Professional Documents
Culture Documents
A. Filosofi
1. Pengertian Filosofi
Filosofi adalah filosofi berasal dari bahasa Yunani : philosophy yang berarti menyukai
kearifan “sesuatu yang memberikan gambaran dan berperan sebagai tantangan untuk
memahami dan menggunakan filosofi sebagai dasar untuk memberikan informasi dan
meningkatkan praktek tradisional” (Yanti, dkk. 2015 : 1).
Filosofi diartikan sebagai ilmu sesuatu tentang disekitar kita apa penyebabnya.
Anggapan tentang filosofi :
a. Elit; hanya untuk golongan tertentu, bukan untuk konsumsi umum.
b. Sulit; beberapa aspek dari filosofi sering dianggap sulit, kompleks dan berbelit-belit.
c. Obscure; dianggap sebagai hal yang tidak ada sangkut pautnya dengan kehidupan
sehari-hari.
d. Abstrak (tidak jelas); filosofi mencoba membangkitkan tingkat pengertian pada hal
tertentu yang dapat dhindari. Bagaimana fakta bahwa banyak filosofi adalah abstrak
tetapi tidak berarti bahwa hal tersebut tidak ada penerapan yang nyata.
Tinjauan Keilmuan :
a. Ontologi
Amsal Bahtiar menyatakan ontologi berasal dari kata ontos, yaitu sesuatu yang
berwujud. Ontologi merupakan teori tentang wujud, tentang sesorang hakikat yang ada.
Ontologi tidak berdasar pada alam nyata, tetapi berdasar pada logika semata-mata.
Ontologi membicarakan berkaitan dengan hakikat yang merupakan suatu realitas
kenyataan tentang sebenarnya, bukan kenyataan sementara, atau keadaan yang menipu
(Sudibyo, dkk. 2014 : 44).
Ontologi merupakan azas dalam menetapkan ruang lingkup wujud yang menjadi objek
penelaahan (objek ontologi atau objek formal pengetahuan) dan penafsiran tentang
hakekat realitas (metafisika) dari objek onkologi atau objek formal tersebut (Yanti, dkk.
2015 : 1).
Ruang lingkup ontologi :
1) Monoisme, hakikat asal dari sesuatu kenyataan itu merupakan satu. Paham ini telah
terbagi menjadi dua golongan :
a. Materialisme, aliran ini telah menganggap bahwa sumber yang berasal itu adalah
materi.
b. Idealisme, paham spiritualisme. Idealisme serba cipta dan spiritualisme serba roh.
Alasan aliran ini menyatakan bahwa hakikat benda aadalah roh, atau spirit
Nilai roh lebih tinggi dari dari pada badan, lebih tinggi nilainya dari materi bagi
kehidupan manusia.
Manusia lebih dapat memahami dirinya sendiri dari pada dunia luar dirinya.
Materi adalah kumpulan energi yang menempati ruang.
2) Dualisme, hakikat itu terdapat dua yaitu hakikat materi dan hakikat rohani, jasad, dan
spirit. Tokoh paham ini yaitu Descartes (1596-1650 M) sebagai filsafat modern,
Benedictus De Spinoza (1632-1677 M), dan Gitified Wilhelm Von Leibniz (1646-1716
M).
3) Pluralisme, paham yang menyatakan bahwa yang kenyataan alam ini tersusun dari
banyak unsur, lebih dari satu atau dua entitas. Tokohnya Anaxagoras dan Empedocles
yang menyatakan substansi yang terdiri dari 4 unsur yaitu tanah, air, api dan udara.
Tokoh modern yaitu William James (1842-1910 M) psikolog dan filosof Amerika
dalam bukunya “The Meaning of Truth” bahwa tiada kebenaran yang mutlak, yang
berlaku umum, yang bersifat tetap, yang berdiri sendiri, lepas dari akal yang mengenal.
4) Nihilisme, paham ini menyatakan 3 proposisi realitas yaitu
a. Tiada sesuatu pun yang eksis (realitas itu sebenarnya tidak ada)
b. Bila sesuatu itu ada ia tidak dapat diketahui
c. Sekalipun realitas itu dapat kita ketahui ia tidak akan dapat diberitahukan kepada
orang lain. Tokoh yang berpengaruh Gorgias (483-360 SM). Sedangkan tokoh
modern Ivan Turgeniev ( 1862 M) dari Rusia dan Friedrich Nietzsche (1844-1900
M) yang dilahirkan di Rocken Prusia dari kelaurga pendeta.
5) Agnostisisme, paham ini mengingkari kesanggupan manusia untuk mengetahui hakikat
benda maupun materi serta rohani. Agnostisisme merupakan paham pengingkaran dan
penyangkalan terhadap kemampuan manusia mengetahui hakikat benda baik materi
maupun rohani. Tokohnya Soren Kierkegaar (1813-1855 M) terkenal sebutan Bapak
Filsafat Eksistensialisme dan Martin Heidegger (1889-1976 M) filosof Jerman, serta
Jean Paul Sarte (1905-1980 M) filosof dan sastrawan Perancis yang Atheis.
b. Epistemologi
Epistemologi merupakan azas mengenai cara bagaimana materi pengetahuan diperoleh
dan disusun menjadi suatu tubuh pengetahuan (Yanti, dkk. 2015 : 2). Pendekatan
epistemologi tercermin secara operasional dalam metode ilmiah. Pada dasarnya metode
ilmiah merupakan cara ilmu memperoleh dan menyusun tubuh pengetahuannya
berdasarkan:
1) Kerangka pemikiran, yang bersifat logis yang beragumentasi yang bersifat konsisten
dengan pengetahan sebelumnya yang telah berhasil disusun.
2) Menjabarkan hipotesis yang merupakan deduksi dari kerangka pemikiran tersebut.
3) Melakukan verifikasi terhadap hipotesis termaksud untuk menguji kebenaran
pernyataan secara faktual. Secara akronim metode ilmiah terkenal sebagai logica-
hipotetico-verifikatif atau deducto-hypotetico-verifikatif.
c. Aksiologi
Aksiologi adalah Azas dalam menggunakan pengetahuan yang diperoleh dan disusun
dalam tubuh pengetahuan tersebut (Yanti, dkk. 2015 : 2).
Sebagai puncak pemikiran filsafatnya adalah pemikiran tentang negara, yang tertera
dalam polites dan Nomoi. Konsepnya mengenai etika sama seperti Socrates yakni
tujuan hidup manusia adalah hidup yang baik (eudaimonia atau well being). Menurut
Plato di dalam negara yang ideal terdapat tiga golongan, antara lain:
1) Golongan yang tertinggi (para penjaga dan para filsuf).
2) Golongan pembantu (prajurit yang bertugas untuk menjaga keamanan negara).
3) Golongan rakyat biasa (petani, pedagang, dan tukang).
Plato mengemukakan bahwa tugas seorang negarawan adalah mencipta keselarasan
semua keahlian dalam negara (polis) sehingga mewujudkan keseluruhan yang
harmonis. Apabila suatu negara telah mempunyai undang-undang dasar maka bentuk
pemerintahan yang tepat adalah monarki. Sementara itu, apabila suatu negara belum
mempunyai undang-undang dasar, bentuk pemerintahan yang paling tepat adalah
demokrasi.
Filsafat Plato dikenal sebagai idealisme dalam hal ajarannya bahwa kenyataan itu
tidak lain adalah proyeksi atau bayang-bayang/ bayangan dari suatu dunia “ide” yang
abadi belaka dan oleh karena itu yang ada nyata adalah “ide” itu sendiri. Karya-Karya
lainnya dari Plato sangat dalam dan luas meliputi logika, epistemologi, antropologi
(metafisika), teologi, etika, estetika, politik, ontologi dan filsafat alam.
Sedangkan Aristoteles sebagai murid Plato, dalam banyak hal sering tidak
setuju/berlawanan dengan apa yang diperoleh dari gurunya (Plato). Aristoteles lahir di
Stageira, Yunani Utara pada tahun 384 SM. Bagi Aristoteles “ide” bukanlah terletak
dalam dunia “abadi” sebagaimana yang dikemukakan oleh Plato, tetapi justru terletak
pada kenyataan atau benda-benda itu sendiri. Setiap benda mempunyai dua unsur yang
tidak dapat dipisahkan, yaitu materi (“hylé”) dan bentuk (“morfé”). Lebih jauh bahkan
dikatakan bahwa “ide” tidak dapat dilepaskan atau dikatakan tanpa materi, sedangkan
presentasi materi mestilah dengan bentuk. Dengan demikian maka bentuk-bentuk
“bertindak” di dalam materi, artinya bentuk memberikan kenyataan kepada materi dan
sekaligus adalah tujuan (finalis) dari materi. Karya-karya Aristoteles meliputi logika,
etika, politik, metafisika, psikologi, ilmu alam, Retorica dan poetika, politik dan
ekonomi. Pemikiran-pemikirannya yang sistematis tersebut banyak menyumbang
kepada perkembangan ilmu pengetahuan. Berikut ini beberapa pemikiran Aristoteles
yang terdiri dari:
1) Ajarannya tentang logika. Suatu pengertian memuat dua golongan, yaitu substansi
dan aksidensia dan dari dua golongan tersebut terurai menjadi sepuluh macam
kategori, yaitu :
a) Substansi (manusia, binatang).
b) Kuantitas (dua, tiga).
c) Kualitas (merah, baik).
d) Relasi (rangkap, separuh).
e) Tempat (di rumah, di pasar).
f) Waktu (sekarang, besok).
g) Keadaan (duduk, berjalan).
h) Mempunyai (berpakaian, bersuami).
i) Berbuat (memmbaca, menulis).
j) Menderita (terpotong, tergilas) sampai sekarang, Aristoteles dianggap sebagai
Bapak logika tradisional.
2) Ajarannya tentang sillogisme.
3) Ajarannya tentang pengelompokkan ilmu pengetahuan. Aritoteles mengelompokkan
ilmu pengetahuan menjadi tiga golongan.
4) Ajarannya tentang potensia dan dinamika. Hule adalah suatu unsur yang menjadi
permacaman. Sementara itu, morfe adalah unsur yang menjadi dasar kesatuan.
5) Ajarannya tentang pengenalan.
6) Ajarannya tentang etika.
7) Ajarannya tentang negara.
b. Jaman Kegelapan (Abad 12-13 M)
Jaman ini dikenal sebagai Abad Pertengahan. Filsafat pada jaman ini dikuasai oleh
pemikiran keagamaan yaitu Kristiani. Puncak dari filsafat Kristiani adalah Patristik (Lt.
“Patres”/Bapa-bapa Gereja) dan Skolastik Patristik. Skolastik Patristik dibagi menjadi
dua yaitu Patristik Yunani (Patristik Timur) dan Patristik Latin (Patristik Barat). Tokoh-
tokoh Patristik Yunani antara lain Clemens dari Alexandria (150-215), Origenes (185-
254). Gregorius dari Naziane (330-390), Basilius (330-379). Tokoh-tokoh dari Patristik
Latin antara lain Hilarius (315-367), Ambrosius (339-397), Hieronymus (347-420) dan
Augustinus (354-430). Ajaran dari para Bapa Gereja ini adalah falsafi-teologis. Ajaran
ini ingin memperlihatkan bahwa iman sesuai dengan pikiran-pikiran paling dalam dari
manusia.
Ajaran-ajaran ini banyak pengaruh dari plotinos. Pada jaman Skolastik pengaruh
Ploinus diambil alaih oleh Aristoteles. Pada masa ini, pemikiran-pemikiran Aristoteles
kembali dikenal dalam karya beberapa filsuf Yahudi maupun Islam yaitu melalui
Avicena Ibn. Sina, 980-1037), Averroes (Ibn. Rushd, 1126-1198) dan Maimonides
(1135-1204). Pengaruh Aristoteles sangatlah besar sehingga ia disebut sebagai “Sang
Filsuf” sedangkan Averroes yang banyak membahas karya Aristoteles dijuluki sebagai
“Sang Komentator”. Pertemuan pemikiran Aristoteles dengan iman Kristiani
menghasilkan filsuf penting sebagian ordo Dominikan dan Fransiskan.
Bagi era manusia dewasa (modern) ini pengetahuan hanya mungkin dengan
menerapkan metode-metode positif ilmiah, artinya setiap pemikiran hanya benar secara
ilmiah bilamana dapat diuji dan dibuktikan dengan pengukuran-pengukuran yang jelas
dan pasti sebagaimana berat, luas dan isi suatu benda. Dengan demikian Comte
menolak spekulasi “Metafisik”, dan oleh karena itu ilmu sosial yang digagas olehnya
ketika itu dinamakan “Fisika Sosial” sebelum dikenal sekarang sebagai “Sosiologi”.
Bisa dipahami, karena pada masa itu ilmu-ilmu alam (natural sciences) sudah lebih
“mantap” dan “mapan”, sehingga banyak pendekatan dan metode-metode ilmu-ilmu
alam yang diambil-oper oleh ilmu-ilmu sosial (Social sciences) yang berkembang
sesudahnya.
Pada periode terkini (kontemporer) setelah aliran-aliran sebagaimana disebut di atas
munculah aliran-aliran filsafat, misalnya : “Strukturalisme” dan “Postmodernisme”.
Strukturalisme dengan tokoh-tokohnya misalnya Cl. Lévi-Strauss, J. Lacan dan M.
Faoucault. Tokoh-tokoh Postmodernisme antara lain. J. Habermas, J. Derida. Kini oleh
para epistemolog (ataupun dari kalangan sosiologi pengetahuan) dalam
perkembangannya kemudian, struktur ilmu pengetahuan semakin lebih sistematik dan
lebih lengkap (dilengkapi dengan, teori, logika dan metode sain), sebagaimana yang
dikemukakan oleh Walter L.Wallace dalam bukunya The Logic of Science in
Sociology. Dari struktur ilmu tersebut tidak lain hendak dikatakan bahwa kegiatan
keilmuan/ilmiah itu tidak lain adalah penelitian (search dan research).
Pada periode ini juga muuncul aliran “Pragmatisme”. Pragmatisme berasal dari kata
pragma yang artinya guna. Maka pragmatisme adalah suatu aliran yang benar adalah
apa saja yang membuktikan dirinya sebagai yang benar dengan akibat-akibat yang
bermanfaat secara praktis. Tokohnya William James (1842-1910) lahir di New York,
memperkenalkan ide-idenya tentang pragmatisme kepada dunia. Ia ahli dalam bidang
seni, psikologi, anatomi, fisiologi dan filsafat. Selain itu juga muncullah filsafat analitis.
Tokoh aliran ini adalah Ludwig Josef Johan Wittgenstein (1889-1951). Ilmu yang
ditekuninya adalah ilmu penerbangan yang memerlukan studi dasar matematika yang
mendalam. Filsafat analitis ini berpengaruh di Inggris dan Amerika sejak tahun 1950.
Filsafat ini membahas mengenai analisis bahasa dan anlisis konsep-konsep.
B. Praktek dan Metode dalam Pendidikan Keperawatan (Simamora, 2009)
1. Pengertian Keperawatan dan Pendidikan Keperawatan
Keperawatan adalah suatu bentuk pelayanan profesional yang merupakan bagian
integral dari pelayanan kesehatan, didasarkan pada ilmu dan kiat keperawatan, berbentuk
pelayanan bio-psiko-sosio-spiritual yang komprehensif, ditujukan kepada individu,
keluarga kelompok dan masyarakat, baik sehat maupun sakit yang mencakup seluruh
proses kehidupan manusia (Lokakarya Keperawatan Nasional, 1983 dalam Asmadi, 2008
: 8). Pendidikan dalam keperawatan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan
suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan
potensi dirinya sesuai dengan ilmu dan kiat keperawatan yang dimilikinya sehingga dapat
diaplikasikan dalam bentuk pelayanan professional yang berbentuk bio-psiko-sosio-
spiritual yang komprehensif, ditujukan kepada individu, keluarga kelompok dan
masyarakat, baik sehat maupun sakit yang mencakup seluruh proses kehidupan manusia.
b. Metode Diskusi
Muhibbin syah (2000), mendefinisikan metode diskusi sebagai metode mengajar
mengajar yang sangat berkaitan dengan pemecahan masalah (problem solving). Metode
ini sering disebut diskusi kelompok dan resitasi/ pelafalan bersama (socialized recitation).
Tujuan metode diskusi dalam proses belajar mengajar adalah :
1) Mendorong peserta didik berfikir kritis
2) Mendorong pserta didik mengekpresikan pendapatnya secara bebas
3) Mendorong peserta didik menyumbangkan buah pikirnya untuk memecahkan masalah
bersama
4) Mengambil satu atau beberapa alternatif jawaban untuk memecahkan masalah
berdasarkan pertimbangan yang cermat
c. Metode Demonstrasi
Metode pngajaran dengan memperaagakan benda, kejadian, aturan dan urutan
melakukan suatu kegiatan, baik secara langsung maupun melalui penggunaan media
pengajaran yang relevan dengan pokok bahasan atau materi yang sedang disajikan.
Manfaat psikologis pengajaran dari metode demostrasi adalah
1) Perhatian peserta dapat lebih dipusatkan
2) Proses belajar peserta didik lebih terarah pada materi yang sedang dipelajari
3) Pengalaman dan kesan sebagai hasil pembelajaran lebih melekat dalam diri peserta
didik
e. Metode Eksperimental
Metode pemberian kesempatan kepada peserta didik perorangan atau kelompok untuk
dilatih suatu proses dan percobaan. Kelebihan eksperimental adalah
1) Metode ini dapat membuat peserta didik lebih percaya atas kebenaran atau kesimpulan
berdasarkan kesimpulan berdasarkan percobaannya sendiri daripada hanya menerima
kata pendidik/ pengajar atau buku.
2) Peserta didik dapat mengembangkan sikap untuk mengadakan studi eksplorasi tentang
ilmu dan teknologi
3) Diharapkan terbina peserta didik yang akan menciptakan terobosan atau penemuan baru
yang dapat bermanfaat bagi kesejahteraan hidup manusia.
l. Teileren Method
Suatu metode mengajar dengan memberikan materi secara bertahap atau sebagian-
sebagian, misalnya paragraf per paragraf kemudian dilanjutkan lagi dengan paragraf
lainnya yang tentu saja berkaitan dengan masalahnya.
References
Asmadi, N. (2008 ). Konsep dasar keperawatan . Jakarta : EGC.
Bertens, K. P. (1998). Ringkasan sejarah filsafat. Yogyakarta : Kanisius .
Dharmodiharjo, P. D. (2006 ). Pokok-pokok filsafat hukum apa dan bagaimna filsafat hukum
Indonesia . Jakarta : Gramedia Pustaka Utama .
Simamora, N. R. (2009 ). Buku ajar pendidikan dalam keperawatan . Jakarta : EGC.
Sudibyo, d. (2014). Filsafat Ilmu (1 ed.). Yogyakarta: Deepublish.
Yanti, d. (2015). Konsep Kebidanan (1 ed.). Yogyakarta: Deepublish.