You are on page 1of 4

Percutaneous Coronary Intervention

1. Definisi Percutaneous Coronary Intervention (PCI)


Percutaneous Coronary Intervention atau Intervensi Koroner Perkutan adalah suatu
teknik untuk menghilangkan trombus dan melebarkan pembuluh darah koroner yang
menyempit dengan memakai kateter balon dan seringkali dilakukan pemasangan stent.
Tindakan ini dapat menghilangkan penyumbatan dengan segera, sehingga aliran darah dapat
menjadi normal kembali, sehingga kerusakan otot jantung dapat dihindari (Majid, 2007).
2. Faktor risiko Percutaneous Coronary Intervention (PCI)
Faktor-faktor yang turut berperan dalam penyempitan pembuluh darah tersebut
mempengaruhi penyempitan pembuluh darah pada pasien. Faktor risiko tersebut ada yang dapat
diintervensi dan ada juga yang tidak dapat diintervensi.
Faktor risiko tidak dapat diintervensi meliputi :
1. Usia
Usia memiliki pengaruh dominan, angka kematian akibat penyakit jantung iskemik
meningkat setiap dekade bahkan sampai lanjut usia. Penyempitan biasanya belum nyata
secara klinis sampai usia pertengahan atau lebih, saat lesi di arteri mulai mencederai
organ. Antara usia 40 dan 60 tahun, insiden infark miokardium meningkat lima kali lipat.
2. Jenis kelamin
Bila faktor lain setara, laki-laki jauh lebih rentan terkena penyempitan pembuluh darah
dan akibatnya dibandingkan dengan perempuan. Infark miokardium dan penyulit lain
aterosklerosis jarang pada perempuan pramenopause, kecuali mereka memiliki
predisposisi diabetes, hiperlipidemia atau hipertensi berat.
Namun, setelah menopause insiden penyakit terkait aterosklerosis meningkat, mungkin
akibat menurunnya kadar estrogen alami, memang frekuensi infark miokardium pada
kedua jenis kelamin setara pada usia 70 sampai 80-an tahun. Terapi sulih hormon
pascamenopause sedikit banyak memberi perlindungan terhadap serangan aterosklerosis.
3. Riwayat keluarga
Predisposisi familial terhadap aterosklerosis dan penyakit jantung iskemik kemungkinan
besar bersifat poligenik. Pada sebagian kasus, predisposisi tersebut berkaitan dengan
berkumpulnya sekelompok faktor risiko lain, misalnya hipertensi atau diabetes,
sedangkan pada yang lain, predisposisi tersebut berkaitan dengan kelainan genetik dalam
metabolisme lipoprotein yang menyebabkan kadar lemak darah sangat tinggi, seperti
hiperkolesterolemia familial (Robbins, 2007).
Faktor risiko yang dapat diintervensi :
1. Merokok
Merokok adalah faktor risiko yang sudah terbukti pada laki-laki dan diperkirakan
merupakan penyebab peningkatan insiden dan keparahan aterosklerosis pada perempuan.
Merokok satu bungkus atau lebih per hari selama beberapa tahun dapat meningkatkan
angka kematian akibat penyakit jantung iskemik sampai 200%. Berhenti merokok
mengurangi risiko secara bermakna.
2. Hipertensi
Hipertensi adalah faktor utama untuk aterosklerosis pada semua usia. Laki-laki
berusia 45 sampai 62 tahun yang tekanan darahnya lebih dari 169/95 mmHg
memperlihatkan peningkatan risiko penyakit jantung iskemik lebih dari 5 kali lipat
dibandingkan dengan mereka yang tekanan darahnya 140/90 mmHg atau kurang. Baik
tingkat sistol maupun diastol, sama pentingnya dalam meningkatkan risiko. Terapi
antihipertensi mengurangi insiden penyakit terkait aterosklerosis, terutama stroke dan
penyakit jantung iskemik (Robbins, 2007).
3. Diabetes mellitus
Diabetes mellitus memicu hiperkolesterolemia dan peningkatan mencolok
predisposisi terjangkit aterosklerosis. Bila faktor lain setara, insiden infark miokardium
setara , insiden infark mikardium dua kali lebih besar pada pengidap diabetes daripada
yang tidak mengidap. Juga terjadi pengingkatan risiko terkena stroke dan, bahkan yang
lebih mencolok mungkin peningkatan seratus kali lipat risiko ganggren akibat
ateroskelrosis di ekstremitas bawah.
4. Hiperkolesterolemia
Hiperlipidemia adalah fakor risiko utama untuk aterosklerosis. Sebagian besar
bukti secara spesifik menunjukkan hiperkolesterolemia. Komponen utama serum total
yang menyebabkan peningkatan risiko adalah kolesterol lipoprotein densitas rendah
(LDL). Sebaliknya peningkatan kadar lipoprotein densitas tinggi (HDL) menurunkan
risiko. HDL diperkirakan berperan memobilisasi kolesterol dan atheroma yang sudah ada
memindahkan ke hati untuk diekskresikan ke empedu, sehingga molekul ini disebut
kolesterol baik.
Oleh karena itu, perhatian banyak dicurahkan pada metode farmakologik, dietetik
dan perilaku yang menurunkan LDL, dan meningkatkan HDL serum. Olahraga dan
konsumsi etanol dalam jumlah moderate meningkatkan kadar HDL, sedangkan obesitas
dan merokok menurunkannya. (Robbins, 2007)
3. Indikasi IKP
ACC/AHA mengklasifikasikan indikasi untuk dilakukannya tindakan PCI sebagai berikut :
1. Kelas I : kondisi dimana terdapat bukti dan atau kesepakatan yang mengatakan bahwa
tindakan tersebut bermanfaat dan efektif dilakukan.
2. Kelas II : kondisi dimana terdapat perbedaan pendapat tentang kegunaan dan efikasi
tindakan tersebut.
3. Kelas IIa: bukti atau pendapat mengatakan bahwa penelitian ini bermanfaat
4. Kelas IIb: manfaat tersebut kurang didukung oleh bukti ataupun pendapat.
5. Kelas III: kondisi dimana terdapat bukti dan atau kesepakatan yang mengatakan bahwa
prosedur tersebut tidak bermanfaat dan tidak efektif, serta pada beberapa kasus bias
menjadi sangat berbahaya (AHA, 2001).
Adapun indikasi dilakukannya IKP adalah sebagai berikut
1. Sindroma koroner akut tanpa peningkatan segmen ST (NSTEMI)
Diagnosis Non STEMI ditegakkan jika terdapat angina dan tidak disertai dengan elevasi
segmen ST yang persisten. Gambaran EKG pasien Non STEMI beragam, bisa berupa depresi
segmen ST, inversi gelombang T, gelombang T yang datar atau pseudo-normalization, atau
tanpa perubahan EKG saat presentasi. Untuk menegakkan diagnosis Non STEMI, perlu
dijumpai depresi segmen ST ≥ 0,5 mm di V1-V3 dan ≥ 1 mm di sandapan lainnya. Selain itu
dapat juga dijumpai elevasi segmen ST tidak persisten (<20 menit), dengan amplitudo lebih
rendah dari elevasi segmen ST pada STEMI. Inversi gelombang T yang simetris ≥ 2 mm
semakin memperkuat dugaan Non STEMI (Jeremias, 2009) .
Pada NSTEMI dan angina pectoris stabil tindakan PCI bertujuan untuk mengurangi
morbiditas dan mortalitas coroner.
Kriteria pasien berisiko tinggi adalah :
- Angina atau nyeri dada berulang pada keadaan istirahat
- Perubahan segmen ST yang dinamis ( depresi segmen > 0,1mv atau elevasi segmen ST
sementara <30 <0,1mv)
- Peningkatan nilat troponin I, troponin II, atau CKMB
- Pada observasi hemodinamis pasien tidak stabil
- Adanya takikardia ventrikel dan fibrilasi ventrikel
- Angina tidak stabil pada pasca infark dini
- Diabetes mellitus

Pasien yang tergolong pada kelompok berisiko tinggi mempunyai manfaat yang lebih
besar bila dilakukan IKP daripada kelompok risiko rendah. (Hassan, 2007)
2. Sindroma koroner akut dengan elevai segmen ST (STEMI)
Pada infark miokard dengan elevasi segmen ST, lokasi infark dapat ditentukan dari
perubahan EKG. Penentuan lokasi infark berdasarkan perubahan EKG. Diagnosis STEMI
ditegakkan jika ditemukan angina akut disertai elevasi segmen ST. Nilai elevasi segmen
ST bervariasi, tergantung kepada usia, jenis kelamin, dan lokasi miokard yang terkena.
Bagi pria usi a≥40 tahun, STEMI ditegakkan jika diperoleh elevasi segmen ST di V1-V3
≥ 2 mm dan ≥ 2,5 mm bagi pasien berusia < 40 tahun (Tedjasukmana, 2010). ST elevasi
terjadi dalam beberapa menit dan dapat berlangsung hingga lebih dari 2 minggu.
Stategi reperfusi IKP telah menjadi modalitas pengobatan yang sangat penting dari
STEMI dengan banyak mengalami pada tahun-tahun terakhir ini. Sedangkan terapi
trombolitik dimana dapat digunakan secara luas, mudah diberikan, dan tidak mahal tetap
merupakan pilihan alernatif. IKP telah terbukti lebih superior disbanding trombolitik
dalam pencapaian TIMI 3 flow (perfusi komplit), iskemik berlang sistemik, mortalitas 30
hari lebih baik dan insiden stroke pendarahan lebih rendah (AHA, 2001).
Berikut adalah algoritme indikasi dilakukannya IKP pada pasien sindroma koroner
akut dengan NSTEMI maupun STEMI (Sudoyo, 2007).

Pasien dengan
NSTEMI- sindroma
koroner akut

ASA/klopidogrel/heparin
Nitrat, beta bloker

Risiko tinggi Risiko rendah

Rx strategi invasif Rx strategi konservatif

Rx tes stress non invasif


Rx angio segera (2,5 jam) : Rx angio dini(48 jam):
inhibitor GPIIb/IIA tunda inhibitor GPIIb/III3a beri
tirofiban atau eptofibatide
GPIIb/IIA tunda PCI provisional Terapi
PCI provisional abciximab atau medik
abciximab atau eptifibatid
eptifibatid PCI + tirofiban
atau eptifibatid
diteruskan

Gambar 1. Algoritme IKP pada NSTEMI

You might also like