You are on page 1of 8

Jurnal Teknik Kimia Indonesia Vol. 10 No.

1 April 2011, 1-8

SAKARIFIKASI PATI UBI KAYU MENGGUNAKAN AMILASE


ASPERGILUS NIGER ITB CC L74
Ukan Sukandar*, Achmad Ali Syamsuriputra, Lindawati, dan Yadi Trusmiyadi
Kelompok Keahlian Perancangan dan Pengembangan Produk Teknik Kimia
Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Bandung
Jalan Ganesha 10 Bandung 40132
Email : usukandar@che.itb.ac.id

Abstrak

Bioetanol merupakan produk turunan ubi kayu yang sekarang sedang giat dikembangkan.
Salah satu program riset bioetanol Kelompok Keahlian Perancangan dan Pengembangan
Produk Teknik Kimia, FTI, ITB tahun 2008 adalah peningkatan produktivitas dan kinerja
enzim α-amilase dan glukoamilase Aspergillus niger ITBCC L74 untuk proses sakarifikasi pati
ubi kayu pada produksi bioetanol. Sehubungan dengan kondisi optimum proses sakarifikasi,
penelitian tentang pengaruh pH, temperatur, konsentrasi Ca2+, konsentrasi substrat, dan
persentase volume enzim, telah dilakukan. Analisis kinerja kompleks amilase yang dilakukan
meliputi analisis kinerja enzim α-amilase dengan metode iodin dan analisis kinerja enzim
glukoamilase dengan metode Somogyi-Nelson. Variabel yang diteliti untuk menentukan
kondisi optimum kinerja ekstrak amilase adalah pH (3,5–7,5), temperatur (25–80 oC),
konsentrasi Ca2+ (25–200 ppm) konsentrasi substrat (0,5–20 %-b/v) dan persentase volume
enzim (1-50 %-v). Hasil penelitian menunjukkan bahwa kinerja kompleks enzim amilase
optimum berada pada pH 4,5, temperatur 60 oC, konsentrasi Ca2+ 75 ppm, dan konsentrasi
substrat 7 %-b/v. Kinerja kompleks amilase makin baik seiring dengan peningkatan
persentase volume enzim, namun peningkatan ini dibatasi oleh kandungan glukosa dalam
enzim yang dapat menyebabkan inhibisi terhadap aktivitas enzim.

Kata kunci: amilase, glukoamilase, Aspergillus niger, sakarifikasi, pati

Abstract

Bioethanol is a derivative product from cassava that is thoroughly developed nowadays. One
of the bioethanol research program of the Chemical Engineering Product Design and
Development Research Group, Faculty of Industrial Technology, Institut Teknologi Bandung
in the year of 2008 was to increase productivity and the performance of α-amylase and
glucoamylase from Aspergillus niger ITB CC L74 for saccharification of cassava starch in
bioethanol production. In conjunction with the optimum condition of saccharification
process, research on the effect of pH, temperature, Ca2+ concentration, substrate
concentration, and enzyme volume percentage have been carried out. The performance of α-
amylase was determined by the iodine method while the performance of glucoamylase was
done by the Somogyi-Nelson method. Research variable to determine the optimum
performance condition of amylase extract were pH (3.15–7.0), temperature (30–89 oC), Ca2+
concentration (0–200 ppm), substrate concentration (0.5–20 %-w/v), and enzyme volume
percentage (1.0–50 %-v). The results of this research showed that the optimum performance
of amylase complex were pH 4.5, temperature 60 oC, Ca2+ concentration 75 m/L, and
substrate concentration 7 %-w/v. The performances of amylase complex increased with the
increase in the amount of enzyme percentage, but the increase was limited by the amount of
glucose that could inhibit enzyme activity.

Keywords: amylase, glucoamylase, Aspergillus niger, saccharification, starch


*korespondensi

1
Sakarifikasi Pati Ubi Kayu (Ukan Sukandar, dkk.)

1. Pendahuluan sakarifikasi pati ubi kayu merupakan


Kemajuan ilmu pengetahuan dan penelitian yang menarik untuk dilakukan.
teknologi telah berhasil mengungkapkan Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
betapa penting dan potensialnya bahan-bahan menentukan kondisi proses yang dapat
yang mengandung pati sebagai bahan baku menghasilkan perolehan glukosa paling tinggi.
untuk industri fermentasi bioetanol. Pati, Variabel proses yang diamati adalah
suatu polisakarida yang dibentuk oleh temperatur, pH, penambahan ion Ca2+,
monomer-monomer glukosa, banyak terdapat konsentrasi substrat, dan konsentrasi enzim.
di alam dalam bentuk cadangan bahan
makanan dari tumbuh-tumbuhan. Yang Pati
termasuk kelompok bahan baku yang Pati merupakan polisakarida yang
mengandung pati antara lain adalah padi- banyak ditemukan pada tanaman. Senyawa ini
padian dan umbi-umbian. Sebagai bahan baku disimpan dalam bentuk granula dengan
untuk pembuatan bioetanol, jenis padi-padian ukuran dan karakteristik yang spesifik untuk
yang banyak digunakan di negara-negara Asia setiap spesies tanaman (van der Maarel dkk.,
yaitu beras, sedang di Amerika Serikat 2002). Beberapa contoh tanaman yang
umumnya jagung. Umbi-umbian seperti memiliki kandungan pati dengan konsentrasi
kentang merupakan salah satu jenis bahan tinggi adalah jagung, gandum, beras, kentang,
baku untuk industri fermentasi bioetanol yang ubi jalar dan ubi kayu.
biasa digunakan di kebanyakan negara-negara Pati merupakan polimer yang tersusun
Eropa. dari unit satuan α-D-glukosa yang
Ubi kayu merupakan salah satu jenis dihubungkan oleh ikatan α-1,4 glikosidik dan
tanaman yang umbinya banyak mengandung ikatan α-1,6 glikosidik pada percabangan
pati. Jenis tanaman ini banyak dibudidayakan rantainya. Secara alami, pati merupakan
masyarakat Indonesia baik dalam skala kecil campuran dari amilosa dan amilopektin yang
maupun besar. Ketersediaan ubi kayu cukup kedua-duanya merupakan suatu polimer dari
banyak, tetapi nilai jualnya rendah. Oleh α-D-glukosa. (Kunamneni dkk., 2005; van der
karena itu, konversi ubi kayu menjadi produk Maarel dkk., 2002).
lain yang bernilai jual lebih baik merupakan Amilosa merupakan suatu polimer
hal yang sangat penting untuk diperhatikan. rantai tunggal tidak bercabang, terbentuk dari
Bioetanol merupakan produk turunan 500-20.000 monomer α-D-glukosa yang
ubi kayu yang sekarang sedang giat dihubungkan oleh ikatan α-1,4 glikosidik
dikembangkan di Indonesia. Rute utama (Myers dkk., 2000). Kelarutannya dalam air
produksi bioetanol dari bahan-bahan yang sangat terbatas, dan memberikan warna biru
mengandung gula adalah fermentasi. Karena dengan iodine. Amilopektin merupakan suatu
pati ubi kayu tidak dapat digunakan secara polimer rantai bercabang, terbentuk dari
langsung oleh ragi yang umum digunakan 100.000 monomer glukosa yang dihubungkan
pada proses produksi etanol, tahapan proses oleh ikatan α-1,4 glikosidik pada rantai utama
konversi pati menjadi gula yang dapat dan α-1,6 glikosidik pada percabangannya
difermentasi oleh ragi perlu dilakukan (Kunamneni dkk., 2005; Myers dkk., 2000).
terlebih dahulu.
Sebagai pelarut, alkohol beratom Amilase
karbon dua ini banyak digunakan di industri- Berdasarkan kemampuan hidrolitiknya,
industri farmasi, kosmetik, zat warna, dan enzim amilase dikelompokkan menjadi dua
resin. Etanol juga merupakan senyawa antara kelompok besar yaitu α-amilase yang mampu
yang bermanfaat untuk pembuatan produk- menghidrolisis ikatan α-1,4-glikosidik dan
produk industri kimia seperti etilen, glukoamilase yang menghidrolisis ikatan α-
asetaldehid, butadien, aseton, bahkan 1,6-glikosidik. Berdasarkan tempat
polistiren, polietilen, dan polivinil klorida. pemotongan ikatannya, amilase
Selain itu, etanol juga dapat digunakan dikelompokkan menjadi tiga, yaitu exospliting,
sebagai bahan bakar (Balat dkk., 2008). endospliting, dan debranching (Pandey dkk.,
Proses konversi pati menjadi glukosa 2000; Moo-Young, 1985).
sebagai senyawa antara pembuatan bioetanol
merupakan proses yang sangat penting Enzim α-amilase
sehingga penelitian kinerja amilase dari Enzim α-amilase (endo-α-1,4-glucan
Aspergillus niger ITB CC L74 dalam glucanohydrolase, EC. 3.2.1.1) merupakan

2
Jurnal Teknik Kimia Indonesia Vol. 10 No. 1 April 2011

enzim amilase endospliting yang memutuskan temperatur jauh di atas temperatur


ikatan glikosidik pada bagian dalam rantai optimumnya enzim akan mengalami
pati secara acak. Enzim α-amilase hanya denaturasi hingga enzim kehilangan aktivitas
spesifik untuk memutuskan atau katalitiknya (Shuler dan Kargi, 2002).
menghidrolisis ikatan α-1,4-glikosidik tetapi
mampu melewati titik percabangan (ikatan α- Konsentrasi enzim
1,6-glikosidik) untuk memutuskan ikatan Pada konsentrasi substrat tetap, dalam
ikatan α-1,4-glikosidik disebrangnya sehingga batas tertentu, laju suatu reaksi enzimatik
menghasilkan isomaltase. Hasil hidrolisis pati meningkat sebanding dengan meningkatnya
dan glikogen oleh α-amilase adalah konsentrasi enzim (Sukandar, 2002). Hal ini
oligosakarida (maltodekstrin), maltosa, dan berarti makin banyak enzim, sampai batas
sejumlah kecil glukosa yang mempunyai tertentu, makin banyak substrat yang
konfigurasi gula α, seperti substrat awal terkonversi karena makin tinggi aktivitas
(Sivaramakrishnan dkk., 2006; Kunamneni enzim.
dkk., 2005).
Konsentrasi substrat
Amiloglukosidase Konsentrasi substrat dapat
Enzim amiloglukosidase (exo-α-1,4- mempengaruhi laju produksi dan aktivitas
glucan glucanohydrolase, EC. 3.2.1.3) katalitik enzim. Laju pembentukan produk
merupakan enzim amilase exospliting. meningkat seiring dengan meningkatnya
Amiloglukosidase yang lebih dikenal dengan konsentrasi substrat hingga dicapai laju reaksi
glukoamilase mampu memutuskan ikatan α- maksimum untuk kemudian turun kembali
1,4-glikosidik maupun α-1,6-glikosidik mulai harga konsentrasi substrat tertentu.
(Sivaramakrishnan dkk., 2006; Kunamneni (Bailey dan Ollis, 1986).
dkk., 2005). Substrat enzim glukoamilase
dapat berupa amilosa, amilopektin, glikogen, Penambahan kation
dekstrin dan maltosa. Hasil hidrolisis pati oleh Jenis enzim yang memerlukan kofaktor
amiloglukosidase adalah α-D-glukosa. berupa ion logam disebut metaloenzim. Di
dalam beberapa metaloenzim, komponen
Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja logamnya itu sendiri ada yang telah memiliki
enzim amilase aktivitas katalitik. Aktivitas enzim akan
Aktivitas atau kinerja enzim memperoleh peningkatan sangat besar
dipengaruhi oleh banyak faktor. Terdapat setelah bergabung dengan kofaktor logamnya.
lima faktor utama yang mempengaruhi Sebagai contoh, enzim amilase dan protease
aktivitas enzim yaitu; pH, temperatur, akan memiliki stabilitas dan aktivitas katalisik
konsentrasi enzim, konsentrasi substrat, dan lebih tinggi apabila terdapat ion kalsium
konsentrasi kofaktor. (Sukandar, 2002).

pH 2. Metodologi
Enzim umumnya aktif pada rentang pH Langkah-langkah percobaan yang
yang sempit. Karena enzim merupakan dilakukan adalah : produksi kompleks enzim
protein, perubahan pH dapat mempengaruhi amilase, ekstraksi kompleks enzim amilase,
gugus-gugus amino dan karboksilat dari dan analisis kinerja kompleks enzim amilase.
protein enzim. Perubahan pH dapat
mengakibatkan terjadinya perubahan bentuk Peralatan
ionik dari sisi aktif enzim. Di luar pH Fermentasi dilaksanakan di dalam labu
optimumnya, enzim memperlihatkan aktivitas Erlenmeyer 2L yang dilengkapi dengan sistem
katalitik yang rendah atau kehilangan aerasi dan direndam di dalam water bath
aktivitas katalitiknya (Sukandar, 2002). untuk mempertahankan temperatur operasi.
Peralatan yang digunakan pada uji kinerja
Temperatur enzim amilase adalah spektrofotometer tipe
Pada suatu reaksi enzimatik, GenesysTM 10 Series.
temperatur mempengaruhi kestabilan enzim.
Kenaikan temperatur sampai sedikit di atas Bahan
temperatur optimumnya dapat menyebabkan Bahan yang digunakan dalam
penurunan aktivitas enzim, sedangkan pada percobaan meliputi stillage singkong, pati

3
Sakarifikasi Pati Ubi Kayu (Ukan Sukandar, dkk.)

terlarut, dan reagen uji. Stillage singkong yang kemudian menurun setelah melampaui
digunakan sebagai bahan baku untuk temperatur optimumnya. Penurunan kinerja
produksi enzim merupakan limbah produksi enzim ini disebabkan oleh penurunan
etanol dari singkong. Pati terlarut digunakan aktivitas katalitik enzim. Temperatur pada
sebagai substrat pada reaksi uji kinerja saat aktivitas enzim mulai menurun kembali
kompleks enzim, sementara reagen uji yang merupakan temperatur saat protein enzim
digunakan adalah iodin untuk uji pati dan mulai terdenaturasi. Berdasarkan hasil regresi
reagen Somogyi-Nelson (Nelson, 1944) untuk pangkat dua diperoleh temperatur denaturasi
uji konsentrasi glukosa. untuk α-amilase dan glukoamilase dari A.
niger ITB CC L74 berturut-turut adalah 100 oC
Analisis dan 96 oC.
Analisis kinerja α-amilase dilakukan
dengan menentukan kadar pati yang tersisa 3.5
setelah reaksi konversi pati menjadi dekstrin 3

Aktivitas (Unit)
yang dikatalisis enzim α-amilase berlangsung. 2.5
Penentuan kadar pati dilaksanakan dengan 2
menggunakan metode iodine (Chinoy dkk., 1.5
1934). 1
Analisis kinerja enzim glukoamilase 0.5
dilakukan dengan menentukan kadar glukosa 0
yang terbentuk setelah konversi dekstrin 0 20 40 60 80 100
menjadi glukosa oleh enzim glukoamilase Temperatur ( oC )
berlangsung. Penentuan kadar glukosa Gambar 1. Pengaruh temperatur terhadap
dilaksanakan dengan menggunakan metode aktivitas enzim α-amilase
Somogyi-Nelson (Nelson, 1944)
1.6
Variasi percobaan 1.4
Aktivitas (Unit)

Variasi percobaan meliputi; temperatur 1.2


operasi (25, 30, 40, 50, 60, 62,5, 70, 80, dan 89 1
oC), pH operasi (3,15, 3,5, 4, 4,5, 5, 5,5, 6, 6,5, 0.8
0.6
7, dan 7,5), penambahan konsentrasi Ca2+ (0,
0.4
12,5, 25, 50, 75, 100, 125, 150, 175, dan 200 0.2
mg/L), konsentrasi substrat (0,1, 1, 3, 5, dan 7 0
%-b/v), dan persentase volume ekstrak enzim
0 20 40 60 80 100
sebanyak (1, 10, 20, 30, dan 50 %-v/v).
Temperatur ( oC )
3. Hasil dan Pembahasan Gambar 2. Pengaruh temperatur terhadap
aktivitas enzim glukoamilase
Pengaruh temperatur terhadap kinerja
kompleks enzim amilase Temperatur optimum kerja enzim
Gambar 1 dan Gambar 2 amilase A. niger ITB CC L74 sama dengan
memperlihatkan bahwa kenaikan temperatur temperatur optimum kerja enzim amilase dari
sampai titik tertentu meningkatkan kinerja A. niger hasil penelitian Omemu dkk. (2005),
enzim. Temperatur saat aktivitas enzim kecuali puncak kurva untuk enzim amilase A.
maksimum disebut temperatur optimum niger ITB CC L74 lebih landai daripada puncak
kinerja enzim. Hasil penelitian menunjukkan kurva untuk amilase hasil penelitian
bahwa temperatur optimum enzim α-amilase Ommemu. Hal ini menunjukkan bahwa
dan temperatur optimum enzim glukoamilase kompleks enzim amilase A. niger ITB CC L74
adalah 60oC, sementara hasil regresi relatif stabil pada temperatur tinggi.
persamaan kuadratnya menunjukkan bahwa
temperatur optimum enzim α-amilase 61,3oC Pengaruh pH terhadap kinerja kompleks
dan temperatur optimum enzim glukoamilase enzim amilase
61,1oC. Nilai pH yang menunjukkan kinerja
Mula-mula kenaikan temperatur dapat enzim mencapai maksimum disebut pH
mempercepat laju reaksi. Pada temperatur optimum. Hasil penelitian menunjukkan
optimum, kinerja enzim maksimum, untuk bahwa pH optimum untuk enzim α-amilase

4
Jurnal Teknik Kimia Indonesia Vol. 10 No. 1 April 2011

dan glukoamilase dari A. niger ITB CC L74 Pengaruh penambahan ion Ca2+ terhadap
adalah sama yaitu 4,5. Hasil regresi kinerja kompleks enzim amilase
persamaan kuadrat menunjukkan pH Gambar 5 dan Gambar 6 menunjukkan
optimum α-amilase dan glukoamilase adalah bahwa penambahan ion Ca2+ dapat
5. Nilai pH tersebut berada dalam rentang pH meningkatkan aktivitas enzim. Aktivitas
enzim amilolitik fungi berdasarkan Caballero maksimum α-amilase dan glukoamilase
(2003) yaitu pada pH 4-5. diperoleh saat penambahan ion Ca2+ 75 ppm.
Penambahan ion kalsium pada titik optimum
3.5 ini dapat meningkatkan stabilitas enzim
3 terhadap perubahan temperatur dan pH.
Aktivitas (Unit)

2.5
5
2
4.5

Aktivitas (Unit)
1.5
1 4
0.5 3.5
0
3
2.5 3.5 4.5 5.5 6.5 7.5
pH 2.5
Gambar 3. Pengaruh pH terhadap aktivitas 50 100 150 200 250 0
enzim α-amilase Konsentrasi ion Ca2+ ( mg/L )
Gambar 5. Pengaruh penambahan Ca2+
Dari Gambar 3 dan Gambar 4 dapat terhadap aktivitas enzim α-amilase
dilihat bahwa kurva aktivitas enzim terhadap
pH untuk α-amilase dan glukoamilase, kurva
Stabilitas dan aktivitas enzim α-amilase
aktivitas glukoamilase lebih curan daripada
diketahui dipengaruhi oleh kofaktor ion
kurva aktivitas enzim α-amilase. Hal ini kalsium (Moo-Young, 1985). Penambahan ion
menunjukkan bahwa enzim α-amilase relatif Ca2+ diatas 75 m/L dapat mengakibatkan
lebih stabil terhadap perubahan pH penurunan aktivitas enzim yang cukup
dibandingkan dengan enzim glukoamilase. drastis.
Enzim α-amilase cukup stabil pada pH 3,5–6 3
sedangkan enzim glukoamilase stabil pada
2.5
Aktivitas (Unit)

rentang pH lebih sempit yaitu 4,5–5.


2
1.6 1.5
1.4 1
Aktivitas (Unit)

1.2 0.5
1
0
0.8
0.6 0 50 100 150
0.4 Konsentrasi Ca2+ ( mg/L )
0.2
0 Gambar 6. Pengaruh penambahan ion Ca2+
terhadap aktivitas enzim glukoamilase
2 3 4 5 6 7 8
pH Secara molekuler, penyebab peristiwa
ini masih belum diketahui secara pasti.
Gambar 4 Pengaruh pH terhadap aktivitas
Namun demikian, kejadian tersebut diduga
enzim glukoamilase
disebabkan oleh konsentrasi ion Ca2+ yang
terlalu tinggi mendorong ion-ion Ca2+ untuk
Di luar nilai pH optimumnya, kinerja
berinteraksi dengan enzim di luar sisi aktifnya
kompleks enzim rendah. Perubahan pH
yaitu bagian apoenzim, sehingga dapat terjadi
mengakibatkan terjadinya perubahan bentuk
presipitasi enzim (Leveque dkk., 2000).
ionik dari sisi aktif enzim dan perubahan
Perolehan (konversi) glukosa selama 10 menit
struktur tiga dimensi enzim sehingga aktivitas
proses hidrolisis pada temperatur, pH, dan
enzim mengalami penurunan yang drastis.
penambahan ion Ca2+ ini mencapai 11–24%.

5
Sakarifikasi Pati Ubi Kayu (Ukan Sukandar, dkk.)

Verifikasi kondisi optimum kinerja yang rendah hanya mengkonversi pati dalam
kompleks enzim amilase jumlah yang kecil. Sebaliknya, pada
Analisis aktivitas enzim diverifikasi konsentrasi pati yang tinggi, meski efisiensi
(dianalisis ulang) pada kondisi optimum konversinya rendah, jumlah pati yang
kinerja enzim α-amilase dan glukoamilase. terkonversinya bisa saja lebih banyak.
Verifikasi aktivitas enzim ditinjau dari glukosa
sebagai produk akhir yang dihasilkan dengan 45

Pati terkonversi x 103 (mg/L)


metode Somogyi-Nelson. Kondisi optimum 40
yang diperoleh adalah; temperatur 60 oC, pH 35
4,5, dan penambahan Ca2+ 75 ppm. Hasil 30
analisis ulang sebanyak enam kali ditampilkan 25
pada Gambar 7. 20
5% v/v ekstrak enzim
15 10% v/v ekstrak enzim
10 20% v/v ekstrak enzim
30% v/v ekstrak enzim
5 50% v/v ekstrak enzim
0
0 1 2 3 4 5 6 7
Konsentrasi Pati (%)
Gambar 8. Pengaruh konsentrasi pati pada
konversi pati

Banyaknya pati yang terkonversi


menunjukkan produktivitas reaksi. Gambar 8
menunjukkan banyaknya pati yang
Gambar 7. Verifikasi kinerja kompleks terkonversi mengalami kenaikan seiring
enzim amilase pada kondisi optimum dengan kenaikan konsentrasi pati. Kenaikan
ini disebabkan oleh kemungkinan kontak
Rata-rata unit aktivitas enzim dan antara pati dengan enzim yang makin besar
perolehan glukosa pada kondisi optimum seiring dengan kenaikan konsentrasi pati.
dengan volume kerja 2 mL dan substrat pati Setelah melalui titik optimum, jumlah pati
1% adalah 2,08 unit satuan aktivitas enzim yang terkonversi menurun kembali karena
glukoamilase dan 20,08%. Dengan mulai dari konsentrasi substrat tersebut
menggunakan toleransi (error) 10% terhadap reaksi enzimatik mengalami inhibisi (Shuler
nilai unit aktivitas yang didapatkan terlihat dan Kargi, 2002). Hasil penelitian
ada satu tempuhan analisis yang hasilnya menunjukkan bahwa konsentrasi pati
berada di luar rentang toleransi 10%. Selisih optimum adalah 5%.
hasil tempuhan ketiga mencapai 11,17%. Gambar 9 memperlihatkan
Mengingat bahwa analisis aktivitas enzim kecenderungan konversi pati yang meningkat
merupakan analisis berorde mikron maka seiring dengan peningkatan persen volume
data tempuhan ketiga masih dapat ditolelir enzim. Bentuk grafik yang landai
dan hasil analisis dapat dikatakan stabil dan menunjukkan bahwa peningkatan yang terjadi
benar (valid). sangat kecil. Kenaikan persen konversi pati
tidak sebanding dengan kenaikan persen
Pengaruh konsentrasi substrat dan persen volume enzim. Hal ini diduga disebabkan oleh
volume enzim terhadap kinerja enzim daya katalitik enzim yang tinggi sehingga
amilase persen volume enzim yang kecil telah dapat
Persentase pati yang terkonversi mengkonversi pati dalam jumlah yang banyak.
menunjukkan efisiensi reaksi. Pada jumlah Pada 50 %-v/v ekstrak enzim dengan
enzim yang sama, kenaikan konsentrasi konsentrasi substrat 7 %-v/v, dapat dilihat
substrat menyebabkan penurunan persen bahwa jumlah glukosa yang terbentuk
konversi karena jumlah enzim tidak cukup mengalami penurunan. Hal ini disebabkan
untuk mengkonversi pati. Pada konsentrasi oleh konsentrasi dekstrin sebagai substrat
yang rendah, efisiensi konversi pati sangat bagi enzim glukoamilase optimum. Pada
tinggi. Namun demikian, perlu diingat bahwa konsentrasi pati 5 %-v/v, yang merupakan
efisiensi yang tinggi pada konsentrasi substrat konsentrasi optimum bagi enzim α-amilase,
jumlah dekstrin yang terbentuk paling

6
Jurnal Teknik Kimia Indonesia Vol. 10 No. 1 April 2011

banyak. Karena itu, pada konsentrasi pati 5 pada temperatur 60 oC, pH 4,5, penambahan
%-v/v, diduga jumlah dekstrin yang ada ion kalsium (Ca2+) 75 ppm, konsentrasi pati
menyebabkan terjadinya inhibisi subsrat pada 5%, dan persen volume enzim 50%.
enzim glukoamilase sehingga pembentukan
glukosa terhambat. Pada konsentrasi pati 7
Daftar Pustaka
%-v/v, pembentukan dekstrin menurun
akibat adanya inhibisi pati pada α-amilase Bailey, J. E.; Ollis, D.F., Biochemical Engineering
sehingga jumlah dekstrin yang terbentuk Fundamental, 2nd Ed. McGraw-Hill Book Co.,
menurun dan menghasilkan konsentrasi New York, 1986.
optimum bagi enzim glukoamilase sehingga
Balat, M.; Balat, H.; Oz, C., Progress in
jumlah glukosa yang dihasilkan maksimum.
bioethanol processing, Progress in Energy and
60
Combustion Science, 2008, Vol. 34(5), 551-
573.
Pati terkonversi x 103 (mg/L)

50 0,1 % pati 1,0 % pati


3,0 % pati 5,0 % pati Caballero, B.; Trugo, L.; Finglas, P.M.,
40 7,0 % pati
Encyclopedia of Food Science and Nutrition,
30 Vol. 4, 2nd Ed., Academic Press, Inc., London,
2003.
20
Chinoy, J.J.; Edwards, F.W.; Nanji H.R., A new
10
iodine method for the determination of starch,
0 Analyst, 1934, Vol 59, 673-680.
0 10 20 30 40 50 Kunamneni, A.; Permaul, K; Singh, S., Amylase
Persen volume enzim ( % ) production in solid state fermentation by the
thermophilic fungus Thermomyces lanuginosus,
Gambar 9. Pengaruh banyaknya enzim Journal of Bioscience and Bioengineering.,
pada konversi pati 2005, Vol. 100(2), 168-171.

Kenaikan persen volume ekstrak enzim Leveque, E.; Janecek, S.; Haye, B.; Belarbi, A.,
dapat mengakibatkan kenaikan jumlah Thermophilic archaeal amylolytic enzymes,
glukosa yang terkonversi. Kenaikan ini Enzyme and Microbial Technology, 2000, Vol.
disebabkan oleh adanya kemungkinan kontak 26(1), 3–14.
antara pati dengan enzim yang semakin besar Moo-Young, M., The Practice of Biotechnology:
seiring dengan kenaikan konsentrasi pati. Specialty Products and Service Activities, in
Kenyataan ini sesuai dengan ketentuan umum Comprehensive Biotechnology, 1st Ed., Vol. 4,
yang menyatakan bahwa peningkatan Pergamon Press Ltd., Great Britain, 1985,
kecepatan suatu reaksi enzimatik sebanding 330–336.
dengan peningkatan konsentrasi enzim yang
mengkatalisis reaksi tersebut (Sukandar, Myers, A.M.; Morell, M.K.; James, M.G.; Ball,
2002). S.G., Recent progress towards understanding
biosynthesis of the amylopectin crystal, Plant
4. Kesimpulan Physiology, 2000, Vol. 122(4), 989-997.
Kesimpulan yang dapat diambil dari Nelson, N., A Photometric Adaptation of the
hasil penelitian yang telah dilakukan adalah : Somogyi Method for the Determination of
Pertama, proses hidrolisis pati menjadi Glucose, Journal of Biological Chemistry, 1944,
glukosa oleh ekstrak enzim amilase dari Vol. 153, 375–380.
Aspergillus niger ITB CC L74 berlangsung
optimum pada temperatur 60 oC, pH 4,5, dan Omemu, A.M.; Akpan, I.; Bankole, M.O.;
penambahan ion kalsium (Ca2+) 75 ppm. Teniola, O.D., Hydrolysis of raw tuber starches
Kedua, Peningkatan konsentrasi pati dapat by amylase of aspergillus niger am07 isolated
meningkatkan jumlah pati yang terkonversi from the soil, African Journal of Biotechnology,
sampai konsentrasi pati mencapai konsentrasi 2005, Vol. 4(1), 19–25.
optimum yaitu 5%. Ketiga, peningkatan Pandey, A.; Nigam, P.; Soccol, C.R.; Soccol, V.T.;
persen volume enzim, walau tidak signifikan, Singh, D.; Mohan, R., Advances in microbial
dapat meningkatkan jumlah glukosa yang amylases, Biotechnology and Applied
terbentuk. Keempat, perolehan glukosa Biochemistry, 2000, Vol. 31(2), 135–152.
maksimum dihasilkan oleh reaksi hidrolisis

7
Sakarifikasi Pati Ubi Kayu (Ukan Sukandar, dkk.)

Shuler, M.L.; Kargi, F., Bioprocess Engineering, Sukandar, U., Proses Metabolisme, Departemen
2nd Ed., Prentice Hall International, New Teknik Kimia, Fakultas Teknologi Industri,
Jersey, 2002, 60–78. Institut Teknologi Bandung, 2002, 77–108.
Sivaramakrishnan, S.; Gangadaran, D.; Van der Maarel, M.J.E.C.; van der Veen, B.;
Nampoothiri, K.M.; Soccol, C.R.; Pandey, A., α- Uitdehaag, J.C.M.; Leemhuis, H.; Dijkhuizen, L.,
Amylase from microbial sources – An overview Properties and applications of starch-
on recent developments, Food Technology and converting enzymes of the α-amylase family,
Biotechnology, 2006, Vol. 44 (2), 173–184. Journal of Biotechnology, 2002, Vol. 94(2),
137-155.

You might also like