Professional Documents
Culture Documents
ADAT RUWATAN
oleh :
No : 09
Kelas : ( XII MO 1 )
BAB II
PEMBAHASAN
A. Sejarah Ruwatan
Karena di dalam masyarakat Jawa pengaruh kepercayaan terhadap hal-hal yang bersifat
mistis begitu kuat, maka pada zaman dahulu mereka sering menghubungkan suatu kejadian
dengan kejadian lain yang dianggap sebagai dampak suatu fenomena. Kejadian diawali dengan
kesalahan, dan kesalahan yang murni dilakukan oleh manusia ini menjadikan manusia akan
tertimpa dampaknya pada satu saat nanti, cepat atau lambat.
Masyarakat Jawa pada satu abad yang lalu sebagian besar masyarakatnya memiliki
kepercayaan yang kuat terhadap keberadaan dunia mistis. Kepercayaan Jawa ini melahirkan
beberapa teori yang turun menurun dari generasi ke generasi, menjadi salah satu kepercayaan
warisan.
Jawa yang merupakan salah satu suku terbesar di Indonesia yang memiliki
keanekaragaman budaya. Selain kebudayaan yang bersifat mistis (spiritual), masyarakat jawa
juga mengenal adanya kebudayaan arsitektur, seni musik, seni tari dan masih banyak
kebudayaan lain yang ada dan masih eksis di kalangan masyarakat Jawa.
Kembali pada masyarakat Jawa yang kental dengan kepercayaan mistis atau sering
disebut juga kepercayaan dalam dunia spiritual (rohani), masyarakat Jawa memiliki ragam teori
yang menjadi dasar dilakukannya sebuah ritual. Upacara atau ritual yang dilakukan untuk
menghindarkan diri dari dampak yang ditimbulkan akibat kesalahan manusia, yang dalam
masyarakat Jawa disebut Ruwatan.
Ruwatan menjadi acara yang populer di masyarakat Jawa pada beberapa abad silam
sebelum Islam masuk ke Jawa dan sebelum Belanda menjelajah Indonesia. Keberadaan
ruwaran dipercara oleh beberapa ahli sejarah dan merupakan bawaan dari budaya Hindu-Budha
yang masuk ke Indonesia. Setelah Islam masuk ke Jawa, acara ruwatan yang asli diubah sedikit
bernapaskan Islami namun penampilan yang sebenarnya tidak jauh berbeda dengan budaya
sebelumnya yang sudah ada.
Perkembangan Islam di tanah Jawa erat hubungannya dengan adanya ajaran para
Walisanga sehingga ruwatan adalah ajaran sinkretisme antara budaya Buddha, Hindu dan
Islam. Hingga saat ini, keberadaan acara ruwatan belum dapat ditentukan mana yang asli yang
merupakan kebudayaan Hindu-Budha dan mana yang merupakan gubahan para Walisanga
yang mengembangkan Islam.
Ruwatan hingga saat ini dianggap sebagai solusi yang ampuh menurut kepercayaan
masyarakat Jawa. Daya mistis yang ditimbulkan dari ritual ini akan melindungi dari kejahatan
yang merusak atau mencelakakan diri manusia. Dalam ritual ruwatan dikenal beberapa sosok
antara lain :
1. Bethara Kala
2. Bethera Guru
3. Bethari Durga
4. Bethera Wisnu
5. Sukarta.
D. Ritual Ruwatan
Dalam masyarakat Jawa, ritual ruwat dibedakan dalam tiga golongan besar yaitu :
1. Ritual ruwatan untuk diri sendiri
2. Ritual ruwatan untuk lingkungan
3. Ritual ruwatan untuk wilayah
Dalam masyarakat Jawa, ruwatan memiliki ketergantungan terhadap siapa yang
melaksanakannya. Jika ruwatan dilakukan oleh orang yang benar memang memiliki
kemampuan ekonomi yang memadai, maka biasanya dilakukan secara besar-besaran yaitu
dengan mengadakan pegelaran pewayangan. Pegelaran pewayangan ini berbeda dengan
pegelaran pewayangan pada umumnya dilakukan. Pegelaran pewayangan dilakukan pada siang
hari khusus dilakukan oleh dalang ruwat.
1. Ruwatan diri sendiri
Ruwat diri sendiri dilakukan dengan cara-cara tertentu seperti melakukan puasa (ajaran
sinkretisme), melakukan slametan, melakukan tapa brata. Pada saat itu, ruwatan yang
dilakukan oleh sebagian masyarakat Jawa jauh berbeda dengan kebudayaan peninggalan pada
zaman Hindu-Budha. Ruwatan lebih cenderung dilakukan dengan tidak mengatasnamakan
ruwatan, tetapi pada dasarnya memiliki tujuan yan sama. Pelaku sebagai wujud atau bentuk
dari ruwatan, bagi diri sendiri ini juga sering dilakukan oleh sebagian masyarakat Jawa agar
mendapatkan kebersihan jiwa.
Ritual ruwatan diri sendiri menurut kitab Primbon Mantrawara III, mantra Yuda jika orang
yang merasa selalu sial, dalam kepercayaan Jawa harus melakukan upacara ruwatan terhadap
diri sendiri.
Pendeteksian yang dilakukan adalah melalui perhitungan patungan Jawa yaitu: ha = 1, Na
= 2, Ca = 3, Ra = 4 dan seterusnya. Pendeteksian dilakukan dengan menjumlah neptu orang
tuanya dengan orang yang akan melakukan ritual ini. Jumlah keduanya kemudian dibagi 9 dan
diambil sisanya, jika sisa:
1 bersemayam di sebelah kiri – kanan mata kana
2 bersemayam di sebelah kiri – kanan mata kiri
3 bersemayam di telinga kanan
4 bersemayam di telinga kiri
5 bersemayam di sebelah hidung kanan
6 bersemayam di sebelah hidung kiri
7 bersemayam di mulut
8 bersemayam di sekeliling pusat
9 bersemayam di kemaluan
g. Diteruskan dengan membaca sastra gumbalageru, gemi atau api yang datang dari berbagai
penjuru angin yaitu timur, selatan, barat dan utara disatukan dan ditolak kekuatan negatifnya
dan diubah menjadi sesuatu yang bermanfaat dengan melakukan pembacaan.
h. Diteruskan dengan kidung sastra Puji Bayu:
“Sang Hyang sekti naga nila wara, dadaku sang naga peksa telaleku pembebet jagad, asabung
kulinting limah, abebed kuliting singa, acawet angga genitri. Liyanan catur wisa, rinejegan
rejeg wesi, pinayungan kala akra, kinemiting panca resi, sinongsongan ash-asih premanaku
ing sulasih”
BAB IV
PENUTUP
Kesimpulan
Jadi Ruwatan pada masyarakat Jawa adalah sebuah ritual yang digunakan untuk
membersihkan diri dari pebuatan buruk yang akan kita lakukan dan menjauhkan kesialan,
maupun membuang kesialan menurut masyarakat Jawa yang menganut tradisi ruwatan
tersebut.
Ruwatan merupakan acara yang dilakukan dengan ritual khusus pada zaman dahulu
oleh masyarakat Jawa. Pada zaman sekarang, ruwatan sudah jarang dilakukan karena
masyarakat Jawa sebagian besar merasakan hal itu tidak diperlukan lagi. Pandangan modern
memang menjadikan kebudayaan tersingkir dari kehidupan masyarakat Jawa. Tidak hanya
ritual ruwatan saja yang mengalami pergeseran posisi dalam masyarakat Jawa, tetapi masih
banyak lagi yang tersingkir dari kehidupan masyarakat Jawa sebagai sebuah kebudayaan.