You are on page 1of 38

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penyakit alergi memiliki pola perjalanan penyakit tersendiri yang menggambarkan


dermatitis atopik pada periode bayi akan berlanjut menjadi rhinitis alergika, alergi
makanan dan atau asma. Perjalanan penyakit alergi dipengaruhi oleh faktor genetik,
dan faktor lingkungan mulai dari masa intrauterine sampai dewasa (Wahn, 2004).
Manifestasi penyakit alergi dapat dicegah dengan melakukan deteksi dan intervensi
dini, salah satunya adalah dengan identifikasi kelompok risiko tinggi atopi melalui
riwayat atopi keluarga (Harsono, 2005).

Penyakit alergi seperti dermatitis atopik, rhinitis alergika, asma dan urtikaria adalah
keadaan atopi yang cenderung terjadi pada kelompok keluarga dengan kemampuan
produksi IgE yang berlebihan terhadap rangsangan lingkungan (Harsono, 2005).
Dermatitis atopik merupakan penyakit peradangan kulit yang bersifat kronis, dengan
onset puncak terjadi pada usia kurang dari 12 bulan dan sebagian besar kasus
dermatitis atopik terjadi pada beberapa tahun pertama dalam kehidupan (Moore dkk.,
2004; Illi dkk., 2004). Dermatitis atopic merupakan manifestasi paling dini dari
penyakit alergi. Sebesar 50% penderita dermatitis atopik akan menjadi asma dan 75%
menjadi rhinitis alergika (Spergel dan Schneider, 1999; Won Oh dkk., 2007).

Penelitian The Copenhagen Prospective Study on Asthma in Childhood Cohort Study


in High-Risk Children ( COPSAC) pada tahun 2006 menunjukkan 2 bahwa insiden
kumulatif dermatitis atopik pada 3 tahun pertama sebesar 40%,dimana identifikasi
gejala dermatitis atopik pertama kali pada usia 1 bulan (Halkjaer dkk., 2006). Angka
kejadian dermatitis atopik meningkat 2-3 kali dalam beberapa dekade terakhir, dan
telah menjadi masalah kesehatan di beberapa negara berkembang (Lee dkk., 2004).
Peningkatan kejadian dermatitis atopic menimbulkan dampak beragam di antaranya

1
biaya pengobatan yang tinggi. Pada dermatitis atopik derajat sedang diperlukan
sedikitnya 6 minggu terapi dengan steroid pada 12 bulan pertama kehidupan dengan
biaya pengobatan yang melebihi penyakit diabetes mellitus tipe juvenile (Moore dkk.,
2004).

Dermatitis atopik merupakan hasil interaksi faktor genetika dan lingkungan termasuk
interaksi fetoplasenta, alergen ruangan dan polusi udara serta nutrisi. Beberapa
penelitian epidemiologi menunjukkan bahwa atopi pada masa anak kemungkinan
disebabkan kelainan genetika, dimana kembar monozigot lebih berisiko dibandingkan
dengan kembar heterozigot dan orang tua dengan penyakit alergi memiliki anak-anak
yang berisiko tinggi mengalami asma (Liu dkk., 2003). Uehara dan Kimura pada
tahun 1993 melaporkan pada 60% orangtua dengan dermatitis atopik memiliki anak
yang menderita dermatitis atopik. Prevalensi dermatitis atopik anak sebesar 81%
apabila kedua orang tuanya menderita dermatitis atopik, dan menjadi 59% bila hanya
salah satu dari orang tuanya menderita dermatitis atopik dan pasangannya menderita
alergi saluran napas. Prevalensi menjadi 56% bila salah satu orangtuanya menderita
dermatitis atopik sedangkan pasangannya tidak menderita alergi saluran napas
ataupun dermatitis atopik (Boediardja, 2004).3

Pencegahan primer alergi pada awal kehidupan bayi sangat penting, karena ketika
respons IgE sudah dimulai maka kaskade inflamasi alergi akan terus berlangsung
sepanjang masa bayi dan kemudian sensitisasi terhadap alergen lain akan terjadi.
Pencegahan primer sebaiknya dimulai sebelum terjadi sensitisasi terhadap alergen.
Beberapa intervensi awal yang dapat dilakukan adalah dengan mengidentifikasi
populasi risiko tinggi dan manipulasi lingkungan antara lain penghindaran asap rokok
(Harsono, 2005). Salah satu cara identifikasi populasi risiko tinggi di Indonesia
adalah melalui penentuan nilai atopi keluarga terhadap janin/bayi baru lahir dengan
kartu deteksi dini risiko alergi Ikatan Dokter Anak Indonesia – Persatuan Obstetri dan
Ginekologi Indonesia (IDAI-POGI).

2
IDAI bekerja sama dengan POGI telah melakukan sosialisasi kartu deteksi dini sejak
tahun 2005, yang kemudian diperbarui pada tahun 2009 (IDAI, 2009). Pengaruh
faktor lingkungan, higiene dan gaya hidup dalam peningkatankejadian penyakit alergi
menyebabkan perlunya evaluasi peranan kartu deteksi dini alergi, yang hanya
mengklasifikasikan tingkat risiko alergi berdasarkan faktor atopi keluarga. Penelitian
ini bertujuan untuk mengetahui dan membandingkan kejadian dermatitis atopik
berdasarkan nilai atopi dalam kartu deteksi dini keluarga.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan Dermatitis?

2. Apa saja akibat dari penyakit Dermatitis?

3. Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien dengan Dermatitis?

1.3 Tujuan

1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan Dermatitis

2. Untuk mengetahui apa saja akibat dari penyakit Dermatitis

3. Untuk mengetahui bagaimana asuhan keperawatan pada pasien dengan Dermatitis

3
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Definisi

Dermatitis kontak adalah respon peradangan kulit akut atau kronik terhadap paparan
bahan iritan eksternal yang mengenai kulit. Dikenal dua macam jenis dermatitis
kontak yaitu dermatitis kontak iritan yang timbul melalui mekanisme non imunologik
dan dermatitis kontak alergik yang diakibatkan mekanisme imunologik dan dermatitis
kontak alergik yang diakibatkan mekanisme imunologik yang spesifik.

Dermatitis kontak iritan adalah efek sitotosik lokal langsung dari bahan iritan pada
sel-sel epidermis, dengan respon peradangan pada dermis. Daerah yang paling sering
terkena adalah tangan dan pada individu atopi menderita lebih berat. Secara definisi
bahan iritan kulit adalah bahan yang menyebabkan kerusakan secara langsung pada
kulit tanpa diketahui oleh sensitisasi. Mekanisme dari dermatis kontak iritan hanya
sedikit diketahui, tapi sudah jelas terjadi kerusakan pada membran lipid keratisonit.

4
Dermatitis kontak alergi adalah suatu dermatitis atau peradangan kulit yang timbul
setelah kontak dengan alergen melalui proses sensitasi (R.S. Siregar : 109. 2002).
Dermatitis kontak alergi merupakan dermatitis kontak karena sensitasi alergi terhadap
substansi yang beraneka ragam yang menyebabakan reaksi peradangan pada kulit
bagi mereka yang mengalami hipersensivitas terhadap alergen sebagai suatu akibat
dari pajanan sebelumnya (Dorland, W.A. Newman : 590. 2002). Sedangkan menurut
Gell dan Coombs dermatitis kontak alergik adalah reaksi hipersensitifitas tipe lambat
(tipe IV) yang diperantarai sel, akibat antigen spesifik yang menembus lapisan
epidermis kulit. Antigen bersama dengan mediator protein akan menuju ke dermis,
dimana sel limfosit T menjadi tersensitisasi. Pada pemaparan selanjutnya dari antigen
akan timbul reaksi alergi.

2.2 Etiologi

Dermatitis Kontak Iritan

Penyebab munculnya dermatitis kontak iritan ialah bahan yang bersifat iritan,
misalnya bahan pelarut, detergen, minyak pelumas, asam, alkali, dan serbuk kayu.
Kelainan kulit yang terjadi selain ditentukan oleh ukuran molekul, daya larut,
konsentrasi, kohikulum, serta suhu bahan iritan tersebut, juga dipengaruhi oleh faktor
lain. Faktor yang dimaksud yaitu : lama kontak, kekerapan (terus-menerus atau
berselang) adanya oklusi menyebabkan kulit lebih permeabel, demikian juga gesekan
dan trauma fisis. Suhu dan kelembaban lingkungan juga ikut berperan. Iritan adalah
substansi yang akan menginduksi dermatitis pada setiap orang jika terpapar pada kulit
dalam konsentrasi yang cukup. Masing-masing individu memiliki predisposisi yang

5
berbeda terhadap berbagai iritan, tetapi jumlah yang rendah dari iritan menurunkan
dan secara bertahap mencegah kecenderungan untuk menginduksi dermatitis. Fungsi
pertahanan dari kulit akan rusak baik dengan peningkatan hidrasi dari stratum
korneum (suhu dan kelembaban tinggi, bilasan air yang sering dan lama) dan
penurunan hidrasi (suhu dan kelembaban rendah). Efek dari iritan merupakan
concentration-dependent, sehingga hanya mengenai tempat primer kontak
(Safeguards, 2000). Pada orang dewasa, DKI sering terjadi akibat paparan terhadap
bahan yang bersifat iritan, misalnya bahan pelarut, detergen, minyak pelumas, asam,
alkali, dan serbuk kayu. Kelainan kulit yang terjadi selain ditentukan oleh ukuran
molekul, daya larut, konsentrasi, vehikulum, serta suhu bahan iritan tersebut, juga
dipengaruhi oleh faktor lain. Faktor yang dimaksud yaitu lama kontak, kekerapan
(terus-menerus atau berselang), adanya oklusi menyebabkan kulit lebih permeabel,
demikian pula gesekan dan trauma fisis. Suhu dan kelembaban lingkungan juga
berperan (Fregert, 1998). Faktor lingkungan juga berpengaruh pada dermatitis kontak
iritan, misalnya perbedaan ketebalan kulit di berbagai tempat menyebabkan
perbedaan permeabilitas; usia (anak dibawah umur 8 tahun lebih muda teriritasi); ras
(kulit hitam lebih tahan daripada kulit putih), jenis kelamin (insidensi dermatitis
kontak alergi lebih tinggi pada wanita), penyakit kulit yang pernah atau sedang
dialami (ambang rangsang terhadap bahan iritan turun), misalnya dermatitis atopik
(Beltrani et al., 2006). Sistem imun tubuh juga berpengaruh pada terjadinya
dermatitis ini. Pada orang-orang yang immunocompromised, baik yang diakibatkan
oleh penyakit yang sedang diderita, penggunaan obat-obatan, maupun karena
kemoterapi, akan lebih mudah untuk mengalami dermatitis kontak (Hogan, 2009).
Faktor individu juga berpengaruh pada dermatitis kontak iritan, misalnya perbedaan
ketebalan kulit di berbagai tempat menyebabkan perbedaan permeabilitas; usia (anak
di bawah umur 8 tahun lebih mudah teriritasi); ras (kulit hitam lebih tahan dari pada
kulit putih); jenis kelamin (insidens dermatitis kontak iritan lebih tinggi pada wanita);
penyakit kulit yang pernah atau sedang dialami (ambang rangsang terhadap bahan
iritan turun), misalnya dermatitis atopic

6
Dermatitis Kontak Alergi

Dermatitis kontak alergi disebabkan karena kulit terpapar oleh bahan-bahan tertentu,
misalnya alergen, yang diperlukan untuk timbulnya suatu reaksi alergi. Hapten
merupakan alergen yang tidak lengkap (antigen), contohnya formaldehid, ion nikel
dll. Hampir seluruh hapten memiliki berat mo lekul rendah, kurang dari 500- 1000
Da. Dermatitis yang timbul dipengaruhi oleh potensi sensitisasi alergen, derajat
pajanan dan luasnya penetrasi di kulit. Dupuis dan Benezra membagi jenis -jenis
hapten berdasarkan fungsinya

yaitu:
1.Asam, misalnya asam maleat.

2.Aldehida, misalnya formaldehida.

3.Amin, misalnya etilendiamin, para-etilendiamin.

4.Diazo, misalnya bismark-coklat, kongo- merah.

5.Ester, misalnya Benzokain

6.Eter, misalnya benzil eter

7.Epoksida, misalnya epoksi resin

8.Halogenasi, misalnya DNCB, pikril klorida.

9.Quinon, misalnya primin, hidroquinon.

10.Logam, misalnya Ni2+, Co2+,Cr2+, Hg2+.

11.Komponen tak larut, misalnya terpentin.

2.3 Patofisiologi

7
Pada dermatitis kontak iritan kelainan kulit timbul akibat kerusakan sel yang
disebabkan oleh bahan iritan melalui kerja kimiawi maupun fisik. Bahan iritan
merusak lapisan tanduk, dalam beberapa menit atau beberapa jam bahan-bahan iritan
tersebut akan berdifusi melalui membran untuk merusak lisosom, mitokondria dan
komponen-komponen inti sel. Dengan rusaknya membran lipid keratinosit maka
fosfolipase akan diaktifkan dan membebaskan asam arakidonik akan membebaskan
prostaglandin dan leukotrin yang akan menyebabkan dilatasi pembuluh darah dan
transudasi dari faktor sirkulasi dari komplemen dan system kinin. Juga akan menarik
neutrofil dan limfosit serta mengaktifkan sel mast yang akan membebaskan histamin,
prostaglandin dan leukotrin. (Platelet Activating Factor) PAF akan mengaktivasi
platelets yang akan menyebabkan perubahan vaskuler. Diacil gliserida akan
merangsang ekspresi gen dan sintesis protein. Pada dermatitis kontak iritan terjadi
kerusakan keratisonit dan keluarnya mediator- mediator. Sehingga perbedaan
mekanismenya dengan dermatis kontak alergik sangat tipis yaitu dermatitis kontak
iritan tidak melalui fase sensitisasi.

Kelainan kulit timbul akibat kerusakan sel yang disebabkan oleh bahan iritan melalui
kerja kimiawi atau fisis. Bahan iritan merusak lapisan tanduk, denaturasi keratin,
menyingkirkan lemak lapisan tanduk dan mengubah daya ikat air kulit. Kebanyak
bahan iritan (toksin) merusak membran lemak keratinosit tetapi sebagian dapat
menembus membran sel dan merusak lisosom, mitokondria atau komplemen inti
(Streit, 2001). Kerusakan membran mengaktifkan fosfolipase dan melepaskan asam
arakidonat (AA), diasilgliserida (DAG), faktor aktivasi platelet, dan inositida (IP3).
AA dirubah menjadi prostaglandin (PG) dan leukotrien (LT). PG dan LT
menginduksi vasodilatasi, dan meningkatkan permeabilitas vaskuler sehingga
mempermudah transudasi komplemen dan kinin. PG dan LT juga bertindak sebagai
kemotraktan kuat untuk limfosit dan neutrofil, serta mengaktifasi sel mast
melepaskan histamin, LT dan PG lain, dan PAF, sehingga memperkuat perubahan
vaskuler (Beltrani et al., 2006; Djuanda, 2003). DAG dan second messenger lain
menstimulasi ekspresi gen dan sintesis protein, misalnya interleukin-1 (IL-1) dan

8
granulocyte macrophage-colony stimulating factor (GM-CSF). IL-1 mengaktifkan sel
T-helper mengeluarkan IL-2 dan mengekspresi reseptor IL-2 yang menimbulkan
stimulasi autokrin dan proliferasi sel tersebut. Keratinosit juga mengakibatkan
molekul permukaan HL-ADR dan adesi intrasel (ICAM-I). Pada Kontak dengan
iritan, keratinosit juga melepaskan TN-α, suatu sitokin proinflamasi yang dapat
mengaktifasi sel T, makrofag dan granulosit, menginduksi ekspresi molekul adesi sel
dan pelepasan sitokin (Beltrani et al., 2006). Rentetan kejadian tersebut menimbulkan
gejala peradangan klasik di tempat terjadinya kontak di kulit tergantung pada bahan
iritannya. Ada dua jenis bahan iritan, yaitu: iritan kuat dan iritan lemah. Iritan kuat
akan menimbulkan kelainan kulit pada pajanan pertama pada hampir semua orang
dan menimbulkan gejala berupa eritema, edema, panas, dan nyeri. Sedangkan iritan
lemah hanya pada mereka yang paling rawan atau mengalami kontak berulang-ulang,
dimulai dengan kerusakan stratum korneum oleh karena delipidasi yang
menyebabkan desikasi dan kehilangan fungsi sawar, sehingga mempermudah
kerusakan sel dibawahnya oleh iritan. Faktor kontribusi, misalnya kelembaban udara,
tekanan, gesekan, dan oklusi, mempunyai andil pada terjadinya kerusakan tersebut
(Djuanda, 2003).

Ada dua jenis bahan iritan yaitu : iritan kuat dan iritan lemah. Iritan kuat akan
menimbulkan kelainan kulit pada pajanan pertama pada hampir semua orang, sedang
iritan lemah hanya pada mereka yang paling rawan atau mengalami kontak berulang-
ulang. Faktor kontribusi, misalnya kelembaban udara, tekanan, gesekan dan oklusi,
mempunyai andil pada terjadinya kerusakan tersebut.

Dermatitis Kontak Alergi

Pada dermatitis kontak alergi, ada dua fase terjadinya respon imun tipe IV yang
menyebabkan timbulnya lesi dermatitis ini yaitu :

a. Fase Sensitisasi

9
Fase sensitisasi disebut juga fase induksi atau fase aferen. Pada fase ini terjadi
sensitisasi terhadap individu yang semula belum peka, oleh bahan kontaktan yang
disebut alergen kontak atau pemeka. Terjadi bila hapten menempel pada kulit selama
18-24 jam kemudian hapten diproses dengan jalan pinositosis atau endositosis oleh
sel LE (Langerhans Epidermal), untuk mengadakan ikatan kovalen dengan protein
karier yang berada di epidermis, menjadi komplek hapten protein.

Protein ini terletak pada membran sel Langerhans dan berhubungan dengan produk
gen HLA-DR (Human Leukocyte Antigen-DR). Pada sel penyaji antigen (antigen
presenting cell).

Kemudian sel LE menuju duktus Limfatikus dan ke parakorteks Limfonodus regional


dan terjadilah proses penyajian antigen kepada molekul CD4+ (Cluster of
Diferantiation 4+) dan molekul CD3. CD4+berfungsi sebagai pengenal komplek
HLADR dari sel Langerhans, sedangkan molekul CD3 yang berkaitan dengan protein
heterodimerik Ti (CD3-Ti), merupakan pengenal antigen yang lebih spesifik,
misalnya untuk ion nikel saja atau ion kromium saja. Kedua reseptor antigen tersebut
terdapat pada permukaan sel T. Pada saat ini telah terjadi pengenalan antigen (antigen
recognition).

Selanjutnya sel Langerhans dirangsang untuk mengeluarkan IL-1 (interleukin-1) yang


akan merangsang sel T untuk mengeluarkan IL-2. Kemudian IL-2 akan
mengakibatkan proliferasi sel T sehingga terbentuk primed me mory T cells, yang
akan bersirkulasi ke seluruh tubuh meninggalkan limfonodi dan akan memasuki fase
elisitasi bila kontak berikut dengan alergen yang sama. Proses ini pada manusia
berlangsung selama 14-21 hari, dan belum terdapat ruam pada kulit. Pada saat ini
individu tersebut telah tersensitisasi yang berarti mempunyai resiko untuk mengalami
dermatitis kontak alergik.

b. Fase elisitasi

10
Fase elisitasi atau fase eferen terjadi apabila timbul pajanan kedua dari antigen yang
sama dan sel yang telah tersensitisasi telah tersedia di dalam kompartemen dermis.
Sel Langerhans akan mensekresi IL-1 yang akan merangsang sel T untuk mensekresi
Il-2. Selanjutnya IL-2 akan merangsang INF (interferon) gamma. IL-1 dan INF
gamma akan merangsang keratinosit memproduksi ICAM-1 (intercellular adhesion
molecule-1) yang langsung beraksi dengan limfosit T dan lekosit, serta sekresi
eikosanoid. Eikosanoid akan mengaktifkan sel mast dan makrofag untuk melepaskan
histamin sehingga terjadi vasodilatasi dan permeabilitas yang meningkat. Akibatnya
timbul berbagai macam kelainan kulit seperti eritema, edema dan vesikula yang akan
tampak sebagai dermatitis.

Proses peredaan atau penyusutan peradangan terjadi melalui beberapa mekanisme


yaitu proses skuamasi, degradasi antigen oleh enzim dan sel, kerusakan sel
Langerhans dan sel keratinosit serta pelepasan Prostaglandin E-1dan 2 (PGE-1,2)
oleh sel makrofag akibat stimulasi INF gamma. PGE-1,2 berfungsi menekan produksi
IL-2R sel T serta mencegah kontak sel T dengan keratisonit. Selain itu sel mast dan
basofil juga ikut berperan dengan memperlambat puncak degranulasi setelah 48 jam
paparan antigen, diduga histamin berefek merangsang molekul CD8 (+) yang bersifat
sitotoksik.

1. Toleransi Imunologis

Struktur kimia, dosis dan cara penyajian dari suatu antigen sangat menentukan
potensi sensitivitasnya. Pada aplikasi pertama dari antigen akan menggerakkan dua
mekanisme yang berlawanan yaitu sensitisasi (pembentukan T helper cell) dan
toleransi imunitas spesifik (pembentukan T supresor cell). Kedua keadaan
imunologik ini selanjutnya dapat dimodifikasi oleh faktor-faktor eksternal seperti
pemberian glukokortikoid topikal atau sistemik, radiasi sinar ultra violet dan riwayat
dermatitis atopik. Apabila dosis tinggi dari antigen disapukan secara epikutan maka
dapat timbul toleransi.Kemungkinan oleh karena sejumlah besar antigen menghindari
sel Langerhans epidermal.

11
Toleransi imunologis dapat dirangsang oleh penggunaan bahan kimia yang sejenis
seperti propilgallat (antioksidan dalam makanan) dan 2-4-dinitro-1-klorobenzen
terhadap dinitroklorobenzen (DNCB), akan dapat menurunkan sensitivitas DNCB,
bahkan dapat menjadi tidak responsive. Hal ini disebut proses hardening
(pengerasan). Namun proses hardening tidak timbul pada setiap orang dan dapat
hilang bila terjadi pemutusan hubungan dengan bahan kontak alergen. Hiposensitisasi
dapat dicapai dengan pemberian awal bahan allergen berstruktur sejenis dalam dosis
rendah yang kemudian ditingkatkan secara bertahap. Hal ini dapat diterapkan pada
sulfonamid dan poison ivy. Akibatnya ambang rangsang untuk reaksi positif terhadap
uji tempel akan meningkat. Namun keadaan desensitisasi penuh tidak dapat dicapai.
Hiposensitisasi merupakan keseimbangan antara sel efektor dan supresor. Keadaan
toleransi ini dapat dirusak oleh siklofosfamid yang secara selektif menghambat sel
supresor. Bila ini gagal secara teoritik dapat dilakukan induksi secara intra vena
sehingga timbul tolerans terhadap alergen yang diberikan. Menurut Adam hal ini
akan merangsang makrofag di limpa untuk membentuk sel T supresor dan
menimbulkan toleransi imunitas spesifik. Secara teoritik dapat timbul keadaan
quenching yaitu terjadinya potensiasi dari respon alergi dan iritan sehingga kombinasi
dari bahan-bahan kimia dapat menimbulkan efek pemedaman yaitu berkurangnya
ekspresi atau induksi sensitivitas.

2. Gambaran Histopatologis

Pemeriksaan ini tidak memberi gambaran khas untuk diagnostik karena gambaran
histopatologiknya dapat juga terlihat pada dermatitis oleh sebab lain. Pada dermatitis
akut perubahan pada dermatitis berupa edema interseluler (spongiosis), terbentuknya
vesikel atau bula, dan pada dermis terdapat dilatasi vaskuler disertai edema dan
infiltrasi perivaskuler sel-sel mononuclear. Dermatitis sub akut menyerupai bentuk
akut dengan terdapatnya akantosis dan kadangkadang parakeratosis. Pada dermatitis
kronik akan terlihat akantosis, hiperkeratosis, parakeratosis, spongiosis ringan, tidak
tampak adanya vesikel dan pada dermis dijumpai infiltrasi perivaskuler, pertambahan
kapiler dan fibrosis. Gambaran tersebut merupakan dermatitis secara umum dan

12
sangat sukar untuk membedakan gambaran histopatologik antara dermatitis kontak
alergik dan dermatitis kontak iritan.

Pemeriksaan ultrastruktur menunjukkan 2-3 jam setelah paparan antigen, seperti


dinitroklorbenzen (DNCB) topikal dan injeksi ferritin intrakutan, tampak sejumlah
besar sel langerhans di epidermis. Saat itu antigen terlihat di membran sel dan di
organella sel Langerhans. Limfosit mendekatinya dan sel Langerhans menunjukkan
aktivitas metabolik. Berikutnya sel langerhans yang membawa antigen akan tampak
didermis dan setelah 4-6 jam tampak rusak dan jumlahnya di epidermis berkurang.
Pada saat yang sama migrasinya ke kelenjar getah bening setempat meningkat.
Namun demikian penelitian terakhir mengenai gambaran histologi, imunositokimia
dan mikroskop elektron dari tahap seluler awal pada pasien yang diinduksi alergen
dan bahan iritan belum berhasil menunjukkan perbedaan dalam pola peradangannya.

2.4 Manifestasi Klinik

Penderita umumnya mengeluh gatal. Kelainan bergantung pada keparahan dermatitis.


Dermatitis kontak umumnya mempunyai gambaran klinis dermatitis, yaitu terdapat
efloresensi kulit yang bersifat polimorf dan berbatas tegas. Dermatitis kontak iritan
umunya mempunyai ruam kulit yang lebih bersifat monomorf dan berbatas lebih
tegas dibandingkan dermatitis kontak alergik.

1). Fase akut.

Kelainan kulit umumnya muncul 24-48 jam pada tempat terjadinya kontak dengan
bahan penyebab. Derajat kelainan kulit yang timbul bervariasi ada yang ringan ada
pula yang berat. Pada yang ringan mungkin hanya berupa eritema dan edema, sedang
pada yang berat selain eritema dan edema yang lebih hebat disertai pula vesikel atau
bula yang bila pecah akan terjadi erosi dan eksudasi. Lesi cenderung menyebar dan
batasnya kurang jelas. Keluhan subyektif berupa gatal.

13
2). Fase Sub Akut

Jika tidak diberi pengobatan dan kontak dengan alergen sudah tidak ada maka proses
akut akan menjadi subakut atau kronis. Pada fase ini akan terlihat eritema, edema
ringan, vesikula, krusta dan pembentukan papul-papul.

3). Fase Kronis

Dermatitis jenis ini dapat primer atau merupakan kelanjutan dari fase akut yang
hilang timbul karena kontak yang berulang-ulang. Lesi cenderung simetris, batasnya
kabur, kelainan kulit berupa likenifikasi, papula, skuama, terlihat pula bekas garukan
berupa erosi atau ekskoriasi, krusta serta eritema ringan. Walaupun bahan yang
dicurigai telah dapat dihindari, bentuk kronis ini sulit sembuh spontan oleh karena
umumnya terjadi kontak dengan bahan lain yang tidak dikenal.

Dermatitis Kontak Alergi

Sebagaimana disebutkan pada halaman sebelumnya bahwa ada dua jenis bahan iritan,
maka dermatitis kontak iritan juga ada dua macam yaitu dermatitis kontak iritan akut
dan dermatitis kontak iritan kronis. Dermatititis kontak iritan akut. Penyebabnya
iritan kuat, biasanya karena kecelakaan. Kulit terasa pedih atau panas, eritema,
vesikel, atau bula. Luas kelainan umumnya sebatas daerah yang terkena, berbatas
tegas.

Pada umumnya kelainan kulit muncul dengan segera, tetapi ada sejumlah bahan
kimia yang menimbulkan reaksi akut lambat misalnya podofilin, antralin, asam
fluorohidrogenat, sehingga dermatitis kontak iritan akut lambat. Kelainan kulit baru
terlihat setelah 12-24 jam atau lebih. Contohnya ialah dermatitis yang disebabkan
oleh bulu serangga yang terbang pada malam hari (dermatitis venenata); penderita
baru merasa pedih setelah esok harinya, pada awalnya terlihat eritema dan sorenya
sudah menjadi vesikel atau bahkan nekrosis. Selain berdasarkan fase respon
peradangannya, gambaran klinis dermatitis kontak alergi juga dapat dilihat menurut
predileksi regionalnya. Hal ini akan memudahkan untuk mencari bahan penyebabnya.

14
Dermatitis kontak iritan

Dermatitis kontak iritan kronis atau dermatitis iritan kumulatif, disebabkan oleh
kontak dengan iritan lembah yang berulang-ulang (oleh faktor fisik, misalnya
gesekan, trauma mikro, kelembaban rendah, panas atau dingin; juga bahan contohnya
detergen, sabun, pelarut, tanah, bahkan juga air). Dermatitis kontak iritan kronis
mungkin terjadi oleh karena kerjasama berbagai faktor. Bisa jadi suatu bahan secara
sendiri tidak cukup kuat menyebabkan dermatitis iritan, tetapi bila bergabung dengan
faktor lain baru mampu. Kelainan baru nyata setelah berhari-hari, berminggu atau
bulan, bahkan bisa bertahun-tahun kemudian. Sehingga waktu dan rentetan kontak
merupakan faktor paling penting. Dermatitis iritan kumulatif ini merupakan
dermatitis kontak iritan yang paling sering ditemukan.

Iritan adalah substansi yang akan menginduksi dermatitis pada setiap orang jika
terpapar pada kulit dalam konsentrasi yang cukup, pada waktu yang sufisien dengan
frekuensi yang sufisien. Masing-masing individu memiliki predisposisi yang berbeda
terhadap berbagai iritan, tetapi jumlah yang rendah dari iritan menurunkan dan secara
bertahap mencegah kecenderungan untuk menginduksi dermatitis. Fungsi pertahanan
dari kulit akan rusak baik dengan peningkatan hidrasi dari stratum korneum (suhu dan
kelembaban tinggi, bilasan air yang sering dan lama) dan penurunan hidrasi (suhu dan
kelembaban rendah). Efek dari iritan merupakan concentration dependent, sehingga
hanya mengenai tempat primer kontak (Safeguards, 2000). Pada orang dewasa, DKI
sering terjadi akibat paparan terhadap bahan yang bersifat iritan, misalnya bahan
pelarut, detergen, minyak pelumas, asam, alkali, dan serbuk kayu. Kelainan kulit
yang terjadi selain ditentukan oleh ukuran molekul, daya larut, konsentrasi,
vehikulum, serta suhu bahan iritan tersebut, juga dipengaruhi oleh faktor lain. Faktor
yang dimaksud yaitu lama kontak, kekerapan (terus-menerus atau berselang), adanya
oklusi menyebabkan kulit lebih permeabel, demikian pula gesekan dan trauma fisis.
Suhu dan kelembaban lingkungan juga berperan (Fregert, 1998). Faktor lingkungan
juga berpengaruh pada dermatitis kontak iritan, misalnya perbedaan ketebalan kulit di
berbagai tempat menyebabkan perbedaan permeabilitas; usia (anak dibawah umur 8

15
tahun lebih muda teriritasi); ras (kulit hitam lebih tahan daripada kulit putih), jenis
kelamin (insidensi dermatitis kontak alergi lebih tinggi pada wanita), penyakit kulit
yang pernah atau sedang dialami (ambang rangsang terhadap bahan iritan turun),
misalnya dermatitis atopik (Beltrani et al., 2006). Sistem imun tubuh juga
berpengaruh pada terjadinya dermatitis ini. Pada orang-orang yang
immunocompromised, baik yang diakibatkan oleh penyakit yang sedang diderita,
penggunaan obat-obatan, maupun karena kemoterapi, akan lebih mudah untuk
mengalami dermatitis kontak (Hogan, 2009). Gejala klasik berupa kulit kering,
eritema, skuama, lambat laun kulit tebal (hiperkeratosis) dan likenifikasi, batas
kelainan tidak tegas. Bila kontak terus berlangsung akhirnya kulit dapat retak seperti
luka iris (fisur), misalnya pada kulit tumit tukang cuci yang mengalami kontak terus
menerus dengan deterjen. Ada kalanya kelainan hanya berupa kulit kering atau
skuama tanpa eritema, sehingga diabaikan oleh penderita. Setelah kelainan dirasakan
mengganggu, baru mendapat perhatian. Banyak pekerjaan yang beresiko tinggi yang
memungkinkan terjadinya dermatitis kontak iritan kumulatif, misalnya : mencuci,
memasak, membersihkan lantai, kerja bangunan, kerja di bengkel dan berkebun.

Dermatitis dapat menyerang berbagai anggota tubuh, antara lain :

1. Tangan

Kejadian dermatitis kontak baik iritan maupun alergik paling sering di tangan,
misalnya pada ibu rumah tangga. Demikian pula dermatitis kontak akibat kerja paling
banyak ditemukan di tangan. Sebagian besar memang disebabkan oleh bahan iritan.
Bahan penyebabnya misalnya deterjen, antiseptik, getah sayuran/tanaman, semen dan
pestisida.

2. Lengan

Alergen umumnya sama dengan pada tangan, misalnya oleh jam tangan (nikel),
sarung tangan karet, debu semen dan tanaman. Di aksila umumnya oleh bahan
pengharum.

16
3. Wajah

Dermatitis kontak pada wajah dapat disebabkan bahan kosmetik, obat topikal, alergen
yang ada di udara, nikel (tangkai kaca mata). Bila di bibir atau sekitarnya mungkun
disebabkan oleh lipstik, pasta gigi dan getah buah-buahan. Dermatitis di kelopak
mata dapat disebabkan oleh cat kuku, cat rambut, perona mata dan obat mata.

4. Telinga

Anting atau jepit telinga terbuat dari nikel, penyebab lainnya seperti obat topikal,
tangkai kaca mata, cat rambut dan alat bantu pendengaran.

5. Leher dan Kepala

Pada leher penyebabnya adalah kalung dari nikel, cat kuku (yang berasal dari ujung
jari), parfum, alergen di udara dan zat warna pakaian. Kulit kepala relative tahan
terhadap alergen kontak, namun dapat juga terkena oleh cat rambut, semprotan
rambut, sampo atau larutan pengeriting rambut.

6. Badan

Dapat disebabkan oleh pakaian, zat warna, kancing logam, karet (elastis, busa ),
plastik dan deterjen.

7. Genitalia

Penyebabnya dapat antiseptik, obat topikal, nilon, kondom, pembalut wanita dan
alergen yang berada di tangan.

8. Paha dan tungkai bawah

Disebabkan oleh pakaian, dompet, kunci (nikel) di saku, kaos kaki nilon, obat topikal
(anestesi

lokal, neomisin, etilendiamin), semen, sandal dan sepatu.

17
2.5 Pemeriksaan Penunjang

Alergi kontak dapat dibuktikan dengan tes in vivo dan tes in vitro. Tes in vivo dapat
dilakukan dengan uji tempel. Berdasarkan tehnik pelaksanaannya dibagi tiga jenis tes
tempel yaitu :

1. Tes Tempel Terbuka

Pada uji terbuka bahan yang dicurigai ditempelkan pada daerah belakang telinga
karena daerah tersebut sukar dihapus selama 24 jam. Setelah itu dibaca dan dievaluasi
hasilnya. Indikasi uji tempel terbuka adalah alergen yang menguap.

2. Tes Tempel Tertutup

Untuk uji tertutup diperlukan Unit Uji Tempel yang berbentuk semacam plester yang
pada bagian tengahnya terdapat lokasi dimana bahan tersebut diletakkan. Bahan yang
dicurigai ditempelkan dipunggung atau lengan atas penderita selama 48 jam setelah
itu hasilnya dievaluasi.

3. Tes tempel dengan Sinar

Uji tempel sinar dilakukan untuk bahan-bahan yang bersifat sebagai fotosensitisir
yaitu bahan-bahan yang bersifat sebagai fotosensitisir yaitu bahan yang dengan sinar
ultra violet baru akan bersifat sebagai alergen. Tehnik sama dengan uji tempel
tertutup, hanya dilakukan secara duplo. Dua baris dimana satu baris bersifat sebagai
kontrol. Setelah 24 jam ditempelkan pada kulit salah satu baris dibuka dan disinari
dengan sinar ultraviolet dan 24 jam berikutnya dievaluasi hasilnya. Untuk
menghindari efek daripada sinar, maka punggung atau bahan test tersebut dilindungi
dengan secarik kain hitam atau plester hitam agar sinar tidak bisa menembus bahan
tersebut.

Untuk dapat melaksanakan uji tempel ini sebaiknya penderita sudah dalam keadaan
tenang penyakitnya, karena bila masih dalam keadaan akut kemungkinan salah satu
bahan uji tempel merupakan penyebab dermatitis sehingga akan menjadi lebih berat.

18
Tidak perlu sembuh tapi dalam keadaan tenang. Disamping itu berbagai macam obat
dapat mempengaruhi uji tempel sebaiknya juga dihindari paling tidak 24 jam sebelum
melakukan uji tempel misalnya obat antihistamin dan kortikosteroid.

Dalam melaksanakan uji tempel diperlukan bahan standar yang umumnya telah
disediakan oleh International Contact dermatitis risert group, unit uji tempel dan
penderita maka dengan mudah dilihat perubahan pada kulit penderita. Untuk
mengambil kesimpulan dari hasil yang didapat dari penderita diperlukan keterampilan
khusus karena bila gegabah mungkin akan merugikan penderita sendiri. Kadang-
kadang hasil ini merupakan vonis penderita dimana misalnya hasilnya positif maka
penderita diminta untuk menghindari bahan itu. Penderita harus hidup dengan
menghindari ini itu, tidak boleh ini dan itu sehingga berdampak negatif dan penderita
dapat jatuh ke dalam neurosis misalnya. Karenanya dalam mengevaluasi hasil uji
tempel dilakukan oleh seorang yang sudah mendapat latihan dan berpengalaman di
bidang itu.

Tes in vitro menggunakan transformasi limfosit atau inhibisi migrasi makrofag untuk
pengukuran dermatitis kontak alergik pada manusia dan hewan. Namun hal tersebut
belum standar dan secara klinis belum bernilai diagnosis.

2.6 Penatalaksanaan

Pada prinsipnya penatalaksanaan dermatitis kontak iritan dan kontak alergik yang
baik adalah mengidentifikasi penyebab dan menyarankan pasien untuk
menghindarinya, terapi individual yang sesuai dengan tahap penyakitnya dan
perlindungan pada kulit.

1. Pencegahan

Merupakan hal yang sangat penting pada penatalaksanaan dermatitis kontak iritan
dan kontak alergik. Di lingkungan rumah, beberapa hal dapat dilaksanakan misalnya
penggunaan sarung tangan karet di ganti dengan sarung tangan plastik, menggunakan
mesin cuci, sikat bergagang panjang, penggunaan deterjen.

19
2. Pengobatan

Pengobatan yang diberikan dapat berupa pengobatan topikal dan sistemik.

3. Pengobatan topikal

Obat-obat topikal yang diberikan sesuai dengan prinsip-prinsip umum pengobatan


dermatitis yaitu bila basah diberi terapi basah (kompres terbuka), bila kering berikan
terapi kering. Makin akut penyakit, makin rendah prosentase bahan aktif. Bila akut
berikan kompres, bila subakut diberi losio, pasta, krim atau linimentum (pasta
pendingin ), bila kronik berikan salep. Bila basah berikan kompres, bila kering
superfisial diberi bedak, bedak kocok, krim atau pasta, bila kering di dalam, diberi
salep. Medikamentosa topikal saja dapat diberikan pada kasus-kasus ringan. Jenis-
jenisnya adalah :

a). Kortikosteroid

Kortikosteroid mempunyai peranan penting dalam sistem imun. Pemberian topikal


akan menghambat reaksi aferen dan eferen dari dermatitis kontak alergik. Steroid
menghambat aktivasi dan proliferasi spesifik antigen. Ini mungkin disebabkan karena
efek langsung pada sel penyaji antigen dan sel T. Pemberian steroid topikal pada kulit
menyebabkan hilangnya molekul CD1 dan HLA-DR sel Langerhans, sehingga sel
Langerhans kehilangan fungsi penyaji antigennya. Juga menghalangi pelepasan IL-2
oleh sel T, dengan demikian profilerasi sel T dihambat. Efek imunomodulator ini
meniadakan respon imun yang terjadi dalam proses dermatitis kontak dengan
demikian efek terapetik. Jenis yang dapat diberikan adalah hidrokortison 2,5 %,
halcinonid dan triamsinolon asetonid. Cara pemakaian topikal dengan menggosok
secara lembut. Untuk meningkatan penetrasi obat dan mempercepat penyembuhan,
dapat dilakukan secara tertutup dengan film plastik selama 6-10 jam setiap hari. Perlu
diperhatikan timbulnya efek samping berupa potensiasi, atrofi kulit dan erupsi
akneiformis.

20
b). Radiasi ultraviolet

Sinar ultraviolet juga mempunyai efek terapetik dalam dermatitis kontak melalui
sistem imun. Paparan ultraviolet di kulit mengakibatkan hilangnya fungsi sel
Langerhans dan menginduksi timbulnya sel panyaji antigen yang berasal dari
sumsum tulang yang dapat mengaktivasi sel T supresor. Paparan ultraviolet di kulit
mengakibatkan hilangnya molekul permukaan sel langehans (CDI dan HLA-DR),
sehingga menghilangkan fungsi penyaji antigennya. Kombinasi 8-methoxy-psoralen
dan UVA (PUVA) dapat menekan reaksi peradangan dan imunitis. Secara imunologis
dan histologis PUVA akan mengurangi ketebalan epidermis, menurunkan jumlah sel
Langerhans di epidermis, sel mast di dermis dan infiltrasi mononuklear. Fase induksi
dan elisitasi dapat diblok oleh UVB. Melalui mekanisme yang diperantarai TNF
maka jumlah HLA- DR + dari sel Langerhans akan sangat berkurang jumlahnya dan
sel Langerhans menjadi tolerogenik. UVB juga merangsang ekspresi ICAM-1 pada
keratinosit dan sel Langerhans.

c). Siklosporin A

Pemberian siklosporin A topikal menghambat elisitasi dari hipersensitivitas kontak


pada marmut percobaan, tapi pada manusia hanya memberikan efek minimal,
mungkin disebabkan oleh kurangnya absorbsi atau inaktivasi dari obat di epidermis
atau dermis.

4). Antibiotika dan antimikotika

Superinfeksi dapat ditimbulkan oleh S. aureus, S. beta dan alfa hemolitikus, E. koli,
Proteus dan Kandida spp. Pada keadaan superinfeksi tersebut dapat diberikan
antibiotika (misalnya gentamisin) dan antimikotika (misalnya clotrimazole) dalam
bentuk topikal.

5). Imunosupresif topical

21
Obat-obatan baru yang bersifat imunosupresif adalah FK 506 (Tacrolimus) dan SDZ
ASM 981. Tacrolimus bekerja dengan menghambat proliferasi sel T melalui
penurunan sekresi sitokin seperti IL-2 dan IL-4 tanpa merubah responnya terhadap
sitokin eksogen lain. Hal ini akan mengurangi peradangan kulit dengan tidak
menimbulkan atrofi kulit dan efek samping sistemik. SDZ ASM 981 merupakan
derivat askomisin makrolatum yang berefek anti inflamasi yang tinggi. Pada
konsentrasi 0,1% potensinya sebanding dengan kortikosteroid klobetasol-17-
propionat 0,05% dan pada konsentrasi 1% sebanding dengan betametason 17-valerat
0,1%, namun tidak menimbulkan atrofi kulit. Konsentrasi yang diajurkan adalah 1%.
Efek anti peradangan tidak mengganggu respon imun sistemik dan penggunaan
secara topikal sama efektifnya dengan pemakaian secara oral.

6). Pengobatan sistemik

Pengobatan sistemik ditujukan untuk mengontrol rasa gatal dan atau edema, juga
pada kasus-kasus sedang dan berat pada keadaan akut atau kronik. Jenis-jenisnya
adalah :

a). Antihistamin

Maksud pemberian antihistamin adalah untuk memperoleh efek sedatifnya. Ada yang
berpendapat pada stadium permulaan tidak terdapat pelepasan histamin. Tapi ada juga
yang berpendapat dengan adanya reaksi antigen-antobodi terdapat pembebasan
histamin, serotonin, SRS-A, bradikinin dan asetilkolin.

b). Kortikosteroid

Diberikan pada kasus yang sedang atau berat, secara peroral, intramuskular atau
intravena. Pilihan terbaik adalah prednison dan prednisolon. Steroid lain lebih mahal
dan memiliki kekurangan karena berdaya kerja lama. Bila diberikan dalam waktu

22
singkat maka efek sampingnya akan minimal. Perlu perhatian khusus pada penderita
ulkus peptikum, diabetes dan hipertensi. Efek sampingnya terutama pertambahan
berat badan, gangguan gastrointestinal dan perubahan dari insomnia hingga depresi.
Kortikosteroid bekerja dengan menghambat proliferasi limfosit, mengurangi molekul
CD1 dan HLA- DR pada sel Langerhans, menghambat pelepasan IL-2 dari limfosit T
dan menghambat sekresi IL-1, TNF-a dan MCAF.

c). Siklosporin

Mekanisme kerja siklosporin adalah menghambat fungsi sel T penolong dan


menghambat produksi sitokin terutama IL-2, INF-r, IL-1 dan IL-8. Mengurangi
aktivitas sel T, monosit, makrofag dan keratinosit serta menghambat ekspresi ICAM-
1.

d). Pentoksifilin

Bekerja dengan menghambat pembentukan TNF-a, IL-2R dan ekspresi ICAM-1 pada
keratinosit dan sel Langerhans. Merupakan derivat teobromin yang memiliki efek
menghambat peradangan.

e). FK 506 (Takrolimus)

Bekerja dengan menghambat respon imunitas humoral dan selular. Menghambat


sekresi IL-2R, INF-r, TNF-a, GM-CSF . Mengurangi sintesis leukotrin pada sel mast
serta pelepasan histamin dan serotonin. Dapat juga diberikan secara topikal.

f). Ca++ antagonis

Menghambat fungsi sel penyaji dari sel Langerhans. Jenisnya seperti nifedipin dan
amilorid.

g). Derivat vitamin D3

23
Menghambat proliferasi sel T dan produksi sitokin IL-1, IL-2, IL-6 dan INF-r yang
merupakan mediator-mediator poten dari peradangan. Contohnya adalah kalsitriol.

h). SDZ ASM 981

Merupakan derivay askomisin dengan aktifitas anti inflamasi yang tinggi. Dapat juga
diberikan secara topical, pemberian secara oral lebih baik daripada siklosporin.

2.7 Prognosis

Faktor-faktor yang mempengaruhi prognosis adalah penyebab dermatitis kontak,


kapan terapi mulai dilakukan, apakah pasien sudah menghindari faktor pencetusnya,
terjadinya kontak ulang dan adanya faktor individual seperti atopi. Dengan adanya uji
tempel maka prognosis dermatitis kontak alergik lebih baik daripada dermatitis
kontak iritan dan DKI yang akut lebih baik daripada DKI kronis yang bersifat
kumulatif dan susah disembuhkan. Dermatitis kontak alergik terhadap bahan-bahan
kimia industri yang penggunaannya pada tempat-tempat tertentu dan tidak terdapat
dalam lingkungan di luar ja m kerja atau pada barang-barang milik pribadi,
mempunyai prognosis yang buruk, karena bahan-bahan tersebut terdapat sangat
banyak dipakai dalam kehidupan kita sehari-hari.

2.8 Pencegahan

Pencegahan dermatitis kontak berarti menghindari berkontak dengan bahan yang


telah disebutkan di atas. Strategi pencegahan meliputi:

Bersihkan kulit yang terkena bahan iritan dengan air dan sabun. Bila dilakukan
secepatnya, dapat menghilangkan banyak iritan dan alergen dari kulit.

Gunakan sarung tangan saat mengerjakan pekerjaan rumah tangga untuk menghindari
kontak dengan bahan pembersih.

Bila sedang bekerja, gunakan pakaian pelindung atau sarung tangan untuk
menghindari kontak dengan bahan alergen atau iritan.

24
2.9 WOC
Bahan iritan Kimiawi dan
Fisik

Kerusakan sel Dikonsumsi atau Ag


kontak langsung

25
Sel penyampai Ag
Kelainan kulit Iritan kontak
dengan AG

Sel T
Lapisan tanduk Oleh sel plasma dan basofil
rusak membentuk Ab IgE
HMC
Memicu proses
Denatursi keratin
degranulasi
Pelepasan
limfokim
Pelepasan mediator
Menyingkirkan
kimia berlebihan
lemak lap. tanduk Lepas makrofag

Reaksi peradangan
Mengubah daya Kerusakan
ikat air kulit jaringan
Gatal dan rubor

Kelembapan kulit
Merusak lapisan
Reaksi menggaruk menurun
epidermis
berlebih
Kulit mengering
MK : Gangguan
Integritas Jaringan MK : Gangguan
rasa nyaman Perubahan
warna kulit

Lapisan epidermis
Pelepasan toksik MK : Resiko
terbuka invasi MK : Gangguan
bakteri BAB III Infeksi
bakteri Citra Diri
ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian

26
Untuk menetapkan bahan alergen penyebab dermatitis kontak alergik diperlukan
anamnesis yang teliti, riwayat penyakit yang lengkap, pemeriksaan fisik dan uji
tempel.

Anamnesis ditujukan selain untuk menegakkan diagnosis juga untuk mencari


kausanya. Karena hal ini penting dalam menentukan terapi dan tindak lanjutnya, yaitu
mencegah kekambuhan. Diperlukan kesabaran, ketelitian, pengertian dan kerjasama
yang baik dengan pasien. Pada anamnesis perlu juga ditanyakan riwayat atopi,
perjalanan penyakit, pekerjaan, hobi, riwayat kontaktan dan pengobatan yang pernah
diberikan oleh dokter maupun dilakukan sendiri, obyek personal meliputi pertanyaan
tentang pakaian baru, sepatu lama, kosmetika, kaca mata, dan jam tangan serta
kondisi lain yaitu riwayat medis umum dan mungkin faktor psikologik.

Pemeriksaan fisik didapatkan adanya eritema, edema dan papula disusul dengan
pembentukan vesikel yang jika pecah akan membentuk dermatitis yang membasah.
Lesi pada umumnya timbul pada tempat kontak, tidak berbatas tegas dan dapat
meluas ke daerah sekitarnya. Karena beberapa bagian tubuh sangat mudah
tersensitisasi dibandingkan bagian tubuh yang lain maka predileksi regional diagnosis
regional akan sangat membantu penegakan diagnosis.

Kriteria diagnosis dermatitis kontak alergik adalah :

1.Adanya riwayat kontak dengan suatu bahan satu kali tetapi lama, beberapa kali atau
satu kali tetapi sebelumnya pernah atau sering kontak dengan bahan serupa.

2.Terdapat tanda-tanda dermatitis terutama pada tempat kontak.

3.Terdapat tanda-tanda dermatitis disekitar tempat kontak dan lain tempat yang
serupa dengan tempat kontak tetapi lebih ringan serta timbulnya lebih lambat, yang
tumbuhnya setelah pada tempat kontak.

4.Rasa gatal

5.Uji tempel dengan bahan yang dicurigai hasilnya positif.

27
Berbagai jenis kelainan kulit yang harus dipertimbangkan dalam diagnosis

banding adalah :

1.Dermatitis atopik : erupsi kulit yang bersifat kronik residif, pada tempat-tempat
tertentu seperti lipat siku, lipat lutut dise rtai riwayat atopi pada penderita atau
keluarganya. Penderita dermatitis atopik mengalami efek pada sisitem imunitas
seluler, dimana sel TH2 akan memsekresi IL-4 yang akan merangsang sel Buntuk
memproduksi IgE, dan IL-5 yang merangsang pembentukan eosinofil. Sebaliknya
jumlah sel T dalam sirkulasi menurun dan kepekaan terhadap alergen kontak
menurun.

2.Dermatitis numularis : merupakan dermatitis yang bersifat kronik residif dengan


lesi berukuran sebesar uang logam dan umumnya berlokasi pada sisi ekstensor
ekstremitas.

3.Dermatitis dishidrotik : erupsi bersifat kronik residif, sering dijumpai pada telapak
tangan dan telapak kaki, dengan efloresensi berupa vesikel yang terletak di dalam.

4.Dermatomikosis : infeksi kulit yang disebabkan oleh jamur dengan efloresensi kulit
bersifat polimorf, berbatas tegas dengan tepi yang lebih aktif.

5.Dermatitis seboroik : bila dijumpai pada muka dan aksila akan sulit dibedakan.
Pada muka terdapat di sekitar alae nasi, alis mata dan di belakang

6.telinga.

7.Liken simplek kronikus : bersifat kronis dan redisif, sering mengalami iritasi atau
sensitisasi. Harus dibedakan dengan dermatitis kontak alergik bentuk kronik.

28
3.2 Diagnosis Keperawatan

Diagnosa keperawatan yang umumnya muncul pada klien penderita kelainan kulit
seperti dermatitis kontak adalah sebagai berikut :

1. Nyeri berhubungan dengan adanya lesi kulit.

2. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan inflamasi dermatitis, respon


menggaruk.
3. Gangguan pola tidur berhubungan dengan pruritus.
4. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan penampakan kulit yang tidak baik.

5. Resiko infeksi berhubungan dengan kerusakan perlindungan kulit.

3.3 Intervensi Keperawatan dan Rasional

No. Diagnosa Tujuan dan Intervensi Rasional


keperawatan kriteria hasil
1. Nyeri b.d Tujuan : 1. kaji jenis dan 1. Dapat mengetahui
adanya lesi Setelah tingkat nyeri pasien. kriteria nyeri
kulit dilakukan tentukan apakah pasien
tidakan nyerinya kronis atau
keperawatan akut. Selain itu, kaji
selama 1x24 factor yang dapat
jam, diharapkan mengurangi atau
nyeri berkurang memperberat;
atau teradaptasi lokasi, durasi,
intensitas dan
Kriteria hasil : karakteristik nyeri;

29
1. Pasien dan tanda-tanda dan
melaporkan gejala psikologis.
nyeri berkurang Pengkajian
2. Nyeri dapat berkelanjutan
diadaptasi membantu
3. Dapat meyakinkan bahwa
mengidentifikasi penanganan dapat 2. Untuk
aktifitas yang memenuhi memfasilitasi
meningkatkan kebutuhan pasien pengkajian yang
atau dalam mengurangi akurat tentang
menurunkan nyeri. tingkat nyeri
nyeri Dokumentasikan pasien
4. Pasien tidak respons pasien
gelisah dan terhadap pertanyaan
skala nyeri 0-1 anda dengan
3. Untuk
atau teradaptasi bahasanya sendiri
menentukan
untuk menghindari
keefektifan obat
interprestasi
subjektif
2. Minta pasien untuk
menggunakan
sebuah skala 1
sampai 10 untuk
menjelaskan tingkat
nyerinya (dengan
nilai 10 menandakan4. Tindakan ini
tingkat nyeri paling meningkatkan
berat) kesehatan,
3. Berikan obat yang kesejahteraan, dan

30
dianjurkan untuk peningkatan
mengurangi nyeri, tingkat energy,
bergantung pada yang penting
gambaran nyeri untuk
pasien. pantau pengurangan nyeri
adanya reaksi yang 5. Untuk
tidak diinginkan menurunkan
terhadap obat. ketegangan atau
Sekitar 30 sampai 40 spasme otot dan
menit setelah untuk
pemberian obat, mendistribusikan
minta pasien untuk kembali tekanan
menilai kembali pada bagian tubuh
nyerinya dengan 6. Tehnik
skala 1 sampai 10 nonfarmakologis
4. Atur periode pengurangan nyeri
istirahat tanpa akan efektif bila
terganggu nyeri pasien
berada pada
tingkat yang dapat
ditoleransi
5. Bantu pasien untuk
mendapat posisi
yang nyaman, dan
gunakan bantal
untuk membebat
atau menyokong
daerah yang sakit
bila perlu
6. Pada saat tingkat

31
nyeri pasien tidak
terlalu kentara,
implementasikan
tehnik
mengendalikan nyeri
alternatif

2. Kerusakan Tujuan : 1. Inspeksi kulit pasien1. Untuk


integritas kulit Setelah setiap pergantian menentukan
b.d inflamasi dilakukan tugas jaga, jelaskan keefektifan
dermatitis, tindakan dan dokumentasikan regimen perawatan
respon keperawatan kondisi kulit dan kulit
menggaruk selama 3x24 laporkan perubahan
jam diharapkan 2. Lakukan tindakan 2.
kerusakan pendukung, sesuai
a. Untuk
integritas kulit indikasi
meningkatkan
dapat membaik a. Bantu pasien dalam
kenyamanan dan
Kriteria hasil : melakukan tindakan
kesejahteraan
1. Pasien hygiene dan
b. Pengurangan
menunjukkan kenyamanan
nyeri diperlukan
tidak adanya b. Berikan obat nyeri
untuk
kerusakan kulit sesuai program dan
mempertahankan
2. Pasien pantau
kesehatan
menunjukkan keefektifannya
c. Untuk
turgor kulit yang
c. Pertahankan meningkatkan rasa
normal
lingkungan yang sejahtera pasien

nyaman d. Untuk mencegah

d. Gunakan kasur busa, kerusakan kulit


penyangga, atau

32
peralatan lain e. Untuk mencegah
e. Peringatkan agar kemungkinan
tidak menyentuh infeksi
luka atau balutan
3. Atur posisi pasien
supaya nyaman dan
3. Tindakan tersebut
meminimalkan
mengurangi
tekanan pada
tekanan,
penonjolan tulang.
meningkatkan
Ubah posisi pasien
sirkulasi dan
minimal setiap 2
mencegah
jam. Pantau
kerusakan kulit
frekuensi
pengubahan posisi
pasien dan kondisi
kulitnya 4. Tindakan ini
4. Berikan kesempatan membantu
pasien untuk mengurangi
mengungkapkan ansietas dan
perasaan tentang meningkatkan
masalah kulitnya ketrampilan
5. Berikan pengarahan koping
pada pasien dan 5. Untuk mendorong
anggota keluarga kepatuhan
atau pasangan dalam
program perawatan
kulit
3. Gangguan pola Tujuan : 1. Berikan kesempatan1. Mendengar aktif
tidur b.d Dalam waktu pasien untuk dapat membantu

33
pruritus 1x24 jam pasien mendiskusikan menentukan
mencapai pola keluhan yang penyebab
tidur/istirahat mungkin kesulitan tidur
yang menghalangi tidur
memuaskan 2. Rencanakan asuhan2. Tindakan ini
Kriteria hasil : keperawatan rutin memungkinkan

1. Pasien yang memungkinkan asuhan


mengungkapkan pasien tidur tanpa keperawatan yang

perasaan cukup terganggu konsisten dan


beristirahat memberikan

2. Pasien tidak 3. Berikan bantuan waktu untuk tidur


menunjukkan tidur kepada pasien, tanpa terganggu

tanda-tanda fisik seperti bantal, mandi3. Hygiene pribadi


deprivasi tidur sebelum tidur, secara rutin dapat

3. Menghindari makanan atau mempermudah


konsumsi kafein minuman dan bahan tidur bagi

4. Mengenali bacaan. sejumlah pasien


tindakan untuk 4. Ciptakan
meningkatkan lingkungan tenang 4. Tindakan ini dapat

tidur yang kondusif untuk mendorong


tidur istirahat dan tidur

5. Berikan pengobatan5. Agens hipnotik


yang diprogramkan memicu tidur, obat

untuk meningkatkan penenang


pola tidur normal menurunkan

pasien. pantau dan ansietas


catat reaksi yang
tidak diharapkan
6. Minta pasien untuk
6. Tindakan ini
setiap pagi

34
menjelaskan kualitas membantu
tidur malam mendeteksi adanya
sebelumnya gejala perilaku
yang berhubungan
7. Berikan pendidikan dengan tidur
kesehatan kepada 7. Upaya relaksasi
pasien tentang yang bertujuan
teknik relaksasi biasanya dapat
seperti imajinasi membantu
terbimbing, relaksasi meningkatkan
otot progresif dan tidur
meditasi
4. Gangguan citra Tujuan : 1. Terima persepsi diri1. Untuk
tubuh b.d Dalam waktu pasien dan berikan memvalidasi
penampakan 1x24 jam pasien jaminan bahwa ia perasaannya
kulit yang tidak menerima dapat mengatasi
baik perubahan citra krisis ini 2. Untuk mendapat

tubuh 2. Ketika membantu nilai dasar pada

Kriteria hasil : pasien yang sedang pengukuran

1. Pasien melakukan kemajuan

berpartisipasi perawatan diri, kaji psikologisnya

dalam berbagai pola koping dan


aspek perawatan tingkat harga dirinya
dan dalam 3. Dorong pasien
3. Untuk
pemgambilan melakukan
meningkatkan rasa
keputusan perawatan diri
kemandirian dan
tentang 4. Berikan kesempatan
control
perawatan kepada pasien untuk
4. Agar pasien dapat
2. Pasien menyatakan
mengungkapkan
menyatakan perasaan tentang

35
perasaan positif citra tubuhnya dan keluhannya dan
terhadap dirinya hospitalisasi memperbaiki
sendiri 5. Bimbing dan kesalahpahaman
3. Pasien kuatkan focus pasien5. Untuk mendukung
berpartisipasi pada aspek-aspek adaptasi dan
dalam program positif dari kemajuan yang
rehabilitasi dan penampilannya dan berkelanjutan
konseling upayanya dlam
menyesuaikan diri
dengan perubahan
citra tubuhnya
5. Resiko infeksi Tujuan : 1. Minimalkan resiko 1.
b.d kerusakan Setelah infeksi pasien
perlindungan melakukan dengan : a. Mencuci tangan

kulit tindakan a. Mencuci tangan adalah satu-

keperawatan sebelum dan setelah satunya cara

selama 1x24 memberikan terbaik untuk

jam, infeksi perawatan mencegah

dapat dihindari penularan

Kriteria hasil : b. Mengunakan sarung pathogen


1. Tanda-tanda tangan untuk b. Sarung tangan

vital dalam mempertahankan dapat melindungi

batas normal asepsis pada saat tangan pada saat

2. Tidak adanya memberikan memegang luka

tanda-tanda perawatan langsung yang dibalut atau

infeksi 2. Pantau suhu melakukan


minimal setiap 4 jam berbagai tindakan
dan catat pada kertas2. Suhu yang terus
grafik. Laporkan meningkat setelah
evaluasi segera pembedahan dapat

36
merupakan tanda
awitan komplikasi
pulmonal, infeksi
3. Bantu pasien
luka atau dehisens,
mencuci tangan
infeksi saluran
sebelum dan
kemih atau
sesudah makan dan
tromboflebitis
setelah dari kamar
3. Mencuci tangan
mandi
mencegah
4. Beri pendidikan
penyebaran
kepada pasien
pathogen terhadap
mengenai :
objek dan
a. Teknik mencuci
makanan lain
tangan yang baik
4. Tindakan tersebut
b. Factor-faktor yang
memungkinkan
meningkatkan resiko
pasien untuk
infeksi
berpartisipasi
c. Tanda-tanda dan
dalam perawatan
gejala infeksi
dan membantu
pasien
memodifikasi gaya
hidup untuk
mempertahankan
tingkat kesehatan
yang optimum

3.4 Evaluasi

37
Evaluasi yang akan dilakukan yaitu mencakup tentang :

1.Memiliki pemahaman terhadap perawatan kulit.


2.Mengikuti terapi dan dapat menjelaskan alasan terapi.
3.Melaksanakan mandi, pembersihan dan balutan basah sesuai program.
4.Menggunakan obat topikal dengan tepat.

38

You might also like