You are on page 1of 25

REFERAT

“ATRESIA ANI”

Oleh:

Putu Dian Puspita Sari (H1A212049)

Pembimbing:
dr. Dewi Anjarwati, M.Kes. Sp.Rad

DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK MADYA


SMF RADIOLOGI RSUP NTB
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM
2016
BAB I
PENDAHULUAN

Atresia ani merupakan suatu kelainan kongenital dimana menetapnya membran anus
sehingga anus tertutup. Defek ini tidak selalu total, terkadang terdapat sebuah lubang sempit
masih memungkinkan keluarnya isi usus. Bila penutupannya total maka, anus tampak sebagai
lekukan kulit perineum, keadaan ini seringkali disertai dengan atresia rectum bagian
bawah.2,3
Atresia ani paling sering terjadi pada bayi yang baru lahir, dengan frekuensi seluruh
kelainan kongenital anorektal di dapatkan 1 dari tiap 5000-10000 kelahiran. Pada atresia ani
didapatkan 1% dari seluruh kelainan kongenital pada neonatus dan dapat muncul sebagai
penyakit tersering. Jumlah pasien dengan kasus atresia ani pada laki-laki lebih banyak
ditemukan dari pada pasien perempuan.2,3
Insiden terjadinya atresia ani berkisar 1500-5000 kelahiran hidup dengan sedikit
lebih banyak terjadi pada laki-laki. Sebesar 20% sampai 75% bayi yang menderita atresia ani
juga menderita anomali lain. Kejadian tersering pada laki-laki dan perempuan yaitu anus
imperforata dengan fistula antara usus distal uretra pada laki-laki dan vestibulum vagina pada
perempuan dan angka kejadian di Indonesia sekitar 90% yang merupakan persentase tinggi
untuk tahun 2007 - 2011.1,3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Atresia ani atau anus imperforata atau malformasi anorektal merupakan suatu
kelainan kongenital berupa tanpa anus atau anus tidak sempurna, termasuk didalamnya
agenesis ani, agenesis rekti dan atresia rekti. Insiden 1:5000 kelahiran yang dapat muncul
sebagai sindroma VACTRERL (Vertebra, Anal, Cardial, Esofageal, Renal, Limb).6,8

B. Epidemiologi
Angka kejadian rata-rata malformasi anorektal di seluruh dunia adalah 1 dalam
5000 kelahiran. Secara umum, malformasi anorektal lebih banyak ditemukan pada laki-laki
dari pada perempuan. Fistula rektouretra merupakan kelainan yang paling banyak ditemui
pada bayi laki-laki, diikuti oleh fistula perineal. Sedangkan pada bayi perempuan, jenis
malformasi anorektal yang paling banyak ditemui adalah anus imperforata diikuti fistula
rektovestibular dan fistula perineal. 5,6

C. Embriologi
Secara embriologi, saluran pencernaan berasal dari foregut, midgut dan hindgut.
Foregut akan membentuk faring, sistem pernafasan bagian bawah, esofagus, lambung
sebagian duodenum, hati dan sistem bilier serta pankreas. Midgut membentuk usus halus,
sebagian duodenum, sekum, appendik, kolon asenden sampai pertengahan kolon
transversum. Hindgut meluas dari midgut hingga ke membrana kloaka, membrana ini
tersusun dari endoderm kloaka, dan ektoderm dari protoderm atau analpit. Usus terbentuk
mulai minggu keempat disebut sebagai primitif gut. Kegagalan perkembangan yang lengkap
dari septum urorektalis menghasilkan 2 anomali letak tinggi atau supra levator. Sedangkan
anomali letak rendah atau infra levator berasal dari defek perkembangan proktoderm dan
lipatan genital. Pada anomali letak tinggi, otot levator ani perkembangannya tidak normal dan
pada otot sfingter eksternus dan internus dapat tidak ada atau rudimenter.1,7
Fungsi fisiologi anorectal :1,7
1. Motilitas kolon
a. Absorbsi cairan
b. Keluarkan isi feses dari kolon ke rectum
2. Fungsi defekasi
a. Keluarkan feses secara intermitten dari rectum
b. Tahan isi usus agar tidak keluar saat tidak defekasi
D. Klasifikasi
1. Secara Fungsional.4,7
a. Tanpa anus tetapi dengan dekompresi adekuat traktus gastrointestinalis dicapai
melalui saluran fistula eksterna. Kelompok ini, terutama melibatkan bayi
perempuan dengan fistula recto-vagina atau recto-fourchette yang relatif
besar,dimana fistula ini sering dengan bantuan dilatasi, maka bisa didapatkan
dekompresi usus yang adekuat sementara waktu.
b. Tanpa anus dan tanpa fistula traktus yang tidak adekuat untuk jalan keluar tinja.
Pada kelompok ini, tidak ada mekanisme apapun untuk menghasilkan
dekompresi spontan kolon, memerlukan beberapa bentuk intervensi bedah
segera.
2. Berdasarkan Letak. 4,7
a. Anomali rendah
Rektum mempunyai jalur desenden normal melalui otot puborektalis, terdapat
sfingter internal dan eksternal yang berkembang baik dengan fungsi normal dan
tidak terdapat hubungan dengan saluran genitourinarius.
b. Anomali intermediet
Rektum berada pada atau di bawah tingkat otot puborektalis, lesung anal dan
sfingter eksternal berada pada posisi yang normal.
c. Anomali tinggi
Ujung rektum di atas otot puborektalis dan sfingter internal tidak ada. Hal ini,
biasanya berhubungan dengan fistula genitourinarius-retrouretral (pria) atau
rectovagina (perempuan). Jarak antara ujung buntu rektum sampai kulit
perineum lebih dari 1 cm.

Gambar 1. Atresia Ani letak tinggi dan letak rendah.


3. Klasifikasi Wingspread. 4,7
a. Jenis Kelamin Laki-laki
 Golongan I
- Kelainan fistel urin
Jika ada fistel urin, tampak mekonium keluar dari orifisium eksternum uretra,
mungkin terdapat fistel ke uretra maupun ke vesika urinaria. Cara cepat untuk menentukan
letak fistel yaitu dengan memasang kateter urin. Bila kateter terpasang dan urin jernih, berarti
fistel terletak uretra karena fistel tertutup kateter. Bila dengan kateter urin mengandung
mekonuim maka fistel ke vesika urinaria. Bila evakuasi feses tidak lancar, penderita
memerlukan kolostomi segera.
- Atresia rektum
Pada atresia rektum tindakannya sama pada perempuan. Pada atresia rektum, anus
tampak normal tetapi pada pemerikasaan colok dubur jari tidak dapat masuk lebih dari 1-2
cm. Tidak ada evakuasi mekonium sehingga perlu segera dilakukan kolostomi.
- Perineum datar
Tidak ada keterangan lebih lanjut.
- Fistel tidak ada
Jika fistel tidak ada dan udara > 1 cm dari kulit pada invertogram, maka perlu segera
dilakukan kolostomi.

 Golongan II
- Kelainan fistel perineum
Fistel perineum sama dengan pada perempuan, lubangnya terletak lebih anterior dari
letak anus normal, tetapi tanda timah anus yang buntu menimbulkan obstipasi.
- Membran anal
Pada membran anal biasanya tampak bayangan mekonium di bawah selaput. Bila
evakuasi feses tidak ada sebaiknya dilakukan terapi definit secepat mungkin.
- Stenosis anus
Pada stenosis anus, sama dengan perempuan. Pada stenosis anus, lubang anus terletak
di tempat yang seharusnya, tetapi sangat sempit. Evakuasi feses tidak lancar sehingga
biasanya harus segera dilakukan terapi definitif.
- Fistel tidak ada
Jika fistel tidak ada dan udara > 1 cm dari kulit pada invertogram, maka perlu segera
dilakukan kolostomi.

Gambar 2. Malformasi anorektal pada laki-laki

b. Jenis Kelamin Perempuan


 Golongan I
- Kelainan kloaka
Bila terdapat kloaka maka tidak ada pemisahan antara traktus urinarius, traktus
genetalis dan jalan cerna. Evakuasi feses umumnya tidak sempurna sehingga perlu cepat
dilakukan kolostomi.
- Fistel vagina
Pada fistel vagina, mekonium tampak keluar dari vagina. Evakuasi feces menjadi
tidak lancar sehingga sebaiknya dilakukan kolostomi.
- Fistel rektovestibular
Pada fistel vestibulum, muara fistel terdapat di vulva. Umumnya evakuasi feses lancar
selama penderita hanya minum susu. Evakuasi mulai terhambat saat penderita mulai makan
makanan padat. Kolostomi dapat direncanakan bila penderita dalam keadaan optimal.
- Atresia rektum
Pada atresia rektum, anus tampak normal tetapi pada pemerikasaan colok dubur jari
tidak dapat masuk lebih dari 1-2 cm. Tidak ada evakuasi mekonium sehingga perlu segera
dilakukan kolostomi.
- Fistel tidak ada
Jika fistel tidak ada dan udara > 1 cm dari kulit pada invertogram, maka perlu segera
dilakukan kolostomi.
 Golongan II
- Kelainan fistel perineum
Lubang fistel perineum biasanya terdapat diantara vulva dan tempat letak anus
normal, tetapi tanda timah anus yang buntu menimbulkan obstipasi
- Stenosis anus
Pada stenosis anus, lubang anus terletak di tempat yang seharusnya, tetapi sangat
sempit. Evakuasi feses tidak lancar sehingga biasanya harus segera dilakukan terapi definitif.
- Fistel tidak ada
Jika fistel tidak ada dan udara > 1 cm dari kulit pada invertogram, maka perlu segera
dilakukan kolostomi

Gambar 3. Malformasi anorektal pada perempuan

Gambar 4. Atresia Ani tanpa Fistula

Gambar 5. Atresia Ani dengan Fistula


Gambar 6. Fistul anokutaneus (bucket handle)

Gambar 7. Anus Ektopik


4. Etiologi
1. Faktor penyebab.8
a. Putusnya saluran pencernaan dari atas dengan daerah dubur sehingga bayi lahir tanpa
lubang dubur.
b. Kegagalan pertumbuhan saat bayi dalam kandungan berusia 12 minggu atau 3 bulan.
c. Adanya gangguan atau berhentinya perkembangan embriologik di daerah usus,
rektum bagian distal serta traktus urogenitalis, yang terjadi antara minggu ke 4 sampai
minggu ke 6 usia kehamilan.
d. Berkaitan dengan Sindrom Down.
Malformasi anorektal memiliki etiologi yang multifaktorial yang salah satunya adalah
komponen genetik. Pada tahun 1950an, didapatkan bahwa risiko malformasi meningkat pada
bayi yang memiliki saudara dengan kelainan malformasi anorektal yakni 1 dalam 100
kelahiran, dibandingkan dengan populasi umum sekitar 1 dalam 5000 kelahiran. Penelitian
juga menunjukkan, adanya hubungan antara malformasi anorektal dengan pasien dengan
trisomi 21 (Down's syndrome). Kedua hal tersebut menunjukkan bahwa mutasi dari 3
bermacam-macam gen yang berbeda dapat menyebabkan malformasi anorektal atau dengan
kata lain etiologi malformasi anorektal bersifat multigenik.
e. Atresia ani adalah suatu kelainan bawaan.
f. Kegagalan pembentukan septum utorektal secara komplit, karena terjadinya gangguan
pertumbuhan atau pembentukan anus dari tonjolan embrionik.
2. Faktor predisposisi.8
Faktor predisposisi terjadinya atresia ani dapat disebabkan oleh kelainankongenital
saat lahir seperti:
a. Sindrom vactrel (Sindrom dimana terjadi abnormalitas pada vertebral, anal, jantung,
trachea, esofagus, ginjal, dan kelenjar limfe).
b. Kelainan sistem pencernaan.
c. Kelainan sistem pekemihan.
d. Kelainan tulang belakang

5. Patofisiologi
Kelainan atresia ani terjadi akibat kegagalan pembentukan septum urorectal secara
komplit. Embryogenesis dari kelainan ini masih belum jelas. Anus dan rektum diketahui
berasal dari bagian dorsal hindgut atau rongga cloacal ketika pertumbuhan lateral bagian
mesenchyme, kloaka akan membentuk sekat di tengah yang disebut septum urorectal. Septum
urogenital membagi kloaka (bagian caudal hindgut) menjadi rektum dan sinus urogenital,
urogenital sinus terutama akan membentuk kandung kecing dan uretra. Penurunan
perkembangan dari septum urorectal dipercaya menutup saluran ini ketika usia 7 minggu
kehamilan. Selama waktu ini, bagian ventral urogenital mengalami pembukaan
eksternal/keluar, lalu bagian dorsal dari anal membuka kemudian. Anus berkembang dari fusi
antara tuberculum anal dan invagination bagian luar/eksternal, yang dikenal sebagai
proctodeum yang mendalam ke arah anus pada awalnya. Perineum memisahkan kloaka
membran menjadi membran urogenital anterior dan membran anal posterior. Pada rektum dan
bagian superior kanalis anus terpisah dari eksterior oleh membran anal dan selaput pemisah
ini akan menghilang saat usia kehamilan 8 minggu.7,8
Gangguan pada perkembangan struktur anorectal bermacam-macam tingkatannya
dengan berbagai macam kelainan, antara lain anal stenosis, ruptur selaput yang anal yang
tidak komplit atau complete failure atau anal agenesis dari bagian atas dari kloaka sampai
kebawah dan kegagalan proktoderm mengalami invaginasi. Hubungan langsung antara
saluran urogenital dan bagian rectal dari kloaka menyebabkan rectourethral fistule atau
rectovestibular fistule.6,7,9
Spincter eksternal berasal dari mesoderm exterior, yang biasanya selalu ada tetapi
dengan berbagai macam derajat variasi, berkisar antara otot yang kuat (perineal atau
vestibular fistule) sampai ke otot yang hampir tidak ada (complex long common channel
cloaca, prostatic atau bladder neck fistule). 7,9

6. Manifestasi klinis
Gejala yang menunjukan terjadinya malformasi anorektal terjadi dalam waktu 24-48
jam. Gejala itu dapat berupa:10
1. Perut kembung
2. Muntah
3. Tidak bisa buang air besar
4. Pada pemeriksaan radiologis dengan posisi tegak serta terbalik dapat dilihat sampai
dimana terdapat penyumbatan.
Malformasi anorektal sangat bervariasi, mulai dari anus imperforata letak rendah
dimana rectum berada pada lokasi yang normal tapi terlalu sempit sehingga feses bayi tidak
dapat melaluinya, malformasi anorektal intermedia dimana ujung dari rektum dekat ke uretra
dan malformasi anorektal letak tinggi dimana anus sama sekali tidak ada.2,3
Sebagian besar bayi dengan anus imperforata memiliki satu atau lebih abnormalitas
yang mengenai sistem lain. Insidennya berkisar antara 50% - 60%. Makin tinggi letak
abnormalitas berhubungan dengan malformasi yang lebih sering. Kebanyakan dari kelainan
itu ditemukan secara kebetulan, akan tetapi beberapa diantaranya dapat mengancam nyawa
seperti kelainan kardiovaskuler. 2,3

Beberapa jenis kelainan yang sering ditemukan bersamaan dengan malformasi


anorektal adalah: 8,10
1. Kelainan kardiovaskuler
Ditemukan pada sepertiga pasien dengan anus imperforata. Jenis kelainan yang
paling banyak ditemui adalah atrial septal defect dan paten ductus arteriosus, diikuti
oleh tetralogi of fallot dan vebtrikular septal defect.
2. Kelainan gastrointestinal
Kelainan yang ditemui berupa kelainan trakeoesofageal (10%), obstruksi
duodenum (1%-2%).
3. Kelainan tulang belakang dan medulla spinalis
Kelainan tulang belakang yang sering ditemukan adalah kelainan lumbosakral
seperti hemivertebrae, skoliosis, butterfly vertebrae, dan hemisacrum. Sedangkan
kelainan spinal yang sering ditemukan adalah myelomeningocele, meningocele, dan
teratoma intraspinal.
4. Kelainan traktus genitourinarius
Kelainan traktus urogenital kongenital paling banyak ditemukan pada
malformasi anorektal. Beberapa penelitian menunjukkan insiden kelainan urogeital
dengan malformasi anorektal letak tinggi antara 50 % sampai 60%, dengan
malformasi anorektal letak rendah 15% sampai 20%. Kelainan tersebut dapat berdiri
sendiri ataupun muncul bersamaan sebagai VATER (Vertebrae, Anorectal,
Tracheoesophageal and Renal abnormality) dan VACTERL (Vertebrae, Anorectal,
Cardiovascular, Tracheoesophageal, Renal and Limb abnormality).
7. Pemeriksaan
1 Pemeriksaan khusus pada wanita. 8,9,10
Neonatus wanita perlu pemeriksaan khusus, karena seringnya ditemukan fistel ke
vestibulum atau vagina (80-90 %)
 Kelompok I
Pada fistel vagina, meconeum tampak keluar dari vagina. Evakuasi feses menjadi
tidak lancar sehingga sebaiknya cepat dilakukan kolostomi. Pada fistel vestibulum, muara
fistel terdapat di vulva. Umumnya evakuasi feses lancar selama penderita hanya minum susu.
Evakuasi mulai terhambat saat penderita mulai makan makanan padat. Kolostomi dapat
direncanakan bila penderita dalam keadaan optimal. Bila terdapat kloaka maka tidak ada
pemisahan antara traktus urinarius, traktus genitalis dan saluran cerna. Evakuasi feses
umumnya tidak sempurna sehingga perlu cepat dilakukan kolostomi.
Pada atresia rektum, anus tampak normal. Tetapi pada pemeriksaan colok dubur, jari
tidak dapat masuk lebih dari 1-2 cm. tidak ada evakuasi meconeum sehingga perlu segera
dilakukan kolostomi. Bila tidak ada fistel, dibuat invertogram, yaitu foto rontgen di ambil
pada bayi di letak inverse (pembalikan posisi) sehingga udara di kolon akan naik sampai di
ujung buntu rectum. Jika udara >1cm dari kulit perlu segera dilakukan kolostomi.
 Kelompok II
Lubang fistel perineum biasanya terdapat di antara vulva dan tempat letak anus
normal, tetapi tanda timah anus yang buntu ada di posteriornya. Kelainan ini umumnya
menimbulkan obstipasi. Pada stenosis anus, lubang anus terletak di tempat yang seharusnya,
tetapi sangat sempit. Evakuasi feses tidak lancar sehingga biasanya harus dilakukan terapi
definitif.
Bila tidak ada fistel dan pada invertogram udara <1cm dari kulit, dapat segera
dilakukan pembedahan definitif. Dalam hal ini evakuasi tidak ada, sehingga perlu segera
dilakukan kolostomi.
2 Pemeriksaan khusus pada laki-laki. 8,9,10
Dilihat adanya fistel atau kenormalan bentuk perineum dan ada tidaknya butir
meconeum di urine. Dari kedua hal tadi pada anak laki dapat dibuat kelompok dengan atau
tanpa fistel perineum.
 Kelompok I.
Jika ada fistel urine, tampak meconeum keluar dari orifisium eksternum uretra,
mungkin terdapat fistel ke uretra maupun ke vesika urinaria. Cara praktis untuk menentukan
letak fistel ialah dengan memasang kateter urine. Bila kateter terpasang dan urin jernih,
berarti fistel terletak di uretra karena fistel tertutup kateter. Bila dengan kateter urine
mengandung meconeum berarti fistel ke vesika urinaria. Bila evakuasi feses tidak lancar,
penderita memerlukan kolostomi segera. Pada atresia rektum tindakannya sama dengan pada
wanita; harus dibuat kolostomi.
Jika tidak ada fistel dan udara > 1 cm dari kulit pada invertogram, maka perlu segera
dilakukan kolostomi.
 Kelompok II
Fistel perineum sama dengan pada wanita: lubangnya terdapat pada anterior dari letak
anus normal. Pada membran anal biasanya tampak bayangan meconeum dibawah selaput.
Bila evakuasi feses tidak ada sebaiknya dilakukan terapi definitif secepat mungkin. Pada
stenosis anus, sama dengan pada wanita, tindakan definitif harus dilakukan. Bila tidak ada
fistel dan udara < 1 cm dari kulit pada invertogram, perlu juga segera dilakukan pertolongan
bedah.

Gambar 8. String-of-pearls malformation. Gambar ini


menunjukkan material mukoid putih dalam fistula perineal. Fistula sering meluas ke
anterior atas median raphe scrotum.
8. Diagnosis
1. Anamnesis dan pemeriksaan fisik yang teliti. Pada anamnesis dapat ditemukan:1,8
a. Bayi cepat kembung antara 4-8 jam setelah lahir
b. Tidak ditemukan anus, kemungkinan juga ditemukan adanya fistula
c. Bila ada fistula pada perineum maka mekoneum (+) dan kemungkinan kelainan
adalah letak rendah
2. Pemeriksaan penunjang. 1,8
a. Radiologi dengan Barium Enema
 Akan terlihat gambaran klasik seperti daerah transisi dari lumen sempit ke daerah
yang melebar.
 Pada foto 24 jam kemudian, terlihat retensi barium dan gambaran mikrokolon pada
Hirschsprung segen panjang.

 Proyeksi pemeriksaan Atresia Ani, yaitu : 5,6


a. Proyeksi Wangesteen Rice
 Posisi AP
Bertujuan untuk melihat ada tidaknya atresia ani dan untuk melihat beratnya distensi
atau peregangan usus.
 Posisi Pasien.
Pasien diposisikan dalam keadaan inverse (kepala di bawah, kaki di atas) di depan
standart kaset yang telah di siapkan. Kedua tungkai difleksikan 90 terhadap badan untuk
menghindari superposisi antara trokanter mayor paha dengan ischii. MSP tubuh tegak lurus
kaset.
 Posisi Objek.
Objek diatur sehingga daerah abdomen bagian distal masuk dalam film. Pada daerah
anus di pasang marker.
 Computed radiography dilakukan dengan horisontal tegak lurus kaset.
 Central point berada di pertengahan garis yang menghubungkan kedua trokhanter
mayor.
 Film Focus Distance ( Jarak antara film dengan tabung X-ray) yaitu 90 cm.
 Eksposi dilakukan pada saat pasien tidak bergerak.
 Posisi Lateral
Untuk melihat ketinggian atresia ani.
 Posisi Pasien.
Pasien diposisikan dalam keadaan inverse ( kepala di bawah, kaki di atas) dengan
salah satu sisi tubuh bagian kiri atau kanan menempel kaset. Kedua paha di tekuk semaksimal
mungkin ke arah perut agar bayangan udara pada radiograf tidak tertutup oleh gambaran
paha. MSP (mid sagital plane) tubuh sejajar terhadap garis pertengahan film, MCP (mid
coronal plane) tubuh diatur tegak lurus terhadap film.
 Posisi Objek.
Obyek diatur sehingga daerah abdomen bagian distal masuk dalam film. Pada daerah
anus di pasang marker.
 Computed radiography berada horisontal tegak lurus kaset.
 Central point berada pada trokhanter mayor.
 Film Focus Distance yaitu 90cm
 Eksposi dilakukan pada saat pasien tidak bergerak.

b. Lateral Prone Cross Table


Alternatif pemeriksaan invertogram pada kasus atresia ani untuk memperlihatkan
bayangan udara di dalam colon mencapai batas maksimal tinggi/ naik di daerah rectum
bagian distal.
 Posisi Pasien
Pasien diposisikan prone.
 Posisi Objek.
Kedua paha ditekuk (hip fleksi), angkat bagian punggung bayi sehingga letak pelvis
lebih tinggi dan kepala/wajah lebih rendah. Kaset pada salah satu sisi lateral dengan
trokhanter mayor pada pertengahan kaset.

Gambar 9. Ilustrasi posisi pasien pada Lateral cross table


 Central point pada trochanter mayor menuju pertengahan kaset.
 Computed radiography berada horisontal, tegak lurus film atau kaset.
 Film Focus Distance yaitu 90 cm
 Ekspose dilakukan saat bayi tidak bergerak.

Gambar 9. Posisi Lateral Prone Cross table.


Keuntungan posisi ini :
 Posisi lebih mudah.
 Waktu untuk memposisikan lebih singkat.
 Pasien lebih tenang dan nyaman.
 Udara pada rectum tampak naik dan lebih tinggi sehingga posisi ini lebih baik.

Gambar 10. Invertogram


Gambar 11. Invertogram

3. Biopsi hisap rektum


 Digunakan untuk mencari tanda histologik yang khas, yaitu tidak adanya sel ganglion
parasimpatik di lapisan muskularis mukosa, dan adanya serabut saraf yang menebal.
 Pada pemeriksaan histokimia, aktivitas kolinesterase meningkat.

4. Pena menggunakan cara sebagai berikut:


a. Bayi laki-laki dilakukan pemeriksaan perineum dan urin bila :
 Fistel perianal (+), bucket handle, anal stenosis atau anal membran berarti atresia
letak rendah maka dilakukan minimal Postero Sagital Anorektoplasti (PSARP) tanpa
kolostomi.
 Bila mekoneum (+) maka atresia letak tinggi dan dilakukan kolostomi terlebih dahulu,
setelah 8 minggi kemudian dilakukan tindakan definitif.
Apabila pemeriksaan diatas meragukan dilakukan invertrogram. Bila akhiran rektum
< 1 cm dari kulit maka disebut letak rendah. Akhiran rektum > 1 cm disebut letak tinggi.
Pada laki-laki fistel dapat berupa rektovesikalis, rektouretralis dan rektoperinealis.

5. Pada bayi perempuan 90% atresia ani disertai dengan fistel.


 Bila ditemukan fistel perineal (+) maka dilakukan minimal PSARP (Posterio Sagital
Ano Rectal Plasty) tanpa kolostomi.
 Bila fistel rektovaginal atau rektovestibuler dilakukan kolostomi terlebih dahulu.
 Bila fistel (-) maka dilakukan invertrogram: apabila akhiran < 1 cm dari kulit
dilakukan postero sagital anorektoplasti, apabila akhiran > 1 cm dari kulit dilakukan
kolostomi terlebih dahulu.

Leape (1987) menyatakan bila mekonium didadapatkan pada perineum, maka


vestibulum atau fistel perianal terjadi kelainan letak rendah . Bila Pada pemeriksaan fistel (-)
maka kelainan adalah letak tinggi atau rendah. Pemeriksaan foto abdomen setelah 18-24 jam
setelah lahir agar usus terisis, dengan cara Wangenstein Reis (kedua kaki dipegang posisi
badan vertikal dengan kepala dibawah) atau knee chest position (sujud) dengan bertujuan agar
udara berkumpul didaerah paling distal dan apabila terdapat fistula lakukan fistulografi.
Pada pemeriksan klinis, pasien malformasi anorektal tidak selalu menunjukkan gejala
obstruksi saluran cerna. Sehingga, diagnosis harus ditegakkan pada pemeriksaan klinis segera
setelah lahir dengan inspeksi daerah perianal dan dengan memasukkan termometer melalui
anus.
Mekonium biasanya tidak terlihat pada perineum pada bayi dengan fistula
rektoperineal hingga 16-24 jam. Distensi abdomen tidak ditemukan selama beberapa jam
pertama setelah lahir dan mekonium harus dipaksa keluar melalui fistula rektoperineal atau
fistula urinarius. Hal ini, dikarenakan bagian distal rektum pada bayi tersebut dikelilingi
struktur otot-otot volunter yang menjaga rektum tetap kolaps dan kosong. Tekanan
intrabdominal harus cukup tinggi untuk menandingi tonus otot yang mengelilingi rektum.
Oleh karena itu, harus ditunggu selama 16-24 jam untuk menentukan jenis malformasi
anorektal pada bayi untuk menentukan apakah akan dilakukan colostomy atau anoplasty.
Inspeksi perianal sangat penting. Flat "bottom" atau flat perineum, ditandai dengan
tidak adanya garis anus dan anal dimple mengindikasikan bahwa pasien memiliki otot-otot
perineum yang sangat sedikit. Tanda ini berhubungan dengan malformasi anorektal letak
tinggi dan harus dilakukan colostomy.
Tanda pada perineum yang ditemukan pada pasien dengan malformasi anorektal letak
rendah meliputi adanya mekonium pada perineum, "bucket-handle" (skin tag yang terdapat
pada anal dimple), dan adanya membran pada anus (tempat keluarnya mekonium).
9. Gambaran Radiologi.
Pemeriksaan foto rontgen menurut metode Wangensteen dan Rice bermanfaat dalam
usaha menentukan letak ujung rektum yang buntu. Foto diambil setelah 24 jam setelah lahir,
jangan sampai kurang karena jika kurang usus bayi belum cukup berisis udara sehingga
diagnosisnya nanti bisa kabur. Setelah berumur sekurang-kurangnya 24 jam, bayi kemudian
diletakkan dalam posisi terbalik selama sekitar 3 menit, sendi panggul dalam keadaan sedikit
ekstensi, dan kemudian dibuat foto pandangan anteroposterior dan lateral, setelah suatu
petanda diletakkan pada daerah lekukan anus. Penilaian foto rontgen dilakukan terhadap letak
udara di dalam rektum dalam hubungannya dengan garis pubokoksigeus dan jaraknya
terhadap lekukan anus. Udara di dalam rektum yang terlihat di sebelah proksimal garis
pubokoksigeus menunjukkan adanya kelainan letak tinggi. Sebaliknya, udara di dalam
rektum yang tampak di bawah bayangan tulang iskium dan amat dekat dengan petanda pada
lekukan anus memberi kesan ke arah kelainan letak rendah. Pada kelainan letak tengah, ujung
rektum yang buntu berada pada garis yang melalui bagian paling bawah tulang iskium sejajar
dengan garis pubokoksigeus.5,6

Gambar 12. gambaran radiologis atresia ani

Dengan pemeriksaan voiding cystogram, dapat menentukan letak fistula rektouretra.


Gambaran udara di dalam kandung kemih menunjukkan adanya fistula. Tidak
direkomendasikan sebagai pemeriksaan primer anak-anak kelainan anorectal karena
kepekaannya lebih lemah dibandingkan dengan distal colostography. Distal colostography
ini, menjadi satu-satunya test diagnostik paling utama yang digunakan untuk memperjelas
anatomi pada semua anak-anak dengan kelainan yang memerlukan colostomy. Kateter
dimasukkan kedalam tubuh ditempatkan ke distal stoma, dan balon dipompa. Kateter ditekan,
dan kontras yang larut dalam air disuntik dengan tangan. Tekanan ini diperlukan untuk
memperlemah tekanan dari levator otot dan untuk memasukkan kontras sehingga mengalir
ke bagian paling rendah kolon dan mengetahui letak fistule. 5,6
Semua bayi yang mengalami kelainan bentuk anorektum perlu menjalani pemeriksaan
foto rontgen seluruh bagian kolumna vertebralis dan urogram intravena untuk menemukan
kelainan bawaan lainnya di daerah tersebut. Apabila belum sempat dilakukan pada masa
prabedah, maka kedua pemeriksaan tersebut sebaiknya dikerjakan setelah dilakukan
kolostomi. 5,6
Foto sakral perlu dilakukan untuk melihat sakrum, posteroanterior dan lateral.
Dilakukan untuk memastikan rasio sakral dan untuk melihat ada tidaknya defek pada sakral,
hemivertebra dan massa presacral. Hal ini dilakukan sebelum operasi abdomen, untuk
memeriksa saluran kemih dan untuk melihat ada tidaknya massa lain. Dilakukan sebelum
operasi dan harus diulang setelah 72 jam karena USG yang lebih awal menemukan sebab
awal ultrasonography mungkin tidak cukup untuk mengesampingkan hydronephrosis akibat
vesicoureteral reflux. 5,6
Pemeriksaan seperti USG spinal atau MRI, serta CT scan, banyak diperlukan anak
dengan atresia ani yang juga memiliki kelainan pada tethered spinal cord. 5,6

10. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan atresia ani tergantung klasifikasinya. Pada atresia ani letak tinggi
harus dilakukan kolostomi terlebih dahulu. Pada beberapa waktu lalu penanganan atresia ani
menggunakan prosedur abdominoperineal pullthrough, tapi metode ini banyak menimbulkan
inkontinen feses dan prolaps mukosa usus yang lebih tinggi. Pena dan Defries pada tahun
1982 memperkenalkan metode operasi dengan pendekatan postero sagital anorektoplasti,
yaitu dengan cara membelah muskulus sfingter eksternus dan muskulus levator ani untuk
memudahkan mobilisasi kantong rektum dan pemotongan fistel.7,8
Keberhasilan penatalaksanaan atresia ani dinilai dari fungsinya secara jangka panjang,
meliputi anatomisnya, fungsi fisiologisnya, bentuk kosmetik serta antisipasi trauma psikis.
Untuk menangani secara tepat, harus ditentukankan ketinggian akhiran rektum yang dapat
ditentukan dengan berbagai cara antara lain dengan pemeriksaan fisik, radiologis dan USG.
Komplikasi yang terjadi pasca operasi banyak disebabkan oleh karena kegagalan menentukan
letak kolostomi, persiapan operasi yang tidak adekuat, keterbatasan pengetahuan anatomi,
serta ketrampilan operator yang kurang serta perawatan post operasi yang buruk. Dari
berbagai klasifikasi penatalaksanaannya berbeda tergantung pada letak ketinggian akhiran
rektum dan ada tidaknya fistula.8
Leape (1987) menganjurkan pada:
1 Atresia letak tinggi dan intermediet dilakukan sigmoid kolostomi atau TCD dahulu,
setelah 6 –12 bulan baru dikerjakan tindakan definitif (PSARP).
2 Atresia letak rendah dilakukan perineal anoplasti, dimana sebelumnya dilakukan tes
provokasi dengan stimulator otot untuk identifikasi batas otot sfingter ani ekternus.
3 Bila terdapat fistula dilakukan cut back incicion.
4 Pada stenosis ani cukup dilakukan dilatasi rutin, berbeda dengan Pena dimana
dikerjakan minimal PSARP tanpa kolostomi.

Pena secara tegas menjelaskan bahwa pada atresia ani letak tinggi dan intermediet
dilakukan kolostomi terlebih dahulu untuk dekompresi dan diversi. Operasi definitif setelah 4
– 8 minggu. Saat ini teknik yang paling banyak dipakai adalah posterosagital anorektoplasti,
baik minimal, limited atau full postero sagital anorektoplasti.
Penatalaksanaan malformasi anorektal

Gambar 13. Algoritma penatalaksanaan malformasi anorektal pada neonatus laki-laki

Dengan inspeksi perineum dapat ditentukan adanya malformasi anorektal pada 95%
kasus malformasi anorektal pada bayi perempuan. Prinsip penatalaksanaan malformasi
anorektal pada bayi perempuan hampir sama dengan bayi laki-laki.
Penatalaksanaan malformasi anorektal pada bayi perempuan.

Gambar 14. Algoritma penatalaksanaan malformasi anorektal pada neonatus perempuan

Anoplasty
PSARP adalah metode yang ideal dalam penatalaksanaan kelainan anorektal. Jika
bayi tumbuh dengan baik, operasi definitif dapat dilakukan pada usia 3 bulan. Kontrindikasi
dari PSARP adalah tidak adanya kolon. Pada kasus fistula rektovesikal, selain PSARP,
laparotomi atau laparoskopi diperlukan untuk menemukan memobilisasi rektum bagian distal.
Demikian juga pada pasien kloaka persisten dengan saluran kloaka lebih dari 3 cm.

11. Prognosis
Prognosis baik apabila gejala obstruksi segera diatasi. Penyulit pasca bedah seperti
kebocoran anastomosis, atau striktur anastomosis umumnya dapat diatasi. 3,4
DAFTAR PUSTAKA

1. De Jong, Sjamsuhidajat. 2010. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: EGC.


2. Oldham K, Colombani P, Foglia R, Skinner M. principles and Practice of Pediatric
Surgery Vol.2. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins, 2010; 1395-1434.
3. Grosfeld J, O’Neill J, Coran A, Fonkalsrud E. Pediatric Surgery 6th edition.
Philadelphia: Mosby elseivier, 2009; 1566-99.
4. Levitt MA, Pena A. Anorectal Malformation. In : Coran A.G, Adzick N.S, Krummel
T.M, Leberge J.M, Caldamone A, Shamberger R, editors. Pediatric Surgery. 7th ed.
Philadelphia: 2012; 103.p.1289-1309.
5. Daradka, H. “Surgical Repair of Atresia Ani (imperforate anus) in Newborn Kids”
2013. Available from : http://journals.ju.edu.jo/JJAS/article/view/4290/3174.
Accessed on: 19 September 2016.
6. Alamo L, Meyrat B. “Anorectal Malformations: Finding the Pathway out of the
Labyrinth” 2013. Pediatric Imaging, Vol 33 No 2. Available from :
http://pubs.rsna.org/doi/pdf/10.1148/rg.332125046. Accessed on: 19 September
2016.
7. University of Michigan. “Imperforate Anus” 2012. Departement of Surgery
University of Michigan. Available from :
http://www.medcyclopaedia.com/library/topics/volume_vii/a/anorectalmalformation.
Accessed on: 19 September 2016.
8. Malueka, RG. 2008. Radiologi Diagnostik. Jogjakarta: Pustaka Cendekia
9. Arnold G.coran. N, Scott adzick. Thomas M,krummel. Jean Martin L. Anthony
Caldamone, Robert Shamberger. Pediatric Surgery seventh edition. Vol 1; 2012.
Department of Pediatrics Surgery. United States of America.
10. Surgery in Africa. “Newborn Management of Anorectal Malformations” 2009.
Available from:
http://www.ptolemy.ca/members/current/Newborn%20Anorectal%20Malformations.
Accessed on: 19 September 2016

You might also like