Professional Documents
Culture Documents
Kelompok :5
260110150078
Abstrak
Asam asetil salisilat yang lebih dikenal sebagai asetosal atau aspirin adalah
analgesic, antipiretik, dan antiinflamasi yang sangat luas digunakan dan
digolongkan dalam obat bebas. Tujuan dari praktikum kali ini adalah mengenal
proses reaksi esterifikasi dengan hasil padat dan memahami cara pelaksanaan
rekristalisasi dengan pelarut campuran. Dalam pembuatan aspirin digunakan
beberapa proses reaksi seperti esterifikasi dan rekristalisasi. Dari percobaan kami
mendapatkan hasil aspirin murni seberat 1.4 gr, lalu dihitung % rendemen dan
mendapatan hasil 21.48 %. Selain itu Aspirin di identifikasi lebih lanjut dengan
beberapa percobaan seperti Kromatografi Lapis Tipis, menentukan Titik Leleh, dan
Spektrofotometri UV.
Abstract
II. Prinsip
2.1.Rekristalisasi
Rekristalisasi merupakan salah satu cara pemurnian zat padat
dimana zat-zat tersebut dilarutkan dalam suatu pelarut kemudian
dikristalkan kembali ( Arsyad, 2001 ).
2.2.Esterifikasi
Esterifikasi adalah reaksi pengubahan dan suatu asam
karboksilat dan alkohol menjadi suatu ester dengan menggunakan
katalis asam ( Fessenden, 1982 ).
2.3.Asetilasi
Asetilasi merupakan proses penggantian atom H pada gugus OH
atau NH3 oleh gugus asetil. Reaksi ini sama dengan esterifikasi,
yaitu reaksi antara alkohol dengan asam sehingga dihasilkan suatu
ester dan air ( Groggin, 1985 ).
2.4.Karakterisasi Kristal
Kristal atau hablur adalah suatu padatan yang atom, molekul,
atau ion penyusunnya terkemas secara teratur dan polanya berulang
melebar secara tiga dimensi (Fessenden, 1982).
2.5.Titik Leleh
Titik leleh adalah suhu dimana suatu zat mulai mencaor, hingga
seluruhnya mencair sempurna (Winarto, 2013).
2.7.Spektrofotometri UV
Spektrofotometri Sinar Tampak adalah pengukuran energi
cahaya oleh suatu system pada panjang gelombang tertentu
(Mozaix, 2015).
III. Reaksi
3.1 Reaksi Esterifikasi
Spektrofometer UV
No Perlakuan Hasil
1 Dimasukkan air Spektrofometer terkalibrasi
kedalam 2 buah kuvet
dan diletakkan ke dalam
spektrofometer
2 Dimasukkan asetosal ke Didapatkan panjang
dalam salah satu kuvet gelombang maksimum
dan diletakkan kembali sebesar 229,0 nm
ke dalam
spektrofometer
3 Dimasukkan larutan Didapatkan panjang
sampel kedalam salah gelombang maksimum
satu kuvet dengan sebesar 227,0 nm
diletakkan kembali
kedalam
spektrofometer
4 Dimasukkan larutan Didapatkan panjang
asam saisilat kedalam gelombang 232,0 nm
salah satu kuvet dan
diletakkan kembali ke
dalam spektrofometer
Perhitungan
Perhitungan massa asetosal
- Massa asam salisilat : 5 gram
- Massa anhidrida asam asetat : 7.5 gram
- Mol asam salisilat : gram / Mr = 5 / 138 = 0.0362 mol
- Mol anhidrida asam asetat : gram / Mr =7.5 / 102 = 0.0735 mol
- Mol asetosal = mol asam salisilat = 0.0362 mol
- Massa asetosal secara teoritis : 0.0362 x 180 ( Mr ) = 6.516 gram
- Berdasarkan hasil percobaan massa asetosal sebelum masuk oven : 31.7
gram , dan sesudah 30.3 gram, sehingga selisih nya 1.4 gram.
10.000𝜇𝑔 40𝜇𝑔
Pembuatan larutan asetosal baku= = = 40 𝑝𝑝𝑚
250 𝑚𝑙 𝑚𝑙
10.000𝜇𝑔 40𝜇𝑔
Pembuatan larutan asam salisilat= = = 40 𝑝𝑝𝑚
250 𝑚𝑙 𝑚𝑙
10.000𝜇𝑔 40𝜇𝑔
Pembuatan larutan sampel asetosal= = = 40 𝑝𝑝𝑚
250 𝑚𝑙 𝑚𝑙
VIII. Pembahasan
Asam asetil salisilat atau aspirin terbentuk karena adanya reaksi
esterifikasi dimana reaksi esterifikasi itu sendiri merupakan reaksi
antara alkohol ditambah asam karboksilat sehingga terbentuk suatu ester
dengan dibantu katalis. Namun sebelum dilakukan percobaan
pembuatan aspirin, ada baiknya untuk membersihkan semua alat yang
akan digunakan, agar proses pembuatan aspirin ini berjalan dengan baik
dan sesuai dengan tujuan praktikum. Selain itu agar tidak ada
kontaminasi dari zat zat lain yang menempel di alat-alat yang
digunakan. Pada praktikum kali ini yang bertindak sebagai alkohol pada
reaksi esterifikasi adalah asam salisilat dan yang bertindak sebagai asam
karboksilat adalah anhidrida asam asetat sehingga beraksi menjadi suatu
ester yaitu aspirin. Katalis adalah suatu zat yang dapat mempercepat
suatu reaksi dan di pembuatan aspirin ini katalisator nya adalah asam
sulfat. Digunakan katalisator asam sulfat pada pembuatan aspirin karena
asam sulfat merupakan katalisator positif yang berfungsi untuk
mempercepat reaksi esterifikasi yang berjalan lambat. Asam sulfat juga
merupakan katalisator homogen karena membentuk satu fase dengan
pereaksi. Asam sulfat ( H2SO4 ) selain bersifat asam juga merupakan
agen pengoksidasi yang kuat menurut Hendyana ( 1986 ). Asam sulfat
juga dapat larut dalam air pada semua kepekatan. Reaksi antara asam
sulfat dengan air adalah reaksi eksoterm yang kuat dan jika air
ditambahkan asam sulfat pekat maka ia mampu mendidih. Karena
afinitasnya terhadap air, maka asam sulfat dapat menghilangkan bagian
terbesar uap air dan gas yang basah, seperti udara lembab. Kemudian
setalah asam sulfat dan anhidrida asam asetat di tambahkan beberapa
tetes asam sulfat lalu dipanaskan sambil digerakan dan suhu nya itu
harus 50o-60oC selama 15 menit. Di kisaran suhu tersebut reaksi mulai
terjadi dan pada suhu tersebut reaksi akan berlangsung dengan baik,
sehingga larutan akan tercampur dengan sempurna. Namun apabila
dipanaskan diatas suhu 60oC dan lebih dari 15 menit maka asam salisilat
akan berubah warna menjadi putih dan berubah yang asalnya cairan
menjadi bubur. Selanjutnya ketika sudah 15 menit, ditambahkan
indicator warna yaitu FeCl3. Kemurnian aspirin bisa diuiji dengan
menggunakan besi(III) klorida. Besi(III) klorida bereaksi dengan gugus
fenol membentuk kompleks ungu. Asam salisilat (murni) akan berubah
menjadi ungu jika FeCl3 ditambahkan, karena asam salisilat
mempunyai gugus fenol. Indicator FeCl3 juga berfungsi untuk
mengecek apakah asam salisilat sudah beraksi sempurna atau belum.
Untuk kembali menguji kemurnian kristal dilakukan penambahan FeCl3
dan berdasarkan hasil percobaan diperoleh warna ungu kabur, hal ini
menunjukkan masih terdapat asam salisilat dalam jumlah yang kecil.
Namun penambahan indicator warna FeCl3 juga tidak boleh berlebihan,
karena apabila berlebihan maka larutan akan berubah warna menjadi
warna hitam gelap sehingga harus lebih lama lagi dipanaskna sampai
larutan tidak berwarna. FeCl3 akan bereaksi dengan fenol dengan
mengikat gugus OH, setelah gugus OH diikat oleh FeCl3 maka gugus
OH tersebut dapat bergabung dengan anhidrat asam asetat sehingga
dapat membentuk aspirin. Selanjutnya dibiarkan campuran menjadi
dingin lalu dilakukan penambahan 75ml aquades. Penambahan aquades
ketika larutan dingin dan bening agar bisa dibedakan fase nya dan dapat
dipisahkan antara air dengan endapan nya. Lalu dilakukannya
penyaringan dengan corong Buchner agar bisa diambil endapannya.
Digunakan corong Buchner karena corong ini bisa menyaring suatu zat
dengan maksimal dan detail. Buchner juga dilengkapi dengan kertas
saring agar penyaringan lebih maksimal dan semuanya tersaring tanpa
ada yang tertinggal. Dari penyaringan dan berat dari endapan yang
nantinya akan menjadi aspirin. Setelah proses esterifikasi dilanjut tahap
berikutnya yaitu rekristalisasi. Proses rekristalisasi dilakukan untuk
meningkatkan kemurnian pada aspirin. Hal ini dilakukan karena sering
kali hasil suatu sintesis kimia tidak memiliki kemurnian yang baik.
Pertama dilakukannya pelarutan terhadap padatan menggunakan etanol
panas. Etanol panas dicampurkan ke dalam endapan aspirin tersebut
agar dapat membersihkan dan mempengaruhi asam salisilat yang tidak
bereaksi. Setelah ditambahkannya etanol, ditambahkanlah air hangat ke
dalam padatan tersebut agar bisa memastikan bahwa asam pekat dan
asetatnya sudah bereaksi apa belum. Apabila sudah beraksi maka larutan
akan larut di dalamnya. Air digunakan dalam rekristalisasi aspirin
karena air dapat membantu proses rekristalisasi. Lalu apabila setelah
ditambahkan air dan etanol masih mengendap, maka dipanaskan lagi
sampai benar-benar larut. Fungsi dari pemanasan adalah untuk
menetralkan kembali zat campuran yang ada dalam bahan tersebut
sehingga hasil aspirin dapat memiliki tingkat kemurnian yang tinggi.
Setelah dipanaskan dan campuran zat larut, didiamkan selama dua hari
di tempat yang aman agar tidak terganggu dari apapun. Didiamkan
selama 2 hari agar Kristal bisa terbentuk dengan baik dan bisa
berkembang, karena jika didiamkan dengan waktu yang sebentar
dikhawatirkan Kristal yang terbentuk belum siap pakai artinya Kristal
masih mudah rapuh. Campuran zat didiamkan di baker glass yang
ditutup rapat dengan plastic wrap dan dimasukkan sati batang pengaduk
ke dalam campuran zat agar ketika Kristal aspirin sudah terbentuk, bisa
terlihat jelas Kristal menempel di dinding-dinding kaca baker glass dan
batang pengaduk. Setelah dilakukan pendiaman selama dua hari, Kristal
aspirin disaring menggunakan kertas saring sampai cairannya dapat
terpisah dari padatann dan kristalnya. Sebelum saringan aspirin
dimasukkan kedalam oven aspirin ditimbang terlebih dahulu dan
didapat hasil 31.7g, kemudian dimasukkan kedalam oven sekitar 1-2
jam agar mengering. Setelah di masukkan kedalam oven aspirin
ditimbang kembali dengan hasil 30.3g. Berarti selisih nya adalah 1.4g
aspirin. Selanjutkan untuk mengidentifikasi aspirin dilikakukan
beebrapa metode yaitu kromatigrafi lapis tipis, pengujian terhadap titik
leleh, dan uji oleh spektro UV. Pertama dalam percobaan kromatografi
lapis tipis dibutuhkan bahan asetosal, asam salisilat, dan sintesis yaitu
aspirin. Ditimbang asetosal, asam salisilat, dan sintesis sebanyak 10 mg,
kemudian masing masing zat ditambah 20 ml etanol untuk melarutkan
dan menetralkan. Setelah larut ditambah masing masing zat aquades 250
ml pada labu ukur sehingga diperoleh 40 ppm. Dari tiap larutan diambil
sebagian ke dalam gelas ukur kecil atau kaca arloji sebagai sampel untuk
ditotolkan oleh kapiler ke atas kertas silica gel sebanyak satu tetes
kemudian keringkan. Untuk mendapatkan fase gerak dibuat
pencampuran methanol dan aquades masing masing 50 ml dan kertas
silica gel dicelupkan ke dalam fase gerak maka fase gerak akan terserap
di kertas silica gel. Setelah itu sinari dengan sinar UV. Pada UV 254 nm,
lempeng akan berflouresensi sedangkan sampel akan tampak berwarna
gelap.Penampakan noda pada lampu UV 254 nm adalah karena adanya
daya interaksi antara sinar UV dengan indikator fluoresensi yang
terdapat pada lempeng. Fluoresensi cahaya yang tampak merupakan
emisi cahaya yang dipancarkan oleh komponen tersebut ketika elektron
yang tereksitasi dari tingkat energi dasar ke tingkat energi yang lebih
tinggi kemudian kembali ke keadaan semula sambil melepaskan energi.
Pada UV 366 nm noda akan berflouresensi dan lempeng akan berwarna
gelap. Penampakan noda pada lampu UV 366 nm adalah karena adanya
daya interaksi antara sinar UV dengan gugus kromofor yang terikat oleh
auksokrom yang ada pada noda tersebut Kemudian dalam percobaan
penentuan titik leleh yang dilakukan pertama kali yaitu pipa kapiler
diketuk-ketuk ke aspirin ( sampel yang telah dibuat ) setinggi 1 cm.
Diketuk-ketuk kembali hingga padat, dan dekatkan ke nyala api
instrument yang bersuhu 150o C, dibutuhkan suhu yang tinggi untuk
melihat titik leleh dari zat tersebut. Diamati pipa kapiler yang ada di
instrument dan dicatat suhu yang diperlukan untuk pertama kali melebur
dan waktu untuk habis meleleh. Data yang diperoleh aspirin mulai
melebur pada suhu 116.2oC dan mencair pada suhu 128.7oC.
Selanjutnya identifikasi aspirin dengan spektrofometer UV adalah
dimasukan air ke dalam dua buah kuvet kemudian diletakkan di
spektrofometer, kuvet diisi dengan air untuk kalibrasi supaya menjadi
pembanding zat yang lain. Dimasukan asetosal, asam salisilat, dan
sintesis ke salah satu kuvet secara bergantian untuk menentukan lamda
maximal. Didapat lamda maksimal asetosal 229nm, asam salisilat
232nm, dan sintesis 227nm.
IX. Kesimpulan
Dapat mengetahui reaksi esterifikasi dengan mereaksikan asam
salisilat yang merupakan fenol dengan anhidrida asam asetat
menghasilkan aspirin berbentuk kristal jarum . Kemudian kristal
tersebut direkristalisasi dengan pelarut etanol panas 15 ml dan air hangat
37,5 ml dan didapatkan aspirin murni dengan berat 1.4 gr dan didapat
hasil rendemen 21.48 %.
Daftar Pustaka
Arsyad, 2001. Kamus Kimia Arti dan Penjelasan Istilah. Jakarta : Gramedia
Clark, J. 2007. Reaksi Pengesteran ( Esterifikasi ). Tersedia online di
http.//www.chem-is-
try.org/materi_kimia/sifat_senyawa_organik/alkohol1/reaksi_pengester
an_esterifikasi/. ( diakses pada tanggal 7 Oktober )
Daniel, et al. 2011. Sintesis 2 Hidroksi N-Fenil-Benzamda Melalui Esterifikasi
Asam Salisilat dan Proses Amidasi dengan Fenil Amina. Tersedia online
di fmipa,unmul.ac.id ( di akses pada tanggal 7 Oktober 2015 )
Fessenden. 1982. Kimia Organik Jilid 1. Jakarta : Erlangga.
Ganeswara, S. 1995. Farmakologi dan Terapi. Jakarta : Bagian Farmakologi Fak.
Kedokteran UI
Groggin, P. 1985. Unit Processes in Organic Synthesis. New York : Mac, Grow
Hill Book Company Inc.
Kotz John. 2009. Cheistry and Chemical Reactivity Volume 2. USA : Mary Finch.
Gambar alat :
Thermometer
Gambar ketika praktikum