Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
Penyakit alergi seperti dermatitis atopik, rhinitis alergika, asma dan urtikaria adalah
keadaan atopi yang cenderung terjadi pada kelompok keluarga dengan kemampuan
produksi IgE yang berlebihan terhadap rangsangan lingkungan (Harsono, 2005).
Dermatitis atopik merupakan penyakit peradangan kulit yang bersifat kronis, dengan
onset puncak terjadi pada usia kurang dari 12 bulan dan sebagian besar kasus
dermatitis atopik terjadi pada beberapa tahun pertama dalam kehidupan (Moore dkk.,
2004; Illi dkk., 2004). Dermatitis atopic merupakan manifestasi paling dini dari
penyakit alergi. Sebesar 50% penderita dermatitis atopik akan menjadi asma dan 75%
menjadi rhinitis alergika (Spergel dan Schneider, 1999; Won Oh dkk., 2007).
1
biaya pengobatan yang tinggi. Pada dermatitis atopik derajat sedang diperlukan
sedikitnya 6 minggu terapi dengan steroid pada 12 bulan pertama kehidupan dengan
biaya pengobatan yang melebihi penyakit diabetes mellitus tipe juvenile (Moore dkk.,
2004).
Dermatitis atopik merupakan hasil interaksi faktor genetika dan lingkungan termasuk
interaksi fetoplasenta, alergen ruangan dan polusi udara serta nutrisi. Beberapa
penelitian epidemiologi menunjukkan bahwa atopi pada masa anak kemungkinan
disebabkan kelainan genetika, dimana kembar monozigot lebih berisiko dibandingkan
dengan kembar heterozigot dan orang tua dengan penyakit alergi memiliki anak-anak
yang berisiko tinggi mengalami asma (Liu dkk., 2003). Uehara dan Kimura pada
tahun 1993 melaporkan pada 60% orangtua dengan dermatitis atopik memiliki anak
yang menderita dermatitis atopik. Prevalensi dermatitis atopik anak sebesar 81%
apabila kedua orang tuanya menderita dermatitis atopik, dan menjadi 59% bila hanya
salah satu dari orang tuanya menderita dermatitis atopik dan pasangannya menderita
alergi saluran napas. Prevalensi menjadi 56% bila salah satu orangtuanya menderita
dermatitis atopik sedangkan pasangannya tidak menderita alergi saluran napas
ataupun dermatitis atopik (Boediardja, 2004).3
Pencegahan primer alergi pada awal kehidupan bayi sangat penting, karena ketika
respons IgE sudah dimulai maka kaskade inflamasi alergi akan terus berlangsung
sepanjang masa bayi dan kemudian sensitisasi terhadap alergen lain akan terjadi.
Pencegahan primer sebaiknya dimulai sebelum terjadi sensitisasi terhadap alergen.
Beberapa intervensi awal yang dapat dilakukan adalah dengan mengidentifikasi
populasi risiko tinggi dan manipulasi lingkungan antara lain penghindaran asap rokok
(Harsono, 2005). Salah satu cara identifikasi populasi risiko tinggi di Indonesia
adalah melalui penentuan nilai atopi keluarga terhadap janin/bayi baru lahir dengan
kartu deteksi dini risiko alergi Ikatan Dokter Anak Indonesia – Persatuan Obstetri dan
Ginekologi Indonesia (IDAI-POGI).
2
IDAI bekerja sama dengan POGI telah melakukan sosialisasi kartu deteksi dini sejak
tahun 2005, yang kemudian diperbarui pada tahun 2009 (IDAI, 2009). Pengaruh
faktor lingkungan, higiene dan gaya hidup dalam peningkatankejadian penyakit alergi
menyebabkan perlunya evaluasi peranan kartu deteksi dini alergi, yang hanya
mengklasifikasikan tingkat risiko alergi berdasarkan faktor atopi keluarga. Penelitian
ini bertujuan untuk mengetahui dan membandingkan kejadian dermatitis atopik
berdasarkan nilai atopi dalam kartu deteksi dini keluarga.
1.3 Tujuan
3
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi
Dermatitis kontak adalah respon peradangan kulit akut atau kronik terhadap paparan
bahan iritan eksternal yang mengenai kulit. Dikenal dua macam jenis dermatitis
kontak yaitu dermatitis kontak iritan yang timbul melalui mekanisme non imunologik
dan dermatitis kontak alergik yang diakibatkan mekanisme imunologik dan dermatitis
kontak alergik yang diakibatkan mekanisme imunologik yang spesifik.
Dermatitis kontak iritan adalah efek sitotosik lokal langsung dari bahan iritan pada
sel-sel epidermis, dengan respon peradangan pada dermis. Daerah yang paling sering
terkena adalah tangan dan pada individu atopi menderita lebih berat. Secara definisi
bahan iritan kulit adalah bahan yang menyebabkan kerusakan secara langsung pada
kulit tanpa diketahui oleh sensitisasi. Mekanisme dari dermatis kontak iritan hanya
sedikit diketahui, tapi sudah jelas terjadi kerusakan pada membran lipid keratisonit.
4
Dermatitis kontak alergi adalah suatu dermatitis atau peradangan kulit yang timbul
setelah kontak dengan alergen melalui proses sensitasi (R.S. Siregar : 109. 2002).
Dermatitis kontak alergi merupakan dermatitis kontak karena sensitasi alergi terhadap
substansi yang beraneka ragam yang menyebabakan reaksi peradangan pada kulit
bagi mereka yang mengalami hipersensivitas terhadap alergen sebagai suatu akibat
dari pajanan sebelumnya (Dorland, W.A. Newman : 590. 2002). Sedangkan menurut
Gell dan Coombs dermatitis kontak alergik adalah reaksi hipersensitifitas tipe lambat
(tipe IV) yang diperantarai sel, akibat antigen spesifik yang menembus lapisan
epidermis kulit. Antigen bersama dengan mediator protein akan menuju ke dermis,
dimana sel limfosit T menjadi tersensitisasi. Pada pemaparan selanjutnya dari antigen
akan timbul reaksi alergi.
2.2 Etiologi
Penyebab munculnya dermatitis kontak iritan ialah bahan yang bersifat iritan,
misalnya bahan pelarut, detergen, minyak pelumas, asam, alkali, dan serbuk kayu.
Kelainan kulit yang terjadi selain ditentukan oleh ukuran molekul, daya larut,
konsentrasi, kohikulum, serta suhu bahan iritan tersebut, juga dipengaruhi oleh faktor
lain. Faktor yang dimaksud yaitu : lama kontak, kekerapan (terus-menerus atau
berselang) adanya oklusi menyebabkan kulit lebih permeabel, demikian juga gesekan
dan trauma fisis. Suhu dan kelembaban lingkungan juga ikut berperan. Iritan adalah
substansi yang akan menginduksi dermatitis pada setiap orang jika terpapar pada kulit
dalam konsentrasi yang cukup. Masing-masing individu memiliki predisposisi yang
5
berbeda terhadap berbagai iritan, tetapi jumlah yang rendah dari iritan menurunkan
dan secara bertahap mencegah kecenderungan untuk menginduksi dermatitis. Fungsi
pertahanan dari kulit akan rusak baik dengan peningkatan hidrasi dari stratum
korneum (suhu dan kelembaban tinggi, bilasan air yang sering dan lama) dan
penurunan hidrasi (suhu dan kelembaban rendah). Efek dari iritan merupakan
concentration-dependent, sehingga hanya mengenai tempat primer kontak
(Safeguards, 2000). Pada orang dewasa, DKI sering terjadi akibat paparan terhadap
bahan yang bersifat iritan, misalnya bahan pelarut, detergen, minyak pelumas, asam,
alkali, dan serbuk kayu. Kelainan kulit yang terjadi selain ditentukan oleh ukuran
molekul, daya larut, konsentrasi, vehikulum, serta suhu bahan iritan tersebut, juga
dipengaruhi oleh faktor lain. Faktor yang dimaksud yaitu lama kontak, kekerapan
(terus-menerus atau berselang), adanya oklusi menyebabkan kulit lebih permeabel,
demikian pula gesekan dan trauma fisis. Suhu dan kelembaban lingkungan juga
berperan (Fregert, 1998). Faktor lingkungan juga berpengaruh pada dermatitis kontak
iritan, misalnya perbedaan ketebalan kulit di berbagai tempat menyebabkan
perbedaan permeabilitas; usia (anak dibawah umur 8 tahun lebih muda teriritasi); ras
(kulit hitam lebih tahan daripada kulit putih), jenis kelamin (insidensi dermatitis
kontak alergi lebih tinggi pada wanita), penyakit kulit yang pernah atau sedang
dialami (ambang rangsang terhadap bahan iritan turun), misalnya dermatitis atopik
(Beltrani et al., 2006). Sistem imun tubuh juga berpengaruh pada terjadinya
dermatitis ini. Pada orang-orang yang immunocompromised, baik yang diakibatkan
oleh penyakit yang sedang diderita, penggunaan obat-obatan, maupun karena
kemoterapi, akan lebih mudah untuk mengalami dermatitis kontak (Hogan, 2009).
Faktor individu juga berpengaruh pada dermatitis kontak iritan, misalnya perbedaan
ketebalan kulit di berbagai tempat menyebabkan perbedaan permeabilitas; usia (anak
di bawah umur 8 tahun lebih mudah teriritasi); ras (kulit hitam lebih tahan dari pada
kulit putih); jenis kelamin (insidens dermatitis kontak iritan lebih tinggi pada wanita);
penyakit kulit yang pernah atau sedang dialami (ambang rangsang terhadap bahan
iritan turun), misalnya dermatitis atopic
6
Dermatitis Kontak Alergi
Dermatitis kontak alergi disebabkan karena kulit terpapar oleh bahan-bahan tertentu,
misalnya alergen, yang diperlukan untuk timbulnya suatu reaksi alergi. Hapten
merupakan alergen yang tidak lengkap (antigen), contohnya formaldehid, ion nikel
dll. Hampir seluruh hapten memiliki berat mo lekul rendah, kurang dari 500- 1000
Da. Dermatitis yang timbul dipengaruhi oleh potensi sensitisasi alergen, derajat
pajanan dan luasnya penetrasi di kulit. Dupuis dan Benezra membagi jenis -jenis
hapten berdasarkan fungsinya
yaitu:
1.Asam, misalnya asam maleat.
2.3 Patofisiologi
7
Pada dermatitis kontak iritan kelainan kulit timbul akibat kerusakan sel yang
disebabkan oleh bahan iritan melalui kerja kimiawi maupun fisik. Bahan iritan
merusak lapisan tanduk, dalam beberapa menit atau beberapa jam bahan-bahan iritan
tersebut akan berdifusi melalui membran untuk merusak lisosom, mitokondria dan
komponen-komponen inti sel. Dengan rusaknya membran lipid keratinosit maka
fosfolipase akan diaktifkan dan membebaskan asam arakidonik akan membebaskan
prostaglandin dan leukotrin yang akan menyebabkan dilatasi pembuluh darah dan
transudasi dari faktor sirkulasi dari komplemen dan system kinin. Juga akan menarik
neutrofil dan limfosit serta mengaktifkan sel mast yang akan membebaskan histamin,
prostaglandin dan leukotrin. (Platelet Activating Factor) PAF akan mengaktivasi
platelets yang akan menyebabkan perubahan vaskuler. Diacil gliserida akan
merangsang ekspresi gen dan sintesis protein. Pada dermatitis kontak iritan terjadi
kerusakan keratisonit dan keluarnya mediator- mediator. Sehingga perbedaan
mekanismenya dengan dermatis kontak alergik sangat tipis yaitu dermatitis kontak
iritan tidak melalui fase sensitisasi.
Kelainan kulit timbul akibat kerusakan sel yang disebabkan oleh bahan iritan melalui
kerja kimiawi atau fisis. Bahan iritan merusak lapisan tanduk, denaturasi keratin,
menyingkirkan lemak lapisan tanduk dan mengubah daya ikat air kulit. Kebanyak
bahan iritan (toksin) merusak membran lemak keratinosit tetapi sebagian dapat
menembus membran sel dan merusak lisosom, mitokondria atau komplemen inti
(Streit, 2001). Kerusakan membran mengaktifkan fosfolipase dan melepaskan asam
arakidonat (AA), diasilgliserida (DAG), faktor aktivasi platelet, dan inositida (IP3).
AA dirubah menjadi prostaglandin (PG) dan leukotrien (LT). PG dan LT
menginduksi vasodilatasi, dan meningkatkan permeabilitas vaskuler sehingga
mempermudah transudasi komplemen dan kinin. PG dan LT juga bertindak sebagai
kemotraktan kuat untuk limfosit dan neutrofil, serta mengaktifasi sel mast
melepaskan histamin, LT dan PG lain, dan PAF, sehingga memperkuat perubahan
vaskuler (Beltrani et al., 2006; Djuanda, 2003). DAG dan second messenger lain
menstimulasi ekspresi gen dan sintesis protein, misalnya interleukin-1 (IL-1) dan
8
granulocyte macrophage-colony stimulating factor (GM-CSF). IL-1 mengaktifkan sel
T-helper mengeluarkan IL-2 dan mengekspresi reseptor IL-2 yang menimbulkan
stimulasi autokrin dan proliferasi sel tersebut. Keratinosit juga mengakibatkan
molekul permukaan HL-ADR dan adesi intrasel (ICAM-I). Pada Kontak dengan
iritan, keratinosit juga melepaskan TN-α, suatu sitokin proinflamasi yang dapat
mengaktifasi sel T, makrofag dan granulosit, menginduksi ekspresi molekul adesi sel
dan pelepasan sitokin (Beltrani et al., 2006). Rentetan kejadian tersebut menimbulkan
gejala peradangan klasik di tempat terjadinya kontak di kulit tergantung pada bahan
iritannya. Ada dua jenis bahan iritan, yaitu: iritan kuat dan iritan lemah. Iritan kuat
akan menimbulkan kelainan kulit pada pajanan pertama pada hampir semua orang
dan menimbulkan gejala berupa eritema, edema, panas, dan nyeri. Sedangkan iritan
lemah hanya pada mereka yang paling rawan atau mengalami kontak berulang-ulang,
dimulai dengan kerusakan stratum korneum oleh karena delipidasi yang
menyebabkan desikasi dan kehilangan fungsi sawar, sehingga mempermudah
kerusakan sel dibawahnya oleh iritan. Faktor kontribusi, misalnya kelembaban udara,
tekanan, gesekan, dan oklusi, mempunyai andil pada terjadinya kerusakan tersebut
(Djuanda, 2003).
Ada dua jenis bahan iritan yaitu : iritan kuat dan iritan lemah. Iritan kuat akan
menimbulkan kelainan kulit pada pajanan pertama pada hampir semua orang, sedang
iritan lemah hanya pada mereka yang paling rawan atau mengalami kontak berulang-
ulang. Faktor kontribusi, misalnya kelembaban udara, tekanan, gesekan dan oklusi,
mempunyai andil pada terjadinya kerusakan tersebut.
Pada dermatitis kontak alergi, ada dua fase terjadinya respon imun tipe IV yang
menyebabkan timbulnya lesi dermatitis ini yaitu :
a. Fase Sensitisasi
9
Fase sensitisasi disebut juga fase induksi atau fase aferen. Pada fase ini terjadi
sensitisasi terhadap individu yang semula belum peka, oleh bahan kontaktan yang
disebut alergen kontak atau pemeka. Terjadi bila hapten menempel pada kulit selama
18-24 jam kemudian hapten diproses dengan jalan pinositosis atau endositosis oleh
sel LE (Langerhans Epidermal), untuk mengadakan ikatan kovalen dengan protein
karier yang berada di epidermis, menjadi komplek hapten protein.
Protein ini terletak pada membran sel Langerhans dan berhubungan dengan produk
gen HLA-DR (Human Leukocyte Antigen-DR). Pada sel penyaji antigen (antigen
presenting cell).
b. Fase elisitasi
10
Fase elisitasi atau fase eferen terjadi apabila timbul pajanan kedua dari antigen yang
sama dan sel yang telah tersensitisasi telah tersedia di dalam kompartemen dermis.
Sel Langerhans akan mensekresi IL-1 yang akan merangsang sel T untuk mensekresi
Il-2. Selanjutnya IL-2 akan merangsang INF (interferon) gamma. IL-1 dan INF
gamma akan merangsang keratinosit memproduksi ICAM-1 (intercellular adhesion
molecule-1) yang langsung beraksi dengan limfosit T dan lekosit, serta sekresi
eikosanoid. Eikosanoid akan mengaktifkan sel mast dan makrofag untuk melepaskan
histamin sehingga terjadi vasodilatasi dan permeabilitas yang meningkat. Akibatnya
timbul berbagai macam kelainan kulit seperti eritema, edema dan vesikula yang akan
tampak sebagai dermatitis.
1. Toleransi Imunologis
Struktur kimia, dosis dan cara penyajian dari suatu antigen sangat menentukan
potensi sensitivitasnya. Pada aplikasi pertama dari antigen akan menggerakkan dua
mekanisme yang berlawanan yaitu sensitisasi (pembentukan T helper cell) dan
toleransi imunitas spesifik (pembentukan T supresor cell). Kedua keadaan
imunologik ini selanjutnya dapat dimodifikasi oleh faktor-faktor eksternal seperti
pemberian glukokortikoid topikal atau sistemik, radiasi sinar ultra violet dan riwayat
dermatitis atopik. Apabila dosis tinggi dari antigen disapukan secara epikutan maka
dapat timbul toleransi.Kemungkinan oleh karena sejumlah besar antigen menghindari
sel Langerhans epidermal.
11
Toleransi imunologis dapat dirangsang oleh penggunaan bahan kimia yang sejenis
seperti propilgallat (antioksidan dalam makanan) dan 2-4-dinitro-1-klorobenzen
terhadap dinitroklorobenzen (DNCB), akan dapat menurunkan sensitivitas DNCB,
bahkan dapat menjadi tidak responsive. Hal ini disebut proses hardening
(pengerasan). Namun proses hardening tidak timbul pada setiap orang dan dapat
hilang bila terjadi pemutusan hubungan dengan bahan kontak alergen. Hiposensitisasi
dapat dicapai dengan pemberian awal bahan allergen berstruktur sejenis dalam dosis
rendah yang kemudian ditingkatkan secara bertahap. Hal ini dapat diterapkan pada
sulfonamid dan poison ivy. Akibatnya ambang rangsang untuk reaksi positif terhadap
uji tempel akan meningkat. Namun keadaan desensitisasi penuh tidak dapat dicapai.
Hiposensitisasi merupakan keseimbangan antara sel efektor dan supresor. Keadaan
toleransi ini dapat dirusak oleh siklofosfamid yang secara selektif menghambat sel
supresor. Bila ini gagal secara teoritik dapat dilakukan induksi secara intra vena
sehingga timbul tolerans terhadap alergen yang diberikan. Menurut Adam hal ini
akan merangsang makrofag di limpa untuk membentuk sel T supresor dan
menimbulkan toleransi imunitas spesifik. Secara teoritik dapat timbul keadaan
quenching yaitu terjadinya potensiasi dari respon alergi dan iritan sehingga kombinasi
dari bahan-bahan kimia dapat menimbulkan efek pemedaman yaitu berkurangnya
ekspresi atau induksi sensitivitas.
2. Gambaran Histopatologis
Pemeriksaan ini tidak memberi gambaran khas untuk diagnostik karena gambaran
histopatologiknya dapat juga terlihat pada dermatitis oleh sebab lain. Pada dermatitis
akut perubahan pada dermatitis berupa edema interseluler (spongiosis), terbentuknya
vesikel atau bula, dan pada dermis terdapat dilatasi vaskuler disertai edema dan
infiltrasi perivaskuler sel-sel mononuclear. Dermatitis sub akut menyerupai bentuk
akut dengan terdapatnya akantosis dan kadangkadang parakeratosis. Pada dermatitis
kronik akan terlihat akantosis, hiperkeratosis, parakeratosis, spongiosis ringan, tidak
tampak adanya vesikel dan pada dermis dijumpai infiltrasi perivaskuler, pertambahan
kapiler dan fibrosis. Gambaran tersebut merupakan dermatitis secara umum dan
12
sangat sukar untuk membedakan gambaran histopatologik antara dermatitis kontak
alergik dan dermatitis kontak iritan.
Kelainan kulit umumnya muncul 24-48 jam pada tempat terjadinya kontak dengan
bahan penyebab. Derajat kelainan kulit yang timbul bervariasi ada yang ringan ada
pula yang berat. Pada yang ringan mungkin hanya berupa eritema dan edema, sedang
pada yang berat selain eritema dan edema yang lebih hebat disertai pula vesikel atau
bula yang bila pecah akan terjadi erosi dan eksudasi. Lesi cenderung menyebar dan
batasnya kurang jelas. Keluhan subyektif berupa gatal.
13
2). Fase Sub Akut
Jika tidak diberi pengobatan dan kontak dengan alergen sudah tidak ada maka proses
akut akan menjadi subakut atau kronis. Pada fase ini akan terlihat eritema, edema
ringan, vesikula, krusta dan pembentukan papul-papul.
Dermatitis jenis ini dapat primer atau merupakan kelanjutan dari fase akut yang
hilang timbul karena kontak yang berulang-ulang. Lesi cenderung simetris, batasnya
kabur, kelainan kulit berupa likenifikasi, papula, skuama, terlihat pula bekas garukan
berupa erosi atau ekskoriasi, krusta serta eritema ringan. Walaupun bahan yang
dicurigai telah dapat dihindari, bentuk kronis ini sulit sembuh spontan oleh karena
umumnya terjadi kontak dengan bahan lain yang tidak dikenal.
Sebagaimana disebutkan pada halaman sebelumnya bahwa ada dua jenis bahan iritan,
maka dermatitis kontak iritan juga ada dua macam yaitu dermatitis kontak iritan akut
dan dermatitis kontak iritan kronis. Dermatititis kontak iritan akut. Penyebabnya
iritan kuat, biasanya karena kecelakaan. Kulit terasa pedih atau panas, eritema,
vesikel, atau bula. Luas kelainan umumnya sebatas daerah yang terkena, berbatas
tegas.
Pada umumnya kelainan kulit muncul dengan segera, tetapi ada sejumlah bahan
kimia yang menimbulkan reaksi akut lambat misalnya podofilin, antralin, asam
fluorohidrogenat, sehingga dermatitis kontak iritan akut lambat. Kelainan kulit baru
terlihat setelah 12-24 jam atau lebih. Contohnya ialah dermatitis yang disebabkan
oleh bulu serangga yang terbang pada malam hari (dermatitis venenata); penderita
baru merasa pedih setelah esok harinya, pada awalnya terlihat eritema dan sorenya
sudah menjadi vesikel atau bahkan nekrosis. Selain berdasarkan fase respon
peradangannya, gambaran klinis dermatitis kontak alergi juga dapat dilihat menurut
predileksi regionalnya. Hal ini akan memudahkan untuk mencari bahan penyebabnya.
14
Dermatitis kontak iritan
Dermatitis kontak iritan kronis atau dermatitis iritan kumulatif, disebabkan oleh
kontak dengan iritan lembah yang berulang-ulang (oleh faktor fisik, misalnya
gesekan, trauma mikro, kelembaban rendah, panas atau dingin; juga bahan contohnya
detergen, sabun, pelarut, tanah, bahkan juga air). Dermatitis kontak iritan kronis
mungkin terjadi oleh karena kerjasama berbagai faktor. Bisa jadi suatu bahan secara
sendiri tidak cukup kuat menyebabkan dermatitis iritan, tetapi bila bergabung dengan
faktor lain baru mampu. Kelainan baru nyata setelah berhari-hari, berminggu atau
bulan, bahkan bisa bertahun-tahun kemudian. Sehingga waktu dan rentetan kontak
merupakan faktor paling penting. Dermatitis iritan kumulatif ini merupakan
dermatitis kontak iritan yang paling sering ditemukan.
Iritan adalah substansi yang akan menginduksi dermatitis pada setiap orang jika
terpapar pada kulit dalam konsentrasi yang cukup, pada waktu yang sufisien dengan
frekuensi yang sufisien. Masing-masing individu memiliki predisposisi yang berbeda
terhadap berbagai iritan, tetapi jumlah yang rendah dari iritan menurunkan dan secara
bertahap mencegah kecenderungan untuk menginduksi dermatitis. Fungsi pertahanan
dari kulit akan rusak baik dengan peningkatan hidrasi dari stratum korneum (suhu dan
kelembaban tinggi, bilasan air yang sering dan lama) dan penurunan hidrasi (suhu dan
kelembaban rendah). Efek dari iritan merupakan concentration dependent, sehingga
hanya mengenai tempat primer kontak (Safeguards, 2000). Pada orang dewasa, DKI
sering terjadi akibat paparan terhadap bahan yang bersifat iritan, misalnya bahan
pelarut, detergen, minyak pelumas, asam, alkali, dan serbuk kayu. Kelainan kulit
yang terjadi selain ditentukan oleh ukuran molekul, daya larut, konsentrasi,
vehikulum, serta suhu bahan iritan tersebut, juga dipengaruhi oleh faktor lain. Faktor
yang dimaksud yaitu lama kontak, kekerapan (terus-menerus atau berselang), adanya
oklusi menyebabkan kulit lebih permeabel, demikian pula gesekan dan trauma fisis.
Suhu dan kelembaban lingkungan juga berperan (Fregert, 1998). Faktor lingkungan
juga berpengaruh pada dermatitis kontak iritan, misalnya perbedaan ketebalan kulit di
berbagai tempat menyebabkan perbedaan permeabilitas; usia (anak dibawah umur 8
15
tahun lebih muda teriritasi); ras (kulit hitam lebih tahan daripada kulit putih), jenis
kelamin (insidensi dermatitis kontak alergi lebih tinggi pada wanita), penyakit kulit
yang pernah atau sedang dialami (ambang rangsang terhadap bahan iritan turun),
misalnya dermatitis atopik (Beltrani et al., 2006). Sistem imun tubuh juga
berpengaruh pada terjadinya dermatitis ini. Pada orang-orang yang
immunocompromised, baik yang diakibatkan oleh penyakit yang sedang diderita,
penggunaan obat-obatan, maupun karena kemoterapi, akan lebih mudah untuk
mengalami dermatitis kontak (Hogan, 2009). Gejala klasik berupa kulit kering,
eritema, skuama, lambat laun kulit tebal (hiperkeratosis) dan likenifikasi, batas
kelainan tidak tegas. Bila kontak terus berlangsung akhirnya kulit dapat retak seperti
luka iris (fisur), misalnya pada kulit tumit tukang cuci yang mengalami kontak terus
menerus dengan deterjen. Ada kalanya kelainan hanya berupa kulit kering atau
skuama tanpa eritema, sehingga diabaikan oleh penderita. Setelah kelainan dirasakan
mengganggu, baru mendapat perhatian. Banyak pekerjaan yang beresiko tinggi yang
memungkinkan terjadinya dermatitis kontak iritan kumulatif, misalnya : mencuci,
memasak, membersihkan lantai, kerja bangunan, kerja di bengkel dan berkebun.
1. Tangan
Kejadian dermatitis kontak baik iritan maupun alergik paling sering di tangan,
misalnya pada ibu rumah tangga. Demikian pula dermatitis kontak akibat kerja paling
banyak ditemukan di tangan. Sebagian besar memang disebabkan oleh bahan iritan.
Bahan penyebabnya misalnya deterjen, antiseptik, getah sayuran/tanaman, semen dan
pestisida.
2. Lengan
Alergen umumnya sama dengan pada tangan, misalnya oleh jam tangan (nikel),
sarung tangan karet, debu semen dan tanaman. Di aksila umumnya oleh bahan
pengharum.
16
3. Wajah
Dermatitis kontak pada wajah dapat disebabkan bahan kosmetik, obat topikal, alergen
yang ada di udara, nikel (tangkai kaca mata). Bila di bibir atau sekitarnya mungkun
disebabkan oleh lipstik, pasta gigi dan getah buah-buahan. Dermatitis di kelopak
mata dapat disebabkan oleh cat kuku, cat rambut, perona mata dan obat mata.
4. Telinga
Anting atau jepit telinga terbuat dari nikel, penyebab lainnya seperti obat topikal,
tangkai kaca mata, cat rambut dan alat bantu pendengaran.
Pada leher penyebabnya adalah kalung dari nikel, cat kuku (yang berasal dari ujung
jari), parfum, alergen di udara dan zat warna pakaian. Kulit kepala relative tahan
terhadap alergen kontak, namun dapat juga terkena oleh cat rambut, semprotan
rambut, sampo atau larutan pengeriting rambut.
6. Badan
Dapat disebabkan oleh pakaian, zat warna, kancing logam, karet (elastis, busa ),
plastik dan deterjen.
7. Genitalia
Penyebabnya dapat antiseptik, obat topikal, nilon, kondom, pembalut wanita dan
alergen yang berada di tangan.
Disebabkan oleh pakaian, dompet, kunci (nikel) di saku, kaos kaki nilon, obat topikal
(anestesi
17
2.5 Pemeriksaan Penunjang
Alergi kontak dapat dibuktikan dengan tes in vivo dan tes in vitro. Tes in vivo dapat
dilakukan dengan uji tempel. Berdasarkan tehnik pelaksanaannya dibagi tiga jenis tes
tempel yaitu :
Pada uji terbuka bahan yang dicurigai ditempelkan pada daerah belakang telinga
karena daerah tersebut sukar dihapus selama 24 jam. Setelah itu dibaca dan dievaluasi
hasilnya. Indikasi uji tempel terbuka adalah alergen yang menguap.
Untuk uji tertutup diperlukan Unit Uji Tempel yang berbentuk semacam plester yang
pada bagian tengahnya terdapat lokasi dimana bahan tersebut diletakkan. Bahan yang
dicurigai ditempelkan dipunggung atau lengan atas penderita selama 48 jam setelah
itu hasilnya dievaluasi.
Uji tempel sinar dilakukan untuk bahan-bahan yang bersifat sebagai fotosensitisir
yaitu bahan-bahan yang bersifat sebagai fotosensitisir yaitu bahan yang dengan sinar
ultra violet baru akan bersifat sebagai alergen. Tehnik sama dengan uji tempel
tertutup, hanya dilakukan secara duplo. Dua baris dimana satu baris bersifat sebagai
kontrol. Setelah 24 jam ditempelkan pada kulit salah satu baris dibuka dan disinari
dengan sinar ultraviolet dan 24 jam berikutnya dievaluasi hasilnya. Untuk
menghindari efek daripada sinar, maka punggung atau bahan test tersebut dilindungi
dengan secarik kain hitam atau plester hitam agar sinar tidak bisa menembus bahan
tersebut.
Untuk dapat melaksanakan uji tempel ini sebaiknya penderita sudah dalam keadaan
tenang penyakitnya, karena bila masih dalam keadaan akut kemungkinan salah satu
bahan uji tempel merupakan penyebab dermatitis sehingga akan menjadi lebih berat.
18
Tidak perlu sembuh tapi dalam keadaan tenang. Disamping itu berbagai macam obat
dapat mempengaruhi uji tempel sebaiknya juga dihindari paling tidak 24 jam sebelum
melakukan uji tempel misalnya obat antihistamin dan kortikosteroid.
Dalam melaksanakan uji tempel diperlukan bahan standar yang umumnya telah
disediakan oleh International Contact dermatitis risert group, unit uji tempel dan
penderita maka dengan mudah dilihat perubahan pada kulit penderita. Untuk
mengambil kesimpulan dari hasil yang didapat dari penderita diperlukan keterampilan
khusus karena bila gegabah mungkin akan merugikan penderita sendiri. Kadang-
kadang hasil ini merupakan vonis penderita dimana misalnya hasilnya positif maka
penderita diminta untuk menghindari bahan itu. Penderita harus hidup dengan
menghindari ini itu, tidak boleh ini dan itu sehingga berdampak negatif dan penderita
dapat jatuh ke dalam neurosis misalnya. Karenanya dalam mengevaluasi hasil uji
tempel dilakukan oleh seorang yang sudah mendapat latihan dan berpengalaman di
bidang itu.
Tes in vitro menggunakan transformasi limfosit atau inhibisi migrasi makrofag untuk
pengukuran dermatitis kontak alergik pada manusia dan hewan. Namun hal tersebut
belum standar dan secara klinis belum bernilai diagnosis.
2.6 Penatalaksanaan
Pada prinsipnya penatalaksanaan dermatitis kontak iritan dan kontak alergik yang
baik adalah mengidentifikasi penyebab dan menyarankan pasien untuk
menghindarinya, terapi individual yang sesuai dengan tahap penyakitnya dan
perlindungan pada kulit.
1. Pencegahan
Merupakan hal yang sangat penting pada penatalaksanaan dermatitis kontak iritan
dan kontak alergik. Di lingkungan rumah, beberapa hal dapat dilaksanakan misalnya
penggunaan sarung tangan karet di ganti dengan sarung tangan plastik, menggunakan
mesin cuci, sikat bergagang panjang, penggunaan deterjen.
19
2. Pengobatan
3. Pengobatan topikal
a). Kortikosteroid
20
b). Radiasi ultraviolet
Sinar ultraviolet juga mempunyai efek terapetik dalam dermatitis kontak melalui
sistem imun. Paparan ultraviolet di kulit mengakibatkan hilangnya fungsi sel
Langerhans dan menginduksi timbulnya sel panyaji antigen yang berasal dari
sumsum tulang yang dapat mengaktivasi sel T supresor. Paparan ultraviolet di kulit
mengakibatkan hilangnya molekul permukaan sel langehans (CDI dan HLA-DR),
sehingga menghilangkan fungsi penyaji antigennya. Kombinasi 8-methoxy-psoralen
dan UVA (PUVA) dapat menekan reaksi peradangan dan imunitis. Secara imunologis
dan histologis PUVA akan mengurangi ketebalan epidermis, menurunkan jumlah sel
Langerhans di epidermis, sel mast di dermis dan infiltrasi mononuklear. Fase induksi
dan elisitasi dapat diblok oleh UVB. Melalui mekanisme yang diperantarai TNF
maka jumlah HLA- DR + dari sel Langerhans akan sangat berkurang jumlahnya dan
sel Langerhans menjadi tolerogenik. UVB juga merangsang ekspresi ICAM-1 pada
keratinosit dan sel Langerhans.
c). Siklosporin A
Superinfeksi dapat ditimbulkan oleh S. aureus, S. beta dan alfa hemolitikus, E. koli,
Proteus dan Kandida spp. Pada keadaan superinfeksi tersebut dapat diberikan
antibiotika (misalnya gentamisin) dan antimikotika (misalnya clotrimazole) dalam
bentuk topikal.
21
Obat-obatan baru yang bersifat imunosupresif adalah FK 506 (Tacrolimus) dan SDZ
ASM 981. Tacrolimus bekerja dengan menghambat proliferasi sel T melalui
penurunan sekresi sitokin seperti IL-2 dan IL-4 tanpa merubah responnya terhadap
sitokin eksogen lain. Hal ini akan mengurangi peradangan kulit dengan tidak
menimbulkan atrofi kulit dan efek samping sistemik. SDZ ASM 981 merupakan
derivat askomisin makrolatum yang berefek anti inflamasi yang tinggi. Pada
konsentrasi 0,1% potensinya sebanding dengan kortikosteroid klobetasol-17-
propionat 0,05% dan pada konsentrasi 1% sebanding dengan betametason 17-valerat
0,1%, namun tidak menimbulkan atrofi kulit. Konsentrasi yang diajurkan adalah 1%.
Efek anti peradangan tidak mengganggu respon imun sistemik dan penggunaan
secara topikal sama efektifnya dengan pemakaian secara oral.
Pengobatan sistemik ditujukan untuk mengontrol rasa gatal dan atau edema, juga
pada kasus-kasus sedang dan berat pada keadaan akut atau kronik. Jenis-jenisnya
adalah :
a). Antihistamin
Maksud pemberian antihistamin adalah untuk memperoleh efek sedatifnya. Ada yang
berpendapat pada stadium permulaan tidak terdapat pelepasan histamin. Tapi ada juga
yang berpendapat dengan adanya reaksi antigen-antobodi terdapat pembebasan
histamin, serotonin, SRS-A, bradikinin dan asetilkolin.
b). Kortikosteroid
Diberikan pada kasus yang sedang atau berat, secara peroral, intramuskular atau
intravena. Pilihan terbaik adalah prednison dan prednisolon. Steroid lain lebih mahal
dan memiliki kekurangan karena berdaya kerja lama. Bila diberikan dalam waktu
22
singkat maka efek sampingnya akan minimal. Perlu perhatian khusus pada penderita
ulkus peptikum, diabetes dan hipertensi. Efek sampingnya terutama pertambahan
berat badan, gangguan gastrointestinal dan perubahan dari insomnia hingga depresi.
Kortikosteroid bekerja dengan menghambat proliferasi limfosit, mengurangi molekul
CD1 dan HLA- DR pada sel Langerhans, menghambat pelepasan IL-2 dari limfosit T
dan menghambat sekresi IL-1, TNF-a dan MCAF.
c). Siklosporin
d). Pentoksifilin
Bekerja dengan menghambat pembentukan TNF-a, IL-2R dan ekspresi ICAM-1 pada
keratinosit dan sel Langerhans. Merupakan derivat teobromin yang memiliki efek
menghambat peradangan.
Menghambat fungsi sel penyaji dari sel Langerhans. Jenisnya seperti nifedipin dan
amilorid.
23
Menghambat proliferasi sel T dan produksi sitokin IL-1, IL-2, IL-6 dan INF-r yang
merupakan mediator-mediator poten dari peradangan. Contohnya adalah kalsitriol.
Merupakan derivay askomisin dengan aktifitas anti inflamasi yang tinggi. Dapat juga
diberikan secara topical, pemberian secara oral lebih baik daripada siklosporin.
2.7 Prognosis
2.8 Pencegahan
Bersihkan kulit yang terkena bahan iritan dengan air dan sabun. Bila dilakukan
secepatnya, dapat menghilangkan banyak iritan dan alergen dari kulit.
Gunakan sarung tangan saat mengerjakan pekerjaan rumah tangga untuk menghindari
kontak dengan bahan pembersih.
Bila sedang bekerja, gunakan pakaian pelindung atau sarung tangan untuk
menghindari kontak dengan bahan alergen atau iritan.
24
2.9 WOC
Bahan iritan Kimiawi dan
Fisik
25
Sel penyampai Ag
Kelainan kulit Iritan kontak
dengan AG
Sel T
Lapisan tanduk Oleh sel plasma dan basofil
rusak membentuk Ab IgE
HMC
Memicu proses
Denatursi keratin
degranulasi
Pelepasan
limfokim
Pelepasan mediator
Menyingkirkan
kimia berlebihan
lemak lap. tanduk Lepas makrofag
Reaksi peradangan
Mengubah daya Kerusakan
ikat air kulit jaringan
Gatal dan rubor
Kelembapan kulit
Merusak lapisan
Reaksi menggaruk menurun
epidermis
berlebih
Kulit mengering
MK : Gangguan
Integritas Jaringan MK : Gangguan
rasa nyaman Perubahan
warna kulit
Lapisan epidermis
Pelepasan toksik MK : Resiko
terbuka invasi MK : Gangguan
bakteri BAB III Infeksi
bakteri Citra Diri
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian
26
Untuk menetapkan bahan alergen penyebab dermatitis kontak alergik diperlukan
anamnesis yang teliti, riwayat penyakit yang lengkap, pemeriksaan fisik dan uji
tempel.
Pemeriksaan fisik didapatkan adanya eritema, edema dan papula disusul dengan
pembentukan vesikel yang jika pecah akan membentuk dermatitis yang membasah.
Lesi pada umumnya timbul pada tempat kontak, tidak berbatas tegas dan dapat
meluas ke daerah sekitarnya. Karena beberapa bagian tubuh sangat mudah
tersensitisasi dibandingkan bagian tubuh yang lain maka predileksi regional diagnosis
regional akan sangat membantu penegakan diagnosis.
1.Adanya riwayat kontak dengan suatu bahan satu kali tetapi lama, beberapa kali atau
satu kali tetapi sebelumnya pernah atau sering kontak dengan bahan serupa.
3.Terdapat tanda-tanda dermatitis disekitar tempat kontak dan lain tempat yang
serupa dengan tempat kontak tetapi lebih ringan serta timbulnya lebih lambat, yang
tumbuhnya setelah pada tempat kontak.
4.Rasa gatal
27
Berbagai jenis kelainan kulit yang harus dipertimbangkan dalam diagnosis
banding adalah :
1.Dermatitis atopik : erupsi kulit yang bersifat kronik residif, pada tempat-tempat
tertentu seperti lipat siku, lipat lutut dise rtai riwayat atopi pada penderita atau
keluarganya. Penderita dermatitis atopik mengalami efek pada sisitem imunitas
seluler, dimana sel TH2 akan memsekresi IL-4 yang akan merangsang sel Buntuk
memproduksi IgE, dan IL-5 yang merangsang pembentukan eosinofil. Sebaliknya
jumlah sel T dalam sirkulasi menurun dan kepekaan terhadap alergen kontak
menurun.
3.Dermatitis dishidrotik : erupsi bersifat kronik residif, sering dijumpai pada telapak
tangan dan telapak kaki, dengan efloresensi berupa vesikel yang terletak di dalam.
4.Dermatomikosis : infeksi kulit yang disebabkan oleh jamur dengan efloresensi kulit
bersifat polimorf, berbatas tegas dengan tepi yang lebih aktif.
5.Dermatitis seboroik : bila dijumpai pada muka dan aksila akan sulit dibedakan.
Pada muka terdapat di sekitar alae nasi, alis mata dan di belakang
6.telinga.
7.Liken simplek kronikus : bersifat kronis dan redisif, sering mengalami iritasi atau
sensitisasi. Harus dibedakan dengan dermatitis kontak alergik bentuk kronik.
28
3.2 Diagnosis Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang umumnya muncul pada klien penderita kelainan kulit
seperti dermatitis kontak adalah sebagai berikut :
29
1. Pasien dan tanda-tanda dan
melaporkan gejala psikologis.
nyeri berkurang Pengkajian
2. Nyeri dapat berkelanjutan
diadaptasi membantu
3. Dapat meyakinkan bahwa
mengidentifikasi penanganan dapat 2. Untuk
aktifitas yang memenuhi memfasilitasi
meningkatkan kebutuhan pasien pengkajian yang
atau dalam mengurangi akurat tentang
menurunkan nyeri. tingkat nyeri
nyeri Dokumentasikan pasien
4. Pasien tidak respons pasien
gelisah dan terhadap pertanyaan
skala nyeri 0-1 anda dengan
3. Untuk
atau teradaptasi bahasanya sendiri
menentukan
untuk menghindari
keefektifan obat
interprestasi
subjektif
2. Minta pasien untuk
menggunakan
sebuah skala 1
sampai 10 untuk
menjelaskan tingkat
nyerinya (dengan
nilai 10 menandakan4. Tindakan ini
tingkat nyeri paling meningkatkan
berat) kesehatan,
3. Berikan obat yang kesejahteraan, dan
30
dianjurkan untuk peningkatan
mengurangi nyeri, tingkat energy,
bergantung pada yang penting
gambaran nyeri untuk
pasien. pantau pengurangan nyeri
adanya reaksi yang 5. Untuk
tidak diinginkan menurunkan
terhadap obat. ketegangan atau
Sekitar 30 sampai 40 spasme otot dan
menit setelah untuk
pemberian obat, mendistribusikan
minta pasien untuk kembali tekanan
menilai kembali pada bagian tubuh
nyerinya dengan 6. Tehnik
skala 1 sampai 10 nonfarmakologis
4. Atur periode pengurangan nyeri
istirahat tanpa akan efektif bila
terganggu nyeri pasien
berada pada
tingkat yang dapat
ditoleransi
5. Bantu pasien untuk
mendapat posisi
yang nyaman, dan
gunakan bantal
untuk membebat
atau menyokong
daerah yang sakit
bila perlu
6. Pada saat tingkat
31
nyeri pasien tidak
terlalu kentara,
implementasikan
tehnik
mengendalikan nyeri
alternatif
32
peralatan lain e. Untuk mencegah
e. Peringatkan agar kemungkinan
tidak menyentuh infeksi
luka atau balutan
3. Atur posisi pasien
supaya nyaman dan
3. Tindakan tersebut
meminimalkan
mengurangi
tekanan pada
tekanan,
penonjolan tulang.
meningkatkan
Ubah posisi pasien
sirkulasi dan
minimal setiap 2
mencegah
jam. Pantau
kerusakan kulit
frekuensi
pengubahan posisi
pasien dan kondisi
kulitnya 4. Tindakan ini
4. Berikan kesempatan membantu
pasien untuk mengurangi
mengungkapkan ansietas dan
perasaan tentang meningkatkan
masalah kulitnya ketrampilan
5. Berikan pengarahan koping
pada pasien dan 5. Untuk mendorong
anggota keluarga kepatuhan
atau pasangan dalam
program perawatan
kulit
3. Gangguan pola Tujuan : 1. Berikan kesempatan1. Mendengar aktif
tidur b.d Dalam waktu pasien untuk dapat membantu
33
pruritus 1x24 jam pasien mendiskusikan menentukan
mencapai pola keluhan yang penyebab
tidur/istirahat mungkin kesulitan tidur
yang menghalangi tidur
memuaskan 2. Rencanakan asuhan2. Tindakan ini
Kriteria hasil : keperawatan rutin memungkinkan
34
menjelaskan kualitas membantu
tidur malam mendeteksi adanya
sebelumnya gejala perilaku
yang berhubungan
7. Berikan pendidikan dengan tidur
kesehatan kepada 7. Upaya relaksasi
pasien tentang yang bertujuan
teknik relaksasi biasanya dapat
seperti imajinasi membantu
terbimbing, relaksasi meningkatkan
otot progresif dan tidur
meditasi
4. Gangguan citra Tujuan : 1. Terima persepsi diri1. Untuk
tubuh b.d Dalam waktu pasien dan berikan memvalidasi
penampakan 1x24 jam pasien jaminan bahwa ia perasaannya
kulit yang tidak menerima dapat mengatasi
baik perubahan citra krisis ini 2. Untuk mendapat
35
perasaan positif citra tubuhnya dan keluhannya dan
terhadap dirinya hospitalisasi memperbaiki
sendiri 5. Bimbing dan kesalahpahaman
3. Pasien kuatkan focus pasien5. Untuk mendukung
berpartisipasi pada aspek-aspek adaptasi dan
dalam program positif dari kemajuan yang
rehabilitasi dan penampilannya dan berkelanjutan
konseling upayanya dlam
menyesuaikan diri
dengan perubahan
citra tubuhnya
5. Resiko infeksi Tujuan : 1. Minimalkan resiko 1.
b.d kerusakan Setelah infeksi pasien
perlindungan melakukan dengan : a. Mencuci tangan
36
merupakan tanda
awitan komplikasi
pulmonal, infeksi
3. Bantu pasien
luka atau dehisens,
mencuci tangan
infeksi saluran
sebelum dan
kemih atau
sesudah makan dan
tromboflebitis
setelah dari kamar
3. Mencuci tangan
mandi
mencegah
4. Beri pendidikan
penyebaran
kepada pasien
pathogen terhadap
mengenai :
objek dan
a. Teknik mencuci
makanan lain
tangan yang baik
4. Tindakan tersebut
b. Factor-faktor yang
memungkinkan
meningkatkan resiko
pasien untuk
infeksi
berpartisipasi
c. Tanda-tanda dan
dalam perawatan
gejala infeksi
dan membantu
pasien
memodifikasi gaya
hidup untuk
mempertahankan
tingkat kesehatan
yang optimum
3.4 Evaluasi
37
Evaluasi yang akan dilakukan yaitu mencakup tentang :
38