Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
Stroke adalah suatu penyakit gangguan fungsi anatomi otak yang terjadi
secara tiba-tiba dan cepat, disebabkan karena gangguan perdarahan otak. Insiden
stroke meningkat secara eksponensial dengan bertambahnya usia dan 1,25 kali lebih
besar pada pria dibanding wanita. Kecenderungan pola penyakit neurologi terutama
gangguan susunan saraf pusat tampaknya mengalami peningkatan penyakit akibat
gangguan pembuluh darah otak, akibat kecelakaan serta karena proses degenerative
system saraf tampaknya sedang merambah naik di Indonesia. Walaupun belum
didapat data secara konkrit mengenai hal ini.
1
1.2 Tujuan
1. Tujuan Umum
2. Tujuan Khusus
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Tinjauan Teori
2.1 Lansia
1. Definisi
Lanjut usia merupakan istilah tahap akhir dari proses penuaan.
Secara biologis penduduk lanjut usia adalah penduduk yang mengalami
proses penuaan secara terus menerus, yang ditandai dengan menurunnya
daya tahan fisik yaitu semakin rentannya terhadap serangan penyakit yang
dapat menyebabkan kematian. Hal ini disebabkan terjadinya perubahan
dalam struktur dan fungsi sel, jaringan, serta sistem organ. Secara
ekonomi, penduduk lanjut usia lebih dipandang sebagai beban dari pada
sebagai sumber daya. Banyak orang beranggapan bahwa kehidupan masa
tua tidak lagi memberikan banyak manfaat, bahkan ada yang sampai
beranggapan bahwa kehidupan masa tua, seringkali dipersepsikan secara
negatif sebagai beban keluarga dan masyarakat.
Menurut Bernice Neugarten (1968) James C. Chalhoun (1995) masa
tua adalah suatu masa dimana orang dapat merasa puas dengan
keberhasilannya. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menggolongkan
lanjut usia menjadi 4 yaitu : usia pertengahan (middle age) 45 -59 tahun,
lanjut usia (elderly) 60 -74 tahun, lanjut usia tua (old) 75 – 90 tahun dan
usia sangat tua (very old) diatas 90 tahun.
3
Banyak kondisi dan penyakit yang berkaitan dengan sistem
kardiovaskular yang umum di kalangan lansia. Stroke merupakan salah
satu penyakit kardiovaskular pada lansia selain infark miokard, hipertensi,
angina pektoris, gagal jantung kongestif, penyakit jantung koroner, dan
penyakit pada pembuluh darah perifer.
3. Ciri-ciri perubahan lansia
Adapun perubahan yang terjadi pada lansia adalah sebagai berikut:
Menurut Hurlock (Hurlock, 2004) terdapat beberapa ciri-ciri
orang lanjut usia, yaitu :
Kemunduran pada lansia sebagian datang dari faktor fisik dan faktor
psikologis. Kemunduran dapat berdampak pada psikologis lansia. Motivasi
memiliki peran yang penting dalam kemunduran pada lansia. Kemunduran pada
lansia semakin cepat apabila memiliki motivasi yang rendah, sebaliknya jika
memiliki motivasi yang kuat maka kemunduran itu akan lama terjadi.
1. Integumen
Warna Kulit Pigmentasi berbintik/bernoda di area yang terpajan sinar
matahari, pucat walaupun tidak ada anemia
4
2. Rambut
Penipisan dan beruban pada kulit kepala, penurunan jumlah rambut aksila dan
pubis serta rambut pada ekstremitas, penurunan rambut wajah pada pria,
kenungkinan rambut dagu dan di atas bibir pada wanita
3. Kuku
Penurunan laju pertumbuhan
4. Kepala
Tulang nasal dan wajah menajam dan angular, hilangnya rambut alis mata pada
wanita, alis mata tebal pada pria
5. Mata
Penurunan ketajaman penglihatan, penurunan akomodasi, penurunan adaptasi
dalam gelap, sensitivitas terhadap cahaya yang menyilaukan
6. Telinga
Penurunan membedakan nada, berkurangnya refleks ringan, berkurangnya
ketajamna pendengaran
9. Leher
5
Kelenjar tiroid nodular, deviasi trakea ringan akibat atofi otot
12. Payudara
Berkurangnya jaringan payudara, kondisi menggantung dan kendur
6
Penurunan filtrasi renal dan efisiensi renal, hilangnya protein terus-menerus dari
ginjal, nokturia, penurunan kapasitas kandung kemih, peningkatan inkontinensia
Wanita : inkontinensia urgensi dan stres akibat penurunan tonus otot perineal
Lansia memiliki status kelompok minoritas karena sebagai akibat dari sikap sosial
yang tidak menyenangkan terhadap orang lanjut usia dan diperkuat oleh pendapat-
pendapat klise yang jelek terhadap lansia. Pendapat-pendapat klise itu seperti :
lansia lebih senang mempertahankan pendapatnya daripada mendengarkan
pendapat orang lain.
7
c. Perubahan peran
Perubahan peran tersebut dilakukan karena lansia mulai mengalami kemunduran dalam segala
hal. Perubahan peran pada lansia sebaiknya dilakukan atas dasar keinginan sendiri bukan atas
dasar tekanan dari lingkungan.
1) Menu bagi lansia hendaknya mengandung zat gizi dari berbagai macam bahan
makanan yang terdiri dari zat tenaga, pembangun dan pengatur.
2) Jumlah kalori yang baik untuk dikonsumsi lansia 50% adalah hidrat arang yang
bersumber dari hidrat arang komplex (sayur – sayuranan, kacang- kacangan, biji –
bijian).
3) Sebaiknya jumlah lemak dalam makanan dibatasi, terutama lemak hewani.
8
4) Makanan sebaiknya mengandung serat dalam jumlah yang besar yang bersumber pada
buah, sayur dan beraneka pati, yang dikonsumsi dengan jumlah bertahap.
5) Menggunakan bahan makanan yang tinggi kalsium, seperti susu non fat, yoghurt, ikan.
6) Makanan yang mengandung zat besi dalam jumlah besar, seperti kacang –
kacangan, hati, bayam, atau sayuran hijau.
7) Membatasi penggunaan garam, hindari makanan yang mengandung alkohol.
8) Makanan sebaiknya yang mudah dikunyah.
9) Bahan makanan sebagai sumber zat gizi sebaiknya dari bahan – bahan yang
segar dan mudah dicerna.
10) Hindari makanan yang terlalu manis, gurih, dan goreng – gorengan. 11)
Makan disesuaikan dengan kebutuhan
Dan air mineral atau air putih lebih baik daripada kopi, teh kental, soft drink,
minuman beralkohol, es maupun sirup. Bahkan minuman-minuman tersebut tidak
baik untuk kesehatan dan harus dihindari terutama bagi para lansia yang
mempunyai penyakit-penyakit tertentu seperti DM, darah tinggi,
9
obesitas dan sebagainya.
Olahraga yang sesuai dengan batasan diatas yaitu, jalan kaki, dengan segala
bentuk permainan yang ada unsur jalan kaki misalnya golf, lintas alam, mendaki
bukit, senam dengan faktor kesulitan kecil dan olah raga yang bersifat rekreatif
dapat diberikan. Dengan latihan otot manusia lanjut dapat menghambat laju
perubahan degeneratif.
10
e. Menjaga kebersihan
Di dalam ruangan atau rumah, bersihkan dari debu dan kotoran setiap hari,
tutupi makanan di meja makan. Pakain, sprei, gorden, karpet, seisi rumah, termasuk
kamar mandi dan WC harus dibersihkan secara periodik.
11
g. Memeriksa kesehatan secara teratur
Pemeriksaan kesehatan berkala dan konsultasi kesehatan merupakan kunci
keberhasilan dari upaya pemeliharaan kesehatan lansia. Walaupun tidak sedang
sakit lansia perlu memeriksakan kesehatannya secara berkala, karena dengan
pemeriksaan berkala penyakit-penyakit dapat diketahui lebih dini sehingga
pengobatanya lebih mudan dan cepat dan jika ada faktor yang beresiko
menyebabkan penyakit dapat di cegah. Ikutilan petunjuk dan saran dokter ataupun
petugas kesehatan, mudah-mudahan dapat mencapai umur yang panjang dan tetap
sehat.
mental dan bathin. Cara-cara yang dapat dilakukan untuk menjaga agar
mental dan bathin tenang dan seimbang adalah:
1) Lebih mendekatkan diri kepada Tuhan YME dan menyerahkan diri kita
sepenuhnya kepadaNya.
Hal ini akan menyebabkan jiwa dan pikiran menjadi tenang.
2) Hindari stres, hidup yang penuh tekanan akan merusak kesehatan, merusak
tubuh dan wajahpun menjadi nampak semakin tua. Stres juga dapat
menyebabkan atau memicu berbagai penyakit seperti stroke, asma, darah
tinggi, penyakit jantung dan lain-lain.
3) Tersenyum dan tertawa sangat baik, karena akan memperbaiki mental dan
fisik secara alami. Penampilan kita juga akan tampak lebih menarik dan
lebih disukai orang lain. Tertawa membantu memandang hidup dengan
positif dan juga terbukti memiliki kemampuan untuk menyembuhkan.
12
Tertawa juga ampuh untuk mengendalikan emosi kita yang tinggi dan juga
untuk melemaskan otak kita dari kelelahan. Tertawa dan senyum murah
tidak perlu membayar tapi dapat menadikan hidup ceria, bahagia, dan
sehat.
i. Rekreasi
Untuk menghilangkan kelelahan setelah beraktivitas selama seminggu maka
dilakukan rekreasi. Rekreasi tidak harus mahal, dapat disesuaikan denga kondisi
dan kemampuan. Rekreasi dapat dilakukan di pantai dekat rumah, taman dekat
rumah atau halaman rumah jika mempunyai halaman yang luas bersama keluarga
dan anak cucu, duduk bersantai di alam terbuka. Rekreasi dapat menyegarkan otak,
pikiran dan melemaskan otot yang telah lelah karena aktivitas sehari-hari.
13
2.2 Bladder Training
Bladder training adalah salah satu upaya untuk mengembalikan fungsi
kandung kemih yang mengalami gangguan ke keadaan normal atau ke fungsi
optimal neurogenik (UMN atau LMN), dapat dilakukan dengan pemeriksaan
refleks-refleks:
1. Refleks otomatik
Refleks melalui saraf parasimpatis S2-3 dan simpatis T12-L1,2,
yang bergabung menjadi n.pelvikus. Tes untuk mengetahui refleks ini
adalah tes air es (ice water test). Test positif menunjukkan tipe UMN
sedangkan bila negatif (arefleksia) berarti tipe LMN.
2. Refleks somatic
Refleks melalui n.pudendalis S2-4. Tesnya berupa tes sfingter ani
eksternus dan tes refleks bulbokarvernosus. Jika tes-tes tersebut positif
berarti tipe UMN, sedangkan bila negatif berarti LMN atau tipe UMN fase
syok spinal.
14
mengakibatkan kehilangan potensi sensasi miksi serta terjadinya
atrofi serta penurunan tonus otot.
b. Kateterisasi berkala
15
reinervasi dimana leher kandung kencing mungkin tidak dapat
membuka dengan baik pada waktu miksi.
b. Sindroma Medula Spinalis Sentral
Neurogenic bladder akibat lesi inkomplit seperti lesi medula
spinalis sentral dapat diperbaiki pada lebih dari 50% pasien.
Disamping disfungsi neurologis yang berat dalam minggu-minggu
pertama, pemulihan fungsi kandung kencing dapat terjadi terutama
karena serabut kandung kencing terletak perifer pada medula
spinalis.
2.3 Stroke
1. Definisi
Stroke adalah cedera otak yang berkaitan dengan obstruksi aliran darah otak
( Elizabeth J. Corwin, 2001 : hal. 181 ).
Stroke adalah gangguan neurologik fokal yang dapat timbul sekunder dari
proses patologis pada pembuluh darah serebral, misal: Trombosis, embolis, ruptura
dinding pembuluh atau penyakit vaskuler dasar (Prince, 2002 : 964).
16
Stroke adalah gangguan darah di pembuluh arteri yang menuju ke otak (
Mardjono, 2000: 54).
2. Epidemiologi
mengenai populasi usia lanjut. Insidensi pada usia 75-84 tahun sekitar 10 kali dari
populasi 5564 tahun. Di Inggris stroke merupakan penyakit kedua setelah infark
miokard akut (AMI) sebagai penyebab kematian utama usia lanjut, sedangkan di
Amerika stroke masih merupakan penyebab kematian usia lanjut ketiga. Dengan
makin meningkatnya upaya pencegahan terhadap penyakit hipertensi, diabetes
mellitus, dan gangguan lemak, insiden stroke di Negara-negara maju makin
menurun.
3. Jenis stroke
a. Infark Ischemik (Stroke non Hemoragi). Hal ini terjadi karena adanya
penyumbatan pembuluh darah otak. Infark iskemic terbagi menjadi dua yaitu :
stroke trombotik, yang disebabkan oleh thrombus dan stroke embolik, yang
disebabkan oleh embolus.
17
Harsono (2002 : 30) membagi stroke non haemoragi berdasarkan bentuk
klinisnya antara lain :
Pada bentuk ini gejala neurologik yang timbul akibat gangguan peredaran
darah di otak akan menghilang dalam waktu 24 jam.
2) Defisit Neurologik Iskemia Sepintas/Reversible Ischemic Neurologik
Defisit ( RIND ).
4) Completed Stroke
18
satu kondisi tersebut, paling sering disebabkan oleh tekanan darah tinggi
kronis. Perdarahan intraserebral menyumbang sekitar 10% dari semua
stroke, tetapi memiliki persentase tertinggi penyebab kematian akibat
stroke.
4. Etiologi
1. Thrombosis.
2. Embolisme serebral
19
Embolisme serebral (bekuan darah atau material lain yang dibawa ke otak dari
bagian tubuh yang lain). Abnormalitas patologik pada jantung kiri, seperti
endocarditis infektif, penyakit jantung reumatik, dan infark miokard, serta infeksi
pulmonal, adalah tempat-tempat asal emboli. Embolus biasanya menyumbat
arteriserebral tengah, atau cabang-cabangnya yang merusak sirkulasi serebral.
3. Iskemia serebral
4. Hemoragi serebral
Hemoragi dapat terjadi diluar durameter (ekstradural atau epidural),
dibawah durameter (subdural), diruang subarachnoid (hemoragi subarakhnoid),
atau dalam substansia otak (hemoragi intraserebral). Hemoragi intraserebral
merupakan yang paling umum terjadi pada pasien dengan hipertensi dan
aterosklerosis serebral.
5. Faktor resiko
•Hipertensi
•Diabetes Mellitus
20
Diabetes mellitus mampu menebalkan dinding pembuluh darah otak
sampai berukuran besar. Menebalnya pembuluh darah otak akan
menyempitkan diameter pembuluh darah yang akan menggangu kelancaran
aliran darah ke otak, pada akhirnya akan menyebabkan kematian sel- sel otak.
•Penyakit Jantung
3) Merokok
21
5) Lanjut usia
6. Manefestasi klinis
22
Manifestasi klinik bergantung pada lokasi terjadinya perdarahan, gangguan
persarafan, kelemahan atau paralisis, kehilangan refleks sensorik, gangguan bicara,
dan perobahan refleks.
Hemiplegia : akibat kerusakan pada area motorik pada bagian konteks atau
pada traktus piramidal. Perdarahan atau bekuan darah pada otak kanan akan
meyebabkan tubuh pada sisi kiri akan mengalami hemiplegia. Hal ini disebabkan
oleh karena serabut saraf bersilang pada traktus piramidal dari otak menuju ke
sumsum tulang belakang, demikian juga pada area kortikal yang lain yang dapat
menyebabkan menianesthesia, apraxia, agnosia, aphasia.
Aphasia motorik, dimana klien dapat memahami kata-kata, tetapi tidak dapat
menguraikan dengan kata-kata.Aphasia disebabkan oleh adanya lesi patologis yang
berhubungan dengan lokasi tertentu pada korteks. Penyebab utamanya adalah
gangguan suplai darah ke otak terutama yang berhubungan dengan pembuluh darah
Middle cerebral artery.
23
Apraxia : Kondisi dimana klien dapat bergerak pada bagian tubuh yang mengalami
gangguan tetapi tidak berfungsi dengan baik, misalnya berjalan, berbicara,
berpakaian, dimana bagian yang mengalami paralisis tidak dapat dikoordinasikan.
Visual Change : Adanya lesi pada lobus parietal dan temporal sebagai akibat
perdarahan
intraserebral karena terjadinya ruptur dari arterisclerosis atau hipertsnsi pembuluh darah. Lesi
pada bagian otak akan meyebabkan kerusakan bagian yang berlawanan pada penglihatan.
Penurunan kemampuan penglihatan sering berhubungan dengan hemiplegia.
Agnosia : Gangguan menginterpretasikan objek, misalnya penglihatan, taktil, atau informasi
sensorik lainnya. Klien tidak dapat mengenal objek. Agnosia bisa visual, pendengaran, atau
taktil tetapi tidak sama dengan kebutaan, tuli atau kehilangan rasa. Kehilangan sensasi
misalnya tidak sadar pada posisi lengan, tidak merasakan adanya bagian tubu tertentu. Klien
dengan agnosia penglihatan, dia melihat objek tetapi tidak mengenal atau atau tidak dapat
memberi arti pada objek.
Dysarthria : Artikulasi yang tidak sempurna yang menyebabkan kesulitan berbicara. Klien
mengenal bahasa tetapi kesulitan mengucapkan kata-kata. Tidak ada gangguan dalam tata
bahasa atau ungkapan atau konstruksi kata. Klien dapat berkomunikasi secara verbal
walaupun mengalami angguan, membaca atau menulis. Kondisi ini disebabkan akibat
disfungsi saraf kranial menyebabkan kelemahan atau paralisis otot sekitar bibir, lidah dan
larynx.
Kinesthesia : gangguan sensasi yang terjadi pada satu sisi tubuh, berupa :
24
1.kurangnya perhatian
2.kehilangan memori
3.factor emosional
Terjadinya hal tersebut sebagai akibat adanya kerusakan saraf motorik pada
jalur pramidal ( serabut saraf dari otak dan melalui sumsum tulang belakang menuju
ke sel motorik). Karakteristik penurunan motorik termasuk kehilangan kemampuan
gerakan voluntary (akinesia), hambatan integrasi gerakan, gangguan tonus otot, dan
gangguan refleks.
Oleh karena jalur paramidal bersilang pada tingkat medulla, sehingga bioa lesi
terjadi pada salah satu sisi pada otak akan mempengaruhi fungsi motorik pada sisi
berlawanan (contralateral). Lengan dan tungkai akan mengalami kelemahan.
Apabila gangguan pada middle cerebral artery, maka kelemahan pada ekstremitas
atas lebih keras daripada ekstremitas bawah.
2. Gangguan komunikasi :
Hemisfer kiri lebih dominan untuk keterampilan berbahasa. Gangguan
berbahasa termasuk kemampuan mengekspresikan dan pemahaman tulisan dan
mengucapkan kata-kata. Pasien dapat mengalami aphasia (kehilangan secara total
kemampuan pemahaman dan penggunaan berbahasa). Dysphasia diartikanadanya
25
disfungsi sehubungan dengan kemampuan pemahaman dan penggunaan bahasa.
Dysphasia dapat diklasifikasikan berupa Nonfluent ( berkurangnya aktifitas
berbicara dengan bicara yang lambat) atau fluent (bisa berbicara, tetapi hanya
mengadung sedikit makna komunikasi). Pada stroke yang hebat akan menyebabkan
terjadinya global aphasia, dimana semua fungsi komunikasi dan penerimaan
menjadi hilang.
Stroke pada area Wernicke pada otak akan menunjukkan gejala aphasia
receptive dimana tidak terdengar suara atau sukar dimengerti. Kerusakan area
wernicke akan menyebabkan hambatan pemahaman baik dalam berbicara maupun
bahasa tulisan. Stroke yang berhubungan dengan area Broca pada otak akan
menyebabkan expressive phasia (kesulitan dalam berbicara dan menulis). Banyak
juga stroke menyebabkan dyssarthria yaitu gangguan/hambatan pada otot bicara.
Pasien mengalami hambatan dalam mengucapan, artikulasi, dan bunyi suara.
Kadang-kadang ada pasien mengalami keduanya yaitu aphasia dan dysarthria.
3. Emosi/perasaan :
Pasien yang mengalami stroke mungkin tidak dapat mengontrol perasaannya.
Hal ini mungkin terjadi sebagai akibat adanya perubahan dalam citra tubuh dan
kehilangan fungsi motorik. Pasien akan mengalami depresi dan frustrasi
sehubungan dengan masalah mobilitas dan dan komunikasi. Misalnya pada saat
waktu makan pasien menangis karena mengalami kesulitan memasukkan makanan
kedalam mulutnya, kehilangan kemampuan mengunyah dan menelan.
26
4. Gangguan fungsi intelektual :
Daya ingat dan kemampuan pengambilan keputusan dapat mengalami
gangguan sebagai akibat stroke. Stroke pada otak kiri menyebabkan masalah
gangguan ingatan sehubungan dengan berbahasa. Pasien dengan stroke pada otak
kanan sangat sulit dalam daya ingat dan kemampuan pengambilan keputusan.,
milsanya pada saat pasien berdiri dari kursi roda tanpa mengunci kursi rodanya
sehingga dapat berbahaya bagi dirinya.
• Kehilangan motorik : hemiplegia (paralisis pada salah satu sisi) karena lesi pada
sesi otak yang berlawanan, hemiparesis atau kelemahan salah satu sisi tubuh.
Gejala – gejala CVA muncul akibat daerah tertentu tak berfungsi yang
disebabkan oleh terganggunya aliran darah ke tempat tersebut. Gejala itu muncul
bervariasi, bergantung bagian otak yang terganggu. Gejala-gejala itu antara lain
bersifat:
• Sementara
27
Gejala timbul lebih dari 24 jam dan ini dissebut reversible ischemic
neurologic defisit (RIND).
Hal ini desebabkan gangguan aliran darah makin lama makin berat
yang disebut progressing stroke atau stroke inevolution.
28
- Tidak mampu menyatukan kaki, perlu pijakan
yang luas untuk berdiri
disartria Kesulitan dalam membentuk kata
disfagia Kesulitan dalam menelan
3. Deficit Parestesia - Kebas dan kesemutan pada bagian tubuh
sensori - Kesulitan dalam propriosepsi
4. Deficit Afasia ekspresif Tidak mampu membentuk kata yang dapat dipahami ;
verbal mungkin mampu berbicara dalam respon kata tunggal
Afasia represtif Tidak mampu memahami kata yang dibicarakan
Afasia global Kombinasi dari afasia reseptif dan afasia ekspresif
5. Deficit - Kehilangan memori jangka pendek dan panjang
kognitif - Penurunan lapang panjang perhatian
- Kerusakan kemampuan untuk berkonsentrasi
- Perubahan penilaian
6. Deficit - Kehilangan kontrol diri
emosional - Labilitas emosional
- Penurunan toleransi pada situasi yang
menimbulkan stress
- Depresi
- Menarik diri
- Rasa takut, bermusuhan dan marah
- Perasaan isolasi
Selain defisit neurologis yang sudah dijelaskan diatas, pasien stroke juga
mengalami disfungsi kandung kemih. Setelah stroke pasien mungkin mengalami
inkontinensia urinarius sementara karena konfusi, ketidakmampuan
mengkomunikasikan kebutuhan, dan ketidakmampuan untuk menggunakan
urinal/bedpan, karena kerusakan control motoric dan postural.
Kadang-kadang setelah stroke kandung kemih menjadi atonik, dengan kerusakan
sensasi dalam pengisian kandung kemih. Kadang-kadang control spinkter urinarius
eksternal hilang atau berkurang.
29
Perbandingan stroke hemisfer kiri dan kanan
Hemisfer kiri Hemisfer kanan
Paralisis pada tubuh kanan Paralisis pada sebelah kiri tubuh
Defek lapang pandang kanan Defek lapang penglihatan kiri
Afasia Deficit persepsi
Perubahan kemampuan Peningkatan distrakbilitas
intelektual Perilaku impulsive dan
Perilaku lambat dan penilaian buruk
kewaspadaan Kurang kesadaran
7. Patofisiologi
a. Stroke Hemoragic
30
1. Hemoragi ekstradural (epidural) adalah kedaruratan bedah neuro yang
memerlukan perawatan segera. Ini biasanya mengikuti fraktur tengkorak
dengan robekan arteri dengan arteri meningea lain.
31
b. Stroke Non Hemoragic
2. Sedangkan stroke emboli terjadi karena adanya emboli yang lepas dari
bagian tubuh lain sampai ke arteri carotis, emboli tersebut terjebak di
pembuluh darah otak yang lebih kecil dan biasanya pada daerah
percabangan lumen yang menyempit, yaitu arteri carotis di bagian tengah
atau Middle Carotid Artery ( MCA ). Dengan adanya sumbatan oleh emboli
akan menyebabkan iskemi.
8. Pemeriksaan penunjang
32
b. CT-Scan
d. Pungsi Lumbal
33
i. Hitung darah tepi lengkap: diskrasia darah, polisitemia, trombositopenia
atau trombositosis atau infeksi sebagai faktor risiko stroke.
j. Waktu protrombin, waktu protrombin parsial: ditujukan kepada penderita
dengan antibodi antifosfolipid (waktu protrombin parsial memanjang).
k. Analisa urin: hematuria terjadi pada endokarditis bakterialis subakut (SBE)
dengan stroke iskemik oleh karena emboli.
l. Kecepatan sedimentasi (LED): peningkatan LED menunjukkan
kemungkinan adanya vaskulitis, hiperviskositas atau (SBE) sebagai
penyebab stroke.
m. Kimia darah: peningkatan kadar glukosa, kolesterol atau trigliserida dalam
darah.
9. Therapy kusus
Ditujukan untuk stroke pada therapeutic window dengan obat anti agregasi dan
neuroprotektan. Obat anti agregasi: golongan pentoxifilin, tielopidin, low
heparin, tPA.
1. Pentoxifilin
Mempunyai 3 cara kerja:
a. Sebagai anti agregasi → menghancurkan thrombus
b. Meningkatkan deformalitas eritrosit
c. Memperbaiki sirkulasi intraselebral
2. Neuroprotektan
a. Piracetam: menstabilkan membrane sel neuron, ex: neotropi
Cara kerja dengan menaikkan cAMP ATP dan meningkatkan sintesis glikogen
b. Nimodipin: gol. Ca blocker yang merintangi masuknya Ca2+ ke dalam sel,
ex.nimotup
Cara kerja dengan merintangi masuknya Ca2+ ke dalam sel dan memperbaiki
perfusi jaringan otak c. Citicholin: mencegah kerusakan sel otak, ex. Nicholin
34
Cara kerja dengan menurunkan free faty acid, menurunkan generasi radikal
bebas dan biosintesa lesitin
d. Ekstrax gingkobiloba, ex ginkan
Pengobatan konservatif
Pada percobaan vasodilator mampu meningkatkan aliran darah otak (ADO),
tetapi belum terbukti demikian pada tubuh manusia. Dilator yang efektif untuk
pembuluh di tempat lain ternyata sedikit sekali efeknya bahkan tidak ada efek
sama sekali pada pembuluh darah serebral, terutama bila diberikan secara oral
(asam nikotinat, tolazolin, papaverin dan sebagainya), berdasarkan uji klinis
ternyata pengobatan berikut ini masih berguna : histamin, aminofilin,
asetazolamid, papaverin intraarteri.
Pembedahan
Endarterektomi karotis dilakukan untuk memeperbaiki peredaran darah otak.
Penderita yang menjalani tindakan ini seringkali juga menderita beberapa
penyulit seperti hipertensi, diabetes dan penyakit kardiovaskular yang luas.
Tindakan ini dilakukan dengan anestesi umum sehingga saluran pernafasan dan
kontrol ventilasi yang baik
10. Pencegahan
Pencegahan utama untuk menghindari risiko adalah pendidikan kesehatan lansia.
Mempertahankan berat badan dan kolesterol dalam batas normal, dan menghindari
merokok atau tidak menggunakan oral kontrasepsi. Pengobatan/mengontrol
diabetes, hipertensi dan penyakit jantung. Memberikan informasi kepada klien
sehubungan dengan penyakit yang diderita dengan stroke.
Apabila sudah terserang stroke, dalam situasi ini tujuan adalah mensegah terjadinya
komplikasi sehubungan dengan stroke dan infark yang lebih luas pada masa yang
akan datang. Apabila terjadi immobilitas akan meningkatkan risiko injury
sehubungan dengan paralisis dan aspirasi pada jalan nafas. Pencegahan lebih lanjut
yaitu memonitoring faktor risiko yang dapat diidentifikasi.
35
11. Komplikasi
a. Hipoksia Serebral
d. Individu yang mengalami CVS mayor pada bagian yang mengontrol respon
pernapasan atau kardiovaskuler dapat menyebabkan kematian. Destruksi area
ekspresif atau represif pada otak akibat hipoksia dapat menyebabkan kesulitan
komunikasi. Hipoksia pada area motoric otak dapat paresis. Perubahan
emosional dapat terjadi pada kerusakan korteks yang mencakup system limbic.
e. Hematoma intraserebral dapat disebabkan oleh pecahnya aneurisma atau strok
hemoragik yang menyebabkan cedera otak sekunder ketika tekanan intracranial
meningkat.
36
b. Komplikasi Jangka pendek (1-14 hari pertama)
1. Pneumonia: Akibat immobilisasi lama
2. Infark miokard
3. Emboli paru: Cenderung terjadi 7 -14 hari pasca stroke, seringkali pada saat
penderita mulai mobilisasi.
4. Stroke rekuren: Dapat terjadi pada setiap saat.
Dapat terjadi setelah infark miokard / fibrilasi atrium / dapat berasal dari katup
jantung protestik.
37
serebral. Disritmia dapat mengakibtakan curah jantung tidak konsisten dan
penghentian trombul lokal. Selain itu disritmia dapat menyebabkan embolus
serebral dan harus diperbaiki.
12 . Penatalaksanaan
• Bebaskan jalan nafas dan usahakan ventilasi adekuat, bila perlu berikan
oksigen 0-2 L/menit sampai ada hasil gas darah.
38
kadar glukosa yang melebihi 200 mg/ dl harus diturunkan dengan pemberian
suntikan subkutan insulin.
Konsensus nasional pengelolaan stroke di Indonesia mengemukakan
bahwa hiperglikemia ( >250 mg% ) harus dikoreksi sampai batas gula darah
sewaktu sekitar 150 mg% dengan insulin intravena secara drips kontinyu
selama 2-3 hari pertama. Hipoglikemia harus diatasi segera dengan
memberikan dekstrose 40% intravena sampai normal dan diobati
penyebabnya.
• Nutrisi peroral hanya boleh diberikan setelah hasil tes fungsi menelan baik,
bila terdapat gangguan menelan atau penderita dengan kesadaran menurun,
dianjurkan melalui pipa nasogastrik.
• Bila ada dugaan trombosis vena dalam, diberikan heparin dosis rendah
subkutan, bila tidak ada kontra indikasi.
39
Terapi farmakologi yang dapat diberikan pada pasien stroke :
2) Obat antipletelet, obat ini untuk mengurangi pelekatan platelet. Obat ini
kontraindikasi pada stroke haemorhagic.
3) Bloker kalsium untuk mengobati vasospasme serebral, obat ini merilekskan
otot polos pembuluh darah.
Sekali terkena serangan stroke tidak membuat pasien terbebas dari stroke.
Selain menimbulkan kecacatan, masih ada kemungkinan dapat terserangkembali di
kemudian hari. Pasca stroke biasanya penderita memerlukan rehabilitasi serta terapi
psikis seperti terapi fisik, terapi okupasi, terapi wicara, dan penyediaan alat bantu
di unit orthotik prostetik. Juga penanganan psikologis pasien, seperti berbagi rasa,
terapi wisata, dan sebagainya. Selain itu, juga dilakukan community based
rehabilitation (rehabilitasi bersumberdaya masyarakat) dengan melakukan
penyuluhan dan pelatihan masyarakat di lingkungan pasien agar mampu menolong,
setidaknya bersikap tepat terhadap penderita. Hal ini akan meningkatkan pemulihan
dan integrasi dengan masyarakat. Bahaya yang menghantui penderita stroke adalah
serangan stroke berulang yang dapat fatal atau kualitas hidup yang lebih burukdari
serangan pertama. Bahkan ada pasien yang mengalami serangan stroke sebanyak 6-
7 kali. Hal ini disebabkan pasien tersebut tidak mengendalikan faktor risiko stroke.
40
Bagi mereka yang sudah pernah terkena serangan stroke, Gaya hidup sehat haruslah
menjadi pilihan agar tidak kembali diserang stroke, seperti: berhentimerokok, diet
rendah lemak atau kolesterol dan tinggi serat, berolahragateratur 3 X seminggu (30-
45 menit), makan secukupnya, dengan memenuhi kebutuhangizi seimbang,
menjaga berat badan jangan sampai kelebihan berat badan,berhenti minum alkohol
dan atasi stres.
1) Rehabilitasi Stroke
Rehabilitasi stroke termasuk seluruh tujuan dari rehabilitasi lansia.
Pencegahan komplikasi dan keterbatasan sekunder adalah hasil utama yang
diharapkan. Peningkatan kualitas dan arti dalam hidup dengan keterbatasan dan
deficit klien lansia juga merupakan hal yang penting bagi keberhasilan program
rehabilitasi stroke.
41
Tujuan utamanya adalah untuk meningkatkan kemandirian klien dengan
terus memberikan peluang untuk melakukan tugas yang mampu ia lakukan.
Perawat adalah kunci pemberi perawatan dalam proses rehabilitasi,
mengkoordinasikan asuhan perawatan dan terapi rehabilitative. Dengan
memperhatikan tujuan ini, perawat dapat memaksimalkan potensi klien tersebut.
Konfusi, disorientasi, dan maslah komunikasi adalah akibat yang sering dari
stroke. Maslah komunikasi dapat diakibatkan oleh afasia dan disartria, perawat
perlu menyertakan teknik komunikasi yang memfasilitasi kemampuan klien
untuk memahami kata-kata. Teknik komunikasi tersebut meliputi berbicara
secara perlan-lahan, memberikan petunjuk sederhana(satu pada satu waktu),
membatasi distraksi, dan mendengar secara aktif.Selain itu, menghubungkan
katakata dengan objek,menggunakan pengulangan dan kata-kata yang banyak,
dan mendorong keluarga untuk membawa objek kecil yang dikenal oleh klien
dan untuk menyebutkan nama objek-objek tersebut dapat meningkatkan pola
komunikasi.Dapat juga digunakan papan abjad,mesin tik,dan program computer
untuk membantu pemahaman klien tentang lingkungannya. Mengevaluasi
penglihatan dan pendengaran dapat juga membantu mengatasi masalah
yang,sekali dapat diperbaiki, secara drastic akan meningkatkan komunikasi.
3) Dukungan psikologis
42
dan untuk membuat pilihan makanan. Memfokuskan pada kekuatan dan
kemampuan klien daripada terhadap deficit dapat mendorong harapan klien
tersebut.
43
jelas. Untuk itu, peran perawat adalah untuk memberikan pemahaman kepada
keluarga tentang perubahan tersebut.
1. Pengkajian
1) Data Subyektif :
2) Data obyektif :
• Gangguan penglihatan
44
b. Sirkulasi
1) Data Subyektif :
2) Data obyektif :
• Hipertensi arterial
1) Data Subyektif :
2) Data obyektif:
d. Eliminasi
1) Data Subyektif :
45
• Inkontinensia, anuria
e. Makan/ minum
1) Data Subyektif:
2) Data obyektif:
1) Data Subyektif:
46
• Penglihatan berkurang
2) Data obyektif:
• Reaksi dan ukuran pupil : tidak sama dilatasi dan tak bereaksi pada
sisi ipsi lateral
g. Nyeri / kenyamanan
1) Data Subyektif :
47
2) Data obyektif:
1) Data Subyektif:
• Tanda:
i. Keamanan
1) Data obyektif:
• Tidak mampu mengenali objek, warna, kata, dan wajah yang pernah
dikenali
• Gangguan berespon terhadap panas, dan dingin/gangguan regulasi
suhu tubuh
48
j. Interaksi social
1) Data obyektif:
k. Pengajaran / pembelajaran
1) Data Subjektif :
2. Pengkajian Fisik
Menurut Mensjoer (2000:532), pengkajian fisik yang ditemukan pada pasien GGK adalah,
1. Umum : malaise
2. Kulit : pucat, mudah lecet dan rapuh
3. Kepala dan leher : lidah kering dan berselaput, vector uremik
4. Mata : fundus hipertensif, mata merah
5. Kardiovaskuler : hipertensi, berlebihan cairan, gagal jantung
49
6. Pernafasan : edema paru, efusi pleura
7. Gastrointestinal : anoreksia, nausea, gastritis, ulkus peptikum
8. Perkemihan : nokturia, poliuria, haus, proteinuria
9. Reproduksi : penurunan libido, impotensi amenore
10. Saraf : letargi, malaise, tremor, kejang, koma
11. Sendi : gout, klasifikasi ekstra tulang
12. Tulang : hiperparati roidisme, defisiensi vitamin D
13. Hematologi : anemia, defisiensi imun, mudah perdarah
Pengkajian khusus :
2. Ada atau tidaknya gerakan volunteer atau involunter ekstremitas, tonus otot,
postur tubuh, dan posisi kepala.
3. Kekakuan atau flaksiditas leher.
4. Pembukaan mata, ukuran pupil komparatif, dan reaksi pupil terhadap cahaya dan
posisi okular.
5. Warna wajah dan ekstremitas, suhu dan kelembaban kulit.
6. Kualitas dan frekuensi nadi, pernapasan, gas darah arteri sesuai indikasi, suhu
tubuh dan tekanan arteri.
7. Kemampuan untuk bicara
Volume cairan yang diminum dan volume urin yang dikeluarkan setiap 24 jam
50
3. Diagnosa Keperawatan
Dx 1
Dibuktikan oleh :
51
3) Evaluasi pupil 9 ukuran bentuk kesamaan dan reaksi terhadap cahaya 0
R/ Untuk kenyamanan
Kolaborasi
4) Antihipertensi
52
5) Vasodilator perifer, missal cyclandelate, isoxsuprine.
6) Manitol
Dx : 2
Intervensi :
2) Mulai latihan aktif / pasif rentang gerak sendi pada semua ekstremitas
53
3) Topang ekstremitas pada posis fungsional , gunakan foot board pada saat
selama periode paralysis flaksid. Pertahankan kepala dalam keadaan netral
R/ kenyamanan klien
R/ untuk kenyamanan
R/ untuk kenyamanan
Kolaborasi
Dx 3 :
Ditandai :
1) Gangguan artikulasi
2) Tidak mampu berbicara / disartria
54
4) Ketidakmampuan berbicara atau menulis secara komprehensif.
Intervensi :
R/ mencegah kegawatdaruratan
3) Sediakan metode komunikasi alternative
R/ kenyamanan
R/ untuk kenyamanan
55
R/ mencegah terjadinya prasanka buruk dan mengurangi keadaan
Dx 4 :
Ditandai ;
Intervensi :
56
1) Kaji patologi kondisi individual
4) Sederhanakan lingkungan
R/ menjaga kenyamanan
8) Pertahankan kontak mata saat berhubungan
R/ meningkatkan kepercayaan
57
9) Validasi persepsi pasien
R/ menentukan keluhan
Dx 5 :
Ditandai dengan :
Kriteria hasil:
Intervensi:
58
3) Kaji kemampuan pasien untuk berkomunikasi tentang kebutuhannya untuk
menghindari dan atau kemampuan untuk menggunakan urinal,bedpan.
5) Berikan umpan balik yang positif untuk setiap usaha yang dilakukan atau
keberhasilannya.
Kolaborasi :
Dx 6 :
Kriteria hasil :
Intervensi :
59
1) Kaji dan pantau pernapasan, reflek batuk dan sekresi
2) Posisikan tubuh dan kepala untuk menghindari obstruksi jalan napas dan
memmberikan pengeluaran sekresi yang optimal
3) Penghisapan sekresi
Dx 7 :
Ditandai dengan:
Kriteria evaluasi :
2) BB stabil
Intervensi :
60
R/ untuk menentukan intake dan output
R/ melihat penuruna BB
3) Dorong pasien untuk makan diit tinggi kalori kaya nutrien sesuai program
R/ menjaga keseimbangan BB
R/ melihat output
Kolaborasi:
61
BAB III
ISI JURNAL
A. Jurnal
Judul : Bladder management and the functional outcome of
elderly ischemic stroke patients
Pengarang : E.H. Mizrahi , A.Waitzman , M.Arad , T.Blumstein ,
A.Adunksy
Tahun terbit : 2010
B. Kasus
Tn. M (62 tahun) didiagnosis stroke non hemoragik sejak 3 bulan
yang lalu. Tn. M mengalami hemiparese dextra, sehingga harus bedrest di
rumah, dan juga afasia. Sepuluh hari yang lalu Tn. M mengalami serangan
stroke kembali dan dibawa ke rumah sakit, namun saat ini Tn. M sudah
kembali ke rumahnya. Tn. M hanya tinggal berdua dengan istrinya Ny. P
(58 th), anaknya hanya sesekali datang menengoknya. Sudah 3 hari terakhir
ini Tn. M sering ngompol, sehingga Ny. P kelelahan untuk membersihkan
dan mengganti sprei. Ny. P bingung harus bagaimana lagi dan menanyakan
masalah ini ke Ns. A yang bekerja sebagai perawat home care yang bertugas
di rumah Tn. M, kemudian Ns. A mencari solusi yang tepat untuk masalah
Tn. M.
PICO :
P : Pasien lansia stroke dengan inkontinensia urin
I : Bladder Manajemen
C:-
O : Peningkatan pasien dalam menahan BAK
62
Pertanyaan klinis :
Adakah terapi untuk mengatasi masalah inkontinensia urin pada pasien
stroke ?
C. Isi Jurnal
Latar Belakang Jurnal
63
inkontinensia urin, kelemahan kognitif, delirium dan tingkat dukungan
sosial (Wilkinson et al 1997). Contoh pada komunitas pasien lansia yang
terkena stroke dan dengan kondisi kelemahan kognitif dan inkontinensia
urin mereka lebih menderita kemunduran fungsi tubuh.
64
Setting
Management Bladder
Analisis Data
65
Hasil
Total pasien sejumlah 1187 dengan stroke akut. 268 pasien masuk
dalam criteria eksklusi karena usia <60 tahun, stroke jenis hemorhagic, data
yang hilang, rehabilitasi yang lebih pendek dari 7 hari dan meniggal di RS.
Jumlah total pasien untuk analisis data sebanyak 919 orang dengan stroke
iskemik selama 7 tahun. Tingkat manajemen kandung kemih ditentukan
oleh Fungtional Independent Measurement (FIM) sub-skala core relevan
dengan control kandung kemih. Skor (FIM) kurang dari 5 poin ditentukan
sebagai rendahnya manajemen kandung kemih (Low-BMS) sementara skor
FIM lebih besar dari 5 ditentukan sebagai nilai manajemen kandung kemih
tinggi (High-BMS).
66
dapat mempengaruhi hasil rehabilitasi pada pasien stroke usia tua. Namun,
pasien Low-BMS memperoleh keuntungan yang signifikan yaitu
peningkatan skor FIM.
Pembahasan
67
populer digunakan serta penggunaan penelitian outcome FIM untuk
memonitor perubahan selama rehabilitasi pasien, mudahnya karena
kebanyakan data FIM terlihat tertutup pada model konvensional. Disamping
keterbatasan ini, penelitian selanjutnya akan lebih menguntungkan jika
menggunakan sampel pasien lebih banyak. Program rehabilitasi semacam
ini dirancang untuk menangani pasien lansia yang mengalami strok, hal
tersebut dapat menurunkan derajat seleksi bias serta meningkatkan validitas
dari penelitian.
Kesimpulan dari outcome fungsional pada pasien lansia yang
mengalami stroke iskemi lebih menguntungkan dibandingkan dengan
scoring tinggi manajemen bladder. Namun demikian, skor bladder yang
rendah tidak seharusnya memegang efek samping dari kurangnya
keberhasilan peningkatan fungsional selama rehabilitasi. Percobaan klinis
dibutuhkan untuk menilai kemungkinan efek dari perbedaan intervensi dari
manajemen bladder atau outcome fungsional.
Penerapan di Indonesia
Intervensi Bladder Management untuk pasien pasca stroke dapat
diterapkan di Indonesia.
Implikasi Keperawatan
68
- Sebagai klinisi, perawat mampu menerapkan asuhan keperawatan
yang tepat dan mampu memilih intervensi yang lebih efektif dan
terbukti secara ilmiah kepada klien dengan gangguan inkontinensia
urin pasca stroke.
- Menerapkan management bladder training kepada pasien stroke
sesuai dengan EBN.
69
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Stroke adalah suatu penyakit gangguan fungsi anatomi otak yang terjadi
secara tiba-tiba dan cepat, disebabkan karena gangguan perdarahan otak. Stroke
juga menjadi salah satu penyebab kematian dan kecacatan neurologis yang utama.
Stroke dibagi menjadi 2 golongan, yaitu: Infark Ischemik (Stroke non Hemoragi)
Hal ini terjadi karena adanya penyumbatan pembuluh darah otak, dan Perdarahan (
Stroke Hemoragi) Terjadi pecahnya pembuluh darah otak.
Faktor-faktor risiko yang dapat ditemui pada klien dengan stroke yaitu
faktor risiko utama seperti Hipertensi, Diabetes Melitus, Penyakit Jantung,
Transient Ischemic Attack (TIA) dan faktor resiko tambahan seperti Kadar lemak
darah yang tinggi termasuk kolesterol dan trigliserida, Kegemukan atau obesitas,
Merokok, Riwayat keluarga dengan stroke, Lanjut Usia, Penyakit darah tertentu
seperti polisitemia dan leukemia, Kadar asam urat darah tinggi, Penyakit paruparu
menahun.
B. Saran
Dari uraian diatas dapat kami sarankan sebaiknya para pembaca khususnya
perawat dengan kasus stroke mengetahui tentang: Faktor-faktor resiko yang dapat
ditemui pada lansia dengan stroke, laboratorium yang perlu dilakukan dan asuhan
keperawatan pada lansia dengan sroke.
70
DAFTAR PUSTAKA
Ancowitz, A. 1993. The Stroke Book. New York : William Morrow and
Company, inc.
EGC.
http://www.suyotohospital.com/index.php?
option=com_content&view=article&id=80:rehabilitasi-pasca-stroke-
memberikualitas-hidup-lebih-baik&catid=3:artikel&Itemid=2
http://www.ekahospital.com/id/rehabilitation-as-the-important-stroke-
treatment/
http://www.g-excess.com/5017/pengertian-dan-macam-macam-serta-
penyebab-terjadinya-stroke/
71
http://medicastore.com/brown_seaweed/obat_rawat_stroke.htm
http://www.klikdokter.com/tanyadokter/read/2008/11/02/2035/rehabilitasi-
stroke
72