You are on page 1of 3

KLASIFIKASI

Klasifikasi inkontinensia urin oleh International Continence Society (Brooker, 2009)


1. Inkontinensia Urgensi (Grace &Borley , 2006)
Ketidakstabilan otot detrusor idiopatik menyebabkan peningkatan tekanan
intravesika dan kebocoran urin.
2. Inkontinensia Stress
Inkontinensia stres didefinisikan sebagai pengeluaran urin saat terjadi peningkatan
tekanan intra abdomen tanpa disertai kontraksi detrusor atau kandung kemih yang terlalu
distensi. Secara klinis, kondisi ini muncul sebagai pengeluaran urin involunter saat batuk,
bersin, tertawa atau melakukan aktivitas fisik. Kondisi ini terjadi pada sekitar 85% wanita
yang mengalami inkontinensia (Cardozo, 1991 dalam Brooker, 2009)
3. Inkontinensia Kombinasi
Orang seringkali mengeluh gejala kombinasi inkontinensia stres dan urgensi yang
disebut inkontinensia kombinasi. Inkontinensia kombinasi terutama sering dialami oleh
wanita pasca menopause. Aspek terpenting pada jenis inkontinensia ini adalah
mengidentifikasi gejala yang paling mengganggu yang selanjutnya dijadikan target
pengobatan.
4. Inkontinensia Overflow
Istilah ini digunakan untuk mendeskripsikan pengeluaran urin involunter akibat
distensi berlebihan kandung kemih. Urin menetes keluar dalam jumlah sedikit disertai
pengosongan bladder yang tidak komplit. Kondisi ini dapat disebabkan berbagai kondisi
termasuk obstruksi saluran keluar kandung kemih atau obstruksi uretra yang paling
sering terjadi pada pria yang mengalami hiperplasia prostat. Jenis inkontinensia ini lebih
jarang terjadi pada wanita tetapi dapat terjadi sebagai komplikasi setelah pembedahan
untuk mengoreksi inkontinensia atau akibat prolaps organ panggul berat.
Otot detrusor yang tidak aktif atau tidak kontraktil juga dapat menyebabkan
distensi dan aliran berlebihan. Penyebabnya meliputi gangguan neurologis seperti stroke
atau sklerosis multipel, diabetes, dan efek samping pengobatan. Kondisi ini idiopatik
pada beberapa individu.

KOMPLIKASI

1. Ruam kulit atau iritasi


Diantara komplikasi yang paling jelas dan manifestasi kita menemukan masalah dengan kulit,
karena mereka yang menderita masalah ini terkait kandung kemih, memiliki kemungkinan
mengembangkan luka, ruam atau semacam infeksi kulit, karena fakta bahwa kulit mereka
overexposed cairan dan dengan demikian selalu basah. Ruam kulit atau iritasi terjadi karena
kulit yang terus-menerus berhubungan dengan urin akan iritasi, sakit dan dapat memecah.

2. Infeksi saluran kemih


Inkontinensia meningkatkan risiko infeksi saluran kemih berulang.

3. Prolapse
Prolaps merupakan komplikasi dari inkontinensia urin yang dapat terjadi pada wanita. Hal ini
terjadi ketika bagian dari vagina, kandung kemih, dan dalam beberapa kasus uretra, drop-down
ke pintu masuk vagina. Lemahnya otot dasar panggul sering menyebabkan masalah. Prolaps
biasanya perlu diperbaiki dengan menggunakan operasi.

4. Perubahan dalam kegiatan sehari-hari


Inkontinensia dapat membuat pasien tidak dapat berpartisipasi dalam aktivitas normal. Pasien
dapat berhenti berolahraga, berhenti menghadiri pertemuan social. Salah satu jenis tersebut
adalah inkontinensia stres. Hal ini terjadi ketika 15

otot-otot dasar panggul mengalami kelemahan dari beberapa macam, dan tidak lagi mampu
menjaga uretra tertutup. Karena itu, membuat gerakan tiba-tiba seperti batuk atau tertawa dapat
menyebabkan kebocoran urin. Penyebab melemahnya otot dasar panggul bisa berbeda dan
disebabkan oleh berbagai faktor, misalnya untuk kehamilan dan persalinan (strain dan otot
terlalu melar), menopause (kurangnya estrogen melemahkan otot), penghapusan rahim (yang
kadang-kadang dapat merusak otot), usia, obesitas.

5. Perubahan dalam kehidupan pribadi pasien.


Inkontinensia dapat memiliki dampak pada kehidupan pribadi pasien. Keluarga pasien
mungkin tidak memahami perilaku pasien. Pasien dapat menghindari keintiman seksual karena
malu yang disebabkan oleh kebocoran urin. Ini tidak jarang mengalami kecemasan dan depresi
bersama dengan inkontinensia (Mayo,2012)

6. Komplikasi terapi bedah inkontinensia stres terutama terdiri dari pembentukan sisa
urine segera dalam fase pascabedah.
Biasanya masalah ini bersifat sementara dan dapat diatasi dengan kateterisasi intermiten,
dengan karakter yang ditinggalkan atau lebih baik dengan drainase kandung kemih suprapubik.
Hal ini memungkinkan pencarian pembentukan sisa urine tanpa kateterisasi. Komplikasi lain
biasanya berasal dari indikasi yang salah. Perforasi kandung kemih dengan kebocoran urine,
infeksi saluran kemih yang berkepanjangan dan osteitis pubis pada operasi Marshall-Marchetti-
Krantz merupakan komplikasi yang jarang terjadi.(Andrianto,1991).

Sumber :

Baradero, Marry, dkk. 2009. Seri Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Ginjal. Jakarta: EGC.
Smeltzer, Suzanne C. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner & Suddarth. Vol.2.
Edisi 8. Jakarta: EGC.
Potter & Perry. 2006. Buku Ajar Fundamental Keperawatan. Konsep, Proses, dan Praktik.
Jakarta: EGC.

You might also like