You are on page 1of 13

Pengaruh Cahaya Terhadap Tumbuhan

Cahaya adalah faktor lingkungan yang diperlukan untuk mengendalikan

pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan. Menurut Jumin (1992), alasan

utamanya adalah tentu saja karena cahaya merupakan energi dasar untuk proses

fotosintesis karena energi cahaya menggiatkan beberapa proses dan sistem enzim

yang terlibat dalam rangkaian fotosintesis.

Cahaya memiliki sifat gelombang (wave nature) dan sifat partikel (particle

nature). Cahaya mencakup bagian dari energi matahari dengan panjang

gelombang antara 390 nm sampai 760 nm dan tergolong cahaya tampak. Kisaran

ini merupakan porsi kecil dari kisaran spektrum elektromagnetik. (Lakitan, 2001).

Sifat cahaya sebagai partikel biasanya diekspresikan dengan pernyataan bahwa

cahaya menerpa sebagai foton (photon) atau kuanta, yang merupakan suatu paket

diskrit dari energi, dimana masing-masing dikaitkan dengan panjang gelombang

tertentu (Lakitan, 2001).

Iklim menentukan tipe vegetasi yang tumbuh secara alami dan macam

produksi pertanian yang mungkin dilakukan. Beberapa komponen faktor

lingkungan yang penting dalam menentukan pertumbuhan dan produksi tanaman

di antaranya yaitu : radiasi matahari, suhu, tanah, air (Sunu dan Wartoyo, 2006).

Radiasi cahaya matahari merupakan faktor utama diantara faktor iklim yang lain,

tidak hanya sebagai sumber energi primer tetapi karena pengaruhnya terhadap

keadaan faktor-faktor yang lain seperti : suhu, kelembaban dan angin.

Respon tanaman terhadap radiasi cahaya matahari pada dasarnya dapat

dibagi menjadi tiga aspek, yaitu : intensitas, kualitas dan fotoperiodisitas (Sunu
dan Wartoyo, 2006). Ketiga aspek ini mempunyai pengaruh yang berbeda satu

dengan yang lainnya, demikian juga keadaannya di alam.

Intensitas Cahaya

Intensitas cahaya adalah banyaknya energi yang diterima oleh suatu tanaman

per satuan luas dan per satuan waktu (kal/cm2/hari). Pengertian intensitas disini

sudah termasuk di dalamnya lama penyinaran, yaitu lama matahari bersinar dalam

satu hari, karena satuan waktunya menggunakan hari. Intensitas cahaya dan

lamanya penyinaran mempengaruhi sifat tanaman (Heddy,1987).

Menurut Sunu dan Wartoya (2006), besarnya intensitas cahaya yang diterima

oleh tanaman tidak sama utuk setiap tempat dan waktu. Hal ini tergantung dari

beberapa hal yaitu :

1) Jarak antara matahari dan bumi, misalnya pada pagi dan sore hari intensitasnya

lebih rendah dari pada siang hari karena jarak matahari lebih jauh. Juga di

daerah sub tropis, intensitasnya lebih rendah dibanding daerah tropis.

Demikian pula di puncak gunung intensitasnya (1,75 g.kal/cm2/menit) lebih

tinggi dari pada di dataran rendah (di atas permukaan laut = 1,50 g.kal

/cm2/menit).

2) Tergantung pada musim, misalnya pada musim hujan intensitasnya lebih

rendah karena radiasi matahari yang jatuh sebagian diserap awan, sedangkan

pada musim kemarau pada umumnya sedikit awan sehingga intensitasnya lebih

tinggi. Lamanya periode cahaya matahari atau panjang hari ditentukan oleh

musim.

3) Letak geografis, jumlah cahaya yang diterima ditentukan oleh letak lintang

(latitude). Di daerah tropik jumlah energi mayahari yang dapat tertangkap kira-
kira 191 kilo kalori/cm2, di daerah subtropik 120 kilo kalori/ cm2 setiap

tahunnya. Di Gurun Sahara daerah tropik energi matahari yang tertangkap

dapat mencapai 200 kilo kalori/cm2/tahun. Sedangkan di Samaru Nigeria Utara

pada Latitude 11o utara rata-rata sebesar 17 MJ/m2 pada bulan September dan

sebesar 24 MJ/m2 pada bulan maret (Jumin,1992).

Pengaruh intensitas cahaya terhadap pertumbuhan dan perkembangan

tanaman sejauh mana berhubungan erat dengan proses fotosintesis. Dalam proses

ini energi cahaya diperlukan untuk berlangsungnya penyatuan CO2 dan air untuk

membentuk karbohidrat. Semakin besar jumlah energi yang tersedia akan

memperbesar jumlah hasil fotosintesis sampai dengan optimum (maksimum).

Untuk menghasilkan berat kering yang maksimal, tanaman memerlukan intensitas

cahaya penuh. Namun demikian intensitas cahaya yang sampai pada permukaan

kanopi tanaman sangat bervariasi, hal ini merupakan salah satu sebab potensi

produksi tanaman aktual belum diketahui. (Sunu dan Wartoyo, 2006)

Kualitas Cahaya

Cahaya matahari yang sampai pada tajuk atau kanopi tanaman tidak

semuanya dapat dimanfaatkan, sebagian dari cahaya tersebut diserap, sebagian

ditransmisikan, atau bahkan dipantulkan kembali. Kualitas cahaya adalah mutu

cahaya yang dinyatakan dengan panjang gelombang (Jumin,1992). Kualitas

cahaya matahari ditentukan oleh proporsi relatif panjang gelombangnya, selain itu

kualitas cahaya tidak selalu konstan namun bervariasi dari musim ke musim,

lokasi geografis serta perubahan komposisi udara di atmosfer.

Secara fisika, radiasi matahari merupakan gelombang- gelombang

elektromagnetik dengan berbagai panjang gelombang (Rai dkk, 2008). Tidak


semua gelombang- gelombang tadi dapat menembus lapisan atas atmosfer untuk

mencapai permukaan bumi. Pengertian cahaya berkaitan dengan radiasi yang

terlihat oleh mata, dan hanya sebagian kecil saja yang diterima dari radiasi total

matahari. Cahaya yang tampak (visible light) mempunyai panjang gelombang dari

400 mµ sampai 760 mµ (1 mµ = 10 Angstrom) (Jumin,1992). Cahaya itu terdiri

dari berbagai panjang gelombang dan warna. Ukuran panjang gelombang masing-

masing radian tersebut dapat dilihat pada Gambar 2.4.

Gambar 2.4 Panjang Gelombang Radiasi Matahari


(Sumber : www.biofir.com )

Sehubungan dengan tanaman, tidak semua panjang gelombang bermanfaat

bagi tanaman. Panjang gelombang yang berfungsi untuk aktivitas fotosintesa

tanaman adalah berkisar antara 400 mµ sampai 760 mµ atau sinar yang tampak.

Selang panjang gelombang yang menghasilkan cahaya yang dapat dilihat disebut

dengan PAR (photosyntetically active radiation). Suatu penelitian yang dilakukan


untuk melihat besarnya absorpsi tanaman terhadap photosyntetically active

radiation memperlihatkan bahwa ternyata setiap panjang gelombang

memperlihatkan daya absorpsi yang berbeda-beda. (Jumin,1992).

Fotoperiodisme

Adanya rotasi dan revolusi bumi dari hari ke hari dan dari tahun ke tahun

akan memberikan pengaruh yang beragam terhadap pertumbuhan tanaman. Posisi

bumi terhadap matahari akan mempengaruhi lamanya periode siang dan malam di

berbagai tempat di bumi. Lamanya periode penyinaran matahari (fotoperiode)

dapat mempengaruhi terhadap lamanya fase-fase suatu perkembangan tanaman

dengan bahan genetis tertentu. Fase-fase perkembangan yang dapat dipengaruhi

oleh fotoperiode diantaranya perkecambahan, pertumbuhan vegetatif, dan fase

berbunga (reproduktif) (Jumin, 1992). Lamanya penyinaran yang diterima

tanaman memberikan tanggapan tertentu terhadap kegiatan fisiologis. Tanggapan

itu disebut dengan fotoperiodisme. Fotoperiodisme adalah respon tanaman

terhadap lama terang relatif dan lama gelap relatif (panjang hari relatif) (Jumin,

1992).

Panjang hari berubah beraturan sepanjang tahun sesuai dengan deklinasi

matahari dan berbeda pada setiap tempat menurut garis lintang. Pada daerah

equator panjang hari sekitar 12 jam per harinya, semakin jauh dari equator

panjang hari dapat lebih atau kurang sesuai dengan pergerakan matahari. Secara

umum dapat dikatakan bahwa semakin lama tanaman mendapatkan pencahayaan

matahari, semakin intensif proses fotosintesis, sehingga hasil akan tinggi. Akan

tetapi fenomena ini tidak sepenuhnya benar karena beberapa tanaman memerlukan

lama penyinaran yang berbeda untuk mendorong fase-fase perkembangannya.


Berdasarkan respon tanaman terhadap fotoperioda, tanaman dibagi atas tiga

golongan yaitu :

1) Tanaman Hari Pendek (Short Day Plant)

Tanaman hari pendek adalah tanaman yang hanya dapat berbunga bila

panjang hari kurang dari batas waktu kritisnya (panjang hari maksimum). Menurut

Sarna dkk. (2007) batas waktu kritis untuk tanaman hari pendek 11-15 jam.

Tanaman hari pendek akan mengalami pertumbuhan vegetatif terus-menerus

apabila panjang hari melewati nilai kritis, dan akan berbunga di hari pendek di

akhir musim panas dan musim gugur. Tetapi tanaman hari pendek tidak akan

berbunga di awal di hari pendek di awal musim semi, dan akan berbunga di hari

pendek di akhir musim semi. Hal ini dipengaruhi oleh suhu yang tidak

memungkinkan untuk melanjutkan ke fase perbungaan dan pertumbuhan vegetatif

yang tersedia pada saat itu belum mencukupi untuk mengantarkan tanaman ke

pembungaan. Tanaman yang peka terhadap fotoperiode, pembungaan dan

pembentukan buahnya sangat ditentukan oleh panjang hari. Dengan perbedaan

panjang hari 15 menit saja sudah berarti bagi terbentuknya bunga. (Jumin, 1992).

2) Tanaman Berhari Panjang (Long Day Plant)

Tanaman berhari panjang adalah tanaman yang menunjukkan respon

berbunga lebih cepat bila panjang hari lebih panjang dari batas kritis tertentu

(panjang hari minimum), atau disebut juga tanaman yang bermalam pendek.

Menurut Sarna dkk. (2007), batas waktu kritis untuk tanaman hari panjang 12-14

jam. Kombinasi suhu dan panjang hari yang mengontrol pertumbuhan vegetatif

dan generatif pada beberapa jenis tanaman hari panjang sebenarnya dapat
diciptakan dengan perlakuan-perlakuan terhadap tanaman. Misalnya penyinaran

singkat di malam hari untuk memperpendek periode gelap.

3) Tanaman Berhari Netral (Netural Day Plant)

Tanaman berhari netral (intermediete) adalah tanaman yang berbunga tidak

dipengaruhi oleh panjang hari. Tanaman intermediete dalam zona sedang bisa

berbunga dalam beberapa bulan. Tetapi tanaman yang tumbuh di daerah tropik

yang mengalami 12 jam siang dan 12 jam malam dapat berbunga terus menerus

sepanjang tahun. Oleh karena itu tanaman yang tumbuh di daerah tropik pada

umumnya adalah tanaman intermediete.

Tanaman intermediete memerlukan pertumbuhan vegetatif tertentu sebagai

tahap untuk menuju tahap pembungaan tanpa dipengaruhi oleh fotoperiode

(Jumin,1992).

Beberapa contoh tanaman hari panjang, hari pendek dan hari netral dapat dilihat

pada tabel berikut ini :

Tabel 2.1 Contoh Tanaman Hari Panjang, Hari Pendek dan Hari Netral

Kelompok Tnm hari pendek Tnm hari panjang Tnm hari netral
Sayuran kentang, ketela bayam, lobak, tomat, lombok, okra
rambat kacang- selada
kacangan
Buah Jagung - Strawberry
Bunga Chrysanthemum, China aster, Carnation, dianthus,
Cosmos bouvardia, gardenia, Violet cyclamon
Stevia poinsetia delphinium
(Sunu dan Wartoya, 2006)

Dari hasil percobaan para peneliti, yaitu dengan memberikan variasi

penyinaran dapat diketahui bahwa faktor yang menyebabkan tumbuhan berbunga

bukan karena periode terang dan juga bukan nisbah antar periode terang dan

gelap. Tetapi tergantung dari panjang periode gelap. Jadi, tumbuhan hari pendek
berbunga ketika periode malam panjang sehingga lebih tepat disebut dengan

tumbuhan malam panjang dan tumbuhan hari panjang disebut dengan tumbuhan

malam pendek.

Kita dapat membedakan tumbuhan hari panjang dengan tumbuhan hari

pendek bukan dengan panjang malam absolut tetapi melalui panjang malam kritis

yang menentukan jumlah jam gelap maksimum (tumbuhan hari panjang) dan

jumlah jam gelap minimum (tumbuhan haru pendek) yang diperlukan untuk

perbungaan (Campbel dkk, 2003).

Menurut Sarna dkk. (2007), bagian tumbuhan yang berperan sebagai

reseptor fotoperiode adalah daun. Tumbuhan yang diletakkan pada fotoperioda

yang cocok untuk berbunga dihilangkan daunnya, maka tumbuhan tersebut tidak

berbunga. Bila satu daun muda dari tanaman tersebut dibiarkan maka tanaman

tesebut dapat berbunga.

Fitokrom
Agar tanaman mampu mengendalikan perkembangan tumbuhan, pertama-

tama tumbuhan harus menyerap cahaya. Penemuan tentang panjang malam

merupakan suatu faktor kritis yang mengontrol respon musiman tumbuhan

membawa pada pertanyaan tentang bagaimana tumbuhan dapat mengukur panjang

kegelapan dalam suatu fotoperiode. Hal yang dapat menjelaskannya adalah

pigmen yang bernama fitokrom (phytochrome) (Campbel dkk, 2003). Pigmen

tersebut ditemukan dari kajian-kajian mengenai bagaimana warna cahaya yang

berbeda-beda mempengaruhi perbungaan, perkecambahan biji, dan respon lain

terhadap fotoperiode.
Dalam kontrol fotoperiodik perbungaan dan banyak respon tumbuhan

terhadap pencahayaan, fitokrom (phytochrome) berfungsi sebagai fotodetektor

yang memberitahukan tumbuhan apakah ada cahaya atau tidak. Secara kimia

Fitokrom (phytochrome) mempunyai dua bentuk yaitu merah (Pr) dan merah jauh

(Prf) (Dimech, A., 2009). Fitokrom (phytochrome) merah (Pr) dan merah jauh

(Prf) pada daun turut berperan pada proses fisiologis pembungaan tanaman. Pada

percobaan mengenai kontrol fotoperiode pada perbungaan, sinar merah dengan

panjang gelombang 660 nm adalah sinar yang paling efektif untuk mengintrupsi

panjang malam. Suatu tumbuhan hari pendek yang dipelihara pada panjang malam

kritis akan gagal berbunga jika suatu pemaparan singkat pada sinar merah (Pr)

menyela periode gelap tersebut (Campbell dkk, 2003). Pemendekan panjang

malam oleh sinar merah dapat dihambat dengan pemberian seberkas sinar yang

memiliki panjang gelombang sekitar 730 nm. Panjang gelombang ini berada pada

bagian merah jauh (Pfr) dari spektrum cahaya dan hampir tidak terlihat oleh mata

manusia. Jika sinar merah (Pr) selama periode gelap diikuti oleh sinar merah jauh

(Pfr) , tumbuhan tersebut akan mempersepsikan tidak ada intrupsi pada malam

panjang.

Masing-masing gelombang sinar akan meniadakan pengaruh panjang

gelombang sinar yang mendahuluinya, jumlah berkas sinar yang diberikan tidak

akan mempengaruhi, hanya panjang gelombang sinar yang terakhir saja yang akan

mempengaruhi pengukuran panjang malam oleh tumbuhan (Campbell dkk,2003).

Kedua bentuk photoreseptor (Pr dan Pfr) bisa berkonversi satu sama lain

tergantung jenis sinar yang diterimanya. Bila tanaman menerima lebih banyak

sinar merah, maka Pr akan terkonversi menjadi Prf dan menyebabkan jumlah Prf
bertambah, begitu pula sebaliknya. Bila jumlah Prf lebih banyak dari Pr maka

selang waktu tertentu, pertumbuhan apikal (apical dominance) akan terhenti dan

tanaman terinduksi ke fase generatif.

Sistem fitokrom juga memberikan informasi pada tumbuhan mengenai

kualitas cahaya. Cahaya matahari meliputi radiasi cahaya merah dan merah jauh.

Dengan demikian selama siang hari fotoreversi Pr dan Prf mencapai suatu

keseimbangan dinamis dengan rasio kedua fitokrom tersebut menunjukkan jumlah

relatif cahaya merah dan cahaya merah jauh. Mekanisme pengindraan ini

memungkinkan tumbuhan menyesuaikan diri dengan perubahan cahaya.

Fotoreversi Pr dan Prf dapat dilihat pada Gambar 2.5.

Gambar 2.5 Fotoreversi Pr dan Prf Mencapai Suatu Keseimbangan Dinamis


Sumber : Dimech (2009)
DAFTAR PUSTAKA

Abidin,Zainal.1990. Dasar-Dasar Pengetahuan Tentang Zat Pengatur Tumbuhan.


Bandung :Angkasa.

Adimihardja, Abdurachman.2009. Strategi Mempertahankan Multifungsi


Pertanian di Indonesia. Tersesdia pada www.plantasia.com (diakses
tanggal 5 Maret 2010)

Amay.2009.Sinar Bio Genetik.Tersesdia pada www.biofir.com (dikses tanggal 5


Maret 2010).

Anonim.2009.Gibberellin.Tersedia pada www.wikimedia.com (diakses tanggal 5


Maret 2010).

Arnyana, IBP.2007. Dasar - Dasar Metodologi Penelitian. Denpasar : Bagian


Ilmu Faal Fakultas Kedokteran Universitas Udayana.

Budiarto,K.,Yoyo, S.,Ruud,M. & Sri, W.2006. Budidaya Krisan Bunga Potong.


Tersedia pada http:// www,litbanghotikultura.go.id (diakses tanggal 3
November 2009 )

Campbell ., Reece. & Mitchell.2003. Biologi. Jakarta : Erlangga.

Chusnul. 2007. Peluang Investasi Budidaya Krisan. Tersedia pada


http://www.wordpress.com (diakses tanggal 3 Noevember 2009)

Cronquist,A.1981. An Integrated System of Clasification of Flowering Plants.


New York : Columbia University Press.

Cumming, R.W. 1964. The Chrysanthemum Book. D. Van Nostrand Comp. Inc.
New Jersey.

Dimech, A. 2006. Photoperiod: the length of day. The Story of Flowers, Why
Plants Flower When They Do. Tersedia pada www.adonline.id.au (diakses
tanggal 10 November 2009).

Gardner, F.P., R.B. Pearce, Roger L. Mitchell. 1991. Fisiologi Tanaman


Budidaya. (Terjemahan). Jakarta: Universitas Indonesia Press.

Hanafiah, Kemas Ali. 2003.Rancangan Percobaan Teori dan Aplikasi. Jakarta :


Raja Grafindo Persada.

Harjadi,Sri Setyati.2009.Zat Pengatur Tumbuhan. Jakarta : Penebar Swadaya.

Heddy,Suwarsono.1996.Hormon Tumbuhan. Jakarta : Raja Grafindo Persada.


-------. Suwarsono.1987. Ekofisiologi Pertanaman. Bandung : Sinar Baru.
Jumin,Hasan Basri.1992. Ekologi Tanaman Suatu Pendekatan Fisiologis.Jakarta :
Rajawali Pers.

Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu


Pengetahuan dan Teknologi MIG Corp. tanpa tahun. Krisan (C.
morifolium Ramat, C. indicum, C. daisy) (online).
http://amiere.multiply.com/journal/item/117/Budidaya_Bunga_Krisan_C._
morifolium_Ramat_C._indicum_C._daisy, diakses 9 April 2010).

Lakitan,Benyamin.2001.Dasar-Dasar Fisiologi Tumbuhan. Jakarta : Raja


Grafindo Persada.

Khristyana, Lya., Endang Anggarwulan.,dan MArsusi. 2005. Pertumbuhan Kadar


Saponin dan Nitrogen Jaringan Tanaman Daun Sendok (Plantago major
L.) Pada Pemberian Asam Giberelat (GA3). Surakarta : Jurusan Farmasi
Universitas Sebelas Mater ( UNS).

Muhit,Abdul.2007. Teknik Produksi Tahap Awal Benih Vegetatif Krisan


(Chrysanthemum morifolium R.). Tersedia pada www.
Balithi.Litbang.depten .go.id (dikases 3 November 2009).

Nurhalisyah, 2007. Pembungaan Tanaman Krisan (chrysanthenum sp.)


Pada Berbagai Komposisi Media Tanam. Jurnal Agrisistem, Desember
2007, Vol. 3 No. 2 Hlm. 102-105. ISSN 1858-4330.

Oryza.2008. Agribisnis Bunga Krisan. Tersedia pada


http://www.multiply.com/journal/item/9/Agribisnis_Bunga_Krisan
(diakses tanggal 3 November 2009).

Purwanto, Arie W dan Tri Martini.2009. Krisan Bunga Seribu Warna. Yogyakarta
: Kanisisus.

Pusat penelitian dan Pengembangan Hortikultura [PUSLITBANGHORTI]. 2006.


Budidaya Krisan Bunga Potong Prosedur Sistem Produksi (online).
Dipublikasi di http://www.kennisonline.wur.nl/NR/rdonlyres/DFE5D50E-
A530-48F6-9660-63421045384B/42658/Book1.pdf, diakses 9 April
2010).

Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional.2005. Kamus Besar Bahasa


Indonesia Edisi 3. Jakarta: Balai Pustaka.

Rai,I Gst. Ngr., Wijana Nyoman.,dan Arnyana,I.B.P. 1998. Buku Ajar Ekologi
Tumbuhan. Singaraja : STKIP Singaraja.

Salisbury,Frank B. Dan Cleon W. Ross.1995. Fisisologi Tumbuhan Jilid 3


(Terjemahan). Bandung : ITB.
Sanjaya, L., R. Meilasari, dan K. Budiarto. 2004. Pengaruh Nitrogen dan
Gibberellin Pada Dua Sistem Pembudidayaan Tanaman Induk Krisan.
Prosiding Seminar Nasional Florikultura. hlm. 228- 236. Tersedia pada
www. Balithi.Litbang.depten .go.id (dikases 3 November 2009).

Sarna,Ketut.,Putu Budu Adnyana, dan I.G.A.N. Setiawan. 2007. Buku Ajar


Fisiologi Tumbuhan Bermuatan Local Genius. Singaraja : Jurusan
Pendidikan Biologi Fakultas Mipa Universitas Pendidikan Ganesha
Singaraja.

Sastrosupadi, Adji.2000. Rancangan Percobaan Praktis Bidang Pertanian.


Yogyakarta:Kanisius.

Sunu,Pratignja dan Wartoyo.2006.Buku Ajar Dasar Hortikultura.Surakarta:


Universitas Sebelas Maret.

Widiastuti,Libria.2004. Pengaruh Intensitas Cahaya dan Kadar Daminosida


Terhadap Petumbuhan dan Pembungaan Tanaman Krisan Dalam Pot
(Chrysanthemum morifolium R) Vol. 11, No 2. Tersedia pada
http://agrisci.ugm.ac.id/vol11_2/no4_krisan.pdf (diakses tanggal 9
Oktober 2009).

Wilkins.Malcolm B. 1992.Fisiologi Tanaman.(Terjemahan). Jakarta : Bumi


Aksara.

Yatim, Wildan. 2007. Kamus Biologi. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

You might also like