You are on page 1of 12

PERCOBAAN 2

ANALISIS KUANTITATIF SEDIAAN FARMASI ASPIRIN DENGAN


METODE SPEKTROFOTOMETRI UV-SINAR TAMPAK

I. Tujuan Percobaan
a. Dapat melakukan analisis kualitatif zat aktif (Aspirin) dengan metode
spektrofotometri UV- Visible
b. Dapat melakukan analisis kuantitatif zat aktif (Aspirin) dengan metode
spektrofotometri UV- Visible
c. Dapat menyimpulkan mutu Aspirin dengan spektrofotometri UV-Visible
dan hasil penetapan kadar zat aktif
II. Teori Dasar
2.1 Spektrofotometri UV-Visible
Spektrofotometri sesuai dengan namanya adalah alat yang terdiri dari
spektrofotometer dan fotometer. Spektrofotometri menghasilkan sinar dan
spektrum dengan panjang gelombang dan fotometri adalah alat pengukur
intensitas cahaya yang ditransmisikan atau diabsorbsi. Jadi spektrofotometri
digunakan untuk mengukur energi secara relatif jika energi tersebut
ditransmisikan, direfleksikan atau diemisikan sebagai fungsi dari panjang
gelombang (Khopkar, 1990: 325).
Beberapa pengertian istilah dalam spektrofotometri:
1. Kromofor, adalah suatu gugus atom yang menyebabkan terjadinya
absorpsi cahaya.
2. Auksokrom, adalah suatu gugus atom yang apabila terikat kepada suatu
kromofor akan menambah panjang gelombang dan intensitas resapan
maksimum (absorbans) ke arah panjang gelombang yang lebih panjang.
3. Efek batokromik, adalah pergeseran panjang gelombang resapan
maksimum kearah panjang gelombang lebih panjang. Disebut juga Red
Shift Effect.
4. Efek hipsokromik, adalah pergeseran panjang gelombang yang lebih
pendek. Disebut juga Blue Shift Effect.
5. Efek hipokromik, adalah pergeseran intensitas resapan kearah intensitas
yang lebih kecil.
6. Efek hiperkromik, adalah pergeseran intensitas resapan ke arah intensitas
yang lebih besar.

(Silverstein, 1986).

Hal–hal yang harus diperhatikan dalam analisis spektofotometri


ultraviolet:
1. Pemilihan Panjang Gelombang Maksimum
Panjang gelombang yang digunakan untuk analisis kuantitatif adalah
panjang gelombang dimana terjadi serapan maksimum. Untuk
memperoleh panjang gelombang serapan maksimum, dilakukan
dengan membuat kurva hubungan antara absorbansi dengan panjang
gelombang dari suatu larutan baku pada konsentrasi tertentu.
2. Pembuatan Kurva Kalibrasi
Dibuat seri larutan baku dari zat yang akan dianalisis dengan berbagai
konsentrasi. Masing – masing absorbansi larutan dengan berbagai
konsentrasi diukur, kemudian dibuat kurva yang merupakan hubungan
antara absorbansi dengan konsentrasi. Bila hukum Lambert-Beer
terpenuhi maka kurva kalibrasi berupa garis lurus.
3. Pembacaan Absorbansi Sampel
Absorbansi yang terbaca pada spektrofotometer hendaknya antara 0,2
sampai 0,8 atau 15 % sampai 70% jika dibaca sebagai transmitans.
Anjuran ini berdasarkan anggapan bahwa pada kisaran nilai
absorbansi tersebut kesalahan fotometrik yang terjadi adalah paling
minimal (Rohman, 2007).
2.2 Prinsip Kerja Spektrofotometri UV-Visible
Prinsip dari spektrofotometer UV-Vis adalah penyerapan sinar
tampak untuk ultra violet dengan suatu molekul dapat menyebabkan
terjadinya eksitasi molekul dari tingkat energi dasar (ground state)
ketingkat energi yang paling tinggi (excited stated). Pengabsorbsian sinar
ultra violet atau sinar tampak oleh suatu molekul umumnya
menghasilkan eksitasi elektron bonding, akibatnya panjang absorbsi
maksimum dapat dikolerasikan dengan jenis ikatan yang ada didalam
molekul. (Sumar, 1994 : 155).
Spektrofotometer UV-Vis dapat digunakan untuk mengukur
serapan cahaya pada daerah UV (200-350 nm) dan darah sinar tampak
(350-800 nm). Prinsip dasar analisis kuantitatif adalah hukum Lambert
Beer.

A= -logT=ε.b.C=a.b.C

Spektrofotometri UV-Vis bisa digunakan untuk uji kuantitatif


dan kualitatif. Dalam setiap analisis kuantitatif perlu dilakukan langkah
langkah utama dan baku yaitu:
1. Pembentukan warna (untuk pengukuran dengan sinar tampak) dan zat
yang tidak berwarna atau warnanya kurang kuat.
2. Penentuan panjang gelombang maksimum.
3. Pembuatan kurva kalibrasi.
2.3 Komponen Spektrofotometri UV-Visible
Komponen-komponen UV-Vis terdiri dari sumber radiasi yang stabil dan
berkelanjutan (kontinyu); sistem lensa, cermin dan celah untuk membatasi,
membuat paralel dan memfokuskan berkas sinar; monokromator untuk
menyeleksi sinar menjadi lamda tertentu (sinar monokromatis); kontainer atau
tempat sampel yang transparan biasa disebut dengan sel atau kuvet; detektor
yang dirangkaikan dengan readout atau piranti baca untuk menangkap sinyal dari
sinar yang masuk sesuai dengan intensitas cahayanya dan ditampilkan pada layar
readout. Berikut skema komponen spektrofotometer:

Komponen-komponen peralatan spektrofotometer UV-Vis dijelaskan


secara garis besar sebagai berikut:
1. Sumber Cahaya
Sumber cahaya yang digunakan dapat berasal dari UV dan Visible.
Pada sinar UV adalah deuterium (200-350 nm). Sedangkan pada sinar
Visible adalah tungsten/wolfram (350-800 nm).
2. Monokromator
Radiasi yang diperoleh dari berbagai sumber radiasi adalah sinar
polikromatis (banyak panjang gelombang). Monokromator berfungsi
untuk mengurai sinar tersebut menjadi monokromatis sesuai yang
diinginkan. Monokromator terbuat dari bahan optic yang berbentuk
prisma.
3. Tempat Sampel (Kuvet)
Dalam bahasa sehari-hari tempat sampel (sel penyerap) dikenal dengan
istilah kuvet. Kuvet ada yang berbentuk tabung (silinder) tapi ada juga
yang berbentuk kotak. Syarat bahan yang dapat dijadikan kuvet adalah
tidak menyerap sinar yang dilewatkan sebagai sumber radiasi dan tidak
bereaksi dengan sampel dan pelarut.
4. Detektor
Detektor berfungsi untuk mengubah tenaga radiasi menjadi arus listrik
atau peubah panas lainnya dan biasanya terintegrasi dengan pencatat
(printer). Tenaga cahaya yang diubah menjadi tenaga listrik akan
mencatat secara kuantitatif tenaga cahaya tersebut (Skoog, 1995).
2.4 Tipe Instrumen Spektrofotometer
Pada umumnya terdapat dua tipe instrumen spektrofotometer,
yaitu single-beam dan double-beam.
Single-beam instrument
Single-beam instrument dapat digunakan untuk kuantitatif dengan mengukur
absorbansi pada panjang gelombang tunggal. Single-beam
instrument mempunyai beberapa keuntungan yaitu sederhana, harganya
murah, dan mengurangi biaya yang ada merupakan keuntungan yang nyata.
Beberapa instrumen menghasilkan single-beam instrument untuk pengukuran
sinar ultra violet dan sinar tampak. Panjang gelombang paling rendah adalah
190 sampai 210 nm dan paling tinggi adalah 800 sampai 1000 nm (Skoog, DA,
1996).
Double-beam instrument
Double-beam dibuat untuk digunakan pada panjang gelombang 190 sampai
750 nm. Double-beam instrument dimana mempunyai dua sinar yang dibentuk
oleh potongan cermin yang berbentuk V yang disebut pemecah sinar. Sinar
pertama melewati larutan blangko dan sinar kedua secara serentak melewati
sampel, mencocokkan fotodetektor yang keluar menjelaskan perbandingan
yang ditetapkan secara elektronik dan ditunjukkan oleh alat pembaca (Skoog,
DA, 1996).
Kelebihan dan Kekurangan Spektrofotometri
Kelebihan Spektrofotometer UV/VIS
- Panjang gelombang dari sinar putih dapat lebih terseleksi
- Caranya sederhana
- Dapat menganalisa larutan dengan konsentrasi yang sangat kecil.
Kekurangan Spektrofotometer UV/VIS
- Absorbsi dipengaruhi oleh pH larutan, suhu dan adanya zat pengganggu dan
kebersihan dari kuvet
- Hanya dapat dipakai pada daerah ultra violet yang panjang gelombang >185
nm
- Pemakaian hanya pada gugus fungsional yang mengandung elektron valensi
dengan energy eksitasi rendah.
Sinar yang dipakai harus monokromatis (Maramis, 2013).

Syarat senyawa yang dapat diukur oleh spektrofotometri:


- Harus berbentuk larutan
- Senyawa harus memiliki gugus kromofor, gugus pembawa warna
- Memiliki ikatan rangkap terkonjugasi (Maramis, 2013).

2.5 Aspirin (Asam Asetil Salisilat)


Obat anti radang bukan steroid atau yang lazim dinamakan non
streroidal anti inflammatory drugs (NSAIDs) atau anti inflamasi non steroid
(OAINS) adalah golongan obat yang bekerja terutama di perifer yang
berfungsi sebagai analgesik (pereda nyeri), antipirektik (penurun panas) dan
antiinflamasi (anti radang). Obat asam asetil salisilat (aspirin) ini mulai
digunakan pertama kalinya untuk pengobatan simptomatis penyakit-penyakit
rematik pada tahun 1899 sebagai obat anti radang bukan steroid sintetik
dengan kerja antiradang yang kuat. (Dannhardt dan Laufer, 2000).
Obat anti radang bukan steroid diindikasikan pada penyakit- penyakit
rematik yang disertai radang seperti rheumatoid dan osteoartritis untuk
menekan reaksi peradangan dan meringankan nyeri (Dannhardt dan Laufer,
2000).
Asam asetil salisilat (ASA) yang lebih dikenal sebagai asetosal adalah
analgetik, antipiretik dan antiinflamasi yang sangat luas digunakan dan
digolongkan dalam obat bebas.

Struktur Aspirin atau Asam asetil salisilat (Kauffman, 2000)

The complex is formed by reacting the aspirin with sodium hydroxide to form
the salicylate dianion.

O
O C CH3 O- O
(s) + 3OH- (aq) (aq) + CH3C O - (aq) + 2H2O(l)
C OH C O-
O O

The addition of acidified iron (III) ion produces the violet


tetraaquosalicylatroiron (III) complex.

O- O
Fe(H2O)4
+3 +
+ H 2O + H 3O
- + [Fe(H 2O)6] O
C O C
O O
2.6 Data fisika dan kimia
1. Asam salisilat (C7H6O3)

BM :138,12
Kadar : Tidak kurang dari 99,5% dan tidak lebih dari 101,0 %,
dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan
Pemerian : Hablur putih, biasanya berbentuk jarum halus atau serbuk
halus; rasa agak manis, tajam.
Stabilitas : Stabil diudara
Kelarutan : Sukar larut dalam air dan benzena, mudah larut dalam
etanol dan eter, larut dalam air mendidih, agak sukar larut
dalam kloroform.
λ maksimal : 530 nm
khasiat : Keratolitikum, antifungi
(Dirjen POM, 1979: 57; Dirjen POM, 1995: 51 - 52)

2. Aspirin / asam asetilsalisilat / asetosal (C9H8O4)

Kadar : Tidak kurang dari 99,5% dan tidak lebih dari 100,5%
C9H8O4, dihitung terhadap zat.
Pemerian : Hablur, putih, umumnya seperti jarum atau lempengan,
tidak berbau atau lemah
Stabilitas : Stabil di udara kering, di dalam udara lembab secara
bertahap terhidrolisa menjadi asam salisilat dan asam asetat
Kelarutan : Sukar larut dalam air, mudah larut dalam etanol, kloroform
dan eter, agak sukar larut dalam eter mutlak
λ maksimal : 530 nm
khasiat : Analgetikum antipiretikum.
(Dirjen POM, 1979: 43; Dirjen POM, 1995: 31)

3. NaOH (natrium hidroksida)


BM : 40
Pemerian : Putih, massa melebur, berbentuk pellet, serpihan atau
batang, keras, rapuh.
Stabilitas : Bila dibiarkan diudara terbuka akan cepat menyerap
karbondioksida dan lembab (higroskopis)
Kelarutan : Mudah larut dalam air dan etanol
Bj : 1,01 g/ cm3
Tindakan p3k : - Setelah menghirup: hirup udara segar
- Kontak dengan kulit: tanggalkan semua pakaian yang
terkontaminasi, bilas dengan air
- Kontak dengan mata: basuh dengan air banyak
- Setelah tertelan: segera beri minum air putih
(Dirjen POM, 1995: 589 ; Merck, 2015)
4. FeCl3 (Besi (III) klorida)
BM : 162, 21 g / ml
Kelarutan : larut dalam air
Titik didih : 316o C
Titik leleh : 306o C
Wujud : Padat
Tindakan p3k : - Setelah menghirup: hirup udara segar
- Kontak dengan kulit: tanggalkan semua pakaian yang
terkontaminasi, bilas dengan air
- Kontak dengan mata: bilas dengan air mengalir selama
15 menit.
(Merck, 2016)

III. Bahan dan Alat


Bahan Alat
Aquadest Erlenmeyer
Baku pembanding asam salisilat Gelas kimia
FeCl3 0,02 M Labu takar
Kertas Perkamen Neraca analitik
NaOH 1 N Pipet tetes
Tablet aspirin Pipet volume
Spatel
Spektrofotometer

IV. Prosedur Percobaan


4.1 Larutan Standar
Asam salisilat ditimbang sebanyak 160 mg, dimasukkan ke dalam labu
erlenmeyer dan ditambahkan 5 mL NaOH 1 N. Kemudian diaduk hingga
semua padatan larut homogen. Larutan tersebut dipindahkan ke dalam labu
takar 100 mL. Lalu, diencerkan dengan aquadest hingga tanda batas. Larutan
yang diperoleh adalah larutan stok pembanding (SA).
Larutan stok pembanding dipipet masing-masing 0,5; 0,4; 0,3; 0,2; 0,1
mL, dan dimasukan ke dalam labu takar 10 mL. Lalu, diencerkan dengan
larutan FeCl3 0,02 M. Masing-masing larutan standar tersebut diukur
absorbansinya pada panjang gelombang 530 nm. Pengukuran dilakukan dari
larutan yang paling encer. Kuvet dibilas terlebih dahulu sebelum diisi dengan
larutan selanjutnya. Larutan FeCl3 0,02 M digunakan sebagai larutan blanko.
4.2 Larutan Uji
Sebanyak 5 buah tablet aspirin digerus seluruhnya kemudian
ditimbang setara 160 mg aspirin lalu dimasukkan ke dalam erlenmeyer dan
ditambahkan NaOH 1 N sebanyak 5 mL sambil diasuk sampai homogen.
Setelah larut, dipindahkan ke dalam labu ukur 100 mL dan diencerkan dengan
aquades sampai tanda batas. Larutan ini disebut larutan stok aspirin (ASA).
Kemudian dipipet 0.3 mL larutan stok ASA dimasukkan ke dalam
labu takar 10 mL lalu diencerkan dengan FeCl3 0.02 M sampai tanda batas.
Lalu diukur absorbansi kedua larutan dengan menggunakan spektrofotometer
UV-Sinar Tampak pada panjang gelombang 530 nm dan dihitung kadar
aspirin dalam tablet aspirin dengan menggunakan regresi linier dari data
pengujian larutan standar.

DAFTAR PUSTAKA
Dannhardt, G., dan Laufer, S., 2000. Structural approach to explain the selectivity
of COX-2inhibitors: is there a common pharmacophore?. Curr Med Chem
Kauffman, M. H. (2000). Relational Maintenance in Long-distance Relationships:
Staying Close. Faculty of the Virginia Polytechnic Institute and State
University.
Khopkar, S. M. 1990. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta: UI Press.
Maramis, Rialita Kesia dkk. 2013. Analisis Kafein Dalam Kopi Bubuk Di Kota
Manado Menggunakan Spektrofotometri Uv-Vis. Jurnal Ilmiah Farmasi –
UNSRAT Vol. 2 No. 04
Rohman, A. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Pustaka Pelajar. Yogyakarta.
Sitorus, M. 2009. Spektroskopi Elusidasi Struktur Molekul Organik Edisi Pertama.
Yogyakarta: Graha Ilmu.
Silverstein, dkk. (1986). Penyidikan Spektrometrik Senyawa Organik. Edisi
keempat. Penerjemah A.J. Hartomo. Jakarta : Penerbit Erlangga.
Skoog, D.A., West, D.M. dan Holler, F.J. (1996). Fundamental of Analytical
Chemistry. 7th ed. New York: Saunders College Publishing.
Sumar, Hendayana. 1994. Kimia Analisis Farmasi. Jakarta: UI Press.

You might also like