You are on page 1of 20

Divisi Keperawatan Gawat Darurat

Program Pendidikan Ners Unsoed Purwokerto

LAPORAN PENDAHULUAN

CEDERA KEPALA
STASE KEPERAWATAN GAWAT DARURAT
RUANG IGD RSUD Prof. Dr. MARGONO SOEKARDJO
PURWOKERTO

YULI DWI HARTANTO


G1E007019

DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL


UNIVERSITAS JENDRAL SOEDIRMAN
PROGRAM PENDIDIKAN NERS
PURWOKERTO
2009
Divisi Keperawatan Gawat Darurat
Program Pendidikan Ners Unsoed Purwokerto

CEDERA KEPALA

A. PENGERTIAN
Cedera kepala adalah suatu gangguan traumatik dari fungsi otak yang
disertai atau tanpa disertai perdarahan interstiil dalam substansi otak tanpa
diikuti terputusnya kontinuitas otak. Cedera kepala meliputi trauma kulit
kepala, tengkorak dan otak. Cedera otak terdapat dibagi dalam dua macam
yaitu :
1. Cidera otak primer
Adalah kelainan patologi otak yang timbul segera akibat langsung dari
trauma. Pada cidera primer dapat terjadi: memar otak, laserasi.
2. Cidera otak sekunder
Adalah kelainan patologi otak disebabkan kelainan biokimia,
metabolisme, fisiologi yang timbul setelah trauma.
Proses-proses fisiologi yang abnormal:
- Kejang-kejang
- Gangguan saluran nafas
- Tekanan intrakranial meningkat yang dapat disebabkan oleh karena:
 edema fokal atau difusi
 hematoma epidural
 hematoma subdural
 hematoma intraserebral
 over hidrasi
- Sepsis/septik syok
- Anemia
- Shock
Proses fisiologis yang abnormal ini lebih memperberat kerusakan cidera
otak dan sangat mempengaruhi morbiditas dan mortalitas.
Divisi Keperawatan Gawat Darurat
Program Pendidikan Ners Unsoed Purwokerto

KLASIFIKASI
Beratnya cedera kepala saat ini didefinisikan oleh The Traumatik Coma
Data Bank berdasarkan Skore Scala Coma Glascow (GCS). Penggunaan istilah
cedera kepala ringan, sedang dan berat berhubungan dari pengkajian parameter
dalam menetukan terapi dan perawatan. Adapun klasifikasinya adalah sebagai
berikut :
1. Cedera Kepala Ringan
Nilai GCS 13 – 15 yang dapat terjadi kehilanga kedaran atau amnesia akan
tetapi kurang dari 30 menit. Tidak terdapat fraktur tengkorak serta tidak ada
kontusio serebral dan hematoma.
2. Cedera Kepala Sedang
Nilai GCS 9 – 12 yang dapat terjadi kehilangan kesadaran atau amnesia
lebih dari 30 menit tetapi kurang dari 24 jam. Dapat mengalami fraktur
tengkorak.
3. Cedera Kepala Berat
Nilai GCS 3 – 8 yang diikuti dengan kehilangan kesadaran atau amnesia
lebih dari 24 jam meliputi kontusio serebral, laserasi atau hematoma
intrakranial.
Divisi Keperawatan Gawat Darurat
Program Pendidikan Ners Unsoed Purwokerto

Tabel 1.
Skala Koma Glasgow (Blak, 1997)
1. Membuka Mata / E
Spontan 4
Terhadap rangsang suara 3
Terhadap nyeri 2
Tidak ada 1
2. Respon Motorik / M
Mampu mengikuti perintah 6
Melokalisasi nyeri 5
Menghindar nyeri 4
Fleksi abnormal 3
Ekstensi abnormal 2
Tidak ada respon 1
3. Respon Verbal / V
Orientasi baik 5
Orientasi terganggu 4
Kata-kata tidak jelas 3
Suara Tidak jelas
2
Tidak ada respon 1
Total 3 - 15
sumber :keperawatan kritis, pendekatan holostik vol, II tahun 1995, hal:226

Perdarahan yang sering ditemukan:


 Epidural Hematom:
Terdapat pengumpulan darah diantara tulang tengkorak dan duramater akibat
pecahnya pembuluh darah/cabang-cabang arteri meningeal media yang terdapat
di duramater, pembuluh darah ini tidak dapat menutup sendiri karena itu sangat
berbahaya. Dapat terjadi dalam beberapa jam sampai 1 – 2 hari. Lokasi yang
paling sering yaitu dilobus temporalis dan parietalis.
Divisi Keperawatan Gawat Darurat
Program Pendidikan Ners Unsoed Purwokerto

Tanda dan gejala:

penurunan tingkat kesadaran, nyeri kepala, muntah, hemiparesa. Dilatasi pupil


ipsilateral, pernapasan dalam dan cepat kemudian dangkal, irreguler,
penurunan nadi, peningkatan suhu.

 Subdural Hematoma
Terkumpulnya darah antara duramater dan jaringan otak, dapat terjadi akut dan
kronik. Terjadi akibat pecahnya pembuluh darah vena/jembatan vena yang
biasanya terdapat diantara duramater, perdarahan lambat dan sedikit. Periode
akut terjadi dalam 48 jam – 2 hari atau 2 minggu dan kronik dapat terjadi
dalam 2 minggu atau beberapa bulan.

Tanda dan gejala:

Nyeri kepala, bingung, mengantuk, menarik diri, berfikir lambat, kejang dan
edema pupil.

 Perdarahan Intraserebral
Perdarahan di jaringan otak karena pecahnya pembuluh darah arteri, kapiler,
vena.

Tanda dan gejala:

Nyeri kepala, penurunan kesadaran, komplikasi pernapasan, hemiplegi


kontralateral, dilatasi pupil, perubahan tanda-tanda vital.

 Perdarahan Subarachnoid:
Perdarahan didalam rongga subarachnoid akibat robeknya pembuluh darah dan
permukaan otak, hampir selalu ada pada cedera kepala yang hebat.

Tanda dan gejala:

Nyeri kepala, penurunan kesadaran, hemiparese, dilatasi pupil ipsilateral dan


kaku kuduk.
Divisi Keperawatan Gawat Darurat
Program Pendidikan Ners Unsoed Purwokerto

Tipe trauma kepala

a. Trauma kepala terbuka

1) Trauma ini dapat menyebabkan fraktur tulang tengkorak dan laserasi


durameter. Kerusakan otak dapat terjadi bila tulang tengkorak menusuk
otak, misalnya akibat benda tajam atau tembakan.
2) Fraktur linier di daerah temporal, dimana arteri meningeal media berada
dalam jalur tulang temporal, sering menyebabkan perdarahan epidural.
Fraktur linier yang melintang garis tengah, sering menyebabkan
perdarahan sinus dan robeknya sinus sagitalis superior.
3) Fraktur di daerah basis, disebabkan karena trauma dari atas atau kepala
bagian atas yang membentur jalan atau benda diam. Fraktur di fosa
anterior, sering terjadi keluarnya liquor melalui hidung (rhinorhoe) dan
adanya brill hematom (raccon eye).
4) Fraktur pada os petrosus, berbentuk longitudinal dan transversal (lebih
jarang). Fraktur longitudinal dibagi menjadi anterior dan posterior.
Fraktur anterior biasanya karena trauma di daerah temporal, sedang yang
posterior disebabkan trauma di daerah oksipital.
5) Fraktur longitudinal sering menyebabkan kerusakan pada meatus
akustikus interna, foramen jugularis dan tuba eustakhius. Setelah 2 – 3
hari akan nampak battle sign (warna biru di belakang telinga di atas os
mastoid) dan otorrhoe (liquor keluar dari telinga). perdarahan dari telinga
dengan trauma kepala hampir selalu disebabkan oleh retak tulang dasar
tengkorak. Pada dasarnya fraktur tulang tengkorak itu sendiri tidaklah
menimbulkan hal yang emergensi, namun yang sering menimbulkan
masalah adalah fragmen tulang itu menyebabkan robekan pada
durameter, pembuluh darah atau jaringan otak. Hal ini dapat
menyebabkan kerusakan pusat vital, saraf kranial dan saluran saraf (nerve
pathway).
b. Trauma kepala tertutup

1) Komotio serebri (gegar otak)

Penyebab gejala komotio serebri belum jelas. Akselerasi-akselerasi yang


meregangkan otak dan menekan formotio retikularis merupakan hipotesis
Divisi Keperawatan Gawat Darurat
Program Pendidikan Ners Unsoed Purwokerto

yang banyak dianut. Setelah penurunan kesadaran beberapa saat pasien


mulai bergerak, membuka matanya tetapi tidak terarah, reflek kornea,
reflek menelan dan respon terhadap rasa sakit yang semula hilang mulai
timbul kembali. Kehilangan memori yang berhubungan dengan waktu
sebelum trauma disebut amnesia retrograde. Amnesia post traumatic ialah
kehilangan ingatan setelah trauma, sedangkan amnesia traumatic terdiri
dari amnesia retrograde dan post traumatic.

2) Edema serebri traumatic


Otak dapat menjadi sembab tanpa disertai perdarahan pada trauma
kapitis terutama pada anak-anak. Pingsan dapat berlangsung lebih dari 10
menit, tidak dijumpai tanda-tanda kerusakan jaringan otak. Pasien
mengeluh nyeri kepala, vertigo, mungkin muntah. Pemeriksaan cairan
otak mungkin hanya dijumpai tekanan yang agak meningkat.

3) Kontusio serebri
Kerusakan jaringan otak disertai perdarahan yang secara makroskopis
tidak mengganggu jaringan. Kontosio sendiri biasanya menimbulkan
defisit neurologis jika mengenai daerah motorik atau sensorik otak.

Kontusio serebri murni biasanya jarang terjadi. Diagnosa kontusio serebri


meningkat sejalan dengan meningkatnya penggunaan CT scan dalam
pemeriksaan cedera kepala. Kontusio serebri sangat sering terjadi
difrontal dan labus temporal, walaupun dapat terjadi juga pada setiap
bagian otak, termasuk batang otak dan serebelum. Batas perbedaan antara
kontusio dan perdarahan intra serebral traumatika memang tidak jelas.
Kontusio serebri dapat saja dalam waktu beberapa jam atau hari
mengalami evolusi membentuk pedarahan intra serebral (ATLS 1997).

B. ETIOLOGI
» Kecelakaan
» Jatuh
» Trauma akibat persalinan
Divisi Keperawatan Gawat Darurat
Program Pendidikan Ners Unsoed Purwokerto

C. TANDA DAN GEJALA


• Gangguan kesadaran
• Konfusi
• Abnormalitas pupil
• Awitan tiba-tiba defisit neurologik
• Perubahan tanda vital
• Gangguan penglihatan dan pendengaran
• Disfungsi sensory
• Kejang otot
• Sakit kepala
• Vertigo
• Gangguan pergerakan
• Kejang
Gejala yang ditimbulkan akibat hematoma adalah luas. Biasanya akan
terlihat akan adanya kehilangan kesadaran sebentar pada saat cedera,diikuti
dengan pemulihan yang nyata secara perlahan-lahan (interval yang jelas). Hal
ini perlu dicatat walaupun interval nyata merupakan karakteristik dari
hematoma epidural.
Selama interval tertentu, kompensasi terhadap hematoma luas terjadi
melalui absobsi luas CSS dan penurunan volume intravaskuler yang
mempertahankan TIK normal. Ketika mekanisme ini tidak
dapatmengkompensasi lagi, bahkan peningkatan kecil sekalipun dalam volume
bekuan darah menimbulkan peningkatan TIK nyata. Kemudian sering secara
tiba-tiba tanda kompresi muncul (biasanya penyimpangan kesadaran dan tanda
defisit neurologi fokal seperti dilatasi dan fiksasi pupil atau paralisis
ekstremitas) dan pasien menunjukkan penurunan yang cepat.

D. PATOFISIOLOGI
Patofisiologis dari cedera kepala traumatic dibagi dalam proses primer
dan proses sekunder. Kerusakan yang terjadi dianggap karena gaya fisika yang
berkaitan dengan suatu trauma yang relative baru terjadi dan bersifat
irreversible untuk sebagian besar daerah otak. Walaupun kontusio dan laserasi
Divisi Keperawatan Gawat Darurat
Program Pendidikan Ners Unsoed Purwokerto

yang terjadi pada permukaan otak, terutama pada kutub temporal dan
permukaan orbital dari lobus frontalis, memberikan tanda-tanda jelas tetapi
selama lebih dari 30 tahun telah dianggap jejas akson difus pada substasi alba
subkortex adalah penyebab utama kehilangan kesadaran berkepanjangan,
gangguan respon motorik dan pemulihan yang tidak komplit yang merupakan
penanda pasien yang menderita cedera kepala traumatik berat.

Proses Primer

Proses primer timbul langsung pada saat trauma terjadi. Cedera primer
biasanya fokal (perdarahan, konusi) dan difus (jejas akson difus).Proses ini
adalah kerusakan otak tahap awal yang diakibatkan oleh benturan mekanik
pada kepala, derajat kerusakan tergantung pada kuat dan arah benturan, kondisi
kepala yang bergerak diam, percepatan dan perlambatan gerak kepala. Proses
primer menyebabkan fraktur tengkorak, perdarahan segera intrakranial,
robekan regangan serabu saraf dan kematian langsung pada daerah yang
terkena.

Proses Sekunder

Kerusakan sekunder timbul beberapa waktu setelah trauma menyusul


kerusakan primer. Dapat dibagi menjadi penyebab sistemik dari intrakranial.
Dari berbagai gangguan sistemik, hipoksia dan hipotensi merupakan gangguan
yang paling berarti. Hipotensi menurunnya tekanan perfusi otak sehingga
mengakibatkan terjadinya iskemi dan infark otak. Perluasan kerusakan jaringan
otak sekunder disebabkan berbagai faktor seperti kerusakan sawar darah otak,
gangguan aliran darah otak metabolisme otak, gangguan hormonal,
pengeluaran bahan-bahan neurotrasmiter dan radikal bebas. Trauma saraf
proses primer atau sekunder akan menimbulkan gejala-gejala neurologis yang
tergantung lokasi kerusakan.

Kerusakan sistem saraf motorik yang berpusat dibagian belakang lobus


frontalis akan mengakibatkan kelumpuhan pada sisi lain. Gejala-gejala
kerusakan lobus-lobus lainnya baru akan ditemui setelah penderita sadar. Pada
kerusakan lobus oksipital akan dujumpai ganguan sensibilitas kulit pada sisi
yang berlawanan. Pada lobus frontalis mengakibatkan timbulnya seperti
dijumpai pada epilepsi lobus temporalis.
Divisi Keperawatan Gawat Darurat
Program Pendidikan Ners Unsoed Purwokerto

Kelainan metabolisme yang dijumpai pada penderita cedera kepala


disebabkan adanya kerusakan di daerah hipotalamus. Kerusakan dibagian
depan hipotalamus akan terjadi hepertermi. Lesi di regio optika berakibat
timbulnya edema paru karena kontraksi sistem vena. Retensi air, natrium dan
klor yang terjadi pada hari pertama setelah trauma tampaknya disebabkan oleh
terlepasnya hormon ADH dari daerah belakang hipotalamus yang berhubungan
dengan hipofisis. Setelah kurang lebih 5 hari natrium dan klor akan dikeluarkan
melalui urine dalam jumlah berlebihan sehingga keseimbangannya menjadi
negatif. Hiperglikemi dan glikosuria yang timbul juga disebabkan keadaan
perangsangan pusat-pusat yang mempengaruhi metabolisme karbohidrat
didalam batang otak.

Batang otak dapat mengalami kerusakan langsung karena benturan atau


sekunder akibat fleksi atau torsi akut pada sambungan serviks medulla, karena
kerusakan pembuluh darah atau karena penekanan oleh herniasi unkus.

Gejala-gejala yang dapat timbul ialah fleksiditas umum yang terjadi


pada lesi tranversal dibawah nukleus nervus statoakustikus, regiditas
deserebrasi pada lesi tranversal setinggi nukleus rubber, lengan dan tungkai
kaku dalam sikap ekstensi dan kedua lengan kaku dalam fleksi pada siku
terjadi bila hubungan batang otak dengan korteks serebri terputus.

Gejala-gejala Parkinson timbul pada kerusakan ganglion basal.


Kerusakan-kerusakan saraf-saraf kranial dan traktus-traktus panjang
menimbulkan gejala neurologis khas. Nafas dangkal tak teratur yang dijumpai
pada kerusakan medula oblongata akan menimbulkan timbulnya Asidesil.
Nafas yang cepat dan dalam yang terjadi pada gangguan setinggi diensefalon
akan mengakibatkan alkalosisi respiratorik.

E. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
» CT Scan: tanpa/dengan kontras) mengidentifikasi adanya hemoragik,
menentukan ukuran ventrikuler, pergeseran jaringan otak.
» Angiografi serebral: menunjukkan kelainan sirkulasi serebral, seperti
pergeseran jaringan otak akibat edema, perdarahan, trauma.
» X-Ray: mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur), perubahan struktur
garis (perdarahan / edema), fragmen tulang.
Divisi Keperawatan Gawat Darurat
Program Pendidikan Ners Unsoed Purwokerto

» Analisa Gas Darah: medeteksi ventilasi atau masalah pernapasan


(oksigenasi) jika terjadi peningkatan tekanan intrakranial.
» Elektrolit: untuk mengkoreksi keseimbangan elektrolit sebagai akibat
peningkatan tekanan intrakranial.

F. PATHWAY
Kecelakaan
Jatuh
Trauma persalinan

Cidera kepala TIK - oedem


- hematom
Respon biologi Hypoxemia

Kelainan metabolisme
Cidera otak primer Cidera otak sekunder
Kontusio Nyeri akut
Laserasi Kerusakan cel otak 

Gangguan autoregulasi  rangsangan simpatis Stress

Aliran darah keotak   tahanan vaskuler  katekolamin


Sistemik & TD   sekresi asam lambung

O2   gangguan metabolisme  tek. Pemb.darah Mual, muntah


Pulmonal

Asam laktat   tek. Hidrostatik Asupan nutrisi kurang

Oedem otak kebocoran cairan kapiler Ketidakseimbangan


nutrisi:kurang
dari kebutuhan tubuh
Perfusi jaringan oedema paru  cardiac out put 
CerebralTidak efektif
Difusi O2 terhambat Gangguan perfusi jaringan

Pola napastidak efektif  hipoksemia, hiperkapnea


Divisi Keperawatan Gawat Darurat
Program Pendidikan Ners Unsoed Purwokerto

G. PENATALAKSANAAN
Konservatif
 Bedrest total
 Pemberian obat-obatan
♥ Dexamethason/ Kalmethason
♥ Analgesik
♥ Larutan hipertonik, yaitu manitol 20% atau glukosa 40%
♥ Antibiotik
 Observasi tanda-tanda vital dan tingkat kesadaran.
 Tindakan terhadap peningkatan TIK
 pemantauan TIK dengan ketat
 oksigenasi adekuat
 pemberian mannitol
 penggunaan steroid
 peningkatan kepala tempat tidur
 bedah neurologi
 Tindakan pendukung lain
 dukungan ventilasi
 pencegahan kejang
 pemeliharan cairan, elektrolit, dan keseimbangan nutrisi
 terapi antikonvulsan
 klorpromazin  menenangkan pasien
 selang nasogastrik
 Pembedahan

H. KOMPLIKASI
• Perdarahan ulang
• Kebocoran cairan otak
• Infeksi pada luka atau sepsis
• Timbulnya edema serebri
• Timbulnya edema pulmonum neurogenik, akibat peninggian TIK
• Nyeri kepala setelah penderita sadar
Divisi Keperawatan Gawat Darurat
Program Pendidikan Ners Unsoed Purwokerto

• Konvulsi
Evaluasi epidural hematom dengan kontusio serebri lebih buruk daripada kalau
hanya ada epidural hematomnya (Guillermann, 1996)
Volume hematom epidural (EDH)
EDH < 50 cc  mortalitasnya 12 %
EDH 50 – 100 cc  mortalitasnya 33 %
EDH > 100 cc  mortalitasnya 66 %

I. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
Hal-hal yang perlu dikaji pada klien cedera kepala:
1. PENGKAJIAN PRIMER
A. Air Way
- Look, listen and fell
B. Breathing
- Look, listen and fell
C. Circulation
- Tanda-tanda vital, perfusi perifer
D. Disability
- Tingkat kesadaran, GCS, AVPU
E. Expossure
- Jejas, luka, trauma, fraktur
2. PENGKAJIAN SEKUNDER
A. Keadaan umum
B. Riwayat penyakit
C. Pemeriksaan fisik head to toe
DECAPBLS
Bila ada fraktur : PIC

J. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Pola nafas tidak efektif
2. Perfusi jaringan tidak efektif (cerebral)
3. Nyeri akut
Divisi Keperawatan Gawat Darurat
Program Pendidikan Ners Unsoed Purwokerto

K. RENCANA KEPERAWATAN
No Diagnosis Tujuan Intervensi

1. Pola Nafas tidak efektif NOC : NIC :


 Respiratory status : Ventilation Airway Management
Definisi : Pertukaran udara inspirasi dan/atau  Respiratory status : Airway patency  Buka jalan nafas, guanakan teknik chin lift atau jaw thrust bila
ekspirasi tidak adekuat  Vital sign Status perlu
Kriteria Hasil :  Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
Batasan karakteristik :  Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas  Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan nafas buatan
- Penurunan tekanan inspirasi/ekspirasi yang bersih, tidak ada sianosis dan dyspneu  Pasang mayo bila perlu
- Penurunan pertukaran udara per menit (mampu mengeluarkan sputum, mampu bernafas  Lakukan fisioterapi dada jika perlu
- Menggunakan otot pernafasan tambahan dengan mudah, tidak ada pursed lips)  Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
- Nasal flaring  Menunjukkan jalan nafas yang paten (klien tidak  Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan
- Dyspnea merasa tercekik, irama nafas, frekuensi
 Lakukan suction pada mayo
- Orthopnea pernafasan dalam rentang normal, tidak ada
 Berikan bronkodilator bila perlu
- Perubahan penyimpangan dada suara nafas abnormal)
- Nafas pendek  Tanda Tanda vital dalam rentang normal (tekanan  Berikan pelembab udara Kassa basah NaCl Lembab
- Assumption of 3-point position darah, nadi, pernafasan)  Atur intake untuk cairan mengoptimalkan keseimbangan.
- Pernafasan pursed-lip  Monitor respirasi dan status O2
- Tahap ekspirasi berlangsung sangat lama
- Peningkatan diameter anterior-posterior Skala : Terapi Oksigen
- Pernafasan rata-rata/minimal 1 : tidak adekuat  Bersihkan mulut, hidung dan secret trakea
 Bayi : < 25 atau > 60 2 : sedikit adekuat  Pertahankan jalan nafas yang paten
 Usia 1-4 : < 20 atau > 30 3 : sedang  Atur peralatan oksigenasi
 Usia 5-14 : < 14 atau > 25 4 : agak adekuat  Monitor aliran oksigen
 Usia > 14 : < 11 atau > 24 5 : sangat adekuat  Pertahankan posisi pasien
- Kedalaman pernafasan  Onservasi adanya tanda tanda hipoventilasi
 Dewasa volume tidalnya 500 ml saat  Monitor adanya kecemasan pasien terhadap oksigenasi
istirahat
 Bayi volume tidalnya 6-8 ml/Kg Vital sign Monitoring
- Timing rasio  Monitor TD, nadi, suhu, dan RR
- Penurunan kapasitas vital  Catat adanya fluktuasi tekanan darah
 Monitor VS saat pasien berbaring, duduk, atau berdiri
 Auskultasi TD pada kedua lengan dan bandingkan
Divisi Keperawatan Gawat Darurat
Program Pendidikan Ners Unsoed Purwokerto

Faktor yang berhubungan :  Monitor TD, nadi, RR, sebelum, selama, dan setelah aktivitas
- Hiperventilasi  Monitor kualitas dari nadi
- Deformitas tulang  Monitor frekuensi dan irama pernapasan
- Kelainan bentuk dinding dada  Monitor suara paru
- Penurunan energi/kelelahan  Monitor pola pernapasan abnormal
- Perusakan/pelemahan muskulo-  Monitor suhu, warna, dan kelembaban kulit
skeletal  Monitor sianosis perifer
- Obesitas  Monitor adanya cushing triad (tekanan nadi yang melebar,
- Posisi tubuh bradikardi, peningkatan sistolik)
- Kelelahan otot pernafasan  Identifikasi penyebab dari perubahan vital sign
- Hipoventilasi sindrom
- Nyeri
- Kecemasan
- Disfungsi Neuromuskuler
- Kerusakan persepsi/kognitif
- Perlukaan pada jaringan syaraf tulang
belakang
- Imaturitas Neurologis

2 Perfusi jaringan tidak efektif NOC : NIC :


 Circulation status Peripheral Sensation Management (Manajemen sensasi perifer)
Definisi :  Tissue Prefusion : cerebral  Monitor adanya daerah tertentu yang hanya peka terhadap
Penurunan pemberian oksigen dalam Kriteria Hasil : panas/dingin/tajam/tumpul
kegagalan memberi makan jaringan pada a. mendemonstrasikan status sirkulasi yang  Monitor adanya paretese
tingkat kapiler ditandai dengan :  Instruksikan keluarga untuk mengobservasi kulit jika ada lsi atau
Batasan karakteristik :  Tekanan systole dandiastole dalam laserasi
Cerebral rentang yang diharapkan  Gunakan sarung tangan untuk proteksi
- Abnormalitas bicara  Tidak ada ortostatikhipertensi  Batasi gerakan pada kepala, leher dan punggung
- Kelemahan ekstremitas atau paralis  Tidak ada tanda tanda peningkatan  Monitor kemampuan BAB
- Perubahan status mental tekanan intrakranial (tidak lebih dari 15  Kolaborasi pemberian analgetik
- Perubahan pada respon motorik mmHg)  Monitor adanya tromboplebitis
- Perubahan reaksi pupil b. mendemonstrasikan kemampuan kognitif yang  Diskusikan menganai penyebab perubahan sensasi
- Kesulitan untuk menelan ditandai dengan:
- Perubahan kebiasaan  berkomunikasi dengan jelas dan sesuai
Divisi Keperawatan Gawat Darurat
Program Pendidikan Ners Unsoed Purwokerto

Faktor-faktor yang berhubungan : dengan kemampuan Vital sign Monitoring


- Hipovolemia  menunjukkan perhatian, konsentrasi dan  Monitor TD, nadi, suhu, dan RR
- Hipervolemia orientasi  Catat adanya fluktuasi tekanan darah
- Aliran arteri terputus  memproses informasi  Monitor VS saat pasien berbaring, duduk, atau berdiri
- Exchange problems  membuat keputusan dengan benar  Auskultasi TD pada kedua lengan dan bandingkan
- Aliran vena terputus c. menunjukkan fungsi sensori motori cranial yang  Monitor TD, nadi, RR, sebelum, selama, dan setelah aktivitas
- Hipoventilasi utuh : tingkat kesadaran mambaik, tidak ada  Monitor kualitas dari nadi
- Reduksi mekanik pada vena dan atau gerakan gerakan involunter  Monitor frekuensi dan irama pernapasan
aliran darah arteri  Monitor suara paru
- Kerusakan transport oksigen melalui Skala :  Monitor pola pernapasan abnormal
alveolar dan atau membran kapiler 1 : tidak adekuat  Monitor suhu, warna, dan kelembaban kulit
- Tidak sebanding antara ventilasi 2 : sedikit adekuat  Monitor sianosis perifer
dengan aliran darah 3 : sedang  Monitor adanya cushing triad (tekanan nadi yang melebar,
- Keracunan enzim 4 : agak adekuat bradikardi, peningkatan sistolik)
- Perubahan afinitas/ikatan O2 dengan 5 : sangat adekuat  Identifikasi penyebab dari perubahan vital sign
Hb
- Penurunan konsentrasi Hb dalam
darah

3. Nyeri Akut NOC: Setelah dilakukan asuhan keperawatan Manajemen Nyeri


selama 5X24jam pasien mampu untuk
 Kaji secara komphrehensif tentang nyeri, meliputi:
Definisi : Mengontrol nyeri dengan indikator:
lokasi, karakteristik dan onset, durasi, frekuensi,
Sensori yang tidak menyenangkan dan pengalaman emosional yang  Mengenal factor-faktor penyebab nyeri
kualitas, intensitas/beratnya nyeri, dan faktor-faktor
muncul secara aktual atau potensial kerusakan jaringan atau  Mengenal onset nyeri presipitasi
menggambarkan adanya kerusakan (Asosiasi Studi Nyeri  Melakukan tindakan pertolongan non-
Internasional): serangan mendadak atau pelan intensitasnya dari ringan  observasi isyarat-isyarat non verbal dari
analgetik ketidaknyamanan, khususnya dalam
sampai berat yang dapat diantisipasi dengan akhir yang dapat  Menggunakan analgetik
diprediksi dan dengan durasi kurang dari 6 bulan. ketidakmampuan untuk komunikasi secara efektif
 Melaporkan gejala-gejala kepada tim  Berikan analgetik sesuai dengan anjuran
kesehatan  Gunakan komunikiasi terapeutik agar pasien dapat
 Mengontrol nyeri mengekspresikan nyeri
Divisi Keperawatan Gawat Darurat
Program Pendidikan Ners Unsoed Purwokerto

Batasan karakteristik : Keterangan:  Kaji latar belakang budaya pasien


- Laporan secara verbal atau non verbal  1 = tidak pernah dilakukan  Tentukan dampak dari ekspresi nyeri terhadap
- Fakta dari observasi  2 = jarang dilakukan kualitas hidup: pola tidur, nafsu makan, aktifitas
- Posisi antalgic untuk menghindari nyeri  3 =kadang-kadang dilakukan kognisi, mood, relationship, pekerjaan,
- Gerakan melindungi  4 =sering dilakukan tanggungjawab peran
- Tingkah laku berhati-hati  5 = selalu dilakukan pasien  Kaji pengalaman individu terhadap nyeri, keluarga
- Muka topeng dengan nyeri kronis
- Gangguan tidur (mata sayu, tampak capek, sulit atau gerakan  Evaluasi tentang keefektifan dari tindakan
kacau, menyeringai) Menunjukan tingkat nyeri mengontrol nyeri yang telah digunakan
- Terfokus pada diri sendiri Indikator:  Berikan dukungan terhadap pasien dan keluarga
- Fokus menyempit (penurunan persepsi waktu, kerusakan proses  Melaporkan nyeri  Berikan informasi tentang nyeri, seperti: penyebab,
berpikir, penurunan interaksi dengan orang dan lingkungan)  Melaporkan frekuensi nyeri berapa lama terjadi, dan tindakan pencegahan
- Tingkah laku distraksi, contoh : jalan-jalan, menemui orang lain 
 Melaporkan lamanya episode nyeri kontrol faktor-faktor lingkungan yang dapat
dan/atau aktivitas, aktivitas berulang-ulang) mempengaruhi respon pasien terhadap
 Mengekspresi nyeri: wajah
- Respon autonom (seperti diaphoresis, perubahan tekanan darah, ketidaknyamanan (seperti: temperatur ruangan,
perubahan nafas, nadi dan dilatasi pupil)  Menunjukan posisi melindungi tubuh
 kegelisahan penyinaran, dll)
- Perubahan autonomic dalam tonus otot (mungkin dalam rentang
 perubahan respirasi rate  Anjurkan pasien untuk memonitor sendiri nyeri
dari lemah ke kaku)
 perubahan Heart Rate  Ajarkan penggunaan teknik non-farmakologi (seperti:
- Tingkah laku ekspresif (contoh : gelisah, merintih, menangis,
 Perubahan tekanan Darah relaksasi, guided imagery, terapi musik, distraksi,
waspada, iritabel, nafas panjang/berkeluh kesah)
 Perubahan ukuran Pupil aplikasi panas-dingin, massase)
- Perubahan dalam nafsu makan dan minum
 Perspirasi  Evaluasi keefektifan dari tindakan mengontrol nyeri
Faktor yang berhubungan :  Kehilangan nafsu makan  Modifikasi tindakan mengontrol nyeri berdasarkan
Agen injuri (biologi, kimia, fisik, psikologis) respon pasien
Keterangan:  Tingkatkan tidur/istirahat yang cukup
1 : Berat  Anjurkan pasien untuk berdiskusi tentang
2 : Agak berat pengalaman nyeri secara tepat
3 : Sedang  Beritahu dokter jika tindakan tidak berhasil atau
4 : Sedikit terjadi keluhan
5 : Tidak ada  Informasikan kepada tim kesehatan lainnya/anggota
keluarga saat tindakan nonfarmakologi dilakukan,
untuk pendekatan preventif
 Monitor kenyamanan pasien terhadap manajemen
nyeri
Divisi Keperawatan Gawat Darurat
Program Pendidikan Ners Unsoed Purwokerto

Pemberian Analgetik
 Tentukan lokasi nyeri, karakteristik, kualitas,dan
keparahan sebelum pengobatan
 Berikan obat dengan prinsip 5 benar
 Cek riwayat alergi obat
 Libatkan pasien dalam pemilhan analgetik yang akan
digunakan
 Pilih analgetik secara tepat /kombinasi lebih dari satu
analgetik jika telah diresepkan
 Tentukan pilihan analgetik (narkotik, non narkotik,
NSAID) berdasarkan tipe dan keparahan nyeri
 Monitor tanda-tanda vital, sebelum dan sesuadah
pemberian analgetik
 Monitor reaksi obat dan efeksamping obat
 Dokumentasikan respon setelah pemberian analgetik
dan efek sampingnya
 Lakukan tindakan-tindakan untuk menurunkan efek
analgetik (konstipasi/iritasi lambung)

Manajemen Lingkungan: Kenyamanan


 Pilihlah ruangan dengan lingkungan yang tepat
 Batasi pengunjung
 Tentukan hal hal yang menyebabkan
ketidaknyamanan pasien sepeti pakaian lembab
 Sediakan tempat tidur yang nyaman dan bersih
 Tentukan temperatur ruangan yang paling nyaman
 Hindari penyinaran langsung dengan mata
 Sediakan lingkungan yang tenang
 Perhatikan hygiene pasien untuk menjaga
kenyamanan
 Atur posisi pasien yang membuat nyaman
Divisi Keperawatan Gawat Darurat
Program Pendidikan Ners Unsoed Purwokerto
Divisi Keperawatan Gawat Darurat
Program Pendidikan Ners Unsoed Purwokerto

L. DAFTAR PUSTAKA

Arif Mansjoer, 2000, Kapita Selekta Kedokteran, Penerbit Media Aeusculapius


FK-UI, Jakarta

Doenges M.E. at al., 1992, Nursing Care Plans, F.A. Davis Company,
Philadelphia

Hudak C.M., 1994, Critical Care Nursing, Lippincort Company, Philadelphia.

Kuncara, H.Y, dkk, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner &
Suddarth, EGC, Jakarta

Joane C. Mc. Closkey, Gloria M. Bulechek, 1996, Nursing Interventions


Classification (NIC), Mosby Year-Book, St. Louis

Marion Johnson, dkk, 2000, Nursing Outcome Classifications (NOC), Mosby


Year-Book, St. Louis

Marjory Gordon, dkk, 2001, Nursing Diagnoses: Definition & Classification


2001-2002, NANDA

You might also like