari 4 tahap, yaitu :
1. Perbaikan keadaan umum
2. Evakuasi jaringan
3. Profilaksis
4. Follow up
11
12
Evakuasi Jaringan
Karena MHK itu adalah suatu bentuk kehamilan yang patologis yang disertai dengan
penyulit, pada prinsipnya gelembung harus dievakuasi secepat mungkin
Ada 2 cara yaitu :
a. Kuret vakum
Setelah sebagian besar jaringan dikeluarkan dengan vakum, sisanya dibersihkan
dengan kuret tajam. Tindakan kuret hanya dilakukan satu kali. Kuretase
berikutnya harus ada indikasi.
b. Histerektomi
Hanya dilakukan pada penderita umur 35 tahun ke atas dengan jumlah anak hidup
tiga atau lebih. Yang sering menyulitkan ialah bahwa status eutiroid klinis tidak
selalu tercapai secara sempurna setelah pemberian OAT (obat anti tiroid) karena
jaringan mola belum dikeluarkan, sehingga hCG tetap tinggi dan tetap bertindak
sebagai stimulator.
Profilaksis
Ada dua cara :
1. histerektomi totalis
2. kemoterapi diberikan pada GRT yang menolak atau tidak bisa dilakukan HT, atau
wanita muda dengan hasil PA yang mencurigakan.
Caranya :
1. MTX 20 mg/hari, IM, Asam folat 10 mg 3dd1 dan cursil 35mg 2dd1, selama 5
hari berturut-turut.
Profiklaksis dengan tablet MTX, dianggap tidak bemanfaat. Asam folat adalah
antidote dari MTX, cursil sebagai hepatoprotektor
2. Actinomycin D 1 flacon sehari, selama 5 hari berturut-turut. Tidak perlu antidote
ataupun hepatoprotektor
12
13
2.2.6 Prognosis
Setelah dilakukan evakuasi jaringan mola secara lengkap, sebagian besar
penderita MHK akan sehat kembali, kecuali 15 – 20% yang mungkin akan
mengalami keganasan (TTG).
Umumnya yang menjadi ganas adalah mereka yang termasuk golongan resiko
tinggi, seperti :
1. umur diatas 35 tahun
2. besar uterus di atas 20 minggu
3. kadar β-hCG di atas 105 mIU/ml
4. gambaran PA yang mencurigakan
2.3.1 Patogenesis
Secara sitogenetik MHP terjadi karena ovum normal dari ibu (23 X) dibuahi
secara dispermi. Bisa oleh dua haploid 23 X, satu haploid 23 X san satu haploid 23Y
atau dua haploid 2 Y. Hasil konsepsi bisa berupa 69 XXX, 69 XXY, 69 XYY.
Kromosom 69 YYY tidak pernah ditemukan. Jadi MHP mempunyai satu haploid ibu
dan dua haploid ayah sehingga disebut Diandro Triploid. Karena disini ada unsur ibu,
ditemukan bayi. Tetapi komposisi unsur ibu dan unsur ayah tidak seimbang, satu
13
14
berbanding dua. Unsur ayah yang tidak normal itu menyebabkan pembentukan
plasenta yang tidak wajar, yang merupakan gabungan dari vili korialis yang normal
dan yang mengalami degenerasi hidropik. Oleh karena itu fungsinya pun tidak bisa
penuh sehingga janin tidak bisa bertahan sampai besar. Biasanya kematian terjadi
sangat dini.
Teori Diandro Triploid
23 X
Ovum 69 XXX
Kosong
23 X
Homozigot
23 X
Ovum
69 XXY
Kosong
23 Y Heterozigot
23 Y
69 XYY
Ovum
Kosong 23 Y
69 YY
Nonviable
14
15
2.3.3 Diagnosis
Dengan tidak ditemukannya tanda-tanda yang khas, maka sulit untuk membuat
diagnosis kerja, kecuali pada kehamilan yang cukup besar, yang diagnosisnya dapat
ditentukan oleh hasil USG, dimana kita akan melihat gambaran vesikuler yang khas
di samping kantong janin, dengan atau tanpa janin.
Biasanya diagnosis dibuat secara tidak sengaja, setelah dilakukan tindakan dan
diperkuat dengan hasil pemeriksaan PA, dimana ditemukan gambaran khas sebagai
berikut.
1. vili korialis dari berbagai ukuran dengan degenerasi hidropik, kavitasi, dan
hiperplasia trofoblas
2. scalloping yang berlebihan dari vili
3. inklusi stroma trofoblas yang menonjol
4. ditemukan jaringan embrionik atau janin
15
16
2.3.4 Terapi
Karena diagnosis umumnya dibuat secara kebetulan pascakuret, biasanya
evakuasi dilakukan dengan kuret biasa. Selanjutnya tidak perlu tindakan apa-apa.
Histerektomi dan upaya profilaksis lainnya tidak dianjurkan.
2.3.5 Prognosis
Dibandingkan dengan MHK, prognosis MHP jauh lebih baik. Hal itu
disebabkan oleh tidak adanya penyulit dan derajat keganasannya rendah (4%).
Walupun demikian, dalam kepustakaan ditemukan laporan tentang kasus MHP yang
disertai metastase ke tempat lain. Penderita pasca-MHP harus difollow up sama
ketatnya seperti MHK.
16
17
DAFTAR PUSTAKA
17