Professional Documents
Culture Documents
SKRIPSI
Oleh:
LUSIANA S
NIM: 090600095
PEMBIMBING:
OLIVIA AVRIYANTI HANAFIAH, drg., SP. BM
Tahun 2013
Lusiana Simangunsong
xi + 45 halaman
Popularitas anestesi lokal yang makin meluas dan meningkat dalam bidang
kontraindikasi yang minimal dari anestesi lokal. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui kategori pengetahuan dan perilaku penggunaan dosis anestesi lokal oleh
mahasiswa kepaniteraan klinik di Klinik Departemen Bedah Mulut FKG USU tahun
2013. Jenis penelitian ini adalah survei deskriptif dengan populasi seluruh mahasiswa
kepaniteraan klinik yang sedang berada di Klinik Departemen Bedah Mulut FKG
USU pada bulan Mei tahun 2013, yaitu 38 orang. Penentuan sampel penelitian
menggunakan teknik total sampling, dimana seluruh populasi dijadikan sampel, yaitu
tertinggi pada kategori cukup (44,7%) dan perilaku pada kategori kurang (68,4%).
Pengetahuan responden masih kurang pada defenisi anestesi secara umum (34,2%)
dan dosis maksimum mepivacain (13,1%). Dari segi perilaku, hanya 44,73%
responden yang melihat efek samping setelah penyuntikan dan tidak ada satu
menimbang berat badan sebelum pemberian anestesi lokal dan menggunakan dosis
yang telah dihitung sebelumnya. Pengetahuan dan perilaku penggunaan dosis anestesi
lokal oleh mahasiswa kepaniteraan klinik di Departemen Bedah Mulut FKG USU
PERNYATAAN PERSETUJUAN
TIM PENGUJI
KATA PENGANTAR
Puji syukur dan terima kasih kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat
dan karunia-Nya, sehingga skripsi ini selesai disusun untuk memenuhi salah satu
syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi di Fakultas Kedokteran Gigi
Universitas Sumatera Utara.
Dengan hati yang tulus penulis mengucapkan terima kasih yang tak terhingga
kepada dosen pembimbing skripsi yaitu Olivia Avriyanti Hanafiah, drg., Sp.BM
selaku dosen pembimbing pertama, Gema Nazri Yanti, drg., M.Kes selaku dosen
pembimbing kedua yang telah meluangkan waktu dan kesabaran dalam membimbing
penulis demi selesainya skripsi ini. Ucapan terima kasih sebesar-sebesarnya kepada
kedua orang tua penulis, Ayahanda Bilmar Simangunsong, SH dan Ibunda tercinta
Rotua Sianturi S.Pd yang telah memberikan kasih sayang, doa, dukungan serta segala
bantuan baik berupa moril maupun materil yang tidak terbatas oleh penulis.
Selanjutnya penulis mengucap terima kasih kepada :
1. Eddy Anwar Ketaren, drg., Sp.BM selaku ketua Departemen Bedah Mulut
dan Maksilofasial Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.
2. Seluruh staf pengajar dan laboran Departemen Bedah Mulut Fakultas
Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan saran dalam
penyelesaian skripsi ini.
3. Rehulina Ginting, drg selaku dosen pembimbing akademik yang telah
membimbing penulis selama menjalankan akademik.
4. Adik-adikku tersayang Tumpal R Simangunsong, Tumpak F Simangunsong,
Miranda Simangunsong atas kasih sayang, doa, dukungan serta pengorbanan untuk
kebahagiaan penulis.
5. Teman-teman terbaikku Hefni Fadilah Rambe S.KG, Selly Rahmadani Lubis,
Nora N Ritonga, Yudhistria Sihombing, Juliana Sari,S.KG, Lili Haryati Hsb, S.KG,
Syarifah Harahap, S.KG Nabilah Khairiyyah, S.KG, Ikhrima Daulay, S.KG,
Vivi Zayanti, S.KG, Karsa Rajagukguk yang selalu memberi dukungan dan semangat
serta selalu ceria menjalani hari bersama-sama.
6. Teman seperjuangan skripsi di Departemen Bedah Mulut dan Maksilofasial
Kak Lili Mulia Ningsih, Nurhasanah dan teman – teman yang lain serta seluruh
teman mahasiswa stambuk 2009 atas dukungan, saran dan bantuannya kepada
penulis.
7. Teman-teman terdekatku Tony Gabrielli Saragih, Hans Noel Panjaitan, Steven
Handerson Rajagukguk atas dukungan dan semangat untuk kebahagiaan penulis.
Penulis menyadari kelemahan dan keterbatasan ilmu yang penulis miliki
menjadikan skripsi ini masih perlu perbaikan, saran dan kritik untuk kedepannya
sehingga menjadi lebih baik. Akhirnya penulis mengharapkan semoga skripsi ini
dapat digunakan dan memberikan sumbangan pikiran yang berguna bagi Fakultas
Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.
(Lusiana S)
NIM : 090600095
DAFTAR ISI
Halaman
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang .......................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ..................................................................... 4
1.3 Tujuan Penelitian ...................................................................... 4
1.4 Manfaat Penelitian..................................................................... 5
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
DAFTAR GAMBAR
Gambar
Halaman
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran
Tahun 2013
Lusiana Simangunsong
xi + 45 halaman
Popularitas anestesi lokal yang makin meluas dan meningkat dalam bidang
kontraindikasi yang minimal dari anestesi lokal. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui kategori pengetahuan dan perilaku penggunaan dosis anestesi lokal oleh
mahasiswa kepaniteraan klinik di Klinik Departemen Bedah Mulut FKG USU tahun
2013. Jenis penelitian ini adalah survei deskriptif dengan populasi seluruh mahasiswa
kepaniteraan klinik yang sedang berada di Klinik Departemen Bedah Mulut FKG
USU pada bulan Mei tahun 2013, yaitu 38 orang. Penentuan sampel penelitian
menggunakan teknik total sampling, dimana seluruh populasi dijadikan sampel, yaitu
tertinggi pada kategori cukup (44,7%) dan perilaku pada kategori kurang (68,4%).
Pengetahuan responden masih kurang pada defenisi anestesi secara umum (34,2%)
dan dosis maksimum mepivacain (13,1%). Dari segi perilaku, hanya 44,73%
responden yang melihat efek samping setelah penyuntikan dan tidak ada satu
menimbang berat badan sebelum pemberian anestesi lokal dan menggunakan dosis
yang telah dihitung sebelumnya. Pengetahuan dan perilaku penggunaan dosis anestesi
lokal oleh mahasiswa kepaniteraan klinik di Departemen Bedah Mulut FKG USU
BAB 1
PENDAHULUAN
dokter gigi mengenai pengetahuan penggunaan anastesi lokal. Dari hasil penelitian
didapat seluruh responden mempunyai pengetahuan yang kurang mengenai
penggunaan dosis maksimum yang ideal untuk anestesi lokal.5
Secara kimiawi obat anestesi lokal dibagi menjadi dua golongan yaitu golongan
ester dan golongan amida. Ester adalah golongan yang mudah terhidrolisis sehingga
waktu kerjanya cepat hilang. Amida merupakan golongan yang tidak mudah
terhidrolisis sehingga waktu kerjanya lama.6
Obat anestesi lokal yang lazim dipakai di Indonesia untuk golongan ester adalah
prokain, sedangkan golongan amida adalah lidokain, bupivakain, artikain,
mepivakain. Idealnya, suntikan harus diikuti segera dengan timbulnya efek anestesi
lokal. Bila anestesi lokal digunakan dalam dosis yang tepat, maka akan menimbulkan
efektivitas yang konsisten.1
Hasil percobaan menunjukkan bahwa waktu timbul rata-rata setelah anestesi
infiltrasi dengan lidokain 2% (20 mg per 1 ml) dan larutan adrenalin 1:80.000 adalah
sekitar 1 menit 20 detik. Larutan adrenalin 1:80.000 diartikan, bahwa ada 1 gram
(atau 1000 mg) obat yang terdapat pada 80.000 ml larutan. Sehingga larutan 1:80.000
mengandung 1000 mg dalam 80.000 ml larutan atau 80 mg/ml. Larutan lidokain
menimbulkan durasi anestesi terlama, diikuti secara berurutan oleh larutan yang
mengandung prilokain, prokain dan mepivakain.1,6
Penelitian yang dilakukan di Klinik Gigi Dentes Yogyakarta oleh Wulandari NM
(2008) mengenai evaluasi penggunaan obat anestesi dan analgesik pada pasien bedah
mulut, menunjukkan bahwa penggunaan obat anestesi lokal jenis articain HCl 4%
dengan epinefrin sebanyak 97%, sedangkan jenis Lidokain HCl 2% dengan epinefrin
sebanyak 3%.7
Di Jerman dan Kanada, artikain menjadi anestesi lokal yang paling sering
digunakan untuk menggantikan lidokain. Oleh karena kapasitasnya yang tinggi saat
berdifusi, infiltrasi maksila dengan menggunakan artikain memberikan efek anestesi
pada palatum durum dan jaringan lunak, sehingga tidak perlu lagi melakukan
infiltrasi palatal atau blok saraf. Douglas Robertson dkk menyimpulkan bahwa
aplikasi satu ampul artikain 4% (40 mg per 1 ml) dengan epinefrin 1 : 100.000
(terdapat obat epinefrin 100 mg/ml) untuk infiltrasi bukal gigi molar satu dan anestesi
pulpa pada gigi-gigi posterior rahang bawah, secara signifikan bekerja lebih baik
dibanding dengan aplikasi satu ampul lidokain 2% dengan epinefrin 1 : 100.000.6
Menurut Ellis, F.R, adrenalin sering ditambahkan ke larutan anestesi lokal untuk
mengurangi aliran darah lokal, sehingga memperpanjang kerja. Kokain berbeda dari
obat lain karena ia mempunyai sifat vasokonstriktor. Vasokonstriktor yang biasa
digunakan adalah adrenalin 1:200.000 konsentrasi akhir. Larutan 20 ml lidokain 1%
(10 mg per 1 ml) mengandung 200 mg.8
Stanley M. dkk, melakukan penelitian untuk membandingkan keamanan dan
efektifitas dari artikain HCL 4% dengan konsentrasi epinefrin 1 : 100.000 dan
lidokain 2% dengan konsentrasi epinefrin 1: 100.000. Hasilnya menunjukkan bahwa
artikain HCL 4% dengan konsentrasi epinefrin 1 : 100.000 dapat ditoleransi dengan
baik oleh subyek, efektif dalam mencegah timbulnya nyeri selama prosedur
perawatan gigi, memiliki mula kerja yang cepat dan durasi anestesi yang lama,
sehingga aman untuk digunakan pada praktek kedokteran gigi.6
Menurut Dr. Haas, mepivakain dan prilokain dapat digunakan untuk prosedur
perawatan yang singkat, terutama yang melibatkan blok mandibula dimana
vasokonstriktor kurang penting. Obat ini juga dapat digunakan ketika epinefrin harus
dihindari seperti pada pasien dengan penyakit jantung iskemik atau infark miokard.
Bupivakain dapat digunakan ketika perawatan memerlukan durasi yang panjang
terutama perawatan di rahang bawah.3 Artikain mempunyai cincin thiopene yang
mudah larut dalam lemak, sehingga meningkatkan mula kerja obat, memperpanjang
waktu absorbsi sistemik, dan dengan resiko toksis yang rendah. Dalam melakukan
anestesi, operator haruslah melakukannya secara hati-hati, karena dapat menyebabkan
terjadinya komplikasi. Setiap dokter gigi diharapkan selalu menggunakan larutan
anestesi lokal dengan dosis yang tepat dan teknik yang tepat sehingga dapat
mengurangi kemungkinan terjadinya komplikasi.6
Sejauh ini penelitian mengenai pengetahuan dan perilaku penggunaan dosis
anestesi lokal oleh mahasiswa kepaniteraan klinik pada pencabutan gigi belum pernah
dilakukan, sehingga berdasarkan hal tersebut peneliti tertarik untuk mengetahui
3. Untuk mengetahui alasan dari perilaku penggunaan dosis anestesi lokal oleh
mahasiswa kepaniteraan klinik pada pencabutan gigi di Klinik Departemen Bedah
Mulut FKG USU 2013.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengetahuan
Pengetahuan merupakan hasil “tahu” dan ini terjadi setelah seseorang melakukan
pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengetahuan atau kognitif merupakan
domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (overt
behavior).9 Pengetahuan bisa diperoleh secara alami maupun secara terencana yaitu
melalui proses pendidikan. Pengetahuan merupakan hal kognitif yang mempunyai
tingkatan, yaitu:10
a. Tahu (know)
Tahu merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah, misalnya mengingat
atau mengingat kembali suatu objek atau rangsangan tertentu.
b. Memahami (comprehension)
Memahami adalah kemampuan untuk menjelaskan secara benar objek yang
diketahui.
c. Aplikasi (application)
Aplikasi adalah kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari
pada situasi atau kondisi sebenarnya.
d. Analisis (analysis)
Analisis adalah kemampuan untuk menjabarkan suatu materi atau objek ke
dalam komponen-komponen tetapi masih di dalam suatu struktur organisasi tersebut.
e. Sintesis (synthesis)
Sintesis adalah kemampuan untuk menggabungkan bagian-bagian ke dalam
suatu bentuk tertentu yang baru.
f. Evaluasi (evaluation)
Evaluasi adalah kemampuan untuk melakukan penilaian terhadap objek tertentu.
2.2 Perilaku
Skinner (1938) seorang ahli psikologi merumuskan bahwa perilaku merupakan
respons atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar).10 Benyamin
Bloom, seorang ahli psikologi pendidikan membagi perilaku ke dalam tiga domain,
ranah atau kawasan yakni kognitif, afektif, dan psikomotor. Dalam
perkembangannya, teori Bloom ini dimodifikasi untuk pengukuran hasil pendidikan
kesehatan yakni pengetahuan, sikap, dan tindakan.
Penelitian Rogers mengungkapkan bahwa sebelum seseorang mengadopsi
suatu perilaku, terjadi proses yang berurutan dalam orang itu, yakni: 10
a. Awareness (kesadaran)
Seseorang menyadari dalam arti mengetahui stimulus terlebih dahulu.
b. Interest (tertarik)
Seseorang mulai tertarik kepada stimulus dan sikap sudah mulai terbentuk.
c. Evaluation (mempertimbangkan)
Seseorang mempertimbangkan baik buruk dari stimulus kepada dirinya. Hal ini
berarti sikap orang itu sudah lebih baik.
d. Trial (mencoba)
Seseorang telah mulai mencoba perilaku baru.
e. Adoption (adopsi)
Seseorang telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran dan
sikapnya terhadap stimulus.
Pengukuran perilaku dapat dilakukan secara tidak langsung, yakni dengan
wawancara terhadap kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan beberapa jam, hari atau
bulan yang lalu. Pengukuran dapat juga dilakukan secara langsung, yakni dengan
mengamati tindakan atau kegiatan responden.10
1. Kokain
2. Benzokain (ametikain)
3. Prokain (novokain)
4. Tetrakain (pontokain)
5. Kloroprokain (nesakain)
b. Golongan Amida
Golongan Amida merupakan golongan yang tidak mudah terhidrolisis sehingga
waktu kerjanya lama. Berikut ini merupakan pembagian jenis anestesi lokal
berdasarkan golongan amida (-NCH-):2
1. Lidokain (xylokain, lignokain)
2. Mepivakain (karbokain)
3. Prilokain (sitanes)
4. Bupivakain (markain)
5. Etidokain (duranes)
6. Artikain
7. Dibukain (nuperkain)
8. Ropivakain (naropin)
9. Levobupivakain (chirocaine).
Perbedaan senyawa kimia ini direfleksikan dalam perbedaan tempat
metabolisme, dimana golongan ester terutama dimetabolisme oleh enzim pseudo-
kolinesterase di plasma sedangkan golongan amide terutama melalui degradasi
enzimatis di hati.6
II. Klasifikasi anestesi lokal berdasarkan potensi dan lama kerja dibagi menjadi 3
14
group, yaitu:
a. Group I memiliki potensi lemah dengan lama kerja singkat (Short – Acting)
Contoh : Prokain dan kloroprokain.
b. Group II memiliki potensi dan lama kerja sedang (Medium – Acting)
Contoh : Lidokain, mepivakain dan prilokain.
c. Group III memiliki potensi kuat dengan lama kerja panjang (Long – Acting)
4. Lignokain (Lidokain)
Lidokain adalah derivat yang paling sering digunakan dalam bidang kedokteran
gigi. Lidokain dapat menimbulkan anestesi lebih cepat, lebih kuat, lebih lama dan
lebih ekstensif daripada prokain.1,11,15
Penambahan vasokonstriktor pada larutan lignokain 2% akan dapat menambah
durasi anastesi pulpa dari 5-10 menit menjadi 1-1,5 jam menjadi 3-4 jam. Jadi, obat
ini sering dikombinasikan dengan adrenalin (1:80.000 atau 1:100.000). Lidokain
selain digunakan untuk anestesi infiltrasi atau regional juga dapat digunakan sebagai
agen anestesi topikal. Untuk tujuan inilah, lidokain dipasarkan baik dalam bentuk
agar viskous 2% atau salep 5% atau semprotan cair 10%. 1
5. Mepivakain (Carbocaine)
Mepivakain termasuk derivat amida yang sifat farmakologinya mirip lidokain.
Dipasarkan sebagai garam hidroklorida dan dapat digunakan untuk anastesi infiltrasi
atau regional namun kurang efektif bila digunakan untuk anastesi topikal.
Mepivakain dapat menimbulkan vasokonstriksi yang lebih ringan daripada lignokain
tetapi biasanya mepivakain digunakan dalam bentuk larutan dengan penambahan
adrenalin 1:80.000.1 Mepivakain digunakan untuk anestesi infiltrasi, blokade saraf
regional dan anestesi spinal.11
Mepivakain kadang-kadang dipasarkan dalam bentuk larutan 3% tanpa
penambahan vasokonstriktor, untuk mendapatkan kedalaman dan durasi anastesi pada
pasien tertentu dimana pemakaian vasokontriktor merupakan kontraindikasi. Larutan
seperti ini dapat menimbulkan anastesi pulpa yang berlangsung antara 20-40 menit
dan anastesi jaringan lunak berdurasi 2-4 jam.1
6. Artikain
Artikain memiliki cincin thiophene sebagai pengganti ikatan benzene, yang
berperan dalam meningkatkan liposolubilitas atau kelarutan yang tinggi terhadap
lemak. Hal ini sangat penting, sebab semakin tinggi solubilitas suatu zat terhadap
lemak, maka semakin tinggi pula potensi dan kemampuan difusi zat tersebut pada
daerah terinjeksi dan zat tersebut memiliki kemampuan yang lebih tinggi untuk
menembus membran lipid dari epineuria.6
7. Prilokain
Prilokain merupakan derivat amida yang mempunyai formula kimia dan
farmakologinya mirip dengan lidokain dan mepivakain, tetapi awal kerja dan masa
kerjanya lebih lama daripada lidokain.11 Prilokain umumnya dipasarkan dalam bentuk
garam hidroklorida dengan nama dagang citanest dan dapat digunakan untuk anastesi
infiltrasi dan regional. Namun prilokain biasanya tidak dapat digunakan untuk
anestesi topikal.1,15
Prilokain biasanya menimbulkan aksi yang lebih cepat daripada lidokain namun
anastesi yang ditimbulkan tidaklah terlalu dalam. Prilokain juga kurang mempunyai
efek vasodilator bila dibanding dengan lidokain dan biasanya termetabolisme dengan
lebih cepat.1
8. Bupivakain
Merupakan turunan dari mepivakain dengan kekuatan 3 kali lebih kuat. Masa
kerjanya panjang sehingga digunakan untuk operasi yang membutuhkan waktu yang
lama. Digunakan untuk anestesi infiltrasi, epidural dan spinal.1
9. Etidokain
Merupakan zat anestetik lokal yang terbaru. Kekuatan 4 kali lidokain. Zat
anestetik ini masa kerjanya panjang dan digunakan untuk anestesi epidural.1
1. Lignokain (Lidokain)
Dosis total lignokaian jangan lebih dari 200 mg. Penambahan vasokonstriktor
akan meningkatkan dosis total menjadi 350 mg serta memperlambat absorpsi. Pada
prakteknya, dosis ini sama dengan dosis dewasa 8-10, jauh melebihi dosis yang biasa
digunakan pada satu kunjungan, karena dosis satu ampul katrid biasanya sudah cukup
untuk anestesi infiltrasi atau regional.1
Dosis maksimum yang dianjurkan untuk lidokain di negara-negara Eropa adalah
200 mg tanpa epinefrin (European Pharmacopoeia) dan di Amerika Serikat adalah
300 mg. Dosis lidokain ini mungkin tidak cukup untuk prosedur anestesi regional
pada orang dewasa. Dalam kedua Eropa dan Amerika Serikat, 500 mg lidokain
diperbolehkan jika ditambahkan epinefrin (5g/mL).17
Malamed menganjurkan dosis lidokain 2,0 mg/Ib (4,4 mg/kg) dengan atau tanpa
zat vasokonstriktor yang ditambahkan, dosis jangan melebihi 300 mg untuk lidokain
tanpa vasokonstriktor.16,19
2. Mepivakain
Dosis yang digunakan jangan melebihi dosis maksimal 5 mg/kg berat badan.
Satu ampul katrid biasanya sudah cukup untuk anestesi infiltrasi atau regional.
Biasanya mepivakain digunakan dalam bentuk larutan dengan penambahan adrenalin
1:80.000.1 Menurut Malamed, dosis untuk mepivakain adalah 2,0 mg/Ib (4,4 mg/kg)
dosis jangan melebihi dari 300 mg.16
3. Artikain
Untuk orang dewasa sehat, dosis umum yang direkomendasikan adalah 20-100
mg artikain HCl dalam 0,5-2,5 ml untuk infiltrasi, 20-136 mg artikain HCl dalam 0,5-
3,4 ml untuk blok saraf, dan 40-204 mg artikain HCl dalam 1,0-5,1 ml untuk prosedur
bedah mulut. Dosis maksimum artikain HCl yang diberikan secara infiltrasi
submukosa atau blok saraf tidak boleh melebihi 7 mg/kg (0,175 ml/kg).6,16,18
4. Bupivakain
Dosis yang diijinkan untuk penggunaan bupivakain adalah 150-175 mg.
Rekomendasi irasional untuk bupivakain adalah diterbitkan maksimum dosis 150 mg
untuk levobupivakain, meskipun levobupivakain jelas kurang beracun dibanding
bupivakain. Menurut malamed, dosis untuk bupivakain adalah 0,6 mg/Ib atau 1,3
mg/kg berat badan untuk pasien dewasa dengan dosis maksimum tidak lebih dari 90
mg.16
5. Prilokain
Menurut Malamed, dosis untuk prilokain adalah 2,7 mg/Ib atau 6,0 mg/kg berat
badan untuk pasien dewasa, dengan dosis maksimum 400 mg. Prilokain biasanya
digunakan untuk mendapatkan anestesi infiltrasi dan blok. Obat ini kurang toksik
dibandingkan dengan lignokain.16,18,19
6. Etidokain
Dosis untuk etidokain adalah 3,6 mg/Ib atau 8,0 mg/kg berat badan untuk pasien
dewasa, dengan dosis maksimum jangan melebihi 400 mg.16
terlalu dalam yaitu masuk ke glandula parotis, (3) terlalu superficial (masuk ke
spatium pterygomandibularis), (4) terlalu tinggi (mencapai collum mandibulae), (5)
terlalu jauh ke lingual (ke dalam m. Pterygoideus medialis).22
2. Sakit selama dan setelah penyuntikan.
Tajamnya jarum merupakan faktor penting dan karena itulah, perlu dipastikan
bahwa dokter gigi hanya menggunakan jarum disposable berkualitas tinggi yang
dipasarkan oleh industri farmasi yang sudah ternama. Bila jaringan tegang dan ujung
yang tajam dari jarum diinsersikan tegak lurus terhadap mukosa, penetrasi dapat
terjadi segera. Tindakan lain yang dapat memperkecil rasa tidak enak meliputi
menghangatkan larutan dan menyuntikkannya perlahan-lahan.1
Sakit dapat ditimbulkan dari penyuntikan larutan nonisotonik atau larutan yang
sudah terkontaminasi. Pengunaan kartrid yang tepat akan dapat meniadakan
kemungkinan ini. Pemberian suntikan blok gigi inferior kadang-kadang menyebabkan
pasien mengalami sakit neuralgia yang hebat pada jaringan yang disuplai oleh saraf
tersebut. Simtom ini merupakan indikator bahwa jarum sudah menembus selubung
saraf dan harus segera ditarik keluar. Bila dokter gigi tetap bersikeras untuk
mendepositkan larutan anastesi pada situasi seperti ini, akan terjadi gangguan sensasi
labial yang berlangsung cukup lama. Digunakannya tekanan yang cukup besar untuk
mendepositkan larutan pada jaringan resisten juga akan menimbulkan rasa sakit, dan
karena itu harus dihindari sebisa mungkin.1,20,23
3. Pembentukan haematoma pada daerah penyuntikan.
Karena jaringan lunak rongga mulut mempunyai cukup banyak pembuluh
vaskular maka tidak jarang ujung jarum suntik secara tak disengaja menembus
pembuluh darah. Berbagai penelitian yang menggunakan teknik aspirasi menyatakan
bahwa insidens kekeliruan ini bervariasi antara 2-11%. Kesalahan ini paling sering
terjadi bila digunakan blok gigi superior posterior. Hal ini umumnya disebabkan oleh
struktur dan posisi pleksus venosusu pterigoid yang bervariasi, atau kadang-kadang
pembuluh dapat terjebak di antara tulang dan tertusuk jarum selama penyuntikan blok
gigi inferior atau infraorbital.1,20,21
anestesi lokal. Pemakaian peralatan yang sudah disterilkan dan teknik aseptik
umumnya dapat menghilangkan kemungkinan tersebut.1,16,20,21
10. Trauma pada bibir
Pasien yang mendapat suntikan blok gigi inferior perlu diingatkan agar tidak
menggigit-gigit bagian bibir yang di anestesi, karena dapat menimbulkan ulser yang
sangat nyeri. Walaupun sudah diperingatkan, komplikasi tetap dapat terjadi namun
untungnya lesi seperti ini dapat pulih dengan cepat dengan sedikit meninggalkan
jaringan parut.1,23
12. Gangguan visual
Gangguan ini dapat berupa penglihatan ganda atau penglihatan yang buram dan
bahkan kebutaan sementara. Fenomena ini sulit dijelaskan namun diperkirakan
keadaan ini disebabkan oleh kejang vaskular atau suntikan intra-arterial yang tak
disengaja sehingga terjadi distribusi vaskular normal. Pada kasus seperti ini pasien
perlu diberitahu bahwa penglihatan akan normal kembali setelah 30 menit.1 Beberapa
suntikan maksilaris dapat menyebabkan larutan terdeposit ke orbita sehingga
menganestesi otot otoris mata. Gangguan penglihatan yang terjadi akan kembali
normal bila larutan sudah terdispersi biasanya membutuhkan waktu 3 jam.1,23
13. Parastesis
Parastesis merupakan keadaan dimana bertahannya efek anestesi pada jangka
waktu yang lama setelah penyuntikan anestesi lokal. Hal ini terjadi karena adanya
trauma pada saraf yang terkena bevel jarum pada saat penyuntikan. Pasien pada
keadaan ini akan melaporkan mati rasa setelah penyuntikan anestesi lokal untuk
beberapa jam lamanya.16,21
Gejala parastesis berangsur-angsur reda dan penyembuhan biasanya sempurna,
apabila menetap maka tentukan derajat dan luas parastesis. Hal ini dilakukan dengan
tusukkan jarum dan sentuhan gulungan kapas pada kulit, namun mata pasien harus
dalam keadaan tertutup untuk menghindari sensasi palsu. Daerah yang terkena dicatat
dan pasien diminta datang kembali secara berkala sehingga kecepatan dan derajat
pemulihan sensasi dapat ditentukan. Berikan obat-obatan dan lakukan termoterapi
pada pasien, biasanya pemulihan akan terlihat setelah tiga bulan. Bila pemulihan
tidak terjadi, maka rujuk pasien ke dokter spesialis bedah mulut atau saraf.16
gangguan fungsi pada jantung dan susunan saraf pusat. efek samping akibat dari
pemberian suntikan anestesi lokal terjadi setelah 5-10 menit. Dosis anestesi yang
berlebihan dapat menyebabkan tekanan darah yang tinggi karena penyutikan tunggal,
tambahan atau ulang.1,16,23
Penatalaksanaan overdosis tergantung dari gejala dan tanda yang terjadi, namun
dapat dicegah dengan berhati-hati dalam melakukan teknik penyuntikan dan
melakukan pengamatan penuh pada pasien. Hal yang paling penting adalah
mengetahui dosis maksimum obat anestesi lokal yang dianjurkan berdasarkan berat
badan. Jika ada reaksi yang memerlukan suplai oksigen maka dibutuhkan alat
respirasi buatan seperti ambu, hal ini untuk mencegah gagalnya respirasi. Bila sudah
dapat ditangani maka rujuk pasien segera ke rumah sakit untuk penanganan lebih
lanjut.16,23
KERANGKA KONSEP
PENGETAHUAN MAHASISWA
1. Definisi anestesi lokal
2. Jenis obat anestesi lokal
- Golongan ester
- Golongan amida
3. Dosis maksimum
penggunaan anestesi lokal
4. Efek samping penggunaan
anestesi lokal
5. Komplikasi anestesi lokal
- Komplikasi lokal
- Komplikasi sistemik
Penggunaan Dosis Anestesi Lokal
pada Pencabutan Gigi oleh
Mahasiswa Kepaniteraan Klinik
PERILAKU PENGGUNAAN
DOSIS ANESTESI LOKAL
1. Dosis maksimum
2. Jenis obat anestesi lokal
- Golongan ester
- Golongan amida
3. Efek samping penggunaan
anestesi lokal
4. Komplikasi anestesi lokal
- Komplikasi lokal
- Komplikasi sistemik
BAB 3
METODOLOGI PENELITIAN
BAB 4
HASIL PENELITIAN
Dari tabel 5, responden berjenis kelamin laki-laki sebanyak 18,4% dan berjenis
kelamin perempuan 81,6%.
Laki-laki 7 18,4 %
Perempuan 31 81,6 %
Jumlah 38 100 %
memasukkan hasil berat badan pasien, serta menggunakan dosis anestesi lokal
tersebut untuk penyuntikan (Tabel 8).
Kadang- Tidak
Perilaku Selalu kadang Pernah
Jlh % Jlh % Jlh %
Melakukan anamnesa sebelum 33 86,84 2 5,26 3 7,9
penyuntikan
Menganamnesa pasien tentang 24 63,15 10 26,31 4 10,54
obat-obatan yang sedang
dikonsumsi
Melihat efek samping setelah 17 44,73 6 15,8 15 39,47
penyuntikan
Menangani pasien yang 0 0 7 18,4 31 81,6
mengalami komplikasi
Menghitung dosis anestesi yang 0 0 0 0 38 100
harus diberikan
Menimbang berat badan sebelum 0 0 0 0 38 100
pemberian anestesi lokal
Menggunakan dosis yang telah 0 0 0 0 38 100
dihitung
Baik 0 0
Cukup 12 31,6
Kurang 26 68,4
Total 38 100
gigi
• Tidak adanya keluhan pasien setelah pencabutan gigi 7 18,4%
• Responden kadang-kadang mendapati pasien yang 3 7,89%
mengalami komplikasi (Contoh dry socket) karena
penggunaan dosis anestesi lokal yang berlebih.
BAB 5
PEMBAHASAN
Tidak ada responden yang menimbang berat badan pasien, menghitung dosis
anestesi lokal, dan menggunakan dosis yang telah dihitung. Hal ini mungkin
disebabkan karena kurangnya informasi mengenai pemberian dosis maksimum obat
anestesi lokal yang tergantung pada usia, berat badan, kesehatan pasien, jenis larutan
yang digunakan dan apakah vasokonstriktor digunakan atau tidak. Dari hasil yang
didapat, tidak ada satu pun responden yang melakukan penimbangan berat badan
sebelum tindakan penyuntikan anestesi lokal. Menurut responden, hal ini disebabkan
karena tidak tersedianya alat penimbang berat badan di klinik Departemen Bedah
Mulut FKG USU. Padahal penimbangan berat badan sebelum memberikan anestesi
lokal merupakan salah satu prosedur yang harus dilakukan untuk mendapatkan dosis
maksimum pemberian anestesi lokal.
Hasil penelitian juga didapat sebanyak 81,6% responden tidak pernah menangani
pasien yang mengalami komplikasi. Persentase tersebut sudah tergolong kategori
baik. Hal ini mungkin disebabkan karena pengetahuan responden mengenai
komplikasi dari anestesi lokal sudah cukup, yaitu 73,6%. Salah satu alasan responden
yang tidak pernah menangani pasien komplikasi adalah tidak adanya pasien yang
kembali ke Klinik, sehingga responden merasa tidak terjadi komplikasi terhadap
pasien. Responden beranggapan apabila pasien tidak kembali ke klinik maka tidak
ada komplikasi yang terjadi. Padahal tidak semua pasien yang tidak kembali ke klinik
tidak mengalami komplikasi, oleh sebab itu perlu adanya komunikasi antara
responden dan pasien setelah melakukan perawatan untuk memastikan ada atau
tidaknya komplikasi yang terjadi.
Selain itu, hasil yang kurang memuaskan juga didapat yaitu tidak ada responden
yang menggunakan dosis maksimum anestesi lokal setelah perhitungan. Tidak ada
responden yang menggunakan dosis maksimum anestesi lokal setelah perhitungan,
disebabkan oleh tidak ada satu pun responden yang melakukan perhitungan mengenai
dosis maksimum penggunaan anestesi lokal. Hal ini mungkin disebabkan oleh
kurangnya pengetahuan mahasiswa kepaniteraan klinik di Departemen Bedah Mulut
FKG USU mengenai perhitungan dosis maksimum anestesi lokal dalam suatu
tindakan pencabutan gigi, sehingga tidak satu pun responden melakukan
BAB 6
6.1 Kesimpulan
1. Pengetahuan responden tentang penggunaan dosis anestesi lokal termasuk
kategori baik (≥80%) dalam hal istilah anestesi, definisi anestesi secara umum, jenis
anestesi lokal golongan amida, efek anestesi lokal, larutan anestesi lokal yang ideal.
Pengetahuan responden termasuk kategori cukup (79% - 60%) dalam hal komplikasi
lokal anestesi lokal, komplikasi sistemik anestesi lokal. Sedangkan pengetahuan
responden termasuk kategori kurang (<60%) dalam hal penimbangan berat badan,
dosis maksimum lidokain, dosis maksimum artikain, definisi anestesi secara umum,
dosis maksimum mepivacain.
2. Perilaku responden tentang penggunaan dosis anestesi lokal termasuk
kategori baik (≥80%) dalam hal melakukan anamnesa sebelum penyuntikan. Perilaku
responden termasuk kategori cukup (79% - 60%) dalam hal anamnesa pasien tentang
obat-obatan yang sedang dikonsumsi, sedangkan perilaku responden termasuk
kategori kurang (<60%), dalam hal melihat efek samping setelah penyuntikan,
menimbang berat badan sebelum pemberian anestesi lokal, menghitung dosis anestesi
yang harus diberikan, menggunakan dosis yang telah dihitung, menangani pasien
yang mengalami komplikasi.
3. Pengetahuan responden paling banyak terdapat pada kategori cukup sebesar
44,7%, diikuti kategori baik sebesar 34,2%, dan kategori kurang sebesar 21%.
4. Perilaku responden paling banyak terdapat pada kategori kurang yaitu
sebesar 68,4%, diikuti kategori cukup sebesar 31,6%, dan kategori baik sebesar 0%.
5. Alasan responden tidak melakukan penimbangan berat badan sebelum
melakukan pemberian anestesi lokal adalah tidak tersedianya alat penimbang berat
badan di Klinik Departemen Bedah Mulut FKG USU (47,3%). Responden tidak
melakukan anamnesa sebelum penyuntikan karena responden terburu-buru sehingga
lupa untuk melakukan anamnesa (60%). Alasan responden tidak menganamnesa obat-
obatan yang sedang dikonsumsi adalah responden hanya menganamnesa pasien yang
berumur diatas 30 tahun (35,7%). Alasan responden tidak menghitung dosis
maksimum yang harus diberikan adalah responden tidak mengetahui bagaimana cara
menghitung dosis maksimum anestesi lokal (39,5%). Seluruh responden tidak
menghitung dosis maksimum anestesi lokal dengan menimbang berat badan.
Responden tidak melihat efek samping setelah penyuntikan yang mana responden
langsung melakukan tindakan tanpa melihat efek samping dari anestesi lokal (42,8%).
Responden tidak pernah menangani pasien yang mengalami komplikasi setelah
penyuntikan adalah tidak kembalinya pasien ke Klinik setelah pencabutan gigi
(18,4%).
6.2 Saran
1. Diharapkan kepada Departemen untuk lebih menekankan teori mengenai
perhitungan dosis anestesi lokal terhadap mahasiswa kepaniteraan klinik sebelum
melakukan tindakan penyuntikan dan dikenakan sanksi apabila tidak melakukan
perhitungan.
2. Diharapkan kepada Departemen untuk memberikan himbauan kepada mahasiswa
kepaniteraan klinik yang akan memasuki Klinik tentang pentingnya pengetahuan
penggunaan dosis anestesi lokal yang tepat pada pencabutan gigi.
3. Diharapkan kepada mahasiswa kepaniteraan klinik agar meningkatkan
pengetahuan dan perilaku penggunaan dosis anestesi lokal pada pencabutan gigi.
4. Diharapkan kepada mahasiswa kepaniteraan klinik agar selalu melakukan
penimbangan berat badan sebelum melakukan tindakan penyuntikan.
DAFTAR PUSTAKA
13. Clinical Guidelines. Guideline on use of local anesthesia for pediatric dental patients.
American Academy of Pediatric Dentistry. Reference Manual. 2009; 33(6): 176.
14. James R. Hupp. Contemporary oral and maxillofacial surgery. 5th ed., Mosby:
Elsevier,. 2008: 96-7.
15. Chung, David C. Essentials of anesthesiology. Philadelphia: W.B. Saunders Co.,
1983: 55-7.
16. Malamed, Stanley F. Handbook of local anesthesia. 5th ed., Philadelphia: Elsevier
Mosby., 2004: 55-74, 285-94.
17. Rosenberg et al. Maximum recommended doses of local anesthetics: A multifactorial
concept. Regional Anesthesia and Pain Medicine. 2004; 29(6): 564-5
18. Kaye Cantlay BA MB ChB MRCP FRCA dkk. Anaesthesia for dentistry. Journal of
Anaesthesia 2005; 5(3): 72-3.
19. Chestnutt Ivor G, John G. Clinical dentistry. 3rd ed. Philadelphia: Elsevier Limited.,
2007: 95.
20. Baart J.A, Brand H.S. Local anaesthesia in dentistry. 1st ed., Wiley-Blackwell., 2009:
57-125.
21. Daniel A, Haas. Localized complications from local anesthesia. Journal CDA 1998;
1-9.
22. Purwanto, Lilian Y. Petunjuk praktis anestesi lokal. Ed 1., Jakarta: EGC., 1993: 7-30.
23. Roberts G.J. Analgesia dan sedasi gigi geligi. Jakarta: Hipokrates., 1991: 65-9.
LAMPIRAN 1
LAMPIRAN 2
Nomor :
Tanggal :
PETUNJUK PENGISIAN
I. Pengetahuan
1) Menurut Anda, istilah anestesi berasal dari bahasa apa? 1
a. Inggris
b. Yunani
c. Belanda
II. Perilaku
1. Apakah saudara melakukan penimbangan berat badan sebelum 1
melakukan pemberian anestesi lokal?
1. Selalu 2. Kadang-kadang 3. Tidak pernah
Jika Jawaban saudara Kadang-kadang dan tidak, berikan
alasannya.......................................................................................
......................................................................................................