You are on page 1of 6

Penelitian

Vol. 4, No. 2, Desember 2012


Jurnal Epidemiologi dan Penyakit Bersumber Binatang
(Epidemiology and Zoonosis Journal) Hal : 53 - 58

Penulis : Resistance status of Aedes aegypti larvae to temephos in West


1. Istiana
2. Farida Heriyani
Banjarmasin
3. Isnaini
Abstract
Korespondensi: Temephos has been used in controlling vector of dengue hemorrhagic fever, Aedes aegypti
Department of Parasitology, since long time ago. Long and continous usage of insecticides can increase the occurrence of
Medical Faculty of Lambung resistance. This research aim to know the resistance of Ae. aegypti in West Banjarmasin. We
Mangkurat University. Jl. used experimental study with post test only with control group design. There were 8 groups of
Veteran No.126 Banjarmasin. temephos treatment; 0,005 ppm, 0,01 ppm, 0,015 ppm, 0,03 ppm, 0,045 ppm, 0,060 ppm,
Email:istiana_aribudi@yahoo. 0,075 ppm and 0,090 ppm. Each group was exposed for the Ae.aegypti larvae and dead
com
larvae observed after 24 hours exposure. Based on probit analysis, effective doses of
Kata Kunci : temephos to kill 50% larvae (Lethal Concentration/LC50) was between 0,0064 - 0,0126 ppm
Kerentanan (average = 0,00957 ppm) and LC99 was between 0,0196 - 0,0340 ppm (average = 0,0243
Aedes aegypti ppm). This research indicated that Ae.aegypti larvae in West Banjarmasin is resistant to
Temephos temephos.
Diterima :
10 April 2012
Status kerentanan larva Aedes aegypti terhadap temefos di
Disetujui : Banjarmasin Barat
28 Oktober 2012 Abstrak
Larvasida temephos telah sejak lama digunakan dalam pengendalian vektor demam
berdarah dengue Aedes aegypti. Penggunaan insektisida dalam waktu yang lama dan terus
menerus dapat meningkatkan kejadian resistensi insektisida tersebut. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui status kerentanan larva Ae.aegypti terhadap temephos di
Kecamatan Banjarmasin Barat. Penelitian ini merupakan studi eksperimental dengan
rancangan post test only with control group design dengan 8 kelompok perlakuan yaitu
kelompok dosis temephos 0,005 ppm, 0,01 ppm, 0,015 ppm, 0,03 ppm, 0,045 ppm, 0,06
ppm; 0,075 ppm dan 0,09 ppm. Masing-masing kelompok perlakuan dipaparkan terhadap
larva Ae. aegypti dan kematian larva dilihat setelah 24 jam pemaparan. Berdasarkan analisis
probit, menunjukkan bahwa dosis temephos yang efektif membunuh 50% larva (Lethal
Concentration/LC50) 24 jam berkisar antara 0,0064-0,0126 ppm dengan rata-rata 0,00957
ppm dan LC99 24 jam berkisar antara 0,0196-0,0340 ppm dengan rata-rata 0,0243 ppm.
Penelitian ini menunjukkan bahwa larva Ae. aegypti di Kecamatan Banjarmasin Barat sudah
resisten terhadap temephos .

53
Istiana, dkk. Status kerentanan larva Ae. Aegypti

Pendahuluan Kuba, French Polynesia, Karibia dan Thailand.5-11


Demam berdarah dengue (DBD) adalah suatu Sedangkan di Jakarta dilaporkan bahwa larva
penyakit virus yang ditularkan Aedes aegypti dan Ae. aegypti masih rentan terhadap temephos.12
menyebabkan angka kesakitan dan kematian Di Banjarmasin, insektisida temephos ini telah
yang tinggi. World Health Organization (WHO) digunakan sejak tahun 1980. Penelitian Gafur et al.
melaporkan kejadian DBD mencapai 50-100 juta menunjukkan bahwa di Banjarmasin Utara
kasus di Asia Tenggara setiap tahunnya. Angka temephos masih efektif sebagai larvasida.13 Untuk
kejadian DBD di Indonesia sepanjang tahun 2007 Banjarmasin Barat, status kerentanan larva
mencapai 139.695 kasus (Incidence Rate Ae. aegypti masih belum diketahui, sehingga perlu
64/100.000) dengan jumlah penderita yang dilakukan penelitian. Dengan diketahuinya status
meninggal mencapai 1.395 kasus (Case Fatality kerentanan larva Ae. aegypti terhadap temephos,
Rate/CFR 1%). Keadaan DBD tahun 2007 ini diharapkan dapat menjadi dasar dalam
meningkat lebih tinggi dibanding keadaan tahun- melaksanakan program pencegahan dan
tahun sebelumnya. Angka kematian rata-rata pengendalian DBD.
nasional tahun 2008 akibat DBD adalah 1,7%.1-2
Metode
Kejadian DBD di Kota Banjarmasin selama tahun
Penelitian ini adalah eksperimental laboratorik
2008 mencapai 120 orang dan 6 diantaranya
dengan rancangan Post test Only with Control
meninggal dunia. Kejadian DBD ini hampir
Group Design. Terdapat 8 perlakuan dengan 1
ditemukan merata di 5 (lima) kecamatan, tetapi
kontrol dan 4 replikasi. Subjek penelitian adalah
angka kematian yang terbanyak ditemukan pada
larva Ae. aegypti yang diambil dari rumah
kecamatan Banjarmasin Barat dengan CFR 10%.2
penduduk di 5 kelurahan di Kecamatan
Berbagai usaha telah dilakukan untuk menekan Banjarmasin Barat selama bulan Mei Juli 2009.
angka kesakitan dan kematian tersebut, akan Larva Ae. aegypti yang didapat kemudian dibawa
tetapi DBD masih tetap ada sepanjang tahun dan ke laboratorium Entomologi BBTKL Banjarbaru
memiliki kecenderungan insidensinya meningkat untuk dilakukan kolonisasi. Larva yang digunakan
setiap tahun. Hal ini ditunjang oleh keberadaan untuk uji bioassay adalah larva instar III IV generasi
vektor dan tersedianya habitat untuk berkembang kedua.
biak, serta adanya fokus infeksi yang sangat sulit
Perlakuan yang diberikan adalah temephos
dikendalikan karena sampai saat ini belum ada
dengan dosis yaitu 0,005 ppm, 0,01 ppm, 0,015
obat ataupun vaksin terhadap virus dengue
ppm, 0,03 ppm, 0,045 ppm, 0,06 ppm; 0,075 ppm
tersebut.3-4
dan 0,09 ppm, dan diamati jumlah kematian
Salah satu usaha pengendalian DBD adalah larvanya. Cara kerja dalam penelitian ini terdiri dari
pengendalian vektor untuk memutus rantai 3 tahapan, yaitu pengadaan larva, pembuatan
penularan penyakit. Pengendalian dilakukan konsentrasi temephos dan uji bioassay .13
terhadap stadium larva melalui abatisasi dan untuk
Pengadaan Nyamuk
nyamuk dewasa dengan fogging. Saat ini larvasida
yang paling luas digunakan untuk mengendalikan Larva Ae.aegypti yang diperoleh dari 5 kelurahan
larva Ae. aegypti adalah temephos. Di Indonesia di kecamatan Banjarmasin Barat dipelihara sampai
temephos 1% (Abate 1 SG) telah digunakan sejak dewasa hingga bertelur dan menjadi larva kembali.
1976, dan sejak 1980 telah dipakai secara massal Pada waktu kolonisasi, larva diberi pakan rabbit
untuk program pengendalian DBD di Indonesia.2,4 chow berbentuk serbuk. Media air diganti setiap
hari dan diamati pertumbuhan larva.
Penggunaan insektisida dalam waktu lama dapat
Perkembangan larva menjadi pupa berlangsung 5-
menyebabkan resistensi. Resistensi larva
7 hari. Pupa kemudian dimasukkan ke dalam
Ae. aegypti terhadap temephos telah dilaporkan
wadah plastik, dimasukkan ke dalam sangkar dan
terjadi di Brazil, Bolivia dan Argentina, Venezuela,

54 Jurnal Buski Vol. 4, No. 2, Desember 2012


Istiana, dkk. Status kerentanan larva Ae. Aegypti

akan menetas menjadi nyamuk dewasa dalam bergerak lagi. Untuk kontrol, ke dalam gelas arloji
waktu kira-kira 2 hari. Nyamuk dewasa diberi dimasukkan 1 ml alkohol 70%. Jika kematian larva
makan darah manusia dan air gula 10%. Setelah pada kelompok kontrol lebih dari 20%, maka
bertelur, telur ditetaskan dengan cara meletakkan pengujian harus diulang. Mortalitas larva uji harus
kertas saring yang berisi telur pada media air. dikoreksi dengan formula Abbot jika ada kematian
Larva yang telah ditetaskan ditunggu 3-4 hari untuk pada kelompok kontrol sebesar 5-20%. Jumlah
kemudian diuji secara bioassay. larva mati dihitung dengan cara menyentuh larva
Pembuatan konsentrasi temefos dengan lidi dan jika tidak bergerak berarti sudah
mati.
Pembuatan konsentrasi temephos dilakukan
dengan pengenceran. Terlebih dahulu dibuat Data yang diperoleh kemudian dianalisis dengan uji
suspensi temephos standar dengan cara one way Anova untuk mengetahui perbedaan antar
memasukkan abate yang mengandung temephos kelompok perlakuan dan dilanjutkan dengan Probit
1% sebanyak 100 mg ke dalam tabung yang berisi Analysis untuk mengetahui LC50 dan LC99 melalui
alkohol 70% sebanyak 400 ml. Larutan suspensi ini program SPSS 15.13
adalah larutan temephos dengan dosis 0,25 g/l Hasil
atau 250 ppm. Akan tetapi karena abate hanya
Jumlah kematian larva yang teramati setelah
mengandung 1% temefos, maka dosis
dipaparkan dengan dosis perlakuan dapat dilihat
temephosnya adalah 2,5 ppm. Dari larutan
pada tabel 1. Hasil menunjukkan bahwa juga pada
suspensi ini dibuat berbagai konsentrasi yang
kelompok kontrol yang menggunakan alkohol 70%,
diinginkan.
persentase kematian larva adalah 0%. Hal ini
Uji Bioassay berarti bahwa kematian larva uji hanya dipengaruhi
Larva instar III-IV Ae.aegypti sebanyak 25 ekor di oleh pemberian larvasida. Pada penelitian ini tidak
masukkan kedalam masing-masing gelas arloji dilakukan koreksi kematian larva dengan uji Abbot,
yang berisi dosis perlakuan dengan 4 replikasi. karena tidak ditemukan kematian lebih dari 20%
Dilakukan pengamatan selama 24 jam kemudian pada kelompok kontrol. Didapatkan bahwa dosis
dihitung jumlah larva yang mati. Larva yang mati temephos terkecil (0,005 ppm) telah menghasilkan
merupakan larva yang sudah tenggelam dan tidak rata-rata kematian pada larva coba sebesar 71%.

Tabel 1. Kematian larva Ae.aegypti dari Banjarmasin Barat setelah pemberian dosis temephos selama 24 jam.

Dosis Pem berian tem ephos (ppm )


Replikasi larva
K 0,005 0,01 0,015 0,03 0,045 0,06 0,075 0,09
Jumlah
1 0 18 20 24 24 25 25 25 25
yang mati

% mati 0 72% 80% 96% 96% 100% 100% 100% 100%

Jumlah
2 0 16 21 23 25 25 25 25 25
yang mati

% mati 0 64% 84% 92% 100% 100% 100% 100% 100%

Jumlah
3 0 18 19 25 25 24 25 25 25
yang mati

% mati 0 72% 76% 100% 100% 96% 100% 100% 100%

Jumlah
4 0 19 22 23 24 25 25 25 25
yang mati

% mati 0 76% 88% 92% 96% 100% 100% 100% 100%

Rata-rata % mati 0% 71% 82% 95% 98% 99% 100% 100% 100%

Jurnal Buski Vol. 4, No. 2, Desember 2012 55


Istiana, dkk. Status kerentanan larva Ae. Aegypti

Kematian 99% terjadi pada dosis 0,045 ppm dan target yang menginduksi insensitivitas (target site
kematian 100% mulai terjadi pada dosis resistance) dan atau adanya peningkatan
temephos 0,06 ppm. Secara deskriptif, metabolisme insektisida (metabolic-based
temephos masih efektif digunakan sebagai resistance). Peningkatan metabolik insektisida
larvasida di Kecamatan Banjarmasin Barat. meliputi biotransformasi molekul insektisida oleh
Hasil uji statistik dengan one way Anova enzim dan keadaan ini menjadi mekanisme kunci
menunjukkan ada perbedaan antar kelompok penyebab resistensi insektisida pada nyamuk.
perlakuan (p= 0,001) sehingga dilakukan analisis Mekanisme ini menghasilkan perubahan genetik yaitu
probit. Berdasarkan analisis probit, didapatkan adanya suatu mutasi dari protein enzim dan adanya
LC50 24 jam pada penelitian ini berkisar antara mutasi dari regio non koding yang berfungsi untuk
0,0064-0,0126 ppm dengan rata-rata pengaturan pembentukan enzim sehingga terjadi
0,0096 ppm dan LC99 24 jam berkisar antara over produksi yang mampu menyebabkan
0,0196-0,0340 ppm dengan rata-rata metabolisme insektisida. Tiga kelompok enzim, yaitu
0,0243 ppm. Menurut WHO, dosis diagnostik sitokrom P450 monooksigenase, glutation S
untuk mendeteksi adanya resistensi larva Ae. tranferase (GSTs) dan karboksi/kolinesterase (CCEs)
aegypti terhadap temephos adalah jika LC99 ≥ berhubungan dengan metabolisme insektisida.
0,02 ppm,sehingga apabila LC99 24 jam melebihi Enzim ini juga berhubungan dengan respon nyamuk
angka tersebut, maka populasi A e . a e g y p t i terhadap logam berat, polutan organik dan insektisida
yang bersangkutan dinyatakan resisten.12,14-15 kimia.17-19
Jika dibandingkan dengan standar WHO, maka Ada tiga mekanisme resistensi suatu serangga
populasi Ae. aegypti di kecamatan Banjarmasin terhadap insektisida yang dilaporkan sampai saat ini,
Barat telah mengalami resistensi terhadap yaitu 1) Peningkatan detoksifikasi (menjadi tidak
temephos . beracun) insektisida oleh karena bekerjanya enzim-
Pembahasan enzim tertentu, 2) Penurunan kepekaan tempat
sasaran insektisida pada tubuh serangga, dan 3)
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa telah
Penurunan laju penetrasi insektisida melalui kulit atau
terjadi resistensi larva Ae. aegypti terhadap
integumentum seperti yang terjadi pada ketahanan
temephos di Kecamatan Banjarmasin Barat.
terhadap kebanyakan insektisida.15-16
Resistensi larva Ae. Aegypti yang berasal dari
Kecamatan Banjarmasin Barat dapat Larvasida yang digunakan untuk pengendalian lerva
disebabkan oleh banyak faktor. Faktor yang vektor DBD di Kalimantan Selatan adalah abate yang
menyebabkan berkembangnya resistensi mengandung bahan aktif temephos 1% dengan cara
meliputi faktor genetik, faktor biologi-ekologi dan menaburkan di tempat penampungan air yang sulit
faktor operasional. Faktor genetik meliputi dikuras. Sedangkan untuk nyamuk dewasa
frekuensi, jumlah dan dominasi alel resisten. digunakan malathion dan piretroid yang diaplikasikan
Faktor bioekologi meliputi perilaku nyamuk, melalui thermal fogging (pengasapan). Kedua
jumlah generasi per tahun, mobilitas dan migrasi. insektisida ini telah lama digunakan yaitu hampir 30
Faktor operasional meliputi jenis dan sifat tahun. Penggunaan temephos yang lama dan terus-
insektisida yang digunakan, jenis-jenis menerus dapat memicu terjadinya resistensi larva
insektisida yang digunakan sebelumnya, jangka nyamuk sasaran.6,7,9
waktu, dosis, frekuensi dan cara aplikasi, dan Temephos merupakan insektisida golongan
bentuk formulasi. Faktor genetik dan bioekologi organofosfat yang memiliki kemampuan sebagai
merupakan sifat asli serangga sehingga di luar racun yang mempengaruhi sistem neurotransmitter.
pengendalian program.14-16 Berdasarkan tiga mekanisme terjadinya resistensi
Resisten secara genetik terhadap insektisida suatu insektisida yang telah dijelaskan di atas maka
pada nyamuk terutama disebabkan oleh dua kemungkinan pada temephos telah terjadi hal berikut
mekanisme, yaitu adanya perubahan tempat

56 Jurnal Buski Vol. 4, No. 2, Desember 2012


Istiana, dkk. Status kerentanan larva Ae. Aegypti

yaitu telah tejadi detoksifikasi terhadap enzim teratur dapat menyebabkan perubahan kepekaan
mikrosomal oksidase, glutation transferase, larva.
hidrolase dan esterase. Akan tetapi hal ini masih Indikasi terjadinya resistensi larva terhadap
harus dilakukan penelitian lebih lanjut secara temephos di Banjarmasin Barat ini
biokimia. Kemungkinan kedua adalah telah terjadi mengimplikasikan perlunya antisipasi yang cepat
penurunan kepekaan tempat sasaran insektisida dan tepat seperti mengganti larvasida yang selama
pada tubuh nyamuk, dalam hal ini ini digunakan dengan larvasida baru yang lebih
asetilkolinesterse. Penelitian terakhir dilaporkan efektif. Disamping itu perlu diwaspadai resistensi
telah terjadi penurunan laju penetrasi insektisida silang Ae. aegypti terhadap temephos dan
melalui kulit karena terjadinya toleransi yang piretroid karena biasanya untuk mengatasi
berhubungan dengan faktor genetik dan peningkatan kasus demam berdarah di musim
bioekologi.16-19 hujan dilakukan pula upaya pengendalian nyamuk
Salah satu faktor yang mempengaruhi laju dengan pengasapan piretroid.11,13 Tidak tertutup
perkembangan resistensi adalah tingkat tekanan kemungkinan terjadi resistensi Ae. aegypti
seleksi yang diterima oleh suatu populasi terhadap temephos, juga sekaligus terhadap
serangga. Pada kondisi yang sama, suatu populasi piretroid, yang membuat upaya pengendalian
yang menerima tekanan yang lebih keras akan menjadi lebih kompleks.
berkembang menjadi populasi yang resisten dalam
Kesimpulan
waktu yang lebih singkat dibandingkan dengan
populasi serangga yang menerima tekanan seleksi Larva Ae. aegypti di Banjarmasin Barat sudah
yang lebih lemah.18,19 resisten terhadap temephos (Lc99= 0,0243 ppm).
Dengan adanya resistensi ini perlu dilakukan
Sejak tahun 2007, semenjak dinyatakan di seluruh
penelitian lanjutan tentang mekanisme resistensi
Indonesia telah mengalami Kejadian Luar Biasa
temefos secara biokimia sehingga diketahui pola
(KLB) Demam Berdarah Dengue, maka
resistensi yang terjadi. Perlu pula dipertimbangkan
pemerintah semakin menggalakkan program
pencarian larvasida alami yang berasal dari bahan
pengendalian penyakit menular ini. Salah satunya
alam dan lebih ramah lingkungan serta efektif
adalah dengan menggiatkan program pemakaian
sebagai pengganti temephos yang sudah resisten
temephos terutama di daerah yang memiliki kasus
terhadap larva nyamuk Ae. aegypti.
(insiden rate) dan Case Fatality Rate (CFR) tinggi,
maka dalam kurun waktu dua tahun terakhir ini Ucapan Terimakasih
telah terjadi penekanan yang luar biasa terhadap
Ucapan terimakasih disampaikan kepada Fakultas
penggunaan temephos. Tekanan yang lebih keras
Kedokteran Universitas Lambung Mangkurat atas
dapat mempercepat terjadinya mekanisme
bantuan dana penelitian. Ucapan terima kasih juga
resistensi.19
disampaikan kepada seluruh petugas kesehatan
Terjadinya resistensi Ae. aegypti di Kecamatan Puskesmas di Kecamatan Banjarmasin Barat atas
Banjarmasin Barat diduga akibat penggunaan bantuan tenaga, serta mahasiswa Fakultas
dosis yang tidak sesuai dengan anjuran Kedokteran Unlam yang membantu dalam
pemerintah yaitu 0,1 g/l. Hal ini didasarkan atas penelitian ini.
adanya fakta bahwa penduduk Kecamatan
Banjarmasin Barat kebanyakan takut terhadap Daftar Kepustakaan
adanya efek samping pemberian abate terhadap 1. Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan
kesehatan keluarga selain baunya yang kurang Selatan. Profil Kesehatan Provinsi Kalimantan
sedap sehingga mereka mengurangi dosis yang Selatan Tahun 2006. Banjarmasin; 2007.
seharusnya untuk menghindari hal tersebut. 2. Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan
Selain itu pemberian Temephos yang tidak teratur Selatan. Profil Kesehatan Provinsi Kalimantan
dapat mempengaruhi kejadian resistensi di daerah Selatan Tahun 2008. Banjarmasin; 2009.
Banjarmasin Barat karena pemberian yang tidak

Jurnal Buski Vol. 4, No. 2, Desember 2012 57


Istiana, dkk. Status kerentanan larva Ae. Aegypti

3. Braga IA, Mello CB, Montella IR, Lima JBP, Venezuela. Journal of Medical Entomology
Junior AJM,, Medeiros PFV et al. 2001. 38: 623-628.
Effectiveness of methoprene, an insect growth 12. Sungkar S, Zulhasril. Status kerentanan larva
regulator, against temephos-resistant Aedes Aedes aegypti terhadap temefos di beberapa
aegypti populations from different Brazilian daerah di Jakarta. Majalah Kedokteran
localities, under laboratory conditions. Journal Indonesia. 1997; 47: 25-28.
of Medical Entomology. 2005; 42: 830-837.
13. Gafur A, Mahrina, Hardiansyah. Kerentanan
4. Biber PA, Duenas JR, Almeida FL, Gardenal larva Aedes aegypti dari
CN, Almiron WR. Laboratory evaluation of Banjarmasin Utara. Bioscientiae 2006; 3(2) :
susceptibility of natural subpopulations of 73-82.
Aedes aegypti larvae to Temephos. Journal of
14. Mansjoer A, Demam Dengue. Dalam Ilmu
the American Mosquito Control Association.
Penyakit Dalam Infeksi Trofik. Edisi 3 Jilid 1.
2006 ; 22:408-411.
Jakarta, Media Aesculapius, 2001.
5. Krueger. Effective Control of Dengue Vectors
15. Rodriguez MM, Bisset J, Ruiz M, Soca A.
With Curtains and Water Container Cover.
Cross-resistance to pyrethroid and
Treated With Insecticide in Mexico and
organophosphorus insecticides induced by
Venezuela: Cluster Randomized Trial. BMJ .
selection with temephos in Aedes aegypti
2006; 75: 1247-52.
(Diptera : Culicidae) from Cuba. Journal of
6. Campos J, Andrade CFS. Larval susceptibility Medical Entomology 2002; 39: 882-888.
to chemical insecticides of two Aedes aegypti
16. Ponce G, Flores AE, Badii MH, Rodriguez-
populations. Revista De Saude Publica.2001;
Tovar ML, Fernandez-Salas I. Laboratory
35: 232-236.
evaluation of Vectobac (R) as against Aedes
7. de Carvalho MDS, Caldas ED, Degallier N, aegypti in Monterrey, Nuevo Leon, Mexico.
Vilarinhos PDT, de Souza L, Amelia M, et al.. Journal of the American Mosquito Control
Susceptibility of Aedes aegypti larvae to the Association. 2002; 18: 341-343.
insecticide temephos in the Federal District,
17. Paeporn P, Komalamisra N, Thongrungkiat S,
Brazil. Revista De Saude Publica. 2001; 38:
Deesin V, Eshitas Y, Rongsriyam Y. Potential
623-629.
Development of temephos resistance in
8. Rawlins SC, Wan JOH. Resistance in Some Ae.aegypti related to its mechanism and
Caribbean Populations of Aedes aegypti to susceptibility to dengue virus. Southeast Asian
Several Insecticides. Journal of the American J Trop Med Public Health. 2003; 34 (Suppl 2):
Mosquito Control Association. 1995; 11: 59-65. 136-41.
9. Failloux AB, Ung A, Raymond M, Pasteur N. 18. Marcomber S, Poupardin R, Darriet F,
Insecticide Susceptibility in Mosquitos Reynaud S, Bonnet J, Strode C, et al.
(Diptera, Culicidae) from French-Polynesia. Exploring the molecular basis of insecticide
Journal of Medical Entomology. 1994; 31: 639- resistance in the dengue vector Aedes aegypti:
644. a case study in Martinique Island (French West
10. Ponlawat A, Scott JG, Harrington LC. Indies). BMC Genomics. 2009; 10:494.
Insecticide susceptibility of Aedes aegypti and 19. Ranson H, Burhani J, Lumjuan N, Black IV WC.
Aedes albopictus across Thailand. Journal of Review: Insecticide resistance in dengue
Medical Entomology. 2005; 42: 821-825. vectors. Tropica net. 2010. [(Diakses pada
11. Rodriguez, M.M., Bisset, J., De Fernandez, tanggal 12 Pebruari 2011) dari http://journal.
D.M., Lauzan, L., Soca, A.. Detection of tropika.net2].
insecticide resistance in Aedes aegypti
(Diptera : Culicidae) from Cuba and

58 Jurnal Buski Vol. 4, No. 2, Desember 2012

You might also like