You are on page 1of 69

PENGETAHUAN DAN PERILAKU PENGGUNAAN

DOSIS ANESTESI LOKAL OLEH MAHASISWA


KEPANITERAAN KLINIK DI DEPARTEMEN
BEDAH MULUT FKG USU TAHUN 2013

SKRIPSI

Oleh:

LUSIANA S
NIM: 090600095

PEMBIMBING:
OLIVIA AVRIYANTI HANAFIAH, drg., SP. BM

GEMA NAZRI YANTI, drg., M.Kes

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI


UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN 2013

Universitas Sumatera Utara


2

Fakultas Kedokteran Gigi

Departemen Bedah Mulut dan Maksilofasial

Tahun 2013

Lusiana Simangunsong

Pengetahuan dan perilaku penggunaan dosis anestesi lokal oleh mahasiswa

kepaniteraan di Klinik Departemen Bedah Mulut FKG USU tahun 2013.

xi + 45 halaman

Popularitas anestesi lokal yang makin meluas dan meningkat dalam bidang

kedokteran gigi merupakan cerminan dari efisiensi, kenyamanan dan adanya

kontraindikasi yang minimal dari anestesi lokal. Penelitian ini bertujuan untuk

mengetahui kategori pengetahuan dan perilaku penggunaan dosis anestesi lokal oleh

mahasiswa kepaniteraan klinik di Klinik Departemen Bedah Mulut FKG USU tahun

2013. Jenis penelitian ini adalah survei deskriptif dengan populasi seluruh mahasiswa

kepaniteraan klinik yang sedang berada di Klinik Departemen Bedah Mulut FKG

USU pada bulan Mei tahun 2013, yaitu 38 orang. Penentuan sampel penelitian

menggunakan teknik total sampling, dimana seluruh populasi dijadikan sampel, yaitu

sebanyak 38 orang. Hasil penelitian menunjukkan persentase kategori pengetahuan

tertinggi pada kategori cukup (44,7%) dan perilaku pada kategori kurang (68,4%).

Pengetahuan responden masih kurang pada defenisi anestesi secara umum (34,2%)

dan dosis maksimum mepivacain (13,1%). Dari segi perilaku, hanya 44,73%

responden yang melihat efek samping setelah penyuntikan dan tidak ada satu

orangpun responden yang menghitung dosis anestesi yang harus diberikan,

Universitas Sumatera Utara


3

menimbang berat badan sebelum pemberian anestesi lokal dan menggunakan dosis

yang telah dihitung sebelumnya. Pengetahuan dan perilaku penggunaan dosis anestesi

lokal oleh mahasiswa kepaniteraan klinik di Departemen Bedah Mulut FKG USU

masih termasuk rendah, sehingga diperlukan upaya untuk meningkatkan pengetahuan

dan perilaku responden terhadap pentingnya penghitungan dosis anestesi lokal

sebelum pencabutan gigi.

Daftar rujukan: 23 (1983-2012)

Universitas Sumatera Utara


4

PERNYATAAN PERSETUJUAN

Skripsi ini telah disetujui untuk

dipertahankan di hadapan tim penguji

Medan, 08 Juli 2013

Pembimbing: Tanda Tangan

1. OLIVIA AVRIYANTI HANAFIAH, drg., Sp.BM 1……………


NIP. 19730422 199802 2 001

2. GEMA NAZRI YANTI, drg., M.Kes 2……………


NIP. 19790625 200312 2 002

Universitas Sumatera Utara


5

TIM PENGUJI SKRIPSI

Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan tim penguji

pada tanggal 08 Juli 2013

TIM PENGUJI

KETUA : Hendry Rusdy, drg., M.Kes, Sp.BM

ANGGOTA : 1. Shaukat Osmani Hasbi, drg., Sp.BM

2. Olivia Avriyanti Hanafiah, drg., Sp.BM

3. Gema Nazri Yanti, drg., M.Kes

Universitas Sumatera Utara


6

KATA PENGANTAR

Puji syukur dan terima kasih kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat
dan karunia-Nya, sehingga skripsi ini selesai disusun untuk memenuhi salah satu
syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi di Fakultas Kedokteran Gigi
Universitas Sumatera Utara.
Dengan hati yang tulus penulis mengucapkan terima kasih yang tak terhingga
kepada dosen pembimbing skripsi yaitu Olivia Avriyanti Hanafiah, drg., Sp.BM
selaku dosen pembimbing pertama, Gema Nazri Yanti, drg., M.Kes selaku dosen
pembimbing kedua yang telah meluangkan waktu dan kesabaran dalam membimbing
penulis demi selesainya skripsi ini. Ucapan terima kasih sebesar-sebesarnya kepada
kedua orang tua penulis, Ayahanda Bilmar Simangunsong, SH dan Ibunda tercinta
Rotua Sianturi S.Pd yang telah memberikan kasih sayang, doa, dukungan serta segala
bantuan baik berupa moril maupun materil yang tidak terbatas oleh penulis.
Selanjutnya penulis mengucap terima kasih kepada :
1. Eddy Anwar Ketaren, drg., Sp.BM selaku ketua Departemen Bedah Mulut
dan Maksilofasial Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.
2. Seluruh staf pengajar dan laboran Departemen Bedah Mulut Fakultas
Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan saran dalam
penyelesaian skripsi ini.
3. Rehulina Ginting, drg selaku dosen pembimbing akademik yang telah
membimbing penulis selama menjalankan akademik.
4. Adik-adikku tersayang Tumpal R Simangunsong, Tumpak F Simangunsong,
Miranda Simangunsong atas kasih sayang, doa, dukungan serta pengorbanan untuk
kebahagiaan penulis.
5. Teman-teman terbaikku Hefni Fadilah Rambe S.KG, Selly Rahmadani Lubis,
Nora N Ritonga, Yudhistria Sihombing, Juliana Sari,S.KG, Lili Haryati Hsb, S.KG,
Syarifah Harahap, S.KG Nabilah Khairiyyah, S.KG, Ikhrima Daulay, S.KG,

Universitas Sumatera Utara


7

Vivi Zayanti, S.KG, Karsa Rajagukguk yang selalu memberi dukungan dan semangat
serta selalu ceria menjalani hari bersama-sama.
6. Teman seperjuangan skripsi di Departemen Bedah Mulut dan Maksilofasial
Kak Lili Mulia Ningsih, Nurhasanah dan teman – teman yang lain serta seluruh
teman mahasiswa stambuk 2009 atas dukungan, saran dan bantuannya kepada
penulis.
7. Teman-teman terdekatku Tony Gabrielli Saragih, Hans Noel Panjaitan, Steven
Handerson Rajagukguk atas dukungan dan semangat untuk kebahagiaan penulis.
Penulis menyadari kelemahan dan keterbatasan ilmu yang penulis miliki
menjadikan skripsi ini masih perlu perbaikan, saran dan kritik untuk kedepannya
sehingga menjadi lebih baik. Akhirnya penulis mengharapkan semoga skripsi ini
dapat digunakan dan memberikan sumbangan pikiran yang berguna bagi Fakultas
Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.

Medan, 08 Juli 2013


Penulis,

(Lusiana S)
NIM : 090600095

Universitas Sumatera Utara


8

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ................................................................................

HALAMAN PERSETUJUAN ..................................................................

HALAMAN TIM PENGUJI SKRIPSI......................................................

KATA PENGANTAR .............................................................................. iv

DAFTAR ISI ............................................................................................ vi

DAFTAR TABEL .................................................................................... viii

DAFTAR GAMBAR ................................................................................ ix

DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................. x

BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang .......................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ..................................................................... 4
1.3 Tujuan Penelitian ...................................................................... 4
1.4 Manfaat Penelitian..................................................................... 5

Universitas Sumatera Utara


9

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Pengetahuan ............................................................................... 6
2.2 Perilaku ..................................................................................... 7
2.3 Defenisi Anestesi Lokal........................................................... .... 8

2.4 Jenis Obat Anestesi Lokal .......................................................... 8


2.5 Dosis Maksimum Pemberian Anestesi Lokal ............................. 12
2.6 Efek Samping Anestesi Terhadap Pasien.................................... 14
2.7 Komplikasi Setelah Pemberian Anestesi .................................... 15
2.7.1 Komplikasi Lokal ................................................................... 16
2.7.2 Komplikasi Sistemik ............................................................... 21

2.8 Kerangka Konsep Penelitian ...................................................... 24

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN


3.1 Jenis Penelitian .......................................................................... 25

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ..................................................... 25


3.3 Populasi dan Sampel ................................................................. 25
3.4 Variabel dan Definisi Operasional ............................................. 26
3.5 Metode Pengumpulan Data........................................................ 28
3.6 Pengolahan dan Analisis Data ................................................... 28
3.7 Aspek Pengukuran..................................................................... 28

BAB 4 HASIL PENELITIAN

4.1 Gambaran Responden................................................................ 30


4.2 Pengetahuan Responden Tentang Penggunaan Dosis Anestesi
Lokal Pada Pencabutan Gigi ...................................................... 30
4.3 Perilaku Responden Tentang Penggunaan Dosis Anestesi Lokal
Pada Pencabutan Gigi ................................................................ 32

Universitas Sumatera Utara


10

BAB 5 PEMBAHASAN ........................................................................... 37

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan ............................................................................... 42


6.2 Saran ......................................................................................... 43

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................... 44


LAMPIRAN

Universitas Sumatera Utara


11

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Rekomendasi Dosis Maksimum Penggunaan Anestesi Lokal dengan


Vasokonstriktor .................................................................................. 14

2 . ........................................................................... Variabel dan Definisi Operasional


................................................................................................................... 26

3. ................................................................................... Kategori Nilai Pengetahuan


................................................................................................................... 29

4. .......................................................................................... Kategori Nilai Perilaku


................................................................................................................... 29

5. ..................................... Karakteristik Responden Mahasiswa Kepaniteraan Klinik


................................................................................................................... 30

Universitas Sumatera Utara


12

6. Distribusi Frekuensi Pengetahuan Responden tentang Penggunaan


Anastesi Lokal Pada Pencabutan Gigi (n=38) ...................................... 31

7. Kategori Pengetahuan Responden tentang Penggunaan Dosis Anastesi


Lokal Pada Pencabutan Gigi (n=38) .................................................. 31

8. Distribusi Frekuensi Perilaku Responden tentang Penggunaan Dosis


Anestesi Lokal pada Pencabutan Gigi (n=38) ..................................... 33

9. Kategori Perilaku Responden tentang Penggunaan Dosis Anastesi Lokal


pada Pencabutan Gigi (n=38) ............................................................. 34

10. Alasan Responden Tidak Melakukan Perilaku Penggunaan Dosis


Anestesi Lokal (n=38) ....................................................................... 35

Universitas Sumatera Utara


13

DAFTAR GAMBAR

Gambar
Halaman

1. Paralisa Wajah ................................................................................... 20

Universitas Sumatera Utara


14

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran

Universitas Sumatera Utara


15

1 Daftar Riwayat Hidup

2 Kuesioner Pengetahuan dan Prilaku Penggunaan Dosis Anastesi Lokal Oleh


Mahasiswa Kemitraan Klinik Bedah Mulut FKG USU

Universitas Sumatera Utara


2

Fakultas Kedokteran Gigi

Departemen Bedah Mulut dan Maksilofasial

Tahun 2013

Lusiana Simangunsong

Pengetahuan dan perilaku penggunaan dosis anestesi lokal oleh mahasiswa

kepaniteraan di Klinik Departemen Bedah Mulut FKG USU tahun 2013.

xi + 45 halaman

Popularitas anestesi lokal yang makin meluas dan meningkat dalam bidang

kedokteran gigi merupakan cerminan dari efisiensi, kenyamanan dan adanya

kontraindikasi yang minimal dari anestesi lokal. Penelitian ini bertujuan untuk

mengetahui kategori pengetahuan dan perilaku penggunaan dosis anestesi lokal oleh

mahasiswa kepaniteraan klinik di Klinik Departemen Bedah Mulut FKG USU tahun

2013. Jenis penelitian ini adalah survei deskriptif dengan populasi seluruh mahasiswa

kepaniteraan klinik yang sedang berada di Klinik Departemen Bedah Mulut FKG

USU pada bulan Mei tahun 2013, yaitu 38 orang. Penentuan sampel penelitian

menggunakan teknik total sampling, dimana seluruh populasi dijadikan sampel, yaitu

sebanyak 38 orang. Hasil penelitian menunjukkan persentase kategori pengetahuan

tertinggi pada kategori cukup (44,7%) dan perilaku pada kategori kurang (68,4%).

Pengetahuan responden masih kurang pada defenisi anestesi secara umum (34,2%)

dan dosis maksimum mepivacain (13,1%). Dari segi perilaku, hanya 44,73%

responden yang melihat efek samping setelah penyuntikan dan tidak ada satu

orangpun responden yang menghitung dosis anestesi yang harus diberikan,

Universitas Sumatera Utara


3

menimbang berat badan sebelum pemberian anestesi lokal dan menggunakan dosis

yang telah dihitung sebelumnya. Pengetahuan dan perilaku penggunaan dosis anestesi

lokal oleh mahasiswa kepaniteraan klinik di Departemen Bedah Mulut FKG USU

masih termasuk rendah, sehingga diperlukan upaya untuk meningkatkan pengetahuan

dan perilaku responden terhadap pentingnya penghitungan dosis anestesi lokal

sebelum pencabutan gigi.

Daftar rujukan: 23 (1983-2012)

Universitas Sumatera Utara


16

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Popularitas anestesi lokal yang semakin meluas dan meningkat dalam bidang
kedokteran gigi merupakan cerminan dari efisiensi, kenyamanan dan adanya
kontraindikasi yang minimal dari anestesi lokal. Rasa sakit dapat diredakan melalui
terputusnya perjalanan neural pada berbagai tingkatan dan melalui cara-cara yang
dapat memberikan hasil permanen atau sementara. Dalam kedokteran gigi sering
digunakan anestesi lokal untuk melakukan suatu prosedur operasi atau ekstraksi gigi.1
Menurut Surjadi K, anestesi lokal ialah obat yang menghasilkan blokade
konduksi sementara terhadap rangsang transmisi sepanjang saraf, jika digunakan pada
saraf sentral atau perifer. Anestesi lokal setelah keluar dari saraf diikuti oleh pulihnya
konduksi saraf secara spontan dan lengkap tanpa diikuti oleh kerusakan struktur
saraf.2
Setiap dokter gigi di Kanada menyuntikkan sekitar 1.800 kartrid dari anestesi
lokal pertahunannya, dan telah diperkirakan bahwa lebih dari 300 juta kartrid yang
diberikan oleh dokter gigi di Amerika Serikat setiap tahunnya. Oleh karena itu,
semua dokter gigi harus memiliki keahlian dalam anestesi lokal.3
Alvarez RG et al. melakukan penelitian mengenai pengetahuan penggunaan
anestesi lokal pada tahun 2009 di National University of Mexico pada 244 mahasiswa
kedokteran gigi yang diuji dengan 11 pertanyaan mengenai pengetahuan anestesi
lokal di klinik seperti penggunaan dosis yang tepat, kemungkinan efek samping dan
toksisitas yang mungkin terjadi. Dari hasil penelitian tersebut, 81,56% responden
menjawab pertanyaan dengan kurang memuaskan. Hasil yang kurang memuaskan ini
menunjukkan kurangnya pengetahuan tentang penggunaan anestesi lokal.4
Selain itu, penelitian juga dilakukan oleh Foley J. et al. di Rumah Sakit Gigi
Dundee (United Kingdom) terhadap 24 responden yang terdiri dari 5 orang
mahasiswa kedokteran gigi, 8 orang mahasiswa kepaniteraan klinik, dan 11 orang

Universitas Sumatera Utara


17

dokter gigi mengenai pengetahuan penggunaan anastesi lokal. Dari hasil penelitian
didapat seluruh responden mempunyai pengetahuan yang kurang mengenai
penggunaan dosis maksimum yang ideal untuk anestesi lokal.5
Secara kimiawi obat anestesi lokal dibagi menjadi dua golongan yaitu golongan
ester dan golongan amida. Ester adalah golongan yang mudah terhidrolisis sehingga
waktu kerjanya cepat hilang. Amida merupakan golongan yang tidak mudah
terhidrolisis sehingga waktu kerjanya lama.6
Obat anestesi lokal yang lazim dipakai di Indonesia untuk golongan ester adalah
prokain, sedangkan golongan amida adalah lidokain, bupivakain, artikain,
mepivakain. Idealnya, suntikan harus diikuti segera dengan timbulnya efek anestesi
lokal. Bila anestesi lokal digunakan dalam dosis yang tepat, maka akan menimbulkan
efektivitas yang konsisten.1
Hasil percobaan menunjukkan bahwa waktu timbul rata-rata setelah anestesi
infiltrasi dengan lidokain 2% (20 mg per 1 ml) dan larutan adrenalin 1:80.000 adalah
sekitar 1 menit 20 detik. Larutan adrenalin 1:80.000 diartikan, bahwa ada 1 gram
(atau 1000 mg) obat yang terdapat pada 80.000 ml larutan. Sehingga larutan 1:80.000
mengandung 1000 mg dalam 80.000 ml larutan atau 80 mg/ml. Larutan lidokain
menimbulkan durasi anestesi terlama, diikuti secara berurutan oleh larutan yang
mengandung prilokain, prokain dan mepivakain.1,6
Penelitian yang dilakukan di Klinik Gigi Dentes Yogyakarta oleh Wulandari NM
(2008) mengenai evaluasi penggunaan obat anestesi dan analgesik pada pasien bedah
mulut, menunjukkan bahwa penggunaan obat anestesi lokal jenis articain HCl 4%
dengan epinefrin sebanyak 97%, sedangkan jenis Lidokain HCl 2% dengan epinefrin
sebanyak 3%.7
Di Jerman dan Kanada, artikain menjadi anestesi lokal yang paling sering
digunakan untuk menggantikan lidokain. Oleh karena kapasitasnya yang tinggi saat
berdifusi, infiltrasi maksila dengan menggunakan artikain memberikan efek anestesi
pada palatum durum dan jaringan lunak, sehingga tidak perlu lagi melakukan
infiltrasi palatal atau blok saraf. Douglas Robertson dkk menyimpulkan bahwa
aplikasi satu ampul artikain 4% (40 mg per 1 ml) dengan epinefrin 1 : 100.000

Universitas Sumatera Utara


18

(terdapat obat epinefrin 100 mg/ml) untuk infiltrasi bukal gigi molar satu dan anestesi
pulpa pada gigi-gigi posterior rahang bawah, secara signifikan bekerja lebih baik
dibanding dengan aplikasi satu ampul lidokain 2% dengan epinefrin 1 : 100.000.6
Menurut Ellis, F.R, adrenalin sering ditambahkan ke larutan anestesi lokal untuk
mengurangi aliran darah lokal, sehingga memperpanjang kerja. Kokain berbeda dari
obat lain karena ia mempunyai sifat vasokonstriktor. Vasokonstriktor yang biasa
digunakan adalah adrenalin 1:200.000 konsentrasi akhir. Larutan 20 ml lidokain 1%
(10 mg per 1 ml) mengandung 200 mg.8
Stanley M. dkk, melakukan penelitian untuk membandingkan keamanan dan
efektifitas dari artikain HCL 4% dengan konsentrasi epinefrin 1 : 100.000 dan
lidokain 2% dengan konsentrasi epinefrin 1: 100.000. Hasilnya menunjukkan bahwa
artikain HCL 4% dengan konsentrasi epinefrin 1 : 100.000 dapat ditoleransi dengan
baik oleh subyek, efektif dalam mencegah timbulnya nyeri selama prosedur
perawatan gigi, memiliki mula kerja yang cepat dan durasi anestesi yang lama,
sehingga aman untuk digunakan pada praktek kedokteran gigi.6
Menurut Dr. Haas, mepivakain dan prilokain dapat digunakan untuk prosedur
perawatan yang singkat, terutama yang melibatkan blok mandibula dimana
vasokonstriktor kurang penting. Obat ini juga dapat digunakan ketika epinefrin harus
dihindari seperti pada pasien dengan penyakit jantung iskemik atau infark miokard.
Bupivakain dapat digunakan ketika perawatan memerlukan durasi yang panjang
terutama perawatan di rahang bawah.3 Artikain mempunyai cincin thiopene yang
mudah larut dalam lemak, sehingga meningkatkan mula kerja obat, memperpanjang
waktu absorbsi sistemik, dan dengan resiko toksis yang rendah. Dalam melakukan
anestesi, operator haruslah melakukannya secara hati-hati, karena dapat menyebabkan
terjadinya komplikasi. Setiap dokter gigi diharapkan selalu menggunakan larutan
anestesi lokal dengan dosis yang tepat dan teknik yang tepat sehingga dapat
mengurangi kemungkinan terjadinya komplikasi.6
Sejauh ini penelitian mengenai pengetahuan dan perilaku penggunaan dosis
anestesi lokal oleh mahasiswa kepaniteraan klinik pada pencabutan gigi belum pernah
dilakukan, sehingga berdasarkan hal tersebut peneliti tertarik untuk mengetahui

Universitas Sumatera Utara


19

pengetahuan dan perilaku penggunaan dosis anestesi lokal oleh mahasiswa


kepaniteraan klinik di Klinik Departemen Bedah Mulut FKG USU Tahun 2013.
Mahasiswa kepaniteraan klinik dijadikan sampel penelitian karena sebagian dari
tindakan yang mereka lakukan pada masa sekarang, akan dilakukan juga ketika sudah
menjadi dokter gigi nantinya, sehingga apabila pada saat melakukan evaluasi terdapat
tindakan medis yang masih belum sesuai prosedur, diharapkan tindakan tersebut
dapat diperbaiki.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan uraian latar belakang yang telah dijelaskan diatas, maka dapat
dirumuskan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimanakah pengetahuan penggunaan dosis anestesi lokal oleh mahasiswa
kepaniteraan klinik pada pencabutan gigi di Klinik Departemen Bedah Mulut FKG
USU 2013.
2. Bagaimanakah perilaku penggunaan dosis anestesi lokal oleh mahasiswa
kepaniteraan klinik pada pencabutan gigi di Klinik Departemen Bedah Mulut FKG
USU 2013.
3. Bagaimanakah alasan dari perilaku penggunaan dosis anestesi lokal oleh
mahasiswa kepaniteraan klinik pada pencabutan gigi di Klinik Departemen Bedah
Mulut FKG USU 2013.

I.3. Tujuan Penelitian


Penelitian ini bertujuan :
1. Untuk mengetahui pengetahuan penggunaan dosis anestesi lokal oleh
mahasiswa kepaniteraan klinik pada pencabutan gigi di Klinik Departemen Bedah
Mulut FKG USU 2013.
2. Untuk mengetahui perilaku penggunaan dosis anestesi lokal oleh mahasiswa
kepaniteraan klinik pada pencabutan gigi di Klinik Departemen Bedah Mulut FKG
USU 2013

Universitas Sumatera Utara


20

3. Untuk mengetahui alasan dari perilaku penggunaan dosis anestesi lokal oleh
mahasiswa kepaniteraan klinik pada pencabutan gigi di Klinik Departemen Bedah
Mulut FKG USU 2013.

I.4. Manfaat Penelitian


Beberapa manfaat penelitian ini antara lain:
1. Sebagai evaluasi pengetahuan dan perilaku penggunaan dosis anestesi lokal
oleh mahasiswa kepaniteraan klinik pada pencabutan gigi di Klinik Departemen
Bedah Mulut FKG USU 2013.
2. Sebagai perbaikan pengetahuan dan perilaku penggunaan dosis anestesi lokal
oleh mahasiswa kepaniteraan klinik pada pencabutan gigi di Klinik Departemen
Bedah Mulut FKG USU 2013.
3. Sebagai tambahan referensi dan masukan di Klinik Bedah Mulut FKG USU.
4. Sebagai tambahan pengetahuan bagi peneliti, dan sebagai bahan perbandingan
antara praktek dan teori yang ada.

Universitas Sumatera Utara


21

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengetahuan
Pengetahuan merupakan hasil “tahu” dan ini terjadi setelah seseorang melakukan
pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengetahuan atau kognitif merupakan
domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (overt
behavior).9 Pengetahuan bisa diperoleh secara alami maupun secara terencana yaitu
melalui proses pendidikan. Pengetahuan merupakan hal kognitif yang mempunyai
tingkatan, yaitu:10
a. Tahu (know)
Tahu merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah, misalnya mengingat
atau mengingat kembali suatu objek atau rangsangan tertentu.
b. Memahami (comprehension)
Memahami adalah kemampuan untuk menjelaskan secara benar objek yang
diketahui.
c. Aplikasi (application)
Aplikasi adalah kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari
pada situasi atau kondisi sebenarnya.
d. Analisis (analysis)
Analisis adalah kemampuan untuk menjabarkan suatu materi atau objek ke
dalam komponen-komponen tetapi masih di dalam suatu struktur organisasi tersebut.
e. Sintesis (synthesis)
Sintesis adalah kemampuan untuk menggabungkan bagian-bagian ke dalam
suatu bentuk tertentu yang baru.
f. Evaluasi (evaluation)
Evaluasi adalah kemampuan untuk melakukan penilaian terhadap objek tertentu.

Universitas Sumatera Utara


22

Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang


menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau
responden.9

2.2 Perilaku
Skinner (1938) seorang ahli psikologi merumuskan bahwa perilaku merupakan
respons atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar).10 Benyamin
Bloom, seorang ahli psikologi pendidikan membagi perilaku ke dalam tiga domain,
ranah atau kawasan yakni kognitif, afektif, dan psikomotor. Dalam
perkembangannya, teori Bloom ini dimodifikasi untuk pengukuran hasil pendidikan
kesehatan yakni pengetahuan, sikap, dan tindakan.
Penelitian Rogers mengungkapkan bahwa sebelum seseorang mengadopsi
suatu perilaku, terjadi proses yang berurutan dalam orang itu, yakni: 10
a. Awareness (kesadaran)
Seseorang menyadari dalam arti mengetahui stimulus terlebih dahulu.
b. Interest (tertarik)
Seseorang mulai tertarik kepada stimulus dan sikap sudah mulai terbentuk.
c. Evaluation (mempertimbangkan)
Seseorang mempertimbangkan baik buruk dari stimulus kepada dirinya. Hal ini
berarti sikap orang itu sudah lebih baik.
d. Trial (mencoba)
Seseorang telah mulai mencoba perilaku baru.
e. Adoption (adopsi)
Seseorang telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran dan
sikapnya terhadap stimulus.
Pengukuran perilaku dapat dilakukan secara tidak langsung, yakni dengan
wawancara terhadap kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan beberapa jam, hari atau
bulan yang lalu. Pengukuran dapat juga dilakukan secara langsung, yakni dengan
mengamati tindakan atau kegiatan responden.10

Universitas Sumatera Utara


23

2.3 Defenisi Anestesi Lokal


Istilah anestesi berasal dari bahasa Yunani yaitu an = tidak, tanpa; aesthetos =
persepsi, kemampuan untuk merasa. Secara umum anestesi adalah hilangnya semua
bentuk sensasi termasuk sakit, sentuhan, persepsi temperatur, tekanan dan dapat
disertai dengan terganggunya fungsi motorik ketika melakukan pembedahan dan
berbagai prosedur lainnya.
Anestesi lokal ialah obat yang menghambat hantaran saraf bila dikenakan secara
lokal pada jaringan saraf dengan kadar cukup. Obat ini bekerja pada tiap bagian
susunan saraf. Pemberian anestesi lokal pada batang saraf menyebabkan paralisis
sensorik dan motorik di daerah yang dipersarafinya. Paralisis saraf oleh anestetik
lokal bersifat reversibel, tanpa merusak serabut atau sel saraf.11 Menurut Surjadi K,
anestesi lokal ialah obat yang menghasilkan blokade konduksi sementara terhadap
rangsang transmisi sepanjang saraf, jika digunakan pada saraf sentral atau perifer.
Anestesi lokal setelah keluar dari saraf diikuti oleh pulihnya konduksi saraf secara
spontan dan lengkap tanpa diikuti oleh kerusakan struktur saraf.2
Anestesi lokal adalah hilangnya sensasi sementara termasuk nyeri pada salah satu
bagian tubuh yang dihasilkan oleh agen topikal-diterapkan atau disuntikkan tanpa
menekan tingkat kesadaran.13 Larutan anestesi lokal yang ideal sebaiknya tidak
mengiritasi dan tidak merusak jaringan saraf secara permanen, memiliki batas
keamanan yang luas, mula kerja harus sesingkat mungkin, durasi kerja harus cukup
lama, larut dalam air, dapat disterilkan tanpa mengalami perubahan.6,11,12

2.4 Jenis obat anestesi lokal


Berikut ini merupakan pembagian anestesi lokal secara garis besar, yaitu:
I. Golongan obat anestesi lokal berdasarkan senyawa kimia dapat dibagi menjadi
dua golongan, yaitu golongan ester dan golongan amida.
a. Golongan Ester
Golongan ester merupakan golongan yang mudah terhidrolisis sehingga waktu
kerjanya cepat hilang. Golongan ester (-CO-) yaitu:2

Universitas Sumatera Utara


24

1. Kokain
2. Benzokain (ametikain)
3. Prokain (novokain)
4. Tetrakain (pontokain)
5. Kloroprokain (nesakain)

b. Golongan Amida
Golongan Amida merupakan golongan yang tidak mudah terhidrolisis sehingga
waktu kerjanya lama. Berikut ini merupakan pembagian jenis anestesi lokal
berdasarkan golongan amida (-NCH-):2
1. Lidokain (xylokain, lignokain)
2. Mepivakain (karbokain)
3. Prilokain (sitanes)
4. Bupivakain (markain)
5. Etidokain (duranes)
6. Artikain
7. Dibukain (nuperkain)
8. Ropivakain (naropin)
9. Levobupivakain (chirocaine).
Perbedaan senyawa kimia ini direfleksikan dalam perbedaan tempat
metabolisme, dimana golongan ester terutama dimetabolisme oleh enzim pseudo-
kolinesterase di plasma sedangkan golongan amide terutama melalui degradasi
enzimatis di hati.6
II. Klasifikasi anestesi lokal berdasarkan potensi dan lama kerja dibagi menjadi 3
14
group, yaitu:
a. Group I memiliki potensi lemah dengan lama kerja singkat (Short – Acting)
Contoh : Prokain dan kloroprokain.
b. Group II memiliki potensi dan lama kerja sedang (Medium – Acting)
Contoh : Lidokain, mepivakain dan prilokain.
c. Group III memiliki potensi kuat dengan lama kerja panjang (Long – Acting)

Universitas Sumatera Utara


25

Contoh : Tetrakain, bupivakain dan etidokain.


III. Klasifikasi anestesi lokal berdasarkan mula kerjanya, dapat dibagi menjadi:
a. Mula kerja relatif cepat
Contoh : Kloroprokain, lidokain, mepivakain, prilokain dan etidokain.
b. Mula kerja sedang
Contoh : Bupivakain
c. Mula kerja lambat
Contoh : Prokain dan tetrakain
Obat-obat anestesi lokal terdiri dari:
1. Kokain
Merupakan zat anestesi lokal yang didapat dari alam. Saat ini penggunaan kokain
sudah mulai jarang karena dapat menyebabkan terjadinya reaksi alergi, iritasi
jaringan, kestabilan larutan dalam air rendah dan dapat menyebabkan kecanduan
berat. Pemakaiannya terbatas pada anestesi topikal pada bidang THT dan bidang
kedokteran mata.1,11,15
2. Prokain
Merupakan zat anestetik sintesis. Selama lebih dari 50 tahun prokain merupakan
obat terpilih untuk anestesi lokal. Namun sekarang penggunaan prokain kurang
diminati lagi, disebabkan masa kerjanya yang singkat dan daya penetrasinya yang
kurang baik. Prokain dijadikan sebagai standar bagi anestesi lokal lainnya. Prokain
banyak digunakan pada anestesi infiltrasi, blok saraf, anestesi intravaskular dan
anestesi epidural.1,11,15
3. Tetrakain
Merupakan turunan prokain. Kekuatannya 10 kali lebih kuat dari prokain, masa
anestesinya lebih panjang dan tetrakain dapat digunakan dengan aman. Dengan zat
anestetik ini para ahli anestesi dapat memperoleh anestesi spinal yang aman dan bisa
diramalkan sebelumnya. Tetrakain digunakan untuk anestesi infiltrasi, blok saraf,
anestesi topikal, epidural dan spinal.1,11,15

Universitas Sumatera Utara


26

4. Lignokain (Lidokain)
Lidokain adalah derivat yang paling sering digunakan dalam bidang kedokteran
gigi. Lidokain dapat menimbulkan anestesi lebih cepat, lebih kuat, lebih lama dan
lebih ekstensif daripada prokain.1,11,15
Penambahan vasokonstriktor pada larutan lignokain 2% akan dapat menambah
durasi anastesi pulpa dari 5-10 menit menjadi 1-1,5 jam menjadi 3-4 jam. Jadi, obat
ini sering dikombinasikan dengan adrenalin (1:80.000 atau 1:100.000). Lidokain
selain digunakan untuk anestesi infiltrasi atau regional juga dapat digunakan sebagai
agen anestesi topikal. Untuk tujuan inilah, lidokain dipasarkan baik dalam bentuk
agar viskous 2% atau salep 5% atau semprotan cair 10%. 1
5. Mepivakain (Carbocaine)
Mepivakain termasuk derivat amida yang sifat farmakologinya mirip lidokain.
Dipasarkan sebagai garam hidroklorida dan dapat digunakan untuk anastesi infiltrasi
atau regional namun kurang efektif bila digunakan untuk anastesi topikal.
Mepivakain dapat menimbulkan vasokonstriksi yang lebih ringan daripada lignokain
tetapi biasanya mepivakain digunakan dalam bentuk larutan dengan penambahan
adrenalin 1:80.000.1 Mepivakain digunakan untuk anestesi infiltrasi, blokade saraf
regional dan anestesi spinal.11
Mepivakain kadang-kadang dipasarkan dalam bentuk larutan 3% tanpa
penambahan vasokonstriktor, untuk mendapatkan kedalaman dan durasi anastesi pada
pasien tertentu dimana pemakaian vasokontriktor merupakan kontraindikasi. Larutan
seperti ini dapat menimbulkan anastesi pulpa yang berlangsung antara 20-40 menit
dan anastesi jaringan lunak berdurasi 2-4 jam.1
6. Artikain
Artikain memiliki cincin thiophene sebagai pengganti ikatan benzene, yang
berperan dalam meningkatkan liposolubilitas atau kelarutan yang tinggi terhadap
lemak. Hal ini sangat penting, sebab semakin tinggi solubilitas suatu zat terhadap
lemak, maka semakin tinggi pula potensi dan kemampuan difusi zat tersebut pada
daerah terinjeksi dan zat tersebut memiliki kemampuan yang lebih tinggi untuk
menembus membran lipid dari epineuria.6

Universitas Sumatera Utara


27

7. Prilokain
Prilokain merupakan derivat amida yang mempunyai formula kimia dan
farmakologinya mirip dengan lidokain dan mepivakain, tetapi awal kerja dan masa
kerjanya lebih lama daripada lidokain.11 Prilokain umumnya dipasarkan dalam bentuk
garam hidroklorida dengan nama dagang citanest dan dapat digunakan untuk anastesi
infiltrasi dan regional. Namun prilokain biasanya tidak dapat digunakan untuk
anestesi topikal.1,15
Prilokain biasanya menimbulkan aksi yang lebih cepat daripada lidokain namun
anastesi yang ditimbulkan tidaklah terlalu dalam. Prilokain juga kurang mempunyai
efek vasodilator bila dibanding dengan lidokain dan biasanya termetabolisme dengan
lebih cepat.1
8. Bupivakain
Merupakan turunan dari mepivakain dengan kekuatan 3 kali lebih kuat. Masa
kerjanya panjang sehingga digunakan untuk operasi yang membutuhkan waktu yang
lama. Digunakan untuk anestesi infiltrasi, epidural dan spinal.1
9. Etidokain
Merupakan zat anestetik lokal yang terbaru. Kekuatan 4 kali lidokain. Zat
anestetik ini masa kerjanya panjang dan digunakan untuk anestesi epidural.1

2.5 Dosis Maksimum Pemberian Anastesi Lokal


Dosis maksimum untuk anestesi lokal adalah antara 70 mg sampai 500 mg untuk
berat badan pasien rata-rata 70 kg. Pemberian dosis maksimum tergantung pada usia,
berat badan dan kesehatan pasien, jenis larutan yang digunakan, dan apakah
vasokonstriktor digunakan atau tidak. Agen-agen anestesi didistribusikan dalam
konsentrasi yang sesuai dengan toksisitas sehingga anestesi memproduksi kualitas.
Obat analgetik lokal, melewati dosis tertentu merupakan zat toksik, sehingga untuk
tiap jenis obat analgetik lokal dicantumkan dosis maksimumnya.16
Pemberian dosis anestesi lokal yang tepat berdasarkan jenis anestesinya:

Universitas Sumatera Utara


28

1. Lignokain (Lidokain)
Dosis total lignokaian jangan lebih dari 200 mg. Penambahan vasokonstriktor
akan meningkatkan dosis total menjadi 350 mg serta memperlambat absorpsi. Pada
prakteknya, dosis ini sama dengan dosis dewasa 8-10, jauh melebihi dosis yang biasa
digunakan pada satu kunjungan, karena dosis satu ampul katrid biasanya sudah cukup
untuk anestesi infiltrasi atau regional.1
Dosis maksimum yang dianjurkan untuk lidokain di negara-negara Eropa adalah
200 mg tanpa epinefrin (European Pharmacopoeia) dan di Amerika Serikat adalah
300 mg. Dosis lidokain ini mungkin tidak cukup untuk prosedur anestesi regional
pada orang dewasa. Dalam kedua Eropa dan Amerika Serikat, 500 mg lidokain
diperbolehkan jika ditambahkan epinefrin (5g/mL).17
Malamed menganjurkan dosis lidokain 2,0 mg/Ib (4,4 mg/kg) dengan atau tanpa
zat vasokonstriktor yang ditambahkan, dosis jangan melebihi 300 mg untuk lidokain
tanpa vasokonstriktor.16,19
2. Mepivakain
Dosis yang digunakan jangan melebihi dosis maksimal 5 mg/kg berat badan.
Satu ampul katrid biasanya sudah cukup untuk anestesi infiltrasi atau regional.
Biasanya mepivakain digunakan dalam bentuk larutan dengan penambahan adrenalin
1:80.000.1 Menurut Malamed, dosis untuk mepivakain adalah 2,0 mg/Ib (4,4 mg/kg)
dosis jangan melebihi dari 300 mg.16
3. Artikain
Untuk orang dewasa sehat, dosis umum yang direkomendasikan adalah 20-100
mg artikain HCl dalam 0,5-2,5 ml untuk infiltrasi, 20-136 mg artikain HCl dalam 0,5-
3,4 ml untuk blok saraf, dan 40-204 mg artikain HCl dalam 1,0-5,1 ml untuk prosedur
bedah mulut. Dosis maksimum artikain HCl yang diberikan secara infiltrasi
submukosa atau blok saraf tidak boleh melebihi 7 mg/kg (0,175 ml/kg).6,16,18
4. Bupivakain
Dosis yang diijinkan untuk penggunaan bupivakain adalah 150-175 mg.
Rekomendasi irasional untuk bupivakain adalah diterbitkan maksimum dosis 150 mg
untuk levobupivakain, meskipun levobupivakain jelas kurang beracun dibanding

Universitas Sumatera Utara


29

bupivakain. Menurut malamed, dosis untuk bupivakain adalah 0,6 mg/Ib atau 1,3
mg/kg berat badan untuk pasien dewasa dengan dosis maksimum tidak lebih dari 90
mg.16
5. Prilokain
Menurut Malamed, dosis untuk prilokain adalah 2,7 mg/Ib atau 6,0 mg/kg berat
badan untuk pasien dewasa, dengan dosis maksimum 400 mg. Prilokain biasanya
digunakan untuk mendapatkan anestesi infiltrasi dan blok. Obat ini kurang toksik
dibandingkan dengan lignokain.16,18,19
6. Etidokain
Dosis untuk etidokain adalah 3,6 mg/Ib atau 8,0 mg/kg berat badan untuk pasien
dewasa, dengan dosis maksimum jangan melebihi 400 mg.16

Tabel 1. Rekomendasi dosis maksimum penggunaan anestesi lokal dengan


vasokonstriktor13,16,17
Obat Dosis Maksimum

Artikain 7 mg/kgBB (hingga 500 mg)


5 mg/kgBB pada anak-anak
Bupivakain 1,3 mg/kgBB (hingga 90 mg)
Lidokain 4,4 mg/kgBB (hingga 300 mg)
Mepivakain 4,4 mg/kgBB (hingga 300 mg)
Prilokain 6 mg/kgBB (hingga 400 mg)
Etidokain 8 mg/kgBB (hingga 400mg)

2.6 Efek samping anestesi terhadap pasien


Tujuan dosis maksimum penggunaan anestesi lokal dibuat untuk mencegah
terjadinya pemberian obat anestesi dalam jumlah yang berlebihan. Yang bisa
mengakibatkan keracunan sistemik. Biasanya, rekomendasi dalam bentuk jumlah
total obat, misalnya 200 mg atau 300 mg untuk lidokain pada orang dewasa. Baru-
baru ini, jumlah obat permassa tubuh pasien telah diberikan refrensi obat kepada

Universitas Sumatera Utara


30

dokter sebagai contoh, dalam kasus bupivakain, 2 mg / kg (FASS Swedia 2004,


Pharmaca Phennica, Finlandia 2004).17
Dalam hal ini, pemilihan anastesi lokal juga perlu dipertimbangkan. Lidokain
dan golongan amida aman dan efektif. Efek keracunan dan alergi sangat jarang terjadi
dan hampir tidak ada. Walaupun demikian, lidokain relatif tidak efektif tanpa
penambahan vasokonstriktor, sementara yang lain seperti prilokain dapat menahan
rasa sakit dalam jangka waktu yang pendek tanpa bantuan apa-apa. Vasokonstriktor
seperti adrenalin dan nonadrenalin, memberikan pengaruh pada system jantung, yang
lebih beracun dari anastesi lokal itu sendiri. Nonadrenalin dapat menyebabkan
hipertensi yang berbahaya, tidak memiliki keuntungan dan tidak seharusnya
digunakan. Oleh karena itu kita harus menghindari anastesi lokal yang mengandung
vasokonstriktor pada pasien penderita jantung dan hipertensi. Karena adanya bahaya
utama dari adrenalin yang jika masuk ke sirkulasi bagian-bagian penting, dapat
menyebabkan meningkatnya rangsangan jantung dan detakan jantung.22
Semua anestesi lokal merangsang SSP (Sistem Saraf Pusat). Secara umum,
semakin kuat suatu anestesi lokal maka semakin mudah menimbulkan kejang.
Perangsang yang berlebihan dapat menimbulkan depresi dan kematian akibat
kelumpuhan nafas. Gejala awal toksisitas SSP dapat berupa kelelahan, ansietas,
pusing, pengliahatan buram, tremor, depresi dan mengantuk. Anestesi lokal juga
dapat mempengaruhi sambungan saraf-otot, yaitu menyebabkan berkurangnya respon
otot atas rangsangan saraf.6
Selain itu, pengaruh utama anestesi lokal pada miokard (sistem karidovaskular)
adalah menyebabkan penurunan eksitabilitas, kecepatan konduksi, dan kekuatan
kontraksi. Efek anestesi lokal pada sistem kardiovaskular baru terlihat sesudah obat
mencapai kadar sistemik yang tinggi, dan sudah menimbulkan efek pada SSP.6

2.7 Komplikasi Setelah pemberian Anestesi


Dokter gigi harus tetap mengingat bahwa setiap suntikan dari berjuta-juta
suntikan yang dilakukannya, dapat menimbulkan reaksi yang tidak menguntungkan
dan bahkan membahayakan, dan harus diambil langkah-langkah tertentu untuk

Universitas Sumatera Utara


31

memastikan bahwa mereka benar-benar menguasai pengetahuan dan cara


mendiagnosa serta menangani masalah secara efektif pada situasi tersebut.1
Pada pemberian anestesi lokal, terdapat komplikasi yang mungkin saja terjadi.
Komplikasi yang disebabkan oleh pemberian anestesi lokal dibagi menjadi dua,
komplikasi lokal dan komplikasi sistemik. Komplikasi lokal merupakan komplikasi
yang terjadi pada sekitar area injeksi, sedangkan komplikasi sistemik merupakan
komplikasi yang melibatkan respon sistemik tubuh terhadap pemberian anestesi
lokal.16

2.7.1. Komplikasi Lokal


Komplikasi lokal terdiri dari kegagalan untuk mendapatkan efek anestesi, sakit
selama dan setelah penyuntikan, pembentukan haematoma pada daerah penyuntikan,
kepucatan, trismus, paralisa wajah, patahnya jarum, infeksi, trauma pada bibir,
gangguan visual, parastesi.

1. Kegagalan untuk mendapat efek anastesi.


Insidens ini cenderung makin berkurang dengan makin terampil dan makin
berpengalamannya dokter gigi, namun kegagalan ini merupakan masalah selama
pemakaian anestesi lokal.1
Kegagalan untuk mendapat efek anestesi dapat dihindari karena hal ini sering
kali disebabkan oleh teknik yang salah, sehingga menyebabkan jumlah larutan
anestesi lokal yang didepositkan di dekat saraf terlalu sedikit atau menyebabkan
larutan anestesi terdeposit di pembuluh darah. Pada kasus seperti ini, anestesi
biasanya dapat diperoleh dengan mengulang suntikan setelah memeriksa landmark
anatomi dan setelah meninjau ulang teknik suntikan yang digunakan.1
Kegagalan untuk mendapat efek anastesi juga disebabkan karena penggunaan
larutan yang sudah kadaluarsa. Oleh karena itu, dokter gigi harus terlebih dahulu
memastikan bahwa stok kartrid anastesi belum kedaluwarsa dan menggunakannya
dengan benar.1 Kegagalan anestesia pada injeksi mandibular dapat disebabkan
karena: (1) injeksi terlalu rendah sehingga terletak di bawah lingula mandibula, (2)

Universitas Sumatera Utara


32

terlalu dalam yaitu masuk ke glandula parotis, (3) terlalu superficial (masuk ke
spatium pterygomandibularis), (4) terlalu tinggi (mencapai collum mandibulae), (5)
terlalu jauh ke lingual (ke dalam m. Pterygoideus medialis).22
2. Sakit selama dan setelah penyuntikan.
Tajamnya jarum merupakan faktor penting dan karena itulah, perlu dipastikan
bahwa dokter gigi hanya menggunakan jarum disposable berkualitas tinggi yang
dipasarkan oleh industri farmasi yang sudah ternama. Bila jaringan tegang dan ujung
yang tajam dari jarum diinsersikan tegak lurus terhadap mukosa, penetrasi dapat
terjadi segera. Tindakan lain yang dapat memperkecil rasa tidak enak meliputi
menghangatkan larutan dan menyuntikkannya perlahan-lahan.1
Sakit dapat ditimbulkan dari penyuntikan larutan nonisotonik atau larutan yang
sudah terkontaminasi. Pengunaan kartrid yang tepat akan dapat meniadakan
kemungkinan ini. Pemberian suntikan blok gigi inferior kadang-kadang menyebabkan
pasien mengalami sakit neuralgia yang hebat pada jaringan yang disuplai oleh saraf
tersebut. Simtom ini merupakan indikator bahwa jarum sudah menembus selubung
saraf dan harus segera ditarik keluar. Bila dokter gigi tetap bersikeras untuk
mendepositkan larutan anastesi pada situasi seperti ini, akan terjadi gangguan sensasi
labial yang berlangsung cukup lama. Digunakannya tekanan yang cukup besar untuk
mendepositkan larutan pada jaringan resisten juga akan menimbulkan rasa sakit, dan
karena itu harus dihindari sebisa mungkin.1,20,23
3. Pembentukan haematoma pada daerah penyuntikan.
Karena jaringan lunak rongga mulut mempunyai cukup banyak pembuluh
vaskular maka tidak jarang ujung jarum suntik secara tak disengaja menembus
pembuluh darah. Berbagai penelitian yang menggunakan teknik aspirasi menyatakan
bahwa insidens kekeliruan ini bervariasi antara 2-11%. Kesalahan ini paling sering
terjadi bila digunakan blok gigi superior posterior. Hal ini umumnya disebabkan oleh
struktur dan posisi pleksus venosusu pterigoid yang bervariasi, atau kadang-kadang
pembuluh dapat terjebak di antara tulang dan tertusuk jarum selama penyuntikan blok
gigi inferior atau infraorbital.1,20,21

Universitas Sumatera Utara


33

Kesalahan ini umumnya akan menimbulkan perdarahan jaringan dengan disertai


pembentukan haematoma dan merupakan predisposing dari resiko suntikan
intravaskular. Perdarahan dari pleksus venosus pterigoid akan menimbulkan
pembengkakan yang dramatik dan berlangsung cepat pada pipi diikuti dengan
perubahan warna kulit di atas daerah tersebut karena pecahnya pigmen-pigmen darah
yang berlangsung dalam waktu 24-48 jam.1
Perdarahan dari pleksus venosus infraorbital juga akan menimbulkan konsekuen
serupa dan mata sembab. Pasien harus diberi tahu bahwa perdarahan akan terhenti
secara spontan, pembengkakan biasanya akan mengecil dalam waktu 24-48 jam, dan
perubahan warna juga akan hilang. Banyak pasien yang merasa tidak enak akibat efek
iritasi yang mengenai daerah di ruang jaringan dan karena itu, efek ini harus
diberitahukan terlebih dahulu. Perdarahan ke ruang pterigo-mandibula karena
suntikan gigi inferior biasanya tidak segera terjadi dan pasien sering kali datang
kembali ke dokter gigi setelah 1-2 hari dengan keluhan trismus.1
Bila dokter gigi menganggap bahwa haematoma kemungkinan akan terinfeksi, ia
harus segera memberikan terapi antibiotik tanpa melihat letak daerah beku darah,
apakah vaskular atau tidak, tanpa mempertimbangkan bekuan nidus ideal untuk
proliferasi bakteri. Pasien juga diminta datang kembali dalam waktu 24 jam bila
perlu.1,23
4. Kepucatan.
Kepucatan daerah penyuntikan atau daerah lain dapat disebabkan oleh kombinasi
meningkatnya tegangan jaringan akibat deposisi cairan dan efek lokal dari
vasokonstriktor. Kepucatan pada daerah yang jauh dari daerah suntikan mungkin
disebabkan karena suntikan intravaskular atau terganggunya suplai pembuluh darah
dari saraf autonom. Untuk situasi ini hanya diperlukan tindakan menenangkan pasien
saja. Teknik penyuntikan yang cermat termasuk melakukan aspirasi sebelum deposisi
larutan akan dapat mengurangi insidens komplikasi ini.1,16
5. Trismus
Trismus dapat didefinisikan sebagai kesulitan membuka rahang karena kejang
otot. Trismus dapat disebabkan oleh penyuntikan pada otot pterigoid medial, di mana

Universitas Sumatera Utara


34

kerusakan pembuluh darah akan menimbulkan haematoma atau infeksi. Trismus


terjadi beberapa saat setelah penyuntikan dan setelah prosedur perawatan gigi selesai
dilakukan. Trismus yang disebabkan oleh infeksi, pasien umumnya akan menderita
demam dan mengeluh tentang rasa sakit serta rasa tidak sehat. Pada situasi seperti ini,
nanah yang terbentuk harus didrainasi dan harus diberikan terapi antibiotik.
Bila infeksi sudah terkontrol, simtom trismus dapat dihilangkan dengan
menggunakan larutan kumur salin hangat dan diatermi gelombang pendek.1,16,23
6. Paralisa wajah
Paralisa otot-otot wajah pada salah satu sisi adalah komplikasi yang jarang
terjadi dari suntikan blok gigi inferior dan dapat bersifat sebagian atau menyeluruh
tergantung pada cabang saraf yang terkena. Komplikasi ini timbul bila ujung jarum
diinsersikan terlalu jauh ke belakang dan terlalu di belakang ramus asendens. Larutan
dideponirkan pada substansi glandula parotid serta menganestesi cabang-cabang saraf
wajah sehingga menimbulkan paralisa otot yang disuplainya. Pasien dengan keadaan
yang mengejutkan dan menakutkan ini harus ditenangkan dan diberi tahu bahwa
fungsi normal dan penampilan wajah akan kembali segera setelah efek agen anestesi
lokal hilang.1,21,23

Gambar (1) Usaha tersenyum hanya menimbulkan efek unilateral karena


paralisa otot-otot wajah. (2) tiga jam kemudian, terlihat bahwa penampilan
wajah pasiensudah pulih kembali.1

Universitas Sumatera Utara


35

7. Gangguan sensasi yang berlangsung lama


Gangguan sensasi yang berlangsung lama setelah penyuntikan anastesi lokal
umumnya disebabkan oleh kerusakan saraf. Kerusakan ini dapat terjadi akibat trauma
langsung dari bevel jarum atau penyuntikan larutan yang sudah terkontaminasi oleh
substansi neurotoksik seperti alkohol. Perdarahan dan infeksi di dekat saraf juga dapat
menimbulkan gangguan sensasi yang berlangsung lama. Operasi atau infeksi yang
terjadi pada molar bawah dan akar premolar kadang-kadang menimbulkan gangguan
sensasi bibir bawah.1,23
8. Patahnya jarum
Sejak diperkenalkan jarum suntik stainless steel berkualitas tinggi, disposabel
dan steril. Komplikasi patahnya jarum makin berkurang, namun hal ini tidak dapat
dihindari. Beberapa dokter gigi terbiasa merendam jarum hipodermik yang kecil
dalam larutan desinfektan kimia. Tindakan ini tidak hanya gagal memberikan efek
sterilisasi, tetapi bahkan dapat mengkorosi logam dan menyebabkan jarum mudah
patah bila digunakan.1,20
Jarum harus dijaga agar tetap lurus ketika diinsersikan melalui jaringan. Bila ada
resistensi jaringan yang kuat, jarum jangan dipaksa masuk ke jaringan dan arah
insersi jarum jangan sekali-kali dirubah sebelum jarum terlebih dahulu dikeluarkan
dari jaringan. Dengan cara ini jarum tidak akan menjadi bengkok. Walaupun
demikian, jika ternyata jarum menjadi bengkok, maka jarum yang bengkok harus
dibuang karena usaha meluruskan jarum dapat menyebabkan jarum rapuh dan dapat
meningkatkan resiko patahnya jarum selama insersi berikutnya.1,16
Jarum biasanya patah pada daerah hub. Maka jangan diinsersikan seluruhnya ke
jaringan, harus disisakan 5 mm dari seluruh panjang jarum agar tetap menonjol keluar
dari permukaan mukosa. Bila fraktur terjadi, jaringan harus tetap ditekan ketika ujung
jarum yang terletak di luar jaringan ditarik dengan bantuan tang atau forsep arteri dan
ketika fragmen fraktur dikeluarkan.1,20,21
9. Infeksi
Infeksi adalah komplikasi sewaktu penyuntikan yang sering terjadi dan biasanya
disebabkan oleh masuknya organisme (bakteri) dalam jaringan pada saat pemberian

Universitas Sumatera Utara


36

anestesi lokal. Pemakaian peralatan yang sudah disterilkan dan teknik aseptik
umumnya dapat menghilangkan kemungkinan tersebut.1,16,20,21
10. Trauma pada bibir
Pasien yang mendapat suntikan blok gigi inferior perlu diingatkan agar tidak
menggigit-gigit bagian bibir yang di anestesi, karena dapat menimbulkan ulser yang
sangat nyeri. Walaupun sudah diperingatkan, komplikasi tetap dapat terjadi namun
untungnya lesi seperti ini dapat pulih dengan cepat dengan sedikit meninggalkan
jaringan parut.1,23
12. Gangguan visual
Gangguan ini dapat berupa penglihatan ganda atau penglihatan yang buram dan
bahkan kebutaan sementara. Fenomena ini sulit dijelaskan namun diperkirakan
keadaan ini disebabkan oleh kejang vaskular atau suntikan intra-arterial yang tak
disengaja sehingga terjadi distribusi vaskular normal. Pada kasus seperti ini pasien
perlu diberitahu bahwa penglihatan akan normal kembali setelah 30 menit.1 Beberapa
suntikan maksilaris dapat menyebabkan larutan terdeposit ke orbita sehingga
menganestesi otot otoris mata. Gangguan penglihatan yang terjadi akan kembali
normal bila larutan sudah terdispersi biasanya membutuhkan waktu 3 jam.1,23
13. Parastesis
Parastesis merupakan keadaan dimana bertahannya efek anestesi pada jangka
waktu yang lama setelah penyuntikan anestesi lokal. Hal ini terjadi karena adanya
trauma pada saraf yang terkena bevel jarum pada saat penyuntikan. Pasien pada
keadaan ini akan melaporkan mati rasa setelah penyuntikan anestesi lokal untuk
beberapa jam lamanya.16,21
Gejala parastesis berangsur-angsur reda dan penyembuhan biasanya sempurna,
apabila menetap maka tentukan derajat dan luas parastesis. Hal ini dilakukan dengan
tusukkan jarum dan sentuhan gulungan kapas pada kulit, namun mata pasien harus
dalam keadaan tertutup untuk menghindari sensasi palsu. Daerah yang terkena dicatat
dan pasien diminta datang kembali secara berkala sehingga kecepatan dan derajat
pemulihan sensasi dapat ditentukan. Berikan obat-obatan dan lakukan termoterapi

Universitas Sumatera Utara


37

pada pasien, biasanya pemulihan akan terlihat setelah tiga bulan. Bila pemulihan
tidak terjadi, maka rujuk pasien ke dokter spesialis bedah mulut atau saraf.16

2.7.2. Komplikasi Sistemik


Selain komplikasi lokal, komplikasi sistemik dapat terjadi selama penyuntikan,
terdiri dari reaksi alergi/sensitifitas, overdosis sampai toksisitas.
1. Reaksi Sensitifitas
Reaksi sensitifitas terhadap anestesi lokal bervariasi, mulai dari pembengkakan
lokal, urticaria di daerah injeksi hingga reaksi anapilaktik yang bisa menjadi fatal bila
tidak diatasi dengan segera. Fenomena ini terjadi karena adanya respon patologis dari
jaringan yang disensitisasi terhadap substansi tertentu yang disebut allergen. Setiap
larutan anestesi lokal bisa menghasilkan respon seperti itu.1,16
Pada dasarnya reaksi sensitifitas ini merupakan respon patologik dan terjadi
tidak tergantung pada jumlah dosis yang diberikan, melainkan tingginya reaksi pasien
ketika menerima dosis yang kecil. Reaksi alergi dapat berupa dermatitis, urtikaria,
angioderma, dan syok anapilaksis. Reaksi pada kulit adalah dermatitis yaitu
peradangan pada kulit, urtikaria yaitu suatu reaksi vaskular yang timbul mendadak
dengan gambaran lesi yang eritema, edema, dan disertai rasa gatal dan angiodema
yaitu suatu reaksi vaskular berupa pembengkakan setempat tanpa disertai rasa gatal.
Syok anapilaksis umumnya ditandai dengan turunnya tekanan darah yang medadak,
hilangnya kesadaran, gangguan respirasi, edema wajah, laringeal dan urtikaria. Reaksi
sensitifitas yang terjadi pada kulit biasanya dapat pulih kembali tanpa perawatan,
namun jika tidak pulih diberikan antihistamin.1,16,23
2. Overdosis (Toksisitas)
Overdosis didefenisikan sebagai suatu tanda dan gejala klinis yang dihasilkan dari
tingkatan obat berlebihan dalam darah pada organ yang dituju maupun di jaringan.
Gejala awal dari overdosis sampai terjadi toksisitas adalah berupa pusing, cemas,
bingung dan dapat diikuti dengan pandangan ganda, tinitus (telinga berdengung),
kebas atau nyeri pada sirkum oral. Selanjutnya dapat diikuti dengan kejang-kejang
yang berlebihan, tidak sadar, kesulitan bernafas bahkan dapat menyebabkan

Universitas Sumatera Utara


38

gangguan fungsi pada jantung dan susunan saraf pusat. efek samping akibat dari
pemberian suntikan anestesi lokal terjadi setelah 5-10 menit. Dosis anestesi yang
berlebihan dapat menyebabkan tekanan darah yang tinggi karena penyutikan tunggal,
tambahan atau ulang.1,16,23
Penatalaksanaan overdosis tergantung dari gejala dan tanda yang terjadi, namun
dapat dicegah dengan berhati-hati dalam melakukan teknik penyuntikan dan
melakukan pengamatan penuh pada pasien. Hal yang paling penting adalah
mengetahui dosis maksimum obat anestesi lokal yang dianjurkan berdasarkan berat
badan. Jika ada reaksi yang memerlukan suplai oksigen maka dibutuhkan alat
respirasi buatan seperti ambu, hal ini untuk mencegah gagalnya respirasi. Bila sudah
dapat ditangani maka rujuk pasien segera ke rumah sakit untuk penanganan lebih
lanjut.16,23

Universitas Sumatera Utara


39

KERANGKA KONSEP

PENGETAHUAN MAHASISWA
1. Definisi anestesi lokal
2. Jenis obat anestesi lokal
- Golongan ester
- Golongan amida
3. Dosis maksimum
penggunaan anestesi lokal
4. Efek samping penggunaan
anestesi lokal
5. Komplikasi anestesi lokal
- Komplikasi lokal
- Komplikasi sistemik
Penggunaan Dosis Anestesi Lokal
pada Pencabutan Gigi oleh
Mahasiswa Kepaniteraan Klinik
PERILAKU PENGGUNAAN
DOSIS ANESTESI LOKAL
1. Dosis maksimum
2. Jenis obat anestesi lokal
- Golongan ester
- Golongan amida
3. Efek samping penggunaan
anestesi lokal
4. Komplikasi anestesi lokal
- Komplikasi lokal
- Komplikasi sistemik

Universitas Sumatera Utara


40

BAB 3

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian


Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode survei deskriptif yaitu
suatu metode penelitian bertujuan untuk mendeskripsikan atau menggambarkan
pengetahuan dan perilaku penggunaan dosis anestesi lokal pada pencabutan gigi oleh
mahasiswa kepaniteraan klinik pada pencabutan gigi di Klinik Departemen Bedah
Mulut FKG USU Tahun 2013.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian


3.2.1 Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian ini adalah di Departemen Bedah Mulut FKG USU yang
bertempat di Jl. Alumni No. 2 USU, Medan.
3.2.2 Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada bulan 06 Mei – 10 Mei 2013.

3.3 Populasi dan Sampel


Populasi pada penelitian ini adalah seluruh kepaniteraan klinik di Departemen
Bedah Mulut FKG USU Tahun 2013 sebanyak 38 orang pada periode 11 Maret 2013
sampai 25 Mei 2013, periode 11 Maret 2013 sampai 25 Mei 2013, periode 15 April
2013 sampai 15 Mei 2013, periode 15 April sampai 21 Juni 2013 dan periode 1 Mei
2013 sampai 31 Mei 2013 seluruh populasi dijadikan sampel (total sampling),
sehingga jumlah sampel keseluruhan sebanyak 38 orang.

Universitas Sumatera Utara


41

3.4 Variabel dan Definisi Operasional


Tabel 2. Variabel dan Definisi Operasional
No. Variabel Definisi Operasional
1 Pengetahuan Pengetahuan responden tentang
penggunaan dosis anestesi lokal
meliputi definisi anestesi lokal, jenis
obat anestesi lokal, dosis maksimum
penggunaan anestesi lokal, efek
samping penggunaan anestesi lokal,
dan komplikasi anestesi lokal.
2 Perilaku Wujud perbuatan nyata responden
terhadap penggunaan dosis anestesi
lokal.
3 Defenisi Anestesi Lokal Hilangnya sensasi sementara termasuk
nyeri pada salah satu bagian tubuh
tanpa menekan tingkat kesadaran.
4 Anestesi Lokal Obat yang menghasilkan blokade
konduksi sementara terhadap rangsang
transmisi sepanjang saraf, jika
digunakan pada saraf sentral atau
perifer.
5 Jenis Anestesi Lokal Dibagi atas 2 golongan.
a. Golongan Ester yaitu kokain,
benzokain, prokain, tetrakain,
kloroprokain.
b. Golongan Amida yaitu lidokain,
mepivakain, prilokain, bupivakain,
etidokain, artikain, dibukain,
ropivakain, levobupivakain.

Universitas Sumatera Utara


42

6 Dosis Anestesi Lokal Pemberian dosis maksimum anestesi


lokal tergantung pada usia, berat
badan, kesehatan pasien, jenis larutan
yang digunakan dan apakah
vasokonstriktor digunakan atau tidak.
Pemberian dosis maksimum anestesi
lokal berdasarkan jenis anestesinya :
a. Gol. Amida
Lidokain  300 mg
Mepivakain  300 mg
Bupivakain  90 mg
Artikain  500 mg
Etidokain  400 mg
Prilokain  400 mg
b. Gol. Ester
Kloroprokain  600 mg
Kokain  200 mg
Prokain  500 mg
Tetrakain  20-50 mg
7 Efek Samping Efek samping obat adalah suatu reaksi
yang tidak diharapkan dan berbahaya
yang diakibatkan oleh suatu
pengobatan. Efek samping obat, seperti
halnya efek obat yang diharapkan,
merupakan suatu kinerja dari dosis atau
kadar obat pada organ sasaran.
8 Komplikasi Komplikasi adalah reaksi yang tidak
menguntungkan dan bahkan
membahayakan setelah menerima
suntikan anestesi lokal.

Universitas Sumatera Utara


43

- Komplikasi lokal terjadi pada


sekitar area injeksi, sedangkan
- Komplikasi sistemik, melibatkan
respon sistemik tubuh terhadap
pemberian anestesi lokal.

3.5 Metode Pengumpulan Data


Data dikumpulkan dengan cara penyebaran kuesioner, dimana kuesioner
diberikan secara langsung kepada responden dan diisi langsung oleh responden.
Kuesioner yang diberikan terdiri dari dua bagian yaitu pertanyaan berhubungan
dengan pengetahuan mahasiswa kepaniteraan klinik tentang penggunaan dosis
anestesi lokal pada pencabutan gigi dan pertanyaan berhubungan dengan perilaku
mahasiswa kepaniteraan klinik tentang penggunaan dosis anestesi lokal pada
pencabutan gigi.

3.6 Pengolahan dan Analisis Data


Data yang diperoleh diolah secara manual dan selanjutnya dianalisis dengan
menghubungkan antara hasil penelitian dengan teori yang ada.

3.7 Aspek Pengukuran


Pengetahuan mahasiswa kepaniteraan klinik mengenai pentingnya pengetahuan
penggunaan dosis anestesi lokal diukur melalui 12 pertanyaan. Pertanyaan dengan
jawaban benar, nilainya 1; jika jawabannya salah, maka nilainya 0, sehingga nilai
tertinggi dari 12 pertanyaan yang diberikan adalah 12. Selanjutnya nilai tersebut
dikategorikan atas pengetahuan baik, cukup, dan kurang. Kategori baik apabila nilai
jawaban responden ≥ 80% dari nilai tertinggi, kategori cukup apabila nilai jawaban
responden 60% - 79% dari nilai tertinggi, dan kategori kurang jika nilai jawaban
responden < 60% dari nilai tertinggi.

Universitas Sumatera Utara


44

Tabel 3. Kategori Nilai Pengetahuan


Alat ukur Hasil ukur Kategori penilaian Skor
Kuesioner Jawaban salah = Baik: > 80% dari nilai tertinggi 10 - 12
(12 0 Cukup: 60% - 79% dari nilai 7-9
pertanyaan) Jawaban benar = tertinggi
1 Kurang: < 60% dari nilai tertinggi <7

Perilaku mahasiswa kepaniteraan klinik terhadap pentingnya pengetahuan


penggunaan dosis anestesi lokal diukur melalui 7 pertanyaan. Pertanyaan dengan
jawaban selalu, nilainya 3; pertanyaan dengan jawaban kadang-kadang, nilainya 2;
pertanyaan dengan jawaban tidak pernah, nilainya 1. Nilai tertinggi dari 7 pertanyaan
adalah 21.

Tabel 4. Kategori Nilai Perilaku


Alat ukur Hasil ukur Kategori penilaian Skor
Kuesioner Selalu = 3 Baik: ≥ 80% dari nilai tertinggi 17 - 21
(7 Kadang-kadang = Cukup: 60% - 79% dari nilai 13 - 16
pertanyaan) 2 tertinggi
Tidak pernah = 1 Kurang: < 60% dari nilai tertinggi < 13

Universitas Sumatera Utara


45

BAB 4

HASIL PENELITIAN

4.1 Gambaran Responden

Dari tabel 5, responden berjenis kelamin laki-laki sebanyak 18,4% dan berjenis
kelamin perempuan 81,6%.

Tabel 5. Karakteristik Responden Mahasiswa Kepaniteraan Klinik


Jenis Kelamin Jumlah Persentase

Laki-laki 7 18,4 %
Perempuan 31 81,6 %

Jumlah 38 100 %

4.2 Pengetahuan Responden tentang Penggunaan Dosis Anestesi Lokal pada


Pencabutan Gigi

Pengetahuan responden tentang penggunaan dosis anestesi lokal termasuk


kategori baik (≥80%) dalam hal istilah anestesi, definisi anestesi lokal, jenis anestesi
lokal golongan amida, efek anestesi lokal dan larutan anestesi lokal yang ideal.
Pengetahuan responden termasuk kategori cukup (60% - 79%) dalam hal komplikasi
lokal anestesi lokal dan komplikasi sistemik anestesi lokal. Sedangkan pengetahuan
responden termasuk kategori kurang (<60%) dalam hal hubungan berat badan dengan
anestesi lokal, dosis maksimum lidokain, dosis maksimum artikain, definisi anestesi
secara umum dan dosis maksimum mepivacain (Tabel 6).

Universitas Sumatera Utara


46

Tabel 6. Distribusi Frekuensi Pengetahuan Responden tentang Penggunaan


Anestesi Lokal pada Pencabutan Gigi (n= 38)

Tahu Tidak Tahu


Pengetahuan responden
Jumlah % Jumlah %

Istilah Anestesi 38 100 0 0

Definisi anestesi lokal 38 100 0 0


Jenis Anestesi lokal golongan amida 37 97,3 1 2,7
Efek anestesi lokal 37 97,3 1 2,7
Larutan anestesi lokal yang ideal 36 94,7 2 5,3
Komplikasi lokal anestesi lokal 28 73,6 10 26,4
Komplikasi sistemik anestesi lokal 27 71 11 29

Hubungan berat badan dengan anestesi


lokal
14 36,8 24 63,2
Dosis maksimum lidokain
14 36,8 24 63,2
Dosis maksimum artikain
14 36,8 24 63,2
Definisi anestesi secara umum
13 34,2 25 65,8
Dosis maksimum mepivacain
5 13,1 33 86,9

Hasil penelitian tentang pengetahuan penggunaan dosis anestesi lokal pada


pencabutan gigi didapat persentase tertinggi pada kategori berpengetahuan cukup
yaitu 44,7%, sedangkan 34,3% responden termasuk kategori berpengetahuan baik dan
21% responden termasuk kategori berpengetahuan kurang (Tabel 7).

Universitas Sumatera Utara


47

Tabel 7. Kategori Pengetahuan Responden tentang Penggunaan Dosis Anestesi


Lokal pada Pencabutan Gigi (n= 38)
Kategori Jumlah Persentase
Baik 13 34,3
Cukup 17 44,7
Kurang 8 21
Total 38 100

4.3 Perilaku Responden tentang Penggunaan Dosis Anestesi Lokal pada


Pencabutan Gigi
Perilaku responden tentang penggunaan dosis anestesi lokal termasuk kategori
baik ≥80%)
( dalam hal melakukan anamnesa sebelum penyuntikan. N amun
demikian, masih ada sebesar 5,26% responden yang hanya kadang-kadang saja
melakukan anamnesa sebelum penyuntikan, dan sebesar 7,9% responden yang tidak
pernah melakukannya. Perilaku responden termasuk kategori cukup (60% - 79%)
dalam hal anamnesa pasien tentang obat-obatan yang sedang dikonsumsi. Hanya
sebesar 26,31% responden yang kadang-kadang melakukan anamnesa pasien tentang
obat-obatan yang sedang dikonsumsi, dan sebesar 10,54% responden yang tidak
pernah melakukannya.
Perilaku responden termasuk kategori kurang (<60%), dalam hal melihat efek
samping setelah penyuntikan, menimbang berat badan sebelum pemberian anestesi
lokal, menghitung dosis anestesi yang harus diberikan, menggunakan dosis yang telah
dihitung, menangani pasien yang mengalami komplikasi. Sebesar 15,8% responden
yang hanya kadang-kadang saja melihat efek samping setelah penyuntikan, dan masih
ada sebesar 39,47% responden yang tidak pernah melihat efek samping tersebut.
Namun dari keseluruhan responden, tidak ada satu pun responden yang melakukan
penimbangan berat badan dan perhitungan dosis anestesi lokal. Selain itu hal yang
sama juga didapat pada penggunaan dosis setelah perhitungan, bahwa tidak ada satu
pun responden yang menggunakan dosis anestesi lokal yang telah dihitung. Hal ini
saling berkaitan, karena penetapan dosis anestesi lokal didapat apabila kita
menimbang berat badan pasien terlebih dahulu, kemudian menghitung dosis dengan

Universitas Sumatera Utara


48

memasukkan hasil berat badan pasien, serta menggunakan dosis anestesi lokal
tersebut untuk penyuntikan (Tabel 8).

Tabel 8. Distribusi Frekuensi Perilaku Responden tentang Penggunaan Dosis


Anestesi Lokal pada Pencabutan Gigi (n= 38)

Kadang- Tidak
Perilaku Selalu kadang Pernah
Jlh % Jlh % Jlh %
Melakukan anamnesa sebelum 33 86,84 2 5,26 3 7,9
penyuntikan
Menganamnesa pasien tentang 24 63,15 10 26,31 4 10,54
obat-obatan yang sedang
dikonsumsi
Melihat efek samping setelah 17 44,73 6 15,8 15 39,47
penyuntikan
Menangani pasien yang 0 0 7 18,4 31 81,6
mengalami komplikasi
Menghitung dosis anestesi yang 0 0 0 0 38 100
harus diberikan
Menimbang berat badan sebelum 0 0 0 0 38 100
pemberian anestesi lokal
Menggunakan dosis yang telah 0 0 0 0 38 100
dihitung

Hasil penelitian tentang perilaku penggunaan dosis anestesi lokal pada


pencabutan gigi didapat persentase tertinggi pada kategori kurang yaitu 68,4%.
Sebanyak 31,6% responden termasuk kategori cukup dan 0% responden termasuk
kategori baik (Tabel 9).

Universitas Sumatera Utara


49

Tabel 9. Kategori Perilaku Responden tentang Penggunaan Dosis Anestesi


Lokal pada Pencabutan Gigi (n= 38)
Kategori Jumlah Persentase

Baik 0 0
Cukup 12 31,6
Kurang 26 68,4

Total 38 100

Terdapat beberapa alasan responden untuk tidak melakukan perilaku pengunaan


dosis anestesi lokal dari masing-masing pertanyaan dalam kuesioner. Alasan
terbanyak mengapa tidak melakukan penimbangan berat badan sebelum melakukan
pemberian anestesi lokal adalah tidak tersedianya alat penimbang berat badan di
Klinik Departemen Bedah Mulut FKG USU(47,3%), diikuti alasan terbanyak
responden tidak melakukan anamnesa sebelum penyuntikan adalah terburu-buru
sehingga lupa untuk melakukan anamnesa(60%). Alasan terbanyak tidak
menganamnesa obat-obatan yang sedang dikonsumsi adalah responden akan
menganamnesa pasien yang berumur diatas 30 tahun(35,7%). Alasan terbanyak tidak
menghitung dosis maksimum yang harus diberikan adalah responden tidak
mengetahui bagaimana cara menghitung dosis maksimum anestesi lokal(39,5%).
Seluruh responden (100%) tidak menggunakan dosis yang sesuai aturan pada saat
penyuntikan karena tidak ada yang menghitung dosis maksimum anestesi lokal
dengan menggunakan penimbangan berat badan. Responden tidak melihat efek
samping setelah penyuntikan karena responden langsung melakukan tindakan tanpa
melihat efek samping dari anestesi lokal(42,8%). Responden tidak pernah menangani
pasien yang mengalami komplikasi setelah penyuntikan karena tidak kembalinya
pasien ke klinik setelah pencabutan gigi(18,4%). (Tabel 10)

Universitas Sumatera Utara


50

Tabel 10. Alasan Responden Tidak Melakukan Perilaku Penggunaan Dosis


Anestesi Lokal (n=38)
Alasan Jumlah %

Tidak melakukan penimbangan berat badan sebelum


melakukan pemberian anestesi lokal
• Tidak tersedia alat penimbang berat badan di Klinik 18 47,3%
Departemen Bedah Mulut FKG USU
• Tidak ada instruksi kepada Mahasiswa Kepaniteraan 5 13,2%
Klinik untuk melakukan penimbangan berat badan
• Lain-lain 15 39,5%
Tidak melakukan anamnesa sebelum penyuntikan
• Terburu-buru sehingga lupa untuk melakukan anamnesa 3 60%
• Merasa bahwa pasien dalam kondisi baik sehingga tidak
melakukan anamnesa 2 40%
Tidak menganamnesa obat-obatan yang sedang dikonsumsi
• Akan menganamnesa pasien yang berumur >30 tahun 5 35,7%
• Tidak mengetahui pengaruh obat-obatan yang
dikonsumsi pasien terhadap efektivitas anestesi lokal 3 21,4%
2 14,3%
• Akan menganamnesa bila ingat
• Akan menganamnesa apabila mengetahui pasien
1 7,2%
menderita suatu penyakit sistemik
3 21,4%
• Lain-lain
Tidak menghitung dosis maksimum yang harus diberikan
• Tidak mengetahui bagaimana cara menghitung dosis 15 39,5%
maksimum anestesi lokal
• Tidak tersedia alat penimbang berat badan di Klinik 10 26,3%
Departemen Bedah Mulut FKG USU sehingga
responden tidak menghitung dosis maksimum anestesi
lokal 13 34,2%
• Lain-lain
Pada saat penyuntikan tidak menggunakan dosis yang sesuai
aturan
• Tidak ada responden yang melakukan perhitungan dosis 38 100%
maksimum anestesi lokal dengan menggunakan
penimbangan berat badan
Tidak melihat efek samping setelah penyuntikan
• Responden langsung melakukan tindakan tanpa melihat 9 42,8%
efek samping
• Pasien langsung pulang 12 57,2%
Tidak pernah menangani pasien yang mengalami komplikasi
setelah penyuntikan
• Tidak kembalinya pasien ke Klinik setelah pencabutan 28 73,7%

Universitas Sumatera Utara


51

gigi
• Tidak adanya keluhan pasien setelah pencabutan gigi 7 18,4%
• Responden kadang-kadang mendapati pasien yang 3 7,89%
mengalami komplikasi (Contoh dry socket) karena
penggunaan dosis anestesi lokal yang berlebih.

Universitas Sumatera Utara


52

BAB 5

PEMBAHASAN

Hasil penelitian pengetahuan tentang penggunaan anestesi lokal pada pencabutan


gigi menunjukkan 100% responden mengetahui bahwa istilah anestesi berasal dari
bahasa yunani sama halnya dengan definisi anestesi lokal. Anestesi lokal
didefinisikan sebagai hilangnya sensasi sementara termasuk nyeri pada salah satu
bagian tubuh, dihasilkan oleh agen topikal yang disuntikkan tanpa menekan tingkat
kesadaran. Sebanyak 97,3 % responden mengetahui jenis-jenis anestesi lokal dan efek
dari anestesi lokal tersebut. Hal ini tergolong kategori baik karena seorang mahasiswa
kepaniteraan klinik harus mengetahui jenis-jenis anestesi lokal serta efek dari anestesi
lokal yang digunakan. Hal ini mungkin disebabkan karena pada masa perkuliahan,
responden sudah mendapat teori mengenai jenis-jenis anestesi lokal dan efek samping
anestesi lokal tersebut. Hampir seluruh responden mengetahui jenis-jenis anestesi
lokal dan efek samping anestesi lokal. Anestesi lokal terbagi menjadi dua golongan
yaitu golongan amida dan golongan ester.
Pengetahuan responden mengenai larutan anestesi lokal yang ideal sudah
tergolong baik, yaitu 94,7%. Hal ini menunjukkan bahwa responden memahami
pengertian dari anestesi lokal yang ideal, dimana larutan anestesi lokal yang ideal itu
adalah larutan yang tidak mengiritasi, tidak merusak jaringan saraf secara permanen,
mula kerjanya singkat, dan larut dalam air. Pengetahuan yang baik ini mungkin
disebabkan karena pada pada masa perkuliahan responden sudah menerima teori
mengenai pengertian anestesi lokal yang ideal. Menurut Malamed, komplikasi lokal
dari penggunaan anestesi lokal terdiri dari kegagalan untuk mendapatkan efek
anestesi, sakit selama dan setelah penyuntikan, pembentukan haematoma pada daerah
penyuntikan, kepucatan, trismus, paralisa wajah, patahnya jarum, infeksi, trauma
pada bibir, gangguan visual, parastesi. Hasil penelitian juga menunjukkan 73,6%
responden mengetahui komplikasi lokal dari anestesi lokal. Hal ini menunjukkan
bahwa responden cukup mengetahui komplikasi lokal dari penggunaan anestesi lokal.

Universitas Sumatera Utara


53

Dari keseluruhan responden, 71% responden mengetahui komplikasi sistemik


yang dapat terjadi setelah penyuntikan. Komplikasi sistemik yang bisa terjadi seperti
reaksi alergi/sensitifitas, overdosis sampai toksisitas. Persentase pengetahuan
responden mengenai dosis maksimum lidokain dan artikain adalah 36,8%, serta dosis
maksimum mepivacain adalah 13,1%. Hal ini menunjukkan bahwa responden kurang
mengetahui mengenai dosis maksimum lidokain, artikain dan mepivacain. Hasil
penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian Foley J.et al. di Rumah Sakit Gigi
Dundee (United Kingdom) terhadap 24 responden yang terdiri dari 5 orang
mahasiswa kedokteran gigi, 8 orang mahasiswa kepaniteraan klinik, dan 11 orang
dokter gigi mengenai pengetahuan penggunaan anastesi lokal. Dari hasil penelitian
didapat seluruh responden mempunyai pengetahuan yang kurang mengenai
penggunaan dosis maksimum yang ideal untuk anestesi lokal.
Hasil penelitian menunjukkan 36,8% responden mengetahui hubungan berat
badan dengan anestesi lokal dalam menentukan dosis maksimum anestesi lokal yang
digunakan (Tabel 6). Rendahnya persentase tersebut disebabkan oleh kurangnya
pengetahuan responden mengenai hubungan berat badan dengan anestesi lokal dalam
menentukan dosis maksimum. Diharapkan kepada setiap responden agar melakukan
penimbangan berat badan terlebih dahulu sebelum melakukan penyuntikan, kemudian
menghitung dosis penggunaan anestesi lokal dengan menyertakan hasil berat badan
yang telah didapat dalam perhitungannya, serta memberikan dosis anestesi lokal
sesuai hasil perhitungan.
Persentase kategori pengetahuan menunjukkan bahwa 34,3% responden
termasuk ke dalam kategori pengetahuan baik, 44,7% responden termasuk kategori
pengetahuan cukup dan 21% responden termasuk kategori pengetahuan kurang
(Tabel 7). Hasil yang berbeda didapat dari penelitian Alvarez RG et al. mengenai
pengetahuan penggunaan anestesi lokal pada tahun 2009 di National University of
Mexico pada 244 mahasiswa kedokteran gigi yang diuji dengan 11 pertanyaan
mengenai pengetahuan anestesi lokal di klinik seperti penggunaan dosis yang tepat,
kemungkinan efek samping dan toksisitas yang mungkin terjadi. Dari hasil penelitian
tersebut, didapat sebesar 81,56% responden menjawab pertanyaan dengan kurang

Universitas Sumatera Utara


54

memuaskan. Hasil yang kurang memuaskan ini menunjukkan kurangnya pengetahuan


tentang penggunaan anestesi lokal. Perbedaan hasil penelitian tersebut dimungkinkan
karena adanya perbedaan sampel penelitian, dimana pada penelitian ini menggunakan
mahasiswa kepaniteraan klinik sebagai sampel sedangkan penelitian oleh Alvarez RG
et al. menggunakan mahasiswa kedokteran gigi sebagai sampelnya.
Dari segi perilaku, hasil penelitian menunjukkan sebanyak 86,64% responden
melakukan anamnesa sebelum penyuntikan. Hasil tersebut tergolong baik, karena
seorang mahasiswa kepaniteraan klinik harus melakukan anamnesa terlebih dahulu
sebelum melakukan tindakan penyuntikan. Akan tetapi, masih ada 5,26% responden
yang hanya kadang-kadang saja melakukannya, dan bahkan 7,9% responden sama
sekali tidak melakukan anamnesa sebelum tindakan penyuntikan. Salah satu alasan
responden yang hanya kadang-kadang dan tidak pernah melakukan anamnesa adalah
responden terburu-buru sehingga lupa untuk melakukan anamnesa.
Persentase responden mengenai anamnesa obat-obatan yang sedang dikonsumsi
pasien cukup baik, yaitu 63,15%. Namun demikian, ada juga beberapa responden
yang hanya kadang-kadang saja bahkan tidak pernah melakukan anamnesa obat-
obatan yang sedang dikonsumsi, dimana salah satu alasannya adalah karena
responden hanya akan melakukan anamnesa terhadap pasien apabila pasien tersebut
berumur di atas 30 tahun. Hal ini mungkin disebabkan karena responden merasa
pasien yang berumur diatas 30 tahun kemungkinan besar memiliki penyakit sistemik.
Selain itu, hasil penelitian menunjukkan hanya 44,73% responden melihat efek
samping setelah tindakan penyuntikan. Hasil penelitian tersebut tidak sesuai dengan
harapan peneliti, dimana semua responden kurang memahami pengertian efek
samping dari anestesi lokal. Salah satu alasan responden yang menjawab kadang-
kadang dan tidak pernah yaitu responden langsung melakukan tindakan tanpa melihat
efek samping dari anestesi lokal yang digunakan. Rendahnya persentase tersebut
mungkin karena sebagian besar responden mempunyai persepsi berbeda mengenai
efek samping, karena seharusnya semua responden melihat terlebih dahulu efek
samping yang timbul setelah tindakan penyuntikan, salah satunya yaitu berupa
timbulnya rasa kebas pada daerah penyuntikan.

Universitas Sumatera Utara


55

Tidak ada responden yang menimbang berat badan pasien, menghitung dosis
anestesi lokal, dan menggunakan dosis yang telah dihitung. Hal ini mungkin
disebabkan karena kurangnya informasi mengenai pemberian dosis maksimum obat
anestesi lokal yang tergantung pada usia, berat badan, kesehatan pasien, jenis larutan
yang digunakan dan apakah vasokonstriktor digunakan atau tidak. Dari hasil yang
didapat, tidak ada satu pun responden yang melakukan penimbangan berat badan
sebelum tindakan penyuntikan anestesi lokal. Menurut responden, hal ini disebabkan
karena tidak tersedianya alat penimbang berat badan di klinik Departemen Bedah
Mulut FKG USU. Padahal penimbangan berat badan sebelum memberikan anestesi
lokal merupakan salah satu prosedur yang harus dilakukan untuk mendapatkan dosis
maksimum pemberian anestesi lokal.
Hasil penelitian juga didapat sebanyak 81,6% responden tidak pernah menangani
pasien yang mengalami komplikasi. Persentase tersebut sudah tergolong kategori
baik. Hal ini mungkin disebabkan karena pengetahuan responden mengenai
komplikasi dari anestesi lokal sudah cukup, yaitu 73,6%. Salah satu alasan responden
yang tidak pernah menangani pasien komplikasi adalah tidak adanya pasien yang
kembali ke Klinik, sehingga responden merasa tidak terjadi komplikasi terhadap
pasien. Responden beranggapan apabila pasien tidak kembali ke klinik maka tidak
ada komplikasi yang terjadi. Padahal tidak semua pasien yang tidak kembali ke klinik
tidak mengalami komplikasi, oleh sebab itu perlu adanya komunikasi antara
responden dan pasien setelah melakukan perawatan untuk memastikan ada atau
tidaknya komplikasi yang terjadi.
Selain itu, hasil yang kurang memuaskan juga didapat yaitu tidak ada responden
yang menggunakan dosis maksimum anestesi lokal setelah perhitungan. Tidak ada
responden yang menggunakan dosis maksimum anestesi lokal setelah perhitungan,
disebabkan oleh tidak ada satu pun responden yang melakukan perhitungan mengenai
dosis maksimum penggunaan anestesi lokal. Hal ini mungkin disebabkan oleh
kurangnya pengetahuan mahasiswa kepaniteraan klinik di Departemen Bedah Mulut
FKG USU mengenai perhitungan dosis maksimum anestesi lokal dalam suatu
tindakan pencabutan gigi, sehingga tidak satu pun responden melakukan

Universitas Sumatera Utara


56

penimbangan berat badan bahkan menggunakan hasil perhitungan dosis maksimum


dalam tindakan penyuntikan anestesi lokal (Tabel 8). Kategori perilaku menunjukkan
bahwa tidak ada responden yang mempunyai pengetahuan baik, 31,6% responden
termasuk kategori pengetahuan cukup dan 68,4% responden kategori pengetahuan
kurang (Tabel 9).

Universitas Sumatera Utara


57

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan
1. Pengetahuan responden tentang penggunaan dosis anestesi lokal termasuk
kategori baik (≥80%) dalam hal istilah anestesi, definisi anestesi secara umum, jenis
anestesi lokal golongan amida, efek anestesi lokal, larutan anestesi lokal yang ideal.
Pengetahuan responden termasuk kategori cukup (79% - 60%) dalam hal komplikasi
lokal anestesi lokal, komplikasi sistemik anestesi lokal. Sedangkan pengetahuan
responden termasuk kategori kurang (<60%) dalam hal penimbangan berat badan,
dosis maksimum lidokain, dosis maksimum artikain, definisi anestesi secara umum,
dosis maksimum mepivacain.
2. Perilaku responden tentang penggunaan dosis anestesi lokal termasuk
kategori baik (≥80%) dalam hal melakukan anamnesa sebelum penyuntikan. Perilaku
responden termasuk kategori cukup (79% - 60%) dalam hal anamnesa pasien tentang
obat-obatan yang sedang dikonsumsi, sedangkan perilaku responden termasuk
kategori kurang (<60%), dalam hal melihat efek samping setelah penyuntikan,
menimbang berat badan sebelum pemberian anestesi lokal, menghitung dosis anestesi
yang harus diberikan, menggunakan dosis yang telah dihitung, menangani pasien
yang mengalami komplikasi.
3. Pengetahuan responden paling banyak terdapat pada kategori cukup sebesar
44,7%, diikuti kategori baik sebesar 34,2%, dan kategori kurang sebesar 21%.
4. Perilaku responden paling banyak terdapat pada kategori kurang yaitu
sebesar 68,4%, diikuti kategori cukup sebesar 31,6%, dan kategori baik sebesar 0%.
5. Alasan responden tidak melakukan penimbangan berat badan sebelum
melakukan pemberian anestesi lokal adalah tidak tersedianya alat penimbang berat
badan di Klinik Departemen Bedah Mulut FKG USU (47,3%). Responden tidak
melakukan anamnesa sebelum penyuntikan karena responden terburu-buru sehingga

Universitas Sumatera Utara


58

lupa untuk melakukan anamnesa (60%). Alasan responden tidak menganamnesa obat-
obatan yang sedang dikonsumsi adalah responden hanya menganamnesa pasien yang
berumur diatas 30 tahun (35,7%). Alasan responden tidak menghitung dosis
maksimum yang harus diberikan adalah responden tidak mengetahui bagaimana cara
menghitung dosis maksimum anestesi lokal (39,5%). Seluruh responden tidak
menghitung dosis maksimum anestesi lokal dengan menimbang berat badan.
Responden tidak melihat efek samping setelah penyuntikan yang mana responden
langsung melakukan tindakan tanpa melihat efek samping dari anestesi lokal (42,8%).
Responden tidak pernah menangani pasien yang mengalami komplikasi setelah
penyuntikan adalah tidak kembalinya pasien ke Klinik setelah pencabutan gigi
(18,4%).

6.2 Saran
1. Diharapkan kepada Departemen untuk lebih menekankan teori mengenai
perhitungan dosis anestesi lokal terhadap mahasiswa kepaniteraan klinik sebelum
melakukan tindakan penyuntikan dan dikenakan sanksi apabila tidak melakukan
perhitungan.
2. Diharapkan kepada Departemen untuk memberikan himbauan kepada mahasiswa
kepaniteraan klinik yang akan memasuki Klinik tentang pentingnya pengetahuan
penggunaan dosis anestesi lokal yang tepat pada pencabutan gigi.
3. Diharapkan kepada mahasiswa kepaniteraan klinik agar meningkatkan
pengetahuan dan perilaku penggunaan dosis anestesi lokal pada pencabutan gigi.
4. Diharapkan kepada mahasiswa kepaniteraan klinik agar selalu melakukan
penimbangan berat badan sebelum melakukan tindakan penyuntikan.

Universitas Sumatera Utara


59

DAFTAR PUSTAKA

1. Howe, Geoffrey L, Whitehead F, Ivor H. Anestesi lokal. Ed 3., Jakarta: Hipokrates.,


1992: 69-110.
2. Kartini S, Ruswan DM. Petunjuk praktis anesthesiologi. Ed 1., Jakarta: Bagian
Anestesiologi Fakultas Kedokteran Gigi Indonesia, 2001: 113.
3. Haas, Daniel A. An update on local anesthetics in dentistry: Clinical practice. J Can
Dent Assoc 2002; 68(9): 546-51
4. Alvarez RG et al. Knowledge about local anesthetics in odontology students. Journal
Proc. West. Pharmacol. Soc. 2009; 52 : 118-119.
5. Foley J et al. A comparison of knowledge of local analgesia, pulp therapy and
restoration of primary molar teeth amongst dental students, dentists and dental
therapists within a dental hospital setting. US national library of medicine national
intitues of national. 2007; 8(2): 113-7.
6. Komang Krisna. Artikain sebagai alternatif larutan anestesi lokal dalam bidang
kedokteran gigi. Jurnal Ilmiah dan Teknologi Kedokteran Gigi FKG UPDM (B).
2011; 8(2) : 6-10.
7. Ninna Mey Wulandari. Evaluasi penggunaan obat anestesi dan anelgesik pada pasien
bedah mulut di Klinik Gigi Dentes Yogyakarta periode juli 2008. Skripsi.
Yogyakarta: Klinik Gigi Dentes Yogyakarta, 2008
8. Ellis, FR. Pokok-pokok anestesi. Jakarta: PD Publika., 1995: 61.
9. Notoatmodjo S. Promosi kesehatan dan ilmu perilaku. Jakarta: Rineka Cipta, 2007;
139-146.
10. Budiharto. Pengantar ilmu perilaku kesehatan dan pendidikan kesehatan gigi. Jakarta:
EGC, 2010: 1, 18,25-7.
11. Ganiswarna, Sulistia G. Farmakologi dan terapi. Ed 4,. Jakarta: Bagian farmakologi
Fakultas kedokteran – Universitas indonesia. 1995; 234-42.
12. Cobra & campus. Menggunakan anestesi lokal dalam dunia kedokteran gigi. Ed 3.
Tabloid bulanan mahasiswa kedokteran gigi. 2012; 12-3.

Universitas Sumatera Utara


60

13. Clinical Guidelines. Guideline on use of local anesthesia for pediatric dental patients.
American Academy of Pediatric Dentistry. Reference Manual. 2009; 33(6): 176.
14. James R. Hupp. Contemporary oral and maxillofacial surgery. 5th ed., Mosby:
Elsevier,. 2008: 96-7.
15. Chung, David C. Essentials of anesthesiology. Philadelphia: W.B. Saunders Co.,
1983: 55-7.
16. Malamed, Stanley F. Handbook of local anesthesia. 5th ed., Philadelphia: Elsevier
Mosby., 2004: 55-74, 285-94.
17. Rosenberg et al. Maximum recommended doses of local anesthetics: A multifactorial
concept. Regional Anesthesia and Pain Medicine. 2004; 29(6): 564-5
18. Kaye Cantlay BA MB ChB MRCP FRCA dkk. Anaesthesia for dentistry. Journal of
Anaesthesia 2005; 5(3): 72-3.
19. Chestnutt Ivor G, John G. Clinical dentistry. 3rd ed. Philadelphia: Elsevier Limited.,
2007: 95.
20. Baart J.A, Brand H.S. Local anaesthesia in dentistry. 1st ed., Wiley-Blackwell., 2009:
57-125.
21. Daniel A, Haas. Localized complications from local anesthesia. Journal CDA 1998;
1-9.
22. Purwanto, Lilian Y. Petunjuk praktis anestesi lokal. Ed 1., Jakarta: EGC., 1993: 7-30.
23. Roberts G.J. Analgesia dan sedasi gigi geligi. Jakarta: Hipokrates., 1991: 65-9.

Universitas Sumatera Utara


61

LAMPIRAN 1

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama Lengkap : Lusiana Rodame Simangunsong


Tempat/ Tanggal Lahir : Pematangsiantar / 26 Mei 1992
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Kristen Prostestan
Alamat : Jl. Makmur No. 148
Pematangsiantar
Orangtua
Ibu : Rotua Sianturi, SPd
Ayah : Bilmar Simangunsong, SH
Riwayat Pendidikan

1. 1995-1997 : TK Cinta Rakyat, Pematang Siantar


2. 1997-2003 : SD Swasta Cinta Rakyat 2, Pematang Siantar

3. 2003-2006 : SMP Swasta Cinta Rakyat 1, Pematang Siantar


4. 2006-2009 : SMA Swasta RK Budi Mulia, Pematang Siantar
5. 2009-2013 : S1- Fakultas Kedokteran Gigi USU, Medan
6. 2013-2014 : Kepaniteraan Klinik FKG USU, Medan

Universitas Sumatera Utara


62

LAMPIRAN 2

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
DEPARTEMEN BEDAH MULUT DAN MAKSILOFASIAL

Nomor :
Tanggal :

PENGETAHUAN DAN PERILAKU PENGGUNAAN DOSIS ANESTESI


LOKAL OLEH MAHASISWA KEPANITERAAN KLINIK DI KLINIK
DEPARTEMEN BEDAH MULUT FKG USU TAHUN 2013

PETUNJUK PENGISIAN

1. Pengisian kuesioner dilakukan oleh mahasiswa kepaniteraan klinik yang


sedang berada di Klinik Bedah Mulut FKG USU pada bulan periode 11 Maret
2013 sampai 15 Mei 2013, periode 11 Maret 2013 sampai 25 Mei 2013 dan
periode 15 April sampai 22 Juni 2013.
2. Jawablah setiap pertanyaan yang tersedia dengan melingkari jawaban yang
dianggap benar
3. Semua pertanyaan harus dijawab
4. Setiap pertanyaan diisi dengan satu jawaban
5. Bila ada pertanyaan yang kurang mengerti silahkan ditanyakan kepada
peneliti.

Universitas Sumatera Utara


63

LINGKARI JAWABAN PADA PILIHAN JAWABAN YANG TERSEDIA

I. Pengetahuan
1) Menurut Anda, istilah anestesi berasal dari bahasa apa? 1
a. Inggris
b. Yunani
c. Belanda

2) Menurut Anda, apakah definisi anestesi secara umum? 2


a. Hilangnya semua bentuk sensasi termasuk sakit, sentuhan,
persepsi temperatur, tekanan dan dapat disertai dengan
terganggunya fungsi motorik.
b. Hilangnya sensasi sementara termasuk nyeri pada salah satu
bagian tubuh tanpa menekan tingkat kesadaran.
c. Hilangnya sensasi atau mengurangi sensasi dibagian tubuh
tetentu.

3) Menurut Anda, apakah defenisi anestesi lokal? 3


a. Teknik untuk menghilangkan sensasi dibagian tubuh
tertentu.
b. Obat yang menghasilkan blokade konduksi sementara
terhadap rangsang transmisi sepanjang saraf.
c. Hilangnya sensasi sementara termasuk nyeri pada salah satu
bagian tubuh tanpa menekan tingkat kesadaran.

4) Menurut Anda, bagaimana larutan anestesi lokal yang ideal? 4


a. Tidak mengiritasi, mula kerjanya singkat, durasi kerjanya
singkat, tidak dapat disterilkan.
b. Tidak mengiritasi, tidak merusak jaringan saraf secara
permanen, mula kerjanya singkat, larut dalam air.

Universitas Sumatera Utara


64

c. Tidak mengiritasi, mula kerjanya lama, durasi kerjanya lama,


dapat disterilkan, larut dalam air.

5) Menurut Anda, apa saja jenis anestesi lokal yang termasuk 5


golongan Amida?
a. Lidokain, prokain, bupivakain
b. Lidokain, artikain, tetrakain
c. Artikain, mepivakain, lidokain

6) Menurut Anda, penimbangan berat badan merupakan hal yang 6


penting dalam menentukan?
a. Dosis minimum
b. Dosis maksimum
c. Dosis minimum dan maksimum

7) Menurut Anda, berapa dosis maksimum penggunaan lidokain? 7


a. 4,4 mg/kgBB (hingga 300 mg)
b. 5 mg/kgBB (hingga 500 mg)
c. 4,4 mg/kgBB (hingga 200 mg)

8) Menurut Anda, berapa dosis maksimum penggunaan mepivakain? 8


a. 4,4 mg/kgBB (hingga 300 mg)
b. 5 mg/kgBB (hingga 300 mg)
c. 4,4 mg/kgBB (hingga 200 mg)

9) Menurut Anda, berapa dosis maksimum penggunaan artikain? 9


a. 4,4 mg/kgBB (hingga 300 mg)
b. 7 mg/kgBB (hingga 500 mg)
c. 7 mg/kgBB (hingga 350 mg)

Universitas Sumatera Utara


65

10) Menurut Anda, apa saja efek penggunaan anestesi lokal? 10


a. Merangsang susunan saraf pusat
b. Menyebabkan peningkatan eksitabilitas
c. Bertambahnya respon otot terhadap rangsangan saraf

11) Menurut Anda, apa saja komplikasi lokal dari penggunaan 11


anestesi lokal?
a. Parastesi, reaksi sensitifitas, gangguan visual
b. Infeksi, reaksi toksik, reaksi sensitifitas
c. Trismus, paralisa wajah, infeksi

12) Menurut Anda, apa saja komplikasi sistemik dari penggunaan 12


anestesi lokal?
a. Reaksi sensitifitas, reaksi toksisitas
b. Reaksi toksisitas, gangguan visual
c. Reaksi sensitifitas, sakit selama dan setelah penyuntikan

II. Perilaku
1. Apakah saudara melakukan penimbangan berat badan sebelum 1
melakukan pemberian anestesi lokal?
1. Selalu 2. Kadang-kadang 3. Tidak pernah
Jika Jawaban saudara Kadang-kadang dan tidak, berikan
alasannya.......................................................................................
......................................................................................................

2. Apakah saudara melakukan anamnesa sebelum melakukan 2


penyuntikan?
1. Selalu 2. Kadang-kadang 3. Tidak pernah

Universitas Sumatera Utara


66

Jika Jawaban saudara Kadang-kadang dan tidak, berikan


alasannya.......................................................................................
......................................................................................................

3. Apakah saudara menanyakan kepada pasien apa dia sedang 3


mengkonsumsi obat-obatan?
1. Selalu 2. Kadang-kadang 3. Tidak pernah
Jika Jawaban saudara Kadang-kadang dan tidak, berikan
alasannya.......................................................................................
......................................................................................................

4. Apakah saudara terlebih dahulu menghitung dosis anestesi yang 4


harus diberikan ?
1. Selalu 2. Kadang-kadang 3. Tidak pernah
Jika Jawaban saudara Kadang-kadang dan tidak, berikan
alasannya.......................................................................................
......................................................................................................

5) Jika jawaban saudara no 4 ya. Apakah pada saat penyuntikan, 5


anda memakai dosis yang seharusnya?
1. Selalu 2. Kadang-kadang 3. Tidak pernah
Jika Jawaban saudara Kadang-kadang dan tidak,
berikan alasannya.........................................................................
.....................................................................................................

6) Apakah saudara setelah melakukan penyuntikan melihat efek 6


samping dari anestesi lokal yang anda gunakan?
1.Selalu 2. Kadang-kadang 3. Tidak pernah

Universitas Sumatera Utara


67

Jika Jawaban saudara Kadang-kadang dan tidak, berikan


alasannya.......................................................................................
......................................................................................................

7) Apakah saudara pernah menangani pasien yang kembali lagi 7


karena ia mengalami komplikasi setelah menerima suntikan?
1. Selalu 2. Kadang-kadang 3. Tidak pernah
Jika Jawaban saudara Kadang-kadang dan tidak, berikan
alasannya.......................................................................................
......................................................................................................

Universitas Sumatera Utara

You might also like