You are on page 1of 4

BAB I PENDAHULUAN

Latar belakang penelitian

Penyakit Tidak Menular (PTM) seperti penyakit jantung, stroke, dan gagal ginjal semakin sering
ditemukan pada masyarakat Indonesia. Sekitar 80% PTM diakibatkan oleh gaya hidup yang tidak
sehat, sisanya disebabkan oleh faktor lingkungan dan keturunan. Contoh gaya hidup tidak sehat
adalah pola makan dengan menu tidak seimbang, serta diperberat dengan aktifitas fisik yang kurang
dan kebiasaan buruk mengkonsumsi rokok dan alkohol.(1) Commented [senja1]: ini sebenernya bikin teteh bingung
dr kemaren.. hubungan ptm dengan saliva apa de?? teteh
Laporan dari WHO tahun 2017 menunjukkan bahwa setiap tahun terdapat 7 juta kematian akibat ngeeri ade mau ngambil gaya merokok tp apa ga apa apa
konsumsi hasil tembakau, termasuk karena paparan asap rokok dari orang lain. Jika hal ini dibiarkan, sama pembimbing ade?

diperkirakan akan terjadi 8 juta kematian pada tahun 2030, dan 70% kematian tersebut terjadi di
negara berkembang, termasuk Indonesia.(1)

Saat ini Indonesia menghadapi ancaman serius akibat peningkatan jumlah perokok, terutama
kelompok anak-anak dan remaja. Peningkatan perokok pada remaja usia 15-19 tahun meningkat 2 kali
lipat dari 12,7% pada tahun 2001 menjadi 23,1% pada tahun 2016. Bahkan hasil Sirkesnas 2016
memperlihatkan bahwa angka remaja perokok laki-laki telah mencapai 54,8%.(1)

Berdasarkan data dari The Tobacco Atlas (2015), lebih dari 217.400 orang di Indonesia meninggal
akibat penyakit yang terkait dengan konsumsi tembakau tiap tahunnya. Selain itu, asap tembakau
mengandung lebih dari 7.000 bahan kimia, ratusan di antaranya beracun dan memiliki dampak negatif
pada organ tubuh manusia.(2)

Rongga mulut memiliki Air liur (saliva) merupakan cairan yang disekresikan kelenjar eksokrin dan
memiliki berbagai macam fungsi salah satunya menjaga kebersihan rongga mulut dari bakteri dan
kaya akan bikarbonat yang menetralkan asam dalam makanan serta asam yang dihasilkan oleh bakteri
di mulut sehingga karies dentis dapat dicegah.(3)

Derajat keasaman saliva yang rendah akan menyebabkan lingkungan yang asam di dalam mulut.
Lingkungan asam tersebut merupakan kondisi yang disukai oleh bakteri sehingga dapat menghasilkan
halitosis (bau mulut) dan terganggunya fungsi buffering dari saliva, remineralisasi gigi dan
pengecapan. Derajat keasaman saliva yang rendah juga meningkatkan resiko seperti karies gigi,
penyakit gusi, infeksi jaringan lunak seperti candida dan stress. Dimana masing-masing dari penyakit
tersebut mempunyai komplikasi-komplikasinya tersendiri.(4)

Telah tercatat bahwa rokok memiliki efek terhadap kesehatan sistemik maupun mulut. Hal tersebut
termasuk kanker paru, kanker mulut, penyakit kardiovaskular, perubahan warna pada gigi, halitosis,
disfungsi kelenjar saliva dan oral candidiasis (Reibel, 2003 ; Winn, 2001 and Johnson and Bain,
2000). Terdapat hubungan yang kuat antara perilaku merokok dengan lesi mukosa mulut seperti
smoker’s palate, smoker’s melanosis, black hairy tongue, periodontal disease dan oral cancer (Reibel,
2003and Winn,2001).(4)

Sudah terdapat beberapa penelitian tentang efek rokok terhadap saliva tapi dengan didapatkan hasil
yang saling berlawanan (Palomares et al, 2004, Kanwar et al, 2013 and Dyasanoor and Saddu, 2014).
Diamana pada hasil penelitian-penelitian tersebut terdapat hasil yang menunjukan bahwa merokok
bisa mengurangi kecepatan aliran dan pH saliva tapi terdapat pula hasil yang menunjukan bahwa
merokok tidak memberikan efek yang signifikan(4)
Melihat besarnya angka prevalensi perokok di indonesia dan masih sedikitnya pengetahuan tentang
efek negative rokok terhadap kesehatan mulut, maka perlu dilakukan penelitian untuk menilai derajat
keasaman (pH) saliva dan menentukan seberapa besar perubahan yang terjadi. Perubahan pH saliva
dapat berpengaruh terhadap pengaturan mineralisasi dan dimineralisasi gigi. Terganggunya
pengaturan tersebut dapat menyebabkan penururnan kesehatan gigi dan mulut.

Perumusan masalah

Prevalensi perokok dan mortalitas yang berkaitan dengannya di Indonesia semakin meningkat.
Terdapat berbagai studi yang telah dilakukan untuk mengidentifikasi keterkaitan merokok dengan
derajat keasaman saliva. Peneliti merasa masih banyak orang termasuk mahasiswa-mahasiswa
fakultas kedokteran yang belum mengetahui keterkaitan antara kedua hal tersebut. Diamana derajat
keasaman yang rendah merupakan resiko karies gigi, penyakit gusi, infeksi jaringan lunak seperti
candida dan stress.

Adapun hal yang mendorong peneliti untuk mengangkat masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Masih rendahnya pengetahuan para remaja dengan hubungan antara perilaku merokok dengan
saliva.
2. Masih rendahnya pengetahuan para remaja dengan dampak derajat saliva yang menurun.
3. Di Indonesia masih kurang penelitian yang membahas mengenai dampak perilaku merokok
terhadap kesehatan gigi dan mulut

Berdasarkan latar belakang di atas maka perumusan masalahnya adalah: hubungan antara kebiasaan
merokok dengan derajat keasaman saliva pada mahasiswa FK UNISBA.

Pertanyaan penelitian

A. Pertanyaan utama
(1) Apakah terdapat perbedaan derajat keasaman saliva antara perokok dengan bukan perokok?
(2) Apakah terdapat hubungan antara perilaku merokok dengan derajat keasaman saliva?

Hipotesis

(1) Terdapat perbedaan derajat keasaman saliva antara perokok dengan bukan perokok
(2) Terdapat hubungan antara perilaku merokok dengan derajat keasaman saliva

Tujuan penelitian

A. Tujuan umum
Untuk mengetahui hubungan antara kebiasaan merokok dengan derajat keasaman saliva pada
mahasiswa FK UNISBA.

B. Tujuan khusus
(1) Untuk mengetahui perbedaan derajat keasaman saliva antara pekok dan bukan perokok.
(2) Untuk mengetahui hubungan antara perilaku merokok dengan derajat keasaman saliva.
(3) Untuk mengetahui hubungan anatara pH saliva yang rendah dengan karies gigi.
Manfaat penelitian

1. Bagi tenaga kesehatan (dokter dan perawat)


Dengan hasil penelitian ini dapat menambah wawasan, dan hal tersebut dapat digunakan
sebagai edukasi kepada masyarakat tentang bahaya lain dari rokok dan sebagai pencegahan
yaitu diharapkan dengan mengetahui masalah ini perokok akan berhenti merokok dan yang
bukan perokok semakin menjauhi rokok.
2. Bagi pasien, keluarga pasien dan masyarakat awam
Diharapkan masyarakat semakin peduli dengan kesehatan daripada mulut mereka dan orang
sekitar mereka.
DAFTAR PUSTAKA

1. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia [Internet]. [cited 2017 Dec 25]. Available from:
http://www.depkes.go.id/article/view/17071200002/pertemuan-aliansi-bupati-walkota-peduli-
kawasan-tanpa-tembakau.html

2. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia [Internet]. [cited 2017 Dec 25]. Available from:
http://www.depkes.go.id/article/view/17090600001/batuk-perokok-tanda-awal-kerusakan-
tubuh.html

3. Sherwood L. sherwood physiology. edisi 6. Yesdelita dr. N, editor. EGC; 2011. 650-652 p.

4. Medicine O. The effect of cigarette smoking on whole stimulated salivary flow rate and pH.
2016;1–32.

You might also like