You are on page 1of 24

Pengertian Hukum dan Tujuan Hukum yang Lengkap

Pengertian Hukum | Hukum adalah sebuah salah satu yang berasal dari norma yang terdapat di dalam
masyarakat. Norma hukum mempunyai hukuman yang lebih tegas lagi. Hukumdigunakan dalam untuk
menghasilkan adanya keteraturan di dalam masyarakat, agar dapat terwujudkan sebuah keseimbangan
didalam masyarakat dimana masyarakat tidak dapat dengan sebebas-bebasnya dalam bermasyarakat,
maka mesti terdapat sebuah batasan agar ketidakbebasan tersebut bisa dalam menghasilkan keteraturan.
Terdapat berbagai macam tentang pengertian hukum menurut para ahli, tentunya dalam mengetahui
seperti apa tentang pengertian hukum yang sebenarnya maka kita tidak bisa sembarangan dalam
menafsirkan pengertian hukum, oleh karena itu berikut informasi tentang pengertian hukum menurut para
ahli:
Pengertian Hukum dan Tujuan Hukum yang Lengkap

pengertian hukum menurut para ahli

1. Pengertian hukum menurut Drs. E.Utrecht, S.H di dalam bukunya yang diberi judul Pengantar dalam
Hukum Indonesia (1953) telah mengartikan hukum adalah sekumpulan peraturan-peraturan yang berisi
mengenai perintah dan larangan untuk dapat menertibkan adanya kehidupan bermasyarakat dan mesti
bisa ditaati oleh seluruh anggota masyarakat karena dengan hanya melakukan pelanggaran maka dapat
menimbulkan adanya tindakan yang berasal dari pihak pemerintah.

2. Pengertian hukum menurut Achmad Ali ialah suatu sekumpulan norma mengenai hal yang mana
kasus benar dan yang salah, dengan dibuat dan diakui dari pemerintah yang diterangkan dalam tertulis
maupun tidak tertulis yang berfungsi dalam mengikat dan selaras dengan adanya kebutuhan masyarakat
dengan secara menyeluruh dan terlepas dari seluruh ancaman sanksi pada pelanggar aturan itu.

3. Pengertian hukum menurut Immanuel Kant adalah keseluruhan syarat yang mempunyai dalam
kehendak bebas dari orang yang satu mampu dalam menyesuaikan diri pada kehendak bebas yang telah
dimiliki oleh orang lain, sehingga dapat tercipta adanya kemerdekaan dengan menuruti segala peraturan
hukum.

4. Pengertian hukum menurut Prof. Dr. Mochtar Kusmaatmadja adalah sebuah kumpulan kaidah dan
asas yang telah mengontrol semua pergaulan hidup yang terdapat dalam masyarakat dimana itu
bertujuan untuk dapat menjaga segala ketertiban serta mencakup hal lembaga-lembaga dan proses yang
memiliki daya guna dalam mewujudkan berlakunya kaidah yang menjadi sebuah kenyataan didalam
bermasyarakat.
5. Pengertian hukum menurut J.C.T. Simorangkir adalah suatu aturan yang mempunyai sifat dalam
memaksa dan selalu terus menentukan perilaku manusia di dalam lingkungan masyarakat dan
lingkungan yang telah dibuat oleh lembaga yang memiliki wewenang.

6. Pengertian hukum menurut Mr. E.M. Meyers adalah suatu kumpulan aturan yang mempunyai
beberapa kandungan mengenai adanya pertimbangan kesusilaan yang telah ditujukan kepada tingkah
laku manusia yang terdapat dalam masyarakat dan akan menjadi pegangan untuk para penguasa negara
yang berada dalam menjalankan tugasnya.

7. Pengertian hukum menurut S.M. Amin adalah suatu kumpulan peraturan yang terdiri atas norma dan
sanksi. Hukum memiliki tujuan dalam memperadakan segala ketertiban didalam pergaulan individu agar
ketertiban dan keamanan terpelihara secara baik.

8. Pengertian hukum menurut P.Borst adalah suatu kumpulan peraturan hidup yang mempunyai sifat
dalam memaksa untuk dapat menjaga dan melindungi adanya kepentingan manusia didalam
bermasyarakat.

9. Pengertian Hukum menurut Leon Duguit adalah suatu himpunan peraturan dalam perilaku para
anggota masyarakat dimana aturan yang mempunyai daya penerapannya di saat tertentu yang
diindahkan oleh masyarakat untuk dapat dijadikan jaminan dari segala kepentingan kolektif dan jika
terdapat peraturan yang dilanggar maka akan dapat menimbulkan reaksi secara bersamaan terhadap
orang yang sudah melakukan pelanggaran tersebut.

10. Pengertian hukum menurut J. Van Aperldoor adalah untuk dapat mengatur pergaulan hidup yang ada
dengan damai.

11. Pengertian hukum menurut Prof. Dr. Van Kan adalah suatu kumpulan dalam peraturan hidup yang
memiliki sifat-sifat memaksa yang bertujuan untuk melindungi kepentingan manusia yang terdapat di
dalam masyarakat.

12. Pengertian hukum menurut M.H. Tirtaatmidjaja SH yang telah menerangkan didalam buku beliau
“Pokok-pokok Hukum perniagaan” mulai menegaskan bahwa “Hukum adalah segala keseluruhan aturan
atau norma yang harus dituruti didalam tingkah laku atas segala tindakan yang ada didalam pergaulan
hidup dengan mengandung ancaman mesti untuk mengganti kerugian – jika melanggar telah aturan-
aturan itu maka akan dapat membahayakan diri sendiri atau harta, umpamanya orang yang telah
kehilangan kemerdekaannya, didenda dan sebagainya

Unsur-unsur hukum

Dari beberapa perumusan mengenai pengertian hukum yang sudah dipaparkan oleh para ahli hukum
tersebut, maka dapatlah kita mengambil kesimpulan bahwa Hukum tersebut mencakup beberapa unsur
yaitu:

a. Peraturan mengenai suatu tingkah laku atau perilaku manusia yang ada dalam pergaulan masyarakat

b. Peraturan tersebut diadakan oleh segala badan-badan resmi yang berwajib

c. Peraturan itu bersifat memaksa


d. Sanksi terhadap para pelangggaran peraturan tersebut secara tegas.
Ciri-ciri Hukum

Untuk dapat mengenali hukum itu maka kita mesti mampu dalam mengenal ciri-ciri hukum yaitu:

a. adanya perintah dan atau larangan.

b. Perintah dan atau larangan tersebut mesti dipatuhi dan ditaati oleh setiap orang . sehingga tata-tertib
yang ada dalam masyarakat itu tetap terusterpelihara dengan secara sebaik-baiknya. Oleh karena itulah
hukum meliputi adanya pelbagai peraturan yang akan menentukan dan mengatur bentuk perhubungan
orang yang satu dengan kepada yang lain, yaitu suatu peraturan-peraturan hidup kemasyarakatan yang
di namakan dengan kaedah hukum.

Sifat-sifat hukum

Agar tata tertib yang ada dalam masyarakat itu tetap terus terpelihara, maka mestilah ada kaedah-
kaedah hukum tersebut ditaati. Akan tetapi tidaklah untuk semua orang ingin menaati kaedah-kaedah
hukum tersebut; dan agar supaya dalam peraturan hidup kemasyarakatan itu benar-benar dipatuhi dan
ditaati sehingga akan dapat menjadi Kaedah Hukum maka peraturan hidup yang ada di kemasyarakatan
itu harus diperlengkapi dengan unsur bersifat memaksa.

Dengan demikian maka hukum ini mempunyai sifat dalam mengatur dan memaksa. Ia merupakan
peraturan-peraturan hidup yang ada di kemasyarakatan yang dapat melakukan pemaksaan terhadap
orang agar mau mentaati tata tertib yang terdapat dalam masyarakat serta dapat memberikan sanksi
yang sangat tegas berupa adanya hukuman terhadap siapa yang tak mau patuh dan mentaatinya.

Ada beberapa jenis hukum diantaranya:

Hukum Materil

Hukum materil adalah suatu tempat yang dari tempat dimana materiil tersebut telah diambil. Sumber
hukum materiil ini adalah suatu aspek yang akan memberikan pertolongan di dalam pembentukan
hukum, seperti adanya jalinan sosial, kondisi dalam sosial ekonomis, jalinan pada kemampuan politik,
hasil berdasarkan riset ilmiah, kebiasaan, perubahan internasional dan situasi geografis dan lain-lainnya.

Hukum Publik

Hukum publik adalah suatu bentuk hukum yang memiliki tugas dalam mengatur jalinan terhadap
pemerintah dengan subjek hukum atau yang dapat mengatur kepentingan masyarakat.

Hukum perdata

Hukum perdata merupakan suatu salah satu bidang yang dapat mengontrol hak dan kewajiban yang
dipunyai oleh subjek hukum dan hubungan antara subjek hukum. Hukum perdata juga disebut sebagai
suatu hukum sipil atau hukum privat sebagai lawan dari yang namanya hukum publik. Jika hukum publik
dapat mengontrol hal-hal yang berhubungan dengan negara dan pada kepentingan umum semisal politik
dan pemilu, kegiatan pemerintahan, kejahatan maka hukum perdata tersebut dapat mengatur hubungan
antar penduduk atau warga negara, seperti adanya perkawinan, perceraian, pewarisan, kegiatan dalam
usaha, harta benda dan lain-lain.

Hukum Formal
Hukum formal adalah suatu salah satu hukum dimana secara langsung dapat dibentuk oleh hukum yang
dapat mengikat di masyarakatnya. Dikatakan sumber hukum formal karena itu hanya sekedar mengingat
cara untuk mana muncul hukum positif, dan dibentuk didalam hukum positif, dengan tak ada lagi
mempersoalkan suatu asal-usul yang dari apa yang terdapat dalam isi peraturan hukum tersebut.
Sumber-sumber yang berasal dari hukum formal ini akan membentuk suatu pandangan dalam hukum
yang akan dapat dijadikan sebagai peraturan hukum didalam membentuk hukum sebagai suatu
kekuasaan yang dapat mengikat. Jadi sumber hukum formal adalah suatu sebab dari berlakunya dalam
aturan hukum.

Hukum Pidana

Hukum pidana adalah suatu aturan dalam hukum yang telah mengontrol segala perbuatan-perbuatan
yang sudah dilarang oleh undang-undang dan akan berakibat pada diterapkannya hukuman untuk
kepada barang siapa yang sudah melakukannya dan telah memenuhi atas segala unsur perbuatan yang
telah disebutkan di dalam hukum pidana, uu korupsi, uu HAM dan sebagainya. Kemudian hukum pidana
akan dikenal atas 2 jenis perbuatan yakni pelanggaran dan kejahatan, kejahatan ialah suatu perbuatan
yang bukan hanya sekedar bertentang dengan uu melainkan juga dapat bersebelahan dengan nilai
agama, nilai moral dan nilai keadilan yang terdapat di masyarakat, semisal membunuh, berzina, telah
memperkosa, dan mencuri serta sebagainya. Sedangkan pada pelanggaran ialah itu tidak memakai
helem, tidak menggunakan sabuk pengaman ketika sedang berkendaraan.

Hukum tata negara

Hukum tata negara ialah suatu hukum yang bertugas mengatur semua masyarakat hukum bawahan dan
hukum atasan yang menurut tingkatannya dan daripada masing-masing itu bisa menentukan wilayah
lingkungan masyarakatnya dan pada akhirnya dapat dalam menentukan badan-badan dan fungsinya
terhadap masing-masing yang telah berkuasa yang ada di dalam lingkungan masyarakat hukum itu serta
untuk bisa menentukan susunan dan wewenang yang terdapat pada badan-badan tersebut.
Tujuan Hukum

Didalam pergaulan bahwa pada suatu masyarakat itu terdapat tentunya berbagai macam hubungan
antara setiap anggota masyarakat yaitu adanya hubungan yang telah ditimbulkan oleh adanya segala
kepentingan-kepentingan dari setiap anggota masyarakat tersebut.

Dengan banyaknya dan berbagai macamnya sebuah hubungan tersebut maka terdapat para anggota
masyarakat membutuhkan atas segala aturan yang bisa memberikan menjamin adanya suatu
keseimbangan agar didalam terdapat hubungan tersebut itu tidak akan terjadi lagi yang namanya
kekacauan yang terdapat di dalam masyarakat.

Untuk dapat dalam menjamin adanya suatu kelangsungan terhadap sebuah keseimbangan didalam
melakukan perhubungan antara setiap anggota masyarakat maka sangat dibutuhkan segala aturan
hukum yang berdasarkan atau dilandasi atas keinginan dan keinsyafan daripada setiap anggota
masyarakat tersebut.

Segala peraturan hukum yang mempunyai sifat untuk dapat mengatur dan memaksa pada setiap
anggota masyarakat untuk dapat patuh bisa menaatinya, mengakibatkan adanya suatu keseimbangan
yang berada didalam setiap perhubungan yang terdapat di masyarakat. Setiap hubungan
kemasyarakatan tersebut itu tidak boleh bertentangan dengan adanya suatu ketentuan-ketentuan yang
sudah beralaku didalam masyarakat.

Setiap pelanggar peraturan pada hukum yang telah berlaku maka akan segera diberikan sanksi yang
berupa diantaranya hukuman sebagai bentuk atas reaksi terhadap segala perbuatan yang mampu dalam
melanggar peraturan hukum yang akan dijalankannya.

Untuk bisa dalam menjaga agar segala peraturan-peraturan pada hukum tersebut bisa berlangsung
dengan secara terus menerus dan dapat diterima oleh kepada setiap anggota masyarakat, maka dengan
segala peraturan hukum yang sudah berlaku itu mesti sesuai dengan dan tidak boleh berlawanan dengan
dari asas-asas keadilan pada masyarakat tersebut.

Dengan demikian, maka hukum tersebut itu mestilah bertujuan supaya bisa dalam menjamin adanya
sebuah kepastian hukum yang ada pada masyarakat dan hukum tersebut mestilah juga bertumpu pada
keadilan yakni pada asas-asas keadilan yang terdapat dalam masyarakat tersebut.

Berkenaan dengan tujuan hukum, maka kita akan mengenal beberapa pendapat para ahli hukum tentang
tujuan hukum yang diantaranya sebagai berikut:

Tujuan Hukum menurut Prof. Subekti S.H

Didalam buku yang telah ditulis dengan berjudul “Dasar-dasar Hukum dan Pengadilan” Prof Subekti S.H
telah menyatakan bahwa hukum itu berkaitan dengan mengabdikan diri kepada tujuan Negara yang
terdapat didalam pokoknya adalah untuk dapat mendatangkan sebuah kemakmuran dan mampu
mendatangkan kebahagiaan kepada rakyatnya.

Hukum, menurut Prof Subekti S.H telah mengatakan bahwa hukum tersebut untuk dapat mengabdi pada
tujuan negara yang dalam pokoknya adalah mendatangkan sebuah kemakmuran dan kebahagiaan untuk
rakyatnya.

Hukum menurut Prof Subekti, S.H melayani suatu tujuan negara itu dengan cara mengadakan “Keadilan”
dan “ketertiban”, adapun mengenai syarat-syarat yang pokok untuk dapat dalam mendatangkan
kebahagiaan dan kemakmuran. Ditegaskan selanjutnya bahwa pada keadilan tersebut kiranya dapat
digambarkan menjadi sebagai sebuah kondisi keseimbangan yang mampu membawakan ketentraman
kedalam hati setiap orang, dan kalau terusik atau dilanggar maka akan dapat segera memunculkan
kegoncangan dan kegelisahaan.

Keadilan akan selalu mempunyai kandungan berupa unsur “penghargaan, penilaian, pertimbangan dan
karena ini ia lazim kemudian disimbolkan dengan neraca keadilan. Dikatakan bahwa keadilan tersebut
akan menuntut bahwa “dalam keadaan yang sama maka tiap orang mestilah menerima bagian yang
sama juga”.

Tujuan Hukum menurut Prof. Mr Dr. LJ. Apeldoorn

Didalam bukunya “inleiding tot de studie van het nederlandse recht” menyatakan bahwa pada tujuan
hukum adalah untuk mengatur segala pergaulan hidup manusia dengan secara damai. Hukum
menghendaki adanya suatu perdamaian.
Perdamaian diantara manusia itu mesti dipertahankan dalam hukum dengan cara melakukan pemberian
perlindungan terhadap kepentingan-kepentingan tentang hukum manusia tertentu, kemerdekaan,
keselamatan, harta benda, jiwa terhadap pihak yang ingin berbuat untuk merugikannya.

Kepentingan perseorangan akan selalu senantiasa bertentangan dengan kepentingan setiap golongan
manusia. Segala pertentangan kepentingan ini dapat menjadi bahan pertikaian bahkan bisa melakukan
penjelmaan menjadi sebuah peperangan seandainya jika hukum tak bertindak menjadi sebuah suatu
perantara untuk dapat mempertahankan sebuah perdamaian.

Adapun hukum didalam mempertahankan suatu kedamaian dengan mulai menimbang segala
kepentingan yang bertentangan tersebut dengan secara teliti dan akan menciptakan keseimbangan
diantaranya, karena hukum hanya dapat mencapai tujuan, jika dia menuju pada peraturan yang secara
adil; berarti peraturan pada keseimbangan antara segala kepentingan yang ingin dapat dilindungi, maka
pada setiap orang yang memperoleh sebanyak mungkin yang telah menjadi bagiannya. Keadilan
tersebut tidak dipandang sama artinya dengan bentuk kesamarataan. Keadilan bukan hanya berarti
bahwa untuk setiap orang akan bisa mendapatkan bagian yang sama.

Tujuan hukum menurut teori Etis

Terdapat sebuah teori yang telah berhasil mengajarkan bahwa hukuman tersebut hanya semata-mata
untuk menginginkan adanya keadilan. Teori-teori yang mengajarkan tentang hal tersebut maka dikatakan
sebagai teori etis, karena menurut teori ietis, untuk isi hukum semata-mata mesti dapat ditentukan oleh
setiap kesadaran etis kita tentang apa yang disebut adil dan apa yang tak adil.

Teori etis ini menurut pendapat Prof. Van Apeldoorn sebagai berat sebelah, karena ia telah melebih-
lebihkan ukuran keadilan dari hukum, sebab ia tidak cukup untuk dapat memperhatikan kondisi yang
sebenarnya.

Hukum telah memutuskan segala peraturan yang umum yang telah menjadi sebuah petunjuk bagi setiap
orang-orang yang terdapat di dalam pergaulan masyarakat. Jika hukum tersebut hanya semata-mata
untuk menginginkan keadilan, jadi semata-mata memiliki tujuan untuk dalam memberikan setiap orang
mengenai apa yang patut untuk bisa diterimanya maka ia tidak dapat untuk membentuk segala peraturan
yang umum.

Tertib hukum yang tak mempunyai peraturan hukum, tertulis atau tak tertulis, tidak mungkin, kata Prof.
Van Apeldoorn. Tidak adanya suatu peraturan yang umum, itu berarti adanya ketidak tentuan yang benar
sungguh-sungguh mengenai apa yang telah disebut dengan adil atau tak adil. Dan adanya
ketidaktentuan inilah yang akan selalu senantiasa menyebabkan seperti perselisihan antar setiap
anggota masyarakat, jadi bisa saja itu menyebabkan kondisi yang tidak teratur.

Dengan demikian hukum mesti bisa menentukan peraturan yang umum, mesti mensamaratakan. Tetapi
keadilan dalam melarang menyamaratakan; keadilan menuntut agar segala perkara mesti ditimbang
dengan sendirinya.

Oleh karena itu terkadang pada pembentuk dalam undang-undang yang sebanyak mungkin mestilah
memenuhi segala tuntutan tersebut dengan haruslah merumuskan segala peraturan yang sedemian rupa
sehingga hakim bisa atau dapat diberikan kelonggaran yang secara luas didalam menjalankan segala
aturan-aturan tersebut terhadap hal-hal yang sifatnya mengkhusus.

Dalam hukum ada dua teori berkaitann dengan tujuan hukum diantaranyaa yaitu teori utilities dan teori
etis. Teori utilities, yang menganggap hukum dapatt memberikan manfaat kepada orang banyak dalamm
masyarakat. Sedangkan Teori Etis memmiliki tolak ukur pada etika dimana isi hukum ditentukan oleh
keyyakinan kita yang sesuai dengan nilai etis tentangg keadilan dan ketidakadilan. Dimana bertujuann
untuk mencapai keadilan dan memberikannya kepadaa setiap anggota masyarakatt yang menjadi
haknya.

Pada hakekatnya, tujuan hukum adalah manfaat dalam menyalurkan kebahagiaan atau kenikmatan yang
besar bagi jumlah yang terbesar. Terkait dengan tujuan hukum maka ada beberapa pendapat para ahli
mengenai tujuan hukum yaitu:

1. Tujuan hukum menurut Aristoteles (teori etis) adalah hanyalah sekedar untuk mencapai keadilan, yang
berarti memberikan sebuah sesuatu kepada setiap orang yang sudah menjadi haknya. Dikatakan teori
etis karena hukumnya berisi mengenai adanya kesadaran etis mengenai apa yang tidak adil dan apa
yang adil.

2. Tujuan Hukum menurut Jeremy Bentham (teori utilitis ) adalah untuk dapat mencapai sebuah
kemanfaatan. Berarti hukum mesti menjamin kebagiaan bagi banyak orang atau masyarakat.

3. Tujuan hukum menurut Geny (D.H.M. Meuvissen: 1994) untuk mencapai keadailan dan sebagai
komponen keadilan untuk kepentingan daya guna dan kemanfaatan.

4. Tujuan hukum menurut Van Apeldor adalah untuk dapat mengatur segala pergaulan hidup yang ada
dimasyarakat secara damai dengan cara melindungi segala kepentingan hukum manusia, semisal
kemerdekaan jiwa, harta benda, dan kehormatan.

5. Tujuan hukum menurut Prof. Subekti S.H adalah untuk menyelenggarakan adanya sebuah ketertiban
dan keadilan sebagai syarat untuk mendatangkan kebahagiaan dan kemakmuran.

6. Tujuan hukum menurut Purnadi dan Soerjono Soekanto adalah untuk dapat suatu mencapai
kedamaian hidup manusia mencakup ketertiban eksternal antarpribadi dan ketenangan pada internal
pribadi

Kasus korupsi e-KTP


Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Kasus korupsi e-KTP adalah kasus korupsi di Indonesia terkait pengadaan KTP elektronik untuk
tahun 2011 dan 2012 yang terjadi sejak 2010-an. Mulanya proyek ini berjalan lancar dengan
pengawasan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Badan
Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) yang diminta oleh Gamawan Fauzi yang saat
itu menjabat sebagai menteri dalam negeri[1][2]. Namun kejanggalan demi kejanggalan yang terjadi
sejak proses lelang tender proyek e-KTP membuat berbagai pihak mulai dari Komisi Pengawas
Persaingan Usaha (KPPU), Government Watch, pihak kepolisian, Konsorsium Lintas Peruri bahkan
Komisi Pemberantasan Korupsi menaruh kecurigaan akan terjadinya korupsi[3][4][5]. Sejak itu KPK
melakukan berbagai penyelidikan demi mengusut kronologi dan siapa saja dalang di balik kasus ini.
Para pemangku kebijakan terkait proyek e-KTP pun dilibatkan sebagai saksi, mulai dari Gamawan
Fauzi, Nazaruddin, Miryam S. Hani, Chairuman Harahap bahkan hingga Diah Anggraini.[6]
Melalui bukti-bukti yang ditemukan dan keterangan para saksi, KPK menemukan fakta bahwa
negara harus menanggung keruigan sebesar Rp 2,314 triliun[7]. Setelah melakukan berbagai
penyelidikan sejak 2012, KPK akhirnya menetapkan sejumlah orang sebagai tersangka korupsi,
beberapa di antaranya pejabat Kementerian Dalam Negeri dan petinggi Dewan Perwakilan DPR.
Mereka adalah Sugiharto, Irman, Andi Narogong, Markus Nari, Anang Sugiana dan Setya
Novanto[8][9]. Miryam S. Haryani sebenarnya juga ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK. Namun
statusnya adalah bukan sebagai tersangka korupsi, melainkan sebagai pembuat keterangan palsu
saat sidang keempat atas nama Sugiharto dan Irman dilaksanakan[10]. Penetapan tersangka oleh
KPK dalam kasus ini pertama kali dilakukan pada 22 April 2014 atas nama Sugiharto sementara
sidang perdana atas tersangka pada kasus ini digelar pada 9 Maret 2017. Tercatat ada puluhan
sidang yang berjalan setelah itu untuk para tersangka KPK.[11][12]
Dalam perjalanannya, para pihak berwenang dibuat harus berusaha lebih giat dalam menciptakan
keadilan atas tersangka Setya Novanto. Berbagai lika-liku dihadapi, mulai dari ditetapkannya Setya
Novanto sebagai tersangka, sidang praperadilan, dibatalkannya status tersangka Novanto oleh
hakim, kecelakaan yang dialami Novanto bahkan hingga ditetapkannya ia lagi sebagai
tersangka[13][14][15]. Perkara ini juga diselingi oleh kematian Johannes Marliem di Amerika
Serikat yang dianggap sebagai saksi kunci dari tindakan korupsi.[16] Untuk kepentingan
pengembangan kasus atas tewasnya Marliem, KPK pun melakukan kerja sama dengan FBI.[17]
Perkembangan kasus e-KTP yang terjadi di era digital membuat kasus ini mendapatkan sorotan dari
para warganet. Dalam beberapa kesempatan para warganet meluapkan ekspresi mereka terkait
kasus korupsi e-KTP dengan menciptakan trending topic tertentu di twitter dan membuat meme
untuk kemudian diunggah di media sosial. Namun reaksi warganet lebih condong ditujukan pada
Setya Novanto ketimbang tersangka yang lain.[18] Tak hanya media nasional, media asing seperti
AFP dan ABC juga turut memberitakan perkara ini, terutama terkait keterlibatan Setya Novanto.[19]
Kendati perkara proyek e-KTP telah berjalan selama beberapa tahun, kasus ini belum mencapai
garis finish. Baru dua orang, yakni Irman dan Sugiharto yang telah divonis hukuman penjara
sementara yang lain masih harus menghadapi proses hukum yang berlaku[20]. Oleh karena itu, para
pihak berwenang masih harus ekstra kerja keras lagi untuk menutup buku atas perkara ini.

Kronologi Awal[sunting | sunting sumber]

Gamawan Fauzi, menteri perdagangan yang menangani proyek e-KTP

Kasus korupsi e-KTP bermula dari rencana Kementerian Dalam Negeri RI dalam pembuatan e-KTP.
Sejak 2006 Kemendagri telah menyiapkan dana sekitar Rp 6 triliun yang digunakan untuk proyek e-
KTP dan program Nomor Induk Kependudukan (NIK) nasional dan dana senilai Rp 258 milyar untuk
biaya pemutakhiran data kependudukan untuk pembuatan e-KTP berbasis NIK pada 2010 untuk
seluruh kabupaten/kota se-Indonesia.[1][2] Pada 2011 pengadaan e-KTP ditargetkan untuk 6,7 juta
penduduk sedangkan pada 2012 ditargetkan untuk sekitar 200 juta penduduk Indonesia.[21]
Sebelum proses perekaman e-KTP dilaksanakan, Gamawan Fauzi yang saat itu menjabat sebagai
Menteri Dalam Negeri sempat menemui pimpinan KPK di gedung KPK pada 24 Januari 2011. Di
sana ia meminta KPK untuk mengawasi proyek e-KTP sembari menjelaskan tentang langkah-
langkah pelaksanaan proyek e-KTP. Namun KPK bukan satu-satunya institusi yang ia datangi.
Sebelumnya ia juga telah meminta Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Badan Pengawas
Keuangan dan Pembangunan (BPKP) untuk terlibat dalam pengawasan proyek ini. Dengan adanya
keterlibatan institusi-institusi tersebut ia berharap megaproyek e-KTP dapat bersih dan terhindar dari
praktek korupsi.[1][2] M Jasin yang saat itu menjabat sebagai wakil ketua KPK juga menegaskan
bahwa KPK memantau proses proyek e-KTP.[22]

Proses Pengadaan e-KTP[sunting | sunting sumber]


Pada pelaksanaannya, proyek e-KTP dilakukan oleh konsorsium yang terdiri dari beberapa
perusahaan atau pihak terkait. Untuk memutuskan konsorsium mana yang berhak melakukan
proyek, maka pemerintah kemudian melaksanakan lelang tender pada 21 Februari hingga 15 Mei
2011.[23] Di sela-sela proses lelang, Lembaga Sosial Masyarakat (LSM) bernama Government
Watch (Gowa) menilai bahwa terjadi kejanggalan pada proses lelang. Mereka beranggapan bahwa
perusahaan yang mengikuti tender tidak sesuai dengan persyaratan seperti yang terangkum dalam
PP 54/2010.[22]
Setelah melalui serangkaian proses, akhirnya pada 21 Juni 2011 pemerintah mengumumkan
konsorsium yang menjadi pemenang lelang. Mereka adalah konsorsium PNRI yang terdiri dari
beberapa perusahaan, yakni Perum PNRI, PT LEN Industri, PT Quadra Solution, PT Sucofindo dan
PT Sandipala Artha Putra. Hasil itu diambil berdasarkan surat keputusan Mendagri Nomor: 471.13-
476 tahun 2011. Sebagai tindak lanjut, konsorsium PNRI kemudian melakukan penandatanganan
kontrak bersama untuk pengadaan e-KTP tahun anggaran 2011-2012 dengan nilai pekerjaan
sebesar Rp 5.841.896.144.993. Kontrak tersebut disepakati pada 1 Juli 2011.[24]
Mulanya proses perekaman e-KTP ditargetkan akan dilaksanakan secara serentak pada 1 Agustus
2011. Namun karena terlambatnya pengiriman perangkat peralatan e-KTP, maka jadwal perekaman
berubah menjadi 18 Agustus 2011 untuk 197 kabupaten/kota di seluruh Indonesia.[25]

Kecurigaan Korupsi[sunting | sunting sumber]


Belum sampai perekaman dilakukan di berbagai kabupaten dan kota, pihak kepolisian mengabarkan
bahwa mereka mencurigai terjadinya korupsi pada proyek e-KTP. Kecurigaan itu berangkat dari
laporan konsorsium yang kalah tender yang menyatakan bahwa terjadinya ketidaksesuaian
prosedur yang dilakukan oleh panitia saat lelang tender berlangsung.[5]Kecurigaan bahwa adanya
praktek korupsi pada proyek e-KTP juga dirasakan oleh Government Watch (GOWA) yang
berbuntut pada laporan kepada KPK pada 23 Agustus 2011. Mereka berspekulasi bahwa telah
terjadi upaya pemenangan terhadap satu konsorsium perusahaan dalam proses lelang tender
berdasarkan investigasi yang telah dilakukan sejak Maret hingga Agustus 2011. Dari hasil
investigasi tersebut mereka mendapatkan petunjuk berupa dugaan terjadinya kolusi pada proses
lelang oleh Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil dan menemukan fakta bahwa
telah terjadi 11 penyimpangan, pelanggaran dan kejanggalan kasat mata dalam pengadaan lelang.[4]
KPK turut mencium kejanggalan dari proses proyek e-KTP. Pada awal September 2011 KPK
menuding bahwa Kemendagri tidak menjalankan 6 rekomendasi dalam pelaksanaan proyek e-KTP.
Keenam rekomendasi tersebut adalah: 1) penyempurnaan desain.; 2) menyempurnakan aplikasi
SIAK dan mendorong penggunaan SIAK di seluruh wilayah Indonesia dengan melakukan
percepatan migrasi non SIAK ke SIAK; 3) memastikan tersedianya jaringan pendukung komunikasi
data online/semi online antara Kabupaten/kota dengan MDC di pusat agar proses konsolidasi dapat
dilakukan secara efisien; 4) Pembersihan data kependudukan dan penggunaan biometrik sebagai
media verifikasi untuk menghasilkan NIK yang tunggal; 5) Pelaksanakan e-KTP setelah basis
database kependudukan bersih/NIK tunggal, tetapi sekarang belum tunggal sudah melaksanakan e-
KTP; dan 6) Pengadaan e-KTP harus dilakukan secara elektronik dan sebaiknya dikawal ketat
oleh LKPP.[26] Menanggapi tudingan KPK, Kemendagri kemudian memberikan
bantahan. Reydonnyzar Moenek, juru bicara Kemendagri menjelaskan bahwa Kemendagri telah
menjalankan 5 rekomendasi. Memang ada rekomendasi yang tidak dijalankan, namun itu hanya 1.
Satu rekomendasi tersebut adalah tentang permintaan NIK tunggal saat proses e-KTP
dilaksanakan. Berdasarkan penjelasan Reydonnyzar, Kemendagri tidak bisa memenuhi
rekomendasi tersebut karena bisa mengubah waktu dan pembiayaan e-KTP.[27]
Tak lama setelah itu Konsorsium Lintas Peruri Solusi melaporkan Pejabat Pembuat
Komitmen (PPK) dan Ketua Panitia lelang dalam proses pengadaan e-KTP, Sugiharto dan Drajat
Wisnu Setiawan ke Polda Metro Jaya dengan barang bukti berupa surat kontrak pada 1 Juli
2011, surat jaminan penerimaan uang Rp 50 juta dan tiga orang saksi. Konsorsium Lintas Peruri
Solusi menduga bahwa telah terjadinya penyalahgunaan wewenang sehingga dana untuk e-KTP
membesar hingga Rp 4 triliun lebih dalam proses tender. Kenyataannya, penawaran yang diajukan
oleh Konsorsium Lintas Peruri Solusi lebih rendah, yakni sebesar Rp 4,75 triliun namun yang
memenangkan tender justru konsorsium PNRI yang mengajukan penawaran lebih tinggi, yakni
sebesar Rp 5,84 triliun dari anggaran senilai 5,9 triliun. Mereka juga menuding bahwa panitia lelang
telah menerima uang sebesar Rp 50 juta pada 5 Juli 2011 dari konsorsium pemenang tender.[28]
Seiring berjalannya waktu, indikasi korupsi pada proyek e-KTP semakin terbuka lebar. Pada
2012 Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) telah menemukan indikasi korupsi pada proyek
e-KTP lebih awal ketimbang KPK berdasarkan temuan investigator.[3] Indikasi tersebut tertuang
pada keputusan KPPU berupa hukuman pada Konsorsium Percetakan Negara Republik
Indonesia (PNRI) dan PT Astragraphia untuk membayar denda Rp 24 miliar ke negara karena
melanggar pasal 22 UU No. 4/1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha
Tidak Sehat pada November 2012. Konsorsium PNRI didenda sebesar Rp 20 miliar sedangkan PT
Astragraphia didenda Rp 4 miliar. Denda tersebut harus dibayar ke kas negara melalui bank
pemerintah dengan kode 423755 dan 423788 (Pendapatan Pelanggaran di bidang persaingan
usaha).[29]
Indikasi korupsi juga dipaparkan oleh Nazaruddin pada 31 Juli 2013. Saat diperiksa oleh KPK terkait
kasus Hambalang, ia menyerahkan bukti-bukti terkait korupsi e-KTP. Lewat pengacaranya, Elza
Syarief, ia juga menuding telah terjadi penggelembungan dana pada proyek e-KTP. Dari total proyek
sebesar RP 5,9 triliun, 45% di antaranya merupakan mark-up. Ia juga mengatakan bahwa Ketua
Fraksi Partai Golkar Setya Novanto dan mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas
Urbaningrum terlibat dalam kasus ini. Mendengar hal itu, Gamawan Fauzi merasa geram. Ia pun
melaporkan Nazaruddin ke Polda Metro Jaya karena menilai bahwa tuduhannya tidak benar.
Kendati demikian, saat itu KPK belum bisa memastikan kebenaran dari kecurigaan-kecurigaan yang
ada karena tahap penyidikan KPK terhadap kasus e-KTP masih pada tahap awal.[30][31]

Perkembangan Kasus[sunting | sunting sumber]


Setelah menyelidiki kasus lebih lanjut, pada Selasa, 22 April 2014 KPK akhirnya menetapkan
Sugiharto, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Direktorat Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil
pada Kementerian Dalam Negeri sebagai tersangka pertama dalam kasus korupsi e-
KTP.[11] Sugiharto diduga melakukan penyalahgunaan wewenang dan melakukan suap pada proyek
e-KTP di DPR untuk tahun anggaran 2011-2013, melanggar Pasal 2 Ayat 1 subsider Pasal
3 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 juncto Pasal
64 Ayat 1 KUHP. Ia juga diperkaya dengan uang senilai 450.000 dollar AS dan Rp 460
juta.[8][32][33] Untuk mengusut kasus ini lebih dalam KPK kemudian melanjutkan pemenuhan berkas-
berkas dengan memeriksa berbagai saksi terkait kasus e-KTP di Kementerian Dalam Negeri pada
25 April 2014. Beberapa di antaranya adalah Drajat Wisnu Setyawan, Pringgo Hadi Tjahyono, Husni
Fahmi, dan Suciati[6]. Sugiharto pun tak luput dari pemeriksaan oleh KPK pada 14 Juli 2014 dan 18
Mei 2015.[34]Pada waktu bersamaan KPK juga memeriksa para pegawai Kemendagri dan pihak
swasta seperti Pamuji Dirgantara, karyawan Misuko Elektronik dan Andreas karsono, karyawan
PT Solid Arta Global sebagai saksi.[34]

Sugiharto saat ditahan oleh KPK pada 19 Oktober 2016

Sugiharto bukan satu-satunya orang yang ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK. Per 30
September 2016, KPK menetapkan mantan Direktur Jenderal Dukcapil Kemendagri Irman sebagai
tersangka. Motifnya melakukan korupsi serupa dengan Sugiharto, yakni demi memperkaya diri
sendiri atau orang lain dengan melakukan penyalahgunaan wewenang. Berdasarkan surat
tuntutan jaksa, Irman diperkaya senilai 573.000 dollar AS, Rp 2,9 milyar dan 6.000
dollar Singapura.[8][35]
Pada 19 Oktober 2016 KPK melakukan penahanan terhadap Sugiharto setelah melakukan
pemeriksaan selama 4 jam di Gedung KPK. Ia ditahan di Rumah Tahanan Guntur.[36] Berbeda
dengan Sugiharto, Irman justru baru ditahan oleh KPK pada 21 Desember 2016 setelah mengalami
pemeriksaan selama 12 jam. Untuk kepentingan penyelidikan, Irman dijebloskan ke rumah tahanan
selama 20 hari ke depan. Walau ditetapkan sebagai tersangka, Irman mengajukan surat
permohonan sebagai justice collaboratoruntuk membongkar kejahatan pada proyek e-KTP.[37]
Pada 8 Februari 2017 KPK mengumumkan bahwa mereka telah menemukan bukti terkait
keterlibatan anggota DPR dalam kasus korupsi e-KTP. Mereka kemudian menghimbau kepada
siapa saja yang menerima aliran dana tersebut untuk mengembalikannya ke negara.[38] Dua hari
kemudian, tepatnya pada 10 Februari 2017 KPK menerima uang sebesar Rp 250 miliar dengan
rincian Rp 220 miliar berasal dari sejumlah korporasi, satu perusahaan dan satu konsorsium
sedangkan Rp 30 miliar berasal dari anggota DPR periode 2009-2014 dan beberapa orang lainnya.
Penyerahan uang itu dilaksanakan usai pemeriksaan sejumlah saksi oleh KPK. Mereka yang
kooperatif kemudian mengirimkan uang kepada rekening KPK khusus penyidikan.[39]
Perkembangan kasus e-KTP kemudian bergulir pada terjadinya pelimpahan kasus e-KTP
ke Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi oleh KPK pada 1 Maret 2017. Berkas tersebut
merupakan berkas atas nama Sugiharto sebanyak 13 ribu lembar dan atas nama Irman sebanyak
11 ribu lembar yang mencakup berita acara pemeriksaan tersangka dan saksi. Dalam berkas
tersebut terdapat keterangan dari 294 saksi atas nama Sugiharto, 173 saksi atas nama Irman dan
keterangan dari lima orang ahli. Ditumpuk menjadi tiga bagian, tinggi berkas tersebut mencapai
sekitar 1,5 meter.[40]

Pencarian bukti baru[sunting | sunting sumber]


Irman dan Sugiharto saat menjalani sidang perdana di Pengadilan Tipikor pada 9 Maret 2017(dok. Kompas)

Untuk menindaklanjuti pelimpahan berkas oleh KPK, Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi
kemudian mengadakan sidang. Dalam perjalanannya, ada lebih dari 10 sidang yang dilaksanakan.
Namun sidang perdana terkait kasus korupsi e-KTP di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat diadakan
pada Kamis, 9 Maret 2017. Dalam sidang pertama, hadir dua orang yang telah ditetapkan sebagai
tersangka, yakni Sugiharto dan Irman dengan agenda pembacaan surat dakwaan oleh Jaksa
Penuntut Umum dengan tebal sekitar 120 halaman.[12]
Selanjutnya Pengadilan Negeri mengadakan sidang kedua pada Kamis, 16 Maret 2017. Pada
sidang kali ini KPK telah menghadirkan 8 saksi dari 133 saksi untuk proses persidangan. Beberapa
di antaranya adalah Gamawan Fauzi selaku mantan Menteri Dalam Negeri, Yuswandi
Temenggung selaku Sekretaris Jenderal Kemendagri, Diah Anggraeni selaku mantan Sekretaris
Jenderal Kemendagri, Elvius Dailami selaku Direktur Fasilitas Dana Perimbangan Ditjen Keuangan
Kemendagri, Chaeruman Harahap selaku mantan Ketua Komisi II DPR dan Winata Cahyadi selaku
Direktur PT Karsa Wira Utama.[41] Dari 8 saksi hanya 6 orang saja yang datang. Dua lainnya yakni
mantan Menteri Keuangan Agus Martowardojo berhalangan sementara mantan Direktur Jenderal
Adminsitrasi Kependudukan Kemendagri Rasyid Saleh tidak jadi diperiksa dalam sidang karena
datang terlambat.[41]
Terdapat beberapa hasil pada sidang kedua. Gamawan mengaku bahwa ia telah menerima
beberapa kali pemberian uang namun menurutnya, uang tersebut berhubungan dengan keperluan
berobat dan honor kerja. Hasil lainnya adalah Sekjen Kemendagri, Diah Anggarini, mengaku telah
menerima uang sebanyak dua kali, yakni sebesar 300.000 dollar AS dari Irman dan uang sebesar
200.000 dollar AS dari Andi Agustinus selaku pengusaha pemenang tender. Diah juga menjelaskan
bahwa telah terjadi pertemuan antara Irman, Sugiharto, Andi Narogong dan Setya Novanto di Hotel
Gran Melia. Selain itu penyidik KPK juga mendapatkan catatan tentang skema pengendali korupsi e-
KTP anggaran e-KTP 2011-2012 dengan pagu Rp 5,9 triliun di rumah Chairuman Harahap. Setya
Novanto dan Anas Urbaningrum adalah dua nama yang disebut dalam catatan tersebut.[41]
Pada sidang kedua terdapat perbedaan keterangan antara keterangan yang Gamawan Fauzi
sampaikan dengan keterangan yang Chairuman Harahap katakan. Gamawan Fauzi menuturkan
bahwa perubahan anggaran proyek e-KTP diusulkan oleh Komisi II DPR RI periode 2009-2014.
Namun Chairuman malah menjelaskan bahwa Kementerian Dalam Negeri-lah yang melakukan
pengusulan.[41]
Petunjuk tentang kasus e-KTP tidak hanya didapatkan dari para saksi, melainkan juga dari Irman
selaku tersangka. Menurut penuturannya, Setya Novanto sempat menyampaikan pesan mendesak
kepada Diah Anggraini yang disampaikan melalui perantara Zudan Arif Fakruloh selaku biro
hukum Kemendagri pada 2014. Berdasarkan penjelasan Irman, isi dari pesan itu adalah tentang
wanti-wanti agar ia tidak membuka suara kepada KPK terkait hubungannya dengan Setya Novanto
dalam kasus KPK.[42]
Pengusutan kasus korupsi e-KTP lalu berlanjut pada sidang ketiga yang diadakan pada 23 Maret
2017. Dari 7 saksi yang diundang, hanya 6 saja yang hadir. Pada sidang kali ini, nama Andi
Narogong menjadi nama yang paling banyak disebut. Sidang ini menghasilkan temuan bahwa Andi
Narogong yang berperan sebagai pelaksana proyek e-KTP telah melakukan pertemuan dengan
Setya Novanto, Anas Urbaningrum dan Muhammad Nazaruddin. Andi Narogong juga menjadi orang
yang telah memberikan uang kepada Diah Anggraini. Temuan lainnya adalah 51 persen atau sekitar
Rp 2,662 triliun dari anggaran e-KTP sebesar Rp 5,9 triliun digunakan untuk pembiayaan e-KTP
sementara sisanya yakni 49 persen atau setara dengan Rp 2,558 triliun dibagi-bagi ke berbagai
pihak, tak terkecuali dengan anggota Komisi II DPR RI dan Badan Anggaran DPR RI.[43][44]

Tersangka Ketiga[sunting | sunting sumber]

Andi Narogong usai ditahan KPK pada 24 Maret 2017

Setelah mengumpulkan berbagai fakta dan petunjuk pada tiga sidang sebelumnya, KPK akhirnya
memutuskan untuk menetapkan tersangka baru: Andi Narogong pada Rabu, 23 Maret 2017. Ia
adalah orang ketiga yang ditetapkan sebagai tersangka pada kasus korupsi e-KTP setelah Irman
dan Sugiharto. Tanpa pikir panjang, keesokkan harinya penyidik KPK lalu menangkap Andi
Narogong untuk pemeriksaan lebih lanjut melalui Surat Perintah Dimulainya
Penyidikan (Sprindik).[45] Cara-cara kotor yang dilakukan Andi dalam proyek e-KTP membuat KPK
menetapkannya sebagai tersangka. Berdasarkan penyelidikan KPK, Andi berperan dalam
meloloskan anggaran Rp 5,9 triliun untuk pembuatan KTP elektronik dan agar rencananya lancar, ia
juga membagikan uang kepada para petinggi dan anggota komisi II DPR serta Badan Anggaran.
Andi juga berperan dalam mengatur tender dengan membentuk tim Fatmawati, sesuai dengan
lokasi rukonya serta terlibat dalam merekayasa proses lelang, mulai dari menentukan spesifikasi
teknis hingga melakukan mark up dalam pengadaan KTP elektronik.[46][47]
Seminggu setelah penangkapan Andi, tepatnya pada 30 Maret 2017 Pengadilan Negeri menggelar
sidang keempat. Sidang kali ini menghadirkan 7 saksi, di antaranya adalah Miryam S
Haryani, Ganjar Pranowo, Agun Gunanjar Sudarta dan mantan Menteri Keuangan Agus
Martowardojo. Pada sidang keempat terjadi pengakuan yang kontradiktif antara Miryam S Haryani
dengan Novel Baswedan. Saat diperiksa di KPK, berdasarkan penuturan Novel, Miryam mengaku
bahwa telah dilakukan pemberian uang kepada anggota DPR RI. Akan tetapi, saat persidangan
Miryam justru membantah berita acara persidangan yang dituturkan Novel sebelumnya. Miryam
menjelaskan bahwa ia merasa ditekan oleh penyidik saat itu sehingga ia mengarang isi berita acara
persidangan. KPK terus melakukan konfrontasi tapi Miryam tetap menyanggah. Menurut Novel,
Miryam melakukan sanggahan karena adanya ancaman beberapa anggota DPR RI periode 2009-
2014. Temuan lainnya dalam sidang kali ini adalah adanya pengakuan dari Sugiharto tentang
pemberian uang darinya kepada Miryam sebanyak empat kali dengan total 1,2 juta dollar AS yang
pada akhirnya disangkal pula oleh Miryam.[48]
Miryam S Haryani

Sidang kasus e-KTP belum selesai. Pengadilan kembali menggelar sidang lanjutan pada Senin, 3
April 2017. Kali ini hadir 9 saksi untuk memberikan petunjuk-petunjuk baru terhadap kasus ini, salah
satunya adalah Nazaruddin. Terdapat beberapa temuan baru pada sidang ini. Menurut penuturan
Nazar, Anas Urbaningrum terlibat dalam menikmati uang untuk proyek e-KTP, seperti biaya
pemenangan Anas dalam Kongres Pemilihan Ketua Umum Partai Demokrat 2010. Nazar juga
menjelaskan bahwa Anas telah menerima uang sebesar Rp 20 miliar dari Andi Narogong. Masih
menurut pengakuan Nazar, Jafar Hafsah juga telah menerima uang sebesar 100.000 dollar AS dari
Andi Narogong dan Khatibul Umam Wiranu telah menerima uang sebesar 400.000 dollar AS.[49]
Tidak kooperatifnya Miryam S Hani pada sidang sebelumnya membuat per 5 April 2017 KPK
menetapkan Miryam S Hani sebagai tersangka. Bukan sebagai koruptor, melainkan sebagai
pemberi keterangan palsu saat menjadi saksi pada sidang keempat. Ia pun disangkakan pada Pasal
22 jo Pasal 35 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-
undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.[10]

Kecurangan lelang dan rekayasa konsorsium[sunting | sunting sumber]

Setya Novanto saat datang pada sidang perdana atas terdakwa Irman dan Sugiharto pada 6 April 2017

Babak baru dari kasus e-KTP kemudian berlanjut pada sidang keenam yang diadakan pada 6 April
2017. Sidang keenam menghadirkan delapan saksi, di antaranya adalah Anas Urbaningrum, Markus
Nari dan Setya Novanto. Pada sidang kali ini Novanto membantah terlibat dalam proyek e-KTP,
terlebih dalam menerima uang sebesar Rp 547,2 miliar. Pun dengan Anas dan Markus yang
membantah bahwa mereka telah menerima uang dari proyek e-KTP.[50] Sementara hasil dari sidang
ketujuh yang digelar pada 10 April 2017 adalah terdapat pengakuan dari anggota tim teknis
Kementerian Dalam Negeri tentang pembagian uang. Namun mereka menyebutnya sebagai uang
transportasi dan uang lembur. Di samping itu mereka juga mengaku bahwa mereka tidak
menjalankan rekomendasi yang Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa
Pemerintah (LKPP) sarankan berupa sembilan lingkup pekerjaan dalam proyek e-KTP yang tidak
digabungkan.[51]
Memasuki sidang kedelapan yang berlangsung pada Kamis, 13 April 2017 yang dihadiri 10 saksi,
KPK menemukan fakta bahwa tim teknis e-KTP sempat dikirim ke AS lalu diberikan uang sebesar
20.000 dollar AS pada 2012 dan terjadi pemberian uang oleh kakak Andi Narogong yakni Dedi
Prijanto kepada tim teknis e-KTP. Dalam sidang tersebut juga terkuak tentang keanehan pada
proses lelang tender karena dalam proses lelang konsorsium tidak melampirkan sertifikat ISO
9001 dan ISO 14001 sesuai persyaratan.[52] Sementara itu hasil yang didapatkan pada sidang
kesembilan yang digelar pada 17 April 2017 adalah adanya temuan bahwa tim teknis e-KTP
mengaku diperintah untuk meloloskan konsorsium dalam proses lelang padahal sebenarnya tidak
memenuhi syarat. Sugiharto dan Irman menjadi dua nama yang bertanggung jawab atas hal ini.[53]
Pada sidang kesepuluh yang dihadiri oleh 6 saksi pada Kamis, 20 April 2017, KPK menemukan
fakta-fakta baru terkait kasus e-KTP. Nama Setya Novanto disebut telah mendapat bagian sebesar
7 persen dari proyek e-KTP berdasarkan penuturan tim IT proyek e-KTP, Johanes Richard
Tanjaya yang saat itu menjadi saksi. Hal itu juga diakui oleh Irvanto Hendra Pambudi yang tak lain
adalah keponakan dari Setya Novanto. Sementara itu menurut penuturan Jimmy Iskandar
Tedjasusila alias Bobby, Andi Narogong memang sengaja dalam membuat tiga konsorsium dalam
proyek e-KTP. Dari ketiga konsorsium tersebut, Andi telah mempersiapkan satu konsorsium
pemenang lelang, yakni Konsorsium PNRI sedangkan konsorsium Astragraphia dan Murakabi
hanya sebagai pendamping.[54]
Nama Setya Novanto kembali disebut pada sidang kesebelas yang berlangsung pada 27 April 2017.
Selain adanya keterlibatan Irvan Pambudi, keponakan Setya Novanto, dalam sidang itu terungkap
bahwa salah satu saksi, yakni Presiden Direktur PT Avidisc Crestec Interindo, Wirawan
Tanzil menolak bergabung dalam konsorsium untuk proyek e-KTP karena ada nama Setya Novanto.
Sementara itu mantan anggota Badan Anggaran DPR, Olly Dondokambey bersaksi bahwa proyek
e-KTP dipenuhi oleh para calo dari Badan Anggaran DPR dan menyanggah tentang terjadinya
penerimaan uang sebesar 1,2 juta dollar AS dalam proyek e-KTP. Fakta lain yang ditemukan adalah
terjadinya kecurangan karena konsorsium E-KTP memilih perangkat lunak yang tak lolos
uji kompetensi.[55][56] Adapun pada sidang keduabelas yang digelar pada 4 Mei 2017 ditemukan fakta
bahwa Andi Narogong memegang andil terhadap pengaturan proyek e-KTP.[57]

Peran Markus Nari dan Anang Sugiana[sunting | sunting sumber]

Markus Nari, politisi golkar yang ditetapkan sebagai tersangka kelima kasus korupsi e-KTP

Jumlah tersangka korupsi pada proyek e-KTP tidak berhenti pada Sugiharto, Irman, Andi Narogong
dan Setya Novanto saja. Markus Nari dan Anang Sugiana Sudiharjo menambah daftar panjang otak
di balik kasus korupsi ini. Per 19 Juli 2017, KPK telah menetapkan anggota DPR periode 2009-
2014 sekaligus politisi Partai Golkar, Markus Nari sebagai salah satu tersangka berdasarkan Pasal 3
atau 2 ayat 1 UU Nomor 31 1999 Tentang Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU
Nomor 20 tahun 2001 jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.[58]
Alasan penetapan Markus sebagai tersangka adalah karena ia berperan dalam penambahan
anggaran e-KTP di DPR dan diduga meminta uang sebanyak Rp 5 milyar kepada Irman dalam
pembahasan perpanjangan anggaran e-KTP sebesar Rp 1,4 triliun. Di samping itu ia juga diduga
telah menerima uang sebesar Rp 4 milyar, berupaya menghalangi penyidikan yang dilakukan oleh
KPK dalam menguak kasus e-KTP dan diduga memengaruhi anggota DPR Miryam S Haryani untuk
memberikan keterangan yang tidak sesuai dengan kenyataan.[59][60]
Anang Sugiana saat ditahan KPK pada 9 November 2017

Dua bulan setelah penetapan Markus, barulah pada 27 September 2017 KPK menetapkan Anang
Sugiana Sudiharjo, direktur utama PT Quadra Solutions sebagai tersangka keenam pada kasus
megakorupsi e-KTP. Penetapan tersebut dilakukan berdasarkan dua bukti yang ditemukan oleh
penyidik KPK beserta fakta-fakta yang dibeberkan oleh Irman, Sugiharto dan Andi Narogong dalam
persidangan. Anang terbukti terlibat dalam penyerahan sejumlah uang kepada Setya Novanto dan
anggota DPR lainnya dari Andi Narogong. Hal itu membuatnya melanggar Pasal 2 ayat (1) subsider
Pasal 3 Undang-Undang tentang pemberantasan Tipikor Nomor 20 tahun 2001 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Junto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.[9][61][62]
Pada 9 November 2017 KPK melakukan penahanan terhadap Anang. Anang kemudian dimasukkan
ke dalam Rumah Tahanan Guntur selama 20 hari ke depan.[63]

Keterlibatan Setya Novanto[sunting | sunting sumber]

Setya Novanto

Pada Senin, 17 Juli 2017 KPK menetapkan Setya Novanto yang kala itu menjabat sebagai Ketua
Fraksi Partai Golkar di DPR sebagai tersangka kasus korupsi pengadaan e-KTP untuk 2011-2012.
Penetapannya menjadikan ia sebagai tersangka keempat yang ditetapkan oleh KPK sebagai
tersangka setelah Irman, Sugiharto dan Andi Narogong. Setya Novanto diduga melakukan
penyalahgunaan wewenang dan tindakan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau korporasi
dengan ikut mengambil andil dalam pengaturan anggaran proyek e-KTP sebesar Rp 5,9 triliun
sehingga merugikan negara hingga Rp 2,3 triliun. Hal ini sesuai dengan pernyataan Irman dan
Sugiharto di Pengadilan Tipikor.[64] Tindakan Setya Novanto disangkakan berdasarkan Pasal 3 atau
Pasal 2 ayat 1 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.[65]
Keesokkan harinya, yakni pada Selasa, 18 Juli 2017 Setya Novanto mekakukan jumpa
pers di Gedung Kompleks Parlemen Senayandengan didampingi empat petinggi DPR lainnya, yakni
Fadli Zon, Fahri Hamzah, Agus Hermanto dan Taufik Kurniawan. Dalam kesempatan itu ia
mengatakan kepada para media bahwa ia menghargai proses hukum yang berlaku dan
menjelaskan bahwa ia telah meminta surat resmi dari KPK terkait penetapannya sebagai
tersangka.[66] Di sisi lain ia juga mengatakan bahwa ia merasa didzalimi.[67]
Pada 22 Juli 2017 telah terjadi pertemuan antara Setya Novanto dengan Hatta Ali selaku
Ketua Mahkamah Agung dalam sidang terbuka disertasi politisi Partai Golkar Adies
Kadir di Surabaya, Jawa Timur. Ahmad Doli Kurnia, Ketua Generasi Muda Partai Golkar (GMPG)
kemudian melaporkan peristiwa itu kepada Komisi Yudisial (KY) pada 21 Agustus 2017. Mereka
curiga bahwa Setya Novanto telah melakukan upaya kepada Mahkamah Agung agar ia bisa
terbebas dari hukum, terutama lewat sidang praperadilan. Laporan GMPG ditanggapi dengan positif
oleh Ketua KY Aidul Fitriciada Azhari namun dibantah oleh Setya Novanto dan Mahkamah
Agung.[68][69] Mahkamah Agung mengklarifikasi bahwa keberadaan Hatta Ali di Surabaya adalah
murni sebagai penguji disertasi Adies Kadier dan tidak ada kaitannya dengan kasus e-KTP[70].
Menanggapi pelaporan Doli, Golkar kemudian memecatnya sebagai politisi di Partai Golkar.[71]
Selagi KPK sedang menyelidiki kasus Novanto dengan memeriksa para saksi, Setya Novanto
mendaftarkan gugatan praperadilan melawan KPK di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada
Senin, 4 September 2017.[72] Dalam sidang praperadilan, hakim tunggal yang akan bertugas
adalah Hakim Chepi Iskandar.[73]

Sidang Praperadilan[sunting | sunting sumber]


Sebagai tindak lanjut, KPK lalu memanggil Setya Novanto untuk diperiksa sebagai tersangka pada
11 September 2017. Akan tetapi, Novanto tidak datang dengan alasan sakit karena sedang
mengalami perawatan di Rumah Sakit Siloam Jakarta. Novanto dikabarkan mengalami
kenaikan gula darah setelah berolahraga. Hal itu disampaikan oleh Sekretaris Jenderal Partai
Golkar Idrus Marham dan pengacara Setya Novanto di Gedung KPK sembari menyerahkan surat
keterangan dokter kepada KPK.[74][75]
Rencananya sidang praperadilan pertama akan dilaksanakan pada Selasa, 12 September 2017.
Namun karena Novanto masih sakit dan atas permintaan KPK, maka hakim kemudian memutuskan
untuk menggeser jadwal sidang pada 20 September 2017.[76] Pada waktu yang sama, Novanto
melalui surat meminta KPK untuk menunda penyidikan atas kasus yang melibatkan namanya serta
meminta KPK untuk menghormati sidang praperadilan yang ia ajukan sampai adanya putusan
praperadilan. Menanggapi hal tersebut, KPK kemudian merespon bahwa KPK tidak akan memenuhi
permintaan Novanto dan tetap melakukan penyidikan kepadanya. Hal itu sesuai dengan tiga dasar
hukum yang dimiliki Indonesia, yakni Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana, UU Nomor 20
tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan UU Nomor 30 tahun 2002 tentang
KPK.[77]

Hakim Cepi Iskandar saat memimpin sidang praperadilan perdana di Pengadilan Tipikor pada 20 September
2017.
Pada Senin, 18 September 2017 KPK melakukan pemanggilan kembali kepada Setya Novanto ke
Gedung KPK untuk diperiksa sebagai tersangka. Namun seperti pada panggilan pertama, Novanto
tidak dapat hadir lagi dikarenakan ia sedang dirawat di Rumah Sakit Premier Jakarta untuk
menjalani kateterisasi jantung.[78][79] Untuk mengetahui tentang kesehatan Novanto lebih lanjut, KPK
kemudian mengirimkan dokter ke RS Premier Jakarta dan bekerja sama dengan dokter yang
menangani Novanto.[80]
Proses praperadilan Setya Novanto berlanjut pada 20 September 2017 saat sidang perdana digelar.
Dalam sidang tersebut Agus Triantoyang saat itu berperan sebagai pengacara mengajukan
keberatan karena ia menilai ada keanehan atas penetapan status tersangka pada Novanto yang
dilakukan oleh KPK. Novanto ditetapkan sebagai tersangka pada 17 Juli 2017 namun Surat Perintah
Dimulainya Penyidikan (SPDP) baru diterima Novanto pada 18 Juli 2017. Ia menilai bahwa KPK
telah melanggar KUHAP dan Undang-Undang Nomor 30 tahun 2002 tentang KPK dan seharusnya
KPK menetapkan tersangka setelah keluarnya SPDP. Ia juga beranggapan bahwa tuduhan
terhadap Novanto atas kasus e-KTP tidak berdasar karena nama Novanto tidak disebutkan dalam
putusan sidang Irman dan Sugiharto.[81]
Pada 22 September 2017 Cepi Iskandar, hakim tunggal yang bertugas di sidang praperadilan
menolak eksepsi yang diajukan oleh KPK dan menyatakan berwenang mengadili perkara tersebut.
Sebelumnya pihak Novanto mempermasalahkan soal status penyelidik dan penyidik KPK. Namun
KPK menilai jika pihak Novanto keberatan, seharusnya mereka mengajukannya lewat Pengadilan
Tata Usaha Negara dan bukan praperadilan. KPK pun menerima dan menghargai keputusan
hakim.[82][83] Pada sidang yang digelar pada 27 September 2017 KPK meminta untuk memutar
rekaman terkait keterlibatan Novanti di sidang. Namun hakim Cepi malah menolaknya.[84]
Setelah 2 bulan menyandang status sebagai tersangka, status Novanto sebagai tersangka
kemudian dibatalkan oleh Hakim Cepi pada sidang praperadilan lanjutan yang diselenggarakan
pada 29 September 2017. Menurut Hakim Cepi, penetapan Novanto sebagai tersangka tidak sah
karena diputuskan di awal penyidikan, bukan di akhir. Selain itu ia juga tidak bisa menerima alat
bukti yang digunakan KPK untuk menangkap Novanto karena telah digunakan sebelumnya dalam
penyidikan Irman dan Sugiharto.[85]

Kembalinya status tersangka[sunting | sunting sumber]

KPK memberikan keterangan terkait penetapan Setya Novanto sebagai tersangka untuk kedua kalinya pada
10 November 2017

Sebulan setelah pembatalan status tersangka oleh Hakim Cepi, tepatnya pada 31 Oktober 2017
KPK menerbitkan Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) atas nama Setya Novanto. Setya Novanto
disangkakan pada Pasal 2 ayat 1 subsider Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999
sebagaimana telah diubah dengan Undang- Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat 1
ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Keputusan ini dibuat oleh KPK setelah melakukan
penyelidikan lebih dalam dengan mengumpulkan berbagai bukti dan minta keterangan dari para
saksi. Pada 13 dan 18 Oktober 2017 KPK pernah meminta Novanto untuk dimintai keterangan,
namun ia absen dengan alasan tugas kedinasan.[15] Sebagai tindak lanjut, KPK lalu mengantarkan
surat pemberitahuan dimulainya penyidikan (SPDP) ke kediamannya di Kebayoran Baru per 3
November 2017.[86]
Pada 10 November 2017 KPK menetapkan Setya Novanto sebagai tersangka untuk kedua kalinya
setelah sempat dibatalkan oleh Hakim Cepi.[87] Pada 15 November 2017 KPK memangggil Novanto
untuk melakukan proses pemeriksaan sebagai tersangka. Namun karena ia tidak hadir, maka
penyidik KPK memutuskan untuk mendatangi rumahnya. Setibanya di sana penyidik KPK tidak
menemukan Novanto sama sekali.[88] Keesokkan harinya, KPK mendatangi rumah Novanto kembali.
Kali ini mereka melakukan penggeledahan dan menyita CCTV.[89]
Pada malam harinya di hari yang sama, Friedrich Yunadi memberitahukan bahwa Novanto tengah
dirawat di Rumah Sakit Medika Permata Hijau karena mengalami kecelakaan di kawasan Permata
Hijau hingga tak sadarkan diri.[14] Setelah sempat dipindahkan di RS Cipto Mangunkusumo, Jakarta
Pusat Novanto akhirnya dibawa ke gedung KPK dengan menggunakan kursi roda pada 19
November 2017 untuk dilakukan pemeriksaan dan penahanan. Berdasarkan keterangan tim dokter,
Novanto tak perlu dirawat lagi di Rumah Sakit.[90][91] Pemeriksaan pun diadakan keesokan harinya di
gedung KPK pada 20 November 2017.[92]

Kondisi Setya Novanto saat ditahan paksa oleh KPK di RSCM pada 19 November 2017

Pada 5 Desember KPK menyatakan bahwa berkas-berkas Novanto telah P21 atau lengkap. Oleh
karena itu KPK melimpahkan berkas-berkas tersebut ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada 6
Desember 2017.[93] Sehari setelahnya, yakni pada 7 Desember 2017 Pengadilan Negeri Jakarta
menggelar sidang praperadilan perdana. Seharusnya sidang perdana praperadilan diadakan pada
30 November 2017. Namun berhubung KPK tidak hadir, maka sidang ditunda selama 7
hari.[94] Setelah itu sidang praperadilan dilanjutkan lagi pada 8 dan 11 Desember 2017[95][96]. Sidang
praperadilan dilakukan karena Novanto sempat mengajukan gugatan praperadilan ke pengadilan
pada 15 Desember 2017.[97]
Berdasarkan aturan yang mengacu pada Pasal 82 ayat 1 huruf c, putusan praperadilan harus
diselesaikan maksimal 7 hari setelah sidang diadakan. Itu artinya, putusan maksimal dibacakan
pada 14 Desember 2017 mengingat sidang diselenggarakan pada 7 Desember 2017. Namun
berhubung sidang pokok perkara akan diselenggarakan pada 13 Desember 2017 di Pengadilan
Tindak Pidana Korupsi, maka secara otomatis praperadilan Novanto pun gugur. Hal itu dinyatakan
oleh hakim tunggal praperadilan Setya.[98][99]

Sidang pokok perkara[sunting | sunting sumber]


Pada 13 Desember 2017 Pengadilan Tindak Pidana Korupsi mengadakan sidang pokok perkara
dengan agenda pembacaan dakwaan. Dalam sidang tersebut terdapat beberapa hal yang terjadi
pada Setya Novanto, mulai dari tak menjawab saat ditanya hakim, mengaku sakit diare dan telah 20
kali bolak-balik ke WC bahkan hingga mengatakan bahwa ia lahir di Jawa Timur padahal
sebenarnya Bandung. Atas tindakan yang Novanto lakukan, hakim sidang sempat melakukan skors
lalu meminta dokter untuk memeriksakan kesehatannya.[100][101]

Hukuman tersangka[sunting | sunting sumber]


Setelah melalui serangkaian proses, majelis hakim kemudian memberikan vonis kepada para
tersangka atas keterlibatan mereka dalam tindakan korupsi dalam proyek pengadaan e-KTP. Setiap
tersangka mendapatkan vonis yang berbeda tergantung sejauh mana keterlibatan mereka. Berikut
adalah hukuman yang harus diterima oleh para tersangka:

Sugiharto[sunting | sunting sumber]


Atas tindakannya dalam merugikan negara sebesar Rp 2,314 triliun dan terbukti menerima uang
sebesar USD 200 ribu dari Andi Narogong, Sugiharto dijatuhi hukuman oleh majelis hakim berupa
kurungan penjara selama 5 tahun dan denda sebesar Rp 400 juta subsider 6 bulan kurungan
penjara. Selain itu, Sugiharto juga wajib membayar uang pengganti senilai USD 50 ribu dikurangi
USD 30 ribu serta mobil honda jazz senilai Rp 150 juta dalam rentang waktu satu bulan setelah
berkekuatan hukum tetap. Harta benda Sugiharto akan disita jika ia tidak membayarnya. Jika tidak
cukup, harta benda tersebut diganti dengan kurungan penjara selama 1 tahun. Keputusan ini
diputuskan oleh Majelis Hakim pada sidang dengan agenda pembacaan vonis pada 20 Juli 2017.
Vonis ini sesuai dengan tuntutan Jaksa Penuntut Umum pada sidang dengan agenda pembacaan
tuntutan pada 22 Juni 2017.[20][102]

Irman[sunting | sunting sumber]


Berdasarkan penyelidikan KPK dan hasil sidang, Irman terbukti menerima uang sebesar USD 300
ribu dari Andi Narogong dan USD 200 ribu dari Sugiharto. Oleh karena itu per 20 Juli 2017 majelis
hakim lewat sidang dengan agenda pembacaan vonis memberikannya hukuman berupa kurungan
penjara selama 7 tahun dan membayar denda Rp 500 juta subsider 6 bulan kurungan. Di samping
itu Irman juga wajib membayar uang pengganti senilai USD 500 ribu dikurangi USD 300 ribu dan Rp
50 juta dalam rentang waktu 1 bulan setelah berkekuatan hukum tetap. Jika tidak dipenuhi, harta
benda Irman akan disita. Jika masih tak cukup, Irman wajib menggantinya dengan pidana 2 tahun
penjara.Vonis ini sesuai dengan tuntutan Jaksa Penuntut Umum KPK pada sidang dengan agenda
pembacaan tuntutan pada 22 Juni 2017.[20][102]

Andi Narogong[sunting | sunting sumber]


Dijuluki 'Narogong' karena memiliki usaha konveksi di Jalan Narogong, Bekasi[103], Andi dituntut oleh
Jaksa Penuntut Umum KPK pada sidang dengan agenda pembacaan tuntutan pada 7 Desember
2017 berupa hukuman penjara selama 8 tahun dan denda sebesar Rp 1 miliar subsider 6 bulan
penjara serta wajib membayar uang pengganti senilai USD 2,1 juta. Dengan harapan dapat
meringankan vonis (sidang dengan agenda pembacaan vonis belum dilakukan) yang akan
diputuskan nanti, ia pun berperan sebagai justice collaborator.[104][105]

Markus Nari[sunting | sunting sumber]


(belum dijatuhi hukuman)

Anang Sugiana Sudiharjo[sunting | sunting sumber]


(belum dijatuhi hukuman)

Setya Novanto[sunting | sunting sumber]


(belum dijatuhi hukuman)
Kematian Johannes Marliem[sunting | sunting sumber]
Untuk menguak siapa dalang di balik korupsi megaproyek e-KTP, KPK membutuhkan berbagai bukti
kuat. Salah satu yang memilikinya adalah Johannes Marliem. Marliem sendiri
merupakan direktur PT Biomorf Lone LLC yang terlibat dalam proyek e-KTP dalam hal pengadaan
produk Automated Finger Print Identification Sistem (AFIS) merek L-1. Seperti yang diberitakan
berbagai media, ia menjadi saksi kunci atas kasus ini karena melalui sebuah wawancara dengan
media Tempo ia mengaku memiliki rekaman berukuran 500 GB berisikan percakapan antara para
pelaku proyek e-KTP. Setya Novanto termasuk salah satu di antaranya.[16] Beberapa waktu setelah
melakukan wawancara, ia kemudian menghubungi Lembaga Perlindungan Saksi dan
Korban (LPSK) untuk mendapat perlindungan.[106]

Foto Johannes Marliem yang diambil facebook

Berdasarkan surat dakwaan Irman dan Sugiharto, perkenalan Marliem dengan proyek e-KTP
bermula dari pertemuannya dengan Diah Anggraini, Andi Narogong, Husni Fahmi dan Chaeruman
Harahap pada Oktober 2010 di Hotel Sultan, Jakarta.[107] Ia juga sempat bertemu dengan tim
Fatmawati dan Setya Novanto.[108] Masih berdasarkan surat dakwaan, ia disebut telah memberikan
uang sebesar 200 ribu dollar Amerika kepada Sugiharto di Mal Grand Indonesia yang kemudian
dianggap sebagai uang keuntungan dari proyek e-KTP oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK.[107]
Namun belum sampai terungkap seperti apa dan bagaimana isi dari bukti rekaman yang Marliem
miliki, sebuah kabar duka datang. Marliem dinyatakan meninggal dunia di kediamannya di Amerika
Serikat. Kabar itu pertama kali muncul dari media sosial pada Jumat, 12 Agustus 2017, seperti yang
pertama kali dituliskan oleh akun instagram bernama @mir_at_lgc dalam foto yang diunggahnya
bersama Johannes Marliem dan CEO Lamborghini. Kematian Johannes kemudian dihubungkan
oleh beberapa media dengan penyekapan yang dilakukan oleh seorang pria bersenjata di kawasan
elite Beverly Grove, Edinburgh Avenue, West Hollywood, Los Angeles, tempat Marliem tinggal. Itu
dikarenakan peristiwa tersebut terjadi pada beberapa hari sebelum Johannes meninggal, tepatnya
dari Rabu, 10 Agustus 2017 pada pukul 17.00 WIB hingga Kamis, 11 Agustus 2017 dini hari waktu
Amerika yang kemudian diakhiri dengan tindakan bunuh diri si penyekap dengan cara
menembakkan senjata ke dirinya sendiri.[16]
Setelah sempat simpang siur akan apa penyebab kematian Johannes Marliem, pada 15 Agustus
2017 otoritas Los Angeles menyatakan bahwa Marliem tewas karena bunuh diri. Ia mengakhiri
nyawanya dengan cara menembakkan pistol ke arah kepalanya sendiri. Informasi tersebut
disampaikan melalui laman resmi Department of Medical Examiner-Coroner Los Angeles County.
Asisten Kepala Investigasi dari Kantor Koroner Los Angeles County juga membenarkan hal
tersebut.[109]
Mengenai status Johannes Marliem sebagai saksi kunci, terdapat dua versi berbeda dari KPK. KPK
melalui Wakil Ketua KPK Saut Situmorang dan Juru Bicara KPK Febri Diansyahmenegaskan bahwa
KPK tidak pernah menganggap Marliem sebagai saksi kunci karena tidak pernah hadir di
persidangan. Saut bahkan menduga bahwa kematian Johannes dikarenakan ia mendapatkan
tekanan sehingga mengakhirinya dengan melakukan bunuh diri.[110][111] Namun Novel
Baswedan justru menganggapnya sebagai salah satu saksi kunci dari beberapa saksi kunci yang
ada.[106]

Fahri Hamzah, salah satu tokoh yang berkomentar tentang kematian Johannes Marliem

Tanggapan Tokoh[sunting | sunting sumber]


Kepergian Johannes Marliem menimbulkan berbagai respon dari berbagai pihak. Wakil ketua DPR
RI, Fahri Hamzah menyarankan kepada KPK untuk menghentikan pengusutan kasus korupsi e-
KTP. Ia berpendapat bahwa KPK terganggu sejak kabar duka itu terjadi. Alasan lainnya adalah ia
beranggapan bahwa Johannes Marliem tidak bisa disebut sebagai saksi kunci karena KPK belum
pernah memeriksanya sejak kasus e-KTP bermula. Ia juga menilai tidak ada dasarnya menjadikan
Johannes Marliem sebagai saksi kunci karena sebagai orang yang bekerja di bidang digital, adalah
hal yang wajar jika Marliem bersinggungan dengan data-data.[112]Sementara itu menurut Indonesian
Corruption Watch, kematian Marliem dapat menghambat KPK dalam menyelesaikan kasus ini
karena menduga para pelaku melakukan usaha sistematis yang dilakukan untuk menyerang
KPK.[107] Ketua Komisi III DPR Bambang Soesatyo turut memberikan tanggapan terkait kematian
Marliem. Baginya, KPK bertanggung jawab besar atas kematian Marliem karena gagal dalam
memberikan perlindungan.[113]

Kerja Sama dengan FBI[sunting | sunting sumber]


Meskipun Marliem telah meninggal dunia sebelum menyerahkan rekaman, KPK tetap melanjutkan
pengusutan kasus ini. Berhubung Marliem telah menjadi Warga Negara Amerika Serikat sejak
2014[114] dan kematiannya terjadi di Amerika Serikat, KPK pun bekerja sama dengan FBI untuk
menguak kasus ini. Ini adalah kali kesekian KPK melakukan kerja sama dengan FBI.
Lewat kerja sama tersebut FBI berhasil menguak aset yang dimiliki oleh Johannes Marliem pada
akhir September 2017. FBI mendapatkan fakta bahwa selain Biomorf telah menerima lebih dari 50
juta dollar Amerika untuk pembayaran subkontrak proyek e-KTP, terjadi transaksi sebesar 13 juta
dolar atau setara dengan 175 milyar rupiah ke rekening pribadi Marliem. Laporan FBI menyebutkan
bahwa uang itu digunakan untuk membeli rumah, mobil dan bahkan jam tangan mewah. Setelah
ditelusuri lebih lanjut di Konsulat Indonesia di Los Angeles pada Juli 2017, Marliem mengaku bahwa
ia pernah membeli jam tangan seharga Rp 1,8 milyar. Diduga Setya Novanto menjadi orang yang
menerimanya.[17] Jonathan Holden, agen khusus FBI seperti dikutip startribune.com, juga
menyatakan bahwa Marliem pernah membeli jam tangan senilai 135.000 dollar AS dari sebuah butik
di Beverly Hills.[115] Fakta lainnya adalah Marliem menyatakan bahwa ia telah mengirimkan uang
senilai USD 700.000 ke Chairuman Harahap.[17]

Reaksi warganet[sunting | sunting sumber]


Terjadinya kasus korupsi e-KTP di era digital tidak hanya menimbulkan reaksi dari warga biasa,
namun juga dari warganet selaku pengguna media digital. Oleh karena itu mereka meluapkan
respon di jejaring sosial mereka masing-masing dengan beragam cara. Tak sekadar membuat
kreasi meme kemudian mengunggahnya di jejaring sosial seperti instagram, sebagian besar
warganet juga memanfaatkan fitur tagar tertentu pada twitter. Hal itu dikarenakan semakin banyak
warganet yang menuliskan tagar tertentu secara serempak dalam waktu bersamaan, maka akan
tercipta trending topic sehingga reaksi mereka atas kasus korupsi semakin tersebar luas. Tercatat
ada beberapa nama yang ditetapkan sebagai tersangka pada kasus korupsi e-KTP di Indonesia.
Namun sejak perjalanan kasus korupsi e-KTP tersebut bergulir, mayoritas reaksi warganet hanya
ditumpahkan kepada Setya Novanto.
Pada 15 November 2017 para warganet dihebohkan dengan tagar bertajuk
"#IndonesiaMencariPapah" yang menjadi trending topic Indonesia. Istilah papah digunakan merujuk
pada Novanto saat kasus "Papa minta saham" beberapa waktu lalu. Tagar
#IndonesiaMencariPapah ditulis oleh para warganet sebagai respon karena KPK belum berhasil
menangkap Setya Novanto sejak penetapannya sebagai tersangka untuk kedua kalinya pada 10
November 2017. KPK sempat mengunjungi rumah Novanto namun mereka tidak menemukannya di
sana.[116]

Salah satu meme tentang tiang listrik yang ditabrak Setya Novanto dalam kecelakaan

Respon warganet juga ditunjukkan saat Friedrich Yunadi, pengacara Setya Novanto menjelaskan
kepada para media pada 16 November 2017 bahwa Setya Novanto mengalami benjol di kepala
dengan ukuran sebesar bakpao setelah mengalami kecelakaan karena menabrak tiang listrik. Alih-
alih memberikan simpati, sebagian besar dari mereka justru memberikan komentar satir dan
guyonan di akun media sosial dan sebagian lainnya membuat meme. Meme yang dibuat beragam.
Salah satunya adalah meme berupa foto Setya Novanto tengah berbaring dengan sebuah bakpao
yang menutupi seluruh muka Setya Novanto seperti yang diunggah oleh akun twitter @RatuNyi2r
pada 17 November 2017.[117]
Dalam waktu bersamaan, para warganet juga membuat trending topic Indonesia di twitter dengan
tagar #SaveTiangListrik dan pada 17 November 2017. Respon lainnya juga ditunjukkan dengan
diunggahnya meme-meme tentang tiang listrik ke media sosial. Hal itu dikarenakan banyak
warganet yang menilai bahwa kecelakaan tunggal yang dialami Setya Novanto dengan menabrak
tiang listrik di kawasan Permata Hijau, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan bersifat janggal.[18][118]

Pemberitaan media asing[sunting | sunting sumber]


Bergulirnya kasus e-KTP tak hanya menjadi perhatian bagi media nasional, melainkan juga media
asing. Di antara berbagai rangkaian peristiwa yang terjadi pada kasus korupsi e-KTP, keterlibatan
Setya Novanto dominan menjadi fokus berita. Saat Setya Novanto hilang dari KPK, sejumlah media
asing memberitakannya. Washington Post dan The New York Times, dua media asal Amerika
Serikat memuat berita berjudul "Top Indonesia Official Escapes Arrest by Anti-Graft Police" yang
dikutip dari Associated Press. Sementara itu media Australia, ABC memberitakannya dalam judul
"Indonesian Speaker Setya Novanto wanted for questioning over corruption scandal, but unable to
be found". Lebih lanjut, ABC menulis bahwa kasus tersebut adalah ujian bagi Joko Widodo.[119]
Selain hilangnya Novanto, media asing juga mewartakan tentang jalannya sidang pokok perkara
yang perdana. Media AFP yang berbasis di Perancis menulis berita dengan judul "Indonesian
Speaker Setya Novanto's corruption trial delayed by his 'diarrhoea'". Media tersebut menyatakan
bahwa sidang kasus Novanto yang merupakan sidang korupsi terbesar di Indonesia dalam
beberapa tahun yang tertunda setelah Novanto mengklaim mengalami diare. The Washington Post
dan ABC News juga turut memberitakan kasus ini dengan mengutip pemberitaan dari The
Associated Press.[19]

Referensi

You might also like