You are on page 1of 13

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

I. Anatomi Gigi
Gigi mempunyai beberapa bagian, yaitu:1
a. Bagian akar gigi, adalah bagian dari gigi yang tertanam di dalam tulang
rahang dikelilingi (dilindungi) oleh jaringan periodontal.
b. Mahkota gigi adalah bagian dari gigi yang dapat dilihat.
c. Cusp adalah tonjolan runcing atau tumpul yang terdapat pada mahkota.

Gambar 2.1 Anatomi Gigi2

Orang dewasa mempunyai 32 gigi permanen, 16 di tiap rahang. Di tiap rahang


terdapat:1
 Empat gigi depan /insisivus.
Bentuknya seperti sekop dengan tepi yang lebar untuk menggigit,
hanya mempunyai satu akar. Gigi insisivus atas lebih besar daripada gigi yang
bawah.
 Dua gigi kaninus
Gigi inimerupakan gigi ini kuat dan menonjol di “sudut mulut”,
namunhanya mempunyai satu akar
 Empat gigi pre-molar/gigi molar kecil.
Mahkotanya bulat hampir seperti bentuk kaleng tipis, mempunyai dua
tonjolan, satu di sebelah pipi dan satu di sebelah lidah. Kebanyakan gigi pre-
molar mempunyai satu akar, bebrapa mempunyai dua akar.

 Enam gigi molar


Merupakan gigi-gigi besar di sebelah belakang di dalam mulut
digunakan untuk menggiling makanan. Semua gigi molar mempunyai mahkota
persegi, seperti blok-blok bangunan. Ada yang mempunyai tiga, empat, atau
lima tonjolan. Gigi molar di rahang atas mempunyai tiga akar dan gigi molar di
rahang bawah mempunyai dua akar.

Gambar 2.2 Bentuk-bentuk gigi3

Gigi terdiri dari beberapa jaringan, yaitu:4


a. Enamel
Enamel gigi merupakan susunan kimia kompleks, sebagian besar terdiri dari
97% mineral (kalsium, fosfat, karbonat, dan fluor), air 1% dan bahan organik 2%,
yang terletak dalam suatu pola kristalin.
b. Dentin
Dentin adalah suatu jaringan vital yang tubulus dentinnya berisi
perpanjangan sitoplasma odontoblas. Sel-sel odontoblas mengelilingi ruang pulpa
dan kelangsungan hidupnya bergantung kepada penyediaan darah dan drainase
limfatik jaringan pulpa. Oleh karena itu dentin peka terhadap berbagai macam

2
rangsangan, misal: panas dan dingin serta kerusakan fisik termasuk kerusakan yang
disebabkan oleh bor gigi.
c. Sementum
Sementum adalah penutup luar tipis pada akar yang mirip strukturnya dengan
tulang.
d. Pulpa
Pulpa terdapat dalam gigi dan terbentuk dari jaringan ikat yang berisikan
serabut saraf dan pembuluh-pembuluh darah yang mensuplai dentin.

II. Abses Periapikal


1. Definisi
Abses periapikal adalah hasil dari infeksi pulpa yang menyebabkan
jaringan pulpa menjadi nekrotik. Hal ini terjadi ketika adanya akumulasi atau
kumpulan pus yang dikelilingi oleh jaringan yang mengalami proses inflamasi
yang berlokasi di dekat apeks dari akar gigi yang sudah non – vital.5,6

2. Etiologi
Abses periapikal terjadi akibat dari infeksi yang mengikuti karies gigi
atau infeksi pulpa, setelah trauma pada gigi yang mengakibatkan pulpa nekrosis,
iritasi jaringan periapikal baik oleh manipulasi mekanik maupun oleh aplikasi
bahan-bahan kimia di dalam prosedur endodontik, yang dapat berkembang
langsung dari periodontitis periapikal akut.7
Abses periapikal akut juga dapat berkembang dari abses kronis yang
mengalami eksaserbasi akut. Hal ini dapat terjadi karena beberapa faktor yaitu
terganggunya keseimbangan antara pertahanan tubuh pasien dan virulensi dari
mikroorganisme yang mempertahankan keadaan infeksi kronis. Jadi jika
pertahanan tubuh pasien menurun, maka mikroorganisme mampu menyerang
jaringan dengan lebih mudah dan menghasilkan abses yang akut. Faktor lain
adalah pada saat sinus dari abses periapikal kronis tertutup debris-debris, hal ini
dapat menghalangi eksudat untuk keluar, maka keadaan akut dapat terjadi.7

3
3. Tahap-tahap Pembentukan Abses
Tahap pembentukan abses diawali dengan tahap inokulasi yaitu dengan
penyebaran awal (mungkin oleh streptococcus) ke dalam jaringan lunak. Tahap
ini ditandai dengan pembengkakan jaringan lunak, lengket, dan agak halus yang
disertai dengan sedikit kemerahan. Tahap kedua yaitu tahap selulitis, merupakan
proses inflamasi mencapai puncak dan menyebabkan pembengkakan yang
berwarna sangat merah, keras dan amat sakit disertai functio laesa seperti
trismus atau ketidakmampuan mendorong lidah ke depan. Pada tahap ke tiga
yaitu pembentukan abses. Dari hasil palpasi didapatkan fluktuasi yang
merupakan pergerakan cairan yang disebabkan oleh aliran pus di dalam kavitas
abses. Tahap akhir dari infeksi odontogenik yaitu pecahnya abses yang terjadi
secara spontan atau dengan drainase terapeutik.8
Tabel 1. Tahap-tahap infeksi8
Karakteristik Inokulasi Sellulitis Abses
Durasi 0-3 hari 3-7 hari >5 hari
Rasa sakit Ringan-sedang Berat dan menyeluruh Sedang-berat dan
lokal
Ukuran Kecil Besar Kecil
Lokalisasi Menyebar Menyebar Terbatas
Palpasi Lunak, lengket, agak halus Keras, sangat halus Fluktuasi, halus
Warna Normal Kemerahan Merah pada daerah
sekitarnya
Kualitas kulit Normal Menebal Membulat dan
mengkilap
Temperatur Panas ringan Panas Panas sedang
permukaan
Functio laesa Minimal atau tidak ada Berat Berat sedang
Cairan jaringan Edema Serous, bercak pus Pus
Tingkat malaise Ringan Berat Sedang-berat
Keparahan Ringan Berat Sedang-berat
Bakteri Aerobik Gabungan Anaerobik
perkutaneus

4
Tahap awal dari fase selular dicirikan dengan akumulasi pus pada tulang
alveolar yang disebut sebagai abses intra alveolar. Kemudian pus menyebar ke
tulang, menyebar ke spasia subperiosteal yang membentuk abses subperiosteal di
mana pus terakumulasi antara tulang dan periosteum. Setelah menembus
periosteum, pus terus menyebar melalui jaringan lunak ke segala arah yang
biasanya menyebar secara intraoral ke bawah mukosa membentuk abses
submukosa. Walaupun terkadang pus juga menyebar melalui jaringan ikat
longgar dan setelah melalui bawah kulit membentuk abses subkutan, sementara
itu juga bisa menyebar ke spasia fasial membentuk abses yang berbahaya, abses
spasia fasial.9

4. Patogenesis
Penyebab penyakit pulpa dan kelainan periapikal sangat berhubungan
dengan bakteri. Bakteri yang terdapat pada jaringan pulpa akan mengakibatkan
peradangan dan berlanjut kejaringan periapikal. Sumber utama bakteri dalam
pulpa adalah karies. Bakteri pada karies akan memproduksi toksin yang akan
berpenetrasi ke dalam pulpa melalui tubulus. Akibatnya, jaringan pulpa akan
terinflamasi secara lokal pada basis tubulus yang terkena karies terutama oleh
sel-sel inflamasi kronik seperti makrofag, limfosit, dan sel plasma. Jika pulpa
terbuka, jaringan pulpa bisa tetap terinflamasi untuk waktu yang lama sampai
akhirnya menjadi nekrosis atau bisa dengan cepat menjadi nekrosis. Hal ini
bergantung pada virulensi bakteri, kemampuan untuk mengeluarkan cairan
inflamasi guna mencegah peningkatan tekanan intrapulpa yang besar, ketahanan
host, jumlah sirkulasi, dan drainase limfe.7
Setelah nekrosis pulpa, reaksi inflamasi dari jaringan pulpa akan berlanjut
kejaringan periapikal. Jaringan pulpa yang mengandung bakteri serta toksinnya
akan keluar melalui foramen apikal, yang mana foramen apikal ini merupakan
penghubung pulpa dan jaringan peridonsium. Bakteri serta toksinnya dan
mediator inflamasi dalam pulpa yang terinflamasi dapat keluar dengan mudah
melalui foramen apikal sehingga menyebabkan kerusakan periapikal, hal ini
dikarenakan dibagian foramen apikal terdapat bakteri dan produknya. Peradangan

5
yang meluas ke jaringan periapikal menyebabkan respon inflamasi lokal sehingga
akan mengakibatkan kerusakan tulang dan resorpsi akar.7

5. Gambaran Klinis
Gambaran klinis dari abses periapikal akut adalah sebagai berikut:7
A. Gigi sedikit ekstrusi dari soketnya yang disebabkan eksudat dan
neutrofil dari abses menyebabkan penekanan di daerah jaringan gigi.
B. Terdapat tanda-tanda infeksi seperti demam, malaise dan leukositosis.
C. Terdapat bengkak pada jaringan gigi.
D. Gigi yang terlibat tidak menimbulkan respon terhadap stimulasi elektrik
dan termis karena pulpa telah nekrosis.
E. Gigi terasa nyeri terhadap palpasi dan perkusi
F. Perluasan abses periapikal akut pada jaringan lunak yang akan
menunjukkan gambaran yang biasa dari inflamasi akut yaitu merah,
bengkak dan panas.

Gambaran klinis dari abses periapikal kronis adalah sebagai berikut:7


A. Abses periapikal kronis biasanya asimtomatik akibat drainse.
B. Gigi tidak mengalami respon terhadap stimulus termis dan elektris
karena pulpa sudah nekrosis.
C. Perkusi terkadang nyeri.
D. Gigi sensitif terhadap palpasi.
E. Adanya fistel

Gambar 2.13 Gambaran klinis abses periapikal4

6
6. Diagnosis
a. Anamnesis10
Pada anamnesis didapatkan nyeri yang bersifat intermiten. aspek
nyeri merupakan petunjuk kuat bagi adanya penyakit endodonsi yang
ireversibel. Aspek-aspek ini adalah intensitas, spontanitas, dan kontinuitas
nyeri.

b. Pemeriksaan objektif10
1) Pemeriksaan Ekstra Oral
Penampilan umum, tonus otot, asimetris wajah, pembengkakan,
perubahan warna, kemerahan dan jaringan limfe servikal/wajah
membesar. Pemeriksaan ekstra oral pada abses periapikal dapat
ditemukan perbesaran kelenjer limfe regional dengan nyeri tekan pada
pembesaran kelenjar getah bening tersebut.
2) Pemeriksaan Intra Oral
Pemeriksaan ini meliputi tes visual dan digital jaringan rongga mulut
yang lengkap dan teliti. Bibir, mukosa oral, pipi, lidah, palatum dan otot-
otot. Diperiksa pula mukosa alveolar dan gingiva sekatnya untuk melihat
apakah daerah tersebut mengalami perubahan warna, terinflamasi,
mengalami ulserasi atau mempunyai saluran sinus.
3) Gigi geligi
Gigi geligi di periksa untuk mengetahui adanya perubahan warna,
fraktur, abrasi, erosi, karies, restorasi yang luas atau abnormalitas lain.
Mahkota yang berubah warna sering merupakan tanda adanya penyakit
pulpa atau merupakan akibat perawatan saluran akar yang telah di
lakukan sebelumnya. Pada abses periapikal gigi tidak berespon terhadap
tes suhu atau tes elektrik.
4) Tes klinis.
Tes klinis meliputi tes dengan menggunakan kaca mulut dan sonde
serta tes periodontium selain tes pulpa dan jaringan periapeks.

7
5) Tes Perkusi
Perkusi dapat menentukan ada tidaknya penyakit periradikuler. Cara
melakukan perkusi adalah dengan mengetukkan ujung kaca mulut yang
di pegang paralel atau tegak lurus terhadap mahkota pada permukaan
insisal atau oklusal mahkota.
Terdapat dua metode perkusi yaitu: tes perkusi vertikal dan tes
perkusi horizontal. Jika tes perkusi vertikal positif berarti terdapat
kelainan di daerah periapikal, dan jika tes perkusi horizontal positif
berarti terdapat kelainan di periodonsium.
Tes perkusi dilakukan dengan cara sebagai berikut ini :
 Pukulan cepat dan tidak keras pada gigi, mula-mula memakai jari
dengan intensitas rendah kemudian intensitas ditingkatkan dengan
menggunakan tangkai suatu instrumen, untuk mengetahui apakah gigi
terasa sakit
 Gigi tetangga sebaiknya di perkusi lebih dahulu dan kemudian diikuti
gigi yang menjadi keluhan.
 Reaksi yang lebih valid didapat dari pergerakan tubuh pasien, reaksi
reflek, bahkan reaksi yang tidak bisa dikatakan.
Nilai diagnostik pada pemeriksaan perkusi adalah untuk mengetahui
apakah daerah atau jaringan apikal gigi mengalami inflamasi. Pada abses
periapikal biasanya ditemukan nyeri ketok yang hebat pada daerah abses
disebabkan karena penekanan ujung saraf oleh pus, ekstrudasi gigi dari
soketnya.

c. Pemeriksaan Penunjang
Abses periapikal akut dapat didiagnosis pasti dengan pemeriksaan
radiologi dan histopatologi. Gambaran histopatologi dari abses periapikal
akut adalah sebagai berikut :5
1. Daerah supurasi disusun oleh pus yang terdiri dari leukosit
polimorfonukleus yang didominasi oleh neutrofil dalam berbagai
tahap penghancuran, eksudat protein dan jaringan nekrotik. Kadang-

8
kadang juga terlihat plasma sel dan limfosit dalam jumlah yang
sedikit.
2. Pus dikelilingi oleh sel inflamasi leukosit yang didominasi oleh
polimorfonuklear neutrofil serta sedikit plasma sel dan limfosit.
3. Dilatasi pembuluh darah dan neutrofil yang berinfiltrasi pada
ligament periodontal dan sumsum tulang yang berdekatan dengan
cairan nekrotik.
4. Di dalam ruang sumsum tulang juga terdapat sel-sel inflamasi yang
terinfiltrasi.
5. Jaringan di sekitar daerah supurasi mengandung cairan serous.

Gambar 2.14 Gambaran histologi abses periapikal


akut5
Gambaran histopatologi pada abses periapikal kronis adalah sebagai
berikut :5
1. Sel-sel yang utama adalah limfosit dan plasma sel serta
polimorfonukleus dalam jumlah tertentu.
2. Kadang-kadang terdapat sel-sel makrofag dan lebih jarang lagi
terdapat sel-sel raksasa berinti banyak.
3. Di tengah abses ini terdapat suatu kumpulan jaringan fibroblast dan
sedikit kapiler darah yang baru terbentuk.
4. Di daerah luar terdapat kapsul jaringan fibrous yang berbeda umur
dan kondisinya.

Gambar 2.15 Gambaran histologi abses periapikal


9
kronis5
Pada tahap awal sebelum terjadinya resorbsi tulang, belum terlihat
adanya gambaran rontgenologi. Gambaran rontgenologi baru terlihat jika ada
pengrusakan tulang, dimana diperlukan waktu 2-3 minggu agar cukup tejadi
resorbsi tulang sehingga tampak adanya daerah radiolusen yang difus dengan
batas tidak jelas pada apeks gigi. Dapat juga terjadi penebalan ligament
periodonsium tetapi jarang terjadi.5
Di sekitar apeks dari gigi terlihat daerah yang radiolusen dan berangsur-
angsur menyatu di sekeliling tulang tanpa danya batas yang jelas di antara
keduanya.Gambaran rontgenologi pada abses periapikal akut adalah sebagai
berikut :

Gambar 2.16 Gambaran radiologi abses periapikal5

Gambaran radiografi pasien ini biasanya berupa gambaran radiolusen


berbatas difus di periapikal. Pada pemeriksaan patologi anatomi pada sediaan
abses periapikal akut dapat ditemukan area supuratif (kavitas) yang berisi
jaringan yang telah mati (nekrosis) dan sel sel PMN. Sedangkan gambaran
patologi anatomi pada abses periapikal kronis dapat ditemukan rongga abses
dikelilingi oleh lapisan padat sel-sel inflamasi kronis (limfosit dan plasma
sel).5

7. Penatalaksanaan
Terapi dari abses periapikal akut adalah sebagai berikut:11
a. Lakukan drainase, lebih baik melalui saluran akar. Instruksikan pasien agar
menggunakan larutan hangat sebagai pencuci mulut tiap jam.
b. Buat insisi kecil pada bagian yang paling fluktuan dari pembengkakan tersebut
untuk memancing drainase bila pembengkakan sangat besar dan drainase

10
melalui saluran akar tidak cukup. Prosedur ini dapat dilakukan dengan
mengulaskan pasta anastesi topical atau menyemprotkan etil klorida pada
daerah yang akan di insisi dan tusuk pembengkakan tersebut dengan pisau
scalpel.
c. Berikan antibiotik bila drainase tidak produktif atau bila ada pireksia, rasa sakit
dan meningkatnya limfadenopati.
Terapi dari abses periapikal kronis adalah sebagai berikut:11
a. Indikasi untuk mempertahankan atau untuk mencabut gigi dengan abses
periapikal kronis harus mempertimbangkan beberapa hal yaitu posisi dari gigi,
fungsi dan nilai estetika dari gigi, kondisi patologis yang mungkin terjadi dari
jaringan yang terinfeksi di sekitar akar dan apakah jaringan tersebut pada
akhirnya dapat menjadi steril serta kesehatan umum pasien.
b. Jika diputuskan untuk mempertahankan gigi penyebab, saluran akar harus
dibuka, dibersihkan dan disetrilkan setelah itu dilakukan pengisian saluran
akar. Penggunaan antibiotic ke dalam saluran akar juga dilakukan. Oleh karena
mikroorganisme di dalam saluran akar banyak jenisnya maka perlu untuk
menggunakan kombinasi yang cocok dari antibiotik bersama dengan fungisida.
8. Untuk kasus peradangan odontogenik sendiri, tidak ada kriteria tertentu dalam
pemberian antibiotik. Pengobatan diberikan dalam beberapa situasi peradangan
odontogenik akut yang berasal dari pulpa misalnya sebagai pendukung dalam
perawatan saluran akar, gingivitis nekrotis ulseratif akut, abses periapikal,
periodontitis agresif, abses periodontal, dan osteomyelitis.Perluasan inflamasi
cepat dan berat sebaiknya dirawat dengan pemberian antibiotik, sementara
inflamasi yang ringan dan terlokalisir dimana drainase dapat dilakukan, maka
pemberian antibiotik tidak perlu.

Pada abses periodontal perlu diberikan terapi antibiotik ketika disertai tanda
dan gejala sistemik, atau ketika insisi dan drainase tidak dapat dilakukan. Hal ini
berbeda pada terapi antibiotik untuk peradangan yang berasal dari pulpa atau
periapikal, dimana seharusnya lebih agresif karena lebih cenderung meluas ke
permukaan wajah. Antibiotik turunan β-laktam dapat dipertimbangkan sebagai
antibiotik pilihan, asalkan tidak ada alergi. Namun, hanya sedikit obat dari kelompok

11
ini yang dapat diresepkan. Penisilin dan amoksisilin dapat menjadi pilihan pertama.
Amoksisilin-klavulanat lebih disukai, karena spektrum kerja yang luas, sifat
farmakokinetik, toleransi, dan dosis yang khas. Klindamisin juga menjadi obat pilihan
karena penyerapannya yang baik, kemungkinan bakteri menjadi resistensi rendah, dan
konsentrasi antibiotik yang dicapai dalam tulang lebih tinggi. Pada infeksi
odontogenik yang berat disarankan untuk pemberian antibiotik bakterisid dosis tinggi
secara parenteral, bila perlu dilakukan kultur bakteri dan tes resistensi.

Tabel 2.Dosis antibiotik yang umum digunakan untuk kasus peradangan odontogenik8

NO ANTIBIOTIK DOSIS DURASI


1 Penisilin V 250mg/500mg setiap 4-6 jam selama 5-7 hari
2 amoksisilin atau amoksiklav 250mg/500mg setiap 8 jam selama 5-7 hari
3 clindamisin 300mg/600mg setiap 6 jam selama 5-7 hari
4 Metronidazole 200mg/400mg setiap 8 jam selama 5-7 hari
5 Azithromisin 250mg/500mg sekali sehari selama 5-7 hari

12
DAFTAR PUSTAKA

1. Berkovitz, B.K.B, Holland, G.R, Moxham, B.J. Oral anatomy, histology and
embriology. 4 th edition. London: Mosby Elsavier; 2008.
2. Siregar, M. Karies gigi. Available from:http//medicascore.com. [Diakses 18
agustus 2016].
3. Tooth Eruption. Available from: http//www.adandental.com.au/tooth_eruption
_dates.htm [Diakses 18 agustus 2016]
4. B Douglass Alan, M Douglass Joanna. Common dental emergencies. American
Family Physician. University of Connecticut School of Dental Medicine,
Farmington. Connecticut. 2003; (67): 511-6.
5. Neville. Damn. Allen. Oral & Maxillofacial Pathology. 2nd edition. WB
Saunders. 2002. USA
6. Shama SA. Periapical Abscess of the maxillary teeth and its fistulizations:
Multi-detector CT Study. Alexandria Journal of Medicine (2013) 49, 273–279
7. Sitanggang, Ima, R.H. Abses Periapikal Sebagai Penyebab Terjadinya
Osteomyelitis Supuratif Akut. Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatra
Utara, Medan. 2002
8. Flyn, T.R. The timing of incision and drainage. Oral and maxillofacial surgery
knowledge update; III. Rosemont : American Association of Oral and
Maxillofacial Surgeons. Mosby.St.Louise. 2001. p.5-10.
9. Fragiskos, F.D. Oral surgery. Berlin: springer. p.205-237.
10. Walton, Torabinajed. Prinsip dan Praktik Endodonsi. Edisi ke-2. Jakarta: EGC.
1996
11. Saunders, W.B; Regezi, J.A; Sciubba, J.J; Jordan, R. Oral Pathology, clinical
pathological correlations.5 th Edision. 2003

13

You might also like