Professional Documents
Culture Documents
Objektif presentasi :
Penyegaran
Keilmuan
Deskripsi :
Pasien datang ke IGD dengan keluhan dada berdebar dan nyeri kepala, pasien
mengaku mulai merasa berdebar sejak tanggal 13 April 2015. Pasien sudah sering
mengalami hal seperti ini (dada berdebar) tetapi hanya membeli sendiri obat Captopril
12,5mg tanpa berobat sebelumnya tetapi tekanan darah tetap tinggi. Pasien menderita
sakit stroke sejak 2 tahun sebelum masuk rumah sakit yang mengakibatkan kaki dan
tangan kanan terasa lemah serta wajah bagian kanan tampak perot, pasien juga mengaku
sering merasa pegal di pinggang bagian kanan di sertai volume buang air kecil yang
berkurang.
Definisi
Acute kidney injury (AKI), atau Acute Renal Failure (ARF), atau yang dulu dikenal
dengan Gagal Ginjal Akut (GGA) merupakan suatu sindrom klinik akibat adanya
gangguan fungsi ginjal yang terjadi secara mendadak (dalam beberapa jam sampai
beberapa hari) yang menyebabkan retensi sisa metabolisme nitrogen (urea-kreatinin) dan
non-nitrogen, dengan atau tanpa disertai oliguri, yaitu tidak diproduksinya urin.(2)
Indikator terjadiya AKI adalah kadar kreatinin (Cr) yang meningkat mendadak sebesar 0,5
mg % pada pasien dengan kadar kreatinin awal < 2,5 mg% atau meningkat > 20 % bila
kreatinin awal > 2,5 mg%. (2)
Etiologi
2 | AC U TE KI D N EY I N JU RY
Etiologi AKI dibagi menjadi 3 kategori:(1)
1. Pre-renal (gagal ginjal sirkulatorik) = kondisi dengan fungsi tubulus dan
glomerulus normal dan GFR menurun oleh karena perfusi ginjal terganggu
Prerenal merupakan bentuk paling umum dan sering menyebabkan AKI intrinsik
jika tidak segera diperbaiki. (1)
Penurunan volume (hipovolemia) dapat disebabkan oleh:
o Perdarahan
o luka bakar
o diare
o asupan kurang
o gagal jantung
o emboli paru
o tamponade jantung
o Syok septic
o Anafilaksis
o hiperkalsemia
3 | AC U TE KI D N EY I N JU RY
o hepatorenal sindrom
2. Renal (gagal ginjal intrinsic) = yang termasuk penyakit pada ginjal itu sendiri,
terutama yang mempengaruhi glomerulus atau tubulus, yang berhubungan dengan
pelepasan vasokonstriktor aferen ginjal; iskemik adalah penyebab paling umum
dari gagal ginjal intrinsik.
o hipertensi maligna
o emboli kolesterol
o vaskulitis
o purpura
o trombositopenia trombotik
o krisis ginjal
o scleroderma
o toksemia kehamilan
o pascainfeksi akut
o glomerulonefritis
4 | AC U TE KI D N EY I N JU RY
o lupus eritematosus sistemik
o endokarditis infektif
o sindrom Goodpasture
o vaskulitis
o Iskemia
o Sitotoksisitas
hiperkalsemia
o Obat (antibiotika,
diuretic,allopurinol,rifampin,fenitoin,simetidin,NSAID)
5 | AC U TE KI D N EY I N JU RY
o Obstruksi ureter (batu penyakit, tumor, fibrosis, ligasi selama
operasi panggul)
Klasifikasi
Berdasarkan jumlah produksi urin, dibedakan 3 fase: (8)
1. Fase anuria: produksi urin < 100 ml/24 jam.
6 | AC U TE KI D N EY I N JU RY
Risk SCreat† increased × 1.5 UO‡ < 0.5 mL/kg/h × High sensitivity (Risk >Injury
6h >Failure)
or
or
or
Loss Persistent acute renal failure: complete loss of kidney High specificity
function >4 wk
7 | AC U TE KI D N EY I N JU RY
Note: Patients can be classified by GFR criteria and/or UO criteria. The criteria that support the most
severe classification should be used. The superimposition of acute on chronic failure is indicated with
the designation RIFLE-FC; failure is present in such cases even if the increase in SCreat is less than 3-
fold, provided that the new SCreat is greater than 4.0 mg/dL (350 μmol/L) and results from an acute
increase of at least 0.5 mg/dL (44 μmol/L).
(tahun) (kulit hitam) (mg/dL) (kulit putih) (kulit hitam) (mg/dL) (kulit putih)
(mg/dL) (mg/dL)
Faktor Resiko
8 | AC U TE KI D N EY I N JU RY
Gagal ginjal akut hampir selalu terjadi sehubungan dengan kondisi medis lain atau keadaan
lainnya. Kondisi yang dapat meningkatkan risiko gagal ginjal akut antara lain: (7)
Dirawat di rumah sakit, terutama untuk kondisi serius yang memerlukan perawatan
intensif
usia lanjut
Penyumbatan pada pembuluh darah di lengan atau kaki (penyakit arteri perifer)
diabetes
gagal jantung
penyakit-penyakit ginjal
penyakit hati
Patofisiologi
Dalam keadaan normal aliran darah ginjal dan laju filtrasi glomerolus relatif
konstan yang diatur oleh suatu mekanisme yang disebut otoregulasi. Dua mekanisme yang
berperan dalam autoregulasi ini adalah: (2)
Reseptor regangan miogenik dalam otot polos vascular arteriol aferen
Timbal balik tubuloglomerular
Selain itu norepinefrin, angiotensin II, dan hormon lain juga dapat mempengaruhi
autoregulasi. Pada gagal ginjal pre-renal yang utama disebabkan oleh hipoperfusi ginjal.
Pada keadaan hipovolemi akan terjadi penurunan tekanan darah, yang akan mengaktivasi
baroreseptor kardiovaskular yang selanjutnya mengaktifasi sistim saraf simpatis, sistim
rennin-angiotensin serta merangsang pelepasan vasopressin dan endothelin-I (ET-1), yang
merupakan mekanisme tubuh untuk mempertahankan tekanan darah dan curah jantung
serta perfusi serebral. Pada keadaan ini mekanisme otoregulasi ginjal akan
mempertahankan aliran darah ginjal dan laju filtrasi glomerulus (LFG) dengan vasodilatasi
arteriol afferent yang dipengaruhi oleh reflek miogenik, prostaglandin dan nitric oxide
(NO), serta vasokonstriksi arteriol afferent yang terutama dipengaruhi oleh angiotensin-II
dan ET-1.
9 | AC U TE KI D N EY I N JU RY
Pada hipoperfusi ginjal yang berat (tekanan arteri rata-rata < 70 mmHg) serta
berlangsung dalam jangka waktu lama, maka mekanisme otoregulasi tersebut akan
terganggu dimana arteriol afferent mengalami vasokonstriksi, terjadi kontraksi mesangial
dan penigkatan reabsorbsi natrium dan air. Keadaan ini disebut prerenal atau gagal ginjal
akut fungsional dimana belum terjadi kerusakan struktural dari ginjal.
Penanganan terhadap hipoperfusi ini akan memperbaiki homeostasis intrarenal
menjadi normal kembali. Otoregulasi ginjal bisa dipengaruhi oleh berbagai macam obat
seperti ACEI, NSAID terutama pada pasien – pasien berusia di atas 60 tahun dengan kadar
serum kreatinin 2 mg/dL sehingga dapat terjadi GGA pre-renal. Proses ini lebih mudah
terjadi pada kondisi hiponatremi, hipotensi, penggunaan diuretic, sirosis hati dan gagal
jantung. Perlu diingat bahwa pada pasien usia lanjut dapat timbul keadaan – keadaan yang
merupakan resiko GGA pre-renal seperti penyempitan pembuluh darah ginjal (penyakit
renovaskuler), penyakit ginjal polikistik, dan nefrosklerosis intrarenal. Sebuah penelitian
terhadap tikus yaitu gagal ginjal ginjal akut prerenal akan terjadi 24 jam setelah ditutupnya
arteri renalis.
Pada gagal ginjal renal terjadi kelainan vaskular yang sering menyebabkan nekrosis
tubular akut. Dimana pada NTA terjadi kelainan vascular dan tubular. Pada kelainan
vaskuler terjadi:
1) peningkatan Ca2+ sitosolik pada arteriol afferent glomerolus yang menyebabkan
sensitifitas terhadap substansi-substansi vasokonstriktor dan gangguan otoregulasi.
2) terjadi peningkatan stress oksidatif yang menyebabkan kerusakan sel endotel vaskular
ginjal, yang mengakibatkan peningkatan A-II dan ET-1 serta penurunan prostaglandin dan
ketersediaan nitric oxide yang bearasal dari endotelial NO-sintase.
3) peningkatan mediator inflamasi seperti tumor nekrosis faktor dan interleukin-18, yang
selanjutnya akan meningkatkan ekspresi dari intraseluler adhesion molecule-1 dan P-
selectin dari sel endotel, sehingga peningkatan perlekatan sel radang terutama sel netrofil.
Keadaan ini akan menyebabkan peningkatan radikal bebas oksigen. Kesuluruhan proses di
atas secara bersama-sama menyebabkan vasokonstriksi intrarenal yang akan menyebabkan
penurunan GFR.
10 | A C U T E K I D N E Y I N J U R Y
penurunan reabsorbsi natrium di tubulus proximalis serta terjadi pelepasan NaCl ke
maculadensa. Hal tersebut mengakibatkan peningkatan umpan tubuloglomeruler.
2) Peningkatan NO yang berasal dari inducible NO syntase, caspases dan
metalloproteinase serta defisiensi heat shock protein akan menyebabkan nekrosis dan
apoptosis sel.
3) obstruksi tubulus, mikrofili tubulus proksimalis yang terlepas bersama debris seluler
akan membentuk substrat yang menyumbat tubulus, dalam hal ini pada thick assending
limb diproduksi Tamm-Horsfall protein (THP) yang disekresikan ke dalam tubulus dalam
bentuk monomer yang kemudian berubah menjadi polimer yang akan membentuk materi
berupa gel dengan adanya natrium yang konsentrasinya meningkat pada tubulus distalis.
Gel polimerik THP bersama sel epitel tubulus yang terlepas baik sel yang sehat, nekrotik
maupun yang apoptopik, mikrofili dan matriks ekstraseluler seperti fibronektin akan
membentuk silinder-silinder yang menyebabkan obstruksi tubulus ginjal.
4) kerusakan sel tubulus menyebabkan kebocoran kembali dari cairan intratubuler masuk
ke dalam sirkulasi peritubuler. Keseluruhan proses tersebut di atas secara bersama-sama
yang akan menyebabkan penurunan GFR.
Gagal ginjal post-renal, GGA post-renal merupakan 10% dari keseluruhan GGA.
GGA post-renal disebabkan oleh obstruksi intra-renal dan ekstrarenal. Obstruksi intrarenal
terjadi karena deposisi kristal (urat, oksalat, sulfonamide) dan protein ( mioglobin,
hemoglobin). Obstruksi ekstrarenal dapat terjadi pada pelvis ureter oleh obstruksi intrinsic
(tumor, batu, nekrosis papilla) dan ekstrinsik ( keganasan pada pelvis dan retroperitoneal,
fibrosis) serta pada kandung kemih (batu, tumor, hipertrofi/ keganasan prostate) dan uretra
(striktura). GGA post-renal terjadi bila obstruksi akut terjadi pada uretra, buli – buli dan
ureter bilateral, atau obstruksi pada ureter unilateral dimana ginjal satunya tidak berfungsi.
Pada fase awal dari obstruksi total ureter yang akut terjadi peningkatan aliran darah
ginjal dan peningkatan tekanan pelvis ginjal dimana hal ini disebabkan oleh prostaglandin-
E2. Pada fase ke-2, setelah 1,5-2 jam, terjadi penurunan aliran darah ginjal dibawah normal
akibat pengaruh tromboxane-A2 dan A-II. Tekanan pelvis ginjal tetap meningkat tetapi
setelah 5 jam mulai menetap. Fase ke-3 atau fase kronik, ditandai oleh aliran ginjal yang
makin menurun dan penurunan tekanan pelvis ginjal ke normal dalam beberapa minggu.
Aliran darah ginjal setelah 24 jam adalah 50% dari normal dan setelah 2 minggu tinggal
20% dari normal. Pada fase ini mulai terjadi pengeluaran mediator inflamasi dan
faktorfaktor pertumbuhan yang menyebabkan fibrosis interstisial ginjal.
11 | A C U T E K I D N E Y I N J U R Y
Gejala Klinis
Gejala-gejala yang ditemukan dapat berupa: (6)
Berkurangnya produksi air kemih (oliguria= volume air kemih berkurang atau
anuria= sama sekali tidak terbentuk air kemih)
Kejang
Tremor tangan
Mual, muntah
Gejala yang timbul tergantung kepada beratnya kegagalan ginjal, progresivitas penyakit
dan penyebabnya. Keadaan yang menimbulkan terjadinya kerusakan ginjal biasanya
menghasilkan gejala-gejala serius yang tidak berhubungan dengan ginjal. Sebagai contoh,
demam tinggi, syok, kegagalan jantung dan kegagalan hati, bisa terjadi sebelum kegagalan
ginjal dan bisa lebih serius dibandingkan gejala gagal ginjal.
Beberapa keadaan yang menyebabkan gagal ginjal akut juga mempengaruhi bagian tubuh
yang lain. Misalnya granulomatosis Wegener, yang menyebabkan kerusakan pembuluh
darah di ginjal, juga menyebabkan kerusakan pembuluh darah di paru sehingga penderita
mengalami batuk darah. Ruam kulit merupakan gejala khas untuk beberapa penyebab
gagal ginjal akut, yaitu polinefritis, lupus eritematosus sistemik dan beberapa obat yang
bersifat racun.
Hidronefrosis bisa menyebabkan gagal ginjal akut karena adanya penyumbatan aliran
kemih. Arus balik dari kemih di dalam ginjal menyebabkan daerah pengumpul kemih di
ginjal (pelvis renalis) teregang, sehingga timbul nyeri kram (bisa ringan atau sangat hebat)
pada sisi yang terkena. Pada sekitar 10% penderita, kemihnya mengandung darah. (6)
Kadang-kadang gagal ginjal akut tidak menimbulkan gejala-gejala dan terdeteksi melalui
tes laboratorium yang dilakukan untuk alasan pemeriksaan lain.(7)
12 | A C U T E K I D N E Y I N J U R Y
Diagnosis
Pemeriksaan jasmani dan penunjang adalah untuk membedakan pre-renal, renal
dan post-renal. Dalam menegakkan diagnosis gagal ginjal akut diperiksa: (2)
1. Anamnesis dan pemeriksaan fisik yang teliti untuk mencari penyebabnya seperti
misalnya operasi kardiovaskular, angiografi, riwayat infeksi (infeksi kulit, infeksi
tenggorokan, infeksi saluran kemih), riwayat bengkak, riwayat kencing batu.
2. Membedakan gagal ginjal akut dengan kronis misalnya anemia dan ukuran ginjal
yang kecil menunjukkan gagal ginjal kronis.
Pada GGA faal ginjal dinilai dengan memeriksa berulang kali kadar serum
kreatinin. Kadar serum kreatinin tidak dapat mengukur secara tepat LFG
karena tergantung dari produksi (otot), distribusi dalam cairan tubuh, dan
ekskresi oleh ginjal
b. Kadar cystatin C serum
c. Volume urin
Anuria akut atau oliguria berat merupakan indicator yang spesifik untuk
gagal ginjal akut, yang dapat terjadi sebelum perubahan nilai-nilai biokimia
darah. Walaupun demikian, volume urin pada GGA bisa bermacam-macam,
GGA prerenal biasanya hampir selalu disertai oliguria (<400ml/hari),
13 | A C U T E K I D N E Y I N J U R Y
walaupun kadang tidak dijumpai oliguria. GGA renal dan post-renal dapat
ditandai baik oleh anuria maupun poliuria.
d. Kelainan analisis urin
14 | A C U T E K I D N E Y I N J U R Y
patologi penyakit ginjal
Penatalaksanaan
Tujuan penatalaksanaan adalah mencegah terjadinya kerusakan ginjal, mempertahankan
homeostasis, melakukan resusitasi, mencegah komplikasi metabolic dan infeksi serta
mempertahankan pasien tetap hidup sampai faal ginjalnya sembuh secara spontan. Prinsip
pengelolaannya dimulai dengan mengidentifikasi pasien beresiko AKI (sebagai tindak
pencegahan), mengatasi penyakit penyebab AKI, mempertahankan homeostasis,
mempertahankan euvolemia, keseimbangan cairan dan elektrolit, mencegah komplikasi
metabolic seperti hiperkalemia, asidosis, hiperfosfatemia, mengevaluasi status nutrisi,
kemudian mencegah infeksi dan selalu mengevaluasi obat-obat yang dipakai. (2)
Indikasi Terapi Dialisis pada GGA. Pada GGA simpel indikasi terapi dialisis adalah:
Kelebihan cairan (overload) yang resisten terhadap diuretic
Sindrom uremik
Berbeda dengan GGA simpel, pada GGA berat yang pada umumnya dirawat di unit
perawatan intensif terapi dialisis diberikan lebih agresif. Menunda terapi dialisis pada
GGA berat hanya akan memperburuk gangguan fisiologis dengan konsekuensi peningkatan
mortalitas.
Terapi Khusus AKI
Bila GGA sudah terjadi diperlukan pengobatan khusus, umumnya dalam ruang lingkup
perawatan intensif sebab beberapa penyakit primernya yang berat seperti sepsis, gagal
jantung, dan usia lanjut, dianjurkan untuk inisiasi dialysis ini. Dialisis bermanfaat untuk
koreksi akibat metabolic dari AKI. Dengan dialysis ini dapat diberikan cairan/nutrisi, dan
obat-obat lain yang diperlukan seperti antibiotic. AKI post-renal memerlukan tindakan
cepat bersama dengan ahli urologi misalnya pembuatan nefrostomi, mengatasi infeksi
saluran kemih dan menghilangkan sumbatan yang dapat disebabkan oleh batu, striktur
uretra atau pembesaran prostat. (2)
Kriteria untuk memulai terapi pengganti ginjal pada pasien kritis dengan AKI (2)
15 | A C U T E K I D N E Y I N J U R Y
Oligouria : produksi urine < 200 ml dalam 12 jam
Anuria : produksi urine < 50 ml dalam 12 jam
Hiperkalemia : kadar potassium >6,5 mmol/L
Asidemia (keracunan asam) : pH < 7,0
Azotemia : kadar urea > 30 mmol/L
Ensefalopati uremikum
Neuropati/miopati uremikum
Perikarditis uremikum
Natrium abnormalitas plasma : konsentrasi > 155 mmol/L atau < 120 mmol/L
Hipertermia
Keracunan obat
16 | A C U T E K I D N E Y I N J U R Y
Komplikasi
Komplikasi metabolik berupa kelebihan cairan, hiperkalemia, asidosis metabolik,
hipokalsemia, serta peningkatan ureum yang lebih cepat pada keadaan hiperkatabolik.
Pada oligurik dapat timbul edema kaki, hipertensi dan edema paru, yang dapat
menimbulkan keadaan gawat. Hiperkalemia terjadi karena beberapa hal seperti ekskresi
melalui ginjal terganggu, perpindahan kalium keluar sel, kerusakan sel akibat proses
katabolik, trauma, sepsis, infeksi, atau dapat juga disebabkan karena asupan kalium yang
berlebih, keadaan ini berbahaya karena bisa menyebabkan henti jantung dalam keadaan
diastolik. Asidosis terjadi karena bikarbonat darah menurun akibat ekskresi asam
nonvolatile terganggu dimana juga meningkatkan anion gap. Hipokalsemia sering terjadi
pada awal GGA dan pada fase penyembuhan GGA.
Komplikasi sistemik seperti (10):
1. Jantung
Edema paru, aritmia dan efusi pericardium.
2. Gangguan elektrolit
Hiperkalemia, hiponatremia, dan asidosis
3. Neurologi:
Iiritabilitas neuromuskular, tremor, dan koma,
4. Gangguan kesadaran dan kejang.
5. Gastrointestinal:
Nausea, muntah, gastritis, dan ulkus peptikum.
6. Perdarahan gastrointestinal
7. Hematologi
Anemia, dan diastesis hemoragik
8. Infeksi
Pneumonia, septikemia, dan infeksi nosokomial.
9. Hambatan penyembuhan luka
Prognosis
Mortalitas akibat GGA bergantung keadaan klinik dan derajat gagal ginjal. Perlu
diperhatikan faktor usia, makin tua makin jelek prognosanya, adanya infeksi yang
menyertai, perdarahan gastrointestinal, penyebab yang berat akan memperburuk prognosa.
Penyebab kematian tersering adalah infeksi (30-50%), perdarahan terutama saluran cerna
(10-20%), jantung (10-20%), gagal nafas (15%), dan gagal multiorgan dengan kombinasi
17 | A C U T E K I D N E Y I N J U R Y
hipotensi, septikemia, dan sebagainya. Pasien dengan GGA yang menjalani dialysis angka
kematiannya sebesar 50-60%, karena itu pencegahan, diagnosis dini, dan terapi dini perlu
ditekankan.
DAFTAR PUSTAKA
1. Anwar C.H. ; Fadillah. A ; Nasution M. Y ; Lubis H.R; 1991 : Efek akut obat anti
hipertensi (Nifedipine, Klonodin Metoprolol ) pada penderita hipertensi sedang dan
berat ; naskah lengkap KOPARDI VIII, Yogyakarta, 279-83.
2. JNC VII (The Seventh Report of The Joint National Committee on Prevention,
Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure), U.S. Department of
Health and Human Services, 2003
3. Aru W. Sudoyo. Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi IV. Jakarta: Pusat Penerbitan
IPD FKUI,2006.
4. Fauci S. Anthony. Harrison Prinsip-prinsip Ilmu Penyakit Dalam Volume 13 Edisi
15. Jakarta : Karisma Publishing Group, 2009.
5. Wawolumaya.C.Survei Epidemiologi Sederhana, Seri No.1, 2001. Cermin Dunia
Kedokteran No. 150, 2006 35
6. Kasper DL, Fauci AS, Lonjo DL, Braunwald E, Hauser SL, Jameson JL:
Harrison's Principles Of Internal Medicine, 16 th ed, Mc Graw Hill Med. Publ.Div.,
2005.
18 | A C U T E K I D N E Y I N J U R Y
Indikasi Medis Hemodialisis
Pasien yang memerlukan hemodialisa adalah pasien yang mengalami GGK (Gagal
Ginjal Kronis) dan GGA (Gagal Ginjal Akut) untuk sementara sampai fungsi
ginjalnya kembali pulih. GGA merupakan keadaan dimana fungsi ginjal menurun
secara akut dan terjadi dalam kurun waktu kurang dari tiga bulan. GGA ditandai
dengan berkurangnya volume urin dalam 24 jam dan terjadi peningkatan nilai
ureum dan kreatin serta terjadi penurunan kreatinin. Pada pasien GGA, dokter
akan berusaha memperbaiki aliran darah ke ginjal, menghentikan penggunaan
obat-obatan yang merusak ginjal atau mengangkat sumbatan pada saluran
kencing pasien. Pada stadium ini fungsi ginjal masih dapat dikembalikan seperti
semula.
Baik penderita GGA atau GGK memerlukan terapi hemodialisa. Tetapi terapi
hemodialisa akan dilakukan jika penderita GGA atau GGK mengalami beberapa
indikasi seperti dibawah ini.
Dalam keadaan normal, ginjal menyerap asam sisa metabolisme dari darah dan
membuangnya ke dalam urin. Pada penderita penyakit ini, bagian dari ginjal yang
bernama tubulus renalis tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya, sehingga
hanya sedikit asam yang dibuang ke dalam urin. Akibatnya terjadi penimbunan
19 | A C U T E K I D N E Y I N J U R Y
asam dalam darah, yang mengakibatkan terjadinya asidosis, yakni tingkat
keasamannya menjadi di atas ambang normal.
3. Kegagalan terapi konservatif
Uremia renal terjadi akibat gagal ginjal (penyebab tersering) yang menyebabkan
gangguan ekskresi urea. Gagal ginjal akut dapat disebabkan oleh
glomerulonefritis, hipertensi maligna, obat atau logam nefrotoksik, nekrosis
korteks ginjal. Gagal ginjal kronis disebabkan oleh glomerulonefritis, pielonefritis,
diabetes mellitus, arteriosklerosis, amiloidosis, penyakit tubulus ginjal, penyakit
kolagen-vaskular.
Perikarditis adalah peradangan lapisan paling luar jantung baik pada parietal
maupun viseral. Sedangkan konfusi adalah suatu keadaan ketika individu
mengalami atau beresiko mengalami gangguan kognisi, perhatian, memori dan
orientasi dengan sumber yang tidak diketahui.
20 | A C U T E K I D N E Y I N J U R Y
2.7 PENATALAKSANAAN
1. Terapi nutrisi
Telah diketahui bahwa pada GGA pemakaian enersi (energy expenditure) meningkat
akibat keadaan hiper-metabolik. Perkiraan kebutuhan enersi selama ini tampaknya
berlebihan bila dibandingkan dengan jumlah kebutuhan sesungguhnya. Melalui
pemeriksaan pengeluaran enersi secara rutin pada pasien GGA dengan menggunakan
metode kalorimetri indirek, menunjuk-kan bahwa kebutuhan enersi lebih rendah dari
pada yang dilaporkan sebelumnya. Kebutuhan enersi berkisar antara 20–30% di
atas expected resting energy expenditure. Pada GGA tan-pa komplikasi tampaknya
pemakaian enersi tidak meningkat, sedangkan GGA dengan keadaan stres pemakaian
enersi meningkat sebesar 15–20%. Pemakaian enersi juga meningkat dalam jumlah yang
sama pada GGA yang menjalani hemodialisis5 . Dengan demikian pada GGA tanpa
komplikasi membutuhkan 30 Kalori/Kg berat badan perhari, sedangkan pada GGA yang
berat di mana terdapat keadaan stres (infeksi, luka bakar,operasi) kebutuhannya
ditambah 15–20%.
Akumulasi produk sisa nitrogen tergantung dari jumlah asupan protein, derajat berat
GGA dan lama GGA berlangsung . Asupan tinggi protein dapat menyebabkan kebutuhan
akan dialisis makin meningkat. Pada GGA simpel cukup diberikan 0,6–0,8 gram /kg
berat badan perhari dengan nilai biologik tinggi5. Sedangkan pada GGA berat dimana
terjadi hiperkatabolisme membutuhkan protein 1–1,5 g/kg berat badan per hari6. Harus
diingat pula bahwa kebutuhan kalori harus terpenuhi dari sumber karbohidrat dan lemak.
Perbandingan karbohidrat dan lemak kira-kira 70 : 30. Suplementasi asam amino tidak
memberikan manfaat yang berarti dan tidak dianjurkan
21 | A C U T E K I D N E Y I N J U R Y
mengurangi kebutuhan dialisis. Meskipun demikian, pada keadaan tanpa fasilitas dialisis,
diuretik dapat menjadi pilihan pada pasien AKI dengan kelebihan cairan tubuh. Beberapa
hal yang harus diperhatikan pada penggunaan diuretik sebagai bagian dari tata laksana AKI
adalah:
a. Pastikan volume sirkulasi efektif sudah optimal, pastikan pasien tidak dalam keadaan
dehidrasi. Jika mungkin, dilakukan pengukuran CVP atau dilakukan tes cairan dengan
pemberian cairan isotonik 250-300 cc dalam 15- 30 menit. Bila jumlah urin bertambah,
lakukan rehidrasi terlebih dahulu.
b. Tentukan etiologi dan tahap AKI. Pemberian diuretik tidak berguna pada AKI pascarenal.
Pemberian diuretik masih dapat berguna pada AKI tahap awal (keadaan oligouria kurang
dari 12 jam).
Pada awalnya, dapat diberikan furosemid i.v. bolus 40mg. Jika manfaat tidak
terlihat, dosis dapat digandakan atau diberikan tetesan cepat 100-250 mg/kali dalam 1-6
jam atau tetesan lambat 10-20 mg/kgBB/hari dengan dosis maksimum 1 gram/hari. Usaha
tersebut dapat dilakukan bersamaan dengan pemberian cairan koloid untuk meningkatkan
translokasi cairan ke intravaskuler. Bila cara tersebut tidak berhasil (keberhasilan hanya
pada 8-22% kasus), harus dipikirkan terapi lain. Peningkatan dosis lebih lanjut tidak
bermanfaat bahkan dapat menyebabkan toksisitas (Robert, 2010).
Secara hipotesis, manitol meningkatkan translokasi cairan ke intravaskuler
sehingga dapat digunakan untuk tata laksana AKI khususnya pada tahap oligouria. Namun
kegunaan manitol ini tidak terbukti bahkan dapat menyebabkan kerusakan ginjal lebih jauh
karena bersifat nefrotoksik, menyebabkan agregasi eritrosit dan menurunkan kecepatan
aliran darah. Efek negatif tersebut muncul pada pemberian manitol lebih dari 250 mg/kg
tiap 4 jam. Penelitian lain menunjukkan sekalipun dapat meningkatkan produksi urin,
pemberian manitol tidak memperbaiki prognosis pasien (Sja’bani, 2008).
Dopamin dosis rendah (0,5-3 μg/kgBB/menit) secara historis digunakan dalam tata
laksana AKI, melalui kerjanya pada reseptor dopamin DA1 dan DA2 di ginjal. Dopamin
dosis rendah dapat menyebabkan vasodilatasi pembuluh darah ginjal, menghambat
Na+/K+-ATPase dengan efek akhir peningkatan aliran darah ginjal, LFG dan natriuresis.
Sebaliknya, pada dosis tinggi dopamin dapat menimbulkan vasokonstriksi.
Faktanya teori itu tidak sesederhana yang diperkirakan karena dua alasan yaitu
terdapat perbedaan derajat respons tubuh terhadap pemberian dopamin, juga tidak terdapat
korelasi yang baik antara dosis yang diberikan dengan kadar plasma dopamin. Respons
dopamin juga sangat tergantung dari keadaan klinis secara umum yang meliputi status
volume pasien serta abnormalitas pembuluh darah (seperti hipertensi, diabetes mellitus,
aterosklerosis), sehingga beberapa ahli berpendapat sesungguhnya dalam dunia nyata tidak
ada dopamin “dosis renal” seperti yang tertulis pada literatur.
Dalam penelitian dan meta-analisis, penggunaan dopamin dosis rendah tidak
terbukti bermanfaat bahkan terkait dengan efek samping serius seperti iskemia miokard,
takiaritmia, iskemia mukosa saluran cerna, gangrene digiti, dan lain-lain. Jika tetap hendak
digunakan, pemberian dopamin dapat dicoba dengan pemantauan respons selama 6 jam.
Jika tidak terdapat perubahan klinis, dianjurkan agar menghentikan penggunaannya untuk
menghindari toksisitas. Dopamin tetap dapat digunakan untuk pengobatan penyakit dasar
22 | A C U T E K I D N E Y I N J U R Y
seperti syok, sepsis (sesuai indikasi) untuk memperbaiki hemodinamik dan fungsi ginjal
(Robert Sinto, 2010).
Indikasi Terapi Dialisis pada GGA. Pada GGA simpel indikasi terapi dialisis adalah
Sindrom uremik
Berbeda dengan GGA simpel, pada GGA berat yang pada umumnya dirawat di unit
perawatan intensif terapi dialisis diberikan lebih agresif. Menunda terapi dialisis pada
GGA berat hanya akan memperburuk gangguan fisiologis dengan konsekuensi
peningkatan mortalitas. Kriteria untuk memulai dialisis pada GGA berat dapat dilihat
pada tabel di bawah ini6,11.
Walaupun masih terdapat kontro-versi mengenai waktu inisiasi dialisis pada GGA,
tindakan ini sudah terbukti dapat memperbaiki morbiditas dan mortalitas. Dokter
hendaknya senan-tiasa ingat kepada prinsip pengelolaan GGA dalam setiap mengambil
keputus-an, yaitu mengeluarkan produk sisa nitrogen secara adekuat, mempertahan-kan
homeostasis yang optimal dan menjaga kestabilan hemodinamik, metabolik dan
respiratorik6. Tindakan dialisis memudahkan pengaturan pemberian cairan dan nutrisi.
Gunakan membran dialiser yang biokompatibel dengan tujuan untuk menghindari
aktivasi komplemen karena reaksi ini dapat memperburuk kerusakan ginjal. Tipe dialisis
yang dipilih disesuaikan dengan kebutuhan pasien. Keseim-bangan cairan dan kecepatan
ultra-filtrasi lebih mudah dikontrol dengan hemodialisis intermiten, akan tetapi pada
pasien yang membutuhkan cairan dan nutrisi dalam jumlah banyak lebih mudah dikontrol
dengan terapi pengganti kontinyu seperti Continuous Arteriovenous
Hemofiltration (CAVH)6,11.
Tabel.4. Indikasi/Inisiasi Dialisis pada GGA Berat 11
1. Oliguria (produksi urin < 400 ml / hari)
23 | A C U T E K I D N E Y I N J U R Y
6. Edema paru
7. Ensefalopati uremikum
8. Perikarditis uremik
9. Neuropati/miopati uremik
10. Disnatremia berat (Na > 160 mmol/L atau < 115 mmol/L)
11. Hipertermia
24 | A C U T E K I D N E Y I N J U R Y