You are on page 1of 24

TOPIK : Acute Kidney Injury

Tanggal (kasus) : 30 Mei 2015 Presenter : dr. Goodwin Anthony Pakan

Tanggal Presentasi : 2 Juni 2015 Pendamping : dr. Desfi Delfiana Fahmi

Tempat presentasi : RSUD H Damanhuri Barabai

Objektif presentasi :

 Penyegaran

 Keilmuan

Deskripsi :
Pasien datang ke IGD dengan keluhan dada berdebar dan nyeri kepala, pasien
mengaku mulai merasa berdebar sejak tanggal 13 April 2015. Pasien sudah sering
mengalami hal seperti ini (dada berdebar) tetapi hanya membeli sendiri obat Captopril
12,5mg tanpa berobat sebelumnya tetapi tekanan darah tetap tinggi. Pasien menderita
sakit stroke sejak 2 tahun sebelum masuk rumah sakit yang mengakibatkan kaki dan
tangan kanan terasa lemah serta wajah bagian kanan tampak perot, pasien juga mengaku
sering merasa pegal di pinggang bagian kanan di sertai volume buang air kecil yang
berkurang.

Tujuan : Manajemen Kasus

Bahan bahasan : Kasus


Cara Membahas : Presentasi dan Diskusi
Data Pasien : Nama : Ny. SS (45 thn) No. Registrasi :

Datang ke IGD RSUD H Damanhuri Barabai pada tanggal 30 Mei 2015

Data utama untuk diskusi :


Diagnosis Acute Kidney Injury
Riwayat Pengobatan -
Riwayat Kesehatan Pasien memiliki riwayat penyakit hipertensi dan stroke
Riwayat Keluarga Riwayat alergi (-)
Pekerjaan -
Lain-lain Status Present
- Keadaan umum : Tampak sakit sedang
- Kesadaran : Compos mentis
- Nadi : 125 x / menit, reguler, isi penuh.
- Respirasi : 22 x/menit
- Suhu : 37 º C
- Tekanan darah : 210/110 mmHg
1|ACUTE KIDNE
- YBB
I N JU RY : 75 kg
- Status gizi : Cukup
TINJAUAN PUSTAKA
ACUTE KIDNEY INJURY

Definisi
Acute kidney injury (AKI), atau Acute Renal Failure (ARF), atau yang dulu dikenal
dengan Gagal Ginjal Akut (GGA) merupakan suatu sindrom klinik akibat adanya
gangguan fungsi ginjal yang terjadi secara mendadak (dalam beberapa jam sampai
beberapa hari) yang menyebabkan retensi sisa metabolisme nitrogen (urea-kreatinin) dan
non-nitrogen, dengan atau tanpa disertai oliguri, yaitu tidak diproduksinya urin.(2)
Indikator terjadiya AKI adalah kadar kreatinin (Cr) yang meningkat mendadak sebesar 0,5
mg % pada pasien dengan kadar kreatinin awal < 2,5 mg% atau meningkat > 20 % bila
kreatinin awal > 2,5 mg%. (2)
Etiologi

2 | AC U TE KI D N EY I N JU RY
Etiologi AKI dibagi menjadi 3 kategori:(1)
1. Pre-renal (gagal ginjal sirkulatorik) = kondisi dengan fungsi tubulus dan
glomerulus normal dan GFR menurun oleh karena perfusi ginjal terganggu

Prerenal merupakan bentuk paling umum dan sering menyebabkan AKI intrinsik
jika tidak segera diperbaiki. (1)
 Penurunan volume (hipovolemia) dapat disebabkan oleh:

o Perdarahan

o luka bakar

o diare

o asupan kurang

o pemakaian diuretik yang berlebihan

 Penurunan curah jantung bisa disebabkan oleh:

o gagal jantung

o emboli paru

o infark miokard akut

o tamponade jantung

 Vasodilatasi sistemik dapat disebabkan oleh:

o Syok septic

o Anafilaksis

o Pemberian obat antihipertensi

 Vasokonstriksi arteriol aferen dapat disebabkan oleh:

o hiperkalsemia

o Obat : NSAID, amfoterisin B, inhibitor kalsineurin, norepinefrin,


agen radiocontrast

3 | AC U TE KI D N EY I N JU RY
o hepatorenal sindrom

 Penyakit yang dikarenakan gangguan perfusi ginjal meliputi:

o Penurunan volume darah arteri efektif - Hipovolemia, CHF, gagal


hati, sepsis

o Ginjal arteri penyakit - stenosis arteri ginjal (aterosklerosis, displasia


fibromuskular), penyakit emboli (septik, kolesterol)

2. Renal (gagal ginjal intrinsic) = yang termasuk penyakit pada ginjal itu sendiri,
terutama yang mempengaruhi glomerulus atau tubulus, yang berhubungan dengan
pelepasan vasokonstriktor aferen ginjal; iskemik adalah penyebab paling umum
dari gagal ginjal intrinsik.

 Penyebab vaskular (pembuluh besar dan kecil) :

o hipertensi maligna

o emboli kolesterol

o vaskulitis

o purpura

o trombositopenia trombotik

o sindrom uremia hemolitik

o krisis ginjal

o scleroderma

o toksemia kehamilan

 Penyebab glomerulus meliputi:

o pascainfeksi akut

o glomerulonefritis

o proliferatif difus dan progresif

4 | AC U TE KI D N EY I N JU RY
o lupus eritematosus sistemik

o endokarditis infektif

o sindrom Goodpasture

o vaskulitis

 Etiologi tubular meliputi:

o Iskemia

 Nekrosis tubulus akut

o Sitotoksisitas

 zat nefrotksik (aminoglikosida,sefalosporin,amfoterisin


B,aziklovir,pentamidin,obat kemoterapi,zat warna kontras
radiografik,logam berat,hidrokarbon,anaestetik)

 rabdomiolisis dengan mioglobulinuria

 hemolisis dengan hemoglobulinuri

 hiperkalsemia

 Penyebab interstisial meliputi:

o Obat (antibiotika,
diuretic,allopurinol,rifampin,fenitoin,simetidin,NSAID)

o infeksi (stafilokokus,bakteri gram


negatif,leptospirosis,bruselosis,virus,jamur,basil tahan asam)

o penyakit infiltratif (leukemia,limfoma,sarkoidosis)

3. Post-renal (gagal ginjal obstruktif) = terjadinya obstruksi pasase urine

 Penyebab postrenal AKI antara lain:

5 | AC U TE KI D N EY I N JU RY
o Obstruksi ureter (batu penyakit, tumor, fibrosis, ligasi selama
operasi panggul)

o Obstruksi leher kandung kemih (jinak prostatic hypertrophy [BPH],


kanker prostat (CA prostat), kandung kemih neurogenik,
antidepresan trisiklik, bloker ganglion, tumor kandung kemih,
penyakit batu, perdarahan / gumpalan)

o Obstruksi uretra (striktur, tumor, phimosis)

o Renal vein thrombosis

Klasifikasi
Berdasarkan jumlah produksi urin, dibedakan 3 fase: (8)
1. Fase anuria: produksi urin < 100 ml/24 jam.

2. Fase oliguria: produksi urin < 400 ml/24 jam

3. Fase poliuria: produksi urin > 3500 ml/24 jam.

Berdasarkan derajat beratnya penyakit yang timbul, diklasifikasikan menjadi: (8)


 GGA simpel/tanpa komplikasi (uncomplicated ARF): Tidak dijumpai adanya
penyakit penyerta ( komorbiditas ) dan juga tidak terdapat komplikasi. Angka
kematian pada tipe ini berkisar antara 7- 23%.
 GGA berat (complicated ARF): Pasien umumnya dirawat di unit perawatan intensif
karena mengalami penyulit seperti sepsis, perdarahan, penurunan kesadaran, dan
gagal napas. Angka kematian sangat tinggi, mencapai 50–80% .

Kriteria RIFLE (1)


Pada tahun 2004, kelompok kerja ADQI (Acute Dialysis Quality Initiative) menetapkan
definisi dan sistem klasifikasi AKI yang disingkat menjadi RIFLE yaitu Risk of renal
dysfunction, Injury to the kidney, Failure atau Loss of kidney function, dan End-stage
kidney disease

Stage GFR** Criteria Urine Output Probability


Criteria

6 | AC U TE KI D N EY I N JU RY
Risk SCreat† increased × 1.5 UO‡ < 0.5 mL/kg/h × High sensitivity (Risk >Injury
6h >Failure)
or

GFR decreased >25%

Injury SCreat increased × 2 UO < 0.5 mL/kg/h ×


12 h
or

GFR decreased >50%

Failure SCreat increased × 3 UO < 0.3 mL/kg/h ×


24 h
or

GFR decreased 75% (oliguria)

or
or

SCreat ≥4 mg/dL; acute rise ≥0.5


anuria × 12 h
mg/dL

Loss Persistent acute renal failure: complete loss of kidney High specificity
function >4 wk

ESKD* Complete loss of kidney function >3 mo

*ESKD—end-stage kidney disease; **GFR—glomerular filtration rate; †SCreat—serum creatinine;


‡UO—urine output

7 | AC U TE KI D N EY I N JU RY
Note: Patients can be classified by GFR criteria and/or UO criteria. The criteria that support the most
severe classification should be used. The superimposition of acute on chronic failure is indicated with
the designation RIFLE-FC; failure is present in such cases even if the increase in SCreat is less than 3-
fold, provided that the new SCreat is greater than 4.0 mg/dL (350 μmol/L) and results from an acute
increase of at least 0.5 mg/dL (44 μmol/L).

Perkiraan kadar kreatinin serum berdasarkan kelompok usia dan ras


USIA LAKI-LAKI LAKI-LAKI WANITA WANITA

(tahun) (kulit hitam) (mg/dL) (kulit putih) (kulit hitam) (mg/dL) (kulit putih)

(mg/dL) (mg/dL)

20-24 1.5 1.3 1.2 1.0

25-29 1.5 1.2 1.1 1.0

30-39 1.4 1.2 1.1 0.9

40-54 1.3 1.1 1.0 0.8

55-65 1.3 1.1 1.0 0.8

>65 1.2 1.0 0.9 0.8

Peningkatan kadar serum kreatinin ( mg/dl) disesuaikan dengan kriteria RIFLE


Kadar Awal 0.5 1.0 1.5 2.0 2.5 3.0
Risk 0.75 1.5 2.25 3.0 3.75 -
Injury 1.0 2.0 3.0 - - -
Failure 1.5 3.0 4.0 4.0 4.0 4.0
Kriteria RIFLE berdasarkan urin output (UO) dan berat badan penderita
Kriteria Berat badan pasien (kg)
RIFLE 40 50 60 70
RIFLE - R UO= <120 cc UO= <150 cc UO= <180 cc UO= <210cc
(dalam 6 jam) (dalam 6 jam) (dalam 6 jam) (dalam 6 jam)
RIFLE - I UO = <240 cc UO = <300 cc UO = <360 cc UO = <420 cc (dalam
(dalam 12 jam) (dalam 12 jam) (dalam 12 jam) 12 jam)
RIFLE - F UO = < 288cc UO = < 360 cc UO = < 432 cc UO = < 504 cc
(dalam 24 jam) (dalam 24 jam) (dalam 24 jam) (dalam 24 jam)
ANURI ANURI ANURI ANURI
(dalam 12 jam) (dalam 12 jam) (dalam 12 jam) (dalam 12 jam)

Faktor Resiko

8 | AC U TE KI D N EY I N JU RY
Gagal ginjal akut hampir selalu terjadi sehubungan dengan kondisi medis lain atau keadaan
lainnya. Kondisi yang dapat meningkatkan risiko gagal ginjal akut antara lain: (7)
 Dirawat di rumah sakit, terutama untuk kondisi serius yang memerlukan perawatan
intensif

 usia lanjut

 Penyumbatan pada pembuluh darah di lengan atau kaki (penyakit arteri perifer)

 diabetes

 Tekanan darah tinggi

 gagal jantung

 penyakit-penyakit ginjal

 penyakit hati

Patofisiologi
Dalam keadaan normal aliran darah ginjal dan laju filtrasi glomerolus relatif
konstan yang diatur oleh suatu mekanisme yang disebut otoregulasi. Dua mekanisme yang
berperan dalam autoregulasi ini adalah: (2)
 Reseptor regangan miogenik dalam otot polos vascular arteriol aferen
 Timbal balik tubuloglomerular
Selain itu norepinefrin, angiotensin II, dan hormon lain juga dapat mempengaruhi
autoregulasi. Pada gagal ginjal pre-renal yang utama disebabkan oleh hipoperfusi ginjal.
Pada keadaan hipovolemi akan terjadi penurunan tekanan darah, yang akan mengaktivasi
baroreseptor kardiovaskular yang selanjutnya mengaktifasi sistim saraf simpatis, sistim
rennin-angiotensin serta merangsang pelepasan vasopressin dan endothelin-I (ET-1), yang
merupakan mekanisme tubuh untuk mempertahankan tekanan darah dan curah jantung
serta perfusi serebral. Pada keadaan ini mekanisme otoregulasi ginjal akan
mempertahankan aliran darah ginjal dan laju filtrasi glomerulus (LFG) dengan vasodilatasi
arteriol afferent yang dipengaruhi oleh reflek miogenik, prostaglandin dan nitric oxide
(NO), serta vasokonstriksi arteriol afferent yang terutama dipengaruhi oleh angiotensin-II
dan ET-1.

9 | AC U TE KI D N EY I N JU RY
Pada hipoperfusi ginjal yang berat (tekanan arteri rata-rata < 70 mmHg) serta
berlangsung dalam jangka waktu lama, maka mekanisme otoregulasi tersebut akan
terganggu dimana arteriol afferent mengalami vasokonstriksi, terjadi kontraksi mesangial
dan penigkatan reabsorbsi natrium dan air. Keadaan ini disebut prerenal atau gagal ginjal
akut fungsional dimana belum terjadi kerusakan struktural dari ginjal.
Penanganan terhadap hipoperfusi ini akan memperbaiki homeostasis intrarenal
menjadi normal kembali. Otoregulasi ginjal bisa dipengaruhi oleh berbagai macam obat
seperti ACEI, NSAID terutama pada pasien – pasien berusia di atas 60 tahun dengan kadar
serum kreatinin 2 mg/dL sehingga dapat terjadi GGA pre-renal. Proses ini lebih mudah
terjadi pada kondisi hiponatremi, hipotensi, penggunaan diuretic, sirosis hati dan gagal
jantung. Perlu diingat bahwa pada pasien usia lanjut dapat timbul keadaan – keadaan yang
merupakan resiko GGA pre-renal seperti penyempitan pembuluh darah ginjal (penyakit
renovaskuler), penyakit ginjal polikistik, dan nefrosklerosis intrarenal. Sebuah penelitian
terhadap tikus yaitu gagal ginjal ginjal akut prerenal akan terjadi 24 jam setelah ditutupnya
arteri renalis.
Pada gagal ginjal renal terjadi kelainan vaskular yang sering menyebabkan nekrosis
tubular akut. Dimana pada NTA terjadi kelainan vascular dan tubular. Pada kelainan
vaskuler terjadi:
1) peningkatan Ca2+ sitosolik pada arteriol afferent glomerolus yang menyebabkan
sensitifitas terhadap substansi-substansi vasokonstriktor dan gangguan otoregulasi.
2) terjadi peningkatan stress oksidatif yang menyebabkan kerusakan sel endotel vaskular
ginjal, yang mengakibatkan peningkatan A-II dan ET-1 serta penurunan prostaglandin dan
ketersediaan nitric oxide yang bearasal dari endotelial NO-sintase.
3) peningkatan mediator inflamasi seperti tumor nekrosis faktor dan interleukin-18, yang
selanjutnya akan meningkatkan ekspresi dari intraseluler adhesion molecule-1 dan P-
selectin dari sel endotel, sehingga peningkatan perlekatan sel radang terutama sel netrofil.
Keadaan ini akan menyebabkan peningkatan radikal bebas oksigen. Kesuluruhan proses di
atas secara bersama-sama menyebabkan vasokonstriksi intrarenal yang akan menyebabkan
penurunan GFR.

Pada kelainan tubular terjadi:


1) Peningkatan Ca2+, yang menyebabkan peningkatan calpain sitosolik phospholipase A2
serta kerusakan actin, yang akan menyebabkan kerusakan sitoskeleton. Keadaan ini akan
mengakibatkan penurunan basolateral Na+/K+-ATP ase yang selanjutnya menyebabkan

10 | A C U T E K I D N E Y I N J U R Y
penurunan reabsorbsi natrium di tubulus proximalis serta terjadi pelepasan NaCl ke
maculadensa. Hal tersebut mengakibatkan peningkatan umpan tubuloglomeruler.
2) Peningkatan NO yang berasal dari inducible NO syntase, caspases dan
metalloproteinase serta defisiensi heat shock protein akan menyebabkan nekrosis dan
apoptosis sel.
3) obstruksi tubulus, mikrofili tubulus proksimalis yang terlepas bersama debris seluler
akan membentuk substrat yang menyumbat tubulus, dalam hal ini pada thick assending
limb diproduksi Tamm-Horsfall protein (THP) yang disekresikan ke dalam tubulus dalam
bentuk monomer yang kemudian berubah menjadi polimer yang akan membentuk materi
berupa gel dengan adanya natrium yang konsentrasinya meningkat pada tubulus distalis.
Gel polimerik THP bersama sel epitel tubulus yang terlepas baik sel yang sehat, nekrotik
maupun yang apoptopik, mikrofili dan matriks ekstraseluler seperti fibronektin akan
membentuk silinder-silinder yang menyebabkan obstruksi tubulus ginjal.
4) kerusakan sel tubulus menyebabkan kebocoran kembali dari cairan intratubuler masuk
ke dalam sirkulasi peritubuler. Keseluruhan proses tersebut di atas secara bersama-sama
yang akan menyebabkan penurunan GFR.
Gagal ginjal post-renal, GGA post-renal merupakan 10% dari keseluruhan GGA.
GGA post-renal disebabkan oleh obstruksi intra-renal dan ekstrarenal. Obstruksi intrarenal
terjadi karena deposisi kristal (urat, oksalat, sulfonamide) dan protein ( mioglobin,
hemoglobin). Obstruksi ekstrarenal dapat terjadi pada pelvis ureter oleh obstruksi intrinsic
(tumor, batu, nekrosis papilla) dan ekstrinsik ( keganasan pada pelvis dan retroperitoneal,
fibrosis) serta pada kandung kemih (batu, tumor, hipertrofi/ keganasan prostate) dan uretra
(striktura). GGA post-renal terjadi bila obstruksi akut terjadi pada uretra, buli – buli dan
ureter bilateral, atau obstruksi pada ureter unilateral dimana ginjal satunya tidak berfungsi.
Pada fase awal dari obstruksi total ureter yang akut terjadi peningkatan aliran darah
ginjal dan peningkatan tekanan pelvis ginjal dimana hal ini disebabkan oleh prostaglandin-
E2. Pada fase ke-2, setelah 1,5-2 jam, terjadi penurunan aliran darah ginjal dibawah normal
akibat pengaruh tromboxane-A2 dan A-II. Tekanan pelvis ginjal tetap meningkat tetapi
setelah 5 jam mulai menetap. Fase ke-3 atau fase kronik, ditandai oleh aliran ginjal yang
makin menurun dan penurunan tekanan pelvis ginjal ke normal dalam beberapa minggu.
Aliran darah ginjal setelah 24 jam adalah 50% dari normal dan setelah 2 minggu tinggal
20% dari normal. Pada fase ini mulai terjadi pengeluaran mediator inflamasi dan
faktorfaktor pertumbuhan yang menyebabkan fibrosis interstisial ginjal.

11 | A C U T E K I D N E Y I N J U R Y
Gejala Klinis
Gejala-gejala yang ditemukan dapat berupa: (6)
 Berkurangnya produksi air kemih (oliguria= volume air kemih berkurang atau
anuria= sama sekali tidak terbentuk air kemih)

 Nokturia (berkemih di malam hari)

 Pembengkakan tungkai, kaki atau pergelangan kaki

 Pembengkakan yang menyeluruh (karena terjadi penimbunan cairan)

 Berkurangnya rasa terutama di tangan atau kaki

 Perubahan mental atau suasana hati

 Kejang

 Tremor tangan

 Mual, muntah

Gejala yang timbul tergantung kepada beratnya kegagalan ginjal, progresivitas penyakit
dan penyebabnya. Keadaan yang menimbulkan terjadinya kerusakan ginjal biasanya
menghasilkan gejala-gejala serius yang tidak berhubungan dengan ginjal. Sebagai contoh,
demam tinggi, syok, kegagalan jantung dan kegagalan hati, bisa terjadi sebelum kegagalan
ginjal dan bisa lebih serius dibandingkan gejala gagal ginjal.
Beberapa keadaan yang menyebabkan gagal ginjal akut juga mempengaruhi bagian tubuh
yang lain. Misalnya granulomatosis Wegener, yang menyebabkan kerusakan pembuluh
darah di ginjal, juga menyebabkan kerusakan pembuluh darah di paru sehingga penderita
mengalami batuk darah. Ruam kulit merupakan gejala khas untuk beberapa penyebab
gagal ginjal akut, yaitu polinefritis, lupus eritematosus sistemik dan beberapa obat yang
bersifat racun.
Hidronefrosis bisa menyebabkan gagal ginjal akut karena adanya penyumbatan aliran
kemih. Arus balik dari kemih di dalam ginjal menyebabkan daerah pengumpul kemih di
ginjal (pelvis renalis) teregang, sehingga timbul nyeri kram (bisa ringan atau sangat hebat)
pada sisi yang terkena. Pada sekitar 10% penderita, kemihnya mengandung darah. (6)
Kadang-kadang gagal ginjal akut tidak menimbulkan gejala-gejala dan terdeteksi melalui
tes laboratorium yang dilakukan untuk alasan pemeriksaan lain.(7)

12 | A C U T E K I D N E Y I N J U R Y
Diagnosis
Pemeriksaan jasmani dan penunjang adalah untuk membedakan pre-renal, renal
dan post-renal. Dalam menegakkan diagnosis gagal ginjal akut diperiksa: (2)
1. Anamnesis dan pemeriksaan fisik yang teliti untuk mencari penyebabnya seperti
misalnya operasi kardiovaskular, angiografi, riwayat infeksi (infeksi kulit, infeksi
tenggorokan, infeksi saluran kemih), riwayat bengkak, riwayat kencing batu.

2. Membedakan gagal ginjal akut dengan kronis misalnya anemia dan ukuran ginjal
yang kecil menunjukkan gagal ginjal kronis.

3. Untuk mendiagnosis GGA diperlukan pemeriksaan berulang fungsi ginjal yaitu


kadar ureum, kreatinin atau laju filtrasi glomerulus. Pada pasien rawat selalu
diperiksa asupan dan keluaran cairan, berat badan untuk memperkirakan adanya
kehilangan atau kelebihan cairan tubuh. Pada GGA berat dengan berkurangnya
fungsi ginjal ekskresi air dan garam berkurang sehingga dapat menimbulkan
edema, bahkan sampai terjadi kelebihan air yang berat atau edema paru. Ekskresi
asam yang berkurang juga dapat menimbulkan asidosis metabolic dengan
kompensasi pernapasan Kussmaul. Umumnya manifestasi GGA lebih didominasi
oleh factor-faktor presipitasi atau penyakit utamanya.

4. Assessment of a patient with acute renal failure

a. Kadar kreatinin serum

Pada GGA faal ginjal dinilai dengan memeriksa berulang kali kadar serum
kreatinin. Kadar serum kreatinin tidak dapat mengukur secara tepat LFG
karena tergantung dari produksi (otot), distribusi dalam cairan tubuh, dan
ekskresi oleh ginjal
b. Kadar cystatin C serum

c. Volume urin

Anuria akut atau oliguria berat merupakan indicator yang spesifik untuk
gagal ginjal akut, yang dapat terjadi sebelum perubahan nilai-nilai biokimia
darah. Walaupun demikian, volume urin pada GGA bisa bermacam-macam,
GGA prerenal biasanya hampir selalu disertai oliguria (<400ml/hari),

13 | A C U T E K I D N E Y I N J U R Y
walaupun kadang tidak dijumpai oliguria. GGA renal dan post-renal dapat
ditandai baik oleh anuria maupun poliuria.
d. Kelainan analisis urin

e. Petanda biologis (biomarker)

Syarat petanda biologis GGA adalah mampu mendeteksi sebelum kenaikan


kadar kreatinin disertai dengan kemudahan teknik pemeriksaannya. Petanda
biologis diperlukan untuk secepatnya mendiagnosis GGA. Petanda biologis
ini adalah zat-zat yang dikeluarkan oleh tubulus ginjal yang rusak, seperti
interleukin 18, enzim tubular, N-acetyl-B-glucosamidase, alanine
aminopeptidase, kidney injury molecule 1. Dalam satu penelitian pada
anak-anak pasca bedah jantung terbuka gelatinase-associated lipocain
(NGAL) terbukti dapat dideteksi 2 jam setelha pembedahan, 34 jam lebih
awal dari kenaikan kadar kreatinin.
Evaluasi pada pasien dengan GGA
Prosedur Informasi yang dicari
Anamnesis dan pemeriksaan fisis Tanda-tanda untuk penyebab GGA
Indikasi beratnya gangguan metabolic
Perkiraan status volume (hidrasi)
Mikroskopik urin Petanda inflamasi glomerulus atau tubulus
Infeksi saluran kemih atau uropati kristal
Pemeriksaan biokima darah Mengukur pengurangan LFG dan gangguan
metabolic yang diakibatkannya
Pemeriksaan biokimia urin Membedakan gagal ginjal pre-renal dan
renal
Darah perifer lengkap Menentukan ada tidaknya anemia,
leukositosis dan kekurangan trombosit
akibat pemakaian
USG ginjal Menentukan ukuran ginjal, ada tidaknya
obstruksi, tekstur parenkim ginjal yang
abnormal
CT scan abdomen Mengetahui struktur abnormal dari ginjal
dan traktus urinarius
Pemindaian radionuklir Mengetahui perfusi ginjal yang abnormal
Pielogram Evaluasi perbaikan dari obstruksi traktus
urinarius
Biopsi ginjal Menentukan berdasarkan pemeriksaan

14 | A C U T E K I D N E Y I N J U R Y
patologi penyakit ginjal

Penatalaksanaan
Tujuan penatalaksanaan adalah mencegah terjadinya kerusakan ginjal, mempertahankan
homeostasis, melakukan resusitasi, mencegah komplikasi metabolic dan infeksi serta
mempertahankan pasien tetap hidup sampai faal ginjalnya sembuh secara spontan. Prinsip
pengelolaannya dimulai dengan mengidentifikasi pasien beresiko AKI (sebagai tindak
pencegahan), mengatasi penyakit penyebab AKI, mempertahankan homeostasis,
mempertahankan euvolemia, keseimbangan cairan dan elektrolit, mencegah komplikasi
metabolic seperti hiperkalemia, asidosis, hiperfosfatemia, mengevaluasi status nutrisi,
kemudian mencegah infeksi dan selalu mengevaluasi obat-obat yang dipakai. (2)
Indikasi Terapi Dialisis pada GGA. Pada GGA simpel indikasi terapi dialisis adalah:
 Kelebihan cairan (overload) yang resisten terhadap diuretic

 Hiperkalemia yang tidak respon dengan obat-obatan

 Asidosis metabolik berulang-ulang

 Sindrom uremik

 Anuria/oliguria yang tidak respon dengan diuretik

Berbeda dengan GGA simpel, pada GGA berat yang pada umumnya dirawat di unit
perawatan intensif terapi dialisis diberikan lebih agresif. Menunda terapi dialisis pada
GGA berat hanya akan memperburuk gangguan fisiologis dengan konsekuensi peningkatan
mortalitas.
Terapi Khusus AKI
Bila GGA sudah terjadi diperlukan pengobatan khusus, umumnya dalam ruang lingkup
perawatan intensif sebab beberapa penyakit primernya yang berat seperti sepsis, gagal
jantung, dan usia lanjut, dianjurkan untuk inisiasi dialysis ini. Dialisis bermanfaat untuk
koreksi akibat metabolic dari AKI. Dengan dialysis ini dapat diberikan cairan/nutrisi, dan
obat-obat lain yang diperlukan seperti antibiotic. AKI post-renal memerlukan tindakan
cepat bersama dengan ahli urologi misalnya pembuatan nefrostomi, mengatasi infeksi
saluran kemih dan menghilangkan sumbatan yang dapat disebabkan oleh batu, striktur
uretra atau pembesaran prostat. (2)
Kriteria untuk memulai terapi pengganti ginjal pada pasien kritis dengan AKI (2)

15 | A C U T E K I D N E Y I N J U R Y
 Oligouria : produksi urine < 200 ml dalam 12 jam
 Anuria : produksi urine < 50 ml dalam 12 jam
 Hiperkalemia : kadar potassium >6,5 mmol/L
 Asidemia (keracunan asam) : pH < 7,0
 Azotemia : kadar urea > 30 mmol/L
 Ensefalopati uremikum
 Neuropati/miopati uremikum
 Perikarditis uremikum
 Natrium abnormalitas plasma : konsentrasi > 155 mmol/L atau < 120 mmol/L
 Hipertermia
 Keracunan obat

Pengobatan suportif pada AKI (2)


Komplikasi Pengobatan
Kelebihan volume intravaskuler Batasi garam (1-2 g/hari) dan air (< 1L/hari)
Furosemid, ultrafiltrasi atau dialysis
Hiponatremia Batasi asupan air (< 1 L/hari), hindari infuse
larutan hipotonik.
Hiperkalemia Batasi asupan diit K (<40 mmol/hari),
hindari diuretic hemat kalium
Asidosis metabolic Natrium bikarbonat ( upayakan bikarbonat
serum > 15 mmol/L, pH >7.2 )
Hiperfosfatemia Batasi asupan diit fosfat (<800 mg/hari)
Obat pengikat fosfat (kalsium asetat,
kalsium karbonat)
Hipokalsemia Kalsium karbonat; kalsium glukonat ( 10-20
ml larutan 10% )
Nutrisi Batasi asupan protein (0,8-1 g/kgBB/hari)
jika tidak dalam kondisi katabolic
Karbohidrat 100 g/hari
Nutrisi enteral atau parenteral, jika
perjalanan klinik lama atau katabolik

16 | A C U T E K I D N E Y I N J U R Y
Komplikasi
Komplikasi metabolik berupa kelebihan cairan, hiperkalemia, asidosis metabolik,
hipokalsemia, serta peningkatan ureum yang lebih cepat pada keadaan hiperkatabolik.
Pada oligurik dapat timbul edema kaki, hipertensi dan edema paru, yang dapat
menimbulkan keadaan gawat. Hiperkalemia terjadi karena beberapa hal seperti ekskresi
melalui ginjal terganggu, perpindahan kalium keluar sel, kerusakan sel akibat proses
katabolik, trauma, sepsis, infeksi, atau dapat juga disebabkan karena asupan kalium yang
berlebih, keadaan ini berbahaya karena bisa menyebabkan henti jantung dalam keadaan
diastolik. Asidosis terjadi karena bikarbonat darah menurun akibat ekskresi asam
nonvolatile terganggu dimana juga meningkatkan anion gap. Hipokalsemia sering terjadi
pada awal GGA dan pada fase penyembuhan GGA.
Komplikasi sistemik seperti (10):
1. Jantung
Edema paru, aritmia dan efusi pericardium.
2. Gangguan elektrolit
Hiperkalemia, hiponatremia, dan asidosis
3. Neurologi:
Iiritabilitas neuromuskular, tremor, dan koma,
4. Gangguan kesadaran dan kejang.
5. Gastrointestinal:
Nausea, muntah, gastritis, dan ulkus peptikum.
6. Perdarahan gastrointestinal
7. Hematologi
Anemia, dan diastesis hemoragik
8. Infeksi
Pneumonia, septikemia, dan infeksi nosokomial.
9. Hambatan penyembuhan luka

Prognosis
Mortalitas akibat GGA bergantung keadaan klinik dan derajat gagal ginjal. Perlu
diperhatikan faktor usia, makin tua makin jelek prognosanya, adanya infeksi yang
menyertai, perdarahan gastrointestinal, penyebab yang berat akan memperburuk prognosa.
Penyebab kematian tersering adalah infeksi (30-50%), perdarahan terutama saluran cerna
(10-20%), jantung (10-20%), gagal nafas (15%), dan gagal multiorgan dengan kombinasi

17 | A C U T E K I D N E Y I N J U R Y
hipotensi, septikemia, dan sebagainya. Pasien dengan GGA yang menjalani dialysis angka
kematiannya sebesar 50-60%, karena itu pencegahan, diagnosis dini, dan terapi dini perlu
ditekankan.

DAFTAR PUSTAKA

1. Anwar C.H. ; Fadillah. A ; Nasution M. Y ; Lubis H.R; 1991 : Efek akut obat anti
hipertensi (Nifedipine, Klonodin Metoprolol ) pada penderita hipertensi sedang dan
berat ; naskah lengkap KOPARDI VIII, Yogyakarta, 279-83.
2. JNC VII (The Seventh Report of The Joint National Committee on Prevention,
Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure), U.S. Department of
Health and Human Services, 2003
3. Aru W. Sudoyo. Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi IV. Jakarta: Pusat Penerbitan
IPD FKUI,2006.
4. Fauci S. Anthony. Harrison Prinsip-prinsip Ilmu Penyakit Dalam Volume 13 Edisi
15. Jakarta : Karisma Publishing Group, 2009.
5. Wawolumaya.C.Survei Epidemiologi Sederhana, Seri No.1, 2001. Cermin Dunia
Kedokteran No. 150, 2006 35
6. Kasper DL, Fauci AS, Lonjo DL, Braunwald E, Hauser SL, Jameson JL:
Harrison's Principles Of Internal Medicine, 16 th ed, Mc Graw Hill Med. Publ.Div.,
2005.

18 | A C U T E K I D N E Y I N J U R Y
Indikasi Medis Hemodialisis
Pasien yang memerlukan hemodialisa adalah pasien yang mengalami GGK (Gagal
Ginjal Kronis) dan GGA (Gagal Ginjal Akut) untuk sementara sampai fungsi
ginjalnya kembali pulih. GGA merupakan keadaan dimana fungsi ginjal menurun
secara akut dan terjadi dalam kurun waktu kurang dari tiga bulan. GGA ditandai
dengan berkurangnya volume urin dalam 24 jam dan terjadi peningkatan nilai
ureum dan kreatin serta terjadi penurunan kreatinin. Pada pasien GGA, dokter
akan berusaha memperbaiki aliran darah ke ginjal, menghentikan penggunaan
obat-obatan yang merusak ginjal atau mengangkat sumbatan pada saluran
kencing pasien. Pada stadium ini fungsi ginjal masih dapat dikembalikan seperti
semula.

Sedangkan GGK merupakan gangguan fungsi ginjal yang progresif dan


irreversible, yang menyebabkan kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan
metabolisme dan keseimbangan cairan maupun elektrolit, sehingga timbul gejala
uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah). GGK terjadi setelah
berbagai macam penyakit yang merusak nefron ginjal. Sebagian besar merupakan
penyakit parenkim ginjal difus dan bilateral.

Baik penderita GGA atau GGK memerlukan terapi hemodialisa. Tetapi terapi
hemodialisa akan dilakukan jika penderita GGA atau GGK mengalami beberapa
indikasi seperti dibawah ini.

1. Hiperkalemia ( K > 6 mEq/l)


Hyperkalemia (kadar kalium darah yang tinggi) adalah suatu keadaan dimana
konsentrasi kalium darah lebih dari 6 mEq/L. Selain itu, Hyperkalemia adalah
suatu kondisi di mana terlalu banyak kalium dalam darah. Sebagian besar kalium
dalam tubuh (98%) ditemukan dalam sel dan organ. Hanya jumlah kecil beredar
dalam aliran darah. Kalium membantu sel-sel saraf dan otot, termasuk fungsi,
jantung. Ginjal biasanya mempertahankan tingkat kalium dalam darah, namun
jika memiliki penyakit ginjal merupakan penyebab paling umum dari
hiperkalemia.
2. Asidosis

Dalam keadaan normal, ginjal menyerap asam sisa metabolisme dari darah dan
membuangnya ke dalam urin. Pada penderita penyakit ini, bagian dari ginjal yang
bernama tubulus renalis tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya, sehingga
hanya sedikit asam yang dibuang ke dalam urin. Akibatnya terjadi penimbunan

19 | A C U T E K I D N E Y I N J U R Y
asam dalam darah, yang mengakibatkan terjadinya asidosis, yakni tingkat
keasamannya menjadi di atas ambang normal.
3. Kegagalan terapi konservatif

4. Kadar ureum/kreatinin tinggi dalam darah

Peningkatan kadar urea disebut uremia. Azotemia mengacu pada peningkatan


semua senyawa nitrogen berberat molekul rendah (urea, kreatinin, asam urat)
pada gagal ginjal. Penyebab uremia dibagi menjadi tiga, yaitu
penyebab prarenal, renal, dan pascarenal. Uremia prarenal terjadi karena
gagalnya mekanisme yang bekerja sebelum filtrasi oleh glomerulus.
Mekanisme tersebut meliputi : 1) penurunan aliran darah ke ginjal seperti pada
syok, kehilangan darah, dan dehidrasi; 2) peningkatan katabolisme protein seperti
pada perdarahan gastrointestinal disertai pencernaan hemoglobin dan
penyerapannya sebagai protein dalam makanan, perdarahan ke dalam jaringan
lunak atau rongga tubuh, hemolisis, leukemia (pelepasan protein leukosit), cedera
fisik berat, luka bakar, demam.

Uremia renal terjadi akibat gagal ginjal (penyebab tersering) yang menyebabkan
gangguan ekskresi urea. Gagal ginjal akut dapat disebabkan oleh
glomerulonefritis, hipertensi maligna, obat atau logam nefrotoksik, nekrosis
korteks ginjal. Gagal ginjal kronis disebabkan oleh glomerulonefritis, pielonefritis,
diabetes mellitus, arteriosklerosis, amiloidosis, penyakit tubulus ginjal, penyakit
kolagen-vaskular.

5. Perikarditis dan konfusi yang berat.

Perikarditis adalah peradangan lapisan paling luar jantung baik pada parietal
maupun viseral. Sedangkan konfusi adalah suatu keadaan ketika individu
mengalami atau beresiko mengalami gangguan kognisi, perhatian, memori dan
orientasi dengan sumber yang tidak diketahui.

6. Hiperkalsemia dan Hipertensi.

Hiperkalsemia (kadar kalsium darah yang tinggi) adalah penyakit dimana


penderitanya mengalami keadaan kadar kalsium darahnya melebihi takaran
normal ilmu kesehatan. Penyebab penyakit ini karena meningkatnay penyerapan
pada saluran pencernaan atau juga dikarenakan asupan kalsium yang berlebihan.
Seain itu juga mengkonsumsi vitamin D secara berlebihan juga dapat
mempengaruijumlah kalsium darah dalam tubuh.

Hipertensi atau tekanan darah tinggi merupakan gangguan pada sistem


peredaran darah yang dapat menyebabkan kenaikan tekanan darah di atas nilai
normal, yaitu melebihi 140 / 90 mmHg.

20 | A C U T E K I D N E Y I N J U R Y
2.7 PENATALAKSANAAN
1. Terapi nutrisi
Telah diketahui bahwa pada GGA pemakaian enersi (energy expenditure) meningkat
akibat keadaan hiper-metabolik. Perkiraan kebutuhan enersi selama ini tampaknya
berlebihan bila dibandingkan dengan jumlah kebutuhan sesungguhnya. Melalui
pemeriksaan pengeluaran enersi secara rutin pada pasien GGA dengan menggunakan
metode kalorimetri indirek, menunjuk-kan bahwa kebutuhan enersi lebih rendah dari
pada yang dilaporkan sebelumnya. Kebutuhan enersi berkisar antara 20–30% di
atas expected resting energy expenditure. Pada GGA tan-pa komplikasi tampaknya
pemakaian enersi tidak meningkat, sedangkan GGA dengan keadaan stres pemakaian
enersi meningkat sebesar 15–20%. Pemakaian enersi juga meningkat dalam jumlah yang
sama pada GGA yang menjalani hemodialisis5 . Dengan demikian pada GGA tanpa
komplikasi membutuhkan 30 Kalori/Kg berat badan perhari, sedangkan pada GGA yang
berat di mana terdapat keadaan stres (infeksi, luka bakar,operasi) kebutuhannya
ditambah 15–20%.
Akumulasi produk sisa nitrogen tergantung dari jumlah asupan protein, derajat berat
GGA dan lama GGA berlangsung . Asupan tinggi protein dapat menyebabkan kebutuhan
akan dialisis makin meningkat. Pada GGA simpel cukup diberikan 0,6–0,8 gram /kg
berat badan perhari dengan nilai biologik tinggi5. Sedangkan pada GGA berat dimana
terjadi hiperkatabolisme membutuhkan protein 1–1,5 g/kg berat badan per hari6. Harus
diingat pula bahwa kebutuhan kalori harus terpenuhi dari sumber karbohidrat dan lemak.
Perbandingan karbohidrat dan lemak kira-kira 70 : 30. Suplementasi asam amino tidak
memberikan manfaat yang berarti dan tidak dianjurkan

2. Terapi Farmakologi: Furosemid, Manitol, dan Dopamin


Dalam pengelolaan AKI, terdapat berbagai macam obat yang sudah digunakan
selama berpuluh-puluh tahun namun kesahihan penggunaannya bersifat kontoversial.
Obatobatan tersebut antara lain diuretik, manitol, dan dopamin. Diuretik yang bekerja
menghambat Na+/K+-ATPase pada sisi luminal sel, menurunkan kebutuhan energi
sel thick limb Ansa Henle. Selain itu, berbagai penelitian melaporkan prognosis pasien
AKI non-oligourik lebih baik dibandingkan dengan pasien AKI oligourik. Atas dasar hal
tersebut, banyak klinisi yang berusaha mengubah keadaan AKI oligourik menjadi non-
oligourik, sebagai upaya mempermudah penanganan ketidakseimbangan cairan dan

21 | A C U T E K I D N E Y I N J U R Y
mengurangi kebutuhan dialisis. Meskipun demikian, pada keadaan tanpa fasilitas dialisis,
diuretik dapat menjadi pilihan pada pasien AKI dengan kelebihan cairan tubuh. Beberapa
hal yang harus diperhatikan pada penggunaan diuretik sebagai bagian dari tata laksana AKI
adalah:
a. Pastikan volume sirkulasi efektif sudah optimal, pastikan pasien tidak dalam keadaan
dehidrasi. Jika mungkin, dilakukan pengukuran CVP atau dilakukan tes cairan dengan
pemberian cairan isotonik 250-300 cc dalam 15- 30 menit. Bila jumlah urin bertambah,
lakukan rehidrasi terlebih dahulu.
b. Tentukan etiologi dan tahap AKI. Pemberian diuretik tidak berguna pada AKI pascarenal.
Pemberian diuretik masih dapat berguna pada AKI tahap awal (keadaan oligouria kurang
dari 12 jam).
Pada awalnya, dapat diberikan furosemid i.v. bolus 40mg. Jika manfaat tidak
terlihat, dosis dapat digandakan atau diberikan tetesan cepat 100-250 mg/kali dalam 1-6
jam atau tetesan lambat 10-20 mg/kgBB/hari dengan dosis maksimum 1 gram/hari. Usaha
tersebut dapat dilakukan bersamaan dengan pemberian cairan koloid untuk meningkatkan
translokasi cairan ke intravaskuler. Bila cara tersebut tidak berhasil (keberhasilan hanya
pada 8-22% kasus), harus dipikirkan terapi lain. Peningkatan dosis lebih lanjut tidak
bermanfaat bahkan dapat menyebabkan toksisitas (Robert, 2010).
Secara hipotesis, manitol meningkatkan translokasi cairan ke intravaskuler
sehingga dapat digunakan untuk tata laksana AKI khususnya pada tahap oligouria. Namun
kegunaan manitol ini tidak terbukti bahkan dapat menyebabkan kerusakan ginjal lebih jauh
karena bersifat nefrotoksik, menyebabkan agregasi eritrosit dan menurunkan kecepatan
aliran darah. Efek negatif tersebut muncul pada pemberian manitol lebih dari 250 mg/kg
tiap 4 jam. Penelitian lain menunjukkan sekalipun dapat meningkatkan produksi urin,
pemberian manitol tidak memperbaiki prognosis pasien (Sja’bani, 2008).
Dopamin dosis rendah (0,5-3 μg/kgBB/menit) secara historis digunakan dalam tata
laksana AKI, melalui kerjanya pada reseptor dopamin DA1 dan DA2 di ginjal. Dopamin
dosis rendah dapat menyebabkan vasodilatasi pembuluh darah ginjal, menghambat
Na+/K+-ATPase dengan efek akhir peningkatan aliran darah ginjal, LFG dan natriuresis.
Sebaliknya, pada dosis tinggi dopamin dapat menimbulkan vasokonstriksi.
Faktanya teori itu tidak sesederhana yang diperkirakan karena dua alasan yaitu
terdapat perbedaan derajat respons tubuh terhadap pemberian dopamin, juga tidak terdapat
korelasi yang baik antara dosis yang diberikan dengan kadar plasma dopamin. Respons
dopamin juga sangat tergantung dari keadaan klinis secara umum yang meliputi status
volume pasien serta abnormalitas pembuluh darah (seperti hipertensi, diabetes mellitus,
aterosklerosis), sehingga beberapa ahli berpendapat sesungguhnya dalam dunia nyata tidak
ada dopamin “dosis renal” seperti yang tertulis pada literatur.
Dalam penelitian dan meta-analisis, penggunaan dopamin dosis rendah tidak
terbukti bermanfaat bahkan terkait dengan efek samping serius seperti iskemia miokard,
takiaritmia, iskemia mukosa saluran cerna, gangrene digiti, dan lain-lain. Jika tetap hendak
digunakan, pemberian dopamin dapat dicoba dengan pemantauan respons selama 6 jam.
Jika tidak terdapat perubahan klinis, dianjurkan agar menghentikan penggunaannya untuk
menghindari toksisitas. Dopamin tetap dapat digunakan untuk pengobatan penyakit dasar

22 | A C U T E K I D N E Y I N J U R Y
seperti syok, sepsis (sesuai indikasi) untuk memperbaiki hemodinamik dan fungsi ginjal
(Robert Sinto, 2010).

Indikasi Terapi Dialisis pada GGA. Pada GGA simpel indikasi terapi dialisis adalah

Kelebihan cairan (overload) yang resisten terhadap diuretik.

Hiperkalemia yang tidak respon dengan obat-obatan

Asidosis metabolik berulang-ulang

Sindrom uremik

Anuria/oliguria yang tidak respon dengan diuretik.

Berbeda dengan GGA simpel, pada GGA berat yang pada umumnya dirawat di unit
perawatan intensif terapi dialisis diberikan lebih agresif. Menunda terapi dialisis pada
GGA berat hanya akan memperburuk gangguan fisiologis dengan konsekuensi
peningkatan mortalitas. Kriteria untuk memulai dialisis pada GGA berat dapat dilihat
pada tabel di bawah ini6,11.

Walaupun masih terdapat kontro-versi mengenai waktu inisiasi dialisis pada GGA,
tindakan ini sudah terbukti dapat memperbaiki morbiditas dan mortalitas. Dokter
hendaknya senan-tiasa ingat kepada prinsip pengelolaan GGA dalam setiap mengambil
keputus-an, yaitu mengeluarkan produk sisa nitrogen secara adekuat, mempertahan-kan
homeostasis yang optimal dan menjaga kestabilan hemodinamik, metabolik dan
respiratorik6. Tindakan dialisis memudahkan pengaturan pemberian cairan dan nutrisi.
Gunakan membran dialiser yang biokompatibel dengan tujuan untuk menghindari
aktivasi komplemen karena reaksi ini dapat memperburuk kerusakan ginjal. Tipe dialisis
yang dipilih disesuaikan dengan kebutuhan pasien. Keseim-bangan cairan dan kecepatan
ultra-filtrasi lebih mudah dikontrol dengan hemodialisis intermiten, akan tetapi pada
pasien yang membutuhkan cairan dan nutrisi dalam jumlah banyak lebih mudah dikontrol
dengan terapi pengganti kontinyu seperti Continuous Arteriovenous
Hemofiltration (CAVH)6,11.
Tabel.4. Indikasi/Inisiasi Dialisis pada GGA Berat 11
1. Oliguria (produksi urin < 400 ml / hari)

2. Anuria (produksi urin < 100 ml / hari)

3. Hiperkalemia (K > 6.5 mmol/L)

4. Asidosis berat (pH < 7.1)

5. Azotemia (ureum > 30 mmol /L atau > 98 mg/dl)

23 | A C U T E K I D N E Y I N J U R Y
6. Edema paru

7. Ensefalopati uremikum

8. Perikarditis uremik

9. Neuropati/miopati uremik

10. Disnatremia berat (Na > 160 mmol/L atau < 115 mmol/L)

11. Hipertermia

12. Kelebihan dosis obat yang dapat didialisis (dialysable toxin)

24 | A C U T E K I D N E Y I N J U R Y

You might also like