You are on page 1of 23

LAPORAN PRAKTIKUM PENGANTAR KIMIA MEDISINAL

SEMESTER GANJIL 2015 - 2016

ASAM ASETIL SALISILAT

Hari / Jam Praktikum : Kamis / 13.00 – 16.00

Tanggal Praktikum : 8 Oktober 2015

Kelompok :5

Asisten : 1. Dewi Permata

2. Sarisa Vira Silma A.

IRFAN HADI SETIANA

260110150078

LABORATORIUM KIMIA MEDISINAL


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS PADJADJARAN
JATINANGOR
2015
ASAM ASETIL SALISILAT

Abstrak

Asam asetil salisilat yang lebih dikenal sebagai asetosal atau aspirin adalah
analgesic, antipiretik, dan antiinflamasi yang sangat luas digunakan dan
digolongkan dalam obat bebas. Tujuan dari praktikum kali ini adalah mengenal
proses reaksi esterifikasi dengan hasil padat dan memahami cara pelaksanaan
rekristalisasi dengan pelarut campuran. Dalam pembuatan aspirin digunakan
beberapa proses reaksi seperti esterifikasi dan rekristalisasi. Dari percobaan kami
mendapatkan hasil aspirin murni seberat 1.4 gr, lalu dihitung % rendemen dan
mendapatan hasil 21.48 %. Selain itu Aspirin di identifikasi lebih lanjut dengan
beberapa percobaan seperti Kromatografi Lapis Tipis, menentukan Titik Leleh, dan
Spektrofotometri UV.

Kata Kunci : Asam asetil salisilat, Esterifikasi, Rekristalisasi

Abstract

Acetyl salicylic acid, better known as aspirin or aspirin is an analgesic,


antipyretic and anti-inflammatory that is very widely used and is classified in the
free drug. The purpose of this lab is to know the process of esterification reaction
with solid results and understand how implementation recrystallized with a mixed
solvent.. Aspirin used in the manufacture of some processes such as esterification
reaction and recrystallization. From the experiments we got the pure aspirin
weighing 1.4 grams and calculated % yield the result is 21.48 % . Besides that,
aspirin identify continously with the other experiments such as Thin Layer
Chromatography, determining the Melting Point, and UV Spectrofotometry.

Keywords : Acetyl salicylic acid, Esterification, Recrystallization


I. Tujuan

1.1.Mengenal proses reaksi esterifikasi dengan hasil padat

1.2.Memahami cara pelaksanaan rekristalisasi dengan pelarut campuran

1.3.Identifikasi dengan metode titik leleh, kromatografi lapis tipis, dan


spektrofotometri UV

II. Prinsip

2.1.Rekristalisasi
Rekristalisasi merupakan salah satu cara pemurnian zat padat
dimana zat-zat tersebut dilarutkan dalam suatu pelarut kemudian
dikristalkan kembali ( Arsyad, 2001 ).
2.2.Esterifikasi
Esterifikasi adalah reaksi pengubahan dan suatu asam
karboksilat dan alkohol menjadi suatu ester dengan menggunakan
katalis asam ( Fessenden, 1982 ).
2.3.Asetilasi
Asetilasi merupakan proses penggantian atom H pada gugus OH
atau NH3 oleh gugus asetil. Reaksi ini sama dengan esterifikasi,
yaitu reaksi antara alkohol dengan asam sehingga dihasilkan suatu
ester dan air ( Groggin, 1985 ).
2.4.Karakterisasi Kristal
Kristal atau hablur adalah suatu padatan yang atom, molekul,
atau ion penyusunnya terkemas secara teratur dan polanya berulang
melebar secara tiga dimensi (Fessenden, 1982).
2.5.Titik Leleh
Titik leleh adalah suhu dimana suatu zat mulai mencaor, hingga
seluruhnya mencair sempurna (Winarto, 2013).

2.6.Kromatografi Lapis Tipis


Kromatografi lapis tipis adalah suatu pemisahan komponen
dengan menggunakan fase diam berupa plat dengan lapisan bahan
adsorben inert (Muntazhar, 2013).

2.7.Spektrofotometri UV
Spektrofotometri Sinar Tampak adalah pengukuran energi
cahaya oleh suatu system pada panjang gelombang tertentu
(Mozaix, 2015).

III. Reaksi
3.1 Reaksi Esterifikasi

3.2. Mekanisme Reaksi Esterifikasi


IV. Teori Dasar

Asam asetil salisilat adalah senyawa kristal tidak berwarna yang


sedikit larut dalam air, sebaliknya mudah larut dalam pelarut organic
polar seperti etanol. Dibandingkan dengan asam salisilat, asam asetil
salisilat merupakan asam yang lebih lemah. Asam asetil salisilat atau
asetosal banyak ditemukan dalam berbagai nama paten, salah satunya
terkenal adalah aspirin. Seperti halnya obat-obatan analgesic yang lain.
Ia bekerja dengan cara menghambat sintesis prostaglandin. Dengan
menghambat sintesis prostaglandin, nyeri atau pun radang akan reda (
Pandini, 2013 ).
Asam asetil salisilat yang lebih dikenal sebagai asetosal atau aspirin
adalah analgesic, antipiretik, dan antiinflamasi yang sangat luas
digunakan dan digolongkan dalam obat bebas. Selain sebagai prototip,
obat ini merupakan standar dalam menilai efek obat sejenis. Asam
salisilat sangat iritatif, sehingga hanya digunakan sebagai obat luar.
Dapat dipakai secara sistematik adalah ester salisilat dari asam organic,
dengan substitusi pada gugus hidroksil, misalnya asetosal ( Ganeswara,
1995 ).
Titik leleh digunakan sebagai acuan apakah senyawa tersebut murni
atau tidak, senyawa murni biasanya memiliki rentang ttik leleh tidak
lebih dari 3 derajat celcius (Winarto, 2013).
Ester ditentukan dari asam karboksilat. Asam karboksilat
menggandung gugus –COOH dan pada sebuah ester. Hidrogen di gugus
ini digantikan oleh sebuah gugus hidrokarbon dari berbagai jenis (
Clark, 2007 ).
Kristal atau hablur adalah suatu padatan yang atom, molekul, atau
ion penyusunnya terkemas secara teratur dan polanya berulang melebar
secara tiga dimensi. Secara umum, zat cair membentuk kristal ketika
mengalami proses pemadatan. Pada kondisi ideal, hasilnya bisa berupa
kristal tunggal, yang semua atom-atom dalam padatannya "terpasang"
pada kisi atau struktur kristal yang sama, tapi, secara umum, kebanyakan
kristal terbentuk secara simultan sehingga menghasilkan padatan
polikristalin. Misalnya, kebanyakan logam yang kita temui sehari-hari
merupakan polikristal (Fessenden, 1982).
Reaksi asetilasi adalah reaksi memasukkan gugus asetil ( CH3CO- )
ke dalam molekul organic aspirin ( -OH dan –NH2 ). Reagen yang umum
dipakai adalah anhidrat asetat atau etonil klorida ( CH3COC ). Reaksi
asetilasi ini merupakan reaksi yang setimbang. Dengan mengambil satu
arah reaksi yang menuju pada sisi ester, dapat diperoleh hasil yang besar
dan konversi yang tinggi. Salah satu cara untuk mencapai konversi yang
lebih tinggi adalah dengan penghilangan air yang terbentuk. Reaksi
asetilasi hamper sama dengan esterifikasi ( Groggin, 1985 )
KLT merupakan salah satu jenis kromatografi analitik. KLT
biasanya digunakan untuk identifikasi awal, karena KLT memiliki
banyak keuntungan diantaranya sederhana dan murah. KLT termasuk
kromatografi planar, selain kromatografi kertas (Muntazhar, 2013).

Rekristalisasi merupakan metode yang sangat penting untuk


pemurnian larutan organic. Ada tujuh metode dalam rekristalisasi yaitu
: memilih pelarut, memilih dan melarutkan zat terlarut, menghilangkan
warna larutan, memindahkan zat padat, mengkristalkan larutan,
mengumpul dan mencuci Kristal, serta mengeringkan produknya (
Willianson, 1999 )
Prinsip dasar proses rekristalisasi adalah perbedaan kelarutan antara
zat yang dimurnikan dengan zat pengotornya. Pelarut yang digunakan
tidak semua pelarut, hanya pelarut sesuai yang digunakan. Syarat pelarut
yang digunakan adalah pelarut pelarutnya tidak bereaksi dengan zat
yang dilarutkan, pelarut hanya dapat digunakan melarutkan zat
pencemarnya. Titik didih pelarut harus lebih rendah dari titik leleh zat
yang dimurnikan agak zat tersebut tidak terurai ( Kotz, 2009 ).
Asam asetil salisilat atau asetosal selain memiliki efek utama
sebagai obat antiradang dan turun panas, asetosal memiliki beberapa
efek samping. Efek samping yang pertama adalah asetosal dapat
mengencerkan darah. Implikasinya dalah karena asetosal memiliki efek
pengenceran darah, maka tidak tepat jika digunakan sebagai obat turun
panas pada lemak berdarah. Efek samping yang kedua adalah terjadinya
sindrom Reye pada anak – anak yaitu suatu penyakit yang mematikan
dan mengganggu fungsi kerja otak dan hati. Gejalanya berupa muntah
tak terkendali, demam, mengigau dan tak sadar. Banyak studi telah
menunjukkan adanya hubungan antara kejadian sindrom Reye pada
anak anak dengan menggunakan aspirin ( Pandini, 2013 ).
Untuk memperoleh efek anti-inflamasi yang baik kadar plasma
dipertahankan antara 250-300 mcg/ml. Efek salisilat pada pernapasan
sangat penting dimengerti, karena gejala pada pernapasan menimbulkan
semuanya gangguan keseimbangan adam basa dalam darah. Salisilat
merangsang pernapasan, baik secara langsung maupun tidak langsung (
Ganeswara, 1995 ).

V. Alat dan Bahan


Pada praktikum kali ini digunakan beberapa alat di antaranya adalah
corong Buchner, gelas kimia, gelas ukur, Hot Plate, Kertas saring, labu
Erlenmeyer, oven, pipet tetes, thermometer.
Beberapa bahan yang digunakan di antaranya adalah anhidrida asam
asetat, aquades, asam salisilat, asam sulfat pekat ( H2SO4 ), besi (III)
klorida ( FeCl3 ), dan etanol.
VI. Prosedur
Langkah pertama yang dilakukan adalah dimasukkan 5g asam
salisilat dan 7.5g ( 7ml ) anhidrida asam asetat ke labu Erlenmeyer. Lalu
dimasukkan tiga tetes asam sulfat pekat. Dipanaskan pada pemanas air
sambal diputar pada suhu 50 – 60 derajat celcius selama 15 menit.
Kemudian dilakukan test dengan FeCl3 sampai tidak berwarna hitm biru.
Dibiarkan campuran menjadi dingin dan diputar putar labu tersebut dan
menambah 75ml air. Langkah terakhir adalah disaring dengan corong
Buchner.
 Pemurnian Kristal aspirin
Dilarutkan padatan pada 15ml etanol panas lalu dituang larutan pada
37.5ml air hangat dan dihangatkan hingga larut sempurna bila ada
endapan. Dibiarkan dingin perlahan hingga menjadi Kristal jarum.
Lankah terakhir dikeringkan di oven dan ditentukan titik leburnya.
 Karakteristik Titik Leleh
Dihaluskan kristal aspirin dengan cara digerus aspirin searah jarum
jam hingga halus. Kemudian dibakar pipa kapiler dengan cara
disediakan dua buah pipa kapiler dan ditandai salah satu ujung pipa
untuk dilakukan proses tapping. Dinyalakan spirtus dan dibakar ujung
pipa kapiler hingga terbentuk bulat. Pipa kapiler bisa digunakan untuk
tapping.
 Spektro UV
Ditimbang 1mg asetosal baku dan non baku ( sintesis ) lalu
dihaluskan oleh mortal dan slamper. Dimasukannya ke dalam labu yang
berukuran 100 ml. DIlarutkan dengan aquades 100 ml. Dihitung
asetosal baku dan non baku ( sintesis ) dalam satuan ppm menjadi 10
ppm. Direparasi kuvet dengan pelarut ( aquades ) dan diisi kuvet I dan
II dengan aquades. Discan mode kuvet yang berisi aquades. kemudian
dibuang aquades yang di kuvet I dan menggantinya dengan asetosal
baku dan dimasukkan ke dalam spektrofotometri UV. Diamati grafik
yang terbentuk dan ditentukan panjang gelombang dari grafik yang
terbentuk. Dibuang kuvet II yang berisis asetosal baku diganti dengan
asetosal sintesis ( non baku ). Diamati grafik yang terbentuk dan
ditentukan panjang gelombang dari grafik yang terbentuk. Kemudian
dibandingkan hasil antara panjang gelombang yang dihasilkan asetosal
baku dan non baku.
 Kromatografi Lapis Tipis
Dicari referensi kromatografi lapis tipis lalu dibuat eluen.
Dimasukkan eluen ke dalam chamber lalu ditutup rapat. Kemduian
ditunggu eluen dalam chamber hingga jenuh. Dibuat larutan baku dan
sampel dan disiapkan plat kromatografi lapis tipis. Dimasukkan plat
tadi ke dalam oven ntuk diaktivasi.

VII. Data Pengamatan dan Perhitungan


Pemurnian Kristal Aspirin
No Perlakuan Hasil
Dimasukkan 5 g asam Tidak terjadi perubahan
1
salisilat, 7 ml anhidrida warna
asetat, dan 3 tetes asam
sulfat pekat.
Dipanaskan sambal Asam salisilat larut dan
2
diputar-putar di atas larutan berwarna bening atau
pemanas pada suhu 40 – tidak berwarna.
60 derajat celcius. Aduk
dengan thermometer.
Ditambah 1 tetes FeCL3 Larutan berubah warna hijau
3
( masih dipanaskan ) / biru

Dipanaskan larutan Warna larutan berubah


4
menjadi hijau bening

Didinginkan larutan Larutan berubah warna


5
menjadi putih susu

Ditambah aquades 75 Larutan berwarna ungu dan


6
ml, diaduk terdapat endapan
Disaring menggunakan Endapan asetil salisilat
7
buchner mengering
Dipanaskan etanol 15 Endapan dan larut dalam
8
ml dan dimasukkan ke etanol
dalam larutan
Dituangkan air hangat Serbuk menjadi larut
9
sebanyak 37.5 ml
Kristal yang terbentuk Kristal tersaring pada kertas
10
disaring dengan corong saring
Buchner yang dilapis
kertas saring
Saringan Kristal Terbentuk aspirin
11
dipindahkan ke kaca
arloji dan dimasukkan
ke dalam oven hingga 2
jam

Kromatografi Lapis Tipis


No Perlakuan Hasil
Ditimbang asetosal Asetosal larut dalam etanol
1
sebanyak 10 mg,
kemudian ditambahkan
etanol 20 ml. Larutan baku asetosal 40
Ditambahkan aquades ppm
hingga mencapai batas
250 ml pada labu ukur
Ditimbang asam Asam salisilat larut dalam
2
salisilat sebanyak 10 etanol
mg kemudian Larutan baku asam salisilat
ditambahkan etanol 20 40 ppm
ml
Ditimbang sampel Sampel larut dalam etanol
3
sebanyak 10 mg Larutan sampel 40 ppm
kemudian ditambahkan
aquades hingga 250 ml
pada labu ukur.
Dari tiap larutan Pada kertas silica gel,
4
diambil sebagian larutan no. 1 asetosal, no.2
kedalam gelas ukur asam salisilat, no. 3 sampel
kecil kemudian dengan
kapiler larutan
ditotolkan ke atas kertas
silica gel sebanyak1
tetes dan keringkan
5 Buat fase gerak dengan Didapatkan fase gerak
pencampuran metanol
dan aquades masing-
masing 50 ml
6 Kertas silica gel Fase gerak terserap di silica
dicelupkan ke dalam fase gel
gerak

Spektrofometer UV

No Perlakuan Hasil
1 Dimasukkan air Spektrofometer terkalibrasi
kedalam 2 buah kuvet
dan diletakkan ke dalam
spektrofometer
2 Dimasukkan asetosal ke Didapatkan panjang
dalam salah satu kuvet gelombang maksimum
dan diletakkan kembali sebesar 229,0 nm
ke dalam
spektrofometer
3 Dimasukkan larutan Didapatkan panjang
sampel kedalam salah gelombang maksimum
satu kuvet dengan sebesar 227,0 nm
diletakkan kembali
kedalam
spektrofometer
4 Dimasukkan larutan Didapatkan panjang
asam saisilat kedalam gelombang 232,0 nm
salah satu kuvet dan
diletakkan kembali ke
dalam spektrofometer

Penentuan Titik Leleh


No Perlakuan Hasil
Pipa kapiler diketuk-ketuk ke Terdapat padatan asam
1
asam asetil salisilat setinggi asetil salisilat pada pipa
1cm dan diketuk – ketuk kapiler setinggi 1 cm
hingga padat
Dinyalakan instrument Instrumen siap
2
hingga mencapai suhu 150 digunakan dan
derajat celcius dilakukan pengamatan
Diletakkan pipa kapiler berisi -
3
asetosal ke dalam instrument
Diamati pipa kapiler yang Suhu yang diperlukan
4
ada di instrument pada suhu untuk melebur 1.6o C
150 derajat celcius
dari 115.8o C s/d
116.2oC
Dicatat suhu yang diperoleh Suhu yang diperlukan
5
untuk melebur untuk melebur 1.6o C
dari 115.8o C s/d
116.2oC
Dicatat suhu yang diperlukan Suhu yang diperlukan
6
sampai asetosal yang ada di untuk mencair dan
pipa kapiler mencair habis 12.5oC dari
116.2oC s/d 128.7oC

 Perhitungan
Perhitungan massa asetosal
- Massa asam salisilat : 5 gram
- Massa anhidrida asam asetat : 7.5 gram
- Mol asam salisilat : gram / Mr = 5 / 138 = 0.0362 mol
- Mol anhidrida asam asetat : gram / Mr =7.5 / 102 = 0.0735 mol
- Mol asetosal = mol asam salisilat = 0.0362 mol
- Massa asetosal secara teoritis : 0.0362 x 180 ( Mr ) = 6.516 gram
- Berdasarkan hasil percobaan massa asetosal sebelum masuk oven : 31.7
gram , dan sesudah 30.3 gram, sehingga selisih nya 1.4 gram.

𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑎𝑠𝑝𝑖𝑟𝑖𝑛 ℎ𝑎𝑠𝑖𝑙 𝑝𝑒𝑟𝑐𝑜𝑏𝑎𝑎𝑛 1.4


% rendemen : x 100 % = 6.516 x 100 = 21.48 %
𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑎𝑠𝑝𝑖𝑟𝑖𝑛 𝑠𝑒𝑐𝑎𝑟𝑎 𝑡𝑒𝑜𝑟𝑖𝑡𝑖𝑠

10.000𝜇𝑔 40𝜇𝑔
 Pembuatan larutan asetosal baku= = = 40 𝑝𝑝𝑚
250 𝑚𝑙 𝑚𝑙

10.000𝜇𝑔 40𝜇𝑔
 Pembuatan larutan asam salisilat= = = 40 𝑝𝑝𝑚
250 𝑚𝑙 𝑚𝑙

10.000𝜇𝑔 40𝜇𝑔
 Pembuatan larutan sampel asetosal= = = 40 𝑝𝑝𝑚
250 𝑚𝑙 𝑚𝑙
VIII. Pembahasan
Asam asetil salisilat atau aspirin terbentuk karena adanya reaksi
esterifikasi dimana reaksi esterifikasi itu sendiri merupakan reaksi
antara alkohol ditambah asam karboksilat sehingga terbentuk suatu ester
dengan dibantu katalis. Namun sebelum dilakukan percobaan
pembuatan aspirin, ada baiknya untuk membersihkan semua alat yang
akan digunakan, agar proses pembuatan aspirin ini berjalan dengan baik
dan sesuai dengan tujuan praktikum. Selain itu agar tidak ada
kontaminasi dari zat zat lain yang menempel di alat-alat yang
digunakan. Pada praktikum kali ini yang bertindak sebagai alkohol pada
reaksi esterifikasi adalah asam salisilat dan yang bertindak sebagai asam
karboksilat adalah anhidrida asam asetat sehingga beraksi menjadi suatu
ester yaitu aspirin. Katalis adalah suatu zat yang dapat mempercepat
suatu reaksi dan di pembuatan aspirin ini katalisator nya adalah asam
sulfat. Digunakan katalisator asam sulfat pada pembuatan aspirin karena
asam sulfat merupakan katalisator positif yang berfungsi untuk
mempercepat reaksi esterifikasi yang berjalan lambat. Asam sulfat juga
merupakan katalisator homogen karena membentuk satu fase dengan
pereaksi. Asam sulfat ( H2SO4 ) selain bersifat asam juga merupakan
agen pengoksidasi yang kuat menurut Hendyana ( 1986 ). Asam sulfat
juga dapat larut dalam air pada semua kepekatan. Reaksi antara asam
sulfat dengan air adalah reaksi eksoterm yang kuat dan jika air
ditambahkan asam sulfat pekat maka ia mampu mendidih. Karena
afinitasnya terhadap air, maka asam sulfat dapat menghilangkan bagian
terbesar uap air dan gas yang basah, seperti udara lembab. Kemudian
setalah asam sulfat dan anhidrida asam asetat di tambahkan beberapa
tetes asam sulfat lalu dipanaskan sambil digerakan dan suhu nya itu
harus 50o-60oC selama 15 menit. Di kisaran suhu tersebut reaksi mulai
terjadi dan pada suhu tersebut reaksi akan berlangsung dengan baik,
sehingga larutan akan tercampur dengan sempurna. Namun apabila
dipanaskan diatas suhu 60oC dan lebih dari 15 menit maka asam salisilat
akan berubah warna menjadi putih dan berubah yang asalnya cairan
menjadi bubur. Selanjutnya ketika sudah 15 menit, ditambahkan
indicator warna yaitu FeCl3. Kemurnian aspirin bisa diuiji dengan
menggunakan besi(III) klorida. Besi(III) klorida bereaksi dengan gugus
fenol membentuk kompleks ungu. Asam salisilat (murni) akan berubah
menjadi ungu jika FeCl3 ditambahkan, karena asam salisilat
mempunyai gugus fenol. Indicator FeCl3 juga berfungsi untuk
mengecek apakah asam salisilat sudah beraksi sempurna atau belum.
Untuk kembali menguji kemurnian kristal dilakukan penambahan FeCl3
dan berdasarkan hasil percobaan diperoleh warna ungu kabur, hal ini
menunjukkan masih terdapat asam salisilat dalam jumlah yang kecil.
Namun penambahan indicator warna FeCl3 juga tidak boleh berlebihan,
karena apabila berlebihan maka larutan akan berubah warna menjadi
warna hitam gelap sehingga harus lebih lama lagi dipanaskna sampai
larutan tidak berwarna. FeCl3 akan bereaksi dengan fenol dengan
mengikat gugus OH, setelah gugus OH diikat oleh FeCl3 maka gugus
OH tersebut dapat bergabung dengan anhidrat asam asetat sehingga
dapat membentuk aspirin. Selanjutnya dibiarkan campuran menjadi
dingin lalu dilakukan penambahan 75ml aquades. Penambahan aquades
ketika larutan dingin dan bening agar bisa dibedakan fase nya dan dapat
dipisahkan antara air dengan endapan nya. Lalu dilakukannya
penyaringan dengan corong Buchner agar bisa diambil endapannya.
Digunakan corong Buchner karena corong ini bisa menyaring suatu zat
dengan maksimal dan detail. Buchner juga dilengkapi dengan kertas
saring agar penyaringan lebih maksimal dan semuanya tersaring tanpa
ada yang tertinggal. Dari penyaringan dan berat dari endapan yang
nantinya akan menjadi aspirin. Setelah proses esterifikasi dilanjut tahap
berikutnya yaitu rekristalisasi. Proses rekristalisasi dilakukan untuk
meningkatkan kemurnian pada aspirin. Hal ini dilakukan karena sering
kali hasil suatu sintesis kimia tidak memiliki kemurnian yang baik.
Pertama dilakukannya pelarutan terhadap padatan menggunakan etanol
panas. Etanol panas dicampurkan ke dalam endapan aspirin tersebut
agar dapat membersihkan dan mempengaruhi asam salisilat yang tidak
bereaksi. Setelah ditambahkannya etanol, ditambahkanlah air hangat ke
dalam padatan tersebut agar bisa memastikan bahwa asam pekat dan
asetatnya sudah bereaksi apa belum. Apabila sudah beraksi maka larutan
akan larut di dalamnya. Air digunakan dalam rekristalisasi aspirin
karena air dapat membantu proses rekristalisasi. Lalu apabila setelah
ditambahkan air dan etanol masih mengendap, maka dipanaskan lagi
sampai benar-benar larut. Fungsi dari pemanasan adalah untuk
menetralkan kembali zat campuran yang ada dalam bahan tersebut
sehingga hasil aspirin dapat memiliki tingkat kemurnian yang tinggi.
Setelah dipanaskan dan campuran zat larut, didiamkan selama dua hari
di tempat yang aman agar tidak terganggu dari apapun. Didiamkan
selama 2 hari agar Kristal bisa terbentuk dengan baik dan bisa
berkembang, karena jika didiamkan dengan waktu yang sebentar
dikhawatirkan Kristal yang terbentuk belum siap pakai artinya Kristal
masih mudah rapuh. Campuran zat didiamkan di baker glass yang
ditutup rapat dengan plastic wrap dan dimasukkan sati batang pengaduk
ke dalam campuran zat agar ketika Kristal aspirin sudah terbentuk, bisa
terlihat jelas Kristal menempel di dinding-dinding kaca baker glass dan
batang pengaduk. Setelah dilakukan pendiaman selama dua hari, Kristal
aspirin disaring menggunakan kertas saring sampai cairannya dapat
terpisah dari padatann dan kristalnya. Sebelum saringan aspirin
dimasukkan kedalam oven aspirin ditimbang terlebih dahulu dan
didapat hasil 31.7g, kemudian dimasukkan kedalam oven sekitar 1-2
jam agar mengering. Setelah di masukkan kedalam oven aspirin
ditimbang kembali dengan hasil 30.3g. Berarti selisih nya adalah 1.4g
aspirin. Selanjutkan untuk mengidentifikasi aspirin dilikakukan
beebrapa metode yaitu kromatigrafi lapis tipis, pengujian terhadap titik
leleh, dan uji oleh spektro UV. Pertama dalam percobaan kromatografi
lapis tipis dibutuhkan bahan asetosal, asam salisilat, dan sintesis yaitu
aspirin. Ditimbang asetosal, asam salisilat, dan sintesis sebanyak 10 mg,
kemudian masing masing zat ditambah 20 ml etanol untuk melarutkan
dan menetralkan. Setelah larut ditambah masing masing zat aquades 250
ml pada labu ukur sehingga diperoleh 40 ppm. Dari tiap larutan diambil
sebagian ke dalam gelas ukur kecil atau kaca arloji sebagai sampel untuk
ditotolkan oleh kapiler ke atas kertas silica gel sebanyak satu tetes
kemudian keringkan. Untuk mendapatkan fase gerak dibuat
pencampuran methanol dan aquades masing masing 50 ml dan kertas
silica gel dicelupkan ke dalam fase gerak maka fase gerak akan terserap
di kertas silica gel. Setelah itu sinari dengan sinar UV. Pada UV 254 nm,
lempeng akan berflouresensi sedangkan sampel akan tampak berwarna
gelap.Penampakan noda pada lampu UV 254 nm adalah karena adanya
daya interaksi antara sinar UV dengan indikator fluoresensi yang
terdapat pada lempeng. Fluoresensi cahaya yang tampak merupakan
emisi cahaya yang dipancarkan oleh komponen tersebut ketika elektron
yang tereksitasi dari tingkat energi dasar ke tingkat energi yang lebih
tinggi kemudian kembali ke keadaan semula sambil melepaskan energi.
Pada UV 366 nm noda akan berflouresensi dan lempeng akan berwarna
gelap. Penampakan noda pada lampu UV 366 nm adalah karena adanya
daya interaksi antara sinar UV dengan gugus kromofor yang terikat oleh
auksokrom yang ada pada noda tersebut Kemudian dalam percobaan
penentuan titik leleh yang dilakukan pertama kali yaitu pipa kapiler
diketuk-ketuk ke aspirin ( sampel yang telah dibuat ) setinggi 1 cm.
Diketuk-ketuk kembali hingga padat, dan dekatkan ke nyala api
instrument yang bersuhu 150o C, dibutuhkan suhu yang tinggi untuk
melihat titik leleh dari zat tersebut. Diamati pipa kapiler yang ada di
instrument dan dicatat suhu yang diperlukan untuk pertama kali melebur
dan waktu untuk habis meleleh. Data yang diperoleh aspirin mulai
melebur pada suhu 116.2oC dan mencair pada suhu 128.7oC.
Selanjutnya identifikasi aspirin dengan spektrofometer UV adalah
dimasukan air ke dalam dua buah kuvet kemudian diletakkan di
spektrofometer, kuvet diisi dengan air untuk kalibrasi supaya menjadi
pembanding zat yang lain. Dimasukan asetosal, asam salisilat, dan
sintesis ke salah satu kuvet secara bergantian untuk menentukan lamda
maximal. Didapat lamda maksimal asetosal 229nm, asam salisilat
232nm, dan sintesis 227nm.

IX. Kesimpulan
Dapat mengetahui reaksi esterifikasi dengan mereaksikan asam
salisilat yang merupakan fenol dengan anhidrida asam asetat
menghasilkan aspirin berbentuk kristal jarum . Kemudian kristal
tersebut direkristalisasi dengan pelarut etanol panas 15 ml dan air hangat
37,5 ml dan didapatkan aspirin murni dengan berat 1.4 gr dan didapat
hasil rendemen 21.48 %.
Daftar Pustaka
Arsyad, 2001. Kamus Kimia Arti dan Penjelasan Istilah. Jakarta : Gramedia
Clark, J. 2007. Reaksi Pengesteran ( Esterifikasi ). Tersedia online di
http.//www.chem-is-
try.org/materi_kimia/sifat_senyawa_organik/alkohol1/reaksi_pengester
an_esterifikasi/. ( diakses pada tanggal 7 Oktober )
Daniel, et al. 2011. Sintesis 2 Hidroksi N-Fenil-Benzamda Melalui Esterifikasi
Asam Salisilat dan Proses Amidasi dengan Fenil Amina. Tersedia online
di fmipa,unmul.ac.id ( di akses pada tanggal 7 Oktober 2015 )
Fessenden. 1982. Kimia Organik Jilid 1. Jakarta : Erlangga.
Ganeswara, S. 1995. Farmakologi dan Terapi. Jakarta : Bagian Farmakologi Fak.
Kedokteran UI
Groggin, P. 1985. Unit Processes in Organic Synthesis. New York : Mac, Grow
Hill Book Company Inc.
Kotz John. 2009. Cheistry and Chemical Reactivity Volume 2. USA : Mary Finch.

Mozaix. 2015. Spektofometri UV – VIS. Tersedia di


http://majabintang.com/index.php/product/gbc-scientific/uv-vis-
spectrometers/99-article/tentang-spektro-uv-vis/125-tentang-spektro-uv-
vis. [diakses pada tanggal 21 Oktober 2015].

Muntazhar, R. 2013. Kromatografi Lapis Tipis. Tersedia di


http://www.ilmukimia.org/2013/05/kromatografi-lapis-tipis-klt.html.
[diakses pada tanggal 21 Oktober 2015].

Pandini, N. 2013. Asam Asetil Salisilat ( aspirin ). Tersedia online di www.


Planetkimia.com/2013/01/asam – asetil – salisilat – aspirin ( diaksses
pada tanggal 7 Oktober 2015 )
Willianson. 1999. Macroscale and Microscale Organik Experiment. USA :
Houghton Mifflin Company.
Winarto, D. 2013. Cara Menentukan Titik Leleh. Tersedia di
http://www.ilmukimia.org/2013/04/cara-menentukan-titik-leleh.html.
[diakses pada tanggal 21 Oktober 2015].
Lampiran

 Gambar alat :

Corong Buchner Gelas Kimia Gelas Ukur Hot Plate (pemanas)

Kertas Saring Labu Erlenmeyer Oven Pipet Tetes

Thermometer
 Gambar ketika praktikum









You might also like