You are on page 1of 12

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumber daya alamnya.
Disamping itu, Indonesia memiliki jumlah penduduk yang banyak sehingga juga
membutuhkan sumberdaya alam yang lebih banyak pula untuk menyambung hidup,
perekonomian dan sebagainya. Banyaknya kebutuhan tersebut akan membuat
masyarakat mencari kebutuhannya itu disekitar wilayah tempat ia menetap ataupun
wilayah yang ia kuasai bahkan terkadang mencari kebutuhannya dengan mengambil
hak orang yang menguasai sumber daya alam tersebut tanpa izin (mencuri).
Negara haruslah menegakkan hukum yang mengatur tentang sumber daya
alam yang terdapat di wilayah Negara Indonesia ini guna untuk menjaga
kemaslahatan negara dan rakyatnya, seperti hukum mengenai pertanahan, air, dan
sebagainya yang dibutuhkan oleh masyarakat Indonesia maupun warga negara asing.
Hukum Agraria merupakan suatu hukum yang mengatur sumber daya alam
yang berada di wilayah Indonesia sehingga sumber daya alam baik berupa tanah, air,
bahkan ruang angkasa yang berada dalam wilayah Indonesia dapat dimanfaatkan
sesuai dengan semestinya tanpa adanya sengketa baik antar Warga Negara
Indonesia, maupun antar Warga Negara Idnonesia dan Warga Negara Asing. Dengan
adanya Hukum Agraria ini, negara dapat menjamin sumber daya alamnya yang ia
kuasai. Sehingga sumber daya alam yang ada di wilayah Indonesia ini dapat
terpelihara dan tidak dimanfaatkan dengan sesuka hati oleh pihak-pihak yang tidak
memiliki hak atas sumber daya alam tersebut.
BAB II
PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN HUKUM AGRARIA


Istilah Agraria berasal dari kata Akker (Bahasa Belanda), Agros (bahasa
Yunani), berarti tanah pertanian, Agger (bahasa Latin) berarti tanah atau
sebidang tanah, Agrarius (bahasa Latin) berarti perladangan, persawahan,
pertanian, Agrarian (bahasa Inggris) berarti tanah untuk pertanian.
Dalam Black’s Law Dictionary disebutkan bahwa arti Agrarian is relating
to land, or to a division or distribution of land as an agrarian laws. Menurut Andi
Hamzah, agraria adalah maslah tanah dan semua yang ada di dalam dan di
atasnya. Sedangkan menurut Subekti dan R. Tjitrosoedibio, agraria adalah
urusan tanah dan segala apa yang ada di dalam dan di atasnya.
Menurut Prof. E. Utreacht, S.H., beliau mengatakan bahwa: Hukum
Agraria (hukum tanah) adalah menjadi bagian hukum administrasi negara, yang
mengkaji hubungan-hubungan hukum, terutama yang akan memungkinkan
para pejabat yang bertugas mengurus soal-soal Agraria. Bagi negara kita,
Republik Indonesia, yang masih bercorak negara Agraria, penting sekali hal-
hal yang bersifat agraris diurus secara baik. Dengan demikian hukum Agraria
menurut Prof. E. Utreacht merupakan bagian hukum administrasi.
1. Pengertian Hukum Agraria dalam Arti Luas
Sesuai dengan Pasal 2 (1), UUPA, maka sasaran hukum Agraria,
meliputi: Bumi, air dan ruang angkasa, termasuk kekayaan alam yang
terkandung di dalamnya. Karenanya pengertian hukum Agraria dalam arti luas,
merupakan suatu kelompok berbagai hukum yang mengatur Hak-Hak
Penguasaan atas Sumber-Sumber Alam Indonesia yang meliputi:
1. Hukum Pertanahan
Yaitu bidang hukum yang mengatur hak-hak Pengaturan atas Tanah
Dasar Hukum: UU No.5/1960.
2. Hukum Pengairan
Yaitu bidang hukum yang mengatur hak-hak atas air.
Dasar hukum: UU No:11/1974
3. Hukum Pertambangan
Yaitu bidang hukum yang mengatur hak penguasaan atas bahan galian.
Dasar Hukum: UU No.15/1967.
4. Hukum Kehutanan
Yaitu bidang hukum yang mengatur hak-hak penguasaan atas hutan dan
hasil hutan.
Dasar Hukum: UU No.5/1967.
5. Hukum Perikanan
Yaitu bidang hukum yang mengatur hak-hak penguasaan atas ikan dan
lain-lain dan perairan darat lain.
2. Pengertia Hukum Agraria dalam Arti Sempit
Hukum Agraria dalam arti sempit hanyalah mencakup Hukum
Pertanahan, yaitu bidang hukum yang mengatur hak-hak penguasaan atas
tanah. Yang dimaksud dengan tanah disini sesuai dengan Pasal 4 (1) adalah
Permukaan tanah, yang dalam pengguanaannya menurut Pasal 4 (2), meliputi
tubuh bumi, air dan ruang angkasa, yang ada di atasnya, sekedar dipelukan
untuk kepentingan yang langsung berhubungan dengan penggunaan tanah itu
dalam batas menurut Undang-Undang Pokok Agraria, dan peraturan-peraturan
hukum lain yang lebih tinggi.
Sedangkan yang dimaksud dengan hak penguasaan adalah hak-hak
yang memberi wewenang kepada pemegang hak yang bersangkutan untuk
berbuat semata dengan tanah yang dikuasai. Perlu diangkat di sini bahwa
lazimnya di Indonesia hukum Agraria dipakai untuk sebutan hukum positif yang
mengatur hak penguasaan atas tanah yang dalam buku ini disebut hukum
pertanahan atau sering disebut hukum tanah sesuai dengan Pasal 1 (2) UUPA
adalah sebagai karunia Tuhan, dan karenya sesuai dengan Pasal 2 UUPA,
tanah tersebut dikuasai oleh Negara, yang digunakan untuk mencapai sebesar-
besarnya kemakmuran Rakyat.
B. SUMBER HUKUM AGRARIA
1. Suber Hukum Tertulis
a) Undang-Undang Dasar 1945, Khusunya dalam Pasal 33 (3)
ditentukan: “Bumi, air dan kekayaan alam alam yang terkandung di dalamnya
dikuasai oleh Negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran
rakyat.”. dari Pasal 33 (3) UUD 1945 memuat dua hal:
1. Politik Agraria
2. Kaidah Hukum Agraria
b) Undang-Undang Pokok Agraria.
Undang-Undang Pokok Agraria ini dimuat dalam UU No.5/1960
tertanggal 24 September 1960, diundangkan dan dimuat dalam Lembaran
Negara tahun 1960-104, dan Penjelasannya dimuat dalam Tambahan
Lembaran Negara Nomor 2043.
c) peraturan-peraturan:
a. Peraturan Pelaksana Undang-Undang Pokok Agraria.
b. Peraturan yang mengatur soal-soal yang tidak diwajibkan tetapi
diperlukan dalam praktek.
d) Peraturan Lama, tetapi dengan syarat tertentu bedasarkan peraturan/
Pasal Peralihan, masih berlaku..
Pasal Peralihan dimaksud adalah Pasal 56, Pasal 57 dan Pasal 58.
2. Sumber Hukum Tidak Tertulis
a) Kebiasaan baru yang timbul setelah berlakunya Undang-Undang Poko
Agraria, misalnya:
1. Yurispredentie
2. Praktek Agraria
b) Hukum adat yang lama, dengan syarat-syarat tertentu, yaitu cacat-
cacatnya telah dibersihkan.
hukum agraria yang berlaku atas bumi, air dan ruang angkasa:
a. hukum adat sepanjang tidak bertentangan dengan kepentingan nasional
dan negara.
b. berdasarkan atas persatuan bangsa.
c. berdasarkan atas sosialisme indonesia
d. peraturan-peraturan yang tercantum dalam UU dan dengan Perundangan
lainnya
e. segala sesuatu dengan mengindahkan unsur-unsur yang bersandar pada
hukum agama.
C. RUANG LINGKUP HUKUM AGRARIA
Dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang peraturan dasar
pokok-pokok agraria, LNRI Tahun 1960 No.104-TLNRI No.2043, disahkan
Tanggal 24 September 1960, yang lebih dikenal dengan Undang-Undang
Pokok Agraria (UUPA) tidak memberikan pengertian agraria hanay
memberikan ruang lingkup agraria sebagai mana yang tercantum dalam
konsideran, Pasal-pasal maupun penjelasannya. Ruang lingkup agraria
menurut UUPA meliputi Bumi, Air, Ruang Angkasa, dan Kekayaan Alam yang
terkandung di dalamnya (BARAKA).
Ruang lingkup agraria menurut UUPA sama dengan ruang lingkup
sumberdaya agraria atau sumber daya alam menurut ketetapan MPR RI No.
IX/MPR/2001 tentang pembaruan agraria dan pengelolaan Sumber
Daya Alam.
Ruang lingkup agraria/ sumber daya agraria/ sumber daya alam dapat
djelaskan sebagai berikut:
1. Bumi
Pengertian Bumi menurut Pasal 1 (4) UUPA adalah permukaan bumi
termasuk pula tubuh bumi di bawahnya serta yang berada di bawah air.
Permukaan bumi menurut Pasal 4 (1) UUPA adalah Tanah.
2. Air
Pengertian air menurut Pasal 1 (5) adalah air yang berada di perairan
pedalaman maupun air yang berada di laut eilayah Indonesia. Dalam Pasal 1
angka 3 UU No.11 Tahun 1974 tentang pengairan, disebutkna bahwa
pengertian air meliputi air yang terdapat di dalam dan atau berasal dari sumber-
sumber air, baik yang terdapat di atas maupun di bawah permukaan tanah,
tetapi tidak meliputi air yang terdapat di laut.
3. Ruang Angkasa
Pengertian ruang angkasa menurut Pasal 1 (6) UUPA adalah ruang di
atas bumi wilayah Indonesia dan ruang di atas air wilayah Indonesia.
Pengertian ruang angkasa menurut Pasal 48 UUPA, ruang di atas bumi dan air
yang mengandung tenaga dan unsur-usur yang dapat digunakan untuk usaha-
usaha memelihara dan memperkembangkan kesuburan bumi, air, serta
kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dan hal-hal lain yang
bersangkutan dnegan itu.
4. Kekayaan Alam yang Terkandung di Dalamnya
Kekayaan alam yang terkandung di dlama bumi disebut bahan, yaitu
unsur-unsur kimia mineral-mineral, bijih-bijih, dan segala macam batuan,
termasuk batuan-batuan mulia yang merupakan endapat-endapan alam (UU
No. 11/1967 tentang ketentuan-ketentuan pokok pertambangan). Kekayaan
a;am yang terkandung dalam air adalah ikan dan lain-lain kekayaan alam yang
berada dalam perairan pedalaman dan laut wilayah Indonesia (UU No.9/1985
tentang perikanan).
Ruang lingkup meliputi ruang daratan, ruang lautan, dan ruang udara.
Ruang daratan adalah ruang yang terletak di atas dan di bawah permukaan
daratan termasuk permukaan perairan darat dan sisi darat dari garis laut
terendah. Ruang lautan adalah ruang yang terletak di atas dan di bawah
permukaan laut dan dimulai dari sisi laut garis laut terendah termasuk dasar
laut dan bagian bumi dibawahnya, dimana Republik Indonesia mempunyai hak
yuridiksi. Ruang udara adalah ruang yang terletak di atas ruang daratan dan
atau ruang lautan sekitar wilayah negara dan melekat pda bumi, di mana
Republik Indonesia mempunyai hak yuridiksi. Pengertian ruang udara
(airspace) tidak sama dengan pengertian ruang angkasa (outerspace). Ruang
angkasa beserta isinya seperti bulan dan benda-benda langit lainnya adalah
bagian dari antariksa, yang merupakan ruang di luar ruang udara.
D. PERKEMBANGAN, SISTEM DAN KONDISI HUKUM AGRARIA DI
INDONESIA SEBELUM LAHIRNYA UUPA
1. Sejarah Pengaturan Hak atas Tanah di Indonesia
Sejarah pengaturan hak atas tanah di indonesia akan dimulai dari tonggak
sejarah pada tahun 1811 pada waktu Indonesia dipengaruhi pikiran Reffles dengan
teori domeinnya. Namun untuk lebih lengkapnya akan diuraikan secara rinci dibawah
ini.
A. Tahun 1811
Pada zaman ini, pengusaan hak atas tanah lebih diposisikan sebagai alat untuk
menarik pajak bumi demi kepentingan pemerintahan jajahan Belanda. Setelah
pemerintahan belanda menguasai pertanahan di Indonesia selanjutnya digantikan
oleh pemerintahan jajahan Inggris, administrasi pertanahan mulai ditata. Salah
seorang penggagas perbaikan administrasi pertanahan adalah Reffles. Tujuan Reffles
menata sistem administrasi pertanahan yaitu ingin menerapkan sistem penarikan
pajak bumi seperti apa yang dipergunakan Inggris di India. Di India, pemerintah
kolonial Inggris menarik pajak bumi melalui sistem pengelolaan agraria yang
sebenarnya merupakan warisan dari sistem pemerintahan kekaisaran Mughal (1526-
1707).
Setelah Inggris benar-benar menguasai Indonesia, maka dengan berbekal
pengalaman di India tersebut, Raffles lebih hati-hati menerapkan secara penuh
pengalaman di India tersebut,sehingga pada tahun 1811 Raffles membentuk panitia
penyelidikan yang diketuai oleh Mackenzie dengan tugas melakukan penyelidikan
statistik mengenai keadaan agraria. Berdasarkan hasil penyelidikan, Raffles menarik
kesimpulan bahwa semua tanah adalah milik raja atau pemerintah. Dengan pegangan
ini, dibuatlah sistem penarikan pajak bumi ( yang dikenal dengan istilah Belanda
Landrente) sistem ini mewajibkan setiap petani membayar pajak sebesar 2/5 dari hasil
tanah garapannya. Teori Raffles ternyata mempengaruhi politik agraria selama
sebagian besar abad ke-19.
B. Tahun 1830
Tonggak sejarah perkembbangan hukum agraria, khusunya pengaturan hak
atas tanah pada zaman ini, ditandai dengan kembalinya Indonesia kepada tangan
jajahan Belanda yang kurang lebih 19 tahun berada di tangan Inggris. Pada tahun
1830 pemerintah Belanda di Indonesia dipimpin oleh Gubernur Jendral Van Den Bosh
yang mempopulerkan sebuah konsep penguasaan tanah cultuurstelsel atau yang
lazim disebut sistem Tanah Paksa. Adapun tujuan yang ingin dicapai dari diadakannya
sistim tanam paksa ini adalah untuk menolong negeri Belanda yang keuangannya
dalamkeadaan buruk.
Van Den Bosh dalam menjalankan sistem tanam paksa ini, tetap mengacu
kepada teori yang dilakukan oleh Raffles sebelumnya, yaitu tanah adalah milik
pemerintah, para kepala desa dianggap menyewa kepada pemerintah, dan
selanjutnya kepala desa meminjamkan kepada petani. Atasdasarini, isi pokok
cultuurstelsel adalah bahwa pemilik tanah tidak usah lagi membayar 2/5 dari hasil,
tetapi 1/5 dari tanahnya harus ditanami dengan tanaman tertentu yang dikehendaki
oleh pemerintah seperti kopi dan lain-lain, kemudian harus diserahkan kepada
pemerintah (untuk exspor ke Eropa). Hasil politik tanam paksa ini ternyata demikian
melimpahnya bagi pemerintah Belanda sehingga menimbulkan iri hati bagi kaum
pemilik modal swasta.

C. Tahun 1848
Dalam tahun 1830 diatas telah dijelaskan mengenai monopolinya
pemerintahan jajahan Belanda atas tanah dan hasil dariperkebunannya sehingga
menimbulkan kecemburuan dari kaum pemilik modal dari aliran liberal yang ada
diparlemen. Wakil-wakil dalam parlemen menuntut agar bisa turut campur dalam
tanah jajahan yang sampai saat itu hanya dipegang oleh raja dan menteri tanah
jajahan. Terjadilah pergolakan antara mereka dengan golongan konservatif
pendukung cultuurstelsel. Namun demikian, dengan kegigihan dalam
memperjuangkan tuntutan tersebut, kaum liberal memetik kemenangan pertama
dengan disetujui perubahan terhadap Undang-Undang Dasar Belanda. Yaitu dengan
adanya ketentuan didalamnya yang menyebutkan bahwa pemerintah di tanah jajahan
harus diatur dengan Undang-Undang.
Undang-Undang yang dimaksud dalam perubahan Undang-Undang Belanda
tersebut selesai pada tahun 1854, yaitu dengan dikeluarkanya regerings
reglement(RR) 1845. Salah satu ayat dari pasal 62 RR menyebutkan bahwa
Gurbernur Jendral boleh menyewakan tanah dengan ketentuan-ketentuan yang akan
ditetapkan dengan ardonansi. Tujuan utama gerakan kaum liberal dibidang agraria itu
adala (1) agar pemerintah memberikan pengakuan terhadap penguasaan tanah oleh
pribumi sebagai hak milik mutlak (eigendom), untuk memungkinkan perjualan dan
penyewaan. Sebab, tanah-tanah dibawah hak komunal ataupun kekuasaan adat tidak
dapat dijual atau disewakan keluar, dan (2) agar dengan asas domein itu, pemerintah
memberikan kesempatan kepada penguasa swasta untuk dapat menyewa tanah
jangka panjang dan murah ( yaitu erpacht).
D. Tahun 1870\
Jatuhnya Mentri Jajahan Frans Van de Putte, karena dianggap terlalu tergesa-
gesa memberikan hak eigendom kepada pribumi. Adapun seluk beluk agraria di
Indonesia belum diketahui benar-benar.
E. Kelima 1960
Pemerintah menyadari sepenuhnya bahwa peraturan perundang-undangan
dibidang agraria yang dibuat oleh pemerintah jajahan, baik Belanda maupun Inggris
sangat tidak berpihak kepada rakyat Indonesia. Perhatian pemerintah terhadap
pengaturan mengenai agraria dimulai sejak 1948 dengan dibentuknya agraria panitia
agraria. Setelah 15 tahun merdeka melalui proses yang panjang barulah lahir UU No.
5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria.
1) Panitia Yogya 1948
Panitia Yogya diketuai oleh Sarimin Reksodiharjo dengan tugas yang diemban
oleh panitia ini adalah mengembangkan pemikiran-pemikiran untuk sampai kepada
usulan-usulan dalam rangka menyusun hukum agraria baru pengganti hukum kolonial
yang berlaku diindonesia sejak 1870.
Dalam hal ini mengemukan bebraapa poin yaitu:
a. “...hukum baru itu harus dipahami dan diterima oleh rakyat, bukan itu saja, hukum
baru itu harus dapat menggerakkan jiwa rakyat.”
b. Para pembentk undang-undang perlu sekali menginfasi hidup jiwa rakyat yang
sebenarnya.
c. “para pembentuk undang-undang bukanlah himpunan dewa-dewa...”sekalipun
orang-orang terpilih; mereka adalah orang biasa. Karena itu activiteit dari rakyat harus
ada. Rakyat sendiri harus menunjukkan kemauannya.”
d. “gerakan rakyat itulah syarat mutlak bagi pelaksanaan hukum tanah yang baru
nanti.”
2) Panitia Jakarta 1951
Panitia agraria Jakarta diketuai oleh Sarimin Reksodiharjo, selain
mengembangkan gagasan panitia Yogya, panitia Jakarta juga menghasilkan usulan-
usulan baru. Gagasan yang diusulkan oleh panitia Jakarta yang penting diantaranya:
a. Dianggap perlu untuk adanya penetapan batas luas maksimum dan batas
minimum; b. Yang dapat memiliki tanah untuk usaha tanah kecil hanya WNI; c.
Pengakuan hak rakyat atas kuasa undang-undang.

3) Panitia Soewahjo 1956


Mandat utama yag diemban oleh panitia ini adalah menyusun secara kongkret
RUU Agraria Nasional, setelah sebelumnya terdapat berbagai masukan dari panitia
sebelumnya. Dasar acuannya addalah pasal 26, 37, dan 38 dari Undang-Undang
Dasar Sementara (UUDS 1950). Namun pada tahun 1957 panitia ini berhasil
menyusun RUU, yang memuat antara lain butir-butir penting berikut ini: a. Asas
domein dihapuskan diganti dengan asas “hak menguasai oleh negara”, sesuai
dengan ketentuan pasal 38 ayat (3) UUDS; b. Asas bahwa tanah pertanian dikerjakan
dan diusahakan sendiri oleh pemiliknya, tetapi rancangan ini belum sempat
disampaikan kepada DPR.
4) Panitia Soenario 1956
Keberadaan panitia ini sebenarnya hanya meneruskan hasil kerja panitia
sebelumnya. Pada tanggal 24 April 1958 pemerintah menyampaikan naskah RUUPA
yang dikenal dengan rancangan Soenario kepada DPR.
5) Rancangan Sadjarwo
Sadjarwo sebagai panitia yang dibentuk setelah menggantikan panitia yang
dipimpin oleh Soenario, meneruskan kembali kerja sama antara Departemen Agraria,
Panitia ad hoc DPR, dan Universitas Gadjah Mada, akhirnya berhasil mencapai
kesepakatan dan menyusun naskah baru pada tahun 1959, yang dijadikan dasar oleh
Departemen Agraria untuk menysusun RUU baru. Tepat pada tanggal 1 Agustus 1960
secara resmi dismpaikan kepada DPR-GR (setelah direkrut 5 Juli 1959, DPR
sementara diberi nama Gotong Royong). Dengan melalui pembahasan yang kurang
dari satu bulan, maka RUU ini akhirnya diterima dan disahkan oleh DPR-GR, dan
diundangkan tepat tanggal 24 September 1960, sebagai UU No. 5 Tahun 1960
tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria. Kehadiran UU ini merupakan suatu
penantian yang panjang dari bangsa Indonesia akan adanya hukum agraria yang
meruapakan buatan dari bangsa sendiri.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Hukum Agraria memiliki arti yang sempit dan luas, Hukum Agraria dalam arti
luas adalah suatu kelompok pelbagai hukum yang mengatur Hak-Hak penguasaan
atas Sumber-Sumber Alam Indonesia yang meliputi:
1. Hukum Pertanahan yaitu bidang hukum yang mengatur Hak-Hak Pengaturan
atas tanah. Dasar Hukumnya UU No. 5 Tahun 1960.
2. Hukum Pengairan yaitu bidang hukum yang mengatur Hak-Hak atas air. Dasar
hukumnya UU No. 11 Tahun 1974.
3. Hukum Pertambangan yaitu bidang hukum yang mengatur Hak-Hak penguasaan
atas bahan galian. Dasar hukumnya UU No. 15 Tahun 1967
4. Hukum Kehutanan yaitu bidang hukum yang mengatur Hak-Hak Penguasaan
atas Hutan dan Hasil Hutan.
5. Hukum Perikanan yaitu bidang hukum yang mengatur Hak-Hak Penguasan atas
ikan dan lain-lain dan perairan darat lain.
Sedangkan Hukum Agraria dalam arti sempit yaitu Hukum Agraria yang
hanyalah mencakup Hukum Pertanahan yaitu Bidang Hukum yang mengatur Hak-
Hak Penguasaan atas tanah.
Sedangkan sejarah mengenai penguasaan atas tanah di Indonesia dimulai pada
tahun 1811 yang mana pada waktu itu Indonesia dipengaruhi oleh pikiran Reffles
dengan teori domeinnya. Dan perkembangannya pun berlanjut sampai tahun 1960,
yaitu setelah 15 tahun merdeka barulah lahir UU No. 5 Tahun 1960 tentang
Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria. Dan proses terbentuknya UU No. 5 Thaun
1960 ini pun melalui proses yang panjang yaitu dimulai dari panitia Yogya 1948
sampai pada rancangan Soedjarwo tahun 1960.
TUGAS HUKUM AGRARIA

PUTRI DIASTI SHANANDA


C100140302
KELAS G

FAKULTAS HUKUM
UNUVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
TAHUN 2015

You might also like