You are on page 1of 15

FISIKA MODERN

EFEK COMPTON DAN DIFRAKSI SINAR X


( Makalah ini disusun sebagaima teridiskusi dalam mata kuliah Fisika Modern
prodi pendidikan fisika 7A)

NAMA DOSEN : Kinkin Suartini M. Pd

Disusun Oleh :

NAMA KELOMPOK

1. Rahmat (1113016300020)
2. Ulfah Khoeriyah (1113016300030)
3. Nadiyah Putri (1113016300034)
4. M. Rizki N.A (1113016300048)

KELAS : FISIKA 7A

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA

JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

FAKHULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2014
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI....................................................................................................................... 2
A. Sejarah Mengenai Difraksi Sinar-x ............................................................................. 3
B. Difraksi Sinar X .......................................................................................................... 4
C. Efek Compton ............................................................Error! Bookmark not defined.
A. Sejarah Mengenai Difraksi Sinar-x
Di akhir tahun 1895, Roentgen (Wilhelm Conrad Roentgen, Jerman, 1845-
1923), seorang profesor fisika dan rektor Universitas Wuerzburg di Jerman
dengan sungguh-sungguh melakukan penelitian tabung sinar katoda. Ia
membungkus tabung dengan suatu kertas hitam agar tidak terjadi kebocoran
fotoluminesensi dari dalam tabung ke luar. Lalu ia membuat ruang penelitian
menjadi gelap. Pada saat membangkitkan sinar katoda, ia mengamati sesuatu yang
di luar dugaan. Pelat fotoluminesensi yang ada di atas meja mulai berpendar di
dalam kegelapan. Walaupun dijauhkan dari tabung, pelat tersebut tetap berpendar.
Dijauhkan sampai lebih 1 m dari tabung, pelat masih tetap berpendar. Roentgen
berpikir pasti ada jenis radiasi baru yang belum diketahui terjadi di dalam tabung
sinar katoda dan membuat pelat fotoluminesensi berpendar. Radiasi ini disebut
sinar-X yang maksudnya adalah radiasi yang belum diketahui.
Penelitian mengenai sianar x ini, menunjukan bahwa sinar x bukan lah
merupakan partikel bermuatan (seperti electron) kerena tidak bisa dibelokan oleh
medan listrik ataupun medan magnet. Pada awalnya ia menganggap bahwa sinar
X adalah gelombang elekrtromagnetik dengan panjang gelombang yang ordenya
sebesar 10-10 dan pada waktu yang hampir bersamaan, munculah ide baru bahwa
sebuah benda padat Kristal, atom- atom disusun dalam sebuah pola
yang berulang secara teratur dengan jarak ikatan antar atom yang berdekatan
berorde 10-10 m dengan menggabungkan kedua pemikiran ini, Max Von Laue
pada tahun 1912 mengusulkan bahwa sebuah Kristal dapat berperan sebagai kisi
difraksi berdimensi tiga untuk sinar X, sebab seberkas sinar x dapat dihamburkan
( diserap dan dipancarkan kembali) oleh atom- atom individu dalam sebuah
Kristal. Dan gelombang-gelombang yang dihamburkan itu dapat berinterperensi
persisi menyerupai gelombang-gelombang dari sebuah kisi difraksi.
Tahun 1912 merupakan awal dari studi intensif mengenai difraksi sinar-x.
Ketika M. van Laue bertanya kepada salah seorang kandidat doktor P.P. Ewald
yang dibimbing A. Sommerfeld, W. Friedrich (asisten riset Sommerfeld)
menawari dilakukannya eksperimen mengenai 'difraksi sinar-x'. Pada saat itu
eksperimen mengenai hamburan sinar-x sudah dilakukan oleh Barkla. Laue
mengawali pekerjaannya dengan menuliskan hasil pemikiran teoretiknya dengan
mengacu pada hasil eksperimen Barkla. Laue berargumentasi, ketika sinar-x
melewati sebuah kristal, atom-atom pada kristal bertindak sebagai sumber-sumber
gelombang sekunder, layaknya garis-garis pada geritan optik (optical grating).
Efek difraksi bisa menjadi lebih rumit karena atom-atom tersebut membentuk pola
tiga dimensi. Eksperimen difraksi sinar-x yang pertama dilakukan oleh Herren
Friedrich dan Knipping menggunakan kristal tembaga sulfat dan berhasil
memberikan hasil pola difraksi pertama yang kemudian menjadi induk
perkembangan difraksi sinar-x selanjutnya.1

B. Difraksi Sinar X
Difraksi sinar-x merupakan proses hamburan sinar-x oleh bahan kristal.
Pembahasan mengenai difraksi sinar-x mencakup pengetahuan yang berhubungan
dengan hal-hal berikut ini:
1. pembentukan sinar-x
2. hamburan (scattering) gelombang elektromagnetik
3. sifat kekristalan bahan (kristalografi)
Pembahasan difraksi sinar-x banyak menggunakan sinar-x yang membawa sifat
gelombang.Dalam bagian difraksi sinar X akan dibahas mengenai :
1. Hamburan Oleh Tiap Atom
Sebuah kristal terdiri dari susunan atom yang letaknya teratur, masing-
masing atom dapat menghamburkan gelombang elektromagnetik yang
mengenainya. Mekanisme hamburan dapat dijelaskan secara langsung. Sebuah
atom dalam medan listrik akan terpolarisasi karena elektron – elektron yang
bermuatan negatif dan inti bermuatan positif mengalami gaya dalam arah yang
berlawanan; gaya ini relatif kecil dibandingkan dengan gaya yang mengikat
atom, sehingga yang terlihat ialah distribusi muatan yang terdistorsi (terkena
gangguan) yang setara dengan dwikutub listrik. Dalam suatu kumpulan atom
yang mengalami radiasi atom takterpolarisasi, radiasi sekundernya isotropik

1
Serway jewett, FISIKA untuk Sains dan Teknik. 2010. Jakarta: Salemba Teknika. Hal. 183
(sama dalam semua arah) karena kontribusi atom yang acak. Dalam istilah
gelombang, gelombang sekunder mempunyai permukaan gelombamg bola
sebagai ganti dari permukaan gelombang datar dari gelombang datang
(Gambar 2-9). Jadi proses hamburan berpautan dengan atom yang menyerap
gelombang datang dan memancarkan gelombang bola yang berfrekuensi sama.

Gambar 2-9 hamburan radiasi gelombang elektromagnetik oleh sekelompok


atom. Gelombang datar yang dating dapat dipancarkan kembali sebagai
gelombang bola.

2. Interferensi Sinar X yang Dihambur


Berkas sinar-x ekawarna (monokromatik) jatuh pada sebuah kristal akan
dihambur ke segala arah, tetapi karena keteraturan letak atom-atom, pada arah
tertentu gelombang hambur itu akan berinteferensi konstruktif (saling
menguatkan) sedangkan yang lain berinterferensi destruktif. Atom-atom dalam
kristal dapat dipandang sebagai unsur yang membentuk keluarga bidang datar.

Gambar 2-10 Dua kumpulan bidang Bragg dalam Kristal NaCl


Gambar 2-10 mejelaskan bahwa masing-masing keluarga mempunyai
jarak karakteristik antara bidang-bidang komponen. Hal inidiusulkan oleh W.
L. Bragg pada tahun 1913; untuk menghormatinya bidang-bidang itu dinamai
bidang Bragg. Syarat yang diperlukan agar radiasi yang dihambur oleh atom
kristal membentuk interferensi konstruktif dapat diperoleh dari diagram seperti
dalam G. 2-11.
Suatu berkas sinar-x yang panjang gelombangnya 𝜆 jatuh pada kristal
dengan sudut 𝜃 terhadap permukaan keluarga bidang Bragg yang jarak
anataranya d. Seberkas sinar mengenai atom A pada bidang pertama dan atom
B pada bidang berikutnya, dan masing-masing atom menhambur sebagian
berkas tersebut dalam arah rambang. Kedua berkas sinar akan berinferensi
konstruktif jka jarak yang ditempuh berkas B lebih jauh sebesar kelipatan
bilangan bulat dari panjang gelombang dibandingkan dengan yang ditempuh
berkas A. Interferensi konstrukstif yang dihasilkan dari sinar terhambur yang
sejajar dan menyebabkan beda jarak jalannya yaitu 𝜆, 2𝜆, 3𝜆, dan sebagianya.
Jadi beda jarak jalan harus n 𝜆, dengan n menyatakan bilangan bulat. Berkas
cahaya yang dihambur oleh A dan Byang memenuhi ialah yang bertanda I dan
II dalam gambar 2-11.2

Gambar 2-11 Hamburan sinar-x dari Kristal kubus

Persyaratan pertama terhadap I dan II ialah sudut hambur bersama-sama dengan


sudut jatuh θ dari berkas semula. (Persyaratan ini tidak bergantung pada panjang

2
Giancoli, Douglas C. Fisika edisi kelima jilid 2. 2001. Jakarta: Erlangga. Hal 358
gelombang dalam hukum pemantulan optik: yang menyatakan sudut datang =
sudut pantul). Persyaratan kedua ialah

2.8 2𝑑 sin 𝜃 = 𝑛𝜆 = 1, 2, 3, …

Keterangan :
𝑛 = 𝑜𝑟𝑑𝑒

𝜆 = 𝑝𝑎𝑛𝑗𝑎𝑛𝑔 𝑔𝑒𝑙𝑜𝑚𝑏𝑎𝑛𝑔

𝑑 = 𝑗𝑎𝑟𝑎𝑘 𝑎𝑛𝑡𝑎𝑟 𝑎𝑡𝑜𝑚

𝜃 = 𝑠𝑖𝑛𝑎𝑟 𝑎𝑛𝑡𝑎𝑟𝑎 𝑠𝑖𝑛𝑎𝑟 𝑑𝑎𝑡𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑒𝑛𝑔𝑎𝑛 𝑔𝑎𝑟𝑖𝑠 𝑚𝑒𝑛𝑑𝑎𝑡𝑎𝑟

Karena sinar II harus menempuh jarak berjalan 2𝑑 sin 𝜃 lebih jauh dari sinar I.
bilangan bulat n menyatakan orde berkas yang dihambur.

Rancangan skematik spectrometer sinar x yang bersandar pada analisis Bragg


diperlihatkan dalam gambar 2-12. Seberkas sinar-x yang terarah jauh pada kristal
dengan sudut θ dan sebuah detektor diletakkan untuk mencatat sinar yang sudut
hamburnya juga θ. Setiap sinar-x yang sampai ke detector memenuhi persyaratan
pertama Bragg. Ketika θ diubah-ubah, detektor akan mencatat puncak-puncak
intensitas bersesuaian dengan orde yang diramalkan Pers. 2.8. Jika jarak d antara
bidang Bragg yang bersebelahan dalam kristal diketahui, panjang gelombang λ
bisa dihitung.
gambar 2.12 spectrometer sinar x

Untuk mencari harga d merupakan tugas yang mudah dalam kisi seperti garam
dapur (NaCl) diperlihatkan Gambar 2.10. jarak dasar yang diperlukan ialah 𝑑 =
𝑑1 , karena dari sini kita dapat memakai geometri sederhana untuk mencari d 2 dan
jarak-jarak lainnya antara bidang-bidang Bragg. Karana d menyatakan jarak
antara atom yang bersebelahan (atau, pada umumnya antara pusat penghambur
yang bersebelahan) dalam Kristal, ini berarti terdapat 1/d atom per meter
sepanjang suatu sumbu Kristal dan terdapat 1/d3 atom per meter kubik dalam
Kristal itu. Jika massa rata-rata atom ialah m dan kerapatan Kristal secara
keseluruhan ialah ρ, maka

𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎
𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑎𝑡𝑜𝑚 𝑚
𝜌= = 1 =
𝑚3 𝑎𝑡𝑜𝑚
𝑑3
𝑚3

Dan

1
𝑚 3
𝑑=( )
𝜌

Untuk mencari m kita ingat rumus massa M dari senyawa kimiawi yang
merupakan jumlahan massa atomik dari unsur-unsur pembentukannya yang
dinyatakan dalam satuan massa atomik (u), dengan

1𝑢 = 1,66 × 10−27 𝑘𝑔
Jika terdapat K (jumlah atom) atom per satuan rumus senyawa, maka m yang
dinyatakan dalam kilogram dapat dituliskan sebagai berikut:

𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑟𝑎𝑡𝑎 − 𝑟𝑎𝑡𝑎 𝑀 1,66 × 10−27 𝑘𝑔


𝑚= = ×
𝑎𝑡𝑜𝑚 𝐾 𝑢

Dan

𝑀 1/3
2.9 𝑑=[ × (1,66 × 10−27 𝑘𝑔/𝑢] jarak atomik3
𝐾𝑝

C. EFEK COMPTON
Pada tahun 1923, Compton mengamati hamburan sinar-X oleh suatu
sasaran dari bahan grafit, ketika ia menembakkan sinar-X monokromatik pada
grafit tersebut. Ditemukannya bahwa sinar-X yang terhambur mempunyai panjang
gelombang lebih besar dari sinar-X aslinya. Compton menyimpulkan bahwa efek
ini dapat dipahami sebagai benturan / tumbukan antara foton-foton dengan
elektron-elektron, dan foton berperilaku seperti partikel.
Menurut teori kuantum cahaya,foton berlaku sebagai partikel, hanya foton
tidak mempunyai massa diam. Jika hal ini besar kita harus bisa menganalisis
tumbukan anatara foton dengan electron, mislanya dengan cara yang sama seperti
tumbukan bola billiard dianalisis dalam mekanika pendahuluan.

Gambar.2.13 Efek Compton

3
Arthur beiser. Concept of modern physics. 3rd Edition. 1982. Jakarta: Erlangga. hal 56-58
Gambar 2-13 menunjukkan bagaimana tumbukan serupa itu digambarkan,
dengan foton itu digambarkan dengan poton sinar-x menumbuk electron (yang
muka-muka dalam keadaan diam terhadap system koordinat laboratorium) dan
kemudian mengalami hamburan dari arahnya semula sedangkan elektronnya
menerima impulse dan mulai bergerak. Dalam tumbukan ini foton dapat
dipandang sebagai partikel yang kehilangan sejumlah energi yang besarnya sama
dengan energi kinetik K yang diterima oleh electron, walaupun sebenarnya kita
mengamati dua foton yang berbeda. Jika foton semula mempunyai frekuensi v,
maka foton hambur mempunyai frekuensi yang lebih rendah v’ sehingga

𝐾𝑒ℎ𝑖𝑙𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 𝑒𝑛𝑒𝑟𝑔𝑖 = 𝐸𝑛𝑒𝑟𝑔𝑖 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑡𝑒𝑟𝑖𝑚𝑎 𝑒𝑙𝑒𝑘𝑡𝑟𝑜𝑛


2.10 ℎ𝑣 − ℎ𝑣 ′ = 𝐾
kita ingat bahwa momentum partikel takbermassa berkaitan dengan energy
menurut rumus
𝐸 = 𝑝𝑐
Karena energy foton adalah ℎ𝑣, maka momentumnya ialah
𝐸 ℎ𝑣
2.11 𝑝= =
𝑐 𝑐

Momentum tidak seperti energi, merupakan kuantitas vektor yang


memepunyai arah dan besar dan dalam tumbukan momentum harus kekal dalam
masing-masing sumbu dari kedua sumbu yang saling tegak lurus. Arah yang
dipilih di sini adalah arah foton semula dan saling tegak lurus pada bidang yang
ℎ𝑣
mengandung electron dan foton hambur. Momentum foton semula ialah ,
𝑐
ℎ𝑣′
momentum foton hambur adalah dan mmomentu elektron semula dan akhir
𝑐

ialah 0 dan p. dalam arah foton semula


𝑚𝑜𝑚𝑒𝑛𝑡𝑢𝑚 𝑠𝑒𝑚𝑢𝑙𝑎 = 𝑚𝑜𝑚𝑒𝑛𝑡𝑢𝑚 𝑎𝑘ℎ𝑖𝑟
ℎ𝑣 ℎ𝑣 ′
2.12 +0= cos 𝜙 + 𝑝 cos 𝜃
𝑐 𝑐

Dan saling tegak lurus pada arah ini


𝑚𝑜𝑚𝑒𝑛𝑡𝑢𝑚 𝑠𝑒𝑚𝑢𝑙𝑎 = 𝑚𝑜𝑚𝑒𝑛𝑡𝑢𝑚 𝑎𝑘ℎ𝑖𝑟
ℎ𝑣 ′
2.13 0= 𝑐
sin 𝜙 − 𝑝 sin 𝜃
Sudut 𝜙 menyatakan sudut antara arah mula dana rah foton hambur, dan 𝜃
ialah sudut antara arah foton semula dana arah elektron yang tertumbuk. Dari
persamaan 2.10, 2.12, dan 2.13 kita sekarang mendapat rumus yang
menghubungkan beda panjang gelombang antara foton mula dan foton hambur
dengan sudut 𝜙 antara arah masing-masing, kedua besaran itu merupakan
kuantitas yang dapat diukur.
Langkah awlanya ialah mengalikan persamaan 2.12 dan 2.13 dengan c dan
menuliskannya kembali sebgai berikut:
𝑝𝑐 cos 𝜃 = ℎ𝑣 − ℎ𝑣 ′ cos 𝜙
𝑝𝑐 sin 𝜃 = ℎ𝑣 ′ sin 𝜙
Dengan mengkuadratkan masing-masing persamaan ini dan
menambahkannya, sudut 𝜃 dapat dieliminasi tinggal:
2.14 𝑝2 𝑐 2 = (ℎ𝑣)2 − 2(ℎ𝑣)(ℎ𝑣 ′ ) cos 𝜙 + (ℎ𝑣′)2
Kemudian kita samakan kedua rumus untuk energi total partikel
E = K+M0C2
E = √𝑀02 𝐶 4 + 𝑃2 𝐶 2
Dari Bab, sehingga
( K+ M0C2)2 = 𝑀02 𝐶 4 + 𝑃2 𝐶 2
𝑃2 𝐶 2 = K2 + 2 M0C2 K
Kita dapatkan
2.15 𝑝2 𝑐 2 = (ℎ𝑣)2 − 2(ℎ𝑣)(ℎ𝑣 ′ ) + (ℎ𝑣′)2+ 2 M0C2 (ℎ𝑣 −
ℎ𝑣 ′ )
Substitusikan harga untuk 𝑃2 𝐶 2 ini dalam persamaan 2.14 akhirnya kita
mendapatkan
2.16 2 M0C2 (ℎ𝑣 − ℎ𝑣 ′ ) = 2(ℎ𝑣)(ℎ𝑣 ′ ) ( 1 - cos 𝜙)
Hubungan ini akan lebih sederhana jika dinyatakan dalam panjang
gelombang sebagai pengganti frekuensi. Bagi persamaan 2.16 dengan 2h2c2,
𝑀0 𝐶 𝑣 𝑣 ′ 𝑣 𝑣′
( − )= (1 − cos 𝜙)
ℎ 𝑐 𝑐 𝑐 𝑐
Dan karena v/c = 1/ 𝜆 dan v’/c = 1/ 𝜆′
𝑀0 𝐶 1 1 1 − cos 𝜙
( − )=
ℎ 𝜆 𝜆′ 𝜆 𝜆

2.17 𝜆′ − 𝜆 = (1 − cos 𝜙)
M0C

Persamaan 2.17 diturunkan oleh Arthur H. Compton pada awal tahun


1920, dan gejala yang diperkiraannya yang pertama kali diamatinya, dikenal
sebagai efek Compton. Gejala ini menunjukkan bukti kuat yang mendukung teori
kuantum radiasi.
Persamaan 2.17 memberikan perubahan panjang gelombang yang
diharapkan terjadi untuk foton yang terhambur dengan sudut 𝜙 oleh partikel yang
bermassa diam Mo ; dan perbedaan ini tidak bergantung dari panjang gelombang
foton datang 𝜆 . Kuantitas h/m0c disebut panjang gelombang Compton dari
partikel penghambur;

Gambar.2.14 Demonstrasi Eksperimental Efek Compton

Untuk electron besarnya ialah 0,02426 Α (2,426 x 10-12 m). dari


persamaan 2.17 kita lihat bahwa perubahan panjang gelombang terbesar yang
dapat terjadi ialah pada 𝜙 = 1800, ketika itu perubahan panjang gelombang
menjadi dua kali panjang gelombang Compton h/m0c. karena panjang gelombang
Compton untukelektron ialah 0,02426 Α, dan lebih kecil lagi untuk partikel yang
lain karena massanya lebih besar, maka perubahan panjang gelombang maksimum
dalam efek Compton 0,04852 A. Perubahan sebesar itu atau lebih kecil lagi hanya
bisa teramati untuk sinar-x karena pergeseran panjang gelombang cahaya tampak
kurang dari 0,01 persen dari panjang gelombang mula sedangkan untuk sinar x
dengan 𝜆 = 1 A, besaran itu menjadi beberapa persen.
Demonstrasi eksperimen efek Compton dapat dilakukan secara langsung.
Seperti dalam gambar 2.14, seberkas sinar-x dengan panjang gelombang tunggal
yang diketahui diarahkan pada target (sasaran), dan panjang gelombang sinar-x
hambur ditentukan untuk berbagai sudut 𝜙. Hasilnya ditunjukkan pada gambar
2.15 ; hasil ini menunjukkan pergeseran panjang gelombang seperti yang
diramalkan pada persamaan 2.17, tetapi pada masing-masing sudut sinar-x
hambur termasuk juga sinar-x dengan panjang gelombang mula. Hal ini tidak
terlalu sukar untuk dimengerti. Dalam penurunan persamaan 2.17 dianggap bahwa
partikel hambur dapat bergerak bebas, suatu anggapan yang nalar, karena banyak
electron dalam materi terikat lemah pada atom induknya. Namun, ada electron
lainnya yang terikat kuat dan jika electron ini ditumbuk foton seluruh atom
bergerak, bukan hanya electron tunggalnya. Dalam kejadian seperti ini besar M0
yang dipakai dalam persamaan 2.17 ialah massa seluruh atom yang besarnya
beberapa puluh ribu kali besar dari massa electron sehingga hasil pergeseran
Comptonnya sedemikian kecil sehingga tidak terdeteksi.4

4
Ibid.hal.59-62
KESIMPULAN

Berdasarkan penjabaran materi diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa:


1. Difraksi sinar x diakibatkan adanya perbedaan sinar antar atom yang
bersebelan sehingga menghasilkan panjang gelombang λ sama dengan
jarak antar atom bersebelahan d dikali sinus dari sudut pembentukan sinar
x.
2. Efek Compton merupakan gejala hamburan dari penembakan suatu materi
dengan sinar-x. Efek ini ditemukan oleh Arthur Holly Compton pada
tahun 1923.
DAFTAR PUSTAKA

Arthur beiser. Concept of modern physics. 3rd Edition. 1982. Jakarta: Erlangga
Giancoli, Douglas C. Fisika edisi kelima jilid 2. 2001. Jakarta: Erlangga.
Jewett Serway, FISIKA untuk Sains dan Teknik. 2010. Jakarta: Salemba Teknika

You might also like