Professional Documents
Culture Documents
Hariyati
14.IK.389 Angga Irawan, S.Kep.,Ns., M.Kep
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan
rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya saya dapat menyelesaikan proposal
pendidikan kesehatan ini. Saya sangat berharap proposal pendidikan kesehatan ini
dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta pengetahuan kita.Saya juga
menyadari sepenuhnya bahwa di dalam proposal pendidikan kesehatan ini terdapat
kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, saya berharap adanya kritik,
saran dan usulan demi perbaikan proposal pendidikan kesehatan yang telah saya buat
di masa yang akan datang.
Semoga hasil proposal pendidikan kesehatan sederhana ini dapat dipahami
bagi siapapun yang membacanya.Sekiranya proposal pendidikan kesehatan yang telah
disusun ini dapat berguna bagi saya sendiri maupun orang yang membacanya.
Kelompok
2
RINGKASAN KEGIATAN
3
DAFTAR ISI
A. Target ......................................................................................................8
B. Luaran......................................................................................................8
A. Kegiatan ..................................................................................................9
B. Waktu dan Tempat ..................................................................................9
C. Metode dan Media ...................................................................................9
D. Struktur Kepanitiaan ...............................................................................9
BAB V. PENUTUP ..................................................................................................10
LAMPIRAN .............................................................................................................12
4
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Diabetes Mellitus pada dasarnya merupakan kelainan kronis pada
homeostasis glukosa yang ditandai dengan beberapa hal yaitu peninggian
kadar gula darah, kelainan dari kerja insulin, sekresi insulin dari pankreas
yang abnormal dan peningkatan produksi glukosa oleh hepar (Camacho et al,
2007). Diabetes melitus dapat diklasifikasikan menjadi beberapa kelompok.
Bentuk paling umum dari diabetes melitus adalah diabetes melitus tipe 1,
diabetes melitus tipe 2 dan diabetes melitus gestasional (CDC, 2012). Pada
Diabetes melitus tipe 1 atau Insulin Dependent Diabetes Mellitus (IDDM),
terjadi gangguan proses autoimun dimana tubuh menyerang sel beta pankreas
sedangkan pada diabetes melitus tipe 2 atau Non-Insulin Dependent Diabetes
Mellitus (NIDDM), dapat terjadi dua kondisi dimana pankreas memproduksi
insulin, tetapi jumlah insulin yang diproduksi tidak adekuat atau terjadinya
resistensi insulin (Rizzo, 2001). Diabetes gestasional adalah hiperglikemia
dengan onset atau pertama kali diketahui selama kehamilan. Gejala diabetes
gestational mirip dengan diabetes tipe 2 (CDC, 2012). Pada tahun 2012,
dikatakan prevalensi angka kejadian diabetes me litus di dunia adalah
sebanyak 371 juta jiwa (IDF, 2013), dimana proporsi kejadian diabetes
melitus tipe 2 adalah 95% dari populasi dunia yang menderita diabetes
mellitus dan hanya 5% dari jumlah tersebut menderita diabetes mellitus tipe 1
(CDC, 2012). Menurut laporan badan kesehatan dunia atau World Health
Organisation (WHO) pada tahun 2000 dianggarkan sebanyak 171 juta jiwa
menderita diabetes melitus tipe 2 dan diperkirakan pada 2030 akan terjadi
peningkatan sebanyak 195 juta jiwa lagi yang akan menderita diabetes tipe 2
(WHO, 2013). Studi populasi Diabetes Mellitus tipe 2 di berbagai Negara
5
oleh WHO menunjukkan jumlah penderita diabetes me litus pada tahun 2000
di Indonesia menempati urutan ke -4 terbesar dengan 8,426 juta orang dan
diperkirakan akan menjadi sekitar 21,257 juta pada tahun 2030. (WHO,
2013).
Diabetes melitus merupakan penyakit kronis progresif yang menjadi
salah satu permasalahan medis, bukan hanya karena prevalensinya yang
meningkat dari tahun ketahun, tetapi juga karena penyakit ini umumnya dapat
bermanifestasi ke gangguan penyakit sistemik lain seperti kelainan
makrovaskuler dan mikrovaskuler (Wild et al, 2000). Anemia secara
fungsional dapat didefinisikan sebagai penurunan massa se l darah merah
sehingga tidak memadai untuk transportasi oksigen yang optimal ke jaringan
perifer (Tkachuk et al, 2007). Definisi anemia menurut WHO pula adalah
konsentrasi Hb dibawah 13 gr/dl pada laki -laki dan perempuan
postmenopouse dan konsentrasi Hb dibawah 12 g/dl pada perempuan lainnya
(WHO, 2008). Menurut laporan penelitian yang dilak ukan WHO pada tahun
1993-2005 diperkirakan 24.8% dari populasi dunia menderita anemia dan pr
evelensi tertinggi adalah pada negara-negara yang sedang berkembang (WHO,
2008). Anemia bukanlah diagnosa akhir dari suatu penyakit, tetapi merupakan
gejala dari suatu penyakit dasar yang dapat disebabkan oleh beberapa hal
yaitu, gangguan pada mekanisme produksi eritrosit, siklus penghancuran eri
trosit memendek atau adanya faktor eksternal seperti pendarahan. Prevelensi
anemia penyakit kronis merupakan yang kedua terbesar selepas anemia
defisiensi besi dengan proporsi sepertiga dari populasi dunia dengan
anemia.(Agustriadi et al, 2006). Anemia penyakit kronis atau anemia of
chronic disease (ACD) sering dikatakan terjadi pada penderita dengan
penyakit inflamasi kronis dan gagal ginjal seperti pada pasien diabetes dengan
nefropati, namun besar proporsi kejadian nefropati hanyalah 7% dari jumlah
penderita diabetes (Jerums et al, 2006). Bila terjadi penurunan dari fungsi
ginjal disebabkan diabetes melitus dengan nefropati, kemampuan ginjal untuk
memproduksi eritropoetin yang adekuat untuk regulasi eritrosit baru akan
6
terganggu. Hal ini akan memicu terjadinya peningkatan dari produksi sitokin
dan sel retikuloendotelial yang menginduksi perubahan homeostasis besi dan
produksi eritropoetin. Prevalensi penderita diabetes melitus yang didiagnosa
anemia dengan atau tanpa nefropati adalah sebanyak 57.1% (Jerums et al,
2006) .
Berdasarkan uraian diatas mahasiswa tertarik melakukan penyuluhan
kesehatan kepada pasien yang mengalami diabetes mellitus di rumah Ny. S.
B. Tujuan
a). Tujuan Umum
Setelah dilakukan tindakan penyuluhan kesehatan selama 20 menit tentang
Diabetes Melitus (DM ) Ny.S mengerti tentang penyakit diabetes mellitus.
b). Tujuan Khusus
Setelah dilakukan penyuluhan kesehatan 20 menit tentang diabetes mellitus
pendengar mengerti mengenai :
a. Mengetahui pengertian DM
b. Mengetahui penyebab DM
c. Mengetahui dan gejala DM
d. Mengetahui komplikasi DM
e. Mengetahui tentang penatalaksanaan pada pasien Diabetes Melitus (DM)
7
BAB II
TARGET DAN LUARAN
A. Target
Target yang ingin dicapai melalui kegiatan penyuluhan diabetes
mellitus ini adalah sebagai berikut.
1. Setelah dilakukan penyuluhan keluarga bisa memahami tentang
diabetes mellitus.
2. Setelah dilakukan penyuluhan kelurga dapat memahami terapi
modalitas diabetes mellitus.
B. Luaran
Luaran yang diharapkan melalui kegiatan penyuluhan diabetes
mellitus ini adalah sebagai berikut.
1. Menambah pengetahuan keluarga tentang diabetes mellitus
2. Menambah pengetahuan keluarga tentang terapi modalitas diabetes
mellitus.
8
BAB III
METODE PELAKSANAAN
A. Kegiatan
Penyuluhan tentang penyakit diabetes mellitus
B. Waktu dan tempat
a. Waktu
Hari : Rabu
Tanggal : 25 Oktober 2017
Pukul : 12.30 WITA
b. Tempat
Rumah : Ny. S
C. Metode dan Media
a. Metode
Ceramah dan Tanya jawab
b. Media
Lembar balik.
D. Susunan Kepanitiaan
1. Ketua : Hariyati
2. Anggota 1 : Arlita Lesar
3. Anggota 2 : Novia Aprillia
3 2
Keluarga
9
BAB V
PENUTUP
Diabetes mellitus adalah suatu penyakit yang ditandai dengan tingginya kadar
gula dalam darah (> 200 mg/ dL). Klasifikasi diabetes mellitus menurut WHO
(1985) yaitu Diabetes Mellitus type I dan Diabetes Mellitus type II. Tanda dan gejala
diabetes mellitus seperti Poliuri (banyak kencing), Polidipsi (banyak minum),
Polipagi (banyak makan), Berat badan menurun, lemas, lekas lelah, tenaga kurang ,
Mata kabur. Adapun komplikasi pada diabetes mellitus adalah Stroke ,Gagal ginjal,
Jantung, Nefropati , Kebutaan.
Demikian proposal penyuluhan ini dibuat sebagaimana mestinya. Semoga dapat
memberikan informasi kepada keluarga yang mengikuti penyuluhan ini. Besar
harapan saya untuk perhatian, partisipasi dan kesediaan pihak-pihak terkait dalam
membantu kegiatan ini.
10
DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar keperawtan medikal bedah, edisi 8 vol 3. Jakarta: EGC
Corwin, EJ. 2009. Buku Saku Patofisiologi, 3 Edisi Revisi. Jakarta: EGC
Johnson, M., et all. 2000. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition. New
Jersey: Upper Saddle River
Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media
Aesculapius
11
LAMPIRAN
A. Latar Belakang
Diabetes Mellitus pada dasarnya merupakan kelainan kronis pada
homeostasis glukosa yang ditandai dengan beberapa hal yaitu peninggian
kadar gula darah, kelainan dari kerja insulin, sekresi insulin dari pankreas
yang abnormal dan peningkatan produksi glukosa oleh hepar (Camacho et al,
2007). Diabetes melitus dapat diklasifikasikan menjadi beberapa kelompok.
Bentuk paling umum dari diabetes melitus adalah diabetes melitus tipe 1,
diabetes melitus tipe 2 dan diabetes melitus gestasional (CDC, 2012). Pada
Diabetes melitus tipe 1 atau Insulin Dependent Diabetes Mellitus (IDDM),
terjadi gangguan proses autoimun dimana tubuh menyerang sel beta pankreas
sedangkan pada diabetes melitus tipe 2 atau Non-Insulin Dependent Diabetes
Mellitus (NIDDM), dapat terjadi dua kondisi dimana pankreas memproduksi
insulin, tetapi jumlah insulin yang diproduksi tidak adekuat atau terjadinya
resistensi insulin (Rizzo, 2001). Diabetes gestasional adalah hiperglikemia
dengan onset atau pertama kali diketahui selama kehamilan. Gejala diabetes
gestational mirip dengan diabetes tipe 2 (CDC, 2012). Pada tahun 2012,
dikatakan prevalensi angka kejadian diabetes me litus di dunia adalah
sebanyak 371 juta jiwa (IDF, 2013), dimana proporsi kejadian diabetes
melitus tipe 2 adalah 95% dari populasi dunia yang menderita diabetes
mellitus dan hanya 5% dari jumlah tersebut menderita diabetes mellitus tipe 1
(CDC, 2012). Menurut laporan badan kesehatan dunia atau World Health
Organisation (WHO) pada tahun 2000 dianggarkan sebanyak 171 juta jiwa
menderita diabetes melitus tipe 2 dan diperkirakan pada 2030 akan terjadi
peningkatan sebanyak 195 juta jiwa lagi yang akan menderita diabetes tipe 2
(WHO, 2013). Studi populasi Diabetes Mellitus tipe 2 di berbagai Negara
oleh WHO menunjukkan jumlah penderita diabetes me litus pada tahun 2000
di Indonesia menempati urutan ke -4 terbesar dengan 8,426 juta orang dan
12
diperkirakan akan menjadi sekitar 21,257 juta pada tahun 2030. (WHO,
2013).
Diabetes melitus merupakan penyakit kronis progresif yang menjadi
salah satu permasalahan medis, bukan hanya karena prevalensinya yang
meningkat dari tahun ketahun, tetapi juga karena penyakit ini umumnya dapat
bermanifestasi ke gangguan penyakit sistemik lain seperti kelainan
makrovaskuler dan mikrovaskuler (Wild et al, 2000). Anemia secara
fungsional dapat didefinisikan sebagai penurunan massa se l darah merah
sehingga tidak memadai untuk transportasi oksigen yang optimal ke jaringan
perifer (Tkachuk et al, 2007). Definisi anemia menurut WHO pula adalah
konsentrasi Hb dibawah 13 gr/dl pada laki -laki dan perempuan
postmenopouse dan konsentrasi Hb dibawah 12 g/dl pada perempuan lainnya
(WHO, 2008). Menurut laporan penelitian yang dilak ukan WHO pada tahun
1993-2005 diperkirakan 24.8% dari populasi dunia menderita anemia dan pr
evelensi tertinggi adalah pada negara-negara yang sedang berkembang (WHO,
2008). Anemia bukanlah diagnosa akhir dari suatu penyakit, tetapi merupakan
gejala dari suatu penyakit dasar yang dapat disebabkan oleh beberapa hal
yaitu, gangguan pada mekanisme produksi eritrosit, siklus penghancuran eri
trosit memendek atau adanya faktor eksternal seperti pendarahan. Prevelensi
anemia penyakit kronis merupakan yang kedua terbesar selepas anemia
defisiensi besi dengan proporsi sepertiga dari populasi dunia dengan
anemia.(Agustriadi et al, 2006). Anemia penyakit kronis atau anemia of
chronic disease (ACD) sering dikatakan terjadi pada penderita dengan
penyakit inflamasi kronis dan gagal ginjal seperti pada pasien diabetes dengan
nefropati, namun besar proporsi kejadian nefropati hanyalah 7% dari jumlah
penderita diabetes (Jerums et al, 2006). Bila terjadi penurunan dari fungsi
ginjal disebabkan diabetes melitus dengan nefropati, kemampuan ginjal untuk
memproduksi eritropoetin yang adekuat untuk regulasi eritrosit baru akan
terganggu. Hal ini akan memicu terjadinya peningkatan dari produksi sitokin
dan sel retikuloendotelial yang menginduksi perubahan homeostasis besi dan
13
produksi eritropoetin. Prevalensi penderita diabetes melitus yang didiagnosa
anemia dengan atau tanpa nefropati adalah sebanyak 57.1% (Jerums et al,
2006) .
Berdasarkan uraian diatas mahasiswa tertarik melakukan penyuluhan
kesehatan kepada pasien yang mengalami diabetes mellitus di rumah Ny. S.
B. Tujuan
a). Tujuan Umum
Setelah dilakukan tindakan penyuluhan kesehatan selama 20 menit
tentang Diabetes Melitus (DM ) Ny.S mengerti tentang penyakit diabetes
mellitus.
b). Tujuan Khusus
Setelah dilakukan penyuluhan kesehatan 20 menit tentang diabetes
mellitus pendengar mengerti mengenai :
1. Mengetahui pengertian DM
2. Mengetahui penyebab DM
3. Mengetahui dan gejala DM
4. Mengetahui komplikasi DM
5. Mengetahui tentang penatalaksanaan pada pasien Diabetes Melitus
(DM)
14
D. Sasaran
Keluarga Ny. S
G. Susunan Kepanitiaan
1. Ketua : Hariyati
2. Anggota I : Arlita Lesar
3. Anggota II : Novia Aprillia
H. Skema Kegiatan
2
6
3
Keluarga
15
I. Alur Kegiatan
1. Pembukaan
2. Penyampaian materi
3. Tanya jawab
16
Lampiran II: MATERI
DIABETES MELITUS
A. Definisi
17
B. Anatomi Fisiologi Pankreas
Pankreas adalah kelenjar majemuk bertanda dan strukturnya sangat mirip
dengan kelenjar ludah, panjang kira - kira 15 cm berat 60 - 100 gram. Letak pada
daerah umbilical, dimana kepalanya dalam lekukan duodenum dam ekornya
menyentuh kelenjar lympe, mengekskresikannya insulin dan glikogen ke darah.
a. Fungsi eksokrin, dilaksanakan oleh sel sekretori lobula yang membentuk getah
pancreas berisi enzim dan elektrolit. Jenis-jenis enzim dari pancreas adalah :
1) Amylase : menguraikan tepung menjadi maltosa atau maltosa dijadikan
polisakarida dan polisakarida dijadikan sakarida kemudian dijadikan
monosakarida.
18
2) Tripsin : menganalisa pepton menjadi polipeptida kemudian menjadi asam
amino.
3) Lipase : menguraikan lemak yang sudah diemulsi menjadi asam lemak dan
gliserol gliserin.
b. Fungsi endokrin atau kelenjar tertutup berfungsi membentuk hormon dalam
pulau langerhans yaitu kelompok pulau-pulau kecil yang tersebar antara
alveoli-alveoli pancreas terpisah dan tidak mempunyai saluran.
Oleh karena itu hormon insulin yang dihasilkan pulau langerhans langsung
diserap ke dalam kapiler darah untuk dibawa ke tempat yang membutuhkan
hormon tersebut. Dua hormon penting yang dihasilkan oleh pancreas adalah
insulin dan glukagon.
1) Insulin
Insulin adalah protein kecil yang berat molekulnya 5808 untuk manusia.
Insulin terdiri dari dua rantai asam amino, satu sama lain dihubungkan oleh
ikatan disulfide. Sekresi insulin diatur oleh glukosa darah dan asam amino
yang memegang peranan penting. Perangsang sekresi insulin adalah glukosa
darah. Kadar glukosa darah adalah 80 – 90 mg/ml.
19
Adapun efek utama insulin terhadap metabolisme karbohidrat, yaitu :
20
C. Etiologi
Etiologi dari Diabetes Mellitus sampai saat ini masih belum diketahui
dengan pasti dari studi-
studi eksperimental dan klinis kita mengetahui bahwa Diabetes Mellitus adalah
merupakan suatu sindrom yang menyebabkan kelainan yang berbeda-beda
dengan lebih satu penyebab yang mendasarinya
Menurut banyak ahli beberapa faktor yang sering dianggap penyebab yaitu :
b. Faktor imunologi
Pada diabetas tipe I terdapat suatu respon autoimun sehingga antibody
terarah pada sel-sel pulau lengerhans yang dianggapnya jaringan
tersebut seolah-olah sebagai jeringan abnorma.
c. Faktor lingkungan
Penyelidikan dilakukan terhadap kemungkinan faktor - faktor ekternal
yang dapat memicu destruksi sel beta, contoh hasil penyelidikan yang
menyatakan bahwa virus atau toksin tertentu dapat memicu proses
autoimun yang menimbulkan destruksi sel beta.
21
2. Diabetas Melitus Tipe II
Mekanisme yang tepat yang menyebabkan resistensi insulin dan
gangguan sekresi insulin pada diabetas melitus tipe II masih belum
diketahui. Faktor genetik diperkirakan memegang peranan dalam
proses terjadinya resistensi insulin dan juga terdapat beberapa faktor
resiko tertentu yang berhubngan dengan proses terjadinya diabetes tipe
II yaitu:
b. Nutrisi
a) Obesitas dianggap menyebabkan resistensi terhadap insulin.
b) Malnutrisi protein
c) Alkohol, dianggap menambah resiko terjadinya pankreatitis.
c. Stres
Stres berupa pembedahan, infark miokard, luka bakar dan emosi
biasanya menyebabkan hyperglikemia sementara.
d. Hormonal
Sindrom cushing karena konsentrasi hidrokortison dalam darah tinggi,
akromegali karena jumlah somatotropin meninggi, feokromositoma
karena konsentrasi glukagon dalam darah tinggi, feokromositoma
karena kadar katekolamin meningkat.
22
D. Klasifikasi
Berdasarkan klasifikasi dari WHO (1985) dibagi beberapa type yaitu :
23
E. Patofisiologi
Diabetes tipe I. Pada diabetes tipe satu terdapat ketidakmampuan untuk
menghasilkan insulin karena sel-sel beta pankreas telah dihancurkan oleh proses
autoimun. Hiperglikemi puasa terjadi akibat produkasi glukosa yang tidak terukur
oleh hati. Di samping itu glukosa yang berasal dari makanan tidak dapat disimpan
dalam hati meskipun tetap berada dalam darah dan menimbulkan hiperglikemia
posprandial (sesudah makan).
Jika konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi maka ginjal tidak dapat
menyerap kembali semua glukosa yang tersaring keluar, akibatnya glukosa
tersebut muncul dalam urin (glukosuria). Ketika glukosa yang berlebihan di
ekskresikan ke dalam urin, ekskresi ini akan disertai pengeluaran cairan dan
elektrolit yang berlebihan. Keadaan ini dinamakan diuresis osmotik. Sebagai
akibat dari kehilangan cairan berlebihan, pasien akan mengalami peningkatan
dalam berkemih (poliuria) dan rasa haus (polidipsia).
Defisiensi insulin juga akan menggangu metabolisme protein dan lemak
yang menyebabkan penurunan berat badan. Pasien dapat mengalami peningkatan
selera makan (polifagia), akibat menurunnya simpanan kalori. Gejala lainnya
mencakup kelelahan dan kelemahan. Dalam keadaan normal insulin
mengendalikan glikogenolisis (pemecahan glukosa yang disimpan) dan
glukoneogenesis (pembentukan glukosa baru dari dari asam-asam amino dan
substansi lain), namun pada penderita defisiensi insulin, proses ini akan terjadi
tanpa hambatan dan lebih lanjut akan turut menimbulkan hiperglikemia.
Disamping itu akan terjadi pemecahan lemak yang mengakibatkan peningkatan
produksi badan keton yang merupakan produk samping pemecahan lemak. Badan
keton merupakan asam yang menggangu keseimbangan asam basa tubuh apabila
jumlahnya berlebihan. Ketoasidosis yang diakibatkannya dapat menyebabkan
tanda-tanda dan gejala seperti nyeri abdomen, mual, muntah, hiperventilasi, nafas
berbau aseton dan bila tidak ditangani akan menimbulkan perubahan kesadaran,
koma bahkan kematian. Pemberian insulin bersama cairan dan elektrolit sesuai
24
kebutuhan akan memperbaiki dengan cepat kelainan metabolik tersebut dan
mengatasi gejala hiperglikemi serta ketoasidosis. Diet dan latihan disertai
pemantauan kadar gula darah yang sering merupakan komponen terapi yang
penting.
Diabetes tipe II. Pada diabetes tipe II terdapat dua masalah utama yang
berhubungan dengan insulin yaitu resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin.
Normalnya insulin akan terikat dengan reseptor khusus pada permukaan sel.
Sebagai akibat terikatnya insulin dengan resptor tersebut, terjadi suatu rangkaian
reaksi dalam metabolisme glukosa di dalam sel. Resistensi insulin pada diabetes
tipe II disertai dengan penurunan reaksi intrasel ini. Dengan demikian insulin
menjadi tidak efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan.
Untuk mengatasi resistensi insulin dan untuk mencegah terbentuknya
glukosa dalam darah, harus terdapat peningkatan jumlah insulin yang
disekresikan. Pada penderita toleransi glukosa terganggu, keadaan ini terjadi
akibat sekresi insulin yang berlebihan dan kadar glukosa akan dipertahankan
pada tingkat yang normal atau sedikit meningkat. Namun demikian, jika sel-sel
beta tidak mampu mengimbangi peningkatan kebutuhan akan insulin, maka
kadar glukosa akan meningkat dan terjadi diabetes tipe II. Meskipun terjadi
gangguan sekresi insulin yang merupakan ciri khas DM tipe II, namun masih
terdapat insulin dengan jumlah yang adekuat untuk mencegah pemecahan lemak
dan produksi badan keton yang menyertainya. Karena itu ketoasidosis diabetik
tidak terjadi pada diabetes tipe II. Meskipun demikian, diabetes tipe II yang tidak
terkontrol dapat menimbulkan masalah akut lainnya yang dinamakan sindrom
hiperglikemik hiperosmoler nonketoik (HHNK).
Diabetes tipe II paling sering terjadi pada penderita diabetes yang berusia
lebih dari 30 tahun dan obesitas. Akibat intoleransi glukosa yang berlangsung
lambat (selama bertahun-tahun) dan progresif, maka awitan diabetes tipe II dapat
berjalan tanpa terdeteksi. Jika gejalanya dialami pasien, gejala tersebut sering
bersifat ringan dan dapat mencakup kelelahan, iritabilitas, poliuria, polidipsi,
25
luka pada kulit yang lama sembuh-sembuh, infeksi vagina atau pandangan yang
kabur (jika kadra glukosanya sangat tinggi).
F. Patways
26
G. Manifestasi Klinik
27
H. Komplikasi
Komplikasi yang berkaitan dengan kedua tipe DM digolongkan sebagai akut dan
kronik :
1. Komplikasi akut
Komplikasi akut terjadi sebagai akibat dari ketidakseimbangan jangka
pendek dari glukosa darah.
a. Hipoglikemia.
b. Ketoasidosis diabetic (DKA)
c. sindrom hiperglikemik hiperosmolar non ketotik (HONK).
2. Komplikasi kronik
Umumnya terjadi 10 sampai 15 tahun setelah awitan.
28
3. Komplikasi jangka panjang dari diabetes
29
aliran darah berkurang Berkurangnya rasa,
kesemutan & nyeri di
tangan & kaki
Kerusakan saraf
menahun
Sistem saraf Kerusakan pada saraf yg Tekanan darah yg
otonom mengendalikan tekanan naik-turun
darah & saluran pencernaan Kesulitan menelan &
perubahan fungsi
pencernaan disertai
serangan diare
Kulit Berkurangnya aliran darah Luka, infeksi dalam
ke kulit & hilangnya rasa yg (ulkus diabetikum)
menyebabkan cedera Penyembuhan luka yg
berulang jelek
30
I. Pencegahan Penyakit Diabetes
1. Mengurangi porsi makan
Mengurangi porsi makan setiap hari bisa menjadi cara terbaik untuk
menghindari tanda penyakit diabetes.
2. Olahraga
Jika telah mengetahui tanda penyakit diabetes dengan berolahraga setiap
hari membantu menjaga berat badan yang sehat, menurunkan kadar gula
darah dan meningkatkan sensitivitas Anda terhadap insulin. Jadi,
berolahragalah setiap hari selama minimal 30 menit untuk menjaga tingkat
gula darah dalam rentang normal.
3. Tips menurunkan berat badan
Berat badan berlebih dapat menjadi memperbesar risiko seseorang terkena
diabetes. Jadi, pastikan bahwa Anda dapat menurunkan berat badan dan
menjaganya tetap normal.
4. Sarapan sangat penting
Tidak peduli seberapa bencinya Anda pada sarapan, sangat penting untuk
sarapan setiap hari. Hal itu membantu mengurangi risiko terkena diabetes.
Makan sarapan yang sehat tidak hanya membantu mengontrol nafsu makan,
tetapi juga membantu mengontrol konsumsi kalori.
5. Hindari makanan berlemak
Junk food dan makanan yang biasa Anda beli di jalan umumnya tinggi
lemak jenuh, yang dapat meningkatkan kadar kolesterol jahat di tubuh. Ini
pada gilirannya juga dapat mempengaruhi tingkat gula darah dalam tubuh.
Jadi, hindari junk food dan makanan berlemak lainnya.
6. Hindari minuman manis
Soda, minuman ringan atau berperasa dapat meningkatkan risiko terkena
diabetes. Semua minuman berpemanis merupakan sumber gula yang tak
terlihat, yang dapat meningkatkan kadar gula darah Anda.
31
7. Makan banyak sayuran
Daging memang lezat, namun Anda tidak harus memakannya setiap hari,
karena dapat menimbulkan risiko diabetes. Dengan demikian, perbanyak
konsumsi sayuran setiap hari. Mereka akan membantu Anda mencegah
diabetes.
8. Hindari stres
Stres yang berlebihan dapat meningkatkan kadar gula darah Anda. Jadi,
kurangi tingkat stres dengan berlatih yoga, meditasi atau latihan
pernapasan.
9. Tidur nyenyak
Mendapatkan setidaknya enam jam tidur di malam hari sangat penting
untuk mencegah dari tanda penyakit diabetes. Kurang tidur dapat
meningkatkan hormon kortisol dalam tubuh, yang dapat meningkatkan
tingkat insulin dan menyebabkan ketidakseimbangan gula darah. Selain itu,
tidur yang tidak nyenyak juga bisa membuat nafsu makan menggila.
32
Lampiran 3 : Lembar Balik
33
34
35
Lampiran 4 : Dokumentasi
36
37
Lampiran 5 : Absen Pasien
Absen Mahasiswa
38