You are on page 1of 61

MAKALAH SGD

KEPERAWATAN REPRODUKSI I

Asuhan Keperawatan pada Gangguan Sistem Reproduksi Pria

Fasilitator :
Aria Aulia, S. Kep, Ns., M. Kep.

Oleh :
Kelompok 1
A1/2015
Meidina Dewati 131511133003
Riris Medawati 131511133005
Tyas Dwi Rahmadhani 131511133019
Achmad Fachri Ali 131511133023
Elma Karamy 131511133026
Itsnaini Lina K. 131511133029
Talia Puspita Adianti 131511133118
Najla Khairunnisa 131511133120

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS AIRLANGGA
2017
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas limpahan
rahmat, ridho , dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini
dengan baik. Adapun makalah “Asuhan Keperawatan pada Gangguan Sistem
Reproduksi Pria” ini disusun dalam rangka memenuhi tugas yang diberikan
pembimbing kepada penulis. Dalam menyelesaikan makalah ini , penulis mengucapkan
terima kasih yang sebesar besarnya kepada :

1. Aria Aulia, S. Kep, Ns., M. Kep. selaku dosen dari mata kuliah Keperawatan
Reproduksi I yang telah meluangkan waktu dan tenaga untuk membimbing dan
mengarahkan penulis.
2. Teman-teman, selaku pendorong motivasi dalam menyelesaikan makalah ini.

Semoga segala bantuan yang diberikan kepada penulis mendapat balasan dari Allah
SWT. Saran dan kritik sangat diterima karena penulis menyadari makalah ini jauh dari
kata sempurna . Mohon maaf bila ada kesalahan kata dari penulis. Akhir kata semoga
ilmu dalam makalah ini dapat bermanfaat dan diterapkan secara efektif . Terimakasih

Surabaya, 30 Agustus 2017

Penulis

ii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL..........................................................................................................i

KATA PENGANTAR........................................................................................................ii

DAFTAR ISI....................................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN.................................................................................................1

1.1 Latar Belakang.....................................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah...............................................................................................3

1.3 Tujuan..................................................................................................................4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA.......................................................................................5

2.1 Anatomi dan Fisiologi Sistem Reproduksi Pria..................................................5

2.2 Penyakit Menular Seksual pada Sistem Reproduksi Pria..................................10

2.3 Disfungsi Seksual pada Sistem Reproduksi Pria...............................................25

2.4 Tumor pada Sistem Reproduksi Pria.................................................................33

2.5 WOC..................................................................................................................47

BAB III ASUHAN KEPERAWATAN PADA GANGGUAN SISTEM REPRODUKSI


PRIA .................................................................................................................48

BAB IV PENUTUP.........................................................................................................58

4.1 Kesimpulan........................................................................................................58

4.2 Saran..................................................................................................................58

DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................59

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sistem reproduksi merupakan kumpulan organ yang bekerjasama untuk


menghasilkan kehidupan baru. Sistem reproduksi juga dapat mengalami kelainan
atau penyakit yang menyerang organ reproduksi. Kelainan atau penyakit yang
menyerang sistem reproduksi pria antara lain: penyakit menular seksual, disfungsi
seksual dan tumor pada organ reproduksi pria. Gangguan pada sistem reproduksi
tersebut dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti lingkungan, gaya hidup,
organisme (virus, bakteri, dan parasit), serta faktor psikologis.

Penyakit Menular Seksual (PMS) adalah penyakit yang penularannya terutama


melalui hubungan seksual. Sejak tahun 1998, istilah STD mulai berubah menjadi
STI (Sexually Transmitted Infection), agar dapat menjangkau penderita asimtomatik
atau tanpa gejala. Menurut WHO (2009), terdapat lebih kurang 30 jenis mikroba
(bakteri, virus, dan parasit) yang dapat ditularkan melalui hubungan seksual.
Kondisi yang paling sering ditemukan adalah infeksi gonorrhoeae, chlamydia,
syphilis, trichomoniasis, chancroid, herpes genitalis, infeksi human
immunodeficiency virus (HIV) dan hepatitis B.

Infeksi Menular Seksual (IMS) merupakan salah satu dari sepuluh penyebab
pertama penyakit yang tidak menyenangkan pada dewasa muda laki-lak. Dewasa
dan remaja (15- 24 tahun) merupakan 25% dari semua populasi yang aktif secara
seksual, tetapi memberikan kontribusi hampir 50% dari semua kasus IMS baru yang
didapat. Kasus-kasus IMS yang terdeteksi hanya menggambarkan 50%- 80% dari
semua kasus IMS yang ada di Amerika. Di Indonesia, Beberapa laporan yang ada
dari beberapa lokasi antara tahun 1999 sampai 2001 menunjukkan prevalensi
infeksi gonore dan klamidia yang tinggi antara 20%-35% (Jazan, 2003).
Berdasarkan Laporan Survei Terpadu dan Biologis Perilaku (STBP) oleh
Kementrian Kesehatan RI (2011), prevalensi penyakit menular seksual (PMS) pada
tahun 2011 dimana infeksi gonore dan klamidia sebesar 179 % dan sifilis sebesar 44
%. Pada kasus Human immunodeficiency virus (HIV) dan Acquired
immunodeficiency syndrome (AIDS) selama delapan tahun terakhir mulai dari tahun

1
2005–2012 menunjukkan adanya peningkatan. Kasus baru infeksi HIV meningkat
dari 859 kasus pada 2005 menjadi 21.511 kasus ditahun 2012. Sedangkan kasus
baru AIDS meningkat dari 2.639 kasus pada tahun 2005 menjadi 5.686 kasus pada
tahun 2012.

Istilah disfungsi seksual menunjukkan adanya gangguan pada salah satu atau
lebih aspek fungsi seksual (Pangkahila, 2006). Bila didefinisikan secara luas,
disfungsi seksual adalah ketidakmampuan untuk menikmati secara penuh hubungan
seks. Secara khusus, disfungsi seksual adalah gangguan yang terjadi pada salah satu
atau lebih dari keseluruhan siklus respons seksual yang normal (Elvira, 2006).

Ejakulasi dini merupakan disfungsi seksual terbanyak yang dijumpai di klinik,


melampaui disfungsi ereksi. Survei epidemiologi di AS menunjukkan sekitar 30
persen pria mengalami ejakulasi dini. Sedangkan, diduga lebih dari 15 persen pria
dewasa mengalami dorongan seksual hipoaktif. Pada usia 40-60 tahun, dorongan
seksual hipoaktif merupakan keluhan terbanyak. Dalam 10 tahun terakhir ini hanya
4 pasien datang dengan keluhan ereksi terhambat. Sebagian besar ereksi terhambat
disebabkan oleh faktor psikis, misalnya fanatisme agama sejak masa kecil yang
menganggap kelamin wanita adalah sesuatu yang kotor, takut terjadi kehamilan, dan
trauma psikoseksual yang pernah dialami.

Kanker merupakan penyebab kematian no. 6 di Indonesia (Depkes, 2003) dan


diperkirakan terdapat 100.000 penduduk setiap tahunnya di dunia diperkirakan 7,6
juta orang meninggal akibat kanker dan 84 juta orang akan meninggal hingga 10
tahun kedepan, (WHO, 2005).

Kanker pada saluran reproduksi pria mencakup kanker penis, testis, atau prostat
(Corwin, 2009). Karsinoma penis insidensinya kurang dari 1% dari keganasan pada
pria. Kanker penis lebih sering terjadi pada beberapa bagian Asia, Afrika, dan
Amerika Selatan, mencapai hingga 10% dari kanker pada pria, dibandingkan di
Amerika Serikat (American Society of Clinical Oncology, 2012). Berdasarkan data
statistik dari American cancer society, diperkirakan 1.570 orang di Amerika Serikat
didiagnosa kanker penis. Angka kematian diperkirakan mencapai 310 orang akibat
kanker ini. Kanker testis jarang terjadi, sebagian besar timbul pada pria muda
berusia antara 15 tahun dan 35 tahun. Kanker testis lebih sering terjadi pada orang

2
Kaukasus, dan lebih sering timbul pada pria dengan riwayat kriptorkidisme. Trauma
dan pajanan estrogen sintetik, dietilstilbestrol (DES), pada saat prenatal dapat
meningkatkan risiko. Kanker prostat merupakan 10% dari semua kematian akibat
kanker pada pria Amerika. Pada tahun 1999 lebih dari 179.000 kasus baru dari
kanker prostat terdiagnosa di Amerika Serikat. Ini merupakan 29% dari seluruh
kanker pada pria. Penyebab spesifik kanker prostat masih belum diketahui dengan
pasti.

Gangguan pada sistem reproduksi pria merupakan permasalahan yang sangat


serius dan angka kejadiannya terus meningkat terutama IMS. Penyakit pada sistem
reproduksi pria seringkali menimbulkan masalah kesehatan bahkan kematian akibat
dari penangaanaan yang terlambat. Hal ini menandakan bahwa deteksi dini adanya
penyakit belum terlaksana yang berakibat pada terlambatnya penanganan.
Pengetahuan menjadi faktor utama keterlambatan deteksi dini serta penanganan
pada gangguan sistem reproduksi pria. Gangguan pada sistem reproduksi pria harus
ditangani dengan segera dan harus ditangani secara tepat. Karena pengetahuan klien
sangat penting dalam deteksi dini adanya gangguan serta upaya pencegahan, maka
perawat dapat berperan sebagai edukator terkait dengan gangguan sistem reproduksi
pada pria. Oleh karena itu, perawat harus memahami bagaimana konsep dan teori,
penanganan, serta asuhan keperawatan pada klien dengan angguan sistem
reproduksi pada pria.

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana konsep dan teori penyakit menular seksual pada pria?


2. Apa masalah keperawatan yang muncul pada klien pria dengan penyakit
menular seksual?
3. Bagaimana konsep dan teori disfungsi seksual pada pria?
4. Apa masalah keperawatan yang muncul pada klien pria dengan disfungsi
seksual?
5. Bagaimana konsep dan teori tumor pada reproduksi pria?
6. Apa masalah keperawatan pada klien pria dengan tumor pada organ reproduksi?
7. Bagaimana asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan sistem reproduksi
pria?

3
1.3 Tujuan

1. Untuk mengetahui konsep dan teori penyakit menular seksual pada pria.
2. Untuk mengetahui masalah keperawatan yang muncul pada klien pria dengan
penyakit menular seksual.
3. Untuk mengetahui konsep dan teori disfungsi seksual pada pria.
4. Untuk mengetahui masalah keperawatan yang muncul pada klien pria dengan
disfungsi seksual.
5. Untuk mengetahui konsep dan teori tumor pada reproduksi pria.
6. Untuk mengetahui masalah keperawatan pada klien pria dengan tumor pada
organ reproduksi.
7. Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan sistem
reproduksi pria.

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi dan Fisiologi Sistem Reproduksi Pria

2.1.1. Organ Reproduksi Eksternal

A. Penis

Penis merupakan organ kopulasi yaitu hubungan antara alat kelamin


jantan dan betina untuk memindahkan semen ke dalam organ reproduksi
betina. Penis diselimuti oleh selaput tipis yang nantinya akan dioperasi
pada saat dikhitan/sunat.

Pada manusia, penis terdiri atas tiga bangunan silinder berisi jaringan
spons yaitu dua yang besar di atas (corpora cavernosa) berfungsi ketika
ereksi dan satu bagian yang lebih kecil di bawah (corpus spongiosum)
berfungsi sebagai saluran air seni ketika kencing dan saluran untuk
sperma ketika ejakulasi. Ujung penis disebut dengan glan penis. Uretra
pada penis dikelilingi oleh jaringan erektil yang rongga-rongganya
banyak mengandung pembuluh darah dan ujung-ujung saraf perasa. Bila
ada suatu rangsangan, rongga tersebut akan terisi penuh oleh darah
sehingga penis menjadi tegang dan mengembang (ereksi).

(Gambar Anatomi Penis)

B. Skrotum

Skrotum merupakan selaput pembungkus testis (terdiri dari kulit dan


otot) yang merupakan pelindung testis serta mengatur suhu yang sesuai
bagi spermatozoa. Skrotum terletak di antara penis dan anus serta di
5
depan perineum. Skrotum berjumlah sepasang, yaitu skrotum kanan dan
skrotum kiri. Di antara skrotum kanan dan skrotum kiri dibatasi oleh
sekat yang berupa jaringan ikat dan otot polos (otot dartos). Otot dartos
berfungsi untuk menggerakan skrotum sehingga dapat mengerut dan
mengendur. Di dalam skrotum juga tedapat serat-serat otot yang berasal
dari penerusan otot lurik dinding perut yang disebut otot kremaster. Pada
skrotum manusia dan beberapa mamalia bisa terdapat rambut pubis.
Rambut pubis mulai tumbuh sejak masa pubertas.

Fungsi utama skrotum adalah untuk memberikan kepada testis suatu


lingkungan yang memiliki suhu 1-8oC lebih dingin dibandingkan
temperature rongga tubuh. Fungsi ini dapat terlaksana disebabkan adanya
pengaturan oleh sistem otot rangkap yang menarik testis mendekati
dinding tubuh untuk memanasi testis atau membiarkan testis menjauhi
dinding tubuh agar lebih dingin. Pada manusia, suhu testis sekitar 34°C.

2.1.2. Organ Reproduksi Internal

A. Testis

Testis merupakan kelenjar kelamin yang berjumlah sepasang.


Biasanya testis kiri agak lebih rendah dari testis kanan. Testis berfungsi
menghasilkan sel-sel sperma serta hormone testosterone. Testis
dibungkus oleh skrotum, kantong kulit di bawah perut. Pada manusia,
testis terletak di luar tubuh, dihubungkan dengan tubulus spermatikus dan
terletak di dalam skrotum.

Pada tubulus spermatikus terdapat otot kremaster yang apabila


berkontraksi akan mengangkat testis mendekat ke tubuh. Bila suhu testis
akan diturunkan, otot kremaster akan berelaksasi dan testis akan
menjauhi tubuh. Fenomena ini dikenal dengan refleks kremaster.

Oragan ini berdiameter sekitar 5cm pada orang dewasa. Ukuran testis
bergantung pada produksi sperma (banyaknya spermatogenesis), cairan
intersisial, dan produksi cairan dari sel Sertoli. Saat melewati masa
pubertas, saluran khusus berbentuk kuil di dalam testis mulai membuat
sel – sel sperma.
6
Testosterone atau hormone kelamin laki – laki yang di bentuk testis
disekresikan oleh sel interstisiil yaitu sel – sel yang terletak di dalam
ruang anatara tubula – tubula seminiferus testis dibawah rangsangan
hormone perangsang sel interstisiil ( ICSH) dari hipofisis yang
sebenarnya adalah bahan yang sama dengan hormne luteinizing (LH).
Pengeluaran testoteron bertamabah dengan nyata pada masa pubertas dan
bertanggung jawab atas pengembangan sikap – sikap kelamin sekunder
yaitu pertumbuhan jenggut, sura lebih berat dan pembesaran genitalia.

Testis dibungkus oleh lapisan fibrosa yang disebut tunika albuginea.


Di dalam testis terdapat banyak saluran yang disebut tubulus seminiferus.
Tubulus ini dipenuhi oleh lapisan sel sperma yang sudah atau tengah
berkembang. Spermatozoa (sel benih yang sudah siap untuk
diejakulasikan), akan bergerak dari tubulus menuju rete testis, duktus
efferen, dan epididimis. Bila mendapat rangsangan seksual, spermatozoa
dan cairannya (semua disebut air mani) akan dikeluarkan ke luar tubuh
melalui vas deferen dan akhirnya, penis. Di antara tubulus seminiferus
terdapat sel khusus yang disebut sel intersisial Leydig. Sel Leydig
memproduksi hormon testosteron. Pengangkatan testis disebut
orchidektomi atau kastrasi.

B. Saluran Reproduksi

1. Epididimis (tempat pematangan sperma)


Merupakan saluran panjang yang berkelok yang keluar dari testis.
Epididimis berjumlah sepasang di sebelah kanan dan kiri. Berfungsi
untuk menyimpan sperma sementara dan mematangkan sperma.
Melalui saluran ini sperma berjalan dari testis masuk ke dalam vas
deferens.

2. Vas deferens (saluran sperma dari testis ke kantong sperma)


Merupakan saluran panjang dan lurus yang mengarah ke atas yang
merupakan kelanjutan dari epididimis dan berujung di kelenjar
prostat. Berfungsi untuk mengangkut sperma dari epididimis menuju

7
vesikula seminalis. Vas deferens panjangnya kurang lebih 4,5 cm
dengan diameter kurang lebih 2,5 mm.

3. Saluran ejakulasi
Merupakan saluran pendek yang menghubungkan kantung semen
dengan uretra. Saluran ini berfungsi untuk mengeluarkan sperma agar
masuk ke dalam uretra.

4. Uretra
Merupakan saluran panjang terusan dari saluran ejakulasi dan
terdapat di penis. Uretra berfungsi sebagai saluran kelamin untuk
mengeluarkan air mani dan air seni.

C. Kelenjar Kelamin

1. Vesikula seminalis
Vesikula seminalis sering juga di sebut dengan kandung mani yaitu
dua buah kelenjar tubuler yang terletak kanan dan kiri di belakang
leher kandung kemih. Salurannya bergabung dengan vasa defrentia,
untuk membentuk saluran eyakulator (ductus ejaculatorius
communis). Secret vesika seminalis adalah komponen pokok dari air
mani. Vasikula seminalis merupakan tempat untuk menampung
sperma sehingga disebut dengan kantung semen. Menghasilkan getah
berwarna kekuningan yang kaya akan nutrisi bagi sperma dan bersifat
alkali. Berfungsi untuk menetralkan suasana asam dalam saluran
reproduksi wanita. Vesikula seminalis menyumbangkan sekitar 60 %
total volume semen. Cairan tersebut mengandung mukus, gula
fruktosa (yang menyediakan sebagian besar energi yang digunakan
oleh sperma), enzim pengkoagulasi, asam askorbat, dan
prostaglandin.

2. Kelenjar Prostat
Kelenjar prostat merupakan kelenjar yang terbesar dan menghasilkan
getah putih yang bersifat asam. Besar kelenjar prostat kira-kira
sebesar buah walnut atau buah kenari besar. Kelenjar prostat
melingkari bagian atas uretra dan terletak di bagian bawah kantung
8
kemih. Cairan prostat bersifat encer dan seperti susu, mengandung
enzim antikoagulan, sitrat (nutrient bagi sperma), sedikit asam,
kolesterol, garam dan fosfolipid yang berperan untuk kelangsungan
hidup sperma.

3. Kelenjar bulbouretra / cowper


Kelenjar bulbouretralis adalah sepasang kelenjar kecil yang terletak
disepanjang uretra, dibawah prostat. Kelenjar cowper (kelenjar
bulbouretra) merupakan kelenjar yang salurannya langsung menuju
uretra. merupakan kelenjar yang menghasilkan getah berupa lender
yang bersifat alkali. Berfungsi untuk menetralkan suasana asam
dalam saluran urethra. (Waluyo, 2006 :325 – 327).

(Gambar Anatomi Organ Reproduksi Pria)

2.2 Penyakit Menular Seksual pada Sistem Reproduksi Pria

2.2.1. Definisi Penyakit Menular Seksual (PMS)

9
Penyakit menular seksual adalah penyakit yang ditularkan terutama
melalui aktivitas atau kontak seksual. PMS juga dikenal sebagai istilah
infeksi menular seksual. Lima PMS yang paling dikenal adalah Clamydia,
Gonorhea, Sifilis, Herpes Genitalis, dan Kutil kelamin. Infeksi lain adalah
syankroid limfogranuloma venereum, granuloma inguinale, trikomoniasis,
virus imunodefisisensi manusia (HIV), hepatitis dan beberapa infeksi enterik
dan ektoparasitik. Jumlah PMS meningkatkan seiring agen-agen baru yang
terlibat dalam penularan penyakit secara seksual.

Penyakit menular seksual (PMS) merupakan penyakit yang cara


penularannya melalui hubungan kelamin. Penyakit menular seksual adalah
berbagai infeksi yang dapat menular dari satu orang ke orang yang lain
melalui hubungan seksual. Penyakit menular seksual sering dikenal
masyarakat luas dengan sebutan penyakit kelamin dan gejala yang timbul
kebanyakan di sekitar alat kelamin (Ida Ayu,2009).

Penyakit menular seksual adalah infeksi apapun yang terutama didapat


melalui kontak seksual. PMS adalah istilah umum dan organisme
penyebabnya, yang tinggal dalam darah atau cairan tubuh meliputi virus,
mikoplasma, bakteri, jamur, spirokaeta dan parasit-parasit kesil. Sebagian
organisme yang terlibat hanya ditemukan di saluran genital (reproduksi) saja
tetapi yang lainnya juga ditemukan di dalam organ tubuh lain. Terdapat
berbagai jenis penyakit menular seksual. Namun, yang paling umum dan
paling penting untuk diperhatikan adalah penyakit gonore, klamidia, herpes
kelamin, sifilis, hepatitis B, dan HIV/AIDS (Benson,2009).

Penyakit menular seksual adalah penyakit yang ditularkan melalui


hubungan seksual. Penyakit menular seksual akan lebih beresiko bila
melakukan hubungan seksual dengan berganti-ganti pasangan baik melalui
vagina, oral maupun anal (Sjaiful, 2007).

2.2.2. Klasifikasi Penyakit Menular Seksual

Penyebab Jenis Penyakit

10
1. Bakteri
a) Chlamydia trachomatis
Klamidia, Limfogranuloma Venereum
b) Neisseria gonorrhoeae
c) Treponema pallidum Gonorea
d) Haemophilus ducreyi
Siphillis
e) Klebsiella granulomatis
2. Virus Syankroid
a) Herpes simplex virus
Granuloma Inguinale
b) Human papiloma virus
c) Human Immunodeficiency
Virus
3. Protozoa Herpes Genitalis
a) Trichomonas vaginalis Kandiloma akuminatum
4. Jamur
a) Candida albicans AIDS
5. Parasit
a) Pedikulosis pubis

Trikomoniasis

Kandidiasis

Kutu kemaluan

1. Klamidia

(Gambar Chlamydia trachomatis)

Klamidia adalah PMS bakteri yang paling umum di Amerika Serikat.


Organisme penyebab adalah Chlamydia trachomatis yang merupakan
bakteri gram negatif non motil. Organisme ini adalah penyebab paling
umum penyakit yang sebelumnya didiagnosis uretritis non gonopokal
11
(NGO) pada laki-laki. Chlamydia trachomatis ditularkan melalui kontak
seksual intim.

Klamidia merupakan infeksi menular seksual yang disebabkan oleh


bakteri Chlamydia trachomatis, paling sering terjadi pada pria berusia 20-
24 tahun. Infeksi ditularkan melalui hubungan seks vaginal, anal, atau
oral tanpa pelindung dengan pasangan yang terinfeksi.

A. Patofisiologi Klamidia

Chlamydia trachomatis menyebabkan inflamasi yang


mengakibatkan terbentuknya parut dan ulserasi pada jaringan yang
terlibat. Pada laki-laki, infeksi dapat menyebabkan stricktur uretra
yang dapat meluas ke epididimis. Komplikasi sitemik serius yang
lebih umum pada laki-laki adalah sindrom reiter yang terdiri atas
uretritis, poliartritis, konjungtivitis.

B. Manifestasi Klinis Klamidia

(Gambar manifestasi infeksi Chlamydia trachomatis)

Pada laki-laki manifestasi utama adalah uretritis dengan disuria


(nyeri dan sulit berkemih), serta keluaran bening hingga
mukopurulen.

12
2. Gonore

(Gambar Gonore pada pria)

Gonore (juga dikenal sebagai kencing nanah) dapat dibagi menjadi


dua kategori: lokal dan diseminata. Infeksi lokal dapat melibatkan
permukaan mukosa uretra dan rektum, kelenjar vestibuler, faring,
konjungtiva. Infeksi sistemik (infeksi gonopokal diseminata) melibatkan
bakterimia dengan poliartritis dermatitis endokarditis, dan meningitis.
Gonore disebabkan oleh diplokokus gram negatif Neisseria gonorrheae.

A. Patofisiologi Gonore

Neisseria gonorrheae sangat menular namun tidak bertahan lama


diluar tubuh, oleh karena itu, gonore hampir selalu ditularkan melalui
kontak seksual secara langsung pengecualian infeksi yang terjadi pada
bayi yang dapat tertular gonore pada saat kelahiran pervaginam dan
infeksi pada personal medis melalui kulit yang tidak utuh

B. Manifestasi Klinis Gonore

Manifestasi gonore umumnya tampak jelas lebih awal pada laki


laki dibandingkan pada perempuan. Infeksi terutama adalah pada
uretra anterior yang memproduksi keluaran purulen, disuria, dan
frekuensi berkemih. Komplikasi meliputi epididimitis dan prostatitis.
Selain itu, juga dapat mengalami konjungtivitis atau faringitis karena
kontak urogenital proktitis dari kontak anal.

13
3. Sifilis

(Gambar chancre sifilis primer)

Sifilis (istilah lainnya raja singa) adalah PMS sistematik yang sangat
infeksius. Tidak seperti IMS lain, sifilis selalu menjadi penyakit sistemik.
Sifilis disebabkan oleh spirochaeta Treponema pallidum yang lembut dan
motil (bergerak sendiri). Walaupun T. pallidum tidak dapat bertahan lama
diluar tubuh, bakteri ini sangat infeksius. Transmisi seksual T. Pallidum
terjadi hanya jika terdapat lesi mukokutan dari sifilis primer dan
sekunder.

A. Patofisiologi Sifilis

T. Pallidum memasuki tubuh melalui membran mukus atau kulit


yang terabrasi, hampir ekslusif dengan kontak seksual langsung.
Setelah masuk, organisme berkembangbiak secara lokal dan
menyebar secara sistemik melalui aliran darah dan limfatik. Infeksi
dapat juga ditularkan transplasenta dari perempuan hamil yang tidak
tertangani kepada fetusnya selama tahap apapun dari penyakit (sifilis
kongenital). Pada keadaan yang jarang, sifilis tertularkan melalui
kontak personal non seksual, inokulasi yang tidak disengaja, atau
transfusi darah dari penderita.

B. Manifestasi Klinis Sifilis

1) Tahap primer

14
Manifestasi utama sifilis primer adalah timbulnya chancre genital.
Chancre adalah ulkus oval dengan tepi keras meninggi yang tidak
mudah berdarah dan tidak nyeri jika terinfeksi. Chancre
berkembang pada lokasi inokulasi, umumnya genitalia, anus, atau
mulut.

2) Tahap sekunder
Jika infeksi primer tidak tertangani, sifilis sekunder berkembang
6-8 bulan setelah infeksi. Berikut tahapannya:
a. Ruam generalisata. Secara khas timbul ruam makulopapuler
dan tidak gatal, ruam dapat timbul dimanapun, namun sering
timbul pada telapak tangan dan kaki, ruam sangat infeksius.
b. Limfadenopati generalisata. Tidak nyeri, diskret.
c. Bercak mukosa. Bercak abu abu superfisial timbul pada
membran mukosa mulut dan dapat diikuti nyeri tenggorokan
d. Condilomata lata. Papul pipih yang luas umumnya dapat
dibedakan dengan mudah dari pertumbuhan condilomata
akuminata (kutil kelamin) yang khas dengan dasar sempit dan
menggantung.
e. Manifestasi umum seperti flu, termasuk mual, anoreksia,
konstipasi, sakit kepala, suhu yang meninggi secara kronik,
dan nyeri otot, sendi, dan tulang.
f. Kerontokan rambut tidak merata pada alis dan kulit kepala
(alopesia)

3) Tahap Laten
Selama tahap ini, sifilis tidak infeksius kecuali melalui
penyebaran transplasenta/transfusi darah. Pada tahap ini, klien
seroreaktif (dengan tes darah +) namun tidak menunjukkan bukti
lain dari penyakit. Tahap laten ini berkembang selama 12 bulan
setelah infeksi.

4) Tahap tesier
Sifilis tersier berkembang dalam 1-35 tahun setelah infeksi
primer. Pada tahap ini pasien sudah mengalami komplikasi yang
15
irreversible dan sangat merusak, seperti inflamasi tulang dan
sendi kronis, masalah kardiovaskuler, lesi granulomatosa pada
bagian apapun dari tubuh, dan masalah mata, pendengaran, serta
sistem saraf pusat.

4. Herpes Genetalis

(Gambar Herpes genitalis)

Herpes genitalis adalah infeksi virus yang kronis. Herpes genitalis


kini menjadi salah satu PMS yang paling umum sebagai penyebab ulkus
genital. Penyakit ini disebabkan oleh virus herpes simpleks (HSV) tipe 2,
infeksi ini berkaitan dekat dengan infeksi herpes lainnya seperti herpes
yang disebabkan HSV tipe 1.

A. Patofisiologi Herpes Genetalis

Organisme HSV terdapat didalam eksudat lesi. Herpes dapat


ditularkan saat terdapat lesi dan selama 10 hari setelah lesi
menyembuh. Herpes genitalis umumnya ditularkan dengan kontak
langsung dengan eksudat selama aktivitas seksual, namun penularan
dapat oleh fomites (objek yang dapat membawa mikroorganisme
patogen), seperti handuk yang digunakan oleh orang yang terinfeksi.
Bayi baru lahir dapat terinfeksi selama kelahiran pervaginam jika
terdapat lesi genital aktif.

B. Manifestasi Klinis Herpes Genetalis

16
Manifestasi herpes genitalis umumnya terjadi 3 hingga 7 hari
setelah kontak. Pada awalnya, sensasi seperti terbakar (parestesia)
dirasakan pada lokasi inookulasi. Lalu, banyak vesikel kecil dengan
tepi eritematosa membentuk ulkus dangkal yang nyeri lalu berkrusta
dan menyembuh dengan parut dalam sekitar 2-4 minggu.

5. Syankroid

(Gambar Chancroid)

Syankroid adalah infeksi yang sangat menular yang disebabkan oleh


basilus gram negatif Haemophilus ducreyi. Syankroid timbul dengan
ulkus genital multipel dalam yang nyeri, ireguler, dan sering diikuti oleh
limfadenopati inguinal yang nyeri.

Penyakit ini diawali dengan benjolan-benjolan kecil yang muncul


disekitargenetalia atau anus, 4-5 hari setelah kontak dengan penderita.
Benjolan itu akhirnya akan terbuka dan mengeluarkan cairan yang berbau
tidak sedap (Rosari, 2006).

Syankroid dapat menyebabkan kelenjar getah bening di daerah


pangkal paha membengkak, ulkus syankroid Nyeri biasanya berkembang
3-10 hari setelah terinfeksi, nyeri saat buang air kecil, nyeri saat
menggerakan perut, baik pria maupun wanita bisa mengalami demam dan
kelelahan umum dengan penyakit. Chancroid adalah sejenis bakteri yang
menyerang kulit kelamindan menyebabkanluka kecil bernanah. Jika luka
ini pecah, bakteri akan menjalar kearahpubik dan kelamin.

6. Limfogranuloma Venereum
17
(Gambar Limfogranuloma Venereum)

Limfogranuloma Venereum adalah infeksi sitemik yang disebabkan


oleh C. Trachomatis. Lesi primer adalah pakul yang kecil dan tidak nyeri
pada glans penis. Manifestasi klinis yang paling umum adalah nodus
limfatik inguinal yang jelas membesar, lunak, dan inflamasi yang dapat
mengeluarkan drainase, ulserasi, dan parut, obstruksi limfatik, dan
deformitas genitalia eksterna yang jelas.

7. Granuloma Inguinale

(Gambar Granuloma Inguinale)

Granuloma inguinale (donovanosis) adalah infeksi kronis yang


disebabkan basilus gram negatif kecil yang dikenal sebagai Klebsiella
granulomatis. Granuloma inguinale bercirikan lesi papular genital dan
perianal tanpa limfadenopati. Lesi ini menjadi lesi granulomatosa yang
tidak nyeri, membesar secara bertahap, dan berulserasi yang
18
menyebabkan destruksi jaringan. Lesi ini sangat vaskuler, mudah
berdarah dan memiliki penampilan merah seperti daging sapi.

8. Kutil Kelamin (Condilomata Akuminata)

(Gambar Condilomata akuminata)

Condilomata akuminata adalah infeksi yang disebabkan oleh virus


papiloma manusia (HPV) dan umumnya ditularkan melalui kontak
seksual. Faktor yang dapat mendukung perkembangan penyakit ini
meliputi: HIV, kehamilan, merokok, penggunaan obat obatan atau
alkohol, gizi yang buruk, kelelahan.

Kutil kelamin adalah pertumbuhan jinak yang secara khas timbul


dalam kelompok kelompok multipel dan tidak nyeri pada perineum, area
anorektal, meatus uretra, atau glan penis, 1 hingga2 bulan setelah
pajanan. Lesi oral, faring dan laring dapat juga terjadi.

9. AIDS

19
(Gambar Morfologi virus HIV)

AIDS adalah PMS viral yang berkembang dari infeksi HIV. Orang
dengan AIDS lebih rentan terhadap PMS lainnya. Sebaliknya, orang yang
terinfeksi dengan PMS, terutama dengan ulkus genitalia lebih rentan
terhadap infeksi HIV. HIV ini dapat bermutasi dan mengubah
tampilannya secara cepat. Terdapat dua tipe HIV, yaitu: HIV-1 yang
tersebar di seluruh dunia dan HIV-2 terutama di negara Afrika Barat
tetapi masih terisolasi pada dunia lain. HIV-1 juga bermutasi beberapa
kali yaitu menjadi: HIV-1 (kelompok M) yang merupakan virus utama
atau mayoritas dan HIV-1 (kelompok O) yang merupakan virus terpencil
atau minoritas.

HIV menginfeksi sel T helper (T4 limfosit, makrofag, dan sel B). Sel
T helper lebih mudah terinfeksi daripada sel sel lain. Berikut tahapannya:

a. Setelah masuk ke pejamu, HIV melekat pada membran sel target


dengan cara melekat pada molekul reseptornya, CD 4.
b. Virus tidak terlapisi dan RNA masuk ke sel
c. Enzim yang diketahui transkriptase terbalik dikeluarkan dan RNA
virus ditranskripsi kedalam DNA
d. DNA yang baru terbentuk ini bergerak kedalam inti dan DNA sel
e. Pro virus dibuat ketika DNA virus mengintegrasikan dirinya sendiri
kedalam DNA seluler atau genom sel.
f. Setelah provirus pada tempatnya, materi genetiknya bukan lagi multi
DNA pejamu tetapi sebagai DNA virus.
g. Sel dapat berfungsi abnormal

20
h. Sel pejamu mati, dan tunas atau virus terbentuk. Virus baru sekarang
menginfeksi sel lain

10. Trikomoniasis

Trikomoniasis adalah penyakit menular seksual yang disebabkan oleh


parasit bersel satu bernama Trichomonas vaginalis. Kondisi ini mudah
sekali ditularkan melalui hubungan seksual. Kebanyakan penderita pria
tidak menyadari infeksi ini karena tidak mengalami gejala apa pun
sampai ketika pasangan wanitanya terinfeksi dan mengalami gejala.

11. Kandidiasis

(Gambar Candida albicans)


Kandidiasis disebabkan oleh jamur kandida albicans. Pada pria
mendapatkan infeksi karena kontak seksual dengan wanita yang
menderita vulvovaginitis. Lesi berupa erosi, pustula dengan dindingnya
yang tipis, terdapat pada glans penis dan sulkus koronarius glandis.

12. Kutu Kemaluan

Kutu pada rambut kemaluan adalah serangga parasit kecil yang hidup
di antara rambut tubuh yang kasar, seperti rambut kemaluan. Kutu ini
bisa juga hidup dibulu ketiak, rambut tubuh, jenggot, alis,dan bulu mata.
Kutu ini memakan darah manusia dan hanya bisa merangkak dari rambut
ke rambut, tidak bisa melompat dari satu orang ke orang lainnya. Gejala
utama yang terjadi adalah rasa gatal pada bagian yang terinfeksi dan
terjadinya peradangan atau iritasi akibat garukan penderita.

21
2.2.3. Cara Penularan Penyakit Menular Seksual

Beberapa faktor biologi yang meningkatkan penyebaran Penyakit


Menular Seksual (PMS) antara lain faktor umur, faktor kelamin, dan
pengaruh khitan. Penularan Penyakit Menular seksual (PMS) melalui
beberapa cara antara lain:

1. Hubungan seksual dengan pasangan yang telah tertular


2. Hubungan seksual yang tidak aman merupakan jalur utama penularan
3. Penggunaan jarum suntik yang digunakan pada banyak orang dan
berulang-ulang, misalnya HIV dan hepatitis B
4. Personal hygiene yang buruk
5. Kontak fisik selama hubungan seksual, misalnya luka-luka pada alat
kelamin seperti herpes dan sifilis
6. Melalui darah atau produk darah, misalnya HIV, sifilis dan hepatitis B
dapat diberikan melalui transfusi darah
7. Menyusui dapat menularkan HIV kepada bayi (pada wanita)
8. Tertusuk jarum suntik yang tidak steril secara sengaja atau tidak sengaja
9. Ditularkan melalui kehamilan dari ibu ke bayinya seperti HIV dan sifilis

Perilaku yang beresiko tertular PMS (Penyakit Menular Seksual) antara


lain:

1. Sering berganti-ganti pasangan


2. Pernah terkena penyakit menular seksual sebelumnya
3. Menusuk/ melukai kulit misalnya tato dan menindik telinga dengan jarum
yang tidak steril
4. Saling bertukar jarum suntik pada pemakaian narkoba
5. Penggunaan alat cukur secara bersama-sama (khususnya jika terluka dan
menyisakan darah pada alat).

2.2.4. Pencegah Penyakit Menular Seksual

Menurut Direkorat Jendera PPM dan PL (Pemberantasan Penyakit


Menular dan Penyehatan Lingkungan) Departemen Kesehatan RI, tindakan
pencegahan yang dapat dilakukan yaitu:

22
1. Mendidik masyarakat untuk menjaga kesehatan dan hubungan seks yang
sehat, pentingnya menunda usia aktivitas hubungan seksual, perkawinan
monogami, dan mengurangi jumlah pasangan seksual.

2. Melindungi masyarakat dari PMS dengan mencegah dan mengendalikan


PMS pada para pekerja seks komersial dan pelanggan mereka dengan
melakukan penyuluhan mengenai bahaya PMS, menghindari hubungan
seksual dengan berganti-ganti pasangan, tindakan profilaksis dan
terutama mengajarkan cara penggunaan kondom yang tepat dan
konsisten.

3. Menyediakan fasilitas pelayanan kesehatan untuk diagnosa dini dan


pengobatan dini terhadap PMS. Jelaskan tentang manfaat fasilitas ini dan
tentang gejala-gejala PMS dan cara-cara penyebarannya.

2.2.5. Penatalaksanaan Penyakit Menular Seksual

Menurut WHO (2003), penanganan pasien PMS terdiri dari dua cara,
bisa dengan penaganan berdasarkan kasus (case management) ataupun
penanganan berdasarkan sindrom (syndrome management). Penanganan
berdasarkan kasus yang efektif tidak hanya berupa pemberian terapi
antimikroba untuk menyembuhkan dan mengurangi infektifitas mikroba,
tetapi juga diberikan perawatan kesehatan reproduksi yang komprehensif.
Sedangkan penanganan berdasarkan sindrom didasarkan pada identifikasi
dari sekelompok tanda dan gejala yang konsisten, dan penyediaan
pengobatan untuk mikroba tertentu yang menimbulkan sindrom.

Penanganan PMS yang ideal adalah penanganan berdasarkan


mikrooganisme penyabnya. Namun, dalam kenyataannya penderita infeksi
menular seksual selalu diberi pengobatan secara empiris (Murtiastutik, 2008).

Antibiotika untuk pengobatan PMS adalah:

1. Pengobatan gonore: penisilin, ampisilin, amoksisilin, seftriakson,


spektinomisin, kuinolon, tiamfenikol, dan kanamisin (Daili, 2007).
2. Pengobatan sifilis: penisilin, sefalosporin, termasuk sefaloridin,
tetrasiklin, eritromisin, dan kloramfenikol (Hutapea, 2001).

23
3. Pengobatan herpes genital: asiklovir, famsiklovir, valasiklovir (Wells et
al, 2003).
4. Pengobatan klamidia: azithromisin, doksisiklin, eritromisin (Wells et al.,
2003).
5. Pengobatan trikomoniasis: metronidazole (Wells et al., 2003).

Resisten adalah suatu fenomena kompleks yang terjadi dengan pengaruh


dari mikroba, obat antimikroba, lingkungan dan penderita. Menurut Warsa
(2004), resisten antibiotika menyebabkan penyakit makin berat, makin lama
menderita, lebih lama di rumah sakit, dan biaya lebih mahal.

Klien dengan PMS harus mendapat pengobatan sampai sembuh dan


tidak boleh berhubungan seksual sebelum sembuh. Hal ini dilakukan untuk
mencegah terjadinya penularan penyakit. Selain pada klien dengan PMS
pemeriksaan juga harus dilakukan pada pasangan seksualnya untuk
mengetahui apakah pasangannya telah tertular penyakit atau tidak, karena
pasangan seksual klien dengan PMS kemungkinan juga menderita penyakit
yang sama.

2.2.6. Bahaya PMS pada Ibu Hamil

PMS dapat ditularkan dari wanita hamil kepada bayinya sebelum,


selama, atau setelah kelahiran bayi. Beberapa PMS seperti sifilis melewati
plasenta dan menginfeksi bayi ketika sedang dalam uterus. PMS lainnya
seperti gonore, klamida, hepatitis B, dan herpes genital dapat ditularkan dari
ibu ke bayi pada saat melahirkan karena bayi melewati jalan lahir. HIV dapat
melewati plasenta selama kehamilan, menginfeksi bayi selama proses
kelahiran, dan tidak seperti PMS lainnya, dapat menginfeksi bayi melalui
ASI.

Seorang wanita hamil dengan PMS juga mungkin memeiliki onset awal
persalinan, prematur, pecahnya ketuban yang mengelilingi bayi dalam rahim,
dan infeksi rahim setelah melahirkan. Efek bahaya PMS pada bayi antara
lain: bayi lahir mati, BB lahi rendah, konjungtivitis, dll.

2.2.7. Masalah Keperawatan pada Penyakit Menular Seksual

24
1. Harga diri rendah
2. Nyeri
3. Ketidakefektifan pola seksual
4. Ansietas

2.3 Disfungsi Seksual pada Sistem Reproduksi Pria

2.3.1. Definisi Disfungsi Seksual

Istilah disfungsi seksual menunjukkan adanya gangguan pada salah satu


atau lebih aspek fungsi seksual (Pangkahila, 2006). Bila didefinisikan secara
luas, disfungsi seksual adalah ketidakmampuan untuk menikmati secara
penuh hubungan seks. Secara khusus, disfungsi seksual adalah gangguan
yang terjadi pada salah satu atau lebih dari keseluruhan siklus respons
seksual yang normal (Elvira, 2006). Disfungsi seksual adalah gangguan di
mana seseorang mengalami kesulitan untuk berfungsi secara adequate ketika
melakukan hubungan seksual. Sehingga disfungsi seksual dapat terjadi
apabila ada gangguan dari salah satu siklus respon seksual.

2.3.2. Siklus Respon Seksual

Siklus respon seksual terdiri dari :


1. Fase Perangsangan (Excitement Phase)
Perangsangan terjadi sebagai hasil dari pacuan yang dapat berbentuk fisik
atau psikis. Kadang fase perangsangan ini berlangsung singkat, segera
masuk ke fase plateau. Pada saat yang lain terjadi lambat dan berlangsung
bertahap memerlukan waktu yang lebih lama. Pemacu dapat berasal dari
rangsangan erotik maupun non erotik, seperti pandangan, suara, bau,
lamunan, pikiran, dan mimpi. Kenikmatan seksual subjektif dan tanda-
tanda fisiologis keterangsangan seksul: pada laki-laki, penis yang
membesar (peningkatan aliran darah yang memasuki penis).
2. Fase Plateau
Pada fase ini, bangkitan seksual mencapai derajat tertinggi yaitu sebelum
mencapai ambang batas yang diperlukan untuk terjadinya orgasme
(periode singkat sebelum orgasme).
3. Fase Ejakulasi
25
Ejakulasi adalah perasaan kepuasan seks yang bersifat fisik dan
psikologik dalam aktivitas seks sebagai akibat pelepasan memuncaknya
ketegangan seksual (sexual tension) setelah terjadi fase rangsangan yang
memuncak pada fase plateau. Pada laki-laki, perasaan akan mengalami
ejakulasi yang tak terhindarkan yang diikuti dengan ejakulasi; pada
perempuan, kontraksi di dinding sepertiga bagian bawah vagina.
4. Fase Resolusi
Pada fase ini perubahan anatomik dan faal alat kelamin dan luar alat
kelamin yang telah terjadi akan kembali ke keadaan asal. Menurunnya
keterangsangan pasca-orgasme (terutama pada laki-laki).

2.3.3. Etiologi Disfungsi Seksual

A. Faktor Fisik

Terdapat berbagai gangguan fisik dan kesehatan yang dapat


menyebabkan terjadinya gangguan seksual, seperti diabetes, penyakit
jantung dan pembuluh darah, gangguan saraf, gangguan keseimbangan
hormonal, penyakit kronik seperti gagal ginjal atau gagal hati,
alkoholisme, dan penggunaan obat-obatan terlarang. Selain itu, efek
samping beberapa jenis obat anti depresi juga dapat mempengaruhi
gairah dan fungsi seksual.

Gangguan organik atau fisik dapat terjadi pada organ, bagian-bagian


badan tertentu atau fisik secara umum. Bagian tubuh yang sedang
terganggu dapat menyebabkan disfungsi seksual dalam berbagai tingkat
(Tobing, 2006).

Faktor fisik yang sering mengganggu seks pada usia tua sebagian
karena penyakit-penyakit kronis yang tidak jelas terasa atau tidak
diketahui gejalanya dari luar. Makin tua usia makin banyak orang yang
gagal melakukan koitus atau senggama (Tobing, 2006). Kadang-kadang
penderita merasakannya sebagai gangguan ringan yang tidak perlu
diperiksakan dan sering tidak disadari (Raymond Rosen., et al, 1998).

Dalam Product Monograph Levitra (2003) menyebutkan berbagai


faktor resiko untuk menderita disfungsi seksual sebagai berikut:
26
a. Gangguan vaskuler pembuluh darah, misalnya gangguan arteri
koronaria.
b. Penyakit sistemik, antara lain diabetes melitus, hipertensi (HTN),
hiperlipidemia (kelebihan lemak darah).
c. Gangguan neurologis seperti pada penyakit stroke, multiple sklerosis.
d. Faktor neurogen yakni kerusakan sumsum belakang dan kerusakan
saraf.
e. Gangguan hormonal, menurunnya testosteron dalam darah
(hipogonadisme) dan hiperprolaktinemia.
f. Gangguan anatomi penis seperti penyakit peyronie (penis bengkok).
g. Faktor lain seperti prostatektomi, merokok, alkohol, dan obesitas.

Beberapa obat-obatan anti depresan dan psikotropika menurut


penelitian juaga dapat mengakibatkan terjadinya disfungsi seksual, antara
lain: barbiturat, benzodiazepin, selective serotonin seuptake inhibitors
(SSRI), lithium, tricyclic antidepressant (Tobing, 2006).

B. Faktor Psikologi

Faktor psikoseksual ialah semua faktor kejiwaan yang terganggu


dalam diri penderita. Gangguan ini mencakup gangguan jiwa misalnya
depresi, rasa bersalah, anxietas (kecemasan), dan trauma pada hubungan
seksual yang menyebabkan disfungsi seksual. Pada orang yang masih
muda, sebagian besar disfungsi seksual disebabkan faktor psikoseksual.
Kondisi fisik terutama organ-organnya masih kuat dan normal sehingga
jarang sekali menyebabkan terjadinya disfungsi seksual (Tobing, 2006).

Tetapi apapun etiologinya, penderita akan mengalami problema


psikis, yang selanjutnya akan memperburuk fungsi seksualnya. Disfungsi
seksual pria yang dapat menimbulkan disfungsi seksual pada wanita juga
( Abdelmassih, 1992, Basson, R, et al., 2000).

Masalah psikis meliputi perasaan bersalah, trauma hubungan seksual,


kurangnya pengetahuan tentang seks, dan keluarga tidak harmonis
(Pangkahila, 2006).

27
2.3.4. Klasifikasi Disfungsi Seksual

A. Gangguan Nafsu/Hasrat Seksual

Gangguan nafsu/hasrat seksual merupakan gangguan yang


merefleksikan masalah-masalah yang terkait dengan nafsu dari siklus
respon seksual. Masing-masing gangguan ditandai oleh sedikitnya atau
tidak adanya minat terhadap seks yang menimbulkan masalah dalam
suatu hubungan. Dorongan seksual dipengaruhi oleh beberapa faktor
yaitu hormon testosteron, kesehatan tubuh, faktor psikis dan pengalaman
seksual sebelumnya. Jika di antara faktor tersebut ada yang menghambat
atau faktor tersebut terganggu, maka akan terjadi ganggaun dorongan
seksual (GDS) (Pangkahila, 2007). Gangguan nasfu/hasrat seksual ada 2,
yaitu :

1) Gangguan nafsu seksual hipoaktif


The Diagnostic and Statistical Manual-IV memberi definisi dorongan
seksual hipoaktif ialah berkurangnya atau hilangnya fantasi seksual
dan dorongan secara persisten atau berulang yang menyebabkan
gangguan yang nyata atau kesulitan interpersonal. Minat terhadap
kegiatan atau fantasi seksual yang sangat kurang yang mestinya tidak
diharapkan bila dilihat dari umur dan situasi kehidupan orang yang
bersangkutan.
2) Gangguan aversi seksual
Perasaan tidak suka yang konsisten dan ekstrim terhadap kontak
seksual atau kegiatan serupa itu. Diduga lebih dari 15 persen pria
dewasa mengalami dorongan seksual hipoaktif. Pada usia 40-60
tahun, dorongan seksual hipoaktif merupakan keluhan terbanyak.
Pada dasarnya GDS disebabkan oleh faktor fisik dan psikis, antara
lain adalah kejemuan, perasaan bersalah, stres yang berkepanjangan,
dan pengalaman seksual yang tidak menyenangkan (Pangkahila,
2006).

28
Penurunan hasrat seksual pada pria dapat disebabkan karena 2 faktor,
yang pertama yaitu pertambahan usia dan penggunaan obat-obatan yang
mengurangi libido.

1) Pertambahan usia pada pria dapat menyebabkan turunnya produksi


hormon testosterone. Hormone testosterone berperan penting dalam
peningkatan hasrat atau seksualitas pada pria, jika hormone
testosterone menurun, maka hasrat atau seksualitas juga menurun.
2) Penggunaan obat-obatan seperti ganja, kokain dan heroin dapat
mengurangi libido. Apabila pemakaian obat-obatan tersebut
berlebihan, maka terjadi penurunan hasrat atau hiposeksualitas.

B. Gangguan Ereksi/Disfungsi Ereksi

(Gambar Disfungsi Ereksi)

Disfungsi ereksi atau impoten merupakan ketidakmampuan untuk


membentuk atau mempertahankan ereksi cukup lama untuk berhubungan
seksual. Penyebab disfungsi ereksi adalah berbagai penyakit yang
menyebabkan gangguan aliran darah, seperti aterosklerosis (pengerasan
dinding pembuluh darah), gangguan saraf, gangguan psikologis (stress,
depresi, dan kekhawatiran mengenai kemampuan saat berhubungan
seksual), dan cedera pada penis. Selain itu, penyakit kronik, beberapa
jenis obat, dan penyakit Peyronie (terbentuknya jaringan parut pada
penis) juga dapat menyebabkan disfungsi ereksi.

29
Disfungsi ereksi dapat disebabkan oleh diabetes melitus. Hal ini
dikarenakan diabetes melitus dapat menyebabkan terjadinya :

1) Hipotestosteron yang akan menurunkan libido lalu


menyebabkanterjadinya disfungsi ereksi.
2) Pengaktifan poliol pathway dan menurunkan NADPH. Aktifasi jalur
ini menyebabkan terjadinya akumulasi AGE (Advance Glycation End
Product ) yang akan menyebabkan gangguan relaksasi otot polos dan
perubahan fibroelastik, dimana kedua hal ini akan menurunkan
compliance dari kavernosa sehingga terjadi disfungsi ereksi. Selain
itu, aktifasi jalur ini juga menyebabkan terjadinya akumulasi sorbitol
danfruktosa melalui enzim aldosa reduktase sehingga terjadi edema
neural lalu gangguan pompa Na-K ATPase lalu gangguan tranduksi
sinyal serta neurotransmitter sehingga terjadi neuropati diabetik
sehingga terjadi disfungsi ereksi. Jalur ini juga menurunkan kofaktor
NO sintase( L-arginin NO membutuhkan NO sintase) sehingga terjadi
penurunan NO, akibatnya terjadi disfungsi ereksi.

C. Gangguan Ejakulasi

1) Ejakulasi Dini (Premature Ejaculation)

Ada beberapa pengertian mengenai ejakulsi dini (ED). ED


merupakan ketidakmampuan mengontrol ejakulasi sampai
pasangannnya mencapai orgasme, paling sedikit 50 persen dari
kesempatan melakukan hubungan seksual. Berdasarkan waktu, ada
yang mengatakan penis yang mengalami ED bila ejakulasi terjadi
dalam waktu kurang dari 1-10 menit.

Untuk menentukan seorang pria mengalami ED harus memenuhi


ketentuan sebagai berikut: ejakulasi terjadi dalam waktu cepat, tidak
dapat dikontrol, tidak dikehendaki oleh yang bersangkutan, serta
mengganggu yang bersangkutan dan atau pasangannya (Pangkahila,
2007).

30
ED merupakan disfungsi seksual terbanyak yang dijumpai di
klinik, melampaui DE. Survei epidemiologi di AS menunjukkan
sekitar 30 persen pria mengalami ED.

Ada beberapa teori penyebab ED, yang dapat dibagi menjadi dua
bagian, yaitu penyebab psikis dan penyebab fisik. Penyebab fisik
berkaitan dengan serotonin. Pria dengan 5-HT rendah mempunyai
ejaculatory threshold yang rendah sehingga cepat mengalami
ejakulasi. Penyebab psikis ialah kebiasaan ingin mencapai orgasme
dan ejakulasi secara tergesa-gesa sehingga terjadinya ED (Pangkahila,
2006).

2) Ejakulasi Terhambat

Berlawanan dengan ED, maka pria yang mengalami ejakulasi


terhambat (ET) justru tidak dapat mengalami ejakulasi di dalam
vagina. Tetapi pada umumnya pria dengan ET dapat mengalami
ejakulasi dengan cara lain, misalnya masturbasi dan oral seks, tetapi
sebagian tetap tidak dapat mencapai ejakulasi dengan cara apapun.

Sebagian besar ET disebabkan oleh faktor psikis, misalnya


fanatisme agama sejak masa kecil yang menganggap kelamin wanita
adalah sesuatu yang kotor, takut terjadi kehamilan, dan trauma
psikoseksual yang pernah dialami.

3) Ejakulasi Retrogade

Ejakulasi retrogade adalah kelainan ejakulasi dimana sperma


yang seharusnya terpancar keluar melalui urethra namun malah
berbalik menuju ke kandung kemih. Sehingga pada pria yang
mengalami keluhan ini biasanya disertai dengan gangguan infertilitas.
Gangguan ini sangat umum terjadi pada pria-pria dengan diabetes
yang mengalami neuropati diabetik. Gangguan persarafan ini
menyebabkan ketidakmampuan saraf-saraf pada kandung kemih
untuk berespon terhadap siklus seksual. Selain diabetes, gangguan ini
juga bisa disebabkan karena penggunaan obat-obatan anti depresan
tertentu.
31
2.3.5. Upaya Pencegahan Disfungsi Seksual

Walaupun disfungsi seksual tidak dapat dicegah, akan tetapi pencegahan


terhadap penyebabnya dapat membantu untuk terhindar dari berbagai
disfungsi seksual ini. Beberapa hal yang dapat dilakukan adalah:

1) Mengkonsumsi obat sesuai dosis yang diberikan oleh dokter


2) Kurangi konsumsi alkohol
3) Berhenti merokok
4) Atasi setiap permasalahan emosional maupun psikologis seperti stress,
depresi, dan rasa cemas
5) Perbaiki dan tingkatkan komunikasi dengan pasangan

2.3.6. Masalah Keperawatan pada Disfungsi Seksual Pria

1. Disfungsi seksual
2. Ansietas
3. Ketidakefektifan pola seksual
4. Harga diri rendah
5. Gangguan identitas pribadi

2.4 Tumor pada Sistem Reproduksi Pria

2.4.1. Definisi Tumor

Tumor adalah pembengkakan di dalam tubuh yang disebabkan oleh


berkembangbiaknya sel – sel secara abnormal. Tumor dapat bersifat jinak
(benigna) ataupun ganas (maligna). Tumor yang bersifat jinak tumbuh
membesar, tetapi tidak menyebar atau menggerogoti jaringan tubuh lainnya.
Tumor yang bersifat ganas disebut kanker yang menyerang seluruh tubuh dan
tidak terkendali. Sel – sel kanker berkembang dengan cepat. Sel – sel tersebut
merusak dan menyerang jaringan tubuh melalui aliran darah dan pembuluh
getah bening sehingga dapat tumbuh dan berkembang di tempat baru.
32
(Hembing Wijayakusuma,2005). Tumor dan atau kanker pada alat kelamin
pria biasanya terjadi karena penyakit akibat hubungan seksual,
kecendrungan ini lebih besar bila pada pria yang belum disunat. Pada
umumnya timbul kutil pada alat kelamin dan dapat berkembang menjadi
kanker.

2.4.2. Klasifikasi

Kanker pada saluran reproduksi pria mencakup kanker penis, prostat,


dan testis (Corwin, 2009).

1. Kanker Penis

(Gambar Kanker Penis)

Kanker penis adalah kelainan pertumbuhan sel-sel kanker pada kulit


atau pada jaringan penis, organ seksual pria. Perjalanan penyebab
penyakit kanker penis sebenarnya belum pernah diketahui, namun
beberapa faktor yang berkontribusi sudah dapat dijelaskan, beberapa
diantaranya dikarenakan molekul biologi, yang lainnya tidak.

A. Etiologi Kanker Penis

1) Human Papilloma Virus


Human Papilloma virus (HPV) merupakan virus DNA tidak
berantai rangkap. HPV merupakan keluarga dari papova virus dan
terbuat dari dua kapsid. Sejauh ini diketahui bekisar 100 jenis.
33
HPV diimplikasikan menjadi pathogenesis dari beberapa penyakit
kanker, sebagian besar tercatat sebagai pathogenesis penyakit
kanker serviks pada wanita. HPV juga ditemukan pada 50% kasus
kanker penis. Namun, penelitian Swedia baru-baru ini
menyebutkan 216 kasus kanker penis sekitar 70% nya positif
HPV. Di penelitian yang sama dari Uganda, peran HPV-16, HPV-
18, atau HPV-45, merupakan jenis HPV paling umum yang
bersifat onkogenik, yang 46% nya ditemukan pada kasus kanker
penis. Gregoire et al. mendiskripsikan bahwa kanker dengan
positif HPV akan lebih agresif dan keadaan diferensiasinya lebih
buruk.

2) Hygiene
Tidak ada banyak bukti mengenai hubungan hygiene dengan
kanker penis. Penelitian mengenai kanker serviks di Punjab, India
dimana merupakan keganasan yang biasa terjadi pada wanita,
Nagpal et al. berdalil “ Yang merupakan faktor agen umum
karsinogenik yaitu virus atau biokimia (smegma), bisa jadi
hygiene merupakan faktor yang bertanggung jawab dalam
tingginya kejadia karsinoma penis pada pria dan karsinoma
serviks pada wanita. Namun, van Howe dan Hodges menemukan
bahwa tidak ada penelitian yang mendukung hipotesis bahwa
smegma bersifat karsinogenik. Penelitian bertentangan dengan
yang lain yang dilakukan oleh O’Farrell yang mengatakan bahwa
ada ada hubungan yang potensial antara tindakan sunat dengan
hygiene penis. Genital yang buruk hygienenya umumnya lebih
terlihat pada pria yang tidak disunat (26%) daripada yang pria
yang disunat (4%). Frisch et al mengindikasikan adanya
penurunan angka kejadian kanker penis di Denmark bisa jadi
dikarenakan tindakan hygiene yang benar, dan memperbaiki
instalasi sanitasi di Negara itu. Denmark hadir sebagai Negara
pertama yang memiliki institusi kesehatan masyarakat guna
mencegah kondisi yang berhubungan dengan kanker.

34
3) Phimosis
Kata phimosis berasal dari bahasa Yunani yang didefinisikan
sebagai keadaan dimana ujung preputium (kulit luar penis)
mengalami penyempitan sehingga tidak dapat ditarik kea rah
proximal (bawah) melewati glans (kepala penis) yang biasanya
dapat mengakibatkan obstruksi air seni. Apabila pada tahun-tahun
pertama kehidupan, ini merupakan keadaan fisiologis dan
bertahan hingga masa remaja. Paling umum phimosis yang
didapat yakni akibat inflamasi kronik, balanopositis, trauma
berkelanjutan. Angka kejadian phimosis diantara pria yang tidak
disunat yakni berada pada range 8-23%. Penelitian kasus
kesehatan komunitas oleh Tseng et al. melaporkan bahwa 100
kasus yang sama terjadi Los Angeles. Dimana ada hubungan yang
kuat antara phimosis dengan kanker penis dan phimosis neonatus.

4) Infeksi
Balanitis dan posthitis merupakan infeksi yang terjadi pada glans
(kepala penis) dan kulup zakar. Infeksi ini terjadi karena kepala
penis yang tidak bersih, dan adanya penumpukan secret, yang
mana infeksi ini akan menyebabkan adesi dan fibrosis.
Penumpukan secret (smegma) dapat membentuk kalkuli pada
kulup zakar yang meningkatkan resiko karsinoma penis.

5) Merokok
Pada kasus epidemiologi, adanya keterkaitan merokok dengan
kejadian kanker penis. Penelitian oleh Dillner et al.
mengidentifikasi ada kaitan yang jelas antara merokok dan kanker
penis. Terdapat hubungan yang signifikan antara merokok atau
memakan tembakau dan karsinoma penis.

B. Patofisiologi Kanker Penis

Kanker penis biasanya dimulai sebagai lesi kecil pada glans atau
kepala penis. Kanker penis berkisar dari putih-abu-abu, tidak teratur,
exophytic, massa endofit datar dan ulserasi. Sel kanker berangsur-

35
angsur tumbuh secara lateral di sepanjang permukaan penis dan bisa
menutupi seluruh kelenjar serta preputium sebelum menyerang
corpora dan keseluruhan batang penis. Semakin luas lesi, semakin
besar kemungkinan invasi lokal dan metastasis nodal. Kanker penis
mungkin papilari dan exophytic atau datar serta ulseratif. Jika kanker
penis ini tidak diobati secara dini makan dapat terjadi autoamputasi.

C. Manifestasi Klinis Kanker Penis

Manifestasi klinis yang umum pada kanker penis yakni nyeri


pada benjolan, ada ulser, perubahan warna kulit seperti rash. Gejala
klinis kanker penis, berdasarkan morfologilesi, dibagi menjadi kanker
primer, kanker papiler, dan jenis kanker invasif

a. Kanker primer terjadi di kepala penis, muncul plak merah sedikit


terangkat, batas lebih jelas, permukaan deskuamasi, atau
fenomena erosi.
b. Kanker papiler adalah jenis kanker yang paling umum pada
kejadian kanker penis, untuk awal kanker papiler, permukaan
nodul kecil, dan permukaan daun papiler tidak merata, atau
penurunan timbangan, atau fenomena erosi.
c. Kanker invasive pada tahap awal berdasarkan plak eczematous,
kepala coronal penis menjadi daerah yang paling rawan. Daerah
lain juga terjadi hal yang sama, permukaan lesi ada nodul, jika
kondisi ini berkelanjutan akan timbul bisul, permukaan bisul
sering ditemukan adanya eksudat bernanah atau berdarah.

D. Pemeriksaan Diagnostik Kanker Penis

1. Limfografi
Pemeriksaan ini sangat membantu dalam mendiagnosa, umumnya
tidak dijadikan pemeriksaan rutin. Pemeriksaan dapat melalui
punggung kaki, bagian penih, kelenjar getah bening sperma untuk
melakukan pengambilan gambar.
2. BUSG

36
Pemeriksaan ini berguna untuk memastikan hati, rongga perut
dengan atau tanpa metastasis
3. CT scan dan MRI
Pemeriksaan ini digunakan untuk memeriksa adanya metastasis
bagian peritoneum dan organ lain
4. Tes lain (Biopsi)
Diagnosis ditegakkan melalui pemeriksaan patologi dari biopsy
pada lesi primer. Biopsy merupakan standar metode diagnose sel
karsinoma skuamosa penis. Untuk lesi yang lebih kecil dan
terbatas dapat dilakukan biopsy eksisi. Biopsy memberikan
informasi yang berguna pada klasifikasi stadium dari jaringan
penyakit.

E. Penatalaksanaan Kanker Penis

Penatalaksanaan kanker penis bervariasi, tergandung kepada


lokasi dan beratnya tumor:

1. Pembedahan
Pembedahan merupakan terapi yang paling sering dilakukan
untuk kanker penis pada berbagai stadium. Kanker diangkat
dengan salah satu cara berikut ini:
a) Eksisi lokal luas untuk membuang kanker dan sebagian
jaringan normal tubuh disekitarnya.
b) Amputasi penis, di mana sebagian atau keseluruhan penis
diangkat. Tindakan ini merupakan tindakan yang paling sering
dan paling efektif untuk terapi kanker penis. Pada amputas
penis sebagian (penektomy parsial), sebagian dari penis
diangkat melalui pembedahan. Biasanya penektomy parsial
dilakukan jika tumor terbatas pada area kecil di ujung penis.
Pada stadium lanjut dilakukanpenektomi total (keseluruhan
penis diangkat) disertai uretrostomi (pembuatan lubang uretra
baru di daerah perineum). Kelenjar getah bening pada daerah
selangkangan dapat ikut diambil pada saat pembedahan.

37
2. Kemoterapi
Kemoterapi dilakukan dengan mengkonsumsi obat-obat yang
dapat membunuh sel-sel kanker. Krim Fluorouracil (salah satu
obat kemoterapi yang dipakai dengan mengoleskan pada
permukaan kulit penis) kadang digunakan untuk kanker penis
yang hanya mengenai area sangat kecil pada penis. Obat
kemoterapi juga dapat diberikan secara suntikan melalui
pembuluh darah atau diminum (per oral). Kemoterapi juga bisa
dilakukan sebagai tambahan terapi pada pengangkatan tumor.

3. Terapi penyinaran (Terapi radiasi)


Terapi penyinaran dilakukan dengan menggunakan sinar-x atau
sinar energi tinggi lainnya untuk membunuh sel-sel kanker dan
mengecilkan tumor. Terapi penyinaran dapat dilakukan sebagai
terapi tunggal atau dilakukan setelah tindakan pembedahan.
Terapi radiasi biasanya dilakukan setelah tindakan pengangkatan
tumor yang terlokalisir dan belum menyebar. Terapi penyinaran /
radiasi memiliki efek samping pada tubuh, antara lain
berkurangnya nafsu makan, lelah, adanya reaksi kulit (seperti
iritasi dan kemerahan), adanya cedera atau luka bakar pada
rektum, infeksi kandung kemih (sistitis), dan hematuria (kencing
yang berdarah). Terapi penyinaran biasanya dilakukan sebanyak 5
kali/minggu selama 6-8 minggu.

2. Kanker Prostat

38
(Gambar Kanker Prostat)

Kanker prostat yang juga dikenal sebagai karsinoma prostat adalah


pertumbuhan sel-sel ganas di dalam kelenjar prostat, sebuah kelenjar
dalam sistem reproduksi laki-laki.

A. Etiologi Kanker Prostat

Penyebab kanker prostat belum diketahui, namun pengaruh


hormone endogen dapat dijadikan faktor yang jelas menjadi penyebab
timbul dan berkembangnya kanker prostat. Faktor pencetus terjadinya
kanker prostat antara lain pengaruh genetik, riwayat aktivitas seksual,
infeksi virus, pathogen, cadmium, dan bahan-bahan kimia industry.
Selain itu, beberapa faktor yang berhubungan erat dengan kejadian
kanker prostat seperti kebiasaan makan sehari-hari, terutama
konsumsi lemak dalam jumlah banyak yang mengakibatkan
perubahan metabolisme hormon. Pengaruh genetik maupun gaya
hidup juga mempengaruhi kejadian kanker prostat. Kanker prostat
yang berhubungan dengan proses penuaan karena kurang dari 1 %
dari kasus yang terjadi pada usia di bawah 50 tahun.

B. Patofisiologi Kanker Prostat

39
Kanker prostat terjadi ketika tingkat kematian sel dan
pembelahan sel tidak lagi sama,menyebabkan pertumbuhan tumor
yang tidak terkendali.Setelah transformasi awal,terjadi mutasi banyak
gen,termasuk gen p53 dan retinoblastoma dapat menyebabkan
perkembangan tumor dan metastasis.Sebagian besar (95%) kanker
prostat adalah adenocarsinoma. Sekitar 40% kanker prostat memiliki
morfologi sel transisional dan diperkirakan berasal dari lapisan
urothelial dari uretra prostat. Hanya sedikit kasus morfologi
neuroendokrin. Saat ini, mereka diyakini berasal dari sel-sel induk
neuroendokrin biasanya terdapat di prostat atau dari program
diferensiasi menyimpang selama transformasi sel.

C. Manifestasi Klinis Kanker Prostat

Kanker prostat pada stadium awal jarang ditemui adanya tanda


dan gejala. Gejala yang berkembang selanjutnya yakni obstruksi.
Apabila neoplasma besar dan cukup untuk menghalangi leher
kandung kemih, tanda dan gejalan obstruksi urin dapat terjadi;
frekuensi dan kesulitan BAK, retensi urin, dan berkurangnya ukuran
dan kekuatan saluran urin.Gejala lainnya yang dapat ditemukan yakni
perdarahan pada urin atau cairan semen dan nyeri ejakulasi.
Hematuria mungkin merupakan hasil dari kanker yang menyerang
uretra atau kandung kemih. Gejala awal : rasa sakit saat buang air
kecil, frekuensi buang air kecil meningkat, dan hematuria. Gejala
lanjut : rasa nyeri pada tulang, punggung dan persendian, rasa lelah,
dan berat badan turun.

D. Pemeriksaan Diagnostik Kanker Prostat

1) PSA ( Prostat Spesific Antigen ) apabila grafik PSA berelevasi


menggambarkan adanya peningkatan ukuran tumor. Uji darah
sederhana dapat mendeteksi dan mengukur kadar PSA.
Konsentrasi PSA dalam darah adalah proporsional dengan massa
prostatic total. Meskipun kadar PSA menunjukkan adanya
jaringan prostat, hal ini tidak harus selalu menunjukkan

40
malignansi. Pengujian PSA secara rutin digunakan untuk
memantau respons pasien terhadap terapi kanker dan untuk
mendeteksi kemajuan local serta kekambuhan dini kanker prostat.
2) Digital Rectal Exam dapat mempalpasi adanya nodul
3) Transrectal ultrasound telah digunakan untuk mengidentifikasi
kanker prostat dan menentukan stadium kanker. Pemeriksaan
transrectal ultrasound digunakan bagi pasien pria yang mengalami
kenaikan kadar PSA dan temuan DRE abnormal. Pemeriksaan
transrectal ultrasound membantu dalam mendeteksi kanker prostat
yang tidak terpalpasi dan membantu dalam pentahapan kanker
prostat setempat. Biopsy jarum pada prostat umumnya dipandu
oleh ultrasound.
4) MRI untuk mengidentifikasi adanya lesi pada prostat dan
penyebaran ke jaringan-jaringan sekitar prostat atau ke nodus
limfe.
5) Pemeriksaan Biopsy untuk mengidentifikasi tipe sel kanker.
6) Alkaline Phosphatase menggambarkan adanya peningkatan
metastasis ke tulang.

E. Penatalaksanaan Kanker Prostat

1) Radical Prostatectomy
Operasi radiasi dalam upaya melibatkan pengangkatan seluruh
kelenjar prostat baik luar kapsul, vesikal seminal, bagian vas
deferens, dan kandung kemih. Upaya ini dapat menimbulkan
komplikasi antara lain perdarahan, infeksi, inkontinensia urin,
disfungsi ereksi, trauma rektal, kerusakan sfingter anal,
inkontinensia feses.

2) Cryosurgical Ablation
Tindakan ini mengharuskan ahli bedah menggunakan pedoman
TRUS untuk memasukkan cryopobes ke dalam area prostat yang
diinginkan untuk selanjutnya dibekukan dan menghancurkan
jaringan kanker. Selang hangat pada uretra akan menjaga jaringan

41
uretra dari kebekuan. Komplikasi yang ditimbulkan dari tindakan
ini antara lain inkontinensia urin dan disfungsi ereksi.

3) Terapi radiasi
Pada pria yang tidak dapat dilakukan prostatektomi radikal karena
keadaan tertentu dan kondisi medis yang tidak mendukung, dapat
dilakukan radioterapi eksternal dengan atau tanpa implantasi
radiasi interstisial, dengan hasil remisi jangka panjang, dengan
angka harapan bebas penyakit yang sama besarnya dengan
prostatektomi radikal stadium A,B1, B2, T1, dan T2. Iritasi
kandung kemih dan uretra karena terapi radiasi dapat
mengakibatkan nyeri saat BAK dan ejakulasi.

3. Kanker Testis

(Gambar Kanker Testis)

Kanker Testis adalah pertumbuhan sel-sel ganas di dalam testis (buah


zakar), yang bisa menyebabkan testis membesar atau menyebabkan
adanya benjolan di dalam skrotum (kantung zakar).

A. Etiologi Kanker Testis

42
Saat ini belum diketahui faktor yang menjadi penyebab
terjadinya kanker testis, adanya faktor bawaan dan didapat
merupakan faktor yang dikaitkan dengan penyakit ini dan
kriptokidisme merupakan faktor terkuat yang diduga menjadi
penyebab kanker testis. Faktor resiko tertinggi terjadinya kanker testis
adalah adanya testis intra abdomen yang diakibatkan oleh
undescensus testis ( 1 kasus dari 20 kasus undescensus testis ).
Sementara itu tindakan orchiopeksi tidak merubah potensi terjadinya
keganasan testis pada kasus kriptokidisme.

Adanya bukti klinis dan eksperimental mendukung faktor


konginetal sebagai etiologi dari tumor sel germinal. Dalam
perkembangan embriologinya sel germinal primordial mengalami
perubahan oleh karena faktor lingkungan yang menyebabkan
terjadinya gangguan dalam proses diferensiasinya. Oleh karena
adanya kriptokidisme, orchitis, disgenesis gonad, adanya kelaianan
herediter ataupun oleh karena paparan bahan kimia yang bersifat
karsinogenik maka perkembangan normal sel germianl mengalami
hambatan. Secara garis besar 2 faktor yang dianggap menjadi etiologi
terjadinya tumor sel germial yaitu :

1) Faktor Congenital
a) Kriptokidisme
Dari suatu penelitian yang dilakukan Grove ( 1954 )
memperlihatkan bahwa 7-10% pasien dengan kanker testis
memiliki riwayat kriptokidisme sebelumnya. Whiteker
( 1970 ) dan Mostofi ( 1973 ) mengemukakan 5 keadaan yang
dianggap kriptokidisme menjadi penyebab terjadinya tumor
testis yaitu :
1) Morfologi sel germinal yang abnormal.
2) Peningkatan temperatur tempat testis berada
( intraabdomen atau spermatic cord).
3) Gangguan aliran darah.
4) Kelainan fungsi endokrin.

43
b) Disgenesis Kelenjar Gonad (Maldesensus Testis).
Insiden pasti kasus kriptokidisme belum diketahui, ini
dikarenakan seringkali data pasien dengan kriptokidisme
bercampur dengan data pasien dengan testis retraktil. Dari
suatu penelitian serial oleh Scorer dan Ferrington (1971)
didapatkan hasil kasus kriptokidisme pada neonatus sebesar
4,3%, pada bayi dan anak-anak 0,8% dan pada orang dewasa
sebesar 0,7%. Gilbert dan Hamilton (1940) melaporkan 7000
pasien dengan kanker testis dan mendapatkan 12% (840
pasien) dari mereka memliki riwayat kriptokidisme.
Henderson dkk (1979) menyimpulkan bahwa pria dengan
riwayat kriptokidisme memiliki resiko3-14 kali untuk terkena
kanker testis dibanding pria tanpa riwayat kriptokidisme.
Campbell ( 1942 ) megemukakan penelitiannya bahwa 25%
pasien dengan kriptokidisme bilateral dan akhirnya menjadi
kanker testis memiliki resiko yang besar untuk terkena tumor
sel germinal testis untuk kedua kalinya pada testis sisi yang
lain.

2) Faktor yang Didapat


a) Trauma
Meskipun trauma memiliki andil pada terjadinya teratoma
pada unggas akibat zinc-induced atau cooper induced, tapi
pada manusia kemungkinan trauma sebagai penyebab
terjadinya kanker testis belum secara jelas diketahui.
b) Hormon Sindroma Klineferter
Suatu kelainan hormone seksual yang ditandai dengan
rendahnya kadar hormone pria, kemandulan, pembesaran
payudara (ginekomastia) dan testis yang mengecil.
c) Atrofi
Terjadinya infeksi bakteri nonspesifik virus mump pada testis
diduga menjadi penyebab terjadinya atrofi testis yang
potensial menjadi penyebab terjadinya kanker testis. Namun

44
demikian peran atrofi testis sebagai faktor penyebab
terjadinya kanker testis masih merupakan spekulasi.

B. Patofisiologi Kanker Testis

Kanker testis pada mulanya berupa lesi intratestikuler yang


akhinya mengenai seluruh parenkim testis. Sel – sel tumor kemudian
menyebar ke testis, epididimis, funikulus spermatikus, bahkan ke
kulit skrotum. Tunika albugenia merupakan barier yang sangat kuat
bagi penjalaran tumor testis ke organ sekitarnya, sehingga kerusakan
tunika albugenia oleh invasi tumor membuka peluang sel – sel tumor
untuk menyebar keluar testis.

Kecuali kariokarsinoma, kanker testis menyebar melalui


pembuluh limfe menuju ke kelenjar limfe retroperitoneal sebagai
stasiun pertama, kemudian menuju ke kelanjar mediastinal dan
supraclavikula. Sedangkan kariokarsinoma menyebar secara
hematogen ke paru, hepar, dan otak.

C. Manifestasi Kanker Testis

Kanker testis ditandai oleh pembentukan suatu massa di testis,


yang mungkin menimbulkan nyeri seiring dengan pertumbuhannya.
Testis mungkin terasa berat dan menimbulkan rasa pegal. Selain itu
juga ditemukan gejala seperti nyeri perut, nyeri tulang belakang,
ginekomastia, nyeri tekan pada mamae.

D. Pemeriksaan Diagnostik Kanker Testis

Human Chorionic gonadotropin dan α-fetoprotein adalah


penanda tumor yang mungkin meningkat pada pasien dengan kanker
testis. Penanda tumor adalah substansi yang disintesis oleh sel-sel
tumor dan dilepaskan ke dalam sirkulasi dalam jumlah yang
abnormal. Teknik imunositokimia yang terbaru dapat membantu
mengidentifikasi sel-sel yang tampaknya menghasilkan penanda ini.
Kadar penanda tumor dalam darah digunakan untuk mendiagnosis,
menggolongkan, dan memantau respons terhadap pengobatan. Uji

45
diagnostic lainnya mencakup urografi intravena untuk mendeteksi
segala bentuk penyimpangan uretral yang disebabkan oleh massa
tumor, limfangiografi untuk mengkaji keluasan penyebaran tumor ke
sistem limfatik, dan pemindai CT dada dan abdomen untuk
menentukan keluasan penyakit dalam paru-paru dan retroperineum.

E. Penatalaksanaan Kanker Testis

Orkidektomi radikal (melalui insisi sela paha) dan diagnosis


histologi. Terapi selanjutnya bergantung pada histologi dan stadium.

a) Seminoma
1) Stadium I : radioterapi ke kelenjar getang bening abdominal.
2) Stadium II : radioterapi ke kelenjar getah bening abdominal.
3) Stadium III : kemoterapi (bleomisin, etoposid, sisplatin).

b) Sel germinal nonseminoma


1) Stadium I : diseksi kelenjar limfe retroperitoneal
(retroperitoneal lymph mode dissection, RPLND)
2) Stadium II : kemoterapi + RPLND
3) Stadium III : kemoterapi (+ RPLND jika respon baik)

2.4.3. Masalah Keperawatan pada Tumor Sistem Reproduksi Pria

1. Nyeri akut
2. Intoleran aktivitas
3. Gangguan citra tubuh
4. Kerusakan integritas kulit

2.5 WOC (Tumor pada Sistem Reproduksi Pria)

46
47
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN PADA GANGGUAN SISTEM REPRODUKSI PRIA

3.1 Pengkajian

Sebelum melakukan pengkajian bina hubungan saling percaya terlebih dahulu


kepada klien, karena permasalah pada gangguan sistem reproduksi pria ini
merupakan suatu yang privasi bagi klien.

A. Identitas Klien

Meliputi nama, jenis kelamin, umur, agama / kepercayaan, status perkawinan,


pendidikan, pekerjaan, suku/ Bangsa, alamat, no. register dan diagnosa medis.

B. Keluhan Utama

a) PMS
Rasa gatal yang hebat sepanjang alat kelamin, rasa sakit yang hebat pada
saat kencing, penurunan BB yang drastis demam serta berkeringat malam.

b) Difungsi Seksual
Kekurangan minat untuk seks dan terlibat dalam aktivitas seksual cukup
jarang, fantasi seksual atau pikiran hampir tidak ada pada individu tersebut
bersama dengan penurunan keinginan untuk memulai pengalaman seksual.

c) Tumor
Mengalami kesulitan berkemih dan sering merasa tidak nyaman pada
perineal dan rektal, penurunan BB yang cukup signifikan.

C. Riwayat Penyakit Sekarang

a) PMS
Bintil-bintil berisi cairan, lecet atau borok pada penis/alat kelamin, adanya
kutil atau tumbuh daging seperti jengger ayam. Kencing nanah atau darah
yang berbau busuk, bengkak panas dan nyeri pada pangkal paha yang
kemudian berubah menjadi borok.

b) Disfungsi Seksual

48
Frekuensi berhubungan menurun, sensitif terhadap topik seputar seks,
perubahan pada tingkat kepuasan.

c) Tumor
Pendarahan atau keluarnya zat cair dari tubuh, adanya perubahan bentuk,
ukuran, atau penampilan kulit, sakit atau luka lama yang tidak sembuh –
sembuh, adanya perubahan atau gangguan ketika buang air besar atau kecil,
kehilangan berat badan secara tidak terduga.

D. Riwayat Penyakit Dahulu

a) PMS
Hubungan seksual dengan pasangan yang tertular, hubungan seksual yang
tidak aman, pernah terkena PMS sebelumnya
b) Disfungsi Seksual
Riwayat infeksi traktusurinarius, batu, dan urologi atau pelvis, riwayat nyeri
pinggang, trauma punggung, atau operasi tulang belakang.
c) Tumor
Tanyakan kepada klien apakah klien pernah mengalami kriptorkismus,
infeksi testis, epididimitis dan tumor testis sebelumnya.
E. Riwayat Pengobatan

a) PMS
Klien pernah mendapat pengobatan penyakit PMS dan telah dinyatakan
sembuh sebelumnya

b) Disfungsi Seksual
Klien pernah mendapat pengobatan dan terapi psikologis sebelumya

c) Tumor
Klien pernah menjalani operasi pengangkatan tumor sebelumnya

F. Riwayat Penyakit Keluarga

a) PMS
Tanyakan pada keluarga apakah ada anggota keluarga yang menderita
penyakit yang sama.

49
b) Disfungsi Seksual
Tanyakan pada keluarga apakah ada anggota keluarga yang menderita
penyakit yang sama.

c) Tumor
Tanyakan pada keluarga apakah ada anggota keluarga yang menderita
penyakit yang sama. Kaji adanya riwayat kanker pada keluarga.

G. Riwayat Kebiasaan

a) PMS
Sering berganti-ganti pasangan, hubungan seksual yang tidak aman.

b) Disfungsi Seksual
Kebiasaan merokok, alkohol.

c) Tumor
Merokok, hygiene genitalia yang buruk.

H. Pemeriksaan Penunjang

a) PMS:
 Tes darah lengkap.
 Tes urine lengkap.
 Anti HIV.
 VDRL.
 TPHA.
 Kulturlendir / swab organ intim.
 Parasitologi = trikomonasdll.
 Tes TORCH = IgG dan IgM herpes simplek.

b) Disfungsi Seksual
 Pemeriksaan darah lengkap atau Complete Blood Count (CBC). Dari
hasil pemeriksaan akan diketahui kondisi medis yang mungkin saja
terjadi seperti anemia, yaitu kondisi yang disebabkan oleh rendahnya
jumlah sel darah merah yang dapat menyebabkan kelelahan yang pada
gilirannya dapat menimbulkan disfungsi ereksi.
50
 Tes fungsi hati dan ginjal. Tes ini akan menunjukkan apakah ada
masalah dengan ginjal atau hati yang menyebabkan disfungsi ereksi.
 Tes lemak. Tes ini mengukur kadar lipid seperti kolesterol dalam darah.
Tingginya kadar lipid tertentu adalah petunjuk terjadinya aterosklerosis,
yaitu suatu kondisi dimana pembuluh darah mengeras, yang dapat
mempengaruhi sirkulasi darah di penis.
 Tes fungsi tiroid. Masalah tiroid dapat menyebabkan atau berkontribusi
terhadap disfungsi ereksi.
 Tes hormon. Bertujuan untuk mengukur kadar hormon testosterone atau
tingkat prolaktin untuk mencari tahu kemungkinan adanya gangguan
pada hormon ini.
 Urinalisis. Analisis urin dapat memberikan informasi tentang protein dan
gula dalam urin. Dari analisis terhadap urin dapat diketahui adanya zat
tertentu yang berhubungan dengan penyakit diabetes atau penyakit
ginjal, yang dapat menyebabkan disfungsi ereksi.

c) Tumor
 Biopsi
Biopsi harus dilakukan dari tetis yang didekati melalui sayatan inguinal.
Testis diinspeksi dan dibuat biopsi insisi setelah funikulus ditutup
dengan jepitan klem untuk mencegah penyebaran limfogen atau
hematogen. Tidak boleh diadakan biopsi langsung melalui kulit skrotum
karena bahaya pencemaran luka bedah dengan sel tumor dengan
implantasi lokal atau penyebaran ke regio inguinal. Bila ternyata ganas
dilakukan orkidektomi, yang disusuli pemeriksaan luas untuk
menentukan jenis tumor, derajat keganasan dan luasnya penyebaran.
 CT scan Thoraksdan abdomen
 Penanda tumor pada karsinoma testis germinal
o (Alfa Feto Protein) adalah suatu glikoprotein yang diproduksi oleh
karsinoma embrional, teratokarsinoma atau tumor yolk sac, tetapi
tidak diproduksi oleh koriokarsinoma murni dan seminoma murni.
Penanda tumor ini mempunyai masa paruh 5-7 hari.

51
o HCG (Human Chorionic Gonadotropin) adalah suatu glikoprotein
yang pada keadaan normal diproduksi oleh jaringan trofoblas.
Penanda tumor ini meningkat pada semua pasien koriokarsioma,
pada 40%-60% pasien karsinoma embrional, dan 5%-10% pasien
seminoma murni. HCG mempunyai waktu paruh 24-36 jam.
 Ultrasonografi
Pemeriksa ultrasonografi yang berpengalaman dapat membedakan
dengan jelas lesi intra atau ekstratestikuler dan masa padat atau kistik,
namun ultrasonografi tidak dapat memperlihatkan tunika albuginea,
sehingga tidak dapat dipakai untuk menentukan penderajatan tumor
testis.
 CT Scan
Berbeda halnya dengan ultrasonografi, MRI dapat mengenali tunika
albuginea secara terperinci sehingga dapat dipakai untuk menentukan
luas ekstensi tumor testis. Pemakaian CT scan berguna untuk
menentukan ada tidaknya metastasis pada retroperitoneum. Sayangnya
pemeriksaan CT tidak mampu mendeteksi mikrometastasis pada kelenjar
limfe retroperitoneal.

3.2 Diagnosa Keperawatan

1. Ketidakefektifan pola seksual berhubungan dengan hambatan dalam hubungan


dengan orang terdekat
2. Ansietas berhubungan dengan ancaman pada status terkini
3. Harga diri rendah situasional berhubungan dengan gangguan fungsi
4. Gangguan identitas pribadi berhubungan dengan krisis situasi

3.3 Intervensi

Diagnosa Keperawatan NOC NIC


Ketidakefektifan pola a. Identitas seksual Pengajaran seksualitas
b. Pengetahuan fungsi 1. Ciptakan suatu suasana
seksual berhubungan
seksual menerima dan tidak
dengan hambatan dalam
menghakimi
hubungan dengan orang Setelah dilakukan tindakan
2. Diskusikan tanda-tanda
terdekat keperawatan 2x24 jam, kesuburan
3. Eksplorasi arti peran
52
Domain 8. Seksualitas diharapkan sosial
4. Diskusikan perilaku
Kelas 2. Fungsi seksual ketidakefektifan pola
seksual dan cara-cara
Kode 00065 seksualitas klien berkurang
yang tepat untuk
dengan kriteria hasil :
mengungkapkan
1. Mampu melaporkan perasaan dan kebutuhan
fungsi seksual yang seseorang
sehat (120710/III) 5. Ajarkan anak-anak dan
2. Mampu mengetahui remaja mengenai
perubahan fisik terkait penyakit menular
usia (181506/IV) seksual dan AIDS
3. Mampu mengetahui Manajemen perilaku :
praktik seksual yang seksual
aman (181509/IV) 1. Gunakan pendekatan
4. Mampu mengetahui yang tenang dan sesuai
resiko terkait dengan dengan kenyataan yang
banyak pasangan – ada ada saat berespon
seksual (181514/IV) terhadap perilaku
seksual yang secara
sosial tidak dapat
diterima
2. Diskusikan dengan
pasien mengapa
tingkah laku seksual
atau verbal tidak dapat
diterima
Ansietas berhubungan a. Tingkat kecemasan Pengurangan kecemasan
1. Gunakan pendekatan
dengan ancaman pada sosial
b. Tingkat stress yang tenang dan
status terkini
meyakinkan
Setelah dilakukan tindakan 2. Pahami situasi krisis
Domain 9.
keperawatan 2x24 jam, yang terjadi dari
Koping/Toleransi stres
diharapkan klien tidak persepektif klien
Kelas 2. Respon koping
mengalami ansietas dengan 3. Berada disisi klien
Kode 00146
kriteria hasil : untuk meningkatkan
rasa aman dan
1. Klien tidak takut
53
berinteraksi dengan mengurangi ketakutan
4. Dorong verbalisasi
anggota jenis kelamin
perasaan, persepsi,
yang berbeda – wanita
ketakutan
(121610/III)
5. Bantu klien
2. Klien tidak mengalami
mengidenifikasi situasi
gangguan dengan
yang memicu
fungsi peran
kecemasan
(121616/III)
6. Bantu klien untuk
3. Klien tidak mengalami
mengartikulasi
gangguan dengan
deskripsi yang realistis
hubungan (121617/III)
4. Tidak terjadi mengenai kejadian
penurunan yang akan datang
Terapi relaksasi
produktivitas
1. Ciptakan lingkungan
(121232/III)
yang tenang dan tanpa
5. Tidak terjadi
distraksi dengan lampu
perubahan libido
yang redup dan suhu
(121234/III)
6. Tidak mengalami lingkungan yang
gangguan tidur nyaman jika
(121214/III) memungkinkan
2. Dapatkan perilaku yang
menunjukkan
terjadinya relaksasi
misalnya bernafas
dalam, menguap,
pernafasan perut atau
bayangan yang
menenangkan
3. Tunjukkan dan
praktikkan teknik
relaksasi pada klien
4. Gunakan relaksasi
sebagai strategi
tambahan dengan
penggunaan obat-

54
obatan nyeri atau
sejalan dengan terapi
lainnya dengan tepat
Harga diri rendah a. Adaptasi terhadap Pengurangan kecemasan
1. Gunakan pendekatan
situasional berhubungan disabilitas fisik
b. Citra tubuh yang tenang dan
dengan gangguan fungsi
meyakinkan
Setelah dilakukan tindakan 2. Dengarkan klien
Domain 6. Persepsi diri
keperawatan 2x24 jam, 3. Puji/ kuatkan perilaku
Kelas 2. Harga diri
diharapkan klien tidak yang baik secara tepat
Kode 00120 4. Ciptakan atmosfer rasa
mengalami harga diri
aman untuk
rendaah situasional dengan
meningkatkan
kriteria hasil :
kepercayaan
5. Bantu klien
1. Klien mampu
mengidentifikasi situasi
Menyampaikan secara
yang memicu
lisan kemampuan untuk
kecemasan
menyesuaikan terhadap
Peningkatan harga diri
disabilitas 1. Monitir pernyatan klien
2. Klien dapat
mengenai harga diri
Beradaptasi terhadap 2. Bantu pasien untuk
keterbatasan secara menemukan
fungsional penerimaan diri
3. Klien dapat 3. Bantu pasien untuk
Mengidentifikasi mengidentifikasi respon
rencana untuk positif dari orang lain
4. Bantu pasien untuk
memenuhi aktivitas
menerima presepsi
kehidupan harian
4. Klien dapat negatif terhadap dirinya
5. Monitor tingkat harga
Menggunakan sistem
diri dari waktu
dukungan personal
5. Klient dapat menerima kewaktu, dengan tepat
6. Buat pernyataan positif
kesesuaian antara
mengenai pasien
realita tubuh dan ideal
tubuh dengan
penampilan tubuh
Gangguan identitas pribadi a. Penampilan peran Pengajaran : seksualitas
55
berhubungan dengan krisis b. Identitas seksual 1. Jelaskan anatomi dan
situasi fisiologi dari
Setelah dilakukan tindakan
reproduksi manusia
Domain 6. Persepsi diri keperawatan 2x24 jam, 2. diskusikan tekanan
Kelas 1. Konsep diri diharapkan klien tidak sebaya dan sosial
Kode 00121 mengalami Gangguan terkait dengan aktivitas
identitas pribadi dengan seksual
kriteria hasil : 3. eksplorasi arti peran
seksual
6. Klien dapat 4. diskusikan perilaku
mendeskripsikan seksual dan cara cara
perubahan peran akibat yang tepat untuk
penyakit atau mengungkapkan
kecacatan perasaan dan kebutuhan
7. Klien dapat melakukan
seseorang
peran sesuai harapan 5. tingkatkan tanggung
8. Klien dapat
jawab terhadap perilaku
menegaskan diri
seksual
sebagai makhluk 6. tingkatkan harga diri
seksual melalui pemodelan
9. Klien dapat
peran sebaya dan
menginegrasikan
bermain peran
orientasi seksual dalam
peran kehidupan

3.4 Evaluasi

1. Setelah dilakukan tindakan keperawatan 2x24 jam, diharapkan ketidakefektifan


pola seksualitas klien berkurang
2. Setelah dilakukan tindakan keperawatan 2x24 jam, diharapkan klien tidak
mengalami ansietas
3. Setelah dilakukan tindakan keperawatan 2x24 jam, diharapkan klien tidak
mengalami harga diri rendah situasional
4. Setelah dilakukan tindakan keperawatan 2x24 jam, diharapkan klien tidak
mengalami ganguan identitas pribadi

56
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Sistem reproduksi merupakan kumpulan organ yang bekerjasama untuk


menghasilkan kehidupan baru. Kelainan atau penyakit yang menyerang sistem
reproduksi pria antara lain: penyakit menular seksual, disfungsi seksual dan tumor
pada organ reproduksi pria. Penyakit menular seksual adalah berbagai infeksi yang
dapat menular dari satu orang ke orang yang lain melalui hubungan seksual.
Disfungsi seksual adalah gangguan yang terjadi pada salah satu atau lebih dari
keseluruhan siklus respons seksual yang normal (Elvira, 2006). Tumor adalah
pembengkakan di dalam tubuh yang disebabkan oleh berkembangbiaknya sel – sel
secara abnormal. Tumor dan atau kanker pada alat kelamin pria biasanya terjadi
karena penyakit akibat hubungan seksual, kecendrungan ini lebih besar bila pada
pria yang belum disunat.

4.2 Saran

Sebagai perawat diharapkan mampu memahami gangguan pada sistem


reproduksi pria, sehingga perawat dapat memberikan asuhan keperawatan pada
klien dengan gangguan sistem reproduksi pria dengan baik sesuai dengan prosedur
yang ada. Selain itu perawat juga dapat melakukan upaya promotif mengenai
gangguan sistem reproduksi pria

57
DAFTAR PUSTAKA

Ady, Novery. 2012. Anatomi dan Fisiologi Sistem Reproduksi Pria. Diakses pada 30
Agustus 2017 pukul 08.29 WIB. https://id.scribd.com/doc/78714336/Anatomi-
Dan-Fisiologi-Sistem-Reproduksi-Pria

Anurogo, Dito. 2012. Ejakulasi Dini, CDK-199/ vol. 39 no. 11, th. 2012. Jakarta :
Cermin Dunia Kedokteran.

Aputra, Yadnya. 2015. Anatomi dan Fisiologi Sistem Reproduksi Pria. Diakses pada 30
Agustus 2017 pukul 08.30 WIB. https://id.scribd.com/doc/270139692/Anatomi-
Dan-Fisiologi-Sistem-Reproduksi-Pria

Bulechek, Gloria M, et al.2013. Nursing Interventions Classification (NIC) 6th ed. St.
Louis, Missouri : Mosby, an imprint of Elsevier Inc.

Dokter Indonesia. 2014. Gangguan Seksual pada Pria.


https://www.dokter.id/berita/gangguan-seksual-pada-pria. Diakses pada tanggal
30 Agustus 2017 pukul 13.20 WIB.

Herdman, T.H. & Kamitsuru, S. (Eds.). 2014. NANDA International Nursing


Diagnoses: Definitions & Classification, 2015–2017. Oxford: Wiley Blackwell.

Kshasyifa. 2013. Anatomi Fisiologi Reproduksi Pria. Diakses pada 30 Agustus 2017
pukul 08.37 WIB. https://id.scribd.com/doc/133700376/Anatomi-Fisiologi-
Reproduksi-Pria

Moorhead, Sue, et al. 2013. Nursing Outcomes Classification (NOC) : Measurement Of


Health Outcomes 5th ed. St. Louis, Missouri : Mosby, an imprint of Elsevier Inc.

Price, Wilson, M. Lorraine. 1995. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit,


Gangguan Sistem Reproduksi Pria, Buku 2, Edisi 4. EGC : Jakarta.

Purnomo, B. 2003. Dasar-dasar Urologi, Tumor Urogenitalia, Edisi kedua. Jakarta :


CV. Sagung Seto.

Smeltzer, Suzanne C. dan Bare, Brenda G. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal
Bedah Brunner dan Suddarth (Ed.8, Vol. 2,3). Jakarta : EGC

58

You might also like