You are on page 1of 22

askep luka bakar

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Jenis luka di antaranya adalah luka bakar, yang merupakan suatu bentuk kerusakan
atau kehilangan jaringan yang disebabkan adanya kontak dengan sumber panas seperti api,
air panas, bahan kimia, listrik dan radiasi (Moenadjat, 2003). Luka bakar diklasifikasikan
berdasarkan kedalaman dan luas daerah yang terbakar (Elizabeth, 1997). Kulit dengan luka
bakar akan mengalami kerusakan pada epidermis, dermis maupun jaringan subkutan
tergantung faktor penyebab dan lamanya kulit kontak dengan sumber panas atau
penyebabnya. Kedalaman luka bakar ditentukan oleh tingginya suhu dan lamanya pejanan
pada kulit (Syamsuhidayat dan Jong, 1997).
Syok hipovolemik adalah suatu keadaan kekurangan volume cairan CES. Syok
hipovolemik paling sering timbul setelah terjadi perdarahan hebat (syok hemoragik).
Perdarahan eksternal akut akibat trauma tembus dan perdarahan hebat akibat kelianan
gastrointestinal merupakan dua penyebab syok hemoragik yang paling sering ditemukan.
Syok hemoragik juga bisa terjadi akibat perdarahan internal akut ke dalam rongga toraks dan
rongga abdomen. Syok hipovolemik biasanya terjadi akibat pendarahan yang herbat, muntah,
diare, intake dan output yang tidak seimbang, sehingga terjadi suatuu keadaan dimana
sesorang mengalami syok atau shock dapat didefinisikan sebagai gangguan sistem sirkulasi
yang menyebabkan tidak adekuatnya perfusi dan oksigenasi jaringan.

B. Tujuan
a. Tujuan Umum
Secara umum makalah ini bertujuan untuk memberikan gambaran tentang keperawatan klien
dengan kegawatan pada pasien luka bakar.
b. Tujuan Khusus
 Menjelaskan tentang klasifikasi luka bakar
 Menjelaskan tentang syok hipovolemik pada pasien luka bakar
 Menjelaskan tentang asuhan keperawatan pada klien syok hipovolemik pada pasien luka
bakar
 Menjelaskan tentang analisa kasus pasien luka bakar
C. Sistematika Penulisan
Makalah ini terdiri dari 4 (empat) bab, yaitu : BAB I Berupa bab pendahuluan, yang
terdiri dari latar belakang, tujuan, dan sistematika penulisan. BAB II Berupa bab tinjauan
teori berisi klasifikasi luka bakar, syok hipovolemik pada pasien luka bakar, dan asuhan
keperawatan pada klien syok hipovolemik pada pasien luka bakar. BAB III Berupa bab
tentang analisa kasus pasien luka bakar BAB IV Berupa bab penutup, berisi kesimpulan dan
saran.
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Klasifikasi Luka Bakar


a. Berdasarkan penyebab :
1. Luka bakar yang disebabkan oleh radiasi
2. Luka bakar yang disebabkan oleh air panas
3. Luka bakar yang disebabkan oleh listrik
4. Luka bakar yang disebabkan oleh bahan/ zat kimia
5. Luka bakar yang disebabkan oleh api dan sebagainya

b. Berdasarkan kedalaman luka


Kedalaman Penyebab Penampilan Warna Perasaan
Ketebalan partial Jilatan api, Kering tidak ada Bertambah Nyeri
superfisial sinar ultra gelembung. merah.
(tingkat I) violet (terbakar Oedem minimal atau
oleh matahari). tidak ada.
Pucat bila ditekan dengan
ujung jari, berisi kembali
bila tekanan dilepas.
Lebih dalam dari Kontak dengan Blister besar dan lembab Berbintik- Sangat
ketebalan partial bahan air atau yang ukurannya bintik yang nyeri
(tingkat II) bahan padat. bertambah besar. kurang
 Superfisial Jilatan api Pucat bial ditekan dengan jelas, putih,
 Dalam kepada ujung jari, bila tekanan coklat, pink,
pakaian. dilepas berisi kembali. daerah
Jilatan merah
langsung coklat.
kimiawi.
Sinar ultra
violet.
Ketebalan Kontak dengan Kering disertai kulit Putih, Tidak
sepenuhnya bahan cair atau mengelupas. kering, sakit,
(tingkat III) padat. Pembuluh darah seperti hitam, sedikit
Nyala api. arang terlihat dibawah coklat tua. sakit.
Kimia. kulit yang mengelupas. Hitam. Rambut
Kontak dengan Gelembung jarang, Merah. mudah
arus listrik. dindingnya sangat tipis, lepas bila
tidak membesar. dicabut.
Tidak pucat bila ditekan.

c. Berdasarkan ukuran luas luka bakar


Wallace membagi tubuh atas bagian 9 % atau kelipatan 9 yang terkenal dengan nama
rule of nine atau rule of wallace yaitu :
1) Kepala dan leher : 9%
2) Lengan masing-masing 9% : 18%
3) Badan depan 18%, badan belakang 18% : 36%
4) Tungkai masing-masing 18% : 36%
5) Genital/ perineum : 1%
Total : 100%

d. Berdasarkan berat ringannya luka bakar


Untuk mengkaji beratnya luka bakar harus dipertimbangkan bebebrapa faktor antara
lain :
 Persentase area (luasnya) luka bakar pada permukaan tubuh
 Kedalaman luka bakar
 Umur klien
 Riwayat pengobatan yang lalu
 Trauma yang menyertai atau bersamaan

American college of surgeon membagi dalam :


1. Parah-critical :
 Tingkat II : 30% atau lebih
 Tingkat III : 10% atau lebih
 Tingkat III pada tangan, kaki dan wajah
 Dengan adanya komplikasi pernafasan, jantung, fraktur, soft tissue yang luas.
2. Sedang-moderate :
 Tingkat II : 15-30%
 Tingkat III : 1-10%
3. Ringan-minor :
 Tingkat II : kurang 15%
 Tingkat III : kurang 1%

B. Syok hipovolemik pada Pasien Luka Bakar


Seseorang yang menderita luka bakar akan mengalami sesuatu bentuk syok
hipovolemik yang dikenal sebagai syok luka bakar. Segera setelah cedera termal, terjadi
kenaikan nyata pada tekanan hidrostatik kapiler pada jaringan yang cidera, disertai dengan
peningkatan permeabilitas kapiler. Hal ini mengakibatkan perpindahan cepat cairan plasma
dari kompartemen intravaskular menembus kapiler yang rusak karena panas, dalam daerah
interstisial (mengakibatkan edema) dan luka bakar itu sendiri. Kehilangan plasma dan protein
cairan mengakibatkan penurunan tekanan osmotik koloid pada kompartemen paskular,
kemudian bocoran cairan dan elektrolit dari kompartemen vaskular berlanjut dan
mengakibatkan pembentukan edema tambahan pada jaringan yang terbakar dan keseluruh
tubuh.
Kebocoran ini terdiri atas natrium, air, protein plasma, diikuti dengan penurunan
curah jantung, hemokonsentrasi sel-sel darah merah, berkurangnya perfusi pada organ-organ
besar, edema tubuh merata. Respon patofisiologi setelah cidera luka bakar adalah di fase.
Pada awal fase pasca cedera terjadi hipofungsi organ secara umum (fase ebb) sebagai akibat
dari penurunan curah jantung. Peningkatan tahanan paskular perifer (vasokonstriksi selektif),
juga hemokonsentrasi sebagai akibat kehilangan cairan plasma, dapat menyebabkan tekanan
darah nampak normal pada awalnya bagaimna pun jika penggantian cairan tidak adekuat dan
kehilangan protein plasma berlanjut, maka akan segera terjadi syok hivopolemik.
Pada pasien yang mendapat resusitasi cairan yang adekuat, curah jantung biasanya
kembali normal pada bagian akhir dari periode 24 jam pertama setelah cedera luka bakar.
Dengan pemulihan volume plasma selama periode 24 jam kedua, curah jantung meningkat
sampai tingkat hipermetabolik (fase hiperfungsi), dan secara perlahan kembali ketingkat yang
lebih normal dengan ditutupnya luka bakar.
Pada keadaan tertentu, dengan luka bakar yang melebihi 60% dari luar permukaan
tubuh total (LPTT), curah jantung yang menurun tidak berespon terhadap resusitasi volume
yang agresif. Beberapa peneliti telah menghubungkan penurunankinerja jantung terhadap
faktor depresan miokardial yang bersirkulasi, namun faktor ini belum dapat di isolasi, dan
konsepnya telah diragukan.
Respon dari vaskulatur pulmonal adalah seperti pada sirkulasi perifer, bagaimana
tahanan paskular pulmonal lebih tinggi dan berlangsung lebih lama. Segera setelah cidera
luka bakar, pasien dapat mengalami hipertensi pulmonal ringan dan sementara. Dapat juga
terjadi penurunan tekanan oksigen dan komplains paru.
Kehilangan cairan diseluruh spasium intravaskuler tubuh mengakibatkan penebalan,
aliran yang tidak lancar dari sisa volume darah sirkulasi. Pengaruhnya mengenai semua
sistem tubuh. Sirkulasi yang melambat ini memungkinkan bakteri dan material seluler untuk
menetap pada bagian yang lebih rendah dari pembuluh-pembuluh darah, terutama pada
kapiler-kapiler, mengakibatkan pengendapan.
Reaksi antigen-antibodi terhadap jaringan yang terbakar menambah kongesti sirkulasi
oleh pengumpalan atau aglutinasi dari sel-sel. Masalah-masalah koagulasi terjadi sebagai
akibat pelepasan tromboplastin oleh cedera itu sendiri. Jika terjadi trombi, mereka akan
menyebabkan iskemia dari bagian terkena dan mengarah nekrosis. Peningkatan proses
koagulasi akan berkembang menjadi koagulasi intravaskular diseminata. Karena hal ini
adalah peristiwa yang menyebar luas organ apa saja pada tubuh dapat terkena, dan terjadi
gagal organ.

C. Asuhan Keperawatan pada Klien Syok Hipovolemik pada Pasien Luka Bakar
a. Pengertian Syok Hipovolemik
Syok atau shock dapat didefinisikan sebagai gangguan sistem sirkulasi yang
menyebabkan tidak adekuatnya perfusi dan oksigenasi jaringan. Bahaya syok adalah tidak
adekuatnya perfusi ke jaringan atau tidak adekuatnya aliran darah ke jaringan. Jaringan akan
kekurangan oksigen dan bisa cedera.
Hipovolemia adalah suatu kondisi akibat kekurangan volume cairan ekstraseluler
(CES). Hipovolemia adalah penipisan volume cairan ekstraseluler (CES). Hipovolemia
adalah kekurangan cairan di dalam bagian-bagian ekstraseluler (CES). Jadi Syok
hipovolemik merujuk kepada suatu keadaan di mana terjadi kehilangan cairan tubuh dengan
cepat sehingga terjadinya multiple organ failure akibat perfusi yang tidak adekuat.
Syok hipovolemik merupakan suatu keadaan dimana volume cairan tidak adekuat
didalam pembuluh darah, akibatnya perfusi jaringan menurun sehingga mengakibatkan
respon syok secara umum.
Shock Hipovolemik adalah shock yang diakibatkan kehilangan cairan dari sistem
vaskuler (akibat kekurangan darah atau cairan). (Long, Barbara C. 1996 : 188)

b. Etiologi
Berbagai macam kondisi yang menurunkan volume dalam kompartemen vaskuler
antara 15% sampai 25% dapat berakibat shock hipovolemik. (Long, Barbara C. 1996 : 188).
Penyebab yang dikenal adalah sebagai berikut
 Perdarahan (syok hemoragik) misalnya akibat trauma.
 Kehilangan plasma, misalnya akibat luka bakar, peritonitis
 Kehilangan air dan elektrolit misalnya pada muntah dan diare. (Masjoer, Arief 1999 : 163).

c. Tanda dan Gejala


Apabila syok telah terjadi, tanda-tandanya akan jelas. Pada keadaan hipovolemia,
penurunan darah lebih dari 15 mmHg dan tidak segera kembali dalam beberapa menit.
Tanda-tanda syok adalah menurut Toni Ashadi, 2006 adalah:
1. Kulit dingin, pucat, dan vena kulit kolaps akibat penurunan pengisian kapiler selalu berkaitan
dengan berkurangnya perfusi jaringan.
2. Takhikardi: peningkatan laju jantung dan kontraktilitas adalah respon homeostasis penting
untuk hipovolemia. Peningkatan kecepatan aliran darah ke homeostasis penting untuk
hopovolemia. Peningkatan kecepatan aliran darah ke mikrosirkulasi berfungsi mengurangi
asidosis jaringan.
3. Hipotensi: karena tekanan darah adalah produk resistensi pembuluh darah sistemik dan curah
jantung, vasokontriksi perifer adalah faktor yang esensial dalam mempertahankan tekanan
darah. Autoregulasi aliran darah otak dapat dipertahankan selama tekanan arteri turun tidak
dibawah 70 mmHg.
4. Oliguria: produksi urin umumnya akan berkurang pada syok hipovolemik. Oliguria pada
orang dewasa terjadi jika jumlah urin kurang dari 30ml/jam.

d. Patofisiologi
a) Fase Kompensasi
Tanggapan pertama dari peredaran darah atas hipovolemia adalah kontraksi dari
sprinter prekapiler arteri ini menyababkan tekanan filtrasi dalam pembuluh darah kapiler itu
menurun. Karena tekanan osmotik itu tetap sama, cairan mengalir ke dalam rongga vaskuler
diikuti oleh meningkatkan volume darah. Bilamana mekanisme kompensasi itu cukup untuk
mengembalikan volume darah menjadi normal. Bilamana shock itu makin lama dan makin
berat, maka kita masuki tahap yang berikutnya.

b) Fase kerusakan pada sel


Bilamana volume vaskuler belum dikembalikan pada semula, sfingter prekapiler tetap
mangatup dan shunt arteri dan vena membuka untuk menghindari darah arteri langsung balik
ke dalam sistem vena dengan demikian mempertahankan peredaran darah menuju kepda
organ tubuh yang lebih penting sperti jantung dan otak. Sel-sel pada segmen yang di
“Bypass” oleh mikrosirkulsi energinya harus tergantung pada metabolisme anaerobik. Jumlah
glukosa dan oksigen yang tersedia untuk sel berkurang dan hasil sisa buang metabolisme
laktas bertumpuk. Histamin dilepaskan dan ini mengakibatkan suatu pengatupan dari pada
sfinter postkapiler dan mekanisme ini berfungsi untuk memperlambat sisa aliran kapiler yang
ada dalam pembuluh darah kepiler. Eretan kepiler (capilary bed) yang kosong mengkerut
hampir seluruhnya hanya sedikit pembuluh kapiler yang tetap tinggal terbuka.

c) Fase dekompensasi
Sesaat sebelum kemtian sel, refleks setempat (mungkin dirangsang oleh kerawanan
asam dan metabolit yang bertimbun) membuka kembali sfingter prekepiler sedangkan otot
penutup pembuluh darah post kapiler tetap mengatup pengurutan dari pada deretan kapiler
yang agak lama merumuskan sel-sel endotel dan mengakibatkan peningkatan permebilitas
pembuluh kapilernya. Bila pembuluh kapilernya akhirnya membuka kembali, cairan dan
protein merembes ke dalam ruang intertisial, pembuluh darah kapilernya teregang karena
mengandung sel membengkak, dan tidak mampu memanfaatkan oksigen, dan mati. (A. Price,
1995 : 1 -2)

e. Penatalaksanaan
1. Perdarahan Akut
 Pasang 2 jalur infus intravena. Berikan 1-2 liter kristolid, seperti neal 0,9% atau riger latat
(RL) atau koloid, pantau kemungkinan terjadinya edema paru. Pada orang dewasa, cairan
garam, berimbang (RL) dapat memberikan sebanya 2-3 liter untuk memulihkan tekanan vena
sentral, dan divresis.Berikan pocked red cell (PRC) bila diperlukan hingga Ht >30%. Beri 1-2
fresh frosen plasma (FFD) untuk tiap 4 unit darah
 Kegagalan resusitsai dengan cairan kristaloid hampir selalu disebabkan oleh perdarahan
masif, karena itu harus dipikirkan untuk segera mengambil tindakan hesmostatis dengan
pembedahan.

2. Kehilangan cairan gastrointestinal


 Berikan 1-2 liter Nacl 0,9% dalam 30-60 menit, lalu lanjutkan dengan cairan tambahan
sambil memonitor tanda-tanda vital, CVIP dan CIPUP.
 Cek elektrolit dan bakteri kelainan.
 Tentukan penyebab diare dan muntah, lalu diobati. (Masjoer, Arief, 1999 : 163)

3. Terapi dengan obat-obatan


Bila terjadi cairan saja tidak menolong status shock, maka obat-obatan vaso aktif
mungkin diberikan. Kebanyakkan obatobatan vasoaktif adalah catcholamines yang
menstimulasi reseptor alpha menyababkan vasokonstriksi dan stimulasi reseptor-reseptor beta
menyebabkan vasodilitasi. Stimulasi resptor-reseptor beta juga dapat meningkatkan
kecepatan jantung (pengaruh inotropik) dan dan kontraksi menjadi lebih kuat (efek inotropik)
viscera abdomen, kulit dan otot memberi respon primer terhadap efek lapha dari cat
cholamines. (C. Long, 1996 : 211).

f. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian Primer
Pemeriksaaan jasmaninya diarahkan kepada diagnosis cidera yang mengancam nyawa
dan meliputi penilaian dari A,B,C,D,E. Mencatat tanda vital awal (baseline recordings)
penting untuk memantau respon penderita terhadap terapi. Yang harus diperiksa adalah
tanda-tanda vital, produksi urin dan tingkat kesadaran. Pemeriksaan penderita yang lebih
rinci akan menyusul bila keadaan penderita mengijinkan.
1) Airway
Ada tiga hal utama dalam tahapan airway ini yaitu look, listen, dan feel. Look atau
melihat yaitu perawat melihat ada tidaknya obstruksi jalan napas, berupa agitasi:
(hipoksemia), penurunan kesadaran (hipercarbia), pergerakan dada dan perut pada saat
bernapas (see saw-rocking respiration), kebiruan pada area kulit perifer pada kuku dan bibir
(sianosis), adanya sumbatan di hidung, posisi leher, keadaan mulut untuk melihat ada
tidaknya darah. Tahapan kedua yaitu listen atau mendengar, yang didengar yaitu bunyi napas.
Ada dua jenis suara napas yaitu suara napas tambahan obstruksi parsial, antara lain: snoring,
gurgling, crowing/stidor, dan suara parau(laring) dan yang kedua yaitu suara napas hilang
berupa obstruksi total dan henti napas. Terakhir yaitu feel, pada tahap ini perawat merasakan
aliran udara yang keluar dari lubang hidung pasien.

2) Breathing
Pada tahap look (melihat), yang dilakukan yaitu: melihat apakah pasien bernapas,
pengembangan dada apakah napasnya kuat atau tidak, keteraturannya, dan frekuensinya.
Pada tahap listen (mendengar) yang didengar yaitu ada tidaknya vesikuler, dan suara
tambahan napas. Tahap terakhir yaitu feel, merasakan pengembangan dada saat bernapas,
lakukan perkusi, dan pengkajian suara paru dan jantung dengan menggunakan stetoskop.
3) Circulation
Pengkajian circulation, yaitu hubungan fungsi jantung, peredaran darah untuk
memastikan apakah jantung bekerja atau tidak. Pada tahap look atau melihat, yang dilakukan
yaitu mengamati nadi saat diraba, berdenyut selama berapa kali per menitnya, ada tidaknya
sianosis pada ekstremitas, ada tidaknya keringat dingin pada tubuh pasien, menghitung
kapilery reptile, dan waktunya, ada tidaknya akral dingin. Pada tahap feel, yang dirasakan
yaitu gerakan nadi saat dikaji (nadi radialis, brakialis, dan carotis). Lakukan RJP bila apek
cordi tidak berdenyut. Pada tahapan listen, yang didengar yaitu bunyi aliran darah pada saat
dilakukan pengukuran tekanan darah.
Termasuk dalam prioritas adalah mengendalikan perdarahan yang jelas terlihat,
memperoleh akses intra vena yang cukup, dan menilai perfusi jaringan. Perdarahan dari luka
luar biasanya dapat dikendalikan dengan tekanan langsung pada tempat pendarahan. PASG
(Pneumatick Anti Shock Garment) dapat digunakan untuk mengendalikan perdarahan dari
patah tulang pelvis atau ekstremitas bawah, namun tidak boleh menganggu resusitasi cairan
cepat. Cukupnya perfusi jaringan menentukan jumlah cairan resusitasi yang diperlukan.
Mungkin diperlukan operasi untuk dapat mengendalikan perdarahan internal.

4) Disability
Yang dikaji pada tahapan ini yaitu GCS (Glasgow Coma Scale), dan kedaan pupil
dengan menggunakan penlight. Pupil normal yaitu isokor, mengecil: miosis, melebar:
dilatasi. Dilakukan pemeriksaan neurologi singkat untuk menentukan tingkat kesadaran,
pergerakan mata dan respon pupil, fungsi motorik dan sensorik. Informasi ini bermanfaat
dalam menilai perfusi otak, mengikuti perkembangan kelainan neurologi dan meramalkan
pemulihan.perubahan fungsi sistem saraf sentral tidak selalu disebabkan cidera intra kranial
tetapi mungkin mencerminkan perfusi otak yang kurang. Pemulihan perfusi dan oksigenasi
otak harus dicapai sebelum penemuan tersebut dapat dianggap berasal dari cidera intra
kranial.

5) Exposure
Setelah mengurus prioritas-prioritas untuk menyelamatkan jiwanya, penderita harus
ditelanjangi dan diperiksa dari ubun-ubun sampai jari kaki sebagai bagian dari mencari
cidera.

2. Pengkajian Sekunder
Pengkajian sekunder meliputi anamnesis dan pemeriksaan fisik. Anamnesis dapat
menggunakan format AMPLE (alergi, medikasi, past illness, last meal, dan environment).
Pemeriksaan fisik dimulai dari kepala hingga kaki dan dapat pula ditambahkan pemeriksaan
diagnostik yang lebih spesifik seperti foto thoraks, dan lain-lain.

Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik seharusnya selalu dimulai dengan penanganan jalan napas,
pernapasan, dan sirkulasi. Ketiganya dievaluasi dan distabilkan secara bersamaan, sistem
sirkulasi harus dievaluasi untuk tanda-tanda dan gejala-gejala syok. Jangan hanya berpatokan
pada tekanan darah sistolik sebagai indikator utama syok; hal ini menyebabkan diagnosis
lambat.
Mekanisme kompensasi mencegah penurunan tekanan darah sistolik secara signifikan
hingga pasien kehilangan 30% dari volume darah. Sebaiknya nadi, frekuensi pernapasan, dan
perfusi kulit lebih diperhatikan. Juga, pasien yang mengkonsumsi beta bloker mungkin tidak
mengalami takikardi, tanpa memperhatikan derajat syoknya.
Klasifikasi perdarahan telah ditetapkan, berdasarkan persentase volume darah yang
hilang. Namun, perbedaan antara klasifikasi tersebut pada pasien hipovolemik sering tidak
nyata. Penanganan sebaiknya agresif dan langsung lebih berkaitan pada respon terapi
dibandingkan klasifikasi awal.
1) Perdarahan derajat I (kehilangan darah 0-15%)
 Tidak ada komplikasi, hanya terjadi takikardi minimal.
 Biasanya tidak terjadi perubahan tekanan darah, tekanan nadi, dan frekuensi pernapasan.
 Perlambatan pengisian kapiler lebih dari 3 detik sesuai untuk kehilangan darah sekitar 10%
 Gejala klinisnya, takikardi (frekuensi nadi>100 kali permenit), takipnea, penurunan tekanan
nadi, kulit teraba dingin, perlambatan pengisian kapiler, dan anxietas ringan.
 Penurunan tekanan nadi adalah akibat peningkatan kadar katekolamin, yang menyebabkan
peningkatan resistensi pembuluh darah perifer dan selanjutnya meningkatkan tekanan darah
diastolik.
o Pasien biasanya mengalami takipnea dan takikardi, penurunan tekanan darah sistolik,
oligouria, dan perubahan status mental yang signifikan, seperti kebingungan atau agitasi.
o Pada pasien tanpa cedera yang lain atau kehilangan cairan, 30-40% adalah jumlah kehilangan
darah yang paling kecil yang menyebabkan penurunan tekanan darah sistolik.
o Sebagian besar pasien ini membutuhkan transfusi darah, tetapi keputusan untuk pemberian
darah seharusnya berdasarkan pada respon awal terhadap cairan.
o Gejala-gejalanya berupa takikardi, penurunan tekanan darah sistolik, tekanan nadi menyempit
(atau tekanan diastolik tidak terukur), berkurangnya (tidak ada) urine yang keluar, penurunan
status mental (kehilangan kesadaran), dan kulit dingin dan pucat.
o Jumlah perdarahan ini akan mengancam kehidupan secara cepat.

2) Perdarahan derajat II (kehilangan darah 15-30%)


3) Perdarahan derajat III (kehilangan darah 30-40%)
4) Perdarahan derajat IV (kehilangan darah >40%)

Ada empat daerah perdarahan yang mengancam jiwa meliputi: dada, perut, paha, dan
bagian luar tubuh :
 Dada sebaiknya diauskultasi untuk mendengar bunyi pernapasan yang melemah, karena
perdarahan yang mengancam hidup dapat berasal dari miokard, pembuluh darah, atau laserasi
paru.
 Abdomen seharusnya diperiksa untuk menemukan jika ada nyeri atau distensi, yang
menunjukkan cedera intraabdominal.
 Kedua paha harus diperiksa jika terjadi deformitas atau pembesaran (tanda-tanda fraktur
femur dan perdarahan dalam paha).
 Seluruh tubuh pasien seharusnya diperiksa untuk melihat jika ada perdarahan luar.
 Pada pasien tanpa trauma, sebagian besar perdarahan berasal dari abdomen. Abdomen harus
diperiksa untuk mengetahui adanya nyeri, distensi, atau bruit. Mencari bukti adanya
aneurisma aorta, ulkus peptikum, atau kongesti hepar. Juga periksa tanda-tanda memar atau
perdarahan.
 Pada pasien hamil, dilakukan pemeriksaan dengan speculum steril. Meskipun, pada
perdarahan trimester ketiga, pemeriksaan harus dilakukan sebagai “double set-up” di ruang
operasi. Periksa abdomen, uterus,atau adneksa.

3. Diagnosa Keperawatan
1) Defisit volume cairan yang berhubungan dengan kehilangan cairan tubuh atau penurunan
masukan dapat terjadi karena kehilangan plasma yang berkaitan luka bakar, atau karena
muntah, dan lain-lain.
2) Perubahan perfusi serebral yang berhubungan dengan hipovolemia.
3) Resiko terjadinya kerusakan integritas kulit dan jaringan berhubungan dengan kekurangan
cairan.

4. Intervensi Keperawatan
Dx.
No. Noc Nic Aktifitas
Keperawatan
1 Defisit volume Tujuan :  Pengelolaan Pengkajian :
cairan yang  Kekurangan volume elektrolit  Pantau warna, jumlah,
berhubungan cairan teratasi  Pengelolaan dan frekuensi
dengan  Keseimbangan cairan kehilangan cairan.
kehilangan elektrolit asam basa Pemantauan  Observasi khususnya
cairan tubuh akan dicapai cairan terhadap kehilangan
atau penurunan  Pengelolaan cairan yang tinggi
masukan Kriteria hasil: hipovolemia elektrolit (misalnya;
 Keseimbangan  Terapi intravena diare, drainase luka,
cairan, hidrasi yang  Pengelolaan syok dan drainase
adekuat, dan status iliostomi).
nutrisi yang adekuat  Pantau pendarahan.
: asupan makanan  Identifikasi faktor-
dan cairan faktor yang
 Frekuensi nadi dan berkontribusi terhadap
irama dalam rentang bertambah buruknya
yang diharapkan, dehidrasi.
elektrolit serum  Tinjau ulang
dalam batas normal, elektrolit.
serum dan pH urine
dalam batas normal. Pendidikan :
 Anjurkan pasien untuk
menginformasikan
perawat bila haus.

Kolaboratif :
 Laporkan dan catat
haluaran kurang
dari...ml.
 Laporkan dan catat
haluaran lebih
dari...ml.
 Laporkan
abnormalitas elektrolit.
2 Perubahan Tujuan:  Pemantauan TIK Pengkajian:
perfusi  Menunjukakan  Promosi perfusi  Pantau tanda vital.
serebral status sirkulasi serebral  Pantau ukuran,
berhubungan  Menunjukkan  Manajemen bentuk, dan
dengan kognisi cairan/ elektrolit kesimetrisan serta
hipovolemia  Manajemen reaktifitas pupil.
Kriteria hasil: hipovolemia  Pantau tingkat
 TD siastolik dan  Pemantauan kesadaran dan orientasi
distolik normal neurologis  Pantau curah jantung
 Tidak mengalami  Manajemen  Perawatan sirkulasi:
sakit kepala sensasi perifer lakukan pengkajian
 Terbebas dari konferensif.
aktifitas kejang
 Menun jukkan Aktifitas lain:
fungsi otonom yang  Pertahankan
utuh. parameter
 Menunjukkan hemodinamika .
perhatian,  Berikan obat-obatan
konsentrasi, dan untuk meningkatkan
orientasi kognitif. volume intravascular.
 Menunjukkan  Induksi hipertensi
memori jangka untuk
panjang saat ini. mempertahankan
tekanan serebral.
3 Resiko Tujuan :  Perawatan Pengkajian :
terjadinya  Menunjukkan tempat insisi  Kaji fungsi alat-alat,
kerusakan integritas jaringan :  Pengawasan kulit seperti alat penurun
integritas kulit kulit dan membran  Perawatan luka tekanan.
dan jaringan mukosa  Perawatan tempat
behubungan  Menunjukkan insisi
dengan penyembuhan luka  Perawatan luka:
kekurangan :tujuan utama inpeksi luka pada
cairan  Menunjukkan setiap penggantian
penyembuhan luka : balutan.
tujuan sekunder Pendidikan :
 Ajarkan perawatan
Kriteria hasil : luka insisi
 Suhu, elastisitas, pembedahan, termasuk
hidrasi, pigmentasi, tanda dan gejala
dan warna jaringan infeksi
dalam rentang yang
diharapkan.  Pengawasan kulit
 Penyatuan kulit,
resolusi drainase dari Aktifitas kolaboratif:
dan/atau drain  Konsultasi dengan
 Resolusi pada ahli gizi tentang
daerah sekitar makanan tinggi
eritema kulit. protein, mineral,
 Resolusi dari bau kalori, dan vitamin.
luka.  Rujuk ke perawat
 Drainase purulen terapi enterostoma
dan/atau dari luka, untuk mendapatkan
kulit lecet atau bantuan dalam
maserasi. pengkajian.
 Perawatan luka:
TENS
BAB III
ANALISA KASUS

Ny. NA, usia 32 tahun datang dengan keluhan kulit wajah, kedua lengan, dan kaki kiri
melepuh karena terkena api sejak delapan jam sebelum masuk rumah sakit. Kulit yang
melepuh diakibatkan tersambar api dari kompor minyak tanah yang tiba-tiba meledak dan
menyambar bensin. Pasien tersambar api dalam jangka waktu yang sangat sebentar. Pasien
tidak terkurung dalam ruangan. Tidak ada keluhan sesak nafas, pusing, mual, maupun
muntah.
Pasien datang masih dalam fase akut luka bakar. Dari pemeriksaan umum tidak
ditemukan bulu hidung yang terbakar. Pernapasan normal dan tidak ada eskar melingkar yang
dapat menghalangi pergerakan pernapasan. Tekanan darah pasien sedikit menurun yaitu
100/80 mmHg dengan frekuensi nadi yang meningkat yaitu 112x/menit.
Pada tubuh ditemukan luka bakar di wajah sebelah kiri (4%), lengan kanan (2%),
lengan kiri (3%), dan kaki kiri (2%). Total luas luka bakar mencapai 11% dengan kedalaman
derajat II.
Dari pemeriksaan laboratorium darah tepi ditemukan peningkatan leukosit. Pada
pemeriksaan urin ditemukan banyak eritrosit. Ditemukan pula peningkatan laktat.

Asuhan Keperawatan
1. Identitas Pasien
Nama : Ny. NA
Usia : 32 tahun
Alamat : Desa Dangger Kec. Gembong, Tangerang
Agama : Islam
Pekerjaan : Usaha warung
Pendidikan :-
Status : Menikah
Masuk RSCM : Kamis, 28 Agustus 2009 pukul 00.31

2. Primary survey
a) Airway : bebas, bulu hidung tidak terbakar,jalan nafas paten.
b) Breathing : spontan, frekuensi nafas 20x/menit, reguler, kedalaman cukup
c) Circulation : akral hangat, CRT < 2detik, tekanan darah 100/80 mmHg, frekuensi nadi
112x/menit, suhu afebris,edema pada kelopak atas mata kiri dan bibir.
d) Disability : GCS 15, E4M6V5.
e) Eksposure :
Status lokalis
Kepala dan leher :4%
Trunkus anterior :0%
Trunkus posterior :0%
Esktremitas atas kanan : 2 %
Ekstremitas atas kiri :3%
Ekstremitas bawah kanan : 0 %
Ekstremitas bawah kiri : 2 %
Genitalia :0%
Total : 11 %

Diagnosa Primer
1. Perubahan perfusi serebral yang berhubungan dengan hipovolemia.

Intervensi Keperawatan
Dx.
No. Noc Nic Aktifitas
Keperawatan
1. Perubahan Tujuan:  Pemantauan TIK Pengkajian:
perfusi  Menunjukakan  Promosi perfusi  Pantau tanda vital.
serebral status sirkulasi serebral  Pantau ukuran,
berhubungan  Menunjukkan  Manajemen bentuk, dan
dengan kognisi cairan/ elektrolit kesimetrisan serta
hipovolemia  Manajemen reaktifitas pupil.
Kriteria hasil: hipovolemia  Pantau tingkat
 TD siastolik dan  Pemantauan kesadaran dan orientasi
distolik normal neurologis  Pantau curah jantung
 Tidak mengalami  Manajemen  Perawatan sirkulasi:
sakit kepala sensasi perifer lakukan pengkajian
 Terbebas dari konferensif.
aktifitas kejang
 Menunjukkan Aktifitas lain:
fungsi otonom yang  Pertahankan
utuh. parameter
 Menunjukkan hemodinamika .
perhatian,  Berikan obat-obatan
konsentrasi, dan untuk meningkatkan
orientasi kognitif. volume intravascular.
 Menunjukkan  Induksi hipertensi
memori jangka untuk
panjang saat ini. mempertahankan
tekanan serebral.

2. Penurunan curah jantung berhubungan dengan hipovolemia

Intervensi Keperawatan
No Dx.
Noc Nic Aktifitas
. Keperawatan
1. Penurunan Tujuan :  Reduksi Pengkajian :

curah jantung Menunjukkan curah pendarahan  Kaji dan
berhubungan jantung yang  Perawatan dokumentasikan
dengan memuaskan jantung tekanan darah, adanya
hipovolemia , Menunjukan status  Perawatan sianosis, status
dibuktikan sirkulasi jantung akut pernafasan, dan status
dengan adanya  Promosi perfusi mental
edema pada Kriteria hasil : serebral  Pantau tanda

bibir klien dan Efektifitas pompa  Perawatan kelebihan cairan
pada kelopak jantung: keadekuatan sirkulasi:  Kaji toleransi aktifitas
mata, frekuensi volume darah yang infusiensi arteri pasien
nadi cepat. diinjeksikan dari  Perawatan  Kaji kerusakan
ventrikel kiri untuk embolus perifer kognitif.
mendukung tekanan  Manajemen syok Regulasi
perfusi sistemik.  Pemantauan hemodinamik
 Status sirkulasi: tanda vital
tingkat pengendalian Pendidikan :
darah yang tidak  Jelaskan tujuan
terhambat, satu arah, pemberian oksigen
dan pada tekanan yang  Ajarkan penggunaan,
sesuai melalui dosis, dan efek
pembuluh darah besar samping obat
aliran sistemik dan  Ajarkan untuk
pulmonal. melaporkan dan
 Menunjukan Status menggambarkan
sirkulasi: edema awitan palpitasi dan
perifer, asites, angina. nyeri, durasi, factor
pencetus, daerah,
kualitas, danintensitas.

Aktifitas kolaboratif:
 Konsultasi dengan
dokter mengenai
pemberian atau
penghentian obat
tekanan darah.
 Berikan dan titrasikan
obat antiaritmia,
inotropik, nitrogliseri,
dan vasodilator untuk
mempertahankan
kontraktilitas.

3. Secondary survey
Anamnesis
a. Keluhan utama
Kulit wajah, kedua lengan, dan kaki kiri melepuh karena terkena api sejak delapan jam
sebelum masuk rumah sakit.

b. Riwayat penyakit sekarang


Delapan jam SMRS, pasien sedang melayani pembeli di warungnya. Tiba-tiba kompor
minyak tanah dari dalam warung meledak dan menyambar bensin yang juga dijual di warung
tersebut. Pada saat api mulai menyambar warung, pasien berusaha keluar warung sambil
berlari. Namun pasien tetap tersambar api walaupun sangat sebentar. Terkurung dalam
ruangan (-), menghirup asap (-), sesak nafas (-), terbentur di kepala (-), pingsan (-), pusing (-
), mual (-), muntah (-)
Pasien kemudian dibawa ke RS Balaraja dan diberi perawatan luka dengan
menggunakan salep, kemudian dirujuk ke RS Tangerang dan diberikan perawatan luka dan
obat suntik (Tetagam, TT, dan Lanticet). Pasien kemudian dirujuk ke RSCM atas permintaan
keluarga.

c. Riwayat penyakit dahulu : Alergi obat, hipertensi, Diabetes Melitus, dan asma disangkal.

d. Riwayat penyakit keluarga : Alergi obat, hipertensi, Diabetes Melitus, dan asma disangkal.

Pemeriksaan Fisik
a) Kepala & wajah : deformitas (-), tampak bula pada sisi kiri wajah, bibir edema (+)
b) Mata : kelopak atas mata kiri edema (+) dan tidak dapat dibuka, konjungtiva tidak pucat,
sklera tidak ikterik
c) Leher : pembesaran KGB (-)
d) THT : sekret (-)
e) Dada : simetris dalam diam dan pergerakan
f) Jantung : BJ I & II normal, murmur (-), gallop (-)
g) Paru : vesikuler, ronki -/-, wheezing -/-
h) Abdomen : datar, lemas, NT (-), tdk teraba massa, BU (+) normal, H/L ttb
i) Ekstremitas : lihat status lokalis

Pemeriksaan Penunjang
RUTIN Darah/Hb :+
Hemoglobin : 13,3 g/dL Bilirubin :-
Hematokrit : 40 % Urobilinogen : 0,2
Leukosit : 16700/L Nitrit :-
Trombosit : 343.000/L Esterase leukosit :-
MCV : 79 fl
MCH : 27 pg KIMIA DARAH
MCHC : 34 g/dL Ureum : 23 mg/dL
Lactate : 2,7 mmol/L Creatinin : 0,8 mg/dL
PT : 10,8 detik SGOT : 21 U/L
PT kontrol : 12 detik SGPT : 17 U/L
APTT : 30,8 detik Albumin : 3,6 gr/dL
APTT kontrol : 33,5 detik
GDS : 105 mg/dL
URINALISIS Na : 144 meq/L
Sedimen K : 4,3 meq/L
Sel epitel :+ Cl : 108 meq/L
Leukosit : 1-2
Eritrosit : 10-11 ANALISA GAS DARAH
Silinder :- pH : 7,35
Kristal : - pCO2 : 35,2 mmHg
Bakteri : - pO2 : 103,8 mmHg
Berat jenis : 1.015 SO2% : 97
pH :5 BE ect : -6,1 mmol/L
Protein :- Beb : -4,6
Glukosa :- SBC : 20,6
Keton :+ HCO3 : 19,7 mmol/L
TCO2 : 20,7 mmol/L

Diagnosa sekunder
Resiko terjadinya kerusakan integritas kulit dan jaringan berhubungan dengan kekurangan
cairan.

Intervensi Keperawatan
Dx.
No. Noc Nic Aktifitas
Keperawatan
1. Resiko Tujuan :  Perawatan Pengkajian :
terjadinya  Menunjukkan tempat insisi  Kaji fungsi alat-alat,
kerusakan integritas jaringan :  Pengawasan kulit seperti alat penurun
integritas kulit kulit dan membran  Perawatan luka tekanan.
dan jaringan mukosa  Perawatan tempat
behubungan  Menunjukkan insisi
dengan penyembuhan luka  Perawatan luka:
kekurangan :tujuan utama inpeksi luka pada
cairan  Menunjukkan setiap penggantian
penyembuhan luka : balutan.
tujuan sekunder
Pendidikan :
Kriteria hasil :  Ajarkan perawatan
 Suhu, elastisitas, luka insisi
hidrasi, pigmentasi, pembedahan, termasuk
dan warna jaringan tanda dan gejala
dalam rentang yang infeksi
diharapkan.  Pengawasan kulit
 Penyatuan kulit,
resolusi drainase dari Aktifitas kolaboratif:
dan/atau drain  Konsultasi dengan
 Resolusi pada ahli gizi tentang
daerah sekitar makanan tinggi
eritema kulit. protein, mineral,
 Resolusi dari bau kalori, dan vitamin.
luka.  Rujuk ke perawat
 Drainase purulen terapi enterostoma
dan/atau dari luka, untuk mendapatkan
kulit lecet. bantuan dalam
pengkajian.
 Perawatan luka:
TENS
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Luka bakar diklasifikasikan berdasarkan penyebab, kedalaman luka, berdasarkan
ukuran luas luka bakar, dan berdasarkan berat ringannya. Berdasarkan penyebabnya luka
bakar terdiri dari : luka bakar yang disebabkan oleh radiasi, air panas, listrik, bahan/ zat
kimia, api dan sebagainya.
Untuk mengkaji beratnya luka bakar harus dipertimbangkan bebebrapa faktor antara
lain : persentase area (luasnya) luka bakar pada permukaan tubuh, kedalaman luka bakar,
umur klien, riwayat pengobatan yang lalu, dan trauma yang menyertai atau bersamaan.
Seseorang yang menderita luka bakar akan mengalami sesuatu bentuk syok
hipovolemik yang dikenal sebagai syok luka bakar. Segera setelah cedera termal, terjadi
kenaikan nyata pada tekanan hidrostatik kapiler pada jaringan yang cidera, disertai dengan
peningkatan permeabilitas kapiler. Hal ini mengakibatkan perpindahan cepat cairan plasma
dari kompartemen intravaskular menembus kapiler yang rusak karena panas, dalam daerah
interstisial (mengakibatkan edema) dan luka bakar itu sendiri.

B. Saran
Setelah membaca makalah ini dapat memberikan pengetahuan dan wawasan bagi
pembaca khususnya tentang keperawatan klien dengan kegawatan pada pasien luka bakar.
DAFTAR PUSTAKA

Brunner and Suddarth’s. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medical Bedah. (Edisi kedelapan). Jakarta :
EGC.
Hudak, Carolyn M. 1996. Keperawatan Kritis : Pendekatan holistik. Jakarta : EGC.
Musliha. 2010. Keperawatan Gawat Darurat (Plus Contoh Askep dengan Pendekatan NANDA, NIC,
NOC). Yogyakarta : Nuha medika.
Wilkinson, Judit M. 2011. Buku Saku Diagnosis Keperawatan : Diagnosis NANDA, Intervensi NIC,
Kriteria Hasil NOC. Jakarta : EGC
LAMPIRAN 1 : NILAI NORMAL PEMERIKSAAN PENUNJANG

A. RUTIN
1. Hb nilai normalnya :
 Dewasa pria : 13,5-18 gram/dl
 Dewasa wanita : 12-16 gram/dl
 Wanita hamil : 10-15 gram/dl
 Laki-laki tua : 12,4-14,9 gram/dl
 Perempuan tua : 11,7-13,8 gram/dl
 Anak-anak : 11-16 gram/dl
 Balita : 9-15 gram/dl
 Bayi : 10-17 gram/dl
 Neonatus : 14-27 gram/dl

2. Ht nilai normalnya :
 Dewasa pria : 40-54%
 Dewasa wanita : 37%
 Wanita hamil : 30-46%
 Anak-anak : 31-45%
 Balita : 35-44%
 Bayi : 29-54%
 Neonatus : 40-68%

3. Leukosit nilai normalnya : (4500-10000 sel/mm³)


 Neonatus : 9.000-30.000sel/mm³
 Bayi-balita : 5.700-18.000 sel/mm³
 Anak 10 tahun : 4.500-13.500 sel/mm³
 Ibu hamil : 6.000-17.000 sel/mm³
 Post partum : 9.700-25.700 sel/mm³

4. Trombosit nilai normalnya :


 Dewasa : 150.000-400.000 sel/mm³
 Anak-anak : 150.000-450.000 sel/mm³
5. MCV nilai normalnya : 82-92 femtoliter
6. MCH nilai normalnya : 27-31 picograms/sel
7. MCHC nilai normalnya : 32-37 gram/desiliter
8. Lactate nlai normalnya : 4,5-19,8 mg/dl (0,5-2,2 mmol/L)
9. PT nilai normalnya : 11-12,5 detik (85%-100%)
10. PT kontrol nilai normalnya :
11. APTT nilai normalnya : 20-35 detik

B. URINALISIS
1. Sedimen
a. Sel epitel : +
b. Leukosit : 4500-10000 sel/mm3,
 Neonatus : 9000-30000 sel/mm3,
 Bayi-balita rata-rata : 5700-18000 sel/mm3,
 Anak 10 tahun : 4500-13500 sel/mm3,
 Ibu hamil : 6000-17000 sel/mm3,
 Postpartum : 9000-25700 sel/mm3.
c. Silinder : -
d. Kristal : -
e. Bakteri : -
2. Berat jenis :
3. pH : nilai normalnya 4,6-8,0
4. Protein : -
5. Glukosa : -
6. Keton : +
7. Darah/Hb : +
8. Bilirubin : -
9. Urobilinogen : nilai normalnya 0,1-1,0 Eµ/DL
10. Nitrit : -
11. Esterase leukosit : -

C. KIMIA DARAH
1. Ureum : nilai normalnya 15-40 mg/dl
2. Creatinin : nilai normalnya 0,5-1,5mg/dl ( wanita 0,5-0,9 mg/dl, laki-laki 0,6-1,3 mg/dl)
3. SGOT : nilai normalnya 5-40 µ/L (wanita 31 µ/L, laki-laki 37 µ/L)
4. SGPT : nilai normalnya 5-41 µ/L (wanita 32 µ/L, laki-laki 42 µ/L)
5. Albumin : nilai normalnya 3,8-5,0 gr%
6. GDS : nilai normalnya 60-100 mg/dl
7. Na : nilai normalnya 310±335 mg (13,6±14 meq/liter)
8. K : nilai normalnya 14-20 mg% (3,5±5,0 meq/liter)
9. Cl : nilai normalnya 350-375 mg% (100-106 meq/liter)
10. Eritrosit : nilai normalnya
 Dewasa wanita 4,0-5,5 juta sel/mm³
 Dewasa pria 4,5-6,2 juta sel/mm³
 Bayi 3,8-6,1 juta sel/mm³
 Anak-anak 3,6-4,8 juta sel/mm³

D. ANALISA GAS DARAH


1. pH : 7,35-7,45
2. pCo2 : 35-45 mmHg
3. pO2 : 80-100 mmHg
4. SO2% : 97
5. BE ect : -6,1 mmil/L
6. Beb : -4,6
7. SBC : 20,6
8. HCO3 : 22-26 mEq/L
9. TCO2 : 20,7 MMOL/L

You might also like