You are on page 1of 41

SURVEILANS POLA DIET DAN FAKTOR GAYA HIDUP

TERHADAP HIPERTENSI DI WILAYAH KERJA

PUSKESMAS BATURUBE PROVINSI

SULAWESI TENGAH

DISUSUN OLEH

HERLINA
AWAL RAHMAT
INDAH INDRIATI
BAZRUL MAKATITA
HAMSINA RUMBOUW
ARINDIAH PUSPO WINDARI
SYVIANOVELISTA R. LOSOIYO

PROGRAM PASCASARJANA KESEHATAN MASYARAKAT


STIK TAMALATEA MAKASSAR
TAHUN 2018
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Tekanan darah merupakan gaya yang diberikan darah terhadap dinding

pembuluh darah dan ditimbulkan oleh desakan darah terhadap dinding arteri ketika

darah tersebut dipompa dari jantung ke jaringan. Besar tekanan bervariasi tergantung

pada pembuluh darah dan denyut jantung. Tekanan darah paling tinggi terjadi ketika

ventrikel berkontraksi (tekanan sistolik) dan paling rendah ketika ventrikel berelaksasi

(tekanan diastolik). Pada keadaan hipertensi, tekanan darah meningkat yang

ditimbulkan karena darah dipompakan melalui pembuluh darah dengan kekuatan

berlebih. Hipertensi dapat dikendalikan dengan meningkatkan kualitas hidup penderita

hipertensi. Dalam upaya primer seperti promosi kesehatan diantaranya diet yang sehat

dengan cara makan cukup sayur dan buah, rendah garam dan lemak, rajin melakukan

aktifitas dan tidak merokok . Cara pencegahan sekunder seperti kegiatan deteksi dini

untuk menemukan penyakit, tersier dilaksanakan melalui tindak lanjut dini dan

pengelolaan hipertensi yang tepat serta minum obat teratur agar tekanan darah dapat

terkontrol dan tidak memberikan komplikasi seperti penyakit ginjal kronik, strok dan

jantung (Kemenkes RI 2012).

WHO (2011) menyarankan untuk usia 16 – 24 tahun melakukan aktifitas fisik

sebanyak 300menit perminggu (minimal 5 hari) atau sebanyak 60 menit dalam 1 hari

untuk mengurangi resiko terjadinya penyakit tidak menular termasuk hipertensi.

Kemenkes Indonesia berupaya meningkatkan self awareness melalui kegiatan posbindu

penyakit tidak menular. Masyarakat diajak berperilaku cerdik dengan cek kesehatan
secara berkala, hilangkan asap rokok, rajin aktifitas fisik, diet sehat dengan kalori

seimbang, istirahat cukup dengan kelola stress. Masyarakat juga bias bias mengetahui

factor resiko, deteksi, pengobatan, dan tata kelola tanggap darurat penyakit hipertensi.

Data world health organization (WHO) tahun 2011 menunjukan satu milyar orang

di dunia menderita hipertensi, 2/3 diantaranya berada di Negara berkembang yang

berpenghasilan rendah sampai sedang. Prevalensi hipertensi akan meningkat tajam dan

diprediksikan pada tahun 2025 sebanyak 29% orang dewasa diseluruh dunia terkena

hipertensi. Hipertensi mengakibatkan kematian sekitar 8 juta orang setiap tahun, dimana

1,5 juta kematian terjadi di asia tenggara yang 1/3 populasi menderita hipertensi

sehingga dapat menyebabkan peningkatan beban biaya kesehatan (Kemenkes, 2017)

Pada tahun 2014/15, hampir 6 juta orang Australia (34% ) berusia 18 tahun keatas

memiliki tenakan darah tinggi (tenakanan darah sistolik dan diastolic adalah ≥ 140/90

mmHg atau minum obat). Dari jumlah tersebut, lebih dari 2/3 (68%) memiliki tekanan

darah tinggi yang tidak terkontrol atau tidak terkelola (tidak minum obat), mewakili 4

juta orang dewasa Australia. Prevalensi tekanan darah tinggi yang tidak terkontrol atau

tidak terkelola terendah di Australia barat (20,4%) dan tertinggi di Taksmania (25,2%).

Prevalensi tekanan darah tinggi meningkat di Afrika, dimana 46% untuk kedua

jenis kelamin digabungkan baik pria maupun wanita memiliki tingkat tekanan darah

tinggi yang tinggi diwilayah Afrika, dengan tingkat prevalensi diatas 40%. Prevalensi

terendah dari tekanan darah tinggi adalah diwilayah WHO diAmerika pada 30% untuk

kedua jenis kelamin. Pria diwilayah ini memiliki prevalensi yang lebih tinggi daripada

wanita (39% untuki pria dan 32% untuk wanita). Disemua wilayah WHO, pria memiliki

prevalensi tekanan darah tinggi yang sedikit lebih tinggi dari pada wanita. (WHO,2013)
Sementara di Indonesia sendiri setiap tahunnya terjadi 175 ribu kematian akibat

hipertensi dan terdapat 450 ribu kasus penyakit hipertensi dari kasus hipertensi tersebut

diketahui bahwa 337.500 kasus (75%) merupakan usia produktif (15-50 tahun) yang

didominasi oleh laki laki, sisanya 112.500 kasus (25%) tidak terdiagnosis dan baru

sebagian yang tercakup dalam program penanggulangan penyakit hipertensi sesuai

dengan rekomendasi WHO (Anoni, 2012). Prevalensi hipertensi pada penduduk

Indonesia berumur 18 tahun ke atas tahun 2013 berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan

sebesar 9,4% dan pengukuran tekanan darah sebesar 25%. Berdasarkan diagnosis

tenaga kesehatan, prevalensi tertinggi terdapat pada Provinsi Sulawesi Utara, sementara

itu berdasarkan pengukuran, prevalensi tertinggi terdapat pada Provinsi Kepulauan

Bangka Belitung sebesar 30,9%. Prevalensi terendah berdasarkan diagnosis tenaga

kesehatan maupun pengukuran terdapat pada Provinsi Papua, yaitu sebesar 16,8%.
Sumber: Riskesdas 2007, Riskesdas 2013, Balitbangkes, Kemenkes

Berdasarkan data bidang pengendalian penyakit dan penyehatan lingkungan (P2PL),

dinas kesehatan Sulawesi Tengah tahun 2015 bahwa total kasus hipertensi mengalami

penurunan yaitu 78.589 kasus pada tahun 2013, 76.726 kasus pada tahun 2014,

menurun menjadi 72.120 kasus pada tahun 2015. Penurunan ini disebabkan oleh

penurunan jumlah kasus baru dari 37.615 kasus baru pada tahun 2013, 34.836 kasus

barupa data tahun 2014, menurun menjadi 30.943 kasus baru pada tahun 2015. Upaya

pengendalian factor risiko hipertensi dilaksanakan melalui Posbindu PTM dan

pengembangan Kawasan Tanpa Rokok.


Sumber :Bidang Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (P2PL), Dinkes
Sulteng Tahun 2015
Banyak faktor yang dapat memperbesar risiko atau kecenderungan seseorang

menderita hipertensi, diantaranya ciri – ciri individu seperti umur, jenis kelamin dan

suku, factor genetic serta factor lingkungan yang meliputi obesitas, stres, konsumsi

garam, merokok, konsumsi alcohol, dan sebagainya. (Kaplan,1985 dalam Anggara, dkk

2017).
Sumber :Bidang Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (P2PL), Dinkes
Sulteng Tahun 2015

Menurut Anggara dan Prayitno (2012), kebiasaan merokok, konsumsi alcohol,

kebiasaan olahraga, asupan natrium, asupan kalium berhubungan secara statistic dengan

tekanan darah (p<0,05). Untuk mengurangi kasus hipertensi perlu adanya cara untuk

mencegahnya seperti: memberikan penyuluhan kepada masyarakat mengenai hipertensi

serta melakukan pemeriksaan tekanan darah secara rutin. Sama halnya dengan

Simotorang (2014), factor – factor yang berhubungan dengan kejadian hipertensi adalah

factor genetic, factor pola makan, factor merokok dan factor alcohol.

B. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang di atas maka perlu dilakukan suatu penelitian khususnya

untuk mengintervensikan diet hipertensi serta gaya hidup dan perilaku sehat pada

surveilans hipertensi di Puskesmas Baturube Provinsi Sulawesi Tengah.

C. TUJUAN PENELITIAN

1. Tujuan Umum

Adapun tujuan umum surveilans adalah untuk menganalisis Pola Diet Dan Faktor

Gaya Hidup Sebagai Akibat Terjadinya Hipertensi Di Wilayah Kerja Puskesmas

Baturube Provinsi Sulawesi Tengah tahun 2018

2. Tujuan khusus

a. Menganalisis pola diet terhadap hipertensi Di Wilayah Kerja Puskesmas

Baturube Provinsi Sulawesi Tengah tahun 2018

b. Menganalisis gaya hidup terhadap hipertensi Di Wilayah Kerja Puskesmas

Baturube Provinsi Sulawesi Tengah tahun 2018


D. MANFAAT PENELITIAN

1. MANFAAT TEORITIS

Diharapkan penelitian ini menambah referensi dalam memperkaya khasanah ilmu

pengetahuan dan dapat dijadikan salah satu bahan bacaan bagi peneliti.

2. MANFAAT PRAKTIS

a. Bagi Tenaga Kesehatan Masyarakat

Hasil penelitian dapat digunakan sebagai tambahan informasi bagi petugas

kesehatan dalam memahami pola diet dan factor gaya hidup sebagai akibat

terjadinya hipertensi.

b. Bagi Mahasiswa

1) Merupakan pengalaman yang sangat berharga bagi kami dalam

mengaplikasikan ilmu kesehatan masyarakat serta memperluas wawasan

ilmu pengetahuan tentang pelaksanaan penelitian surveilans

2) Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan acuan bagi peneliti

selanjutnya yang berkaitan dengan pola diet dan factor gaya hidup sebagai

akibat terjadinya hipertensi.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. SURVEILANS

1. DEFINISI SURVEILANS

Suveilans adalah pengumpulan, analisis, dan analisis data secara terus-

menerus dan sistematis yang kemudian di diseminasikan (disebarluaskan) kepada

pihak-pihak yang bertanggung jawab dalam pencegahan penyakit dan masalah

kesehatan lainnya (DCP2, 2008).

Surveilans memantau terus-menerus kejadian dan kecenderungan penyakit,

mendeteksi dan pemprediksi outbreak pada populasi, mengamati factor-faktor yang

mempengaruhi kejadian penyakit seperti perubahan-perubahan biologis pada agen,

vector, dan reservoir. Selanjuatnya surveilans menghubungkan informasi tersebut

kepada pembuat keputusan agar dapat dilakukan langkah-langkah pencegahan dan

pengandalian penyakit (Last, 2001).

Suveilans epidemiologi adalah proses pengumpulan analisis, dan interpretasi

data yang outcome-specific secara sistematik dan terus menerus yang digunakan

untuk perencanaan, implementasi, dan evaluasi praktek kesehatan masyarakat

keputusan mentri kesehatan RI No 116 tahun 2003 tentang : system surveilans

epidemiologi didefinisikan sebagai tatanan prosedur penyelenggaraan surveilans

epidemiologi yang terintegrasi antara unit-unit penyelenggara surveilans dengan

laboratorium sumber-sumber data, pusat penelitian, pusat kajian dan penyelenggara


program kesehatan meliputi tata hubungan surveilans epidemiologi antar wilayah

kabupaten/kota, provinsi dan pusat.

Surveilans adalah proses pengumpulan, pengolahan, analisis, dan interpretasi

data secara sistematik dan terus-menerus serta penyebaran informasi kepada unit

yang membutuhkan untuk dapat mengambil tindakan. Oleh karena itu perlu

dikembangkan suatu definisi suveilans epidemiologi yang lebih mengedepankan

analisis atau kajian epidemiologi serta pemanfaatan informasi epidemiologi, tanpa

melupakan pentingya kegiatan pengumpulan dan pengolahan data Menurut WHO

(2004)

Menurut CDC (center of disease control ), merupakan pengumpulan, analisis

dan interpretasi data kesehatan secara sistematis dan terus-menerus, yang diperlukan

untuk perencanaan, implementasi dan evaluasi upaya kesehatan masyarakat,

dipadukan dengan diseminasi data secata tepat waktu kepada pihak-pihak yang

perlu mengetahuinya.

Sementara menurut Timmreck (2005), pengertian surveilans kesehatan

masyarakat merupakan proses pengumpulan data kesehatan yang mencakup tidak

saja pengumpulan informasi secara sistematik, tetapi juga melibatkan analisis,

interpretasi, penyebaran, dan penggunaan informasi kesehatan. Hasil surveilans dan

pengumpulan serta analisis data digunakan untuk mendapatkan pemahaman yang

lebih baik tentang status kesehatan populasi guna merencanakan menerapkan,

mendeskripsikan, dan mengevaluasi program kesehatan masyarakat untuk

mengendalikan dan mencegah kejadian yang merugikan kesehatan. Dengan


demikian, agar data dapat berguna, data harus akurat, tepat waktu dan tersedia

dalam bentuk yang dapat digunakan.

2. TUJUAN SURVEILANS

Tujuan surveilans adalah untuk mengendalikan masalah kesehatan masyarakat,

sehingga epidemiologi dikenal sebagai sains into kesehatan masyarakat ( Core

science of public health ). Surveilans bertujuan memberikan informasi tepat waktu

tentang masalah kesehatan populasi, sehingga penyakit dan factor risiko dapat

dideteksi dini dan dapat dilakukan respon layanan kesehatan dengan lebih efektif.

Tujuan khusus surveilans :

a. Memonitor kecenderungan ( trends) penyakit;

b. Mendeteksi perubahan mendadak insiden penyakit, untuk mendeteksi dini

outbreak;

c. Memantau kesehatan populasi, menaksir besarnya beban penyakit (disease

burden) pada populasi;

d. Menentukan kebutuhan kesehatan prioritas, membantu perencanaan,

implementasi, monitoring, dan evaluasi program kesehatan;

e. Mengevaluasi cakupan dan efektivitas program kesehatan;

f. Mengidentifikasi kebutuhan riset (Last, 2001; Giesecke, 2002; JHU, 2002).

B. KONSEP HIPERTENSI

1. Pengertian Hipertensi

Hipertensi adalah suatu keadaan dimana terjadi peningkatan tekanan darah didalam

arteri diatas 140/90 mmHg dengan sedikitnya tiga kali pengukuran secara berurutan
(Ganong 2010). Penyakit hipertensi merupakan the silent disease karena orang tidak

mengetahui dirinya terkena hipertensi sebelum memeriksakan tekanan darahnya.

Hipertensi secara terus menerus dapat memicu terjadinya stroke, serangan jantung,

dan gagal jantung (Rudianto, 2013).

Hipertensi atau yang lebih dikenal dengan sebutan penyakit darah tinggi

adalah suatu keadaan dimana tekanan darah seseorang berada di atas batas normal

atau optimal yaitu 120 mmHg untuk sistolik dan 80 mmHg untuk diastolik.

Penyakit ini dikategorikan sebagai the silent disease karena penderita tidak

mengetahui dirinya mengidap hipertensi sebelum memeriksakan tekanan darahnya.

Hipertensi yang terjadi dalam jangka waktu lama dan terus menerus bisa memicu

stroke, serangan jantung, gagal jantung, dan merupakan penyebab utama gagal

ginjal kronik (Purnomo, 2009).

Hipertensi adalah suatu keadaan dimana seseorang mengalami peningkatan

tekanan darah di atas normal yaitu berkisar 140/90 mmHg. Hipertensi tidak bisa

disembuhkan tetapi dapat dikendalikan (Suhardjono, 2012). Hipertensi adalah faktor

resiko utama penyakit kardiovaskuler yang masih merupakan penyebab kematian

tertinggi di Indonesia. Setiap tahun, tujuh juta orang didunia meninggal akibat

hipertensi (Yahya, 2011).

2. Klasifikasi Hipertensi

Tekanan darah Normal apabila tekanan darah sistolik < 120 mmHg dan

tekanan darah diastolic <80 mmHg, Hipertensi ringan atau pra hipertensi apabila

tekanan darah sistolik 120-139 mmHg dan tekanan darah diastolik 80-90 mmHg,

hipertensi sedang atau hipertensi derajat 1 apabila tekanan darah sistolik 140-159
mmHg dan tekanan darah diastolic 90-99 mmHg, sedangkan hipertensi berat atau

hipertensi derajat 2 apabila tekanan darah sistolik lebih > 160 mmHg dan tekanan

darah diastolic >100 mmHg (Iskandar, 2004). Berikut ini adalah klasifikasi tekanan

darah berdasarkan JNC-VII (The joint National Committee On prevention,

Detection Evaluation and Treatmen Of High Blood Preassure (JNC 7).

Tabel. Klasifikasi Tekanan darah Menurut JNC

Klasifikasi Tekanan Darah TDS (mmHg) TDD (mmHg)

Normal <120 <80

Prahipertensi 120-139 80-90

Hipertensi Derajat 1 140-159 90-99

Hipertensi Derajat 2 >160 >100

3. Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya hipertensi

Pada umumnya hipertensi tidak mempunyai penyebab yang spesifik. Hipertensi

terjadi sebagai respon peningkatan cardiac output atau peningkatan tekanan

perifer. Namun ada beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya hipertensi

antara lain :

a. Genetik

adanya faktor genetik pada keluarga tertentu akan menyebabkan keluarga itu

mempunyai risiko menderita hipertensi. Hal ini berhubungan dengan

peningkatan kadar sodium intraseluler dan rendahnya rasio antara potasium

terhadap sodium Individu dengan orang tua dengan hipertensi mempunyai


risiko dua kali lebih besar untuk menderita hipertensi dari pada orang yang

tidak mempunyai keluarga dengan riwayat hipertensi. Selain itu didapatkan

70-80% kasus hipertensi esensial dengan riwayat hipertensi dalam keluarga.

b. Obesitas

berat badan merupakan faktor determinan pada tekanan darah pada

kebanyakan kelompok etnik di semua umur. Menurut National Institutes for

Health USA (NIH,1998), prevalensi tekanan darah tinggi pada orang dengan

Indeks Massa Tubuh (IMT) >30 (obesitas) adalah 38% untuk pria dan 32%

untuk wanita, dibandingkan dengan prevalensi 18% untuk pria dan 17%

untuk wanita bagi yang memiliki IMT <25 (status gizi normal menurut

standar internasional).

Menurut Hall (1994) perubahan fisiologis dapat menjelaskan

hubungan antara kelebihan berat badan dengan tekanan darah, yaitu

terjadinya resistensi insulin dan hiperinsulinemia, aktivasi saraf simpatis dan

sistem renin-angiotensin, dan perubahan fisik pada ginjal

c. Jenis kelamin

prevalensi terjadinya hipertensi pada pria sama dengan wanita. Namun

wanita terlindung dari penyakit kardiovaskuler sebelum menopause salah

satunya adalah penyakit jantung koroner.10 Wanita yang belum mengalami

menopause dilindungi oleh hormon estrogen yang berperan dalam

meningkatkan kadar High Density Lipoprotein (HDL). Kadar kolesterol

HDL yang tinggi merupakan faktor pelindung dalam mencegah terjadinya

proses aterosklerosis. Efek perlindungan estrogen dianggap sebagai


penjelasan adanya imunitas wanita pada usia premenopause. Pada

premenopause wanita mulai kehilangan sedikit demi sedikit hormon

estrogen yang selama ini melindungi pembuluh darah dari kerusakan. Proses

ini terus berlanjut dimana hormon estrogen tersebut berubah kuantitasnya

sesuai dengan umur wanita secara alami, yang umumnya mulai terjadi pada

wanita umur 45-55 tahun

d. Stres

stres dapat meningkatkan tekanah darah sewaktu. Hormon adrenalin akan

meningkat sewaktu kita stres, dan itu bisa mengakibatkan jantung memompa

darah lebih cepat sehingga tekanan darah pun meningkat.

e. Kurang olahraga

Olahraga banyak dihubungkan dengan pengelolaan penyakit tidak menular,

karena olahraga isotonik dan teratur dapat menurunkan tahanan perifer yang

akan menurunkan tekanan darah (untuk hipertensi) dan melatih otot jantung

sehingga menjadi terbiasa apabila jantung harus melakukan pekerjaan yang

lebih berat karena adanya kondisi tertentu. Kurangnya aktivitas fisik

menaikan risiko tekanan darah tinggi karena bertambahnya risiko untuk

menjadi gemuk. Orang-orang yang tidak aktif cenderung mempunyai detak

jantung lebih cepat dan otot jantung mereka harus bekerja lebih keras pada

setiap kontraksi, semakin keras dan sering jantung harus memompa semakin

besar pula kekuaan yang mendesak arteri.

f. Pola asupan garam dalam diet


Badan kesehatan dunia yaitu World Health Organization (WHO)

merekomendasikan pola konsumsi garam yang dapat mengurangi risiko

terjadinya hipertensi. Kadar sodium yang direkomendasikan adalah tidak

lebih dari 100 mmol (sekitar 2,4 gram sodium atau 6 gram garam) perhari.

Konsumsi natrium yang berlebih menyebabkan konsentrasi natrium di

dalam cairan ekstraseluler meningkat. Untuk menormalkannya cairan

intraseluler ditarik ke luar, sehingga volume cairan ekstraseluler meningkat.

Meningkatnya volume cairan ekstraseluler tersebut menyebabkan

meningkatnya volume darah, sehingga berdampak kepada timbulnya

hipertensi.

g. Kebiasaan Merokok

Merokok menyebabkan peninggian tekanan darah. Perokok berat dapat

dihubungkan dengan peningkatan insiden hipertensi maligna dan risiko

terjadinya stenosis arteri renal yang mengalami ateriosklerosis.14 Dalam

penelitian kohort prospektif oleh dr. Thomas S Bowman dari Brigmans and

Women’s Hospital, Massachussetts terhadap 28.236 subyek yang awalnya

tidak ada riwayat hipertensi, 51% subyek tidak merokok, 36% merupakan

perokok pemula, 5% subyek merokok 1-14 batang rokok perhari dan 8%

subyek yang merokok lebih dari 15 batang perhari. Subyek terus diteliti dan

dalam median waktu 9,8 tahun. Kesimpulan dalam penelitian ini yaitu

kejadian hipertensi terbanyak pada kelompok subyek dengan kebiasaan

merokok lebih dari 15 batang perhari.

4. Patofisiologi Hipertensi
Tekanan darah dipengaruhi volume sekuncup dan total peripheral resistance.

Apabila terjadi peningkatan salah satu dari variabel tersebut yang tidak

terkompensasi maka dapat menyebabkan timbulnya hipertensi. Tubuh memiliki

sistem yang berfungsi mencegah perubahan tekanan darah secara akut yang

disebabkan oleh gangguan sirkulasi dan mempertahankan stabilitas tekanan darah

dalam jangka panjang. Sistem pengendalian tekanan darah sangat kompleks.

Pengendalian dimulai dari sistem reaksi cepat seperti reflex kardiovaskuler melalui

sistem saraf, refleks kemoreseptor, respon iskemia, susunan saraf pusat yang berasal

dari atrium, dan arteri pulmonalis otot polos. Sedangkan sistem pengendalian reaksi

lambat melalui perpindahan cairan antara sirkulasi kapiler dan rongga intertisial

yang dikontrol oleh hormon angiotensin dan vasopresin. Kemudian dilanjutkan

sistem poten dan berlangsung dalam jangka panjang yang dipertahankan oleh sistem

pengaturan jumlah cairan tubuh yang melibatkan berbagai organ.

Mekanisme terjadinya hipertensi adalah melalui terbentuknya angiotensin II

dari angiotensin I oleh angiotensin I converting enzyme (ACE). ACE memegang

peran fisiologis penting dalam mengatur tekanan darah. Darah mengandung

angiotensinogen yang diproduksi di hati. Selanjutnya oleh hormon, renin

(diproduksi oleh ginjal) akan diubah menjadi angiotensin I. Oleh ACE yang terdapat

di paru-paru, angiotensin I diubah menjadi angiotensin II. Angiotensin II inilah

yang memiliki peranan kunci dalam menaikkan tekanan darah melalui dua aksi

utama.

Aksi pertama adalah meningkatkan sekresi hormon antidiuretik (ADH) dan

rasa haus. ADH diproduksi di hipotalamus (kelenjar pituitari) dan bekerja pada
ginjal untuk mengatur osmolalitas dan volume urin. Dengan meningkatnya ADH,

sangat sedikit urin yang diekskresikan ke luar tubuh (antidiuresis), sehingga

menjadi pekat dan tinggi osmolalitasnya. Untuk mengencerkannya, volume cairan

ekstraseluler akan ditingkatkan dengan cara menarik cairan dari bagian intraseluler.

Akibatnya, volume darah meningkat yang pada akhirnya akan meningkatkan

tekanan darah.

Aksi kedua adalah menstimulasi sekresi aldosteron dari korteks adrenal.

Aldosteron merupakan hormon steroid yang memiliki peranan penting pada ginjal.

Untuk mengatur volume cairan ekstraseluler, aldosteron akan mengurangi ekskresi

NaCl (garam) dengan cara mereabsorpsinya dari tubulus ginjal. Naiknya konsentrasi

NaCl akan diencerkan kembali dengan cara meningkatkan volume cairan

ekstraseluler yang pada gilirannya akan meningkatkan volume dan tekanan darah.

5. Manifestasi klinis

Manifestasi klinis yang dapat muncul akibat hipertensi menurut Elizabeth J. Corwin

ialah bahwa sebagian besar gejala klinis timbul setelah mengalami hipertensi

bertahun-tahun. Manifestasi klinis yang timbul dapat berupa nyeri kepala saat

terjaga yang kadang-kadang disertai mual dan muntah akibat peningkatan tekanan

darah intrakranium, penglihatan kabur akibat kerusakan retina, ayunan langkah

tidak mantap karena kerusakan susunan saraf, nokturia (peningkatan urinasi pada

malam hari) karena peningkatan aliran darah ginjal dan filtrasi glomerolus, edema

dependen akibat peningkatan tekanan kapiler. Keterlibatan pembuluh darah otak

dapat menimbulkan stroke atau serangan iskemik transien yang bermanifestasi

sebagai paralisis sementara pada satu sisi atau hemiplegia atau gangguan tajam
penglihatan. Gejala lain yang sering ditemukan adalah epistaksis, mudah marah,

telinga berdengung, rasa berat di tengkuk, sukar tidur, dan mata berkunang-kunang.

6. Komplikasi Hipertensi

Hipertensi merupakan faktor resiko utama untuk terjadinya penyakit

jantung, gagal jantung kongesif, stroke, gangguan penglihatan dan penyakit ginjal.

Tekanan darah yang tinggi umumnya meningkatkan resiko terjadinya komplikasi

tersebut. Hipertensi yang tidak diobati akan mempengaruhi semua sistem organ dan

akhirnya memperpendek harapan hidup sebesar 10-20 tahun. 20 Mortalitas pada

pasien hipertensi lebih cepat apabila penyakitnya tidak terkontrol dan telah

menimbulkan komplikasi ke beberapa organ vital. Sebab kematian yang sering

terjadi adalah penyakit jantung dengan atau tanpa disertai stroke dan gagal ginjal.

Komplikasi yang terjadi pada hipertensi ringan dan sedang mengenai mata,

ginjal, jantung dan otak. Pada mata berupa perdarahan retina, gangguan penglihatan

sampai dengan kebutaan. Gagal jantung merupakan kelainan yang sering ditemukan

pada hipertensi berat selain kelainan koroner dan miokard. Pada otak sering terjadi

stroke dimana terjadi perdarahan yang disebabkan oleh pecahnya mikroaneurisma

yang dapat mengakibakan kematian. Kelainan lain yang dapat terjadi adalah proses

tromboemboli dan serangan iskemia otak sementara (Transient Ischemic

Attack/TIA). Gagal ginjal sering dijumpai sebagai komplikasi hipertensi yang lama

dan pada proses akut seperti pada hipertensi maligna.

Hipertensi dapat menimbulkan kerusakan organ tubuh, baik secara langsung

maupun tidak langsung. Beberapa penelitian menemukan bahwa penyebab

kerusakan organ-organ tersebut dapat melalui akibat langsung dari kenaikan


tekanan darah pada organ, atau karena efek tidak langsung, antara lain adanya

autoantibodi terhadap reseptor angiotensin II, stress oksidatif. Penelitian lain juga

membuktikan bahwa diet tinggi garam dan sensitivitas terhadap garam berperan

besar dalam timbulnya kerusakan organ target, misalnya kerusakan pembuluh darah

akibat meningkatnya ekspresi transforming growth factor-β (TGF-β).

a. Otak

Stroke merupakan kerusakan target organ pada otak yang diakibatkan oleh

hipertensi. Stroke timbul karena perdarahan, tekanan intra kranial yang

meninggi, atau akibat embolus yang terlepas dari pembuluh non otak yang

terpajan tekanan tinggi. Stroke dapat terjadi pada hipertensi kronik apabila

arteri-arteri yang mendarahi otak mengalami hipertropi atau penebalan,

sehingga aliran darah ke daerah-daerah yang diperdarahinya akan berkurang.

Arteri-arteri di otak yang mengalami arterosklerosis melemah sehingga

meningkatkan kemungkinan terbentuknya aneurisma. Ensefalopati juga dapat

terjadi terutama pada hipertensi maligna atau hipertensi dengan onset cepat.

Tekanan yang tinggi pada kelainan tersebut menyebabkan peningkatan tekanan

kapiler, sehingga mendorong cairan masuk ke dalam ruang intertisium di

seluruh susunan saraf pusat. Hal tersebut menyebabkan neuron-neuron di

sekitarnya kolap dan terjadi koma bahkan kematian.

b. Kardiovaskular

Infark miokard dapat terjadi apabila arteri koroner mengalami arterosklerosis

atau apabila terbentuk trombus yang menghambat aliran darah yang melalui

pembuluh darah tersebut, sehingga miokardium tidak mendapatkan suplai


oksigen yang cukup. Kebutuhan oksigen miokardium yang tidak terpenuhi

menyebabkan terjadinya iskemia jantung, yang pada akhirnya dapat menjadi

infark.24

c. Ginjal

Penyakit ginjal kronik dapat terjadi karena kerusakan progresif akibat tekanan

tinggi pada kapiler-kepiler ginjal dan glomerolus. Kerusakan glomerulus akan

mengakibatkan darah mengalir ke unit-unit fungsional ginjal, sehingga nefron

akan terganggu dan berlanjut menjadi hipoksia dan kematian ginjal. Kerusakan

membran glomerulus juga akan menyebabkan protein keluar melalui urin

sehingga sering dijumpai edema sebagai akibat dari tekanan osmotik koloid

plasma yang berkurang. Hal tersebut terutama terjadi pada hipertensi kronik.

d. Retinopati

Tekanan darah yang tinggi dapat menyebabkan kerusakan pembuluh darah pada

retina. Makin tinggi tekanan darah dan makin lama hipertensi tersebut

berlangsung, maka makin berat pula kerusakan yang dapat ditimbulkan.

Kelainan lain pada retina yang terjadi akibat tekanan darah yang tinggi adalah

iskemik optik neuropati atau kerusakan pada saraf mata akibat aliran darah yang

buruk, oklusi arteri dan vena retina akibat penyumbatan aliran darah pada arteri

dan vena retina. Penderita retinopati hipertensif pada awalnya tidak

menunjukkan gejala, yang pada akhirnya dapat menjadi kebutaan pada stadium

akhir. Kerusakan yang lebih parah pada mata terjadi pada kondisi hipertensi

maligna, di mana tekanan darah meningkat secara tiba-tiba. Manifestasi klinis


akibat hipertensi maligna juga terjadi secara mendadak, antara lain nyeri kepala,

double vision, dim vision, dan sudden vision loss.

7. Penatalaksanaan Hipertensi

Penanganan hipertensi menurut JNC VII bertujuan untuk mengurangi angka

morbiditas dan mortalitas penyakit kardiovakuler dan ginjal. fokus utama dalam

penatalaksanaan hipertensi adalah pencapaian tekanan sistolik target <140/90

mmHg. Pada pasien dengan hipertensi dan diabetes atau panyakit ginjal, target

tekanan darahnya adalah <130/80 mmHg. Pencapaian tekanan darah target secara

umum dapat dilakukan dengan dua cara sebagai berikut:

a. Non Farmakologis

Terapi non farmakologis terdiri dari menghentikan kebiasaan merokok,

menurunkan berat badan berlebih, konsumsi alkohol berlebih, asupan garam dan

asupan lemak, latihan fisik serta meningkatkan konsumsi buah dan sayur.

1) Menurunkan berat badan bila status gizi berlebih: peningkatan berat badan

di usia dewasa sangat berpengaruh terhadap tekanan darahnya. Oleh karena

itu, manajemen berat badan sangat penting dalam prevensi dan kontrol

hipertensi.

2) Meningkatkan aktifitas fisik: orang yang aktivitasnya rendah berisiko

terkena hipertensi 30-50% daripada yang aktif. Oleh karena itu, aktivitas

fisik antara 30-45 menit sebanyak >3x/hari penting sebagai pencegahan

primer dari hipertensi.

3) Mengurangi asupan natrium


4) Menurunkan konsumsi kafein dan alkohol: kafein dapat memacu jantung

bekerja lebih cepat, sehingga mengalirkan lebih banyak cairan pada setiap

detiknya. Sementara konsumsi alkohol lebih dari 2-3 gelas/hari dapat

meningkatkan risiko hipertensi.

b. Terapi Farmakologi

Terapi farmakologis yaitu obat antihipertensi yang dianjurkan oleh JNC VII

yaitu diuretika, terutama jenis thiazide (Thiaz) atau aldosteron antagonis, beta

blocker, calcium chanel blocker atau calcium antagonist, Angiotensin

Converting Enzyme Inhibitor (ACEI), Angiotensin II Receptor Blocker atau

AT1 receptor antagonist/ blocker (ARB) diuretik tiazid (misalnya

bendroflumetiazid).28 Adapun contoh- contoh obat anti hipertensi antaralain

yaitu:

1) Beta‐bloker, (misalnya propanolol, atenolol),

2) Penghambat angiotensin converting enzymes (misalnya captopril, enalapril),

3) Antagonis angiotensin II (misalnya candesartan, losartan),

4) Calcium channel blocker (misalnya amlodipin, nifedipin) dan

5) Alpha‐blocker (misalnya doksasozin).

Yang lebih jarang digunakan adalah vasodilator dan antihipertensi kerja sentral

dan yang jarang dipakai, guanetidin, yang diindikasikan untuk keadaan krisis

hipertensi.

Penanganan menurunkan tekanan darah dapat memberikan penurunan

insidensi stroke dengan persentase sebesar 35-40%; infark mioakrd, 20-25%;


gagal jantung, lebih dari 50%. Diperkirakan bahwa pada pasien dengan

hipertensi stage 1 (Tekanan darah sistolik 140-159 mmHg dan tekanan darah

diastolik 90-99 mmHg) yang disertai dengan faktor resiko penyakit

kardiovaskuler, jika dapat menurunkan tekanan darahnya sebesar 12 mmHg

selama 10 tahun akan mencegah 1 kematian dari setiap 11 pasien yang diobati.

Pada pasien dengan penyakit kardiovaskuler atau kerusakan organ, hanya 9

pasien yang diketahui melakukan pengontrolan tekanan darah dalam mencegah

kematian.

Target terapi pengontrolan tekanan darah ialah tekanan darah sistolik

(TDS) <140 mmHg, dan tekanan darah diastolik (TDD) <90 mmHg. Pada

pasien umumnya, pengontrolan tekanan darah sistolik (TDS) merupakan hal

yang lebih penting hubungannya dengan faktor resiko kardiovakuler

dibandingkan tekanan darah diastolik (TDD) kecuali pada pasien lebih muda

dari umur 50 tahun. Hal ini disebabkan oleh karena kesulitan pengontrolan TDS

umumnya terjadi pada pasien yang berumur lebih tua. Percobaan klinik terbaru,

memperlihatkan pengontrolan tekanan darah efektif dapat ditemukan pada

hampir semua pasien hipertensi, namun kebanyakan mereka menggunakan dua

atau lebih obat kombinasi. Namun ketika dokter gagal dengan modifikasi gaya

hidup, dengan dosis obat-obat antihipertensi yang adekuat, atau dengan

kombinasi obat yang sesuai, maka akan menghasilkan pengontrolan tekanan

darah yang tidak adekuat.

8. Pencegahan
Pengobatan hipertensi memang penting tetapi tidak lengkap jika tanpa dilakukan

tindakan pencegahan untuk menurunkan faktor resiko penyakit kardiovaskuler

akibat hipertensi. Menurut Bustan MN (1995) dan Budistio (2001), upaya

pencegahan dan penanggulangan hipertensi didasarkan pada perubahan pola makan

dan gaya hidup. Upaya pencegahan yang dapat dilakukan meliputi:

a. Perubahan pola makan

b. Pembatasan penggunaan garam hingga 4-6gr per hari, makanan yang

mengandung soda kue, bumbu penyedap dan pengawet makanan.

c. Mengurangi makanan yang mengandung kolesterol tinggi (jeroan, kuning telur,

cumi-cumi, kerang, kepiting, coklat, mentega, dan margarin).

d. Menghentikan kebiasaan merokok, minum alkohol

e. Olah raga teratur

f. Hindari stres

C. KAJIAN POLA DIET PADA PENDERITA HIPERTENSI

Diet bagi penderita hipertensi adalah untuk membantu menurunkan tekanan

darah dan mempertahannya menuju normal. Disamping itu, diet juga ditujukan untuk

menurunkan faktor risiko lain seperti berat badan yang berlebih, tingginya kadar lemak

kolesterol dan asam urat dalam darah. Mengatur menu makanan sangat dianjurkan bagi

penderita hipertensi untuk menghindari dan membatasi makanan yang dapat

meningkatkan kadar kolesterol darah serta meningkatkan tekanan darah (Kurniawan,

2002).
Sebagian besar faktor gaya hidup berkaitan dengan faktor diet/ asupan makanan

sehari-hari, meliputi jenis makronutrien dan mikronutrien serta status gizi

berlebih/kegemukan. Dalam makalah ini akan diuraikan faktor asupan makanan, baik

yang berisiko meningkatkan maupun yang dapat menurunkan tekanan darah.

1. Makronutrien

Sebagian penelitian menunjukkan terdapat peran asupan makronutrien terhadap

hipertensi, namun sebagian lainnya menunjukkan hasil yang masih kontroversi.

Keadaan ini diduga karena umumnya asupan makanan sehari-hari terdiri dari ketiga

komponen makronutrien, sehingga sulit mengetahui dampak dari masing-masing

jenis makronutrien terhadap risiko hipertensi. Selain itu, sebagian penelitian

menunjukkan faktor jumlah dan bagian dari masing-masing jenis makronutrien juga

berperan terhadap terjadinya hipertensi.

a. Karbohidrat

Penelitian peran asupan karbohidrat terhadap terjadinya peningkatan tekanan

darah menunjukkan hasil yang bervariasi. Sebagian hasil penelitian

menunjukkan karbohidrat meningkatkan tekanan darah, namun bila sebagian

jumlah karbohidrat digantikan dengan protein atau asam lemak tak jenuh

tunggal didapatkan komposisi tersebut dapat menurunkan tekanan darah.

Dewasa ini telah banyak dilakukan penelitian mengenai efek komponen

karbohidrat, yaitu sukrosa dan fruktosa terhadap hipertensi. Sebagian besar hasil

penelitian baik pada hewan coba dan manusia menunjukkan asupan sukrosa dan

fruktosa dapat meningkatkan tekanan darah. Walaupun hasil penelitian

menunjukkan kedua substansi tersebut berperan dalam meningkatkan tekanan


darah, telah dibuktikan bahwa fruktosa yang merupakan komponen sukrosa

adalah substansi utama yang berperan dalam meningkatkan tekanan darah.

Martinez et al. melaporkan hasil penelitiannya bahwa hewan coba anjing yang

mendapat diet tinggi fruktosa mengalami peningkatan tekanan darah, trigliserida

plasma, dan hiperinsulinisme, sedangkan anjing yang mendapat diet tinggi

glukosa tidak mengalami hal demikian. Penelitian pada manusia juga telah

membuktikan bahwa efek konsumsi fruktosa berbeda dengan glukosa terhadap

tekanan darah, di mana fruktosa dapat meningkatkan tekanan darah, sedangkan

glukosa tidak. Jalal et al, dari hasil penelitiannya menunjukkan bahwa pada

individu yang tidak mempunyai riwayat hipertensi mengonsumsi fruktosa >74

g/hari berasal dari diet ataupun minuman yang diberi gula dapat meningkatkan

risiko sebesar 30% untuk mempunyai tekanan darah >140/90 mmHg. Jumlah

fruktosa ini adalah ekuivalen dengan 2½ kemasan minuman manis yang diberi

gula/hari.10 Dalam makanan sehari hari, fruktosa dalam diet dapat diperoleh

dari minuman manis, produk roti/ bakery, minuman sari buah, kembang gula,

dan kue-kue manis.

b. Protein

Penelitian epidemiologi dan observasional yang telah dilakukan menunjukkan

bahwa terdapat hubungan terbalik antara asupan protein dengan tekanan darah.

Penelitian yang dilakukan oleh Stamler et al., terhadap 10.020 laki-laki dan

wanita dalam International study of Salt and blood pressure (INTERSALT)

menunjukkan asupan tinggi protein mempunyai pengaruh yang lebih baik

terhadap tekanan darah. Wang et al. mengemukakan dari hasil penelitiannya


bahwa asupan protein yang tinggi khususnya protein nabati dapat menurunkan

tekanan darah secara signifikan, sedangkan asupan protein hewani ataupun

asupan protein total tidak didapatkan hasil yang signifikan. Berbeda dengan

penelitian yang telah dilakukan, He et al. mengemukakan dari hasil

penelitiannya bahwa protein hewani yang berasal dari susu dapat menurunkan

tekanan darah sesuai dengan protein nabati dari kacang kedelai pada pasien

prehipertensi dan hipertensi stadium I. Pada penelitian ini, kandungan kalsium

dan potasium dari susu telah disetarakan dengan protein kacang kedelai dan

karbohidrat, sehingga efek penurunan tekanan darah yang diperoleh dari protein

susu adalah tidak dipengaruhi oleh kedua mineral tersebut.

Mekanisme asupan protein total ataupun protein nabati dalam

menurunkan tekanan darah sampai saat ini belum diketahui dengan jelas, namun

diduga terdapat beberapa mekanisme. Mekanisme pertama, asupan tinggi

protein akan meningkatkan konsentrasi asam amino plasma yang dapat

menstimulasi ekskresi natrium di ginjal, sehingga tekanan darah menurun.

Mekanisme lainnya adalah kandungan asam amino tertentu, meliputi sistein,

glutamat, glutation, arginin, leusin, taurin, dan triptofan dari protein mempunyai

efek antihipertensi. Efek asam amino tersebut dalam menurunkan tekanan darah

dengan memperbaiki resistensi insulin dan metabolisme glukosa. Keadaan ini,

selanjutnya akan menurunkan pembentukan advanced glycation end product

(AGE), menurunkan stres oksidatif, menurunkan kalsium intraseluler vaskular,

meningkatkan produksi nitric oxide (NO) yang semuanya ini akan memperbaiki
fungsi endotel dan menurunkan tahanan vaskular perifer mengakibatkan tekanan

darah menurun.

c. Lemak

Efek asupan lemak total terhadap tekanan darah belum diketahui dengan jelas

dan masih kontroversi. Penelitian lebih lanjut mengenai komposisi asam lemak

yang merupakan komponen lemak menunjukkan asam lemak mempunyai efek

yang berbeda-beda terhadap tekanan darah. Grimsgaard et al., menunjukkan

bahwa total asam lemak, asam lemak jenuh (ALJ), dan asam lemak tak jenuh

(ALTJ) asam linoleat, masing masing dapat memengaruhi tekanan darah secara

berbeda-beda. Penelitian pada hewan coba dan manusia menunjukkan asupan

ALJ yang tinggi dapat meningkatkan tekanan darah sistolik. Peneliti lain

menunjukkan bahwa diet tinggi asam lemak tak jenuh tunggal (ALTJ-T) dapat

menurunkan tekanan darah pada individu sehat sedangkan, diet tinggi ALJ tidak

memberikan perubahan tekanan darah. Namun, peran ALTJ-T akan hilang bila

asupan lemak total lebih dari 37% total energi.17 Asam lemak tak jenuh dapat

menghambat efektivitas produk susu dalam menurunkan tekanan darah.

2. Mikronutrien

Peran masing-masing jenis mikronutrien terhadap risiko hipertensi sulit dipastikan,

karena tidak ada satu bahan makanan yang hanya mengandung satu jenis

mikronutrien saja. Oleh karena itu, untuk mengetahui peran jenis mikronutrien

terhadap tekanan darah, dilakukan penelitian dengan intervensi menggunakan

suplemen. Dalam makalah ini akan diuraikan mineral yang telah banyak dilakukan

penelitiannya, yaitu sodium, potasium, kalsium, dan magnesium serta vitamin C.


a. Sodium

Sebagian besar hasil penelitian menunjukkan terdapat hubungan antara asupan

sodium dengan tekanan darah. Penelitian The Norfolk Cohort of the European

Prospective Investigation into Cancer menggunakan sodium urin sebagai

indikator asupan sodium, juga memperlihatkan terdapat hubungan asupan

sodium terhadap risiko hipertensi.20 Penelitian Dietary Approaches to Stop

Hypertension menunjukkan penurunan asupan sodium dari 3 g/hari menjadi 2,3

g/hari terjadi penurunan tekanan darah sistolik/ diastolik sebesar 2,1/1,1mmHg

pada kelompok diet kontrol dan 1,3/0,6 mmHg pada kelompok diet DASH.

Penurunan asupan sodium yang lebih rendah, yaitu 1,5 g/hari, terjadi penurunan

tekanan darah sistolik dan diastolik yang lebih besar, yaitu 4,6/2,4 mmHg, pada

kelompok diet kontrol dan 1,7/1 mmHg pada kelompok diet DASH.2.

b. Potasium

Penelitian pada hewan coba, epidemiologi, observasional, uji klinik, dan

metaanalisis telah membuktikan bahwa potasium mempunyai hubungan terbalik

dengan tekanan darah.2 Hasil penelitian INTERSALT menunjukkan bahwa

penurunan ekskresi potasium dalam urin sebesar 50 mmol/hari berhubungan

dengan peningkatan tekanan sistolik sebesar 3,4 mmHg dan tekanan diastolik

sebesar 1,9 mmHg. Selain itu, disampaikan juga bahwa rasio potasium/sodium

di urin berbanding terbalik secara signifikan dengan tekanan darah.

Penelitian klinik menunjukkan bahwa asupan rendah potasium sebesar 10-

16 mmol/hari yang disertai asupan sodium yang biasa diasup berkisar 120-200

mmol menyebabkan retensi sodium dan peningkatan tekanan darah. Hasil


penelitian menunjukkan dengan asupan potasium dan sodium tersebut

didapatkan peningkatan tekanan sistolik dan diastolik sebesar 6 mmHg dan 4

mmHg pada subjek normotensi, serta pada subjek hipertensi didapatkan

peningkatan tekanan sistolik dan diastolik sebesar 7 mmHg dan 6 mmHg.

c. Kalsium dan magnesium

Kalsium dan magnesium merupakan faktor gizi yang telah banyak diteliti,

namun efeknya terhadap tekanan darah masih belum jelas dan tidak cukup untuk

direkomendasikan sebagai terapi menurunkan tekanan darah. Penelitian

metaanalisis uji klinik didapatkan suplementasi kalsium sebesar 1g/hari

mempunyai efek yang tidak terlalu besar terhadap penurunan tekanan darah

sistolik dan diastolik, yaitu 1,9 mmHg dan 1,0 mmHg.23 Hasil yang sama

didapatkan dari penelitian uji klinik secara acak selama 2 tahun dengan

suplementasi kalsium sebesar 1,2 g/hari didapatkan penurunan tekanan darah

sistolik dan diastolik, namun tidak signifikan.24 Mekanisme kalsium terhadap

penurunan tekanan darah diduga kalsium mempunyai sifat berkompetisi dengan

sodium untuk direabsorbsi di tubulus proksimal, sehingga sodium diekskresi

(natriuresis). Selain itu, suplementasi kalsium juga dapat meningkatkan

konsentrasi hormon vasodilator. Efek magnesium terhadap tekanan darah dari

berbagai penelitian masih kontroversi. Penelitian observasional menunjukkan

terdapat efek yang terbalik antara magnesium terhadap tekanan darah. Akan

tetapi, penelitian metaanalisis dari 20 uji klinik secara acak tidak menunjukkan

adanya efek magnesium terhadap tekanan darah.

D. KAJIAN TENTANG FAKTOR GAYA HIDUP


Gaya hidup merupakan faktor terpenting yang sangat mempengaruhi kehidupan

masyarakat. Gaya hidup tidak sehat, akan dapat menyebabkan terjadinya penyakit

hipertensi, misalnya: alkohol, aktifitas fisik, stres, dan merokok. Adapun factor-faktor

yang mempengaruhi gaya hidup dibagi dua faktor, yaitu faktor dari dalam (internal) dan

faktor dari luar (eksternal). Faktor internal meliputi: sikap, pengalaman, kepribadian,

konsep diri, dan motif serta persepsi. Pada faktor eksternal meliputi kelompok referensi,

keluarga, kelas sosial, dan kebudayaan. Kebiasaan begadang atau pola tidur tidak

teratur juga dapat menyebabkan stres yang tinggi, sehingga dapat mempengaruhi

tekanan darah serta jarangnya berolahraga juga dapat terjadinya penumpukan lemak

yang akan menyumbat aliran darah sehingga mengakibatkan peningkatan tekanan darah

(Rahmawati, 2012).

E. SURVEILANS HIPERTENSI

Tipe surveilans yang di rekomendasikan untuk penyakit hipertensi yaitu dengan :

1. Melakukan skrining (screening) hipertensi terhadap masyarakat untuk menemukan

kasus hipertensi ( pengumpulan data secara aktif di tempat –tempat yang

kemungkinan besar terjadinya kasis hipertensi

2. Surveilans factor resiko menjadi prioritas karena lebih fleksibel dan lebih sensitive

untuk mengukur hasil intervensi dalam jangka menengah,

3. Menerima laporan kasus morbiditas hipertensi secara rutin dari sarana pelayanan

kesehatan yang ada

4. Surveilans terpadu penyakit tidak menular

Dalam pelakukan surveilans, berbagai pihak dan organisasi kemasarakatan dapat

diikut sertakan baik organisasi yang formal (governance organization ) maupun non
formal ( non governance organization ). Metode surveilans yang diterapkan sesuai

dengan anjuran WHO adalah metode STEP 1 yaitu data tentang gaya hidup dan

factor resiko yang dapat diperoleh melalui wawancara.

Serveilans factor resiko dapat dilakukan dengan :

a. Mengumpulakan data :

1) Data rutin

2) Bila tidak ada maka dapat dimulai dengan melakukan survey STEP 1

b. Survey STEP 1 dan STEP 2

c. Survey factor resiko PTM

d. Diseminasi data

Penerapan surveilans hipertensi (dilakukan secara berurutan ) sebagai berikut :

1) Identifikasi penyakit hipertensi

2) Factor resiko adalah kerekteristik, tanda maupun gejala yang secara statistic

berhubungan dengan peningkatan insidensi sutu penyakit. Factor resiko

penyakit hipertensi antara lain :

a) Factor resiko tidak dapat diubah antara lain factor umur, genetic, gender,

dan ras

b) Factor resiko yang dapat diubah antara lain kebiasaan merokok, latihan

olahraga, berat badan berlebih, pola makan,stress, konsumsi alcohol,

social ekonomi, dukungan keluarga, keyakinan akan sembuh,dan kondisi

penyakit lain.

3) Perencanaan pengumpulan data

a) Menentukan tujuan surveilans


Memberikan informasi mengenai kondisi hipertensi kepada para

pengambil keputusan dalam perencanaan dan pertimbangan

b) Tetapkan definisi hipertensi

Hipertensi didefinisikan sebagai tekanan darah per system dimana

tekanan sistoliknya diatas 140 mmHg dan tekanan distolik diatas 90

mmHg.

c) Tentukan sumber data

Sumber data yaitu laporan Puskesmas dan laporan rumah sakit, jumlah

penderita hipertensi

d) Tentukan instrument

Instrumennya yaitu manual dan elektronik

e) Bagain system

Sistemnya yaitu menunggu laporan rutin jumlah penderita hipertensi dan

diambi rutin kebawah

f) Tentukan indicator

Indicator factor resiko penyakit ( RR dan OR ), indicator program input (

Proses, output dan outcame ), indicator morbidity, mortality, disability,

indicator hasil pemeriksaan tekanan darah.

4) Pengolahan dan penyajian data

Data yang sudah terkumpul dari kegiatan diolah dan di sajikan dalam bentuk

table, grafik, ( histogram, polygon, frekuensi ), chart ( bar chart, peta/map

area ). Penggunaan computer sangat dianjurkan untuk mempermudah dalam


pengolahan data diantaranya dengan menggunakan program ( software )

seperti epid info, SPSS, lotus, Excel dan lain-lain

5) Analisis dan interpretasi data

Data jumlah penderita hipertensi yang terlah terkumpul dianalisis dengan

melihat korelasional selanjutnya dibandingkan dengan standar atau indicator

yang telah ditentukan sebelumnya setelah dianalisis lalu di interpretasikan

untuk mempermudah pembaca mengerti hasil penelitian

6) Diseminasi dan advokasi

Setelah data dianalisis dan di interpretasi, data jumlah penderita hipertensi

tersebut disebar luaskan kepada pihak yang berkepentingan untuk membantu

dalam penanggulangan hipertensi ini. Penyebarluasan informasi ini harus

mudah dimengerti dan dimanfaatkan dalam program pencegahan hipertensi.

Cara penyebarluasan tersebut dengan membuat suatu laporan yang

dugunakan untuk rekomendasi kepada pihak yang bertanggungjawab seperti

bupati. Walikota dan DPRD

7) Evaluasi

Program serveilans hipertensi sebaiknya dinilai secara periodic untuk

mengevaluasi manfaatnya. Apabila kegiatan surveilans yang dilakukan

memberikan dampak yang positif berarti kegiatan surveilans yang dilakuan

berhasil
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Desain/Rancangan Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode penelitian Quasi experimental design yang

bertujuan untuk mengetahui pengaruh yang timbul sebagai akibat dari adanya

perlakuan/intervensi terhadap kelompok eksperimen.

Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah nonequivalent control group design.

Kelompok eksperimen maupun kelompok control kemudian diberi pre-test dan post-test

untuk mengetahui perbedaan antara kelompok eksperimen dan kelompok control.

Kelompok control dalam penelitian tidak diberi perlakuan/intervensi sementara pada

kelompok eksperimen diberi perlakuan/intervensi berupa penyuluhan kesehatan

(Notoatmodjo, 2012).

Tabel. Nonequivalent Control Group Design

Pre-test Perlakuan Post-test

X1 Penyuluhan kesehatan serta X2


pembagian leaflet mengenai pola
makan dan factor gaya hidup

X3 Kelompok control X4
-

Keterangan:

X1 : Pre-test (Tes awal) pada kelompok eksperimen

X2 : Pre-test (Tes awal) pada kelompok control

X3 : Post-test (Tes akhir) pada kelompok eksperimen


X4 : Post-test (Tes akhir) pada kelompok control

B. LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN

1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Baturube kabupaten

Morowali pada tahun 2018

2. Waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan pada tanggal 8 Januari s/d 10 Februari di wilayah

kerja Puskesmas Baturube kabupaten Morowali tahun 2018.

C. Populasi Dan Sampel

1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh masyarakat yang tinggal pada wilayah

kerja Puskesmas Baturube Tahun 2018 yang memenuhi criteria, Adapun kriteria

inklusi dan eksklusi subyek penelitian adalah:

Kriteria inklusi:

a. Masyarakat yang tinggal pada Desa wilayah kerja Puskesmas Baturube

b. Masyarakat yang menderita Hipertensi

c. Masyarakat yang Berkeluarga

d. Bersedia menjadi responden

e. Masyarakat yang usianya …….. tahun

Kriteria Eksklusi:

a. Tidak bersedia menjadi responden

b. Sakit pada saat penelitian


c. Tidak ada ditempat pada saat penelitian

2. Sampel

a. Jumlah sampel

Sampel dalam penelitian ini adalah Masyarakat yang tinggal di wilayah kerja

Puskesmas batu rube Tahun 2018. Besar sampel dalam penelitian ini dapat

diketahui dengan menggunakan rumus menurut (Lemeshow, 1997):

n = 2o2 (Z1-α/2+Z1-β)2
(µ1-µ2)2
b. Tekhnik Pengambilan Sampel

Tekhnik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah simple random

sampling, yaitu tekhnik pengambilan sampel secara acak yang dimana setiap

unsur populasi memiliki kesempatan yang sama untuk dijadikan sampel.

D. Definisi Operasional

Variabel Definisi Alat ukur Sekala ukur

Surveilans insidensi Pengumpulan data pasien Kuisioner dan Ordinal


hipertensi yang mengalami hipertensi
berdasarkanhasil pengukuran Observasi
lapangan
Jenis kelamin Perbedaan bentuk sifat dan Kuisioner dan Ratio
fungsi biologi laki – laki dan
perempuan KTP

Tingkat pendidikan Adanya pendidikan yang kuisioner Ordinal


tinggi akan dapat
mempengaruhi kemampuan
dan pengetahuan setiap
individu dalam menerapkan
perilaku hidup sehat
terutama dalam mencegah
penyakit hipertensi
Pekerjaan Setatus pekerjaan respoden kuesioner Nominal

Motivasi Individu Dorongan pisikologis yang Kuesioner Nominal


Ingin Sembuh mengarahkan keadaan dalam
diri individu untuk
mempertahankan perilaku
terhadap penyakitnya
Dukungan Keluarga Dukungan dari lingkungan Kuesioner dan Ordinal
sosial dan keluarga. Adanya
dukungan sosial dari ke- lifled
luarga dapat membantu
kepatuhan terhadap
program- program
pengobatan seperti
pengurangan berat badan,
berhenti merokok,
pengurangan asupan garam
dan melakukan olahraga
Peran Petugas Adanya interaksi yang baik kuesioner Nominal
Kesehatan selama proses konsultasi
akan dapat meningkatkan
kepercayaan pasien sehingga
pasien percaya dengan
menjalankan pengobatan
yang telah dijelaskan oleh
dokter kesehatannya akan
menjadi lebih baik lagi.
Sehingga penderita
hipertensi akan dapat
meningkatkan kepatuhan
berobatnya.
E. Langkah-Langkah Penelitian

1. Persiapan

Mengurus surat izin pengambilan data awal di Puskesmas Baturube

2. Pelaksanaan pengumpulan data

a. Metode pengumpulan data dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan

penyebaran kuisioner. Kuisioner merupakan metode pengumpulan data dengan

cara mengedarkan daftar pertanyaan berupa formulir-formulir untuk diisi oleh

responden.

b. Pemilihan subjek secara acak baik kelompok control maupun kelompok

eksperimen.

c. Memberikan penjelasan dan meminta persetujuan kepada responden yang

termasuk dalam kriteria.

d. Intervensi dilakukan dalam bentuk penyuluhan kesehatan, pembagian leaflet

pada kelompok eksperimen dan pada kelompok control tidak diberi intervensi,

dengan beberapa fase sebagai berikut:

1) Fase intervensi: pada minggu ke 2 kelompok kontrol dan kelompok

eksperimen diberi penyuluhan dan leaflet

2) Fase penguatan: pada minggu ke 3 yaitu melakukan kunjungan kedua kali

untuk memberikan penguatan pada kelompok eksperimen terhadap

intervensi yang dilakukan.

3) Fase akhir: minggu ke 4 yaitu melakukan pemberian post-test pada

kelompok eksperimen dan pemberian pos-test pada kelompok control untuk

mengukur perubahan setelah intervensi pada kedua kelompok.


4) Tahap akhir : Melakukan pengolahan data berdasarkan hasil penelitian yang

telah dilakukan

DAFTAR PUSTAKA

Katalambula, et al. 2017. Dietary pattern and other lifestyle factors as potential contributors

to hypertension prevalence in Arusha City, Tanzania: a population-based descriptive study.

BMC Public Health 17:659

Nizar Syarif Hamidi.2014. Hubungan Pola Makan Dengan Kejadian Penyakit Hipertensi Di

Puskesmas Kuok Vol 5, ed 2

Masriadi. 2016. Epidemiologi Penyakit Tidak Menular. Jakarta Timur. Trans Info Media

Masriadi. 2012. Model system surveilans TB Paru Kepulauan. Yogyakarta. Pustaka Timur

Notoatmodjo. 2012. Metodologi Penelitian Kesehatan- Ed. Rev.- Jakarta: Rineka Cipta

Pusat Data Dan Informasi Kementrian Kesehatan republik Indonesia. 2014

Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2015

Profil kesehatan Provinsi Sulawesi Tengah tahun 2015

You might also like