You are on page 1of 6

NAMA : MUHAMMAD SHABIR

NIM : 10100108031
JURUSAN : PERADILAN AGAMA
JUDUL : ANALISIS TINGGINYA KASUS PERCERAIAN AKIBAT
KDRT DAN CARA PENYELESAIANYA DI PENGADILA
AGAMA KAB. MAROS

A. Latar Belakang Masalah

Perkawinan merupakan hal yang sakral bagi manusia yang menjalaninya,

tujuan perkawinan diantaranya untuk membentuk sebuah keluarga yang harmonis

yang dapat membentuk suasana bahagia menuju terwujudnya ketenangan,

kenyamanan bagi suami isteri serta anggota keluarga. Islam dengan segala

kesempurnanya memandang perkawinan adalah suatu peristiwa penting dalam

kehidupan manusia, karena Islam memandang perkawinan merupakan kebutuhan

dasar manusia, juga merupakan ikatan tali suci atau merupakan perjanjian suci antara

laki-laki dan perempuan. Di samping itu perkawinan adalah merupakan sarana yang

terbaik untuk mewujudkan rasa kasih sayang sesama manusia dari padanya dapat

diharapkan untuk melestarikan proses historis keberadaan manusia dalam kehidupan

di dunia ini yang pada akhirnya akan melahirkan keluarga sebagai unit kecil sebagai

dari kehidupan dalam masyarakat.1

1
Djamal Latif H.M SH, Aneka Hukum perceraian Di Indonesia (Jakarta : Ghalia Indonesia,
1982), h. 12.

1
2

Perkawinan untuk membentuk keluarga yang bahagia tak lepas dari kondisi

lingkungan dan budaya dalam membina dan mempertahankan jalinan hubungan antar

keluarga suami isteri. Tanpa adanya kesatuan tujuan tersebut berakibat terjadinya

hambatan-hambatan pada kehidupan keluarga, yang akhirnya dapat menjadi

perselisihan dan keretakan dalam tubuh keluarga.

Di era kemajuan sekarang ini, semakin banyak persoalan-persoalan baru yang

melanda rumah tangga, semakin banyak pula tantangan yang di hadapi sehingga

bukan saja berbagai problem yang dihadapi bahkan kebutuhan rumah tangga semakin

meningkat seiring kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Akibatnya tuntutan

terhadap setiap pribadi dalam rumah tangga untuk memenuhi kebutuhan semakin

jelas dirasakan. Kebutuhan hidup yang tidak terpenuhi akan berakibat menjadi satu

pokok permasalahan dalam keluarga, semakin lama permasalahan meruncing

sehingga dapat menjadikan kearah perceraian bila tidak ada penyelesaian yang berarti

bagi pasangan suami isteri.

Era globalisasi merupakan pendukung kuat yang mempengaruhi perilaku

masyarakat dan kuatnya informasi dari barat lewat film atau media massa

berpengaruh terhadap alasan pernikahan dan perceraian. Budaya semacam ini secara

tidak langsung sudah menujukan adanya sikap masyarakat Indonesia saat ini yang

memandang bahwa sebuah perkawinan bukan hal yang sakral.

Dampak dari krisis ekonomi pun turut memicu peningkatan perceraian.

Dimulai dengan kondisi masyarakat yang semakin terbebani dengan tingginya harga

kebutuhan, banyaknya kasus pemutusan hubungan kerja oleh banyak perusahan,


3

penurunan penghasilan keluarga, meningkatnya kebutuhan hidup dan munculah

konflik keluarga.2 Kemudian kondisi ini diperparah dengan maraknya tontonan

perceraian di kalangan artis dan tokoh masyarakat, pola budaya masyarakat Indonesia

yang tak pernah lepas dari sosok penuntun atau tokoh akan semakin beranggapan

bahwa perceraian bukan hal lagi hal tabu yang selayaknya dihindari. kemudian di

salurkan ke dalam kehidupan rumah tangga, dan seringkali yang menjadi korban

adalah dari pihak isteri dan anak-anaknya.3 Kekerasan dalam rumah tangga menurut

pasal 1 ayat 1 undang-undang No. 23 tahun 2004, tentang Penghapusan Kekerasan

Dalam Rumah Tangga menyatakan bahwa kekerasan dalam rumah tangga adalah ;

“setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya

kesengsaraan, atau penderitaan secara fisik, seksual psikologis, dan/atau penelantaran

rumah tangga, termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau

perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga

Adapun bentuk Kekerasan Dalam Rumah Tangga seperti yang disebut di atas

dapat dilakukan suami terhadap anggota keluarganya dalam bentuk :

1. Kekerasan fisik, yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit atau luka berat ;

2. Kekerasan psikis, yang mengakibatkan rasa ketakutan, hilangnya rasa percaya

diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak, rasa tidak berdaya, dll.

2
Said Agil Husein Al Munawar, Problematika Hukum Keluarga Islam Kontemporer (Jakarta:
kencana, 2010), H. 144.
3
Noelle Nelson, Bagaimana Mengenali Dan Merespon Sejak Dini Gejala Kekerasan Dalam
Rumah Tangga (Jakarta: gramedia, 2006), h. 6.
4

3. Kekerasan seksual, yang berupa pemaksaan seksual dengan cara tidak wajar,

baik untuk suami maupun untuk orang lain untuk tujuan komersial, atau tujuan

tertentu dan

4. Penelantaran rumah tangga yang terjadi dalam lingkup rumah tangganya, yang

mana menurut hukum diwajibkan atasnya. Selain itu penelantaran juga berlaku

bagi setiap orang yang mengakibatkan ketergantungan ekonomi dengan cara

membatasi dan/atau melarang untuk bekerja yang layak di dalam atau di luar

rumah, sehingga korban berada di bawah kendali orang tersebut. Sehingga

dengan alasan kekerasan di dalam rumah tangga itu maka pihak isteri

mengajukan gugatan ke pengadilan Agama untuk memutuskan ikatan tali

perkawainan tersebut.

Sejak di berlakukanya UU No. 7 tahun 1989 kemudian dirubah UU No 3

tahun 2006 tentang Peradilan Agama maka ketentuan tentang tata cara mengajukan

cerai talak dan cerai gugat bagi mereka yang beragama islam yang dilakukan di

Pengadilan Agama, telah diatur dalam Undang-undang ini. Dimana ketentuan

tersebut tercantum dalam pasal 66 sampai pasal 86, dan dengan diberlakukanya

Undang-undang Peradilan Agama tersebut berarti mencabut ketentuan dalam pasal 63

ayat 2 UU No.1 tahun 1974 dimana isinya menyebutkan bahwa “Setiap keputusan

Pengadilan Agama dikukuhkan oleh peradilan umum.”. Dengan diberlakukan

Undang-undang tentang Peradilan Agama tersebut maka Pengadilan Agama itu

mempunyai Kompetensi Absolut dan Kompetensi Relatif, untuk memberikan


5

pelayanan hukum dan keadilaan dalam bidang hukum keluarga dan harta pekawinan

bagi orang-orang yang beragama islam antara lain adalah mengenai perceraian.

Perceraian yang dilakukan di muka pengadilan lebih menjamin persesuainya

dengan pedoman Islam tentang perceraian, sebab sebelum ada keputusan terlebih

dulu diadakan penelitian tentang apakah alasan-alasanya cukup kuat untuk terjadi

perceraian antara suami isteri, kecuali itu dimungkinkan pula pengadilan bertindak

sebagai hakam sebelum mengambil keputusan bercerai antara suami isteri.

Mengenai kekerasan dalam rumah tangga yang sering terjadi di dalam

keluarga. Hal tersebut terjadi sebagai bentuk tidak harmonisnya hubungan dalam

sebuah keluarga. Salah satu faktor melemahnya nilai ideal sebuah keluarga adalah

tidak terwujudnya komunikasi yang lancar antar anggota keluarga tersebut.

Kekerasan dalam rumah tangga tidak hanya terjadi antara suami pada istri, istri pada

suami, tetapi terjadi pula orang tua kepada anak.

Permasalahan dan konflik kecil dalam rumah tangga sebenarnya adalah hal

yang wajar dan hampir semua keluarga pernah mengalaminya. Yang menjadi berbeda

adalah cara bagaimana mengatasi masalah tersebut dan dengan cara apa masalah

tersebut diselesaikan ?.

B. Rumusan Masalah

Masalah yang dikaji secara konfrehensif dalam latar belakang ini dirumuskan

dalam sebuah masalah pokok yakni, analisis tingginya kasus perceraian akibat KDRT

dan penyelesaiannya di pengadilan Agama Kab. Maros?


6

Dari masalah pokok tersebut penulis jabarkan kembali dalam beberapa sub

masalah sebagai berikut:

1. Faktor-Faktor Apa saja Yang Menyebabkan Salah Satu Pihak Melakukan

Kekerasan Dalam Rumah Tangga ?

2. Bagaimana cara menyelesaikan kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga di

pengadilan Agama Kab. Maros demi menekan tinngginya perceraian ?

You might also like