You are on page 1of 22

Risalah Ukhuwah

Berpaling dari cinta untuk Cinta

Abu Syauqi
Mengenang jalan persaudaraan suci,
Aisyah - Ridlo
KALAM PENGANTAR

Segala pujian milik Allah, semoga Allah limpahkan keberkahan yang


mendatangkan rahmat kepada kita atas kebaikan yang Allah limpahkan kepada
kita. Dengan kebaikan-Nyalah kita bisa memikirkan sesuatu yang sangat
penting dalam hidup kita, yakni Ubudiyah. Dialah Rabb yang telah memberi
kita karunia dzikir, yang membukakan hati kita kepada kebenaran, yang
mengubah sesuatu yang tak berarti menjadi sesuatu yang baik di sisi-Nya.
Allahlah yang telah menyaksikan semua laku perbuatan kita, yang mencatat
amalan kita, dan menyediakan syurga ataupun neraka untuk menyambut
kehadiran kita. Semoga Allah menjadikan kita sebagai orang yang beruntung,
dengan taubat dan peribadatan kita kepada-Nya. Ya Allah, lindungi kami semua
dari adzab-Mu.

Salamku untuk Rasulullah S.A.W., semoga Allah menjadikanku


melihat dengan yakin syurga yang beliau terangkan sehingga tiada lagi diri ini
berfikir dua kali untuk merengkuh jalan yang telah beliau bentangkan. Semoga
kita semua diberi petunjuk, menguatkan keilmuan kita, dan meninggikan
martabat kita di sisi-Nya. Kita semua berharap keampunan Allah, dan hidayah
menuju cinta-Nya. Amien.

Risalah ini disadur dari surat untuk akhwat fiddien, Aisyah. Berlembar-
lembar tulisan yang dikirimkan kepadanya. Setiap surat ditulis sebagai kajian
ilmu sebagai respon terhadap keadaan dan pertanyaannya atas maksud,
pengertian, dan kebenaran dari apa yang disampaikan kepada teman dan ustadz,
dan bukan untuk tujuan sebagaimana burung merak memekarkan bulunya yang
indah. Tidak ada buah yang diharapkan dari jalan persaudaraan suci dengannya
melainkan dzikrullah yang menghasilkan limpahan pengetahuan dan
ketenangan.

Aisyah adalah ayat kauniyah sebagai pelajaran-Nya tentang menjaga


kesucian jalan persaudaraan sehingga cinta terlebur ke dalam cinta-Nya. Setiap

i
dari kita tentu saja pernah mengalami jatuh cinta kepada seseorang saat
pandangan pertama. Aisyah adalah cinta pada pandangan pertama, bukan pada
wujudnya tetapi kepada ajaran Ghazali dalam Minhajul Abidien yang terwujud
melalui keadaannya. Aisyah adalah cinta Ilahiyah. Tuhan telah menetapkan
jalan untuk tidak mencintainya lebih dari seorang akhwat fiddien tatkala Ia
menjadikanku khilaf bermaksud belajar mengaji kepada ayahnya bukan untuk
keridloan-Nya tetapi agar dekat dengan Asiyah. Jalan pertaubatan yang dipilih
telah menyebabkan kaki dan hati ini tertancab kuat pada jalan persaudaraan suci
dengannya, tidak dapat berajak lebih, hingga hati ini tidak dapat bersamanya
walaupun air mata menetes.

Dalam kebersamaan dengannya Tuhan telah mengajarkan jalan


persaudaraan suci, sekalipun jalan itu harus berakhir dengan perpisahan karena
ketidaksanggupan untuk bersabar menahan rasa dan ikhlas terhadap pilihan-
Nya. Walau demikian, berkat persaudaraan suci, cinta menjadi larut dalam
cinta-Nya, sehingga walau raga tak bersua dan bersatu dengan saudara yang
dicinta, jiwa ini tetap mencinta, sebagai cinta kepada-Nya dan bukan cinta
nafsu. Tidak perlu memandang dan mengingat wajah untuk mencintainya,
karena cinta kepadanya berada di dalam cinta-Nya, sehingga salawat Nabi
cukup sebagai peredam kerinduan. Semoga Allah menghimpunkan kita dalam
jamaah cinta-Nya, mengampuni dosa cinta kita, dan mengaruniakan kepada
setiap orang yang dicinta karena-Nya syafaat yang dapat menolong kita, kepada
Aisyah pewaris cinta Ilahiyah. Ku tuliskan buku ini sebagai bekal di masa
depan untuk mengingat perlakuan Allah yang lebut dan agungnya perhatian
yang selalu Allah limpahkan. Buku ini semoga menghibur mereka yang sedang
menghadapi ujian cinta dalam jalan persaudaraan dan ingin terhindar dari cinta
tersebut karena ketidaklayakan.

Garut, Ramadhan 1431 H

Abu Syauqi

ii
DAFTAR ISI

RISALAH I - PERJALANAN INI UJIAN CINTA ........................................... 1


Perjalanan Telah Mengubah Kita .................................................................. 1
Konflik Menguji Kualitas Jiwa Kita .............................................................. 2
Cinta Kita pun Redam Karena Cinta-Nya ...................................................... 3
Kekaguman Di Antara Kita Adalah Ujian ..................................................... 4
RISALAH II - SABARLAH MENAHAN CINTA ........................................... 5
RISALAH III - RASA YANG SEHARUSNYA ADA ...................................... 8
Rasa Ramadhan ............................................................................................ 8
Rasa Pertambahan Usia................................................................................. 9
Saling Menjaga ........................................................................................... 13
RISALAH IV – BERSABAR UNTUK CINTA-NYA .................................... 15
Miskin Cinta-Nya ....................................................................................... 15
Kesabaran Dalam Jarak............................................................................... 16

iii
RISALAH I - PERJALANAN INI UJIAN CINTA
Garut, 17 Desember 2002

Perjalanan Telah Mengubah Kita


Waktupun berlalu, dan telah banyak sekali kenangan dan pelajaran
yang kita ambil dari perjalanan ukhuwah yang terbina di antara kita. Tuntunan
Allah dan keberadaan kita dalam kekayaan atau kemiskinan jiwa yang Allah
percayakan, telah menghantarkan kita kepada berbagai situasi yang
membukakan kesadaran kita akan kehidupan yang kita lalui. Terkadang dari
jalinan ukhuwah ini, kita temukan kemanisan, dan terkadang pula kepahitan.
Dan di dalamnya kita temukan banyak kelemahan, kekurangan, atau kebaikan
yang Allah amanatkan kepada kita.

Kita telah memasuki berbagai ruang hidup yang mengenalkan berbagai


bentuk gejolak yang meliputi hati dan dunia yang kita hidupi. Kita tertempa
olehnya, dan mengalami perubahan dari satu keadaan jiwa kepada keadaan
lainnya. Dan keadaan yang meliputi kita sekarang inipun tak lepas dari semua
hal yang telah memasuki diri kita dan termanfaatkan. Semuanya memberikan
kepada kita kelapangan ataupun beratnya ujian yang dihadapi. Dan itu semua
kita sadari adalah sebagai modal awal untuk membuka pintu keadaan yang lebih
tinggi atau lebih rendah, dengan segala apa yang harus kita hadapi dan nikmati.

Masing-masing dari kita telah berkurang usia hidupnya di dunia. Dan


masing-masing dari kita sama-sama menghadapi kenyataan yang tidak akan
bisa ditolak, yakni kebenaran yang akan segera dibentangkan Allah dan segala
kenyataan yang tidak mungkin kita berpaling darinya. Itu semua terkadang
melintas dibenak kita, benak yang mengenal dan meyakini akan adanya Allah,
darul akhirat dan segala bentuk persoalan yang meliputinya. Dan terkadang
pula ia sirna, digantikan oleh gambaran dunia fatamorgana. Lalu tak henti-

1
hentinya ujian datang bertubi-tubi dan melahirkan banyak keadaan yang sangat
mempengaruhi keadaan masa depan kita, di dunia dan di akhirat.

Kitapun mengenal kesedihan, kegembiraan, kebencian, ataupun cinta.


Kita pernah tenggelam di dalamnya dan berhasil menegakkan kebijakan sikap
saat menghadapinya pada kali yang kedua atau kesempatan berikutnya.
Kemudian apa yang kita kenali tak pernah berhenti di sana. Ia datang dan pergi,
kemudian mewujudkan keadaan kita yang baru. Dengan semua kesedihan,
kegembiraan, kebencian, ataupun cinta, kita mengalami banyak perubahan,
jasmani, akal, jiwa, dan hati. Semua hal di dalam diri kita berubah, hingga kita
berhadapan dengan keinginan atau ketakutan baru, yang lebih hebat
dibandingkan yang sebelumnya.

Lalu dengan serta merta kita yang menyadari kewajiban yang harus
ditunaikannya kepada Allah, berusaha menembus hijaban hatinya semata untuk
mengukur seberapa jauhkan dirinya dari apa yang ia cita-citakan, yakni ridlo
Allloh. Ia kemudian dihadapkan pada berbagai persoalan yang menekan dirinya
untuk menghadapi keputusan memilih salah satu dari beberapa jalan yang Allah
hadapkan. Iapun sering merenung dan memikirkan jalan mana yang tepat dan
tak merugikan dirinya kelak.

Konflik Menguji Kualitas Jiwa Kita


Secara fitrah cita-cita kita sama, yakni mengejar apa yang menurut kita
harus dituju. Namun terkadang keragaman ilmu, kekuatan, serta tabiat yang
Allah berikan membuat setiap dari kita melihat jalan yang beragam menuju apa
yang dituju. Terkadang sama, mirip, atau bahkan berbeda sama sekali. Oleh
karenanya maka terkadang kita dapat saling memahami sehingga mampu
mempertahankan keharmonisan jalinan ukhuwah. Dan terkadang kitapun tidak
dapat memahami, sehingga kita berhadapan dengan konflik yang menyeret kita
kepada penjauhan.

2
Sesungguhnya hanya satu perkara yang membuat kita tak buta dan
dapat berdiri di atas jalan Islam, sehingga penjauhan itu tidak terjadi, yakni
kesanggupan yang Allah karuniakan kepada kita untuk tetap berhukum kepada-
Nya atas segala perkara yang dihadapi. Dan alangkah hinanya kita, tatkala
dalam konflik itu, kita terbawa nafsu yang menyeret kita kepada apa yang
sesuai dengan dirinya, yakni kejelekan ataupun kehinaan. Sehingga kita
terjerumus kepada syahwat dan prasangka-prasangka, yang benar-benar
merupakan jalan nafsu untuk menjerumuskan kita kepada dosa. Semoga Allah
mengampuni kita. Amien.

Cinta Kita pun Redam Karena Cinta-Nya


Allah menciptakan segalanya berpasang-pasangan, satu dengan lainnya
saling membutuhkan. Kemiskinan kita kepada perhatian, pemberian, topangan,
kedekatan, dan persatuan dalam cinta, membuat kita merindukan kedekatan dan
berjalan beriringan dengan orang yang selaras dengan kita. Sementara nafsu
yang bersemayam di hati kita, terkadang merubah kemiskinan itu menjadi
kehinaan dan penderitaan. Dan keberagamaan kita, telah merubah kemiskinan
tersebut menjadi keindahan dan kebahagiaan. Kita tertempa pada keduanya
hingga keinginan dan penolakan dari hati kita terhadap usaha pengobatan
terhadap kemiskinan tersebut, datang silih berganti.

Dibalik itu semua, terdapat sebuah cahaya besar yang tetap menyala
dan tak akan pernah padam. Cahaya yang mengakibatkan perasaan takut
ataupun harap. Cahaya yang menciptakan kemiskinan dan kekuatan untuk
menggapai kecukupan. Cahaya yang mengetahui ketuhanan Allah dan hak-hak-
Nya. Dan cahaya itu ada di lubuk hati terdalam. Dalam akal yang berfikir. Dan
dalam ruh yang menggerakkan. Cahaya fitrah, yang membuat manusia
merasakan keadilan dan memahami segala rupa takaran yang diciptakan.
Cahaya yang dinyalakan-Nya sewaktu kita diciptakan. Cahaya yang diberi-Nya
nilai, sewaktu akal bersaksi akan ketuhanan Allah pada kali yang pertama.

3
Keadaan dan perbuatan kita terkadang membuat kita melihat atau buta
dari cahaya tersebut. Saat hati diliputi syahwat, maka kitapun buta darinya.
Tatkala hati diliputi dzikirulloh, maka kitapun melihat kepada-Nya. Dan di saat
kita diliputi cahaya, maka kebahagiaan yang muliapun mengisi ruang hidup
kita. Sementara saat kita diliputi kegelapan karena kebutaan, maka kehinaanpun
meliputi kita, terlepas apakah saat itu kita sadar atau tidak.

Kesemuanya itu membuat kita berfikir tentang apa yang kita lakukan.
Cahaya yang terlihat, telah memicu kita untuk memikirkan jalan terbaik agar
kita mencapai apa yang dibutuhkan. Terkadang kita mengakhiri pemikiran itu
dengan pemutusan segala jalan yang telah ditempuh oleh perasaan kita atau
jasad kita, ataupun melapangkannya. Dan itu semua merupakan warna yang
senantiasa memulasi rangkaian perjalanan yang kita tempuh selama ini.

Kekaguman Di Antara Kita Adalah Ujian


Di dalam diri kita terpatri berbagai hal yang menyebabkan kita mampu
ataupun lemah. Setiap orang tak sama keadaannya. Terkadang kita mampu
melakukan sesuatu sementara orang lain tidak, dan demikian pula sebaliknya.
Dengan kekurangan itu kita terus diliputi kemiskinan. Sementara dengan
kelebihan yang kita miliki, kita berusaha melepaskan diri dari kekurangan yang
menyiksa dan mengambil banyak manfaat yang mewujudkan keberartian hidup
yang membahagiakan atau mendamaikan.

Namun terkadang Allah menampakkan apa-apa pada diri kita yang


tidak kita warisi di mata orang lain. Hal itu merupakan ujian bukan pujian,
pertanyaan bukan penegasan. Apa yang nampak pada diri kita itu adalah
merupakan ujian yang terkadang melenakan dan membuat kita senang dengan
tipu daya dan tenggelam pada sesuatu yang tidak nyata. Hal itupun merupakan
pertanyaan dari Allah akan besarnya rasa malu diri kita kepada Allah karena
kita belum mewarisi dengan sebenar-benarnya, atas segala kebaikan yang Allah
tampakkan pada diri kita.

4
RISALAH II - SABARLAH MENAHAN CINTA
Garut, 4 Januari 2002

Kesabaran adalah sebuah kata yang bermakna indah tetapi berat sekali
ditanggungnya. Hanya orang yang mengenal Allah dengan baik sajalah yang
dapat menikmati kesabaran. Karena pengenalan itu akan menimbulkan
kedekatan. Sementara Allah dekat dengan orang-orang yang sabar, sebagaimana
firman-Nya yang artinya, “Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang
sabar”.

Kedekatan dengan Allah akan membuat kita diliputi ketenangan dan


menikmati berbagai hidangan taman ketenangan. Sebagaimana yang
disampaikan oleh Syekh Abdul Qodir Jaelani di dalam Futuhul Ghoib bahwa
kedekatan itu akan membawa kita kepada limpahan rahmat-Nya. Sementara
limpahan itu akan membuat kita sebagai pewaris ketenangan yang digambarkan
oleh Allah melalui firman-Nya, “Tiada ketakutan pada dirinya dan tiada pula
keresahan”.

Pembentuk kesabaran adalah keyakinan kepada Allah bahwa Allah tak


akan menelantarkan hamba-Nya yang berserah diri kepada-Nya. Orang yang
mengetahui Allah maka mereka akan menyerahkan urusan yang berada diluar
kesanggupannya atau urusan yang masih samar kepada Allah yang mengetahui
perkara yang gaib. Bahkan mereka tetap berada dalam penyerahan diri kapan
dan di manapun oleh karena kesadarannya akan kelemahan diri.

Mereka tidak membiarkan dirinya terjerumus ke dalam dosa lantaran


tuntutan keinginan dirinya untuk segera mengetahui perkara yang masih samar
atau terhijab dari dirinya. Mereka tidak bersangka karena takut kepada Allah
yang berfirman, “Bersangka adalah sebagian dari dosa”. Mereka tidak merasa
takut bahwa yang terhijab atau samar akan mencelakai mereka karena mereka
meyakini, “Jika Allah menghendaki kemaslahatan kepada seseorang maka
tidak ada seorangpun yang mampu menahannya”. Demikian pula sebaliknya.

5
Oleh karena itu, untuk menghadapi segala kemungkinan, maka mereka
berlindung kepada Allah, Rabb yang mengetahui segala perkara yang
tersembunyi : yang terbesit di dalam hati. Mereka meyakini hal tersebut dengan
topangan firman-Nya, “Dialah Allah yang tiada Tuhan selain Ia, Maha
Mengetahui segala perkara Ghoib lagi Maha Menyaksikan …”.

Mereka tidak berdusta dalam mencari kebaikan karena keyakinannya


kepada sabda Nabi SAW, “Tiada yang terlahir dari kejujuran selain kebaikan”.
Mereka menutupi segala hal yang harus ditutupi dengan bertawakal kepada
Allah, Rabb Yang Maha Mengetahui apa yang terbaik bagi dirinya. Merekalah
orang-orang yang dikaruniai oleh Allah jalan-jalan penyelesaian melalui lubuk
hatinya, oleh sebab perjuangannya di jalan Allah. Hal itu sebagaimana
dikemukakan Allah SWT, “Barangsiapa berperang di jalan Kami, maka akan
Kami tunjukan jalan-jalan Kami”.

Mereka adalah orang-orang yang yakin akan pilihan Allah. Mereka


mengundang Allah untuk memilihkan segala perkara yang baik bagi mereka
dengan mendekatkan diri mereka kepada Allah. Sehingga karenanya mereka
mewarisi cahaya Allah, yang menjalari ruh serta jasadnya, sampai mereka
seumpama permata yang menarik hati para wanita. Mereka tak disibukkan
dengan membaik-baikan jasad atau membuat cantik dirinya agar mendapatkan
apa-apa yang ada di sisi manusia. Mereka disibukkan dengan mengikuti sunnah
Nabi mereka untuk mendapatkan apa-apa yang ada di sisi Allah, sehingga
mereka mendapatkan segala kebaikan yang didapat oleh mereka yang
mengharapkan apa-apa yang ada di sisi manusia.

Mereka adalah Sayidah Fatimah yang menyembunyikan perasaannya


kepada Sayidina Ali sampai Allah mempertemukan keduanya ke dalam ikatan
pernikahan dan saling mengetahui perasaan masing-masing setelah menikah.
Mereka adalah orang-orang yang memahami ayat Allah, “Boleh jadi apa yang
kamu anggap baik adalah buruk di sisi Allah”.

6
Mereka adalah orang-orang yang tidak menganggap dirinya layak
menjadi pasangan orang lain tetapi memiliki kemauan untuk memberikan amal
terbaik bagi orang lain. Mereka adalah orang-orang yang mencari cinta Tuhan,
sehingga mereka tidak menuntut apapun dari manusia. Dan mereka adalah
orang-orang yang berkat kepercayaannya kepada Allah, mereka ditunjukkan ke
arah mana yang mereka butuhkan dan yang Allah ridloi. Mereka benar-benar
akan menjadi pewaris. Yang mewarisi Firdaus, mereka padanya kekal.

7
RISALAH III - RASA YANG SEHARUSNYA ADA
Garut, 29 April 2001

Rasa Ramadhan
Ada kebiasaan mukmin apabila mereka hendak bertemu dengan
Ramadhan, yakni mereka bersiap siaga dan bersuka cita. Kerinduan mereka
menyebabkan mereka tak sabar menanti hadirnya bulan yang diharapkan. Sebab
padanya mereka beroleh keampunan dan rahmat. Jalan menuju-Nya begitu
mudah dicapai. Tiadalah yang mereka minta selain agar mereka dipanjangkan
umur agar sampai di bulan Ramadlan. Bilamana Allah menghendaki mereka
wafat pada tahun tersebut, maka mereka meminta agar Allah mewafatkan
mereka di bulan Ramadlan.

Setiap hari mereka mengadakan perhitungan dengan dirinya. Dalam


keadaan takut dan harap mereka terus meminta agar sampai di bulan keramat.
Penantian mereka membuat mereka terlupa dari hari istimewa selain dari
padanya. Tidaklah yang meliputi hati mereka selain kesadaran akan
berkurangnya usia, kurangnya bekal akhirat, dan hasrat yang besar agar Allah
mengampuni dan memberi mereka rahmat.

Bagi mereka yang telah memahami tujuan hidupnya, maka mereka


rindu, cinta dan benci berdasar kepada kepentingan hidupnya. Mereka yang
hidup di atas jalan Islam, maka tiadalah yang mereka perhatikan selain lurus
tidaknya mereka dengan jalan Islam. Kerinduan mereka yang menghasrati
kehidupan Islam yang sempurna adalah rindu dirinya berada dalam jema’ah di
sisi-Nya. Tiadalah yang membuat mereka takut selain apabila keberuntungan
mereka mendapatkan hidayah Islam disirnakan. Semoga Allah menetapkan kita
pada jalan yang haq, terhindar dari neraka-Nya, murka-Nya, dan mendapat
kecintaan-Nya.

8
Apapun yang mereka hadapi dan akan mereka hadapi, maka mereka
tidak melihat selain kepada apa-apa yang Allah peruntukan bagi mereka. Yakni
jalan lurus, kehidupan yang baik, dan usaha yang halal yang Allah tunjukkan
melalui Islam. Kegembiraan mereka adalah apabila mereka bertemu dengan
sesuatu yang akan memberi kepadanya keuntungan di sisi Allah dan kesedihan
mereka adalah apabila mereka mendapat kerugian dalam perniagaan amal di sisi
Allah.

Dengan sifat seperti ini, maka mereka memiliki saat-saat istimewa


selain dari Ramadlan. Tingkat keistimewaan dalam pandangan mereka adalah
sebagaimana Allah meninggikan saat-saat tersebut. Bila Allah meninggikan
Ramadhan dari bulan lainnya, maka mereka menghadapkan wajah kepada Allah
lalu bersaksi, “Ya Allah, kami bersaksi bahwa Ramadhan adalah seperti apa
yang Engkau tetapkan baginya (utama).”

Rasa Pertambahan Usia


Dan bila mereka ingat kepada hari lahir mereka, maka mereka teringat
kepada ayat Allah di dalam Al-Qur’an yang artinya, “Wahai orang-orang yang
beriman bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan
apa yang diperbuatnya untuk hari esok”. Maka bergeraklah keimanan mereka.
Mereka ingat pengkhabaran Allah tentang hari akhir dan kejadian berat yang
akan mereka hadapi kelak padanya. Mereka ingat kepada yaumil mizan, masa
dimana amal mereka ditimbang. Mereka ingat kepada ibadah dan hubungan
mereka kepada Allah. Maka merekapun menangis. Lalu mereka diberikan
kekhusyuan hingga mereka datang kepada Allah lalu bermunajat kepadanya,
“Ya Allah, sesungguhnya Engkau adalah haq dan apa yang Engkau tetapkan
itu adalah haq.”

Kemudian mereka menghisab umurnya. Mereka mengingat segala amal


yang telah mereka lakukan. Kemudian mereka sesekali menengok ke jendela
hatinya untuk melihat pemandangan akhirat yang berat. Maka merekapun

9
menyusun azam untuk berjuang dengan keras agar hari esok lebih baik dari hari
kemarin. Mereka kemudian tersenyum tatkala mereka ingat sabda Rasululloh
SAW yang artinya, “Barangsiapa hari sekarang lebih baik dari hari kemarin
maka mereka beruntung.” Kemudian mereka termenung tatkala sambungan
hadits tersebut terngiang di hatinya, “Barangsiapa hari sekarang lebih buruk
dari hari kemarin, maka mereka adalah orang yang terkutuk.”

Maka bangkitlah hati mereka. Mereka menatap langit dan bergumam di


dalam hatinya, “Ya Allah Engkau menyaksikan apa yang telah aku lakukan.
Ampunilah kami dan segala puji bagimu atas segala karunia yang telah Engkau
limpahkan kepada diriku.” Kemudian merekapun larut dalam ingatan mereka
kepada Allah, melihat keindahan-Nya hingga mata mereka terpejam. Sementara
hati mereka terus diliputi ketenangan. Hasrat mereka telah melesat menuju
hadirat Allah. Hingga tiadalah akalnya lepas sekalipun jasadnya terkulai lemah.
Dengan demikian tetaplah mereka menikmati kebesaran Allah dalam tidurnya.
Sungguh yang demikian itu terjadi karena Allah suka jika mereka terus berada
dekat dengan -Nya.

Saat kaum mukmin mendapatkan umurnya berkurang karena


bertemunya mereka dengan hari di mana mereka dilahirkan, maka mereka
segera menghidmatkan hatinya. Mereka merenungkan akan amal yang telah
mereka lakukan di masa lalu. Mereka memikirkan hasil usaha akhirat yang telah
mereka usahakan. Mereka menimbang kekalahan mereka dalam memerangi
kelemahan dan kebathilan. Mereka memikirkan secara mendalam tentang
kematian yang akan menjelang dan darul akhirat yang menakutkan hati mereka.

Sementara itu teman-temannya yang telah dibuat jahil oleh


lingkungannya, bergembira tatkala masa hidup mereka berkurang. Teman-
temannya melupakan mereka terhadap perkurangan umur mereka dengan
mengatakan, “Selamat panjang umur yach …” lalu giranglah ia tanpa tahu apa
yang harus ia lakukan bila umurnya telah dipanjangkan hingga hari tersebut. Ia
hanya larut dalam kesenangan dan lalai dari mensyukuri Allah. Allah gelapkan

10
hatinya hingga dunia menutupi dirinya dari melihat karunia Allah kepada
dirinya.

Tidaklah ingatan mereka kepada Allah selain hanya apabila mereka tiba
pada masa dimana semuanya berdo’a kepada Allah. Saat si pendo’a meminta
panjang usianya, iapun menghadap kepada Allah dengan serius kemudian
berkata, “Amien.”. Sementara di hatinya tidak tergerak sedikitpun hasrat untuk
bertaubat, kembali kepada-Nya, memperbaharui penyembahan diri kepada-Nya.

Sementara itu kaum mukmin menghadap Allah tatkala ia bertemu


dengan masa pengurangan umurnya. Ia menghela nafas dan menahan beban
susah karena lemahnya diri dari menanggung rasa malu dan takut kepada-Nya.
Pada hari itu ia merasa Allah bertanya kepadanya tentang apa yang telah ia
usahakan buat kebaikan dirinya di akhirat. Kemudian ia menyatakan diri
bertaubat dan memanjatkan doa harap akan pertolongan-Nya.

Tatkala teman-temannya meminta sesuatu darinya, maka ia bertanya,


“Apa yang kalian pinta akan aku penuhi sepanjang aku sanggup memenuhinya
karena Allah dan atas ijin Allah.” Sebagian dari mereka kemudian meminta
agar ia bermaksiat kepada Allah, maka ia menolaknya. Sebagian dari mereka
meminta agar dirinya melakukan kebaikan yang diridloi Allah kepada mereka,
maka bersegeralah ia mengusahakannya.

Tatkala teman-temannya heran melihat bagaimana bersemangatnya ia


memberikan kebaikan kepada teman-temannya, maka merekapun bertanya,
“Apa yang menyebabkan kamu begitu baik kepada kami, lebih dari kebaikanmu
sebelumnya ?.”

Maka dengan singkat ia berkata, “Sudah kewajiban bagiku.”

Kemudian mereka mendesak agar ia mengutarakan rahasia yang


membuat dirinya mendapatkan kebaikan yang sangat besar. Maka iapun
berkata, “Kematian telah mengingatkanku akan segeranya diriku bertemu
dengan hari pembalasan. Allah mendatangkan kalian untuk memberiku hadiah
yang harus ku tebus dengan melayani kalian. Hadiah itu adalah pahala atas

11
perbuatan baik kepada kalian. Dan itu membahagiakan diriku, karena
dengannya aku tahu bahwa Allah masih memberiku kesempatan beramal buat
hari esok.”

Beberapa bulan kemudian salah seorang dari temannya datang dan


mengutarakan cintanya kepada dirinya. Maka iapun bertanya, “Kenapa engkau
menghasrati cintaku, padaha cinta-Nya lebih baik daripada cintaku ?.”

Temannya menjawab, “Ketahuilah sahabatku, bahwa cinta-Nya bisa


aku peroleh dengan mencintai apa yang Ia cintai. Hasratku kepada apa yang Ia
cintai dengan menjaga aturan-Nya adalah sama dengan hasratku kepada cinta-
Nya. Tidaklah Allah menunjukkan kita selain agar kita berketetapan pada
jalan-Nya dan mencintai apa yang Ia cintai dan membenci apa yang Ia benci.”

“Aku mencintai engkau karena Allah.” Jawabnya.

Kemudian temannya berkata, “Kenapa engkau berkata seperti itu


kepadaku?.”

“Karena aku tahu dengan perkataanmu bahwa kamu mencintaiku


karena Allah.”, jawabnya.

“Hati-hatilah saudaraku, karena di muka bumi ini ada serigala berbulu


domba. Lisannya bagus namun hatinya keras membatu. Perkataannya seolah
bahwa ia dekat dengan Allah padahal hatinya berpaling dari Allah.” Kata
temannya.

Iapun terperanjat. Lalu ia berkata, “Lalu apakah engkau suka keadaan


orang yang buruk tersebut ?.”

Maka temannya menjawab, “Aku tidak suka sepenuh hatiku.”

Iapun berkata, “Setelah engkau mengungkapkan keadaan orang yang


buruk tersebut, aku menjadi was-was apakah engkau mencintai aku karena
Allah ?. Namun ketahuilah oleh kamu bahwa kami tidak disuruh Rasululloh
untuk meneliti hati seseorang. Tiadalah yang dituntut oleh agama kita selain
kita memanjatkan harap agar kita dan teman-teman kita terhindar dari

12
malapetaka kemunafikan. Oleh sebab itu aku tak akan terbawa was-wasah
tersebut. Aku tak pernah menganggap engkau bisa mendatangkan maslahat
padaku atau memadharatkanku. Aku tidak suka selain bersangka baik padamu.
Dan kita berharap agar kita terhindar dari keburukan orang yang kamu
ceritakan.”

Saling Menjaga
Sayidina Umar pernah menjadi khalifah Islamiah pada masanya.
Kemudian beliau bertanya kepada sahabat beliau apakah sahabatnya mau
memberitahu kepadanya tentang cela yang ada pada diri beliau r.a.?. Tatkala
sahabatnya hendak mengelak, maka Sayidina Umar marah. Kemudian
sahabatnya tersebut mau memenuhi permintaan Sayidina Umar.

Saat pembai’atan Abu Bakar sebagai khilafah Rasululloh SAW, maka


beliau kemudian berkhutbah yang isinya bahwa beliau meminta diingatkan
jikalau melakukan kesalahan dan beliah meminta agar ummat Islam mematuhi
sepanjang beliau patuh kepada Allah dan Rasul-Nya.

Sebagai ummat Rasululloh SAW yang mengikuti suri tauladan beliau


dan para sahabat beliau, maka seorang sahabat akan sangat merasa senang jika
ada teman yang mengingatkannya. Bahkan besar harapan dalam dirinya agar
Allah membukakan matanya terhadap kelemahan dirinya sehingga ia dapat
mengambil jalan untuk memperbaikinya. Di dalam Risalah Al-Qusyairiyah di
katakan bahwa orang yang beruntung itu adalah orang yang mengetahui cela-
celanya. Orang yang dewasa itu adalah orang yang mengakui cela-celanya dan
memperbaiki dirinya.

Ingatkah akan certa Ibrahim yang mengingatkan pamannya agar ia tidak


menyembah thoghut, dan juga cerita Nabi Muhammad yang mengajak
pamannya untuk meninggalkan thoghut untuk menyembah Allah saja?. Ini
menunjukan bahwa syariat tauhid dari dulu sampai sekarang mengharuskan

13
pemeluknya untuk menegakan amar ma’ruf nahi munkar kepada semua orang.
Di dalam Al-Qur’an diterangkan bahwa salah satu sifat kaum pilihan Allah itu
(Islam) bahwa mereka suka beramar ma’ruf nahi munkar.

14
RISALAH IV – BERSABAR UNTUK CINTA-NYA
Garut, Muharam 1422

Miskin Cinta-Nya
Telah lama waktu berputar, namun terasa belum beranjak kita dari
keadaan yang lalu, melainkan sedikit saja. Telah lama banyak nafas kita
hembuskan, namun terasa beban kejahilan masih pula mengikat jasad kita,
menghalangi rutinitas pengabdian yang harus kita lakukan karena-Nya. Telah
banyak lembaran ilmu yang telah dipertunjukkan-Nya ke hadapan kita, namun
sedikit sekali yang bisa kita amalkan.

Dari maqam ini, kita menyaksikan betapa agungnya jalan pengabdian


itu. Dan betapa sukarnya perjalanan menuju kepada kebenaran. Alangkah
mudahnya perkataan yang terucap dari seorang hamba tatkala ia termenung di
malam hari, saat ia menengadah ke langit dan merasakan beban kehidupannya,
“Ya Allah, aku akan senantiasa mencari kebenaran dan hidup untuk
kebenaran.” Namun alangkan sukarnya ia walau hanya sekedar meneteskan air
mata keikhlasan semata untuk menangisi ketertinggalannya dalam memahami
dan mewarisi kebenaran.

Kemudian ia diberi-Nya limpahan kesempatan untuk merasakan


nikmatnya kesedihan dan pengharapan kepada-Nya. Hingga tatkala rasa-rasa
yang dirindukannya itu terlahir, iapun melihat begitu indah pemandangan dan
suasana yang ia hadapi dalam keadaan seperti itu. Iapun menjadi yakin dan
berkata kepada Tuhannya, “Ya Allah, inilah yang ku ketahui sebagai
kenikmatan seperti yang dinyatakan oleh banyak ulama soleh yang dikaruniai
cinta Mu.” Dan tersadar dirinya bahwa belumlah ia mencapai kesejatian yang ia
harapkan. Kemudian ia terdiam dan terus memusatkan hatinya semata untuk
berharap kepada Allah, agar Ia mengijabah hasratnya kepada Allah.

15
Kesabaran Dalam Jarak
Terkadang aku memikirkan tentang diri ini yang tidak membiarkan
bertemu dengan dirimu yang berkeinginan untuk bersua. Namun di dalam hati
selalu ada yang berkata, “Sabarlah menghadapi keengganan dirimu untuk
menjumpainya. Menyesalah karena ternyata kakimu lumpuh untuk memenuhi
undangan saudaramu yang wajib engkau perhatikan. Dan selalulah engkau
menjauhi nafsumu, hingga dalam keadaan jauh ataupun dekat dirimu
dengannya, engakau selalu beserta Allah, hingga Allah mengubah semuanya
menjadi berbagai rupa hikmah. Bukan dekat dan jauhnya ragamu dari sisinya
yang terpenting, tetapi sejauh mana kedekatanmu dengan Allah. Karena
kedekatanmu kepada Allah menunjukkan bahwa engkau telah didekatkan-Nya
kepada hamba-hamba kesayangan-Nya.”

Teringat perkataan Khidir kepada Nabi Musa AS yang diceritakan


Allah di dalam Al-Qur’an, tatkala Nabi Musa tak sabar untuk mengetahui
alasan dirinya melakukan semua yang dipandangnya sebagai perbuatan yang
membahayakan, “Bersabarlah, atau engkau jangan mengikutiku lagi.”
Kemudian demi untuk mendapatkan pengajaran dari Allah, Nabi Musa AS
berkata, “Insya Allah, aku termasuk kepada orang yang sabar.”

Sabarlah atas apa yang terjadi pada diri kita. Selama kita berpijak pada
pengetahuan dan mengikatkan diri kita kepada Allah, tak akan ada satupun
masalah yang membuat kita terhalang untuk meraih berbagai keuntungan yang
Allah berikan kepada mereka yang berada dekat dengan diri-Nya. Terima saja
apa adanya dan bertanyalah seperlunya tanpa perlu mendesak, sehingga kita tak
menyusahkan diri kita sendiri dan tak membuang kesempatan yang bisa
diperoleh mereka yang diwarisi kesabaran oleh-Nya. Apa-apa yang menimpa
diri hamba-Nya yang mengharap petunjuk-Nya dengan menjalani jalan-Nya
adalah kemaslahatan. Marilah kita bersabar hingga kesabaran itu melahirkan
perhiasan yang lebih berharga dari pada apa yang kita berikan kepada saudara-
saudara kita. Tiada daya kita selain dengan pertolongan Allah.

16

You might also like