Professional Documents
Culture Documents
KEPERAWATAN REPRODUKSI I
Fasilitator :
Aria Aulia, S. Kep, Ns., M. Kep.
Oleh :
Kelompok 1
A1/2015
Meidina Dewati 131511133003
Riris Medawati 131511133005
Tyas Dwi Rahmadhani 131511133019
Achmad Fachri Ali 131511133023
Elma Karamy 131511133026
Itsnaini Lina K. 131511133029
Talia Puspita Adianti 131511133118
Najla Khairunnisa 131511133120
Segala puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas limpahan
rahmat, ridho , dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini
dengan baik. Adapun makalah “Asuhan Keperawatan pada Gangguan Sistem
Reproduksi Pria” ini disusun dalam rangka memenuhi tugas yang diberikan
pembimbing kepada penulis. Dalam menyelesaikan makalah ini , penulis mengucapkan
terima kasih yang sebesar besarnya kepada :
1. Aria Aulia, S. Kep, Ns., M. Kep. selaku dosen dari mata kuliah Keperawatan
Reproduksi I yang telah meluangkan waktu dan tenaga untuk membimbing dan
mengarahkan penulis.
2. Teman-teman, selaku pendorong motivasi dalam menyelesaikan makalah ini.
Semoga segala bantuan yang diberikan kepada penulis mendapat balasan dari Allah
SWT. Saran dan kritik sangat diterima karena penulis menyadari makalah ini jauh dari
kata sempurna . Mohon maaf bila ada kesalahan kata dari penulis. Akhir kata semoga
ilmu dalam makalah ini dapat bermanfaat dan diterapkan secara efektif . Terimakasih
Penulis
ii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL..........................................................................................................i
KATA PENGANTAR........................................................................................................ii
DAFTAR ISI....................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................................1
1.3 Tujuan..................................................................................................................4
2.5 WOC..................................................................................................................47
BAB IV PENUTUP.........................................................................................................58
4.1 Kesimpulan........................................................................................................58
4.2 Saran..................................................................................................................58
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................59
iii
BAB I
PENDAHULUAN
Infeksi Menular Seksual (IMS) merupakan salah satu dari sepuluh penyebab
pertama penyakit yang tidak menyenangkan pada dewasa muda laki-lak. Dewasa
dan remaja (15- 24 tahun) merupakan 25% dari semua populasi yang aktif secara
seksual, tetapi memberikan kontribusi hampir 50% dari semua kasus IMS baru yang
didapat. Kasus-kasus IMS yang terdeteksi hanya menggambarkan 50%- 80% dari
semua kasus IMS yang ada di Amerika. Di Indonesia, Beberapa laporan yang ada
dari beberapa lokasi antara tahun 1999 sampai 2001 menunjukkan prevalensi
infeksi gonore dan klamidia yang tinggi antara 20%-35% (Jazan, 2003).
Berdasarkan Laporan Survei Terpadu dan Biologis Perilaku (STBP) oleh
Kementrian Kesehatan RI (2011), prevalensi penyakit menular seksual (PMS) pada
tahun 2011 dimana infeksi gonore dan klamidia sebesar 179 % dan sifilis sebesar 44
%. Pada kasus Human immunodeficiency virus (HIV) dan Acquired
immunodeficiency syndrome (AIDS) selama delapan tahun terakhir mulai dari tahun
1
2005–2012 menunjukkan adanya peningkatan. Kasus baru infeksi HIV meningkat
dari 859 kasus pada 2005 menjadi 21.511 kasus ditahun 2012. Sedangkan kasus
baru AIDS meningkat dari 2.639 kasus pada tahun 2005 menjadi 5.686 kasus pada
tahun 2012.
Istilah disfungsi seksual menunjukkan adanya gangguan pada salah satu atau
lebih aspek fungsi seksual (Pangkahila, 2006). Bila didefinisikan secara luas,
disfungsi seksual adalah ketidakmampuan untuk menikmati secara penuh hubungan
seks. Secara khusus, disfungsi seksual adalah gangguan yang terjadi pada salah satu
atau lebih dari keseluruhan siklus respons seksual yang normal (Elvira, 2006).
Kanker pada saluran reproduksi pria mencakup kanker penis, testis, atau prostat
(Corwin, 2009). Karsinoma penis insidensinya kurang dari 1% dari keganasan pada
pria. Kanker penis lebih sering terjadi pada beberapa bagian Asia, Afrika, dan
Amerika Selatan, mencapai hingga 10% dari kanker pada pria, dibandingkan di
Amerika Serikat (American Society of Clinical Oncology, 2012). Berdasarkan data
statistik dari American cancer society, diperkirakan 1.570 orang di Amerika Serikat
didiagnosa kanker penis. Angka kematian diperkirakan mencapai 310 orang akibat
kanker ini. Kanker testis jarang terjadi, sebagian besar timbul pada pria muda
berusia antara 15 tahun dan 35 tahun. Kanker testis lebih sering terjadi pada orang
2
Kaukasus, dan lebih sering timbul pada pria dengan riwayat kriptorkidisme. Trauma
dan pajanan estrogen sintetik, dietilstilbestrol (DES), pada saat prenatal dapat
meningkatkan risiko. Kanker prostat merupakan 10% dari semua kematian akibat
kanker pada pria Amerika. Pada tahun 1999 lebih dari 179.000 kasus baru dari
kanker prostat terdiagnosa di Amerika Serikat. Ini merupakan 29% dari seluruh
kanker pada pria. Penyebab spesifik kanker prostat masih belum diketahui dengan
pasti.
3
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui konsep dan teori penyakit menular seksual pada pria.
2. Untuk mengetahui masalah keperawatan yang muncul pada klien pria dengan
penyakit menular seksual.
3. Untuk mengetahui konsep dan teori disfungsi seksual pada pria.
4. Untuk mengetahui masalah keperawatan yang muncul pada klien pria dengan
disfungsi seksual.
5. Untuk mengetahui konsep dan teori tumor pada reproduksi pria.
6. Untuk mengetahui masalah keperawatan pada klien pria dengan tumor pada
organ reproduksi.
7. Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan sistem
reproduksi pria.
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Penis
Pada manusia, penis terdiri atas tiga bangunan silinder berisi jaringan
spons yaitu dua yang besar di atas (corpora cavernosa) berfungsi ketika
ereksi dan satu bagian yang lebih kecil di bawah (corpus spongiosum)
berfungsi sebagai saluran air seni ketika kencing dan saluran untuk
sperma ketika ejakulasi. Ujung penis disebut dengan glan penis. Uretra
pada penis dikelilingi oleh jaringan erektil yang rongga-rongganya
banyak mengandung pembuluh darah dan ujung-ujung saraf perasa. Bila
ada suatu rangsangan, rongga tersebut akan terisi penuh oleh darah
sehingga penis menjadi tegang dan mengembang (ereksi).
B. Skrotum
A. Testis
Oragan ini berdiameter sekitar 5cm pada orang dewasa. Ukuran testis
bergantung pada produksi sperma (banyaknya spermatogenesis), cairan
intersisial, dan produksi cairan dari sel Sertoli. Saat melewati masa
pubertas, saluran khusus berbentuk kuil di dalam testis mulai membuat
sel – sel sperma.
6
Testosterone atau hormone kelamin laki – laki yang di bentuk testis
disekresikan oleh sel interstisiil yaitu sel – sel yang terletak di dalam
ruang anatara tubula – tubula seminiferus testis dibawah rangsangan
hormone perangsang sel interstisiil ( ICSH) dari hipofisis yang
sebenarnya adalah bahan yang sama dengan hormne luteinizing (LH).
Pengeluaran testoteron bertamabah dengan nyata pada masa pubertas dan
bertanggung jawab atas pengembangan sikap – sikap kelamin sekunder
yaitu pertumbuhan jenggut, sura lebih berat dan pembesaran genitalia.
B. Saluran Reproduksi
7
vesikula seminalis. Vas deferens panjangnya kurang lebih 4,5 cm
dengan diameter kurang lebih 2,5 mm.
3. Saluran ejakulasi
Merupakan saluran pendek yang menghubungkan kantung semen
dengan uretra. Saluran ini berfungsi untuk mengeluarkan sperma agar
masuk ke dalam uretra.
4. Uretra
Merupakan saluran panjang terusan dari saluran ejakulasi dan
terdapat di penis. Uretra berfungsi sebagai saluran kelamin untuk
mengeluarkan air mani dan air seni.
C. Kelenjar Kelamin
1. Vesikula seminalis
Vesikula seminalis sering juga di sebut dengan kandung mani yaitu
dua buah kelenjar tubuler yang terletak kanan dan kiri di belakang
leher kandung kemih. Salurannya bergabung dengan vasa defrentia,
untuk membentuk saluran eyakulator (ductus ejaculatorius
communis). Secret vesika seminalis adalah komponen pokok dari air
mani. Vasikula seminalis merupakan tempat untuk menampung
sperma sehingga disebut dengan kantung semen. Menghasilkan getah
berwarna kekuningan yang kaya akan nutrisi bagi sperma dan bersifat
alkali. Berfungsi untuk menetralkan suasana asam dalam saluran
reproduksi wanita. Vesikula seminalis menyumbangkan sekitar 60 %
total volume semen. Cairan tersebut mengandung mukus, gula
fruktosa (yang menyediakan sebagian besar energi yang digunakan
oleh sperma), enzim pengkoagulasi, asam askorbat, dan
prostaglandin.
2. Kelenjar Prostat
Kelenjar prostat merupakan kelenjar yang terbesar dan menghasilkan
getah putih yang bersifat asam. Besar kelenjar prostat kira-kira
sebesar buah walnut atau buah kenari besar. Kelenjar prostat
melingkari bagian atas uretra dan terletak di bagian bawah kantung
8
kemih. Cairan prostat bersifat encer dan seperti susu, mengandung
enzim antikoagulan, sitrat (nutrient bagi sperma), sedikit asam,
kolesterol, garam dan fosfolipid yang berperan untuk kelangsungan
hidup sperma.
9
Penyakit menular seksual adalah penyakit yang ditularkan terutama
melalui aktivitas atau kontak seksual. PMS juga dikenal sebagai istilah
infeksi menular seksual. Lima PMS yang paling dikenal adalah Clamydia,
Gonorhea, Sifilis, Herpes Genitalis, dan Kutil kelamin. Infeksi lain adalah
syankroid limfogranuloma venereum, granuloma inguinale, trikomoniasis,
virus imunodefisisensi manusia (HIV), hepatitis dan beberapa infeksi enterik
dan ektoparasitik. Jumlah PMS meningkatkan seiring agen-agen baru yang
terlibat dalam penularan penyakit secara seksual.
10
1. Bakteri
a) Chlamydia trachomatis
Klamidia, Limfogranuloma Venereum
b) Neisseria gonorrhoeae
c) Treponema pallidum Gonorea
d) Haemophilus ducreyi
Siphillis
e) Klebsiella granulomatis
2. Virus Syankroid
a) Herpes simplex virus
Granuloma Inguinale
b) Human papiloma virus
c) Human Immunodeficiency
Virus
3. Protozoa Herpes Genitalis
a) Trichomonas vaginalis Kandiloma akuminatum
4. Jamur
a) Candida albicans AIDS
5. Parasit
a) Pedikulosis pubis
Trikomoniasis
Kandidiasis
Kutu kemaluan
1. Klamidia
A. Patofisiologi Klamidia
12
2. Gonore
A. Patofisiologi Gonore
13
3. Sifilis
Sifilis (istilah lainnya raja singa) adalah PMS sistematik yang sangat
infeksius. Tidak seperti IMS lain, sifilis selalu menjadi penyakit sistemik.
Sifilis disebabkan oleh spirochaeta Treponema pallidum yang lembut dan
motil (bergerak sendiri). Walaupun T. pallidum tidak dapat bertahan lama
diluar tubuh, bakteri ini sangat infeksius. Transmisi seksual T. Pallidum
terjadi hanya jika terdapat lesi mukokutan dari sifilis primer dan
sekunder.
A. Patofisiologi Sifilis
1) Tahap primer
14
Manifestasi utama sifilis primer adalah timbulnya chancre genital.
Chancre adalah ulkus oval dengan tepi keras meninggi yang tidak
mudah berdarah dan tidak nyeri jika terinfeksi. Chancre
berkembang pada lokasi inokulasi, umumnya genitalia, anus, atau
mulut.
2) Tahap sekunder
Jika infeksi primer tidak tertangani, sifilis sekunder berkembang
6-8 bulan setelah infeksi. Berikut tahapannya:
a. Ruam generalisata. Secara khas timbul ruam makulopapuler
dan tidak gatal, ruam dapat timbul dimanapun, namun sering
timbul pada telapak tangan dan kaki, ruam sangat infeksius.
b. Limfadenopati generalisata. Tidak nyeri, diskret.
c. Bercak mukosa. Bercak abu abu superfisial timbul pada
membran mukosa mulut dan dapat diikuti nyeri tenggorokan
d. Condilomata lata. Papul pipih yang luas umumnya dapat
dibedakan dengan mudah dari pertumbuhan condilomata
akuminata (kutil kelamin) yang khas dengan dasar sempit dan
menggantung.
e. Manifestasi umum seperti flu, termasuk mual, anoreksia,
konstipasi, sakit kepala, suhu yang meninggi secara kronik,
dan nyeri otot, sendi, dan tulang.
f. Kerontokan rambut tidak merata pada alis dan kulit kepala
(alopesia)
3) Tahap Laten
Selama tahap ini, sifilis tidak infeksius kecuali melalui
penyebaran transplasenta/transfusi darah. Pada tahap ini, klien
seroreaktif (dengan tes darah +) namun tidak menunjukkan bukti
lain dari penyakit. Tahap laten ini berkembang selama 12 bulan
setelah infeksi.
4) Tahap tesier
Sifilis tersier berkembang dalam 1-35 tahun setelah infeksi
primer. Pada tahap ini pasien sudah mengalami komplikasi yang
15
irreversible dan sangat merusak, seperti inflamasi tulang dan
sendi kronis, masalah kardiovaskuler, lesi granulomatosa pada
bagian apapun dari tubuh, dan masalah mata, pendengaran, serta
sistem saraf pusat.
4. Herpes Genetalis
16
Manifestasi herpes genitalis umumnya terjadi 3 hingga 7 hari
setelah kontak. Pada awalnya, sensasi seperti terbakar (parestesia)
dirasakan pada lokasi inookulasi. Lalu, banyak vesikel kecil dengan
tepi eritematosa membentuk ulkus dangkal yang nyeri lalu berkrusta
dan menyembuh dengan parut dalam sekitar 2-4 minggu.
5. Syankroid
(Gambar Chancroid)
6. Limfogranuloma Venereum
17
(Gambar Limfogranuloma Venereum)
7. Granuloma Inguinale
9. AIDS
19
(Gambar Morfologi virus HIV)
AIDS adalah PMS viral yang berkembang dari infeksi HIV. Orang
dengan AIDS lebih rentan terhadap PMS lainnya. Sebaliknya, orang yang
terinfeksi dengan PMS, terutama dengan ulkus genitalia lebih rentan
terhadap infeksi HIV. HIV ini dapat bermutasi dan mengubah
tampilannya secara cepat. Terdapat dua tipe HIV, yaitu: HIV-1 yang
tersebar di seluruh dunia dan HIV-2 terutama di negara Afrika Barat
tetapi masih terisolasi pada dunia lain. HIV-1 juga bermutasi beberapa
kali yaitu menjadi: HIV-1 (kelompok M) yang merupakan virus utama
atau mayoritas dan HIV-1 (kelompok O) yang merupakan virus terpencil
atau minoritas.
HIV menginfeksi sel T helper (T4 limfosit, makrofag, dan sel B). Sel
T helper lebih mudah terinfeksi daripada sel sel lain. Berikut tahapannya:
20
h. Sel pejamu mati, dan tunas atau virus terbentuk. Virus baru sekarang
menginfeksi sel lain
10. Trikomoniasis
11. Kandidiasis
Kutu pada rambut kemaluan adalah serangga parasit kecil yang hidup
di antara rambut tubuh yang kasar, seperti rambut kemaluan. Kutu ini
bisa juga hidup dibulu ketiak, rambut tubuh, jenggot, alis,dan bulu mata.
Kutu ini memakan darah manusia dan hanya bisa merangkak dari rambut
ke rambut, tidak bisa melompat dari satu orang ke orang lainnya. Gejala
utama yang terjadi adalah rasa gatal pada bagian yang terinfeksi dan
terjadinya peradangan atau iritasi akibat garukan penderita.
21
2.2.3. Cara Penularan Penyakit Menular Seksual
22
1. Mendidik masyarakat untuk menjaga kesehatan dan hubungan seks yang
sehat, pentingnya menunda usia aktivitas hubungan seksual, perkawinan
monogami, dan mengurangi jumlah pasangan seksual.
Menurut WHO (2003), penanganan pasien PMS terdiri dari dua cara,
bisa dengan penaganan berdasarkan kasus (case management) ataupun
penanganan berdasarkan sindrom (syndrome management). Penanganan
berdasarkan kasus yang efektif tidak hanya berupa pemberian terapi
antimikroba untuk menyembuhkan dan mengurangi infektifitas mikroba,
tetapi juga diberikan perawatan kesehatan reproduksi yang komprehensif.
Sedangkan penanganan berdasarkan sindrom didasarkan pada identifikasi
dari sekelompok tanda dan gejala yang konsisten, dan penyediaan
pengobatan untuk mikroba tertentu yang menimbulkan sindrom.
23
3. Pengobatan herpes genital: asiklovir, famsiklovir, valasiklovir (Wells et
al, 2003).
4. Pengobatan klamidia: azithromisin, doksisiklin, eritromisin (Wells et al.,
2003).
5. Pengobatan trikomoniasis: metronidazole (Wells et al., 2003).
Seorang wanita hamil dengan PMS juga mungkin memeiliki onset awal
persalinan, prematur, pecahnya ketuban yang mengelilingi bayi dalam rahim,
dan infeksi rahim setelah melahirkan. Efek bahaya PMS pada bayi antara
lain: bayi lahir mati, BB lahi rendah, konjungtivitis, dll.
24
1. Harga diri rendah
2. Nyeri
3. Ketidakefektifan pola seksual
4. Ansietas
A. Faktor Fisik
Faktor fisik yang sering mengganggu seks pada usia tua sebagian
karena penyakit-penyakit kronis yang tidak jelas terasa atau tidak
diketahui gejalanya dari luar. Makin tua usia makin banyak orang yang
gagal melakukan koitus atau senggama (Tobing, 2006). Kadang-kadang
penderita merasakannya sebagai gangguan ringan yang tidak perlu
diperiksakan dan sering tidak disadari (Raymond Rosen., et al, 1998).
B. Faktor Psikologi
27
2.3.4. Klasifikasi Disfungsi Seksual
28
Penurunan hasrat seksual pada pria dapat disebabkan karena 2 faktor,
yang pertama yaitu pertambahan usia dan penggunaan obat-obatan yang
mengurangi libido.
29
Disfungsi ereksi dapat disebabkan oleh diabetes melitus. Hal ini
dikarenakan diabetes melitus dapat menyebabkan terjadinya :
C. Gangguan Ejakulasi
30
ED merupakan disfungsi seksual terbanyak yang dijumpai di
klinik, melampaui DE. Survei epidemiologi di AS menunjukkan
sekitar 30 persen pria mengalami ED.
Ada beberapa teori penyebab ED, yang dapat dibagi menjadi dua
bagian, yaitu penyebab psikis dan penyebab fisik. Penyebab fisik
berkaitan dengan serotonin. Pria dengan 5-HT rendah mempunyai
ejaculatory threshold yang rendah sehingga cepat mengalami
ejakulasi. Penyebab psikis ialah kebiasaan ingin mencapai orgasme
dan ejakulasi secara tergesa-gesa sehingga terjadinya ED (Pangkahila,
2006).
2) Ejakulasi Terhambat
3) Ejakulasi Retrogade
1. Disfungsi seksual
2. Ansietas
3. Ketidakefektifan pola seksual
4. Harga diri rendah
5. Gangguan identitas pribadi
2.4.2. Klasifikasi
1. Kanker Penis
2) Hygiene
Tidak ada banyak bukti mengenai hubungan hygiene dengan
kanker penis. Penelitian mengenai kanker serviks di Punjab, India
dimana merupakan keganasan yang biasa terjadi pada wanita,
Nagpal et al. berdalil “ Yang merupakan faktor agen umum
karsinogenik yaitu virus atau biokimia (smegma), bisa jadi
hygiene merupakan faktor yang bertanggung jawab dalam
tingginya kejadia karsinoma penis pada pria dan karsinoma
serviks pada wanita. Namun, van Howe dan Hodges menemukan
bahwa tidak ada penelitian yang mendukung hipotesis bahwa
smegma bersifat karsinogenik. Penelitian bertentangan dengan
yang lain yang dilakukan oleh O’Farrell yang mengatakan bahwa
ada ada hubungan yang potensial antara tindakan sunat dengan
hygiene penis. Genital yang buruk hygienenya umumnya lebih
terlihat pada pria yang tidak disunat (26%) daripada yang pria
yang disunat (4%). Frisch et al mengindikasikan adanya
penurunan angka kejadian kanker penis di Denmark bisa jadi
dikarenakan tindakan hygiene yang benar, dan memperbaiki
instalasi sanitasi di Negara itu. Denmark hadir sebagai Negara
pertama yang memiliki institusi kesehatan masyarakat guna
mencegah kondisi yang berhubungan dengan kanker.
34
3) Phimosis
Kata phimosis berasal dari bahasa Yunani yang didefinisikan
sebagai keadaan dimana ujung preputium (kulit luar penis)
mengalami penyempitan sehingga tidak dapat ditarik kea rah
proximal (bawah) melewati glans (kepala penis) yang biasanya
dapat mengakibatkan obstruksi air seni. Apabila pada tahun-tahun
pertama kehidupan, ini merupakan keadaan fisiologis dan
bertahan hingga masa remaja. Paling umum phimosis yang
didapat yakni akibat inflamasi kronik, balanopositis, trauma
berkelanjutan. Angka kejadian phimosis diantara pria yang tidak
disunat yakni berada pada range 8-23%. Penelitian kasus
kesehatan komunitas oleh Tseng et al. melaporkan bahwa 100
kasus yang sama terjadi Los Angeles. Dimana ada hubungan yang
kuat antara phimosis dengan kanker penis dan phimosis neonatus.
4) Infeksi
Balanitis dan posthitis merupakan infeksi yang terjadi pada glans
(kepala penis) dan kulup zakar. Infeksi ini terjadi karena kepala
penis yang tidak bersih, dan adanya penumpukan secret, yang
mana infeksi ini akan menyebabkan adesi dan fibrosis.
Penumpukan secret (smegma) dapat membentuk kalkuli pada
kulup zakar yang meningkatkan resiko karsinoma penis.
5) Merokok
Pada kasus epidemiologi, adanya keterkaitan merokok dengan
kejadian kanker penis. Penelitian oleh Dillner et al.
mengidentifikasi ada kaitan yang jelas antara merokok dan kanker
penis. Terdapat hubungan yang signifikan antara merokok atau
memakan tembakau dan karsinoma penis.
Kanker penis biasanya dimulai sebagai lesi kecil pada glans atau
kepala penis. Kanker penis berkisar dari putih-abu-abu, tidak teratur,
exophytic, massa endofit datar dan ulserasi. Sel kanker berangsur-
35
angsur tumbuh secara lateral di sepanjang permukaan penis dan bisa
menutupi seluruh kelenjar serta preputium sebelum menyerang
corpora dan keseluruhan batang penis. Semakin luas lesi, semakin
besar kemungkinan invasi lokal dan metastasis nodal. Kanker penis
mungkin papilari dan exophytic atau datar serta ulseratif. Jika kanker
penis ini tidak diobati secara dini makan dapat terjadi autoamputasi.
1. Limfografi
Pemeriksaan ini sangat membantu dalam mendiagnosa, umumnya
tidak dijadikan pemeriksaan rutin. Pemeriksaan dapat melalui
punggung kaki, bagian penih, kelenjar getah bening sperma untuk
melakukan pengambilan gambar.
2. BUSG
36
Pemeriksaan ini berguna untuk memastikan hati, rongga perut
dengan atau tanpa metastasis
3. CT scan dan MRI
Pemeriksaan ini digunakan untuk memeriksa adanya metastasis
bagian peritoneum dan organ lain
4. Tes lain (Biopsi)
Diagnosis ditegakkan melalui pemeriksaan patologi dari biopsy
pada lesi primer. Biopsy merupakan standar metode diagnose sel
karsinoma skuamosa penis. Untuk lesi yang lebih kecil dan
terbatas dapat dilakukan biopsy eksisi. Biopsy memberikan
informasi yang berguna pada klasifikasi stadium dari jaringan
penyakit.
1. Pembedahan
Pembedahan merupakan terapi yang paling sering dilakukan
untuk kanker penis pada berbagai stadium. Kanker diangkat
dengan salah satu cara berikut ini:
a) Eksisi lokal luas untuk membuang kanker dan sebagian
jaringan normal tubuh disekitarnya.
b) Amputasi penis, di mana sebagian atau keseluruhan penis
diangkat. Tindakan ini merupakan tindakan yang paling sering
dan paling efektif untuk terapi kanker penis. Pada amputas
penis sebagian (penektomy parsial), sebagian dari penis
diangkat melalui pembedahan. Biasanya penektomy parsial
dilakukan jika tumor terbatas pada area kecil di ujung penis.
Pada stadium lanjut dilakukanpenektomi total (keseluruhan
penis diangkat) disertai uretrostomi (pembuatan lubang uretra
baru di daerah perineum). Kelenjar getah bening pada daerah
selangkangan dapat ikut diambil pada saat pembedahan.
37
2. Kemoterapi
Kemoterapi dilakukan dengan mengkonsumsi obat-obat yang
dapat membunuh sel-sel kanker. Krim Fluorouracil (salah satu
obat kemoterapi yang dipakai dengan mengoleskan pada
permukaan kulit penis) kadang digunakan untuk kanker penis
yang hanya mengenai area sangat kecil pada penis. Obat
kemoterapi juga dapat diberikan secara suntikan melalui
pembuluh darah atau diminum (per oral). Kemoterapi juga bisa
dilakukan sebagai tambahan terapi pada pengangkatan tumor.
2. Kanker Prostat
38
(Gambar Kanker Prostat)
39
Kanker prostat terjadi ketika tingkat kematian sel dan
pembelahan sel tidak lagi sama,menyebabkan pertumbuhan tumor
yang tidak terkendali.Setelah transformasi awal,terjadi mutasi banyak
gen,termasuk gen p53 dan retinoblastoma dapat menyebabkan
perkembangan tumor dan metastasis.Sebagian besar (95%) kanker
prostat adalah adenocarsinoma. Sekitar 40% kanker prostat memiliki
morfologi sel transisional dan diperkirakan berasal dari lapisan
urothelial dari uretra prostat. Hanya sedikit kasus morfologi
neuroendokrin. Saat ini, mereka diyakini berasal dari sel-sel induk
neuroendokrin biasanya terdapat di prostat atau dari program
diferensiasi menyimpang selama transformasi sel.
40
malignansi. Pengujian PSA secara rutin digunakan untuk
memantau respons pasien terhadap terapi kanker dan untuk
mendeteksi kemajuan local serta kekambuhan dini kanker prostat.
2) Digital Rectal Exam dapat mempalpasi adanya nodul
3) Transrectal ultrasound telah digunakan untuk mengidentifikasi
kanker prostat dan menentukan stadium kanker. Pemeriksaan
transrectal ultrasound digunakan bagi pasien pria yang mengalami
kenaikan kadar PSA dan temuan DRE abnormal. Pemeriksaan
transrectal ultrasound membantu dalam mendeteksi kanker prostat
yang tidak terpalpasi dan membantu dalam pentahapan kanker
prostat setempat. Biopsy jarum pada prostat umumnya dipandu
oleh ultrasound.
4) MRI untuk mengidentifikasi adanya lesi pada prostat dan
penyebaran ke jaringan-jaringan sekitar prostat atau ke nodus
limfe.
5) Pemeriksaan Biopsy untuk mengidentifikasi tipe sel kanker.
6) Alkaline Phosphatase menggambarkan adanya peningkatan
metastasis ke tulang.
1) Radical Prostatectomy
Operasi radiasi dalam upaya melibatkan pengangkatan seluruh
kelenjar prostat baik luar kapsul, vesikal seminal, bagian vas
deferens, dan kandung kemih. Upaya ini dapat menimbulkan
komplikasi antara lain perdarahan, infeksi, inkontinensia urin,
disfungsi ereksi, trauma rektal, kerusakan sfingter anal,
inkontinensia feses.
2) Cryosurgical Ablation
Tindakan ini mengharuskan ahli bedah menggunakan pedoman
TRUS untuk memasukkan cryopobes ke dalam area prostat yang
diinginkan untuk selanjutnya dibekukan dan menghancurkan
jaringan kanker. Selang hangat pada uretra akan menjaga jaringan
41
uretra dari kebekuan. Komplikasi yang ditimbulkan dari tindakan
ini antara lain inkontinensia urin dan disfungsi ereksi.
3) Terapi radiasi
Pada pria yang tidak dapat dilakukan prostatektomi radikal karena
keadaan tertentu dan kondisi medis yang tidak mendukung, dapat
dilakukan radioterapi eksternal dengan atau tanpa implantasi
radiasi interstisial, dengan hasil remisi jangka panjang, dengan
angka harapan bebas penyakit yang sama besarnya dengan
prostatektomi radikal stadium A,B1, B2, T1, dan T2. Iritasi
kandung kemih dan uretra karena terapi radiasi dapat
mengakibatkan nyeri saat BAK dan ejakulasi.
3. Kanker Testis
42
Saat ini belum diketahui faktor yang menjadi penyebab
terjadinya kanker testis, adanya faktor bawaan dan didapat
merupakan faktor yang dikaitkan dengan penyakit ini dan
kriptokidisme merupakan faktor terkuat yang diduga menjadi
penyebab kanker testis. Faktor resiko tertinggi terjadinya kanker testis
adalah adanya testis intra abdomen yang diakibatkan oleh
undescensus testis ( 1 kasus dari 20 kasus undescensus testis ).
Sementara itu tindakan orchiopeksi tidak merubah potensi terjadinya
keganasan testis pada kasus kriptokidisme.
1) Faktor Congenital
a) Kriptokidisme
Dari suatu penelitian yang dilakukan Grove ( 1954 )
memperlihatkan bahwa 7-10% pasien dengan kanker testis
memiliki riwayat kriptokidisme sebelumnya. Whiteker
( 1970 ) dan Mostofi ( 1973 ) mengemukakan 5 keadaan yang
dianggap kriptokidisme menjadi penyebab terjadinya tumor
testis yaitu :
1) Morfologi sel germinal yang abnormal.
2) Peningkatan temperatur tempat testis berada
( intraabdomen atau spermatic cord).
3) Gangguan aliran darah.
4) Kelainan fungsi endokrin.
43
b) Disgenesis Kelenjar Gonad (Maldesensus Testis).
Insiden pasti kasus kriptokidisme belum diketahui, ini
dikarenakan seringkali data pasien dengan kriptokidisme
bercampur dengan data pasien dengan testis retraktil. Dari
suatu penelitian serial oleh Scorer dan Ferrington (1971)
didapatkan hasil kasus kriptokidisme pada neonatus sebesar
4,3%, pada bayi dan anak-anak 0,8% dan pada orang dewasa
sebesar 0,7%. Gilbert dan Hamilton (1940) melaporkan 7000
pasien dengan kanker testis dan mendapatkan 12% (840
pasien) dari mereka memliki riwayat kriptokidisme.
Henderson dkk (1979) menyimpulkan bahwa pria dengan
riwayat kriptokidisme memiliki resiko3-14 kali untuk terkena
kanker testis dibanding pria tanpa riwayat kriptokidisme.
Campbell ( 1942 ) megemukakan penelitiannya bahwa 25%
pasien dengan kriptokidisme bilateral dan akhirnya menjadi
kanker testis memiliki resiko yang besar untuk terkena tumor
sel germinal testis untuk kedua kalinya pada testis sisi yang
lain.
44
demikian peran atrofi testis sebagai faktor penyebab
terjadinya kanker testis masih merupakan spekulasi.
45
diagnostic lainnya mencakup urografi intravena untuk mendeteksi
segala bentuk penyimpangan uretral yang disebabkan oleh massa
tumor, limfangiografi untuk mengkaji keluasan penyebaran tumor ke
sistem limfatik, dan pemindai CT dada dan abdomen untuk
menentukan keluasan penyakit dalam paru-paru dan retroperineum.
a) Seminoma
1) Stadium I : radioterapi ke kelenjar getang bening abdominal.
2) Stadium II : radioterapi ke kelenjar getah bening abdominal.
3) Stadium III : kemoterapi (bleomisin, etoposid, sisplatin).
1. Nyeri akut
2. Intoleran aktivitas
3. Gangguan citra tubuh
4. Kerusakan integritas kulit
46
47
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN PADA GANGGUAN SISTEM REPRODUKSI PRIA
3.1 Pengkajian
A. Identitas Klien
B. Keluhan Utama
a) PMS
Rasa gatal yang hebat sepanjang alat kelamin, rasa sakit yang hebat pada
saat kencing, penurunan BB yang drastis demam serta berkeringat malam.
b) Difungsi Seksual
Kekurangan minat untuk seks dan terlibat dalam aktivitas seksual cukup
jarang, fantasi seksual atau pikiran hampir tidak ada pada individu tersebut
bersama dengan penurunan keinginan untuk memulai pengalaman seksual.
c) Tumor
Mengalami kesulitan berkemih dan sering merasa tidak nyaman pada
perineal dan rektal, penurunan BB yang cukup signifikan.
a) PMS
Bintil-bintil berisi cairan, lecet atau borok pada penis/alat kelamin, adanya
kutil atau tumbuh daging seperti jengger ayam. Kencing nanah atau darah
yang berbau busuk, bengkak panas dan nyeri pada pangkal paha yang
kemudian berubah menjadi borok.
b) Disfungsi Seksual
48
Frekuensi berhubungan menurun, sensitif terhadap topik seputar seks,
perubahan pada tingkat kepuasan.
c) Tumor
Pendarahan atau keluarnya zat cair dari tubuh, adanya perubahan bentuk,
ukuran, atau penampilan kulit, sakit atau luka lama yang tidak sembuh –
sembuh, adanya perubahan atau gangguan ketika buang air besar atau kecil,
kehilangan berat badan secara tidak terduga.
a) PMS
Hubungan seksual dengan pasangan yang tertular, hubungan seksual yang
tidak aman, pernah terkena PMS sebelumnya
b) Disfungsi Seksual
Riwayat infeksi traktusurinarius, batu, dan urologi atau pelvis, riwayat nyeri
pinggang, trauma punggung, atau operasi tulang belakang.
c) Tumor
Tanyakan kepada klien apakah klien pernah mengalami kriptorkismus,
infeksi testis, epididimitis dan tumor testis sebelumnya.
E. Riwayat Pengobatan
a) PMS
Klien pernah mendapat pengobatan penyakit PMS dan telah dinyatakan
sembuh sebelumnya
b) Disfungsi Seksual
Klien pernah mendapat pengobatan dan terapi psikologis sebelumya
c) Tumor
Klien pernah menjalani operasi pengangkatan tumor sebelumnya
a) PMS
Tanyakan pada keluarga apakah ada anggota keluarga yang menderita
penyakit yang sama.
49
b) Disfungsi Seksual
Tanyakan pada keluarga apakah ada anggota keluarga yang menderita
penyakit yang sama.
c) Tumor
Tanyakan pada keluarga apakah ada anggota keluarga yang menderita
penyakit yang sama. Kaji adanya riwayat kanker pada keluarga.
G. Riwayat Kebiasaan
a) PMS
Sering berganti-ganti pasangan, hubungan seksual yang tidak aman.
b) Disfungsi Seksual
Kebiasaan merokok, alkohol.
c) Tumor
Merokok, hygiene genitalia yang buruk.
H. Pemeriksaan Penunjang
a) PMS:
Tes darah lengkap.
Tes urine lengkap.
Anti HIV.
VDRL.
TPHA.
Kulturlendir / swab organ intim.
Parasitologi = trikomonasdll.
Tes TORCH = IgG dan IgM herpes simplek.
b) Disfungsi Seksual
Pemeriksaan darah lengkap atau Complete Blood Count (CBC). Dari
hasil pemeriksaan akan diketahui kondisi medis yang mungkin saja
terjadi seperti anemia, yaitu kondisi yang disebabkan oleh rendahnya
jumlah sel darah merah yang dapat menyebabkan kelelahan yang pada
gilirannya dapat menimbulkan disfungsi ereksi.
50
Tes fungsi hati dan ginjal. Tes ini akan menunjukkan apakah ada
masalah dengan ginjal atau hati yang menyebabkan disfungsi ereksi.
Tes lemak. Tes ini mengukur kadar lipid seperti kolesterol dalam darah.
Tingginya kadar lipid tertentu adalah petunjuk terjadinya aterosklerosis,
yaitu suatu kondisi dimana pembuluh darah mengeras, yang dapat
mempengaruhi sirkulasi darah di penis.
Tes fungsi tiroid. Masalah tiroid dapat menyebabkan atau berkontribusi
terhadap disfungsi ereksi.
Tes hormon. Bertujuan untuk mengukur kadar hormon testosterone atau
tingkat prolaktin untuk mencari tahu kemungkinan adanya gangguan
pada hormon ini.
Urinalisis. Analisis urin dapat memberikan informasi tentang protein dan
gula dalam urin. Dari analisis terhadap urin dapat diketahui adanya zat
tertentu yang berhubungan dengan penyakit diabetes atau penyakit
ginjal, yang dapat menyebabkan disfungsi ereksi.
c) Tumor
Biopsi
Biopsi harus dilakukan dari tetis yang didekati melalui sayatan inguinal.
Testis diinspeksi dan dibuat biopsi insisi setelah funikulus ditutup
dengan jepitan klem untuk mencegah penyebaran limfogen atau
hematogen. Tidak boleh diadakan biopsi langsung melalui kulit skrotum
karena bahaya pencemaran luka bedah dengan sel tumor dengan
implantasi lokal atau penyebaran ke regio inguinal. Bila ternyata ganas
dilakukan orkidektomi, yang disusuli pemeriksaan luas untuk
menentukan jenis tumor, derajat keganasan dan luasnya penyebaran.
CT scan Thoraksdan abdomen
Penanda tumor pada karsinoma testis germinal
o (Alfa Feto Protein) adalah suatu glikoprotein yang diproduksi oleh
karsinoma embrional, teratokarsinoma atau tumor yolk sac, tetapi
tidak diproduksi oleh koriokarsinoma murni dan seminoma murni.
Penanda tumor ini mempunyai masa paruh 5-7 hari.
51
o HCG (Human Chorionic Gonadotropin) adalah suatu glikoprotein
yang pada keadaan normal diproduksi oleh jaringan trofoblas.
Penanda tumor ini meningkat pada semua pasien koriokarsioma,
pada 40%-60% pasien karsinoma embrional, dan 5%-10% pasien
seminoma murni. HCG mempunyai waktu paruh 24-36 jam.
Ultrasonografi
Pemeriksa ultrasonografi yang berpengalaman dapat membedakan
dengan jelas lesi intra atau ekstratestikuler dan masa padat atau kistik,
namun ultrasonografi tidak dapat memperlihatkan tunika albuginea,
sehingga tidak dapat dipakai untuk menentukan penderajatan tumor
testis.
CT Scan
Berbeda halnya dengan ultrasonografi, MRI dapat mengenali tunika
albuginea secara terperinci sehingga dapat dipakai untuk menentukan
luas ekstensi tumor testis. Pemakaian CT scan berguna untuk
menentukan ada tidaknya metastasis pada retroperitoneum. Sayangnya
pemeriksaan CT tidak mampu mendeteksi mikrometastasis pada kelenjar
limfe retroperitoneal.
3.3 Intervensi
54
obatan nyeri atau
sejalan dengan terapi
lainnya dengan tepat
Harga diri rendah a. Adaptasi terhadap Pengurangan kecemasan
1. Gunakan pendekatan
situasional berhubungan disabilitas fisik
b. Citra tubuh yang tenang dan
dengan gangguan fungsi
meyakinkan
Setelah dilakukan tindakan 2. Dengarkan klien
Domain 6. Persepsi diri
keperawatan 2x24 jam, 3. Puji/ kuatkan perilaku
Kelas 2. Harga diri
diharapkan klien tidak yang baik secara tepat
Kode 00120 4. Ciptakan atmosfer rasa
mengalami harga diri
aman untuk
rendaah situasional dengan
meningkatkan
kriteria hasil :
kepercayaan
5. Bantu klien
1. Klien mampu
mengidentifikasi situasi
Menyampaikan secara
yang memicu
lisan kemampuan untuk
kecemasan
menyesuaikan terhadap
Peningkatan harga diri
disabilitas 1. Monitir pernyatan klien
2. Klien dapat
mengenai harga diri
Beradaptasi terhadap 2. Bantu pasien untuk
keterbatasan secara menemukan
fungsional penerimaan diri
3. Klien dapat 3. Bantu pasien untuk
Mengidentifikasi mengidentifikasi respon
rencana untuk positif dari orang lain
4. Bantu pasien untuk
memenuhi aktivitas
menerima presepsi
kehidupan harian
4. Klien dapat negatif terhadap dirinya
5. Monitor tingkat harga
Menggunakan sistem
diri dari waktu
dukungan personal
5. Klient dapat menerima kewaktu, dengan tepat
6. Buat pernyataan positif
kesesuaian antara
mengenai pasien
realita tubuh dan ideal
tubuh dengan
penampilan tubuh
Gangguan identitas pribadi a. Penampilan peran Pengajaran : seksualitas
55
berhubungan dengan krisis b. Identitas seksual 1. Jelaskan anatomi dan
situasi fisiologi dari
Setelah dilakukan tindakan
reproduksi manusia
Domain 6. Persepsi diri keperawatan 2x24 jam, 2. diskusikan tekanan
Kelas 1. Konsep diri diharapkan klien tidak sebaya dan sosial
Kode 00121 mengalami Gangguan terkait dengan aktivitas
identitas pribadi dengan seksual
kriteria hasil : 3. eksplorasi arti peran
seksual
6. Klien dapat 4. diskusikan perilaku
mendeskripsikan seksual dan cara cara
perubahan peran akibat yang tepat untuk
penyakit atau mengungkapkan
kecacatan perasaan dan kebutuhan
7. Klien dapat melakukan
seseorang
peran sesuai harapan 5. tingkatkan tanggung
8. Klien dapat
jawab terhadap perilaku
menegaskan diri
seksual
sebagai makhluk 6. tingkatkan harga diri
seksual melalui pemodelan
9. Klien dapat
peran sebaya dan
menginegrasikan
bermain peran
orientasi seksual dalam
peran kehidupan
3.4 Evaluasi
56
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
4.2 Saran
57
DAFTAR PUSTAKA
Ady, Novery. 2012. Anatomi dan Fisiologi Sistem Reproduksi Pria. Diakses pada 30
Agustus 2017 pukul 08.29 WIB. https://id.scribd.com/doc/78714336/Anatomi-
Dan-Fisiologi-Sistem-Reproduksi-Pria
Anurogo, Dito. 2012. Ejakulasi Dini, CDK-199/ vol. 39 no. 11, th. 2012. Jakarta :
Cermin Dunia Kedokteran.
Aputra, Yadnya. 2015. Anatomi dan Fisiologi Sistem Reproduksi Pria. Diakses pada 30
Agustus 2017 pukul 08.30 WIB. https://id.scribd.com/doc/270139692/Anatomi-
Dan-Fisiologi-Sistem-Reproduksi-Pria
Bulechek, Gloria M, et al.2013. Nursing Interventions Classification (NIC) 6th ed. St.
Louis, Missouri : Mosby, an imprint of Elsevier Inc.
Kshasyifa. 2013. Anatomi Fisiologi Reproduksi Pria. Diakses pada 30 Agustus 2017
pukul 08.37 WIB. https://id.scribd.com/doc/133700376/Anatomi-Fisiologi-
Reproduksi-Pria
Smeltzer, Suzanne C. dan Bare, Brenda G. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal
Bedah Brunner dan Suddarth (Ed.8, Vol. 2,3). Jakarta : EGC
58