You are on page 1of 20

1.

Anatomi Konjungtiva
Konjungtiva merupakan membran yang menutupi sclera dan kelopak mata
bagian belakang.Berbagai macam obat mata dapat diserap melalui konjungtiva.
Konjungtiva terdiri atas tiga bagian, yaitu :
 Konjungtiva tarsal Konjungtiva bulbiKonjungtiva forniks
Pterigium mirip sayap, khususnya untuk lipatan selaput berbentuk segitiga yang
abnormal dalam fisura interpalpebralis, yang membentang dari konjungtiva ke
kornea, bagian puncak (apeks) lipatan ini menyatu dengan kornea sehingga tidak
dapat digerakkan sementara bagian tengahnya melekat erat pada sclera, dan
kemudian bagian dasarnya menyatu dengan konjungtiva. American Academy
of Ophthalmology, pterygium adalah poliferasi jaringan subconjunctiva berupa
granulasi fibrovaskular dari (sebelah) nasal konjuntiva bulbar yang
berkembang menuju kornea hingga akhirnya menutupi permukaannya.
Berdasarkan beberapa faktor diantaranya :
1. Jenis Kelamin (Laki2)
2. Umur20-40
Pterigium diduga disebabkan iritasi kronis akibat debu, cahaya sinar matahari, dan
udara panas. Etiologinya diduga merupakan suatu neoplasma, radang, dan
degenerasi. Pterygium diduga merupakan fenomena iritatif akibat sinar ultraviolet,
pengeringan dan lingkungan dengan angin banyak. Faktor lain yang menyebabkan
pertumbuhan pterygium antara lain uap kimia, asap, debu dan benda-benda lain
yang terbang masuk ke dalam mata.
Patofisiologi
Konjungtiva bulbi selalu berhubungan dengan dunia luar. Kontak dengan
ultraviolet, debu, kekeringan mengakibatkan terjadinya penebalan dan
pertumbuhan konjungtiva bulbi yang menjalar ke kornea. Pterigium ini
biasanya bilateral, karena kedua mata mempunyai kemungkinan yang sama untuk
kontak dengan sinar ultraviolet, debu dan kekeringan. Semua kotoran pada
konjungtiva akan menuju ke bagian nasal, kemudian melalui pungtum
lakrimalis dialirkan ke meatus nasi inferior.
Gejala klinis pterigium pada tahap awal biasanya ringan bahkan sering tanpa
keluhan sama sekali (asimptomatik). Beberapa keluhan yang sering dialami pasien
antara lain:
 mata sering berair dan tampak merah
 merasa seperti ada benda asing
 timbul astigmatisme akibat kornea tertarik oleh pertumbuhan pterigium
tersebut, biasanya astigmatisme with the rule ataupun astigmatisme
irreguler sehingga mengganggu penglihatan
 pada pterigium yang lanjut (derajat 3 dan 4) dapat menutupi pupil dan
aksis visual sehingga tajam penglihatan menurun.10
Adanya massa jaringan kekuningan akan terlihat pada lapisan luar mata (sclera)
pada limbus, berkembang menuju ke arah kornea dan pada permukaan kornea.
Sclera dan selaput lendir luar mata (konjungtiva) dapat merah akibat dari iritasi
dan peradangan.

A. Cap: Biasanya datar, terdiri atas zona abu-abu pada kornea yang kebanyakan terdiri atas fibroblast,

menginvasi dan menghancurkan lapisan bowman pada kornea

B. Whitish: Setelah cap, lapisan vaskuler tipis yang menginvasi kornea

C. Badan: Bagian yang mobile dan lembut, area yang vesikuler pada konjunctiva bulbi, area paling ujung

Berbentuk segitiga yang terdiri dari kepala (head) yang mengarah ke kornea
dan badan. Derajat pertumbuhan pterigium ditentukan berdasarkan bagian
kornea yang tertutup oleh pertumbuhan pterigium, dan dapat dibagi menjadi 4
(Gradasi klinis menurut Youngson ):
 Derajat 1 : Jika pterigium hanya terbatas pada limbus kornea
 Derajat 2 : Jika pterigium sudah melewati limbus kornea tetapi tidak
lebih dari 2 mm melewati kornea
 Derajat 3 : Jika pterigium sudah melebihi derajat dua tetapi tidak
melebihi pinggiran pupil mata dalam keadaan cahaya normal (diameter
pupil sekitar 3-4 mm)
 Derajat 4 : Jika pertumbuhan pterigium sudah melewati pupil
sehingga mengganggu penglihatan.10

Diagnosa
Penderita dapat melaporkan adanya peningkatan rasa sakit pada salah satu atau
kedua mata, disertai rasa gatal, kemerahan dan atau bengkak. Kondisi ini
mungkin telah ada selama bertahun-tahun tanpa gejala dan menyebar perlahan-
lahan, pada akhirnya menyebabkan penglihatan terganggu, ketidaknyamanan
dari peradangan dan iritasi. Sensasi benda asing dapat dirasakan, dan mata
mungkin tampak lebih kering dari biasanya. penderita juga dapat melaporkan
sejarah paparan berlebihan terhadap sinar matahari atau partikel debu.11

Test: Uji ketajaman visual dapat dilakukan untuk melihat apakah visus
terpengaruh. Dengan menggunakan slitlamp diperlukan untuk
memvisualisasikan pterygium tersebut.11 Dengan menggunakan sonde
di bagian limbus, pada pterigium tidak dapat dilalui oleh sonde seperti
pada pseudopterigium.10

Diagnosa Banding
1. Pinguekula
Penebalan terbatas pada konjungtiva bulbi, berbentuk nodul yang
berwarna kekuningan.6
2. Pseudopterigium
Pterigium umumnya didiagnosis banding dengan pseudopterigium yang
merupakan suatu reaksi dari konjungtiva oleh karena ulkus kornea. Pada
pengecekan dengan sonde, sonde dapat masuk di antara konjungtiva dan kornea.
Pseudopterigium merupakan perlekatan konjungtiva dengan kornea yang cacat
akibat ulkus. Sering terjadi saat proses penyembuhan dari ulkus kornea, dimana
konjungtiva tertarik dan menutupi kornea. Pseudopterigium dapat ditemukan
dimana saja bukan hanya pada fissura palpebra seperti halnya pada pterigium.
Pada pseudopterigium juga dapat diselipkan sonde di bawahnya sedangkan pada
pterigium tidak. Pada pseudopterigium melalui anamnesa selalu didapatkan
riwayat adanya kelainan kornea sebelumnya, seperti ulkus kornea. Selain
pseudopterigium, pterigium dapat pula didiagnosis banding dengan pannus dan
kista dermoid.6

Beda pterigium dengan pseudopterigium

Pterigium Pseudopterigium

Sebab Proses degeneratif Reaksi tubuh penyembuhan dari


luka bakar, GO, difteri, dll.

Sonde Tak dapat dimasukkan di bawahnya Dapat dimasukkan dibawahnya

Kekambuhan Residif Tidak

Usia Dewasa Anak

Terapi

1. Konservatif
Pada pterigium yang ringan tidak perlu di obati. Untuk pterigium derajat 1-
2 yang mengalami inflamasi, pasien dapat diberikan obat tetes mata
kombinasi antibiotik dan steroid 3 kali sehari selama 5-7 hari.
Diperhatikan juga bahwa penggunaan kortikosteroid tidak dibenarkan
pada penderita dengan tekanan intraokular tinggi atau mengalami kelainan
pada kornea.10
2. Bedah
Pada pterigium derajat 3-4 dilakukan tindakan bedah berupa avulsi
pterigium. Sedapat mungkin setelah avulsi pterigium maka bagian
konjungtiva bekas pterigium tersebut ditutupi dengan cangkok konjungtiva
yang diambil dari konjugntiva bagian superior untuk menurunkan angka
kekambuhan. Tujuan utama pengangkatan pterigium yaitu memberikan
hasil yang baik secara kosmetik, mengupayakan komplikasi seminimal
mungkin, angka kekambuhan yang rendah. Penggunaan Mitomycin C
(MMC) sebaiknya hanya pada kasus pterigium yang rekuren, mengingat
komplikasi dari pemakaian MMC juga cukup berat.10

A. Indikasi Operasi
1. Pterigium yang menjalar ke kornea sampai lebih 3 mm dari limbus
2. Pterigium mencapai jarak lebih dari separuh antara limbus dan tepi
pupil
3. Pterigium yang sering memberikan keluhan mata merah, berair dan
silau karena astigmatismus
4. Kosmetik, terutama untuk penderita wanita.6

B. Teknik Pembedahan
Tantangan utama dari terapi pembedahan pterigium adalah
kekambuhan, dibuktikan dengan pertumbuhan fibrovascular di limbus
ke kornea. Banyak teknik bedah telah digunakan, meskipun tidak ada
yang diterima secara universal karena tingkat kekambuhan yang
variabel. Terlepas dari teknik yang digunakan, eksisi pterigium adalah
langkah pertama untuk perbaikan. Banyak dokter mata lebih memilih
untuk memisahkan ujung pterigium dari kornea yang mendasarinya.
Keuntungan termasuk epithelisasi yang lebih cepat, jaringan parut
yang minimal dan halus dari permukaan kornea.1
1. Teknik Bare Sclera
Melibatkan eksisi kepala dan tubuh pterygium, sementara
memungkinkan sclera untuk epitelisasi. Tingkat kekambuhan
tinggi, antara 24 persen dan 89 persen, telah didokumentasikan
dalam berbagai laporan.1
2. Teknik Autograft Konjungtiva
Memiliki tingkat kekambuhan dilaporkan serendah 2 persen dan
setinggi 40 persen pada beberapa studi prospektif. Prosedur ini
melibatkan pengambilan autograft, biasanya dari konjungtiva
bulbar superotemporal, dan dijahit di atas sclera yang telah di
eksisi pterygium tersebut.

Cangkok Membran Amnion

Mencangkok membran amnion juga telah digunakan untuk


mencegah kekambuhan pterigium. Meskipun keuntungkan dari
penggunaan membran amnion ini belum teridentifikasi, sebagian
besar peneliti telah menyatakan bahwa itu adalah membran
amnion berisi faktor penting untuk menghambat peradangan dan
fibrosis dan epithelialisai. Membran Amnion biasanya
ditempatkan di atas sklera , dengan membran basal menghadap ke
atas dan stroma menghadap ke bawah.

Untuk mencegah terjadi kekambuhan setelah operasi, dikombinasikan


dengan pemberian:
1. Mitomycin C 0,02% tetes mata (sitostatika) 2x1 tetes/hari selama
5 hari, bersamaan dengan pemberian dexamethasone 0,1% : 4x1
tetes/hari kemudian tappering off sampai 6minggu.
2. Mitomycin C 0,04% (o,4 mg/ml) : 4x1 tetes/hari selama 14 hari,
diberikan bersamaan dengan salep mata dexamethasone.
3. Sinar Beta.
4. Topikal Thiotepa (triethylene thiophosphasmide) tetes mata : 1
tetes/ 3 jam selama 6minggu, diberikan bersamaan dengan salep
antibiotik Chloramphenicol, dan steroidselama 1 minggu.6

Komplikasi
1. Komplikasi dari pterigium meliputi sebagai berikut
 Gangguan penglihatan-Mata kemerahan
 Iritasi
 Gangguan pergerakan bola mata.
 Timbul jaringan parut kronis dari konjungtiva dan kornea
 Dry Eye sindrom. 3
2. Komplikasi post-operatif bisa sebagai berikut:
 Infeksi
 Ulkus kornea
 Graft konjungtiva yang terbuka
 Diplopia
 Adanya jaringan parut di kornea. 3

Yang paling sering dari komplikasi bedah pterigium adalah kekambuhan.


Eksisi bedah memiliki angka kekambuhan yang tinggi, sekitar 50-80%. Angka
ini bisa dikurangi sekitar 5-15% dengan penggunaan autograft dari konjungtiva
atau transplant membran amnion pada saat eksisi.3
Follow up

Menilai adanya komplikasi post operasi, seperti diplopia akibat terpotongnya


musculus rectus oculi medial, ditemukan adanya perforasi kornea, penilaian
strabismus dari gerakan bola mata, pada graft konjuntivanya ada yang terbuka
atau tidaknya, dan tanda-tanda peradangan pada intraokuler akibat otot
terpotong.14

Prognosis
Pterigium adalah suatu neoplasma yang benigna. Umumnya prognosis baik.
Kekambuhan dapat dicegah dengan kombinasi operasi dan sitotastik tetes mata
atau beta radiasi.6

Faktor resiko yang mempengaruhi pterigium adalah lingkungan yakni


radiasi UV matahari, iritasi kronik dari bahan tertentu di udara, dan faktor
herediter. 3,7
a. Radiasi Ultraviolet
Paparan sinar matahari, waktu di luar ruangan, penggunaan kacamata
dan topi mempengaruhi resiko terjadinya pterigium. Sinar ultraviolet
diabsorbsi kornea dan konjungtiva mengakibatkan kerusakan sel dan
proliferasi sel.3,7
b. Faktor Genetik
Berdasarkan penelitian case control menunjukkan riwayat keluarga dengan
pterigium, kemungkinan diturunkan secara autosomal dominan. 3,7
c. Faktor lain
Iritasi kronik atau inflamasi yang terjadi pada area limbus atau perifer
kornea merupakan pendukung terjadinya teori keratitis kronik dan
terjadinya limbal defisiensi, dan saat ini merupakan teori baru patogenesis
dari pterigium. Debu, kelembaban yang rendah, dan trauma kecil dari bahan
partikel tertentu, dry eyes, dan virus papiloma juga diduga sebagai penyebab
dari pterigium.3,7

Ultraviolet adalah mutagen untuk p53 tumor suppressor gene pada limbal
basal stem cell. Tanpa apoptosis, transforming growth factor-beta overproduksi
dan menimbulkan kolagenase meningkat, sel-sel bermigrasi dan angiogenesis.
Akibatnya terjadi perubahan degenerasi kolagen dan terlihat jaringan subepitelial
fibroveskular. Jaringan subkonjungtiva terjadi degenerasi elastoic dan proliferasi
jaringan granulasi vaskular di bawah epitelium yang akhirnya menembus kornea
terdapat pada lapisan membran bowman oleh pertumbuhan jaringan fibrovaskular,
sering dengan inflamasi ringan. Epitel dapat normal, tebal atau tipis dan kadang
terjadi displasia.7,8
Limbal stem cell adalah sumber regenerasi epitel kornea. Pada keadaan
defisiensi limbal ada pertumbuhan konjungtiva ke kornea, vaskularisasi, inflamasi
kronis, kerusakan membran basement, dan pertumbuhan jaringan fibrotik. Tanda
ini juga ditemukan pada pterigium dan karena itu banyak penelitian menunjukkan
bahwa perigium merupakan manifestasi dari defisiensi atau disfungsi localized
interpalpebral limbal stem cell. Kemungkinan akibat sinar ultraviolet terjadi
kerusakan stem cell di daerah interpalpebra.8,9

Pemisahan fibroblas dari jaringan pterigium menunjukkan perubahan


fenotif, pertumbuhan banyak lebih baik pada media yang mengandung serum
dengan konsentrasi rendah dibanding dengan fibroblas konjungtiva normal.
Lapisan fibroblas pada bagian pterigium menunjukkan proliferasi sel yang
berlebihan. Pada fibroblas pterigium menunjukkan matrix metalloproteinase, di
mana matrix tersebut adalah matrix ekstraseluler yang berfungsi untuk jaringan
yang rusak, penyenbuhan luka, mengubah bentuk dan fibroblas pterigium bereaksi
terhadap TGF-β (transforming growth factor-β) berbeda dengan jaringan
konjungtiva normal, bFGF (basic fibroblast growth factor) yang berlebihan, TNF-
α (tumor necrosis factor-α) dan IGF II. Hal ini menjelaskan bahwa pterigium
cenderung terus tumbuh, invasi ke stroma kornea dan terjadi fibrovaskular dan
inflamasi.8,9

Dengan menggunakan anterior segmen fluorescein agiografi ditemukan


peningkatan area nonperfusi dan penambahan pembuluh darah di nasal limbus
selama fase awal pterigium. Sirkulasi CD 4+ MNCs dan c-kit+ MNCs meningkat
pada pterigium dibanding dengan konjungtiva normal. Sitokin lokal dan sistemik,
SP (substance P), VEGF (Vascular endothelial growth Factor) dan SCF (Stem
Cell Factor) pada pterigium meningkat, berhubungan dengan CD 34+ dan C kit+
MNC. Hal ini menunjukkan pada pterigium terlibat pertumbuhan EPCs
(Endothelial Progenitor Cells) dan hipoksia okular yang merupakan faktor
pencetus neovaskularisasi dengan mengambil EPCs yang berasal dari sumsum
tulang melalui produksi sitokin lokal dan sistemik.7,8
1. Anamnesis
Identitas pasien sangat perlu untuk ditanyakan. Selain sebagai data
administrasi dan data awal pasien, identitas tertentu juga sangat perlu untuk
mengetahui faktor resiko pterigium. Pterigium lebih sering pada kelompok
usia 20-30 tahun dan jenis kelamin laki-laki. Riwayat pekerjaan juga sangat
perlu ditanyakan untuk mengetahui kecenderungan pasien terpapar sinar
matahari.3
Pterigium umumnya asimptomatis atau akan memberikan keluhan
berupa mata sering berair dan tampak merah dan mungkin menimbulkan
astigmatisma yang memberikan keluhan gangguan penglihatan. Pada kasus
berat dapat menimbulkan diplopia. Biasanya penderita mengeluhkan adanya
sesuatu yang tumbuh di kornea dan khawatir akan adanya keganasan atau
alasan kosmetik. Keluhan subjektif dapat berupa rasa panas, gatal, ada yang
mengganjal.1,3

2. Pemeriksaan Fisik
Tajam penglihatan dapat normal atau menurun. Pterigium muncul
sebagai lipatan berbentuk segitiga pada konjungtiva yang meluas ke kornea
pada daerah fisura interpalpebralis. Deposit besi dapat dijumpai pada bagian
epitel kornea anterior dari kepala pterigium (stoker’s line). Kira-kira 90%
pterigium terletak di daerah nasal. Perluasan pterigium dapat sampai medial
dan lateral limbus sehingga menutupi visual axis, menyebabkan penglihatan
kabur. Gangguan penglihatan terjadi ketika pterigium mencapai pupil atau
menyebabkan kornea astigmatisme pada tahap regresif.
Pterigium dibagi menjadi tiga bagian yaitu: body, apex (head), dan cap.
Bagian segitiga yang meninggu pada pterigium dengan dasarnya ke arah
limbus disebut body, bagian atasnya disebut apex, dan bagian belakang
disebut cap. Subepitelial cap atau halo timbul pada tengah apex dan
membentuk batas pinggir pterigium.1,3,5,7
Dalam penegakan diagnosis pterigium, sangat penting ditentukan
derajat atau klasifikasi pterigium tersebut. Klasifikasi pterigium dibagi
menjadi beberapa kelompok yaitu:
a. Berdasarkan perjalanan penyakit
1). Progresif pterigium: tebal dan vaskular dengan beberapa infiltrat di
kornea di depan kepala pterigium (disebut cap dari pterigium)
2). Regresif pterigium: tipis, atrofi, sedikit vaskular. Akhirnya menjadi
bentuk membran tetapi tidak pernah hilang.
b. Berdasarkan luas pterigium
1). Derajat I : jika hanya terbatas pada limbus kornea
2). Derajat II : jika sudah melewati limbus tetapi tidak melebihi dari 2 mm
melewati kornea
3). Derajat III : jika telah melebihi derajat 2 tetapi tidak melebihi pinggir
pupil mata dalam keadaan cahaya (pupil dalam keadaan normal
sekitar 3-4 mm)
4). Derajat IV : jika pertumbuhan pterigium sudah melewati pupil
sehingga mengganggu penglihatan8

Gambar 3. Pterigium grade III, di mana pterigium telah melewati kornea


lebih dari 2mm, namun belum melewati pupil. (sumber: www.icoph.org)

c. Berdasarkan pemeriksaan pembuluh darah dengan slitlamp


1). T1 (atrofi): pembuluh darah episkleral jelas terlihat
2). T2 (intermediate): pembuluh darah episkleral sebagian terlihat
3). T3 (fleshy, opaque): pembuluh darah tidak jelas
Secara klinis pterigium dapat dibedakan dengan pinguekula dan
pseudopterigium.

Pembeda Pterigium Pinguekula Pseudopterigium


Definisi Jaringan Benjolan pada Perlengketan
fibrovaskular konjungtiva konjungtiba bulbi
konjungtiva bulbi dengan kornea yang
bulbi berbentuk cacat
segitiga
Warna Putih Putih-kuning Putih kekuningan
kekuningan keabu-abuan
Letak Celah kelopak Celah kelopak Pada daerah
bagian nasal mata terutama konjungtiva yang
atau temporal bagian nasal terdekat dengan
yang meluas ke proses kornea
arah kornea sebelumnya
6♂:♀ ♂>♀ ♂=♀ ♂=♀
Progresif Sedang Tidak Tidak
Reaksi Tidak ada Tidak ada Ada
kerusakan
permukaan
kornea
sebelumnya
Pembuluh Lebih menonjol Menonjol Normal
darah
konjungtiva
Sonde Tidak dapat Tidak dapat Dapat diselipkan di
diselipkan diselipkan bawah lesi karena
tidak melekat pada
limbus
Puncak Ada pulau- Tidak ada Tidak ada (tidak
pulau Funchs ada head, cap,
(bercak kelabu) body)
3. Penatalaksanaan Pterigium
Prinsip penanganan pterigium dibagi 2, yaitu cukup dengan pemberian
obat-obatan jika pterygium masih derajat 1 dan 2, sedangkan tindakan bedah
dilakukan pada pterygium yang melebihi derajat 2. Tindakan bedah juga
dipertimbangkan pada pterigium derajat 1 atau 2 yang telah mengalami
gangguan penglihatan. Pengobatan tidak diperlukan karena bersifat rekuren,
terutama pada pasien yang masih muda. Bila pterigium meradang dapat
diberikan steroid atau suatu tetes mata dekongestan. Lindungi mata yang
terkena pterigium dari sinar matahari, debu dan udara kering dengan
kacamata pelindung. Bila terdapat tanda radang beri air mata buatan bila
perlu dapat diberikan steroid . Bila terdapat delen (lekukan kornea) beri air
mata buatan dalam bentuk salep. Bila diberi vasokonstriktor maka perlu
control dalam 2 minggu dan bila telah terdapat perbaikan pengobatan
dihentikan.1
Indikasi untuk eksisi pterigium adalah ketidaknyamanan yang menetap
termasuk gangguan penglihatan, ukuran pterigium >3-4 mm, pertumbuhan
yang progresif menuju tengah kornea atau visual axis dan adanya gangguan
pergerakan bola mata. Eksisi pterigium bertujuan untuk mencapai keadaan
normal yaitu gambaran permukaan bola mata yang licin. Teknik bedah yang
sering digunakan untuk mengangkat pterigium adalah dengan menggunakan
pisau yang datar untuk mendiseksi pterigium ke arah limbus. Walaupun
memisahkan pterigium dengan bare sclera ke arah bawah pada limbus lebih
disukai, namun tidak perlu memisahkan jaringan tenon secara berlebihan di
daerah medial, karena kadang-kadang dapat timbul perdarahan oleh karena
trauma tidak disengaja di daerah jaringan otot. Setelah dieksisi, kauter sering
digunakan untuk mengontrol perdarahan.6,8
Pada pterigium derajat 3-4 dilakukan tindakan bedah berupa avulsi
pterigium. Sedapat mungkin setelah avulsi pterigium maka bagian
konjungtiva bekas pterigium tersebut ditutupi dengan cangkok konjungtiva
yang diambil dari konjugntiva bagian superior untuk menurunkan angka
kekambuhan. Tujuan utama pengangkatan pterigium yaitu memberikan hasil
yang baik secara kosmetik, mengupayakan komplikasi seminimal mungkin,
angka kekambuhan yang rendah. Penggunaan Mitomycin C (MMC)
sebaiknya hanya pada kasus pterigium yang rekuren, mengingat komplikasi
dari pemakaian MMC juga cukup berat.10
A. Patofisiologis
Terjadinya pterygium sangat berhubungan erat dengan paparan sinar
matahari, walaupun dapat pula disebabkan oleh udara yang kering, inflamasi, dan
paparan terhadap angin dan debu atau iritan yang lain. UV-B merupakan faktor
mutagenik bagi tumor supressor gene p53 yang terdapat pada stem sel basal di
limbus. Ekspresi berlebihan sitokin seperti TGF-β dan VEGF (vascular
endothelial growth factor) menyebabkan regulasi kolagenase, migrasi sel, dan
angiogenesis.
Akibatnya terjadi perubahan degenerasi kolagen dan terlihat jaringan
subepitelial fibrovaskular. Jaringan subkonjungtiva mengalami degenerasi
elastoid (degenerasi basofilik) dan proliferasi jaringan granulasi fibrovaskular di
bawah epitel yaitu substansia propia yang akhirnya menembus kornea. Kerusakan
kornea terdapat pada lapisan membran Bowman yang disebabkan oleh
pertumbuhan jaringan fibrovaskular dan sering disertai dengan inflamasi ringan.
Kerusakan membran Bowman ini akan mengeluarkan substrat yang diperlukan
untuk pertumbuhan pterygium. Epitel dapat normal, tebal atau tipis dan kadang
terjadi displasia.
Limbal stem cell adalah sumber regenerasi epitel kornea. Pada keadaan
defisiensi limbal stem cell, terjadi konjungtivalisasi pada permukaan kornea.
Gejala dari defisiensi limbal adalah pertumbuhan konjungtiva ke kornea,
vaskularisasi, inflamasi kronis, kerusakan membran basement dan pertumbuhan
jaringan fibrotik. Tanda ini juga ditemukan pada pterygium dan oleh karena itu
banyak penelitian yang menunjukkan bahwa pterygium merupakan manifestasi
dari defisiensi atau disfungsi localized interpalpebral limbal stem cell. Pterygium
ditandai dengan degenerasi elastotik dari kolagen serta proliferasi fibrovaskuler
yang ditutupi oleh epitel. Pada pemeriksaan histopatologi daerah kolagen
abnormal yang mengalami degenerasi elastolik tersebut ditemukan basofilia
dengan menggunakan pewarnaan hematoxylin dan eosin, Pemusnahan lapisan
Bowman oleh jaringan fibrovascular sangat khas. Epitel diatasnya biasanya
normal, tetapi mungkin acanthotic, hiperkeratotik, atau bahkan displastik dan
sering menunjukkan area hiperplasia dari sel goblet.

B. Klasifikasi
Pterygium dapat dibagi ke dalam beberapa klasifikasi berdasarkan tipe,
stadium, progresifitasnya dan berdasarkan terlihatnya pembuluh darah episklera ,
yaitu:
1. Berdasarkan Tipenya pterygium dibagi atas 3 :
Tipe I: Pterygium kecil, dimana lesi hanya terbatas pada limbus atau
menginvasi kornea pada tepinya saja. Lesi meluas < 2 mm dari kornea. Stocker’s
line atau deposit besi dapat dijumpai pada epitel kornea dan kepala pterygium.
Lesi sering asimptomatis, meskipun sering mengalami inflamasi ringan. Pasien
yang memakai lensa kontak dapat mengalami keluhan lebih cepat.
Tipe II: disebut juga pterygium tipe primer advanced atau ptrerigium
rekuren tanpa keterlibatan zona optik. Pada tubuh pterygium sering nampak
kapiler-kapiler yang membesar. Lesi menutupi kornea sampai 4 mm, dapat
primer atau rekuren setelah operasi, berpengaruh dengan tear film dan
menimbulkan astigmat.
Tipe III: Pterygium primer atau rekuren dengan keterlibatan zona optik.
Merupakan bentuk pterygium yang paling berat. Keterlibatan zona optik
membedakan tipe ini dengan yang lain. Lesi mengenai kornea > 4 mm dan
mengganggu aksis visual. Lesi yang luas khususnya pada kasus rekuren dapat
berhubungan dengan fibrosis subkonjungtiva yang meluas ke forniks dan
biasanya menyebabkan gangguan pergerakan bola mata serta kebutaan.

2. Berdasarkan stadium pterygium dibagi ke dalam 4 stadium yaitu:


Stadium I: jika pterygium hanya terbatas pada limbus kornea.
Stadium II: jika pterygium sudah melewati limbus dan belum mencapai pupil,
tidak lebih dari 2 mm melewati kornea.
Stadium III: jika pterygium sudah melebihi stadium II tetapi tidak melebihi
pinggiran pupil mata dalam keadaan cahaya normal (diameter pupil sekitar 3-4
mm).
Stadium IV: jika pertumbuhan pterygium sudah melewati pupil sehingga
mengganggu penglihatan.

3. Berdasarkan perjalanan penyakitnya, pterygium dibagi menjadi 2 yaitu:


- Pterygium progresif : tebal dan vaskular dengan beberapa infiltrat di kornea
di depan kepala pterygium (disebut cap dari pterygium).
- Pterygium regresif : tipis, atrofi, sedikit vaskular. Akhirnya menjadi bentuk
membran, tetapi tidak pernah hilang.

C. Manifestasi Klinis
 Mata irritatatif, merah dan mungkin menimbulkan astigmatisme.
 Kemunduran tajam penglihatan akibat pteregium yang meluas ke kornea (Zone
Optic).
 Dapat diserati keratitis Pungtata, delen (Penipisan kornea akibat kering) dan garis
besi yang terletak di ujung pteregium.
D. Diagnosis
1. Anamnesis

Pada anamnnesis didapatkan adanya keluhan pasien seperti mata merah,


gatal, mata sering berair, ganguan penglihatan. Selain itu perlu juga ditanyakan
adanya riwayat mata merah berulang, riwayat banyak bekerja di luar ruangan
pada daerah dengan pajanan sinar mathari yang tinggi, serta dapat pula
ditanyakan riwayat trauma sebelumnya.

2. Pemeriksaaan fisik

Pada inspeksi pterygium terlihat sebagai jaringan fibrovaskular pada


permukaan konjuntiva. Pterygium dapat memberikan gambaran yang vaskular
dan tebal tetapi ada juga pterygium yang avaskuler dan flat. Perigium paling
sering ditemukan pada konjungtiva nasal dan berekstensi ke kornea nasal, tetapi
dapat pula ditemukan pterygium pada daerah temporal.

3. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan tambahan yang dapat dilakukan pada pterygium adalah
topografi kornea untuk menilai seberapa besar komplikasi berupa astigmtisme
ireguler yang disebabkan oleh pterygium.

Menurut Ziegler:

1. Mengganggu visus
2. Mengganggu pergerakan bola mata
3. Berkembang progresif
4. Mendahului suatu operasi intraokuler
5. Kosmetik

Menurut Guilermo Pico:

1. Progresif, resiko rekurensi > luas


2. Mengganggu visus
3. Mengganggu pergerakan bola mata
4. Masalah kosmetik
5. Di depan apeks pterygium terdapat Grey Zone
6. Pada pterygium dan kornea sekitarnya ada nodul pungtata
7. Terjadi kongesti (klinis) secara periodik

Pada prinsipnya, tatalaksana pterygium adalah dengan tindakan operasi. Ada


berbagai macam teknik operasi yang digunakan dalam penanganan pterygium di
antaranya adalah:
1. Bare sclera : bertujuan untuk menyatukan kembali konjungtiva dengan permukaan
sklera. Kerugian dari teknik ini adalah tingginya tingkat rekurensi pasca pembedahan
yang dapat mencapai 40-75%.
2. Simple closure : menyatukan langsung sisi konjungtiva yang terbuka, diman teknik ini
dilakukan bila luka pada konjuntiva relatif kecil.
3. Sliding flap : dibuat insisi berbentuk huruf L disekitar luka bekas eksisi untuk
memungkinkan dilakukannya penempatan flap.
4. Rotational flap : dibuat insisi berbentuk huruf U di sekitar luka bekas eksisi untuk
membentuk seperti lidah pada konjungtiva yang kemudian diletakkan pada bekas eksisi.
5. Conjungtival graft : menggunakan free graft yang biasanya diambil dari konjungtiva
bulbi bagian superior, dieksisi sesuai dengan ukuran luka kemudian dipindahkan dan
dijahit atau difiksasi dengan bahan perekat jaringan (misalnya Tisseel VH, Baxter
Healthcare, Dearfield, Illionis).
Tindakan pembedahan untuk eksisi pterygium biasanya bisa dilakukan pada
pasien rawat jalan dengan menggunakan anastesi topikal ataupun lokal, bila diperlukan
dengan memakai sedasi. Perawatan pasca operasi, mata pasien biasanya merekat pada
malam hari, dan dirawat memakai obat tetes mata atau salep mata antibiotika atau
antiinflamasi.

Kategori Terapi Medikamentosa

a. Pemakaian air mata artifisial (obat tetes topikal untuk membasahi mata) untuk
membasahi permukaan okular dan untuk mengisi kerusakan pada lapisan air mata.

Nama obat Merupakan obat tetes mata topikal atau


air mata artifisial (air mata penyegar, Gen
Teal (OTC)—air mata artifisial akan
memberikan pelumasan pada permukaan
mata pada pasien dengan permukaan
kornea yang tak teratur dan lapisan
permukaan air mata yang tak teratur.
Keadaan ini banyak terjadi pada keadaan
pterygium.

Dosis dewasa 1 gtt empat kali sehari dan prn untuk


irritasi

Dosis anak-anak Berikan seperti pada orang dewasa

Kontra indikasi Bisa menyebabkan hipersensitivitas

Interaksi Tak ada (tak pernah dilaporkan ada


interaksi )

Untuk ibu hamil Derajat keamanan A untuk ibu hamil

Perhatian Bila gejala masih ada dan terus berlanjut


pemakaiannya
b. Salep untuk pelumas topikal – suatu pelumas yang lebih kental pada permukaan
okular

Nama obat Salep untuk pelumas mata topikal


(hypotears,P.M penyegar (OTC). Suatu
pelumas yang lebih kental untuk
permukaan mata. Sediaan ini cenderung
menyebabkan kaburnya penglihatan
sementara; oleh karena itu bahan ini
sering dipergunakan pada malam hari.

Dosis obatnya Pergunakan pada cul de sac inferior pada


mata yang terserang. Hs

Dosis anak-anak Sama dengan dewasa

Kontra indikasi Bisa menyebabkan terjadinya


hipersensitivitas

Interaksi Tidak ada

Untuk ibu hamil Tingkat keamanan A untuk ibu hamil

Perhatian Karena menyebabkan kabur penglihatan


sementara dan harus menghindari
aktivitas yang memerlukan penglihatan
jelas sampai kaburnya hilang.

c. Obat tetes mata anti – inflamasi – untuk mengurangi inflamasi pada permukaan
mata dan jaringan okular lainnya. Bahan kortikosteroid akan sangat membantu dalam
penatalaksanaan pterygium yang inflamasi dengan mengurangi pembengkakan
jaringan yang inflamasi pada permukaan okular di dekat jejasnya.

Nama obat Prednisolon asetat (Pred Forte 1%) –


suatu suspensi kortikosteroid topikal
yang dipergunakan untuk mengu-rangi
inflamasi mata. Pemakaian obat ini
harus dibatasi untuk mata dengan
inflamasi yang sudah berat yang tak
bisa disembuhkan dengan pelumas
topikal lain.
Dosis dewasa 1 gtt empat kali sehari pada mata yang
terserang, biasanya hanya 1- 2 minggu
dengan terapi yang terus menerus.

Dosis anak-anak Tidak boleh dipergunakan untuk anak-


anak oleh karena kasus pterygia sangat
jarang pada anak-anak

Kontra indikasi Pasien dengan riwayat kasus herpes


simpleks keratitis dentritis atau
glaukoma steroid yang responsif.

Interaksi Tak ada laporan interaksi

Kehamilan Tingkat keamanan B, biasanya aman


akan tetapi kegunaannya harus di
perhitungkan dengan resiko yang di
akibatkan

Perhatian Bisa diserap secara sistemik akan tetapi


efek samping sistemik biasanya tak
diketemukan pada pasien yang
mempergunakan obat tetes
mataprednisolon asetat topikal , yang
bisa diekskresi pada ASI yang sedang
menyusui.

Perawatan Lanjut pada Pasien Rawat Jalan

Sesudah operasi, eksisi pterygium, steroid topikal pemberiannya lebih di


tingkatkan secara perlahan-lahan. Pasien pada steroid topikal perlu untuk diamati, untuk

You might also like