You are on page 1of 11

CASE REPORT

VARICELLA

Disusun oleh :
dr. Cindikia Ayu Sholekha Hani

Pembimbing :
dr. Ratna Keumala E.H.

Program Internsip Dokter Indonesia


Januari 2018
STATUS PASIEN
PESERTA INTERNSIP DOKTER INDONESIA
PUSKESMAS KECAMATAN CAKUNG

IDENTITAS
Nama : An. S
Usia : 7 tahun
Tempat, Tanggal Lahir : Jakarta, 01 Agustus 2010
Pekerjaan : Pelajar
Pendidikan Terakhir : Taman Kanak-Kanak
Agama : Islam
Alamat : Kp. Rawa Badung RT 07 RW 07
No RM : 15.404xx
Tanggal Masuk : 02 Januari 2018
Tanggal Pemeriksaan : 02 Januari 2018

ANAMNESIS
1. Keluhan Utama: bentol kemerahan yang melenting sejak 1 hari yang lalu
2. Keluhan Tambahan: demam disertai batuk pilek
3. Riwayat Penyakit Sekarang:
Pasien diantar oleh ibunya dengan keluhan terdapat bentol kemerahan yang melenting
sejak 1 hari yang lalu. Bentol kemerahan melenting seperti tetesan air mata yang terdapat
pada bagian muka, leher, dada, perut, punggung, kedua tungkai atas. Ibu pasien mengatakan
bahwa keluhan tersebut awalnya muncul pada bagian muka terlebih dahulu, lalu semakin
lama semakin banyak pada daerah lainnya. Adanya keluhan gatal disangkal oleh pasien. Ibu
pasien mengatakan bahwa sebelumnya pasien mengalami demam terlebih dahulu 2 hari
sebelumnya. Demam dirasakan oleh ibu pasien tinggi, tetapi ibu pasien tidak memeriksa
dengan menggunakan alat temperatur. Keluhan demam tersebut disertai dengan adanya batuk
dan pilek. Batuk dirasakan jarang. Ibu pasien mengatakan bahwa teman sepermainan pasien
juga mengalami hal yang serupa 1 minggu yang lalu.
4. Riwayat Penyakit Dahulu:
Pasien belum pernah merasakan seperti ini sebelumnya

1
5. Riwayat Penyakit Keluarga:
Ibu pasien pernah mengalami hal serupa di waktu kecil

PEMERIKSAAN FISIK (tanggal 02/01/2018)


A. Pemeriksaan Umum:
1. Kesan Umum : Tampak Sakit Ringan
2. Kesadaran : Compos Mentis
3. Tanda Utama :

Frekuensi nadi : 78 x/menit, reguler, isi cukup.


Frekuensi napas : 20 x/ menit
Suhu axilla : 37,4o Celsius
Tekanan darah : tidak dilakukan
Berat badan : 18,6 kg

B. Pemeriksaan Khusus
1. Kepala
Bentuk : Normochepal
Posisi : Simetris
2. Mata
Exophthalmus : Tidak ada
Enopthalmus : Tidak ada
Edema kelopak : Tidak ada
Konjungtiva anemis : -/-
Sklera ikterik : -/-
3. Hidung
Bentuk normal, nafas cuping hidung (-), sekret (-), septum deviasi (-)
4. Mulut
Bibir kering pecah-pecah : (-)
Sianosis : (-)
5. Tenggorokan
Faring : Dalam batas normal
Lidah : Lidah tidak kotor berwarna putih, tidak deviasi
Uvula : Letak ditengah, tidak deviasi
Tonsil : T1-T1, tenang

2
6. Telinga
Pendengaran : Baik
Darah & cairan : Tidak ditemukan
7. Leher
Trakea : Tidak deviasi
Kelenjar tiroid : Tidak ada pembesaran
Kelenjar limfe : Tidak ada pembesaran
8. Dada
Kanan Kiri

Depan :

Inspeksi Pergerakan simetris Pergerakan simetris

Palpasi Fremitus normal Fremitus normal

Perkusi Sonor Sonor

Auskultasi Vesikular, ronki (-), Vesikular, ronki (-),


mengi (-) mengi (-)

Kanan Kiri

Belakang :

Inspeksi Pergerakan simetris Pergerakan simetris

Palpasi Fremitus normal Fremitus normal

Perkusi Sonor Sonor

Auskultasi Vesikular, ronki basah Vesikular, ronki basah


halus (-), mengi (-) halus (-), mengi (-)

9. Jantung
Inspeksi : Iktus cordis terlihat
Palpasi : Iktus cordis teraba kuat
Perkusi : Batas jantung kanan di ICS 4 linea sternalis

3
Batas jantung kiri di ICS 4 linea midclavikula sinistra
Batas pinggang jantung di ICS 2 linea parasternalis sinistra
Auskultasi : Bunyi jantung I-II normal, regular, gallop (-) murmur (-)

10. Abdomen
Inspeksi : Bentuk abdomen datar, gerakan peristaltik usus tidak
terlihat, tidak tampak adanya sikatriks
Auskultasi : Bising usus (+) Normal
Perkusi : Timpani pada keempat kuadran
Palpasi : Dalam Batas Normal

11. Ekstremitas
Akral hangat pada ekstremitas atas dan bawah kanan kiri

C. Status Dermatologikus

4
Distribusi : Lokalisata

Lokasi : Wajah, leher, dada, perut, punggung, lengan kanan dan kiri,
dan kaki kanan dan kiri

Sifat Lesi : Lesi bilateral, multiple, diskret-konfluens, berukuran miliaria


tersusun secara tidak beraturan, berbatas tegas dengan
permukaan menonjol, dengan warna kemerahan dibandingkan
kulit sekitarnya

Efloresensi : Vesikel, makula eritematosa, papula eritematosa, pustul

DIAGNOSIS KERJA
Varicella

5
DIAGNOSIS BANDING
Herpes Zoster

PLANNING
A. Rencana Pemeriksaan
Melakukan pemeriksaan Tzanck dengan menggunakan pewarnaan Giemsa

B. Tatalaksana
1. Non medikamentosa
- Menjelaskan kepada pasien dan keluarga tentang penyakit tersebut
- Menjelaskan kepada pasien dan keluarga agar tidak menggaruk lenting
kemerahan agar tidak pecah
- Menganjurkan agar senantiasa menjaga kebersihan kulit
- Menyarankan pasien untuk istirahat, agar tidak menularkan ke orang lain
- Senantiasa mengkonsumsi makanan dan minuman yang sehat

2. Medikamentosa
- Asiklovir 5x200mg selama 7 hari
- Asiklovir cream
- Dexamethasone 3x0,25mg
- Chlorpheniramine maleat 3x2mg
- Parasetamol 3x250mg

C. Rencana Edukasi
1. Pasien boleh mandi, asalkan vesikel tidak boleh pecah
2. Apabila gatal, jangan digaruk

PROGNOSIS
Quo ad vitam : ad bonam
Quo ad functionam : ad bonam
Quo ad sanationam : ad bonam

6
VARICELLA

PENDAHULUAN

Di Indonesia dan negara tropis lainnya, morbiditas varisela masih tinggi, terutama
pada masa anak dan dewasa muda (pubertas). Varisela tidak menyebabkan kematian. Sejak
lama disepakati bahwa varisela dapat sembuh sendiri (swasirna). Namun, varisela termasuk
penyakit yang kontagius (menular) dan penularan terjadi dengan cepat secara airborn
infection, terutama pada orang serumah dan pada orang dengan imunokompremais. Pada
orang dengan imunokompremais (misalnya pasien dengan HIV) dan kelompok tertentu (ibu
hamil, neonatus) biasanya gejala lebih berat dan mudah mengalami komplikasi.

Berbagai jenis obat antivirus berguna menghambat replikasi virus varisela-zoster,


misalnya asiklovir, valasiklovir, famsiklovir, dan foskarnet. Obat antivirus bermanfaat bila
diberikan dalam waktu 24 jam setelah muncul erupsi kulit. Imunisasi vaksin varisela di
Indonesia tidak termasuk imunisasi yang diharuskan.

DEFINISI

Infeksi akut primer oleh virus varisela-zoster yang menyerang kulit dan mukosa,
manifestasi klinis didahului gejala konstitusi, kelainan kulit polimorf, terutama berlokasi di
bagian sentral tubuh.

EPIDEMIOLOGI

Varisela tersebar kosmopolit, menyerang terutama anak-anak (90%), tetapi dapat juga
menyerang orang dewasa (2%), sisanya menyerang kelompok tertentu. Transmisi penyakit
ini secara aerogen. Masa penularannya lebih kurang 7 hari dihitung dari timbulnya gejala
kulit.

Berbeda dengan varisela, meskipun virusnya sama VVZ, namun, herpes zoster jarang
(hanya 3%) mengenai anak-anak. Morbiditas meningkat seiring bertambahnya usia. Bila
ditemukan herpes zoster pada anak, sebaiknya dicurigai kemungkinan pasien tersebut
imunokompremais.

7
ETIOPATOGENESIS

Penyebab varisela adalah virus varisela-zoster (VVZ). Penamaan tersebut memberi


pengertian bahwa infeksi primer virus ini menyebabkan penyakit varisela, sedangkan
reaktivasi menyebabkan herpes zoster. VVZ merupakan anggota famili herpes virus. Virion
VVZ berbentuk bulat, berdiameter 150-200 nm, DNA terletak di antara nukleokapsid, dan
dikelilingi oleh selaput membran luar dengan sedikitnya terdapat tiga tonjolan glikoprotein
mayor. Glikoprotein ini yang merupakan target imunitas humoral dan seluler.

VVZ masuk ke dalam tubuh melalui mukosa saluran napas atas dan orofaring. Virus
bermultiplikasi di tempat masuk (port d’entry), menyebar melalui pembuluh darah dan limfe,
mengakibatkan viremia primer. Tubuh mencoba mengeliminasi virus terutama melalui sistem
pertahanan tubuh non spesifik, dan imunitas spesifik terhadap VVZ. Apabila pertahanan
tubuh tersebut gagal mengeliminasi virus terjadi viremia sekunder kurang lebih dua minggu
setelah infeksi. Viremia ini ditandai oleh timbulnya erupsi varisela, terutama di bagian sentral
tubuh dan di bagian perifer lebih ringan. Pemahaman baru menyatakan bahwa erupsi kulit
sudah dapat terjadi setelah viremi primer. Setelah erupsi kulit dan mukosa, virus masuk ke
ujung saraf sensorik kemudian menjadi laten di ganglion dorsalis posterior. Pada suatu saat,
bila terjadi reaktivasi VVZ, dapat terjadi manifestasi herpes zoster, sesuai dermatom yang
terkena.

MANIFESTASI KLINIS

Masa inkubasi penyakit ini berlangsung 14 sampai 21 hari. Gejala klinis dimulai
dengan gejala prodromal, yakni demam yang tidak terlalu tinggi, malaise dan nyeri kepala,
kemudian disusul timbulnya erupsi kulit berupa papul eritematosa yang dalam waktu
beberapa jam berubah menjadi vesikel. Bentuk vesikel ini khas mirip tetesan embun (tear
drops) di atas dasar yang eritematosa. Vesikel akan berubah menjadi keruh menyerupai
pustul dan kemudian menjadi krusta. Sementara proses ini berlangsung, timbul lagi vesikel-
vesikel baru sehingga pada satu saat tampak gambaran polimorfi.

Penyebaran terutama di daerah badan, kemudian menyebar secara sentrifugal ke


wajah dan ekstremitas, serta dapat menyerang selaput lendir mata, mulut, dan saluran napas
bagian atas. Jika terdapat infeksi sekunder terdapat pembesaran kelenjar getah bening
regional. Penyakit ini biasanya disertai rasa gatal.

8
Komplikasi pada anak-anak umumnya jarang timbul dan lebih sering pada orang
dewasa berupa ensefalitis, pneumonia, glomerulonefritis, karditis, hepatitis, keratitis,
konjungtivitis, otitis, arteritis, dan kelainan darah (beberapa macam purpura).

Infeksi yang timbul pada trimester pertama kehamilan dapat menimbulkan kelainan
kongenital, sedangkan infeksi yang terjadi beberapa hari menjelang kelahiran dapat
menyebabkan varisela kongenital pada neonatus.

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pada umumnya tidak diperlukan pada varisela tanpa komplikasi, pada sediaan darah
tepi dapat ditemukan penurunan leukosit, dan peningkatan enzim hepatik. Dapat dilakukan
percobaan Tzanck dengan cara membuat sediaan hapus yang diwarnai dengan Giemsa.
Bahan diambil dari kerokan dasar vesikel dan akan didapati sel datia berinti banyak. Namun,
hasil ini tidak spesifik untuk varisela.

Bila keadaan laboratorium memungkinkan dapat dilakukan pemeriksaan cairan


vesikel dengan PCR guna membuktikan infeksi DNA VVZ, atau serologik atau flouresent-
antibody to membrane antigen of VVZ dan atau dengan menggunakan tes aglutinasi lateks.

TATALAKSANA

Pengobatan bersifat simtomatik dengan antipiretik dan analgesik, untuk


menghilangkan rasa gatal dapat diberikan sedatif, atau antihistamin yang memiliki efek
sedatif. Antipiretik antara lain parasetamol, hindari salisilat atau aspirin karena dapat
menimbulkan sindrom Reye.

Terapi lokal ditujukan mencegah agar vesikel tidak pecah terlalu dini, karena itu
diberikan bedak yang ditambahkan dengan zat anti gatal (mentol, kamfora). Jika timbul
infeksi sekunder dapat diberikan antibiotik oral atau salap. Dapat pula diberikan obat-obat
antivirus. Varicella zoster immunoglobuline (V.I.Z.I.G) dapat mencegah atau meringankan
varisela dan diberikan secara intramuskular dalam 4 hari setelah terpajan.

Indikasi pemberian antivirus adalah bila sebelumnya telah ada anggota keluarga
serumah yang menderita varisela, atau pada pasien imunokompremais, antara lain pasien
dengan keganasan, infeksi HIV/AIDS, atau yang sedang mendapat pengobatan
imunosupresan, misalnya kortikosteroid jangka panjang, atau sitostatik dan pada kehamilan.

9
DAFTAR PUSTAKA

Djuanda A, Hamzah M, Aisyah S. 2007. Ilmu penyakit kulit dan kelamin. Edisi ke lima. Fakultas
Kedokteran Indonesia: Jakarta

10

You might also like