Professional Documents
Culture Documents
Oleh:
Vanadia Nurul Meta, S.Ked
04114705002
Pembimbing:
dr. Arizal Agus, SpU
HALAMAN PENGESAHAN
Oleh:
Vanadia Nurul Meta
04114705002
Telah dilaksanakan dan disetujui pada bulan Oktober 2013 sebagai salah satu
persyaratan guna mengikuti ujian Kepaniteraan Klinik Senior di
Bagian/Departemen Ilmu Bedah FK Unsri/ RSUP Dr. Mohammad Hoesin
Palembang Periode 23 September – 30 November 2013.
BAB I
STATUS PASIEN
1.1 IDENTIFIKASI
a. Nama : Tn. supriadi
b. Usia : 53 tahun
c. Jenis Kelamin : Laki-laki
d. Kebangsaan : Indonesia
e. Suku : Palembang
f. Status Pernikahan : Menikah
g. Pekerjaan : Wiraswasta
h. Agama : Islam
i. Alamat : Rt 03 Rw 11 Kelurahan 11 ulu
Kecamatan Seberang Ulu II Palembang
j. MRS : 30 September 2013
k. No. Rekam Medis : 741583
1.2 ANAMNESIS
(Alloanamnesis dilakukan pada tanggal 10 Oktober 2013)
Keluhan Utama:
Sakit pinggang sebelah kanan sejak 2 bulan yang lalu
Riwayat Perjalanan Penyakit:
Sejak 6 bulan yang lalu penderita mengeluh sakit pinggang kanan, sakit
dirasakan hilangg timbul, sakit tidak dipengaruhi oleh aktivitas dan
perubahan posisi. Rasa sakit saat BAK tidak ada, alirannya lancar,sakit
setelah BAK tidak ada, Riwayat kencing bercampur darah tidak ada, riwayat
kencing berpasir tidak ada, kencing mengelurkan batu tidak ada,kencing tidak
lampias ada. BAB tidak ada keluhan, untuk mengurangi rasa sakit, penderita
biasanya menggunakan balsem, namun keluhan tidak berkurang.
Sejak 3 bulan yang lalu penderita masih mengeluh sakit pinggang sebelah
kanan semakin bertambah menjalar kepunggung
1.3 PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalis
Keadaan Umum : Baik
Kesadaran : Compos mentis
Tekanan Darah : 150/90 mmHg
Nadi : 86x/menit
4
Pernafasan : 20x/menit
Suhu : 36,8 °C
Mata : Konjungtiva palpebra anemis (-)
Pupil : isokor/refleks cahaya (+)
Dada : Tidak ada kelainan
Abdomen : Lihat status lokalis
Genitalia : Lihat status lokalis
Anal : Tidak ada kelainan
Ekstremitas atas : Tidak ada kelainan
Ekstremitas bawah : Tidak ada kelainan
Status Lokalis
Abdomen
Inspeksi : Datar
Palpasi : Nyeri Tekan (-)
Perkusi : Tympani
Auskultasi : Bising Usul (+) normal
Regio CVA
Kanan Kiri
Inspeksi : Bulging (-) (-)
Palpasi : Massa (-) (-)
Nyeri tekan (-) (-)
Perkusi : Nyeri ketok (-) (-)
Rectal Toucher :
TSA baik
Prostat teraba membesar
5
b. BNO
6
c. USG
7
Kesan
BPH
Batu buli-buli multiple
I.7 Penatalaksanaan
TURP
Vesikolitotomi terbuka
I.8 Prognosis
Quo ad vitam : Bonam
Quo ad functionam : dubia ad bonam
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2. Tulang tengkorak
Tulang tengkorak terdiri dari calvarium (kubah) dan basis
cranii (bagian terbawah). Pada kalvaria di regio temporal tipis, tetapi
di daerah ini dilapisi oleh otot temporalis. Basis cranii terbentuk tidak
rata sehingga dapat melukai bagian dasar otak saat bergerak akibat
proses akselerasi dan deselarasi.
Pada orang dewasa, tulang tengkorak merupakan ruangan keras
yang tidak memungkinkan terjadinya perluasan isi intracranial.
Tulang tengkorak terdapat tiga lapisan, yaitu tabula eksterna,
diploe, dan tabula interna. Dinding luar disebut tabula eksterna, dan
dinding bagian dalam disebut tabula interna. Tabula interna
mengandung alur-alur yang berisi arteria meningea anterior, media dan
posterior.
Rongga tengkorak dasar dibagi atas 3 fossa yaitu fosa anterior
yang merupakan tempat lobus frontalis, fosa media yang merupakan
tempat lobus temporalis, fosa posterior yang merupakan tempat bagian
bawah batang otak dan cerebellum.
10
3. Meningen
Selaput meningen menutupi seluruh permukaan otak dan terdiri
dari 3 lapisan yaitu:
Duramater adalah selaput keras yang terdiri atas jaringan ikat
fibrosa yang melekat erat pada permukaan dalam kranium. Karena
tidak melekat pada selaput arakhnoid di bawahnya, maka terdapat
suatu ruang potensial (ruang subdura) yang terletak antara
durameter dan arakhnoid yang kaya akan pembuluh vena, sehingga
apabila terjadi robekan pada dura, terjadi perdarahan yang akan
menumpuk pada ruangan ini yang dikenal sebagai perdarahan
subdural.
Selaput arakhnoid adalah membran fibrosa halus, tipis, elastis, dan
tembus pandang. Di bawah lapisan ini terdapat ruang yang dikenal
sebagai subarakhnoid, yang merupakan tempat sirkulasi cairan
LCS.
Piamater adalah membran halus yang melekat erat pada
permukaan korteks cerebri, memiliki sangat banyak pembuluh
darah halus, dan merupakan satu-satunya lapisan meningeal yang
masuk ke dalam semua sulkus dan membungkus semua girus.
b. Perbedaan massa dari jaringan otak dan dari tulang kepala menyebabkan
perbedaan percepatan getaran berupa akselerasi, deselerasi dan rotasi.
Kekuatan gerak ini dapat menimbulkan CO berupa kompresi, peregangan
dan pemotongan. Benturan dari arah samping akan mengakibatkan
terjadinya gerakan atau gesekan antara massa jaringan otak dengan bagian
tulang kepala yang menonjol atau bagian-bagian yang keras seperti falk
dengan tentoriumnya maupun dasar tengkorak dan dapat timbul lesi baik
coup maupun contra coup. Lesi coup berupa kerusakan berseberangan atau
jauh dari tempat benturan misalnya di dasar tengkoran. Benturan pada
bagian depan (frontal), otak akan bergerak dari arah antero-posterior,
sebaliknya pada pukulan dari belakang (occipital), otak bergerak dari arah
postero-anterior sedangkan pukulan di daerah puncak kepala (vertex), otak
bergerak secara vertikal. Gerakan-gerakan tersebut menyebabkan terjadinya
coup dan contra coup
c. Bila terjadi benturan, akan timbul gelombang kejut (shock wave) yang akan
diteruskan melalui massa jaringan otak dan tulang. Gelombang tersebut
menimbulkan tekanan pada jaringan, dan bila tekanan cukup besar akan
menyebabkan terjadinya kerusakan jaringan otak melalui proses
pemotongan dan robekan. Kerusakan yang ditimbulkan dapat berupa :
“Intermediate coup”, contra coup, cidera akson yang difus disertai
perdarahan intraserebral
d. Perbedaan percepatan akan menimbulkan tekanan positif di tempat benturan
dan tekanan negatif di tempat yang berlawanan pada saat terjadi benturan.
Kemudian disusul dengan proses kebalikannya, yakni terjadi tekanan negatif
di tempat benturan dan tekanan positif di tempat yang berlawanan dengan
akibat timbulnya gelembung (kavitasi) yang menimbulkan kerusakan pada
jaringan otak (lesi coup dan contra coup).
16
Impresi Fraktur
Coup Contusio
Epidural Hematom
Subdural Hematom
2. Inert = Impulsif
Intermediate Coup
17
Neurovascular Neuron
( Pembuluh Darah Otak ) ( Se lOtak )
COS
SEMBUH
1. Kerusakan sel otak
Pada CO terjadi proses fagositik (phagocytic process) dan akan terbentuk
gelembung lemak di dalam sel (fat granule cells) yang mengakibatkan
terjadinya kerusakan sel otak.
2. Kerusakan pembuluh darah
Terjadi bendungan dan dilatasi kapiler dan vena ; bila berkelanjutan,
keadaan menjadi lebih berat, akan menimbulkan gangguan permeabilitas,
diikuti dengan degenerasi dan nekrosis dinding pembuluh darah yang
mengakibatkan pecahnya pembuluh darah yang bersangkutan sehingga
terjadi perdarahan. Secara makro di daerah kontusio terlihat suatu area
perdarahan yang menyebar dan menembus korteks ke substansia alba,
bentuknya tidak teratur dan biasanya terlokalisasi di daerah mahkota girus
otak.
3. Lokasi kerusakan
Kerusakan pembuluh darah dan aliran darah berdasarkan lokasi kerusakan
jaringan otak pada CO adalah :
- coup, bila CO terjadi di tempat benturan
- contra coup, bila CO terjadi di tempat di sisi yang berlawanan atau jauh
dari tempat benturan
- intermediate coup, bila CO terjadi intraserebral di antara coup dan contra
coup
18
II.1.7. Diagnostik
a. CT Scan kepala pada CO
Indikasi pemeriksaan CT-scan pada cedera kepala adalah :
1. GCS <15 atau dengan penurunan kesadaran > 1 point selama
observasi.
2. Cedera kepala ringan disertai dengan fraktur tengkorak.
3. Adanya tanda klinis fraktur basis cranii.
4. Desertai kejang
5. Adanya tanda neurologis fokal.
6. Sakit kepala yang menetap.
Pembacaan hasil CT-scan secara sistematis hendaknya diurut seccara
sentrifugal, meliputi :
1. tentukan tinggi pemotongan slice pada CT-scan dan enali struktur
anatomis yang berhubungan dengan potongan tersebut.
2. Lakukan penilaian terhadap pergeseran garis tengah (midline shift),
apakah terdapat pergeseran, jika ada apakah pergeseran > 5mm atau >
5mm.
3. Lakukan penilaian sistem ventrikel dan cisterna, perhatikan bentuk,
ukuranm adanya enekanan, periventrikuler edema, gambaran hiperdens
intraventrikuler (intraventrikular hemorage), atau adanya penebalan
dinding ventrikel (ventrikulitis). Jika gambaran cisterna ambiens
menghilang merupakan tanda peningkatan tekanan intrakranial.
4. Lakukan penilaian terhadap parenkim otak, apakkah ada lesi hiperdens
(perdarahan) atau hipodens (iskeik atau edema).
5. Lakukan penilaian kontur girus, sulkus, fisura, apakah terdapat
gambaran jierdens (perdarahan) atau atropi serebral. Jika terdapat
gambaran hiperens, bagaimana bentuk lesi tersebut, apaka bikonveks,
crescent (bulan sabit), atau mengikuti kontur girus, sulkus, dan fissura.
Nilai juga isi volume lesi tersebut menggunakan:
Isi = (panjang x lebar x tinggi) / 2
6. Lakukan penilaian tulang-tulang, apakah terdapat fraktur, gambaran
dan lokasi fraktur, dll.
7. Lakukan penilaian jaringan lunak ekstrakranial, apakah terdapat
subgleal hematoma, cephal hematoma, dll.
21
Dalam jaringan otak normal terdapat suatu sistem yang mengatur aliran
darah dengan mengubah besar kecilnya diameter pembuluh darah sehingga
kebutuhan darah, oksigen dan glukose untuk otak dapat dipenuhi. Sistem ini
disebut autoregulasi pembuluh darah otak.
Energi dibutuhkan untuk melaksanakan fungsi otak (lihat gambar).
Glukose CO2
CO2 Laktat, Pirufat
ENERGI
Besarnya kebutuhan energi otak ini disebabkan oleh karena beberapa hal
yaitu :
- otak tidak mempunyai simpanan O2 atau hanya sangat minim. Bila suplai O 2
terhenti, otak hanya dapat bertahan selama 3 menit.
- otak memerlukan energi tinggi dan energi hanya didapat dari luar (bahan
eksogen), sehingga bila terjadi kekurangan sumber energi dari luar akan
berakibat terjadinya gangguan fungsi otak
- dalam keadaan istirahat (resting) semua kapiler pembuluh darah otak hampir
terbuka maksimal sehingga untuk penambahan isi dalam kenyataannya tidak
dimungkinkan lagi.
Gangguan ADO pada CO dapat berupa gangguan pada autoregulasi,
gangguan aliran akibat spasme/konstriksi, dan hipoksemia.
sehingga aliran darah ke otak tidak banyak berubah, walaupun tekanan darah
arteriil sistemik mengalami fluktuasi. Penurunan tekanan darah sistemik
sampai mencapai 50 mmHg masih dapat diatasi oleh fungsi autoregulasi
serebral ini, tanpa menimbulkan gangguan aliran darah regional.
Beberapa teori tentang dasar dari mekanisme autoregulasi adalah :
a. Teori Miogenik
Kenaikan tekanan darah arteriil sistemik akan mendorong
pembuluh darah untuk berkontraksi sehingga terjadi kenaikan resistensi
vaskuler, dan lebih lanjut mengakibatkan penurunan alirah darah
sampai ke batasa normal. Demikian pula sebaliknya, penurunan tekanan
darah arteriil sistemik akan mengakibatkan relaksasi dinding pembuluh
darah serebral, sehingga terjadi penurunan resistensi vaskuler.
b. Teori Neurogenik
teori ini didasarkan adanya serabut-serabut saraf perivaskuler yang
menyertai pemuluh darah serebral. Pusat yang sensitif terhadap CO 2
terdapat di batang otak dan pengaturan resistensi pembuluh darah
serebral melalui mekanisme neurogenik.
c. Teori Metabolik
Dasar hipotesa adalah arteri mempunyai kemampuan sebagai
elektroda terhadap tekanan CO2 (PCO2).
Disamping itu : CO2 dapat berdifusi secara bebas melalui membran
pembuluh darah, sedangkan ion Hidrogen dan Bikarbonat tidak. pH di
sekitar dan di dalam sel otot polos dipengaruhi oleh ion Bikarbonat
ekstravaskuler dan Karbondioksida intravaskuler.
Perubahan akut dari PCO2 arteri akan mengakibatkan perubahan
pH secara mencolok dan selanjutnya memacu penyesuaian dari aliran
darah otak. Apabila kondisi PCO2 ini tetap, pH cairan ekstravaskuler
lambat laun akan berubah ke arah normal melalui proses transport aktif
dari sel glia, sampai pH terkoreksi sesuai kondisi reseptor pH pembuluh
darah dan resistensi pembuluh serebral kembali normal.
24
b. Circulation
Hipotensi merupakan salah satu penyebab terjadinya perburukan
pada penderita cedera kepala. Bila terjadi hipotensi harus dilakukan
tindakan untuk menormalkan kembali tekanan darahnya. Hipotensi
biasanya tidak terjadi pada cedera otak itu sendiri kecuali pada stadium
terminal dimana medulla oblongata sudah mengalami gangguan.
Pemantauan fungsi sirkulasi dilakukan untuk menduga adanya syok,
27
terutama bila terdapat juga trauma di tempat lain, misalnya trauma thoraks,
trauma abdomen, fraktur ekstremitas. Selain itu peninggian tekanan darah
yang disertai dengan melambatnya frekuensi nadi dapat merupakan gejala
awal peninggian tekanan intrakranial, yang biasanya dalam fase akut
disebabkan oleh hematom epidural.
Status sirkulasi dapat dinilai secara cepat dengan memeriksa
tingkat kesadaran dan denyut nadi (circulation). Tindakan lain yang dapat
dilakukan adalah mencari ada tidaknya perdarahan eksternal, menilai
warna serta temperatur kulit, dan mengukur tekanan darah. Denyut nadi
perifer yang teratur, penuh, dan lambat biasanya menunjukkan status
sirkulasi yang relatif normovolemik. Pada penderita dengan cedera kepala,
tekanan darah sistolik sebaiknya dipertahankan di atas 100 mmHg untuk
mempertahankan perfusi ke otak yang adekuat. Denyut nadi dapat
digunakan secara kasar untuk memperkirakan tekanan sistolik. Bila denyut
arteri radialis dapat teraba maka tekanan sistolik lebih dari 90 mmHg. Bila
denyut arteri femoralis yang dapat teraba maka tekanan sistolik lebih dari
70 mmHg. Sedangkan bila denyut nadi hanya teraba pada arteri karotis
maka tekanan sistolik hanya berkisar 50 mmHg. Bila ada perdarahan
eksterna, segera hentikan dengan penekanan pada luka. Cairan resusitasi
yang dipakai adalah Ringer Laktat atau NaCl 0,9%, sebaiknya dengan dua
jalur intravena. Pemberian cairan jangan ragu-ragu, karena cedera
sekunder akibat hipotensi lebih berbahaya terhadap cedera otak
dibandingkan keadaan edema otak akibat pemberian cairan yang
berlebihan. Posisi tidur yang baik adalah kepala dalam posisi datar, cegah
head down (kepala lebih rendah dari leher) karena dapat menyebabkan
bendungan vena di kepala dan menaikkan tekanan intrakranial.
2. Status Kesadaran
Status kesadaran dilakukan dengan melakukan pemeriksaan GCS dan
fungsi pupil setelah status vital dalam keadaan stabil.
Glasgow Coma Scale
28
terhadap nyeri 2
tidak ada 1
Respon motorik (M)
ikut perintah 6
melokalisir nyeri 5
diregang)
fleksi abnormal (dekortikasi) 3
Amnesia.
Nyeri kepala.
Pengelolaan:
Pemeriksaan umum untuk menegakkan cedera sistemik.
Pemeriksaan neurologis terbatas.
Radiografi tengkorak.
Radiografi servikal dan lain-lain atas indikasi.
Kadar alkohol darah serta urin untuk skrining toksik.
CT scan idealnya dilakukan bila didapatkan tujuh pertama dari kriteria
rawat.
Kriteria Rawat:
CT scan tidak ada.
CT scan abnormal.
Semua cedera tembus.
Riwayat kehilangan kesadaran (lebih dari 15 menit).
Nyeri kepala sedang hingga berat.
Intoksikasi alkohol atau obat.
Kebocoran CSS, otorrhea atau rhinorrhea.
Fraktur tengkorak.
Cedera penyerta yang jelas.
Tidak punya orang serumah yang dapat dipertanggungjawabkan.
GCS <15.
Defisit neurologis fokal yang jelas.3
Dipulangkan dari UGD:
Pasien tidak memiliki kriteria rawat.
Beritahukan untuk kembali bila timbul masalah dan jelaskan tentang
'lembar peringatan'
Rencanakan untuk kontrol dalam 1 minggu
II.3.3.2 Hiperventilasi
Hiperventilasi dilakukan untuk menurunkan PCO2 yang akan
menyebabkan vasokonstriksi pada pembuluh darah otak. Selain itu, hiperventilasi
dilakukan dengan tujuan menekan metabolisme anaerob sehingga menekan
32
II.3.3.3 Manitol
Manitol digunakan untuk menurunkan TIK yang meningkat dimana
manitol bekerja dengan cara "menarik" air dari ruang intersel ke dalam ruang
intravaskular untuk kemudian dikeluarkan melalui diuresis. Indikasi pemberian
manitol adalah deteriorisasi neurologis akut seperti terjadi dilatasi pupil,
hemiparesis, atau kehilangan kesadaran saat pasien dalam observasi. Sediaan yang
tersedia biasanya berupa cairan dengan konsentrasi 20%, dosis yang biasanya
digunakan adalah 1 gram/kgBB yang diberikan secara bolus intravena. Dosis
tinggi manitol tidak boleh diberikan pada penderita dengan hipotensi karena akan
memperberat hipovolemia.
II.3.3.4 Furosemid
Furosemid biasanya diberikan bersama dengan manitol untuk menurunkan
TIK. Dosis yang biasanya digunakan adalah 0,3-0,5 mg/kgBB secara bolus
intravena. Dosis tinggi furosemid tidak boleh diberikan pada penderita dengan
hipotensi karena akan memperberat hipovolemia.
II.3.3.5 Barbiturat
Barbiturat bermanfaat untuk untuk menurunkan TIK yang refrakter
terhadap obat-obatan lain. Barbiturat bekerja dengan cara mem"bius" pasien
sehingga metabolisme otak dapat ditekan serendah mungkin, akibatnya kebutuhan
oksigen juga akan menurun; karena kebutuhan yang rendah, otak relatif lebih
terlindung dari kemungkinan kerusakan akibat hipoksi, walaupun suplai oksigen
berkurang. Hipotensi sering terjadi pada penggunaan barbiturat. Oleh karena itu,
obat ini tidak diberikan pada fase akut resusitasi.
II.3.3.6 Antikonvulsan
33
Ada 3 faktor utama yang berkaitan dengan insiden epilepsi pasca trauma,
yaitu kejang awal yang terjadi pada minggu pertama, perdarahan intrakranial,
fraktur depresif. Pada beberapa penelitan menunjukkan, pemberian antikonvulsan
bermanfaat untuk menghindari kejang dalam minggu pertama setelah cedera
kepala tapi tidak setelah itu.
yang tidak sama dari substansia alba dan grisea pada berbagai spesies, dan variasi
sistem kolateral pembuluh darah otak. Pada percobaan edema otak oleh suatu
trauma, terjadi pengumpulan cairan yang berlebihan terutama di rongga
ekstraseluler, dan ini bisa dibuktikan dengan cara :
- pemberian bahan yang mengandung Evens blue, dimana terlihat
pengumpulan bahan kontras di rongga ekstraseluler
- pengecatan dengan Massons trichrome stain untuk melihat adanya
kandungan protein di dalam rongga ekstraseluler dan intraseluler.
Pada CO belum dapat diketahui dengan jelas berbagai hal terutama yang
menyangkut patofisiologi terjadinya edema serta lamanya edema berlangsung. Hal
ini menyulitkan penatalaksanaan yang bertujuan mengurangi edema otak. Waktu
terjadinya dan lamanya edema otak berlangsung, sangat bervariasi, berkisar antara
beberapa detik, beberpa menit hingga beberapa jam – 24 jam, edema otak akan
mencapai puncak dalam 24 jam, dan berangsur-angsur berkurang hingga reda
dalam beberapa hari. Tetapi ada percobaan yang menunjukkan bahwa edema otak
berlanjut dan mencapai puncak pada minggu ke II (hari ke 7 – 10) dan baru reda
dalam waktu 21 hari. Keadaan ini sesuai dengan patofisiologi perluasan edema
otak akibat COS karena pengaruh vasospasme, yang dapat dibuktikan dengan
pemeriksaan CT Scan kepala dan angiografi pembuluh darah otak.
Trauma
COP
Baik
Metabolisme Anaerob
Edema vasogenik
+
Sitotoksik Edema sitotoksik
COS
BAB III
ANALISIS KASUS
penekanan yang sangat kuat sehingga menimbulkan muntah yang merupakan efek
dari peningkatan tekanan intrakranial.
Pada pemeriksaan fisik survey primer didapatkan airway baik, breathing
dan circulation dalam batas normal. Penilaian airway dalam keadaan baik
didasarkan pada tidak terdapat tanda obstruksi jalan nafas dimana pasien dapat
berbicara dengan lancar. Tanda-tanda objektif untuk menilai jalan nafas yaitu pada
look, dimana penderita tidak gelisah yang menunjukkan kesan bahwa pasien tidak
mengalami hipoksia, tidak mengalami sianosis pada daerah kuku dan sekitar
mulut, dan tidak bernafas menggunakan otot nafas tambahan / gerak dada
paradoks. Sedangkan pada listen tidak ditemukan suara berkumur (gurgling) yang
menunjukkan adanya lendir, muntahan, darah, dan lain-lain di dalam mulut), tidak
ditemukan snoring (suara mendegkur – menunjukkan adanya sumbatan jalan
nafas atas dimana lidah jatuh ke posterior pharynx), crowing atau stridor (bersiul
– menunjukkan adanya sumbatan di saluran nafas bawah terutama pada bronkus
akibat adanya benda asing), hoarness (suara parau – menunjukkan sumbatan pada
laring yang biasa terjadi akibat edema laring). Pada airway juga diperhatikan
stabilitas tulang leher dan segera dilakukan pemberian oksigen dengan sungkup
muka atau kantung nafas. Pada penilaian Breathing dilakukan pemeriksaan berupa
look yaitu tidak ditemukan tanda-tanda seperti sianosis, luka tembus dada, fail
chest, gerakan otot nafas tambahan, pada feel tidak terlihat pergeseran letak
trakea, patah tulang iga, emfiema kulit, dan dengan perkusi tidak ditemukan
hemotoraks dan atau pneumotoraks, sedangkan pada listen tidak didapatkan suara
nafas tambahan, suara nafas menurun, dan dinilai frekuensi pernapasan yang
berada dalam batas normal (RR normal pada orang dewasa: 16-20 kali/menit).
Pada Circulation dinilai tekanan darah dan frekuensi nadi yang dalam batas
normal. Setelah ABC dalam keadaan stabil, maka dilakukan penilaian Disability
berupa penilaian menurut Glasgow Coma Scale (GCS) didapatkan nilai Eye = 3,
nilai Motorik = 6, dan nilai Verbal = 4 sehingga jumlanya 13, pemeriksaan fungsi
pupil meliputi simetrisitas dan reaksi pupil terhadap cahaya untuk menilai masih
utuhnya fungsi otak tengah dan N.III, didapatkan pupil isokor dan refleks cahaya
+/+, berarti fungsi pupil penderita masih baik.
37
jika penanganannya cepat maka sequele pasca trauma kepala dapat ditekan
seminimal mungkin.
39
DAFTAR PUSTAKA
1. Becker, D.P., Miller, J.D., Sweet, R.C., Young, H.F., Sullivan, H. And Griffith
(1979). Head injury management. In : Neural trauma. Editors : Popp, A.J.,
Gourke, R.S., Nelson, L.R. and Kimelberg, H.K. Raven press New York, pp
313-328.
2. Bullock, R. And Fujisawa, H. (1992). The Role of glutamate antagonists for
the treatment of CNS injury J.Neurotrauma, 9,443-462.
3. Clubb, R.J., Maxwell, R. and Chou, S. (1980). Experimental brain injury in
the dog : Pathophysiological correlation. In: Intracranial pressure IV. Editors:
Schulman, K., Marmarou, A., Miller, J.D., Becker, D.P., Hochwald, G.M. and
Brock, M. Springer-Verlag. Berlin, pp 66-69.
4. Diaz-Marchan PJ, Hayman LA, Carrier DA, Feldman DL (1996). Computed
tomography of closed head injury. In: Narayan RK, Wilberger JE, Povlishock
JT (eds). Neurotrauma. McGraw-Hill.New York. Pp. 137-149.
5. FCA (1998). Fact sheet: Traumatic brain injury: selected statistics.
http://www.caregiver.org/factsheets/tbi_statsC.html
6. Gennarelli, T.A. and Thibault, L.E.(1985). Biomechanics of head injury. In :
Neurosurgery volume II. Editors : Wilkins, R.H. and Rengachary, S.S., Mc
Graw Hill USA, pp 1531 - 1535
7. Graham, D.I., Adam, J.H. and Gennarelli, T.A. (1987). Pathology of brain
damage in head injury. In : Head injury second edition. Editors : Cooper, P.R.,
Williams and Wilkins, baltimore USA, pp 72-88.
8. Gromek, A., Dzajkowska, D., Dzernicki, Z., Jurkiewics, J. And Kunichi, A.
(1973). Biochemical disturbance in experimental brain edema. In: Advances in
9. Hafid, B. 2002. Kranioplasti Ototransplantasi Kalvarium. Perbandingan
Penyimpanan di Subgalea dan Penyimpanan Beku [Disertasi]. Program
Pascasarjana Universitas Airlangga, Surabaya.
10. Hayes, R.I. and Ellison, M.D. (1989). Animal models of concussion of head
injury. In : Textbook of head injury. Editors : Becker, D.P. and Gudermann,
S.K.., W.B. Sounders. Philadelphia, pp 426
40
11. Jennett, B., Teasdale, G.(1981). Management of head injuries. F.A. Davis Co,
Philadelphia pp 77 - 93
12. Kaplan, M.S. (1988) . Plasticity after brain lession : contemporary concepts
Arch phys med rehabil, 69, 984 - 991
13. Marmarou, A., Takagi, H., Haegens, C.W. and Shulman, K. (1980). Effects of
cerebral edema upon viscoelastic properties of brain tissue. In : Intracarnial
pressure IV. Editors : Shulman, K., Marmarou, A., Miller, J.D., Becker, D.P.,
Hochwald, G.M. and Brock, M. Springer - Verlag. Berlin, pp 97 - 101
14. Marmarou, A. And Tabaddor, K. (1987). Intracranial pressure. Physiology and
pathophysiology. In : Head injury second edition. Editors : Cooper, P.R.,
Williams and Wilkins, Baltimore USA, pp 159 - 176
15. Marmarou, A. (1992). Intracellular acidosis in human and experimental brain
injury. J.Neurotrauma, 9 551 - 526
16. McIntosh TK, Saatman KE, Raghupathi R, Graham DI, Smith DH, Lee VMY,
Trojanowski JQ. (1998). The molecular and cellular sequelae of experimental
traumatic brain injury: Pathogenetic mechanisms. Neuropathology and applied
Neurobiology 24,251-67.
17. Miller, D. (1973). Effect of hyperbaric oxygen on intracranial pressure in brain
edema. In : advances in neurosurgery I : Brain edema and cerebello pontine
angel tumors. Editors : Schurmann, K., Brock, M., Reulen, H.J. and Voth, D.
Springer - Verlag. Berlin, pp 150 - 157
18. Popp, A.J. and Bourke, R.S. (1985). Pathophysiology of head injury. In :
Neurosurgery volume II. Editors : Wilkins, R.H. and Rengachary, S.S., Mc
Graw Hill USA, pp 1536 - 1543
19. Povlishock, J.T. (1989). Experimental studies of head injury. In : Textbook of
head injury. Editors : Becker, D.P. and Gudemann, S.K., W.B. Sounders.
Philadelphia, pp 437 - 450
20. Rapoport, S.I. (1979). Roles of cerebro vascular permeability, brain
compliance and brain hydraulic conductivity in vasogenic brain edema. In :
Neural trauma. Editors : Popp, A.J., Bourke, R.S., Nelson, L.R. and
Kimelberg, H.K. Raven press New York, pp 51-62.
41