Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
Sindrom Sjögren (SS) atau autoimmune exocrinopathy adalah penyakit autoimun kronis
yang ditandai dengan infiltrasi limfositik dari ludah dan kelenjar lacrymal menyebabkan
xerostomia dan keratokonjungtivitis sicca (KCS). Penyakit ini juga dapat mempengaruhi kelenjar
lain , seperti di perut, pankreas, dan usus, dan dapat menyebabkan kekeringan di tempat-tempat
lain yang membutuhkan kelembaban, seperti hidung, tenggorokan, saluran pernafasan, dan
kulit.1.2
Sindrom Sjogren diklasifikasikan sebagai Sindrom Sjogren Primer bila tidak berkaitan
dengan penyakit autoimun sistemik dan Sindrom Sjogren Sekunder bila berkaitan dengan
penyakit autoimun sistemik lain dan yang paling sering adalah Artritis Reumatoid, SLE dan
Sklerosis Sistemik. Sindrom Sjogren Primer paling banyak ditemukan sedangkan Sindrom
Sjogren Sekunder hanya 30 % kejadiannya.1
Sindrom Sjogren pertama kali dilaporkan oleh Hadden, Leber dan Mikulicz tahun 1880,
kemudian Sjogren di Swedia tahun 1933 melaporkan bahwa Sindrom Sjogren terkait dengan
poliartritis dan penyakit sistemik lainnya. Pada tahun 1960 baru ditemukan adanya autoantibodi
anti–Ro(SS-A) dan anti-La(SS-B). Sinonim antara lain Mickuliczs Disease, Gougerots
Syndrome, Sicca Syndrome dan autoimmune exocrinopathy 1.2.3
Gejala kliniknya tidak terbatas hanya pada gangguan sekresi kelenjer tetapi disertai pula
dengan gejala sistemik atau ektraglandular. Gejala awal biasanya ditandai dengan mulut dan
mata kering dan kadang-kadang disertai pembesaran kelenjer parotis. Secara histopatologi
kelenjer eksokrin penuh dengan infiltrasi limfosit yang mengantikan epitel yang berfungsi untuk
sekresi kelenjer (exocrinopathy). 1.2
Diagnosis Sindrom Sjogren sebenarnya relatif mudah, tetapi untuk Sindrom Sjogren
Primer biasanya lebih sulit karena pasien menunjukkan 3 gejala utama yaitu mata kering, mulut
kering dan keluhan muskuloskletal.Penatalaksanaan Sindrom Sjogren meliputi pengelolaan
disfungsi sekresi kelenjer air mata dan saliva, pencegahan dan pengelolaan sekuele serta
pengelolaan manifestasi ektraglandular. Sampai saat ini masih belum ada satu pengobatan yang
EPIDEMIOLOGI
Sindrom jögren adalah salah satu dari tiga penyakit autoimun yang paling umum.
Sindrom Sjogren dapat terjadi pada semua kelompok usia, dan lebih banyak ditemukan pada
kelompok perempuan, terutama pada decade keempat dan kelima . Perbandingan perempuan dan
laki-laki dari 9: 1. Prevalensi pada populasi umum sampai saat ini belum diketahui. Sebanyak 1
sampai 2 juta orang di negara-negara Amerika menderita SS, dimana prevalensi yang dilaporkan
adalah antara 0,05 dan 4,8 persen dari Penduduk.1.4 Sekitar 60% dari pasien SS memiliki
penyakit sekunder untuk gangguan autoimun yang menyertainya seperti rheumatoid arthritis
(RA), lupus eritematosus sistemik (SLE), atau sklerosis sistemik. Meskipun perkiraan bervariasi,
informasi dari klinik reumatologi menunjukkan bahwa sekitar 25% pasien dengan RA atau SLE
memiliki bukti histologis SS.5
ETIOLOGI
Etiologi Sindrom Sjogren sampai saat ini masih belum diketahui. Terdapat peranan faktor
genetik dan non genetik pada patogenesis Sindrom Sjogren. Beberapa factor yang berhubungan
dengan etiologi dan pathogenesis sindrom Sjogren yaitu:
1. Factor genetik2
a. hiperreaktivitas dari sel B yang melibatkan terjadinya peningkatan jumlah
immunoglobulin yaitu IgG,IgM,IgA serta bermacam antibody antinuclear, yang termasuk
didalamnya adalah anti SS-A/Ro dan anti SS-B/La.
b. Peningkatan HLA (Human Leukocyte Antigen) kelas II . Terpaparnya molekul-molekul
tersebut pada permukaan sel-sel epitel kelenjar saliva yang mungkin dapat bertindak
sebagai autoantigen dan eksogen antigen agar saliva sel-sel T CD4 menginfiltrasi
kedalam sel kelenjar. Pada penelitian menunjukkan kecenderungan genetic yaitu
PATOFISIOLOGI
Gambar 1. Patofi siologi SS. Pada keadaan predisposisi genetik, infeksi virus, pengaruh hormon dan factor lingkungan
menginisiasi aktivasi sel epitel, yang akan memicu aktivasi sel T dan memperkuat sekresi sitokin pro-infl amasi sehingga memicu
aktivasi sel epitel. Hal ini menghasilkan formasi eksosome, aktivasi sel dendritik dan sekresi Interferon tipe 1 (IFN-1), dan BAFF
memicu stimulasi dan proliferasi sel B sehingga menyebabkan disposisi limfosit. Sel T sitotoksik, apoptosis, dan formasi
autoantibodi dan destruksi jaringan kelenjar lebih lanjut.8
Gambaran klinik SS sangat luas berupa suatu eksokrinopati disertai gejala sistemik dan
ekstraglandular. Xerostomia dan xerotrakea merupakan gambaran eksokrinopati mulut.
Gambaran eksokrinopati pada mata berupa mata kering atau keratokonjungtivitis sicca akibat
mata kering. Manifestasi ekstraglandular dapat mengenai paru, ginjal, pembuluh darah maupun
otot. Gejala sistemik pada SS sama seperti penyakit autoimun lain dapat berupa kelelahan,
demam, nyeri otot, artritis. Poliartiritis nonerosif merupakan bentuk artiritis yang khas pada SS.
Raynauds phenomena merupakan gangguan vaskular yang sering ditemukan, biasanya tanpa
telangiektasis maupun ulserasi jari. Manifestasi ekstraglandular lain tergantung penyakit sistemik
yang terkait misalnya RA, SLE, dan Sklerosis Sistemik. Meskipun SS tergolong penyakit
autoimun yang jinak, bisa berkembang menjadi malignan, diduga karena transformasi sel B ke
arah ganas.3
Manifestasi Glandular
1. Xerostomia
Lebih dari 90% pasien dengan keluhan gejala SS adalah gangguan fungsional kelenjar
saliva. Pasien sering mengeluhkan rasa tidak enak, sulit memproses makanan kering, dan
membutuhkan minum lebih banyak air. Pada tahap awal SS, mulut tampak pucat dan lembap;
dengan berjalannya penyakit, tidak tampak saliva pada dasar mulut. Seiring progresifi tas
penyakit, terutama pada stadium lanjut, mukosa cavum oris akan menjadi sangat kering.
Permukaan lidah menjadi merah dan berlobulasi disertai depapilasi parsial maupun komplit.
Xerostomia menjadi sangat nyeri disertai sensasi terbakar, disertai pembentukan fi sura lidah,
disfagia, disertai keilitis angularis. Keadaan di atas dapat memicu infeksi Staphylococcus aureus
atau Pneumococcus yang bermanifestasi sebagai sialadenitis akut. Lebih jauh penyakit ini dapat
menyebabkan karies dentis, infeksi periodontal, peningkatan kejadian kandidiasis.2.11.8
Gambar Xerostomia
5
Manifestasi Ekstraglandular
Banyak manifestasi ekstraglandular pada SS yaitu artralgia (25-85%), fenomena Raynoud
(13-62%), tiroiditis autoimun Hashimoto (10- 24%), renal tubular asidosis (5-33%), sirosis bilier
PEMERIKSAAN
Laboratorium
Pada SS sering didapatkan peningkatan imunoglobulin serum poliklonal dan sejumlah
auto antibodi yang sesuai dengan aktivitas kronis sel B. Laju endap darah meningkat sesuai
peningkatan globulin gama. Suatu penelitian multisenter atas 400 pasien SS berdasarkan kriteria
The European Community Preeliminary Criteria tahun 1993 mendapatkan Anti Ro 40% dan anti
La 26%, ANA 74%, RF 38% pasien SS. Kelainan hematologi yang bisa didapatkan pada SS
adalah anemia 20%, leukopenia 16%, dan trombositopenia 13%, hipergamaglobulinemia
ditemukan hampir pada 80% kasus.2.3.12 Penelitian di London mengevaluasi 34 pasien keluhan
mata dan mulut kering tapi tidak termasuk SS yang dikenal dengan Dry Eyes and Mouth
Syndrome (DEMS); pada pemeriksaan anti Ro dan anti La semuanya negatif walaupun ANA
positif (19%).14
1. Tes Schirmer
Berfungsi memeriksa fungsi kelenjar lakrimal. Terdapat 2 jenis tes yaitu Schirmer I dan
II, Schirmer I adalah pemeriksaan yang masuk dalam kriteria diagnosis SS, yaitu meletakkan
kertas kering di kelopak mata bawah selama 5 menit, normalnya adalah ≥15 mm kertas akan
basah, jika <5 mm maka hal ini mengkonfirmasi diagnosa mata kering.15
3. Histopatologi
Biopsi kelenjar eksokrin minor memberikan gambaran sangat spesifik yaitu infiltrasi
limfosit dominan. Biopsi saliva minor merupakan standar baku diagnosis SS.3.17
DIAGNOSA
Lebih dari 10 kriteria diagnosis dan klasifikasi untuk Sindrom Sjogren telah dibuat.
Kriteria paling baru adalah dari American-European Consensus Group Classification Criteria.2
Tabel 1. Kriteria American-European Consesus Group classification Criteria.2.12.18
10
III. Ocular signs : a positif result for at least one of the following two test :
1. Schirmer I test, performed without anesthesia < 5 mm in 5 minutes
2. Rose Bengal score or other ocular dye score (>4 on the van Bijsterveled scale )
V. Salivary glang involvement : a positif result for at least one of the following
1. Unstimulated whole salivary flow <1,5 ml in 15 minutes
2. Parotid sialography showing the presence of diffuse sialectasis (punctuate,
cavitary,or destructive pattern) without evidence of major duct obstruction
3. Salivary scintigraphy showing delayed uptake, reduced concentration, and or
delayed excretion of tracer.
11
PENATALAKSANAAN
MULUT
Pengobatan kelainan dimulut akibat Sindrom Sjogren meliputi pengobatan dan
pencegahan karies, mengurangi gejala dimulut, memperbaiki fungsi mulut. Pengobatan
xerostomia sangat sulit sampai saat ini belum ada obat yang dapat untuk mengatasinya. Pada
12
EKTRAGLANDULAR
OAINS digunakan bila ada gejala muskuloskeletal, hidroksi klorokuin digunakan untuk
atralgia, mialgia hipergammaglobulin. Kortikosteroid sistemik 0,5-1 mg/kgBB/hari dan
imunosupresan antara lain siklofosfamid digunakan untuk mengontrol gejala ekstraglandular
misalnya difus intersisial lung disease, glomerulonefritis, vaskulitis.2.12
Tabel .OBAT YANG DIGUNAKAN UNTUK TERAPI SINDROM SJOGREN.13
13
PROGNOSIS
Prognosis pada pasien Sindrom Sjogren tidak banyak yang meneliti, walaupun Sindrom Sjogren
bukan merupakan penyakit yang ganas namun perkembangannya dapat terjadi vaskulitis dan
limfoma dan kedua hal tersebut dapat menyebabkan kematian pada pasien Sindrom Sjogren.2.1
14
15
16