You are on page 1of 12

2009 Kontraksi perekonomian global tidak dapat dihindari memperlambat pertumbuhan

ekonomi Indonesia pada tahun 2009. Hal itu tdak terlepas dari pengaruh ekspor
yang mencatat pertumbuhan negatf sejalan dengan dampak kontraksi
pertumbuhan ekonomi dunia. Perlambatan ekonomi domestIk akibat kontraksi
ekspor tersebut, serta suku bunga perbankan yang masih tInggi, pada gilirannya
berkontribusi pada melambatnya pertumbuhan investasi. Dengan penurunan
ekspor dan investasi tersebut, pertumbuhan ekonomi tahun 2009

Pertumbuhan ekonomi yang terjadi pada PDB sektoral banyak dipengaruhi oleh
pertumbuhan yang tetap tinggi pada sektor non-tradable sepert sektor listrik, gas
dan air bersih, sektor bangunan, sector pengangkutan dan komunikasi serta sektor
jasa-jasa.
Sektor listrik, gas dan air bersih serta sektor pengangkutan dan komunikasi yang
masing-masing tumbuh sebesar 13,78% dan 15,53% (Tabel 1.10). Kinerja sektor
listrik, gas dan air bersih yang tnggi ini antara lain terkait pengaruh kebijakan
pemerintah untuk mempercepat program konversi minyak tanah ke LPG menjadi
tahun 2009 dari rencana sebelumnya pada tahun 2010. Sementara itu, kinerja
sektor pengangkutan dan komunikasi yang tetap tinggi dipengaruhi oleh
berlanjutnya penetrasi pasar subsektor komunikasi. Berbeda dengan kinerja sector
nontradable tersebut, sektor tradable sepert sector industri pengolahan cukup
signifkan terimbas gejolak eksternal. Pertumbuhan sektor industri pengolahan, yang
memiliki pangsa sekitar 45% terhadap ekspor nasional, turun pada tahun 2009
menjadi 2,1%. Dalam perkembangannya, sampai dengan triwulan III 2009, sektor
industri pengolahan hanya tumbuh sekitar 1,5%, jauh di bawah rata-rata
pertumbuhan sebelum krisis sekitar 4%. Penurunan lebih dalam sektor industry
pengolahan tersebut dapat sedikit tertahan akibat pertumbuhan subsektor industri
makanan minuman, tekstl, dan barang cetakan yang masih cukup baik, sejalan
dengan karakteristk subsektor tersebut yang banyak berorientasi pasar domestk.
Sektor perdagangan juga mengalami perlambatan yang signifkan, bahkan
mengalami kontraksi pada triwulan II dan III 2009 akibat penurunan kegiatan
perdagangan luar negeri. Berbeda dengan kedua sektor tersebut, peningkatan
kinerja yang cukup signifkan ditunjukkan oleh sektor pertambangan yang mencatat
peningkatan pertumbuhan menjadi 4,37% sejalan dengan dampak positfnya
pertumbuhan ekspor batubara
Peran kuat permintaan domestk juga didukung oleh beberapa penyesuaian perilaku
sektor swasta domestk. Pada satu sisi, pelaku swasta domestk merespons gejolak
ekonomi global dengan meningkatkan efisiensi.
Peningkatan efsiensi antara lain tercermin pada hasil survei Bank Indonesia yang
mengindikasikan pilihan efsiensi sebagai prioritas bagi UMKM dalam merespons
dampak gejolak ekonomi global. Pada sisi lain, penyesuaian juga dilakukan dengan
memanfaatkan dana internal yang tdak sensitf terhadap suku bunga sebagai
respons suku bunga kredit perbankan yang masih cukup tinggi.
Pelaku bisnis cenderung untuk menggunakan inventori yang masih dimiliki guna
memenuhi permintaan rumah tangga yang masih kuat. Penyesuaian pelaku bisnis
menggunakan inventori tercermin pada penurunan rasio inventori terhadap total
aset di beberapa perusahaan di sektor industri pengolahan, infrastruktur, pertanian
dan pertambangan24 (Grafk 1.34). Penggunaan dana internal juga tercermin dari
pemanfaatan portofolio aset likuid lainnya dan peningkatan laba ditahan sebagai
sumber tambahan modal, seperti yang terjadi pada sektor industri pengolahan
dan perkebunan.
Sementara itu, penyesuaian yang dilakukan rumah tangga cenderung dengan
menggunakan atau melikuidasi jenis aset lainnya. Pemanfaatan jenis aset lain di
rumah tangga antara lain tercermin pada pemanfaatan jasa pegadaian yang pada
tahun 2009 dalam tren meningkat.
Pertumbuhan Pendekatan survei dilakukan untuk menangkap dominasi penggunaan sumber dana
ekonomi internal pada periode pascakrisis. Survei yang dilakukan pada tahun 2001
menurun, menunjukkan bahwa porsi sumber pembiayaan perusahaan yang berasal dana
mengakibatkan sendiri (own funds) mencapai 56%, sementara porsi pembiayaan dari kredit bank
perusahaan 24%, pinjaman luar negeri 5%, penerbitan saham 6% dan penerbitan obligasi 3%.
cenderung Survei tahun 2002 bahkan menunjukkan terjadinya peningkatan porsi penggunaan
untuk dana internal menjadi sebesar 60,7%, sementara porsi pembiayaan dari kredit bank
menggunakan turun menjadi 20,7%.
dana sendiri Dominasi pembiayaan dari sumber dana internal masih terus berlangsung hingga
(own funds). saat ini, terlihat dari hasil survei Bank Indonesia pada tahun 2009 dimana porsi
Survey BI yang penggunaan sumber dana internal masih pada kisaran 60%, sementara porsi
dilakukan pembiayaan dari bank dalam negeri tetap pada kisaran 21% (Grafk 4.17).
tahun 2002,
menunjukkan
bahwa terjadi
peningkatan
penggunaan
dana internal,
pada kisaran
60%, pinjaman
luar negeri 5%
dan bank
dalam negeri
sekitar 21%.
Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB)
Perubahan porsi sumber pembiayaan ekonomi di atas dikonfrmasi pula oleh analisis
dengan pendekatan PMTB yang memperlihatkan secara jelas penurunan porsi
pembiayaan kredit bank dan peningkatan porsi pembiayaan dari dana internal.
Sebelum krisis, porsi kredit bank mencapai 31,8%, sementara porsi dana internal
hanya sebesar 12,4%. Komposisinya berubah menjadi sebesar 16,1% untuk porsi
kredit bank dan 46,0% untuk dana internal pada tahun 2008 (Tabel 4.2).
Walaupun fungsi intermediasi perbankan telah membaik seiring dengan pemulihan
ekonomi pascakrisis, namun peningkatan porsi pembiayaan kredit bank masih jauh
dibawah porsi sebelum krisis. Momen peningkatan harga saham yang terjadi pada
periode tahun 2005 sampai dengan pertengahan tahun 2008 juga belum
dimanfaatkan
secara optmal oleh perusahaan sehingga peningkatan porsi pembiayaan dari
penerbitan saham relatf kecil.
LPI-2010 Sejalan dengan berlanjutnya pemulihan ekonomi global, perekonomian Indonesia
tahun 2010 tumbuh lebih tnggi dibandingkan dengan tahun sebelumnya.
Tahun 2010 Pertumbuhan PDB 2010 mencapai 6,1%, meningkat dari 4,6% pada tahun 2009. Di
terjadi sisi permintaan, meningkatnya pertumbuhan ekonomi didukung oleh kinerja ekspor
peningkatan dan investasi yang tumbuh tnggi, disertai konsumsi rumah tangga yang tetap kuat.
PDB dan Kenaikan harga komoditas internasional turut menunjang tngginya pertumbuhan
terjadi ekspor nasional. Selain itu, meningkatnya kinerja ekspor juga diikut oleh lebih
kenaikan harga terdiversifkasinya komoditas ekspor dan lebih besarnya peran negara-negara
komoditas emerging markets sebagai pasar tujuan ekspor Indonesia. Permintaan eksternal dan
ekspor, domestk yang kuat berpengaruh positf bagi optmisme pelaku usaha terhadap
mendorong prospek perekonomian, sehingga pada akhirnya mendorong kinerja investasi
kinerja tumbuh meningkat. Sementara itu, konsumsi rumah tangga yang tetap kuat
investasi ditopang oleh daya beli masyarakat yang terjaga didukung meningkatnya peran
meningkat. pembiayaan lembaga keuangan. Tingginya permintaan domestk dan eksternal pada
Dalam kondisi gilirannya berdampak pada tngginya pertumbuhan impor hingga melebihi
membaik pertumbuhan ekspor.
tersebut,
terjadi Dukungan pembiayaan dari dalam negeri dan luar negeri mendorong peningkatan
kenaikan IPO kinerja investasi. Pembiayaan dalam negeri yang meningkat terlihat dari Inital Public
(Initial Public Offering (IPO) yang meningkat cukup besar sepanjang tahun 2010, baik untuk
Offering) saham maupun obligasi korporasi.
maupun Selain itu, dukungan pembiayaan perbankan terhadap peningkatan investasi terlihat
obligasi dari pertumbuhan kredit riil investasi yang tumbuh cukup tinggi disertai suku bunga
korporasi. riil yang relatIf lebih rendah . Pembiayaan investasi yang bersumber dari luar negeri
Selain itu, terlihat dari meningkatnya realisasi Pinjaman Luar Negeri (PLN) swasta. Secara
terjadi umum, peningkatan komitmen PLN yang terjadi sepanjang tahun 2010 terutama
peningkatan pada sektor non tradable.
pinjaman
perbankan
dalam negeri,
karena suku
bunga
menurun.
Kinerja sektor industry pengolahan berada dalam tren yang meningkat sejak awal
tahun sejalan dengan peningkatan kinerja ekspor dan kuatnya permintaan
domestik. Secara keseluruhan tahun, sektor industri pengolahan tumbuh 4,5%.
Perkembangan
tersebut cukup menggembirakan mengingat pada tahun sebelumnya sektor ini
hanya tumbuh sebesar 2,2%. Pada sektor non-tradable, perbaikan pertumbuhan
terjadi
pada sektor perdagangan, hotel, dan restoran (PHR); serta sektor keuangan,
persewaan, dan jasa. Peningkatan pertumbuhan sektor perdagangan terkait dengan
aktvitas perekonomian domestk yang diiringi oleh peningkatan
impor. Sementara itu, perbaikan sektor keuangan lebih terkait dengan peningkatan
pemberian kredit, baik dari bank maupun lembaga keuangan bukan bank (LKBB).
Perbaikan kinerja ketiga sektor tersebut cukup berperan besar terhadap aktvitas
ekonomi keseluruhan karena memiliki pangsa yang besar.
Pertumbuhan sektor industri pengolahan yang meningkat pada tahun 2010 belum
mampu mendorong kinerja sektor tradable tumbuh lebih tnggi dari sektor
nontradable dalam perekonomian. Sektor tradable tumbuh 3,9%, sementara sektor
non-tradable tumbuh hingga 8,2%. Tingginya pertumbuhan sektor non-tradable
menyebabkan perannya dalam perekonomian terus meningkat. Sementara itu,
kembali meningkatnya
pertumbuhan sektor industri pada kisaran rata-rata pertumbuhannya sebelum krisis
keuangan global berdampak pada membaiknya kontribusi sektor tradable
dalam perekonomian. Namun, tingkat pertumbuhan yang dicapai sektor industri
pengolahan pada tahun 2010 masih berada di bawah rata-rata tertngginya pada
periode 1986- 1996 yaitu sebesar 10,5%. Di sisi lain, peningkatan kinerja sektor
industri pengolahan tersebut tdak diikut oleh sektor tradable lainnya. Di sektor
pertanian, permasalahan seperti penurunan produktvitas dan luas lahan, disertai
anomali cuaca yang terjadi sepanjang tahun 2010 menyebabkan capaian
pertumbuhan di sektor ini lebih rendah dibandingkan dengan periode tahun
sebelumnya.
Demikian halnya dengan kinerja sektor pertambangan yang relatf terhambat akibat
terjadinya berbagai gangguan produksi minyak sepert kerusakan beberapa
kilang, selain juga faktor cuaca yang kurang mendukung bagi akitvitas kegiatan
produksi.
2011 Di tengah ket dakpastian pemulihan ekonomi global, perekonomian Indonesia
Tahun 2011 tumbuh menguat. Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia tumbuh meningkat dari
terjadi 6,2% pada tahun 2010 menjadi 6,5% pada tahun 2011. Tingkat pertumbuhan
peningkatan tersebut merupakan pencapaian tert nggi pascakrisis tahun 1997. Stabilitas
PDB (Product makroekonomi yang terjaga, seperti rendahnya inflasi, terjaganya volatilitas nilai
Domestic tukar, serta relatif stabilnya kondisi politik dan keamanan dalam negeri menyokong
Bruto) dari tingginya kinerja perekonomian
6,2% tahun tersebut masih berdaya tahan dan investasi yang tumbuh cukup
2010, menjadi tinggi. Daya beli yang tetap terjaga, sejalan dengan tingkat infl asi yang cukup
6,5% tahun rendah serta pendapatan masyarakat yang meningkat menjadi faktor pendorong
2011. kuatnya konsumsi rumah tangga. Dengan kondisi tersebut, konsumsi rumah tangga
Peningkatan mampu tumbuh sebesar 4,7%, lebih t nggi dari rata-ratanya 4,4%.
perekonomian Sementara itu, kondisi fundamental makroekonomi Indonesia yang cukup terjaga
tersebut, mendukung semakin kondusifnya iklim usaha dan meningkatkan optimisme
mendorong dunia usaha sehingga mendorong aktivitas investasi.
perusahaan Dengan kondisi yang lebih kondusif tersebut, investasi tumbuh meningkat menjadi
untuk 8,8%, melampaui ratarata historisnya 7,4%. Selain konsumsi rumah tangga dan
melakukan investasi, ekspor Indonesia yang tetap berkinerja baik, di tengah melemahnya
IPO, ekonomi global, juga turut andil dalam membangun perekonomian Indonesia.
menerbitkan Terjaganya kinerja ekspor tidak terlepas dari keberhasilan upaya diversifi kasi
obligasi negara tujuan ekspor,
maupun right khususnya ke negara-negara emerging markets di Asia. Dengan diversifi kasi
issue. Selain tersebut ekspor mampu tumbuh tinggi mencapai 13,6%, jauh di atas historisnya
itu, dukungan 7,5%.
perbankan Dari sisi produksi, pertumbuhan sektor tradables mengalami peningkatan,
terhadap akt sementara pertumbuhan sektor non-tradables relatif stabil di tingkat pertumbuhan
vitas investasi yang tinggi. Pada tahun 2011 pertumbuhan sektor tradables mencapai 4,5%,
juga nampak meningkat cukup signifi kan dibandingkan dengan tahun sebelumnya sebesar 4,0%.
dari Sementara itu, pertumbuhan sektor non-tradables tumbuh tinggi mencapai 8,2%,
pertumbuhan relatif sama dengan pertumbuhan tahun 2010. Seiring dengan peningkatan
riil kredit pertumbuhan yang lebih cepat, peran sektor tradables pada pertumbuhan ekonomi
investasi yang juga semakin meningkat, meskipun masih tetap didominasi oleh sektor non-
meningkat tradables.
menjadi 23,1% Akselerasi pertumbuhan sektor tradables terutama ditopang oleh sektor industry
pada tahun pengolahan yang mencatat pertumbuhan tertinggi dalam tujuh tahun terakhir,
2011 dari sebesar 6,2%. Permintaan yang tetap kuat, baik dari domestik maupun eksternal,
10,3% pada serta iklim investasi yang semakin kondusif telah meningkatkan optimisme kegiatan
tahun di sektor industri.
sebelumnya. Di Sementara itu, meskipun pertumbuhannya relat f t dak berubah dari tahun
samping itu, sebelumnya, tingkat pertumbuhan yang dicapai sektor non-tradable terbilang tinggi.
peran dana Pertumbuhan tersebut terutama disumbang oleh sektor perdagangan, hotel, dan
internal dalam restoran (PHR) serta sektor pengangkutan dan komunikasi yang mencapai
membiayai pertumbuhan yang relative tinggi pada tahun 2011, yaitu sebesar 9,2% dan
investasi 10,7%. Dari sisi perannya terhadap pertumbuhan sector non-tradable, kedua sektor
perusahaan ini juga memberikan andil yang cukup besar.Tingginya pertumbuhan
juga masih pada kedua sektor ini terkait dengan masih kuatnya permintaan domestik.
kuat seiring
terus
meningkatnya
laba ditahan
perusahaan.
Dari sisi pelaku dan sumber dana, investasi baik dari luar negeri maupun dalam
negeri mengalami peningkatan. Optimisme terhadap prospek perekonomian
domestik dan masih melimpahnya likuiditas global memberikan momentum kepada
aliran masuk finansial yang semakin mengarah ke sektor riil sehingga berkontribusi
posit f pada kinerja investasi.
Data penanaman modal asing (PMA) menurut Badan Koordinasi Penanaman Modal
(BKPM) juga masih tumbuh baik sejalan dengan penanaman modal dalam
negeri (PMDN). Dari dalam negeri, aktivitas pembiayaan investasi yang masih baik
juga ditandai oleh masih banyaknya perusahaan yang melakukan initial public off
ering (IPO) maupun right issue sepanjang tahun 2011. Selain itu, dukungan
perbankan terhadap akt vitas investasi juga nampak dari pertumbuhan riil kredit
investasi yang meningkat menjadi 23,1% pada tahun 2011 dari 10,3% pada tahun
sebelumnya. Di samping itu, peran dana internal dalam membiayai investasi
perusahaan juga masih kuat seiring terus meningkatnya laba ditahan perusahaan.
2012 Perekonomian Indonesia pada tahun 2012 sanggup mempertahankan momentum
pertumbuhan di tengah kinerja perekonomian global yang melambat.
Perekonomian Indonesia tumbuh 6,2% pada tahun 2012, lebih tinggi dibandingkan
dengan rata-rata sepuluh tahun terakhir, yaitu 5,5%. Tingginya pertumbuhan
ekonomi tersebut didukung oleh pertumbuhan ekonomi di seluruh daerah,
terutama Kawasan Timur Indonesia.

Perekonomian Indonesia pada tahun 2012 masih tumbuh cukup baik sebesar 6,2%,
meski lebih rendah dibandingkan dengan tahun sebelumnya sebesar 6,5%. Belum
pulihnya ekonomi negara-negara maju telah memberi dampak rambatan kepada
kinerja
perekonomian negara - negara emerging market yang melambat pada tahun 2012.
Negara yang cukup besar menopang pertumbuhan emerging market yaitu China
dan India tumbuh melambat.
Pertumbuhan ekonomi terutama ditopang oleh masih kuatnya kinerja permintaan
domestik, khususnya konsumsi rumah tangga dan investasi.
Kuatnya permintaan domestik mampu menahan pertumbuhan ekonomi sehingga
tetap tumbuh tinggi di atas 6%, dan lebih tinggi dari rata-rata pertumbuhan
ekonomi pada sepuluh tahun terakhir sebesar 5,5% . Di sisi lain, masih kuatnya
permintaan domestik tersebut menyebabkan impor tercatat tumbuh cukup tinggi.
Sementara itu, perlambatan permintaan global telah mengakibatkan menurunnya
pertumbuhan ekspor, terutama pada semester II 2012. Pada periode perlambatan
ekspor tersebut, kinerja sektor terkait ekspor seperti sektor pertambangan tumbuh
relatif rendah. Sementara itu, sektor-sektor yang berhubungan dengan
konsumsi rumah tangga dan investasi tumbuh meningkat.

Pada sisi sektoral, kontributor utama pertumbuhan ekonomi yaitu sektor industri
pengolahan, perdagangan hotel dan restoran (PHR), serta pengangkutan dan
komunikasi. Tetap tingginya pertumbuhan PDB ditopang oleh kinerja sektor
penghasil barang dan sektor penghasil jasa.
Sektor penghasil barang tumbuh stabil didukung pertumbuhan positif sektor
pertanian dan sector industri pengolahan yang mampu mengompensasi
pertumbuhan rendah di sektor pertambangan.
Sektor pertanian tumbuh meningkat didukung oleh produksi padi di subsektor
tanaman bahan makanan dan produksi kelapa sawit di subsektor perkebunan.
Pertumbuhan sektor industri sejalan dengan laju permintaan domestik, seperti
tercermin pada aktivitas produksi subsektor makanan dan minuman, alat angkut,
semen, dan kimia. Sedangkan rendahnya pertumbuhan di sektor pertambangan
terutama disebabkan oleh berlanjutnya kontraksi di subsector migas. Pada sektor
penghasil jasa, sektor PHR masih mencatat pertumbuhan yang tinggi, meskipun
lebih rendah dari tahun sebelumnya sejalan dengan arus perdagangan domestik
dan eksternal. Sementara itu, pertumbuhan sektor pengangkutan dan komunikasi
masih tinggi ditopang kinerja subsektor angkutan jalan, jasa angkutan dan
komunikasi. Sektor keuangan persewaan dan jasa tumbuh meningkat ditopang oleh
kinerja subsektor bank dan lembaga keuangan nonbank yang tumbuh positif.

Data realisasi investasi menurut Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) secara
total meningkat 25% lebih tinggi dari tahun sebelumnya 21% terutama bersumber
dari penanaman modal asing/ PMA (Grafk 3.18). PMA tumbuh 26% lebih tinggi
dibandingkan dengan tahun sebelumnya sebesar 20%. Sementara, penanaman
modal dalam negeri masih tumbuh baik 21%, meskipun sedikit lebih rendah dari
tahun lalu 25%. Secara sektoral, investasi baik PMA maupun PMDN masih dominan
menyasar pada sektor sekunder atau industri pengolahan.
Berdasarkan sektornya, penyaluran PMA terutama pada pertambangan,
transportasi pergudangan dan komunikasi, industri kimia, industri logam dasar, dan
industri kendaraan bermotor. Sedangkan, porsi PMDN disalurkan pada industri
makanan dan minuman, industri mineral bukan logam, pertambangan, perkebunan
dan transportasi pergudangan dan komunikasi.
2013 Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2013 berada dalam tren melambat
dipengaruhi oleh kondisi global yang tdak sesuai harapan dan topangan struktur
ekonomi domestk yang tdak mendukung. Ekonomi global yang melambat dan
dibarengi oleh harga komoditas global yang menurun mendorong perbaikan kinerja
ekspor riil menjadi tdak terlalu kuat. Ekspor yang belum kuat dan ketdakpastan yang
masih tnggi pada gilirannya menurunkan investasi, khususnya investasi
nonbangunan.
Namun, pada sisi lain konsumsi rumah tangga masih cukup besar didorong
kelompok kelas menengah yang membesar.
Di tengah topangan kapasitas industri domestk yang belum memadai, kondisi ini
pada gilirannya mendorong impor masih tercatat cukup besar. Berbagai kondisi
tersebut kemudian berpengaruh pada pertumbuhan ekonomi yang berada dalam
tren menurun sehingga tumbuh 5,8% pada tahun 2013 dan dibarengi oleh sumber
pertumbuhan yang kurang berimbang Kinerja ekspor riil masih terbatas dipengaruhi
melambatnya perekonomian global dan masih menurunnya harga komoditas.
Kedua faktor global yang kemudian mendorong menurunnya volume perdagangan
dunia mengakibatkan tetap belum kuatnya pertumbuhan ekspor, meskipun daya
saing rupiah meningkat sejalan tren pelemahan rupiah. Ekspor riil sampai triwulan
III 2013 masih tumbuh di bawah 5% (yoy).
Permasalahan struktural terkait komposisi ekspor yang didominasi komoditas
berbasis sumber daya alam (SDA) juga berkontribusi pada belum kuatnya kinerja
ekspor.
Dengan struktur ini, kinerja ekspor komoditas SDA menurun sejalan dengan harga
komoditas global yang menurun. Berdasarkan komoditas, terbatasnya ekspor
erutama karena lemahnya kinerja ekspor komoditas manufaktur dan
pertambangan. Perlambatan ekspor pada sektor manufaktur terjadi pada kelompok
barang tekstl
dan produk dari tekstl (TPT) serta crude palm oil (CPO), dan kelompok barang dari
karet. Sementara itu, ekspor komoditas pertambangan juga tumbuh melambat
seiring terbatasnya pertumbuhan negara tujuan utama yaitu China dan India.
Ekspor yang belum kuat di tengah ketdakpastan yang tinggi pada gilirannya
mendorong investasi melambat cukup dalam pada tahun 2013. Investasi pada tahun
2013
tumbuh 4,7%, menurun tajam dari pertumbuhan tahun 2012 sebesar 9,7%.
Perlambatan ini terutama disebabkan oleh terbatasnya permintaan ekspor akibat
ketidakpastian kondisi ekonomi global, yang kemudian berdampak pada
penundaan investasi, baik investasi bangunan maupun nonbangunan. Pada saat
bersamaan, perlambatan investasi tahun 2013 juga dipengaruhi oleh penurunan
peringkat daya saing Indonesia. Dalam publikasi Doing Business 2014, Indonesia
menempat peringkat ke- 120, lebih rendah dibandingkan tahun sebelumnya
yang menempat posisi 116 (Tabel 3.3). Penurunan daya saing terjadi di 9 dari 10
indikator yang menjadi standar pengukuran dalam publikasi Doing Business
2014, terutama pada aspek pengurusan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) dan
dukungan infrastruktur yang perkembangannya kurang menggembirakan. Selain
faktor
struktural tersebut, investasi yang melambat pada 2013 juga dipengaruhi
rendahnya belanja modal Pemerintah.
Perlambatan investasi terdalam terdapat pada investasi nonbangunan, meskipun
investasi bangunan juga menurun. Investasi nonbangunan hanya tumbuh sebesar
0,1% dipengaruhi penggunaan kapasitas produksi yang berada di batas bawah rata-
rata historisnya (70%-75%) (Grafk 3.2).
Selain itu, investasi tahun 2012 yang tumbuh cukup tinggi juga menyebabkan
tertahannya respons pelaku usaha untuk menambah investasi di tahun 2013. Pada
investasi bangunan, melambatnya pertumbuhan bersumber dari mulai tertahannya
laju permintaan properti terutama propert komersial. Selain itu, pembangunan
infrastruktur juga masih terbatas, antara lain tergambar pada infrastruktur listrik
dengan realisasi proyek 10.000 MW tahap I pada 2013 yang baru mencapai 69% dari
yang ditargetkan. Investasi infrastruktur yang cukup baik terjadi pada infrastruktur
jalan tol yang
pengoperasiannya meningkat dari 3,7 km pada tahun 2012 menjadi 30,2 km pada
tahun 2013.
Dari sisi sektoral, tren melambatnya pertumbuhan terutama bersumber dari sektor-
sektor penghasil barang. Perkembangan ini tdak terlepas dari pengaruh
pertumbuhan ekspor yang masih terbatas sehingga mengakibatkan menurunnya
pertumbuhan sektor
penghasil barang seperti sektor pertanian, sector pertambangan, dan sektor industri
pengolahan (Tabel 3.4).
Sementara itu, sektor penghasil jasa seperti sektor pengangkutan dan komunikasi,
sektor keuangan, persewaan dan jasa, serta sektor jasa-jasa masih mencatat
kenaikan pertumbuhan (Tabel 3.4).
Sektor pertanian tumbuh melambat pada tahun 2013 akibat melambatnya
permintaan ekspor komoditas berbasis perkebunan kelapa sawit dan rendahnya
produksi padi pada tahun 2013. Pertumbuhan sektor pertanian 2013 mencapai
3,5%, sedikit lebih rendah dari pola historis 2003-2012 sebesar 3,6% (Grafk 3.9).
Terbatasnya pertumbuhan negara tujuan utama ekspor CPO yaitu China dan India
menjadi faktor utama melambatnya kinerja subsektor perkebunan kelapa sawit.
Pada sub-sektor tanaman bahan makanan (Tabama), produksi padi tahun 2013
menurut angka sementara (Asem) BPS tumbuh 3,2% lebih rendah dibanding tahun
sebelumnya (5,0%).
Lebih rendahnya produksi terkait lebih tngginya konversi lahan pertanian dibanding
dengan pencetakan lahan pertanian baru.
Pertumbuhan sektor pertambangan pada tahun 2013 juga berada dalam tren yang
melambat (Grafk 3.10). Menurunnya produksi minyak disertai melemahnya
permintaan ekspor pertambangan nonmigas menjadi penyebab melambatnya
pertumbuhan sektor ini.
Tren penurunan produksi minyak terus berlanjut di 2013. Produksi minyak tahun
2013 turun sebesar 4,2% menjadi 826 barel per hari (bph) dari tahun lalu sebesar
862 bph.
Hal ini disebabkan oleh penurunan produksi alamiah dan masih terbatasnya
produksi sumber minyak baru. Di sisi lain, kinerja subsektor pertambangan
nonmigas juga menunjukkan perlambatan akibat melemahnya permintaan ekspor
dan turunnya harga komoditas. Selain itu, produksi tembaga dan emas mengalami
gangguan terkait terhentinya operasi Freeport Indonesia selama dua bulan pada
semester I 2013 karena runtuhnya tambang di areal Big Ghossan.
Pertumbuhan sektor industri pengolahan 2013 tercatat 5,5%, melambat
dibandingkan dengan pertumbuhan tahun sebelumnya (Grafk 3.11). Lebih
rendahnya pertumbuhan sektor ini terutama disebabkan oleh terbatasnya
pertumbuhan ekspor. Hal ini terlihat pada melambatnya kinerja subsektor
berorientasi ekspor seperti subsektor makanan dan minuman, subsektor kimia dan
barang dari karet, dan subsektor logam dasar, besi, dan baja. Melambatnya
subsektor makanan dan minuman berasal dari melemahnya ekspor crude palm oil
(CPO) karena melemahnya harga komoditas tersebut. Sementara
itu, kinerja subsektor logam dasar yang melambat selain karena melemahnya
ekspor, juga karena melambatnya kinerja sektor konstruksi yang menurunkan
permintaan
barang input konstruksi.
Selain dari subsektor berorientasi ekspor, melambatnya pertumbuhan sektor
industri juga berasal dari menurunnya kinerja subsektor industri migas seiring
menurunnya
produksi minyak. Di lain pihak, kinerja subsektor industry alat angkut, mesin, dan
peralatannya masih tumbuh meningkat. Penjualan kendaraan bermotor pada tahun
2013 masih tumbuh tnggi didorong masih kuatnya permintaan dan dimulainya
program mobil murah ramah lingkungan. Namun, kinerjanya yang meningkat tdak
didukung oleh perbaikan struktur produksi sehingga masih membutuhkan input
impor yang tnggi. Meskipun program mobil ramah lingkungan diharuskan memiliki
kandungan komponen domestk sebesar 80%, pada tahap awal produsen baru bisa
memenuhi kandungan domestk sekitar 40%.
Berbeda dengan sektor penghasil barang, kinerja beberapa sektor penghasil jasa
tercatat meningkat. Peningkatan tercatat pada sektor pengangkutan dan
komunikasi, sector keuangan, persewaan dan jasa, serta sektor jasa-jasa masih
mencatat kenaikan pertumbuhan. Sektor pengangkutan dan komunikasi tumbuh
membaik dibandingkan
dengan tahun sebelumnya (Grafk 3.12). Pada subsector pengangkutan, seluruh
moda transportasi mengalami peningkatan kecuali pengangkutan udara yang
mengalami
moderasi pertumbuhan.
Pada subsektor komunikasi, meningkatnya penggunaan komunikasi data dan
internet
menjadi pendorong membaiknya pertumbuhan di tengah relatf terbatasnya
penggunaan komunikasi seluler (suara dan sms). Perbaikan kinerja sektor ini
ditopang oleh meningkatnya aktvitas terkait Pemilu yang mulai dirasakan pada
semester II 2013. Kinerja sektor keuangan, persewaan, dan jasa tumbuh membaik
pada tahun 2013
ditopang subsektor bank yang mampu tumbuh lebih baik.
Selain itu, kinerja subsektor jasa perusahaan juga tumbuh membaik terkait faktor
Pemilu.
Kinerja sektor penghasil jasa lainnya tercatat menurun, sepert pada sector
perdagangan, hotel dan restoran (PHR) serta sektor bangunan, dan sektor listrik, gas
dan air bersih (LGA). Lebih rendahnya pertumbuhan sector PHR terutama
bersumber dari melambatnya subsector perdagangan karena masih terbatasnya
perdagangan
ekspor dan melambatnya kinerja sektor penghasil barang (Grafk 3.13). Sementara
itu, subsektor hotel dan subsector restoran tumbuh membaik terkait meningkatnya
jumlah
kedatangan wisatawan dan meningkatnya aktvitas Pemilu pada semester II 2013.
Pada sektor bangunan, perlambatan pertumbuhan dipengaruhi menurunnya
aktvitas investasi dan konstruksi. Kondisi ini sejalan dengan hasil survei propert
komersial dan residensial Bank Indonesia yang menunjukkan terbatasnya
penambahan stok propert terutama untuk properti komersial dan lahan industri.
Selain itu, pelaku usaha propert juga menahan ekspansi terkait dengan peningkatan
suku bunga kredit dan kebijakan pengetatan uang muka (Loan To Value) property.

2014 Dari sisi domestk, tantangan terutama bersumber dari risiko meningkatnya defisit
ganda (twin defIcits), yaitu defIsit transaksi berjalan dan defsit fskal. Tantangan ini
bersumber dari permasalahan struktural yang sudah berlangsung dalam beberapa
tahun terakhir. Pertama, struktur ekspor nasional sampai tahun 2014 masih
didominasi oleh komoditas primer sepert batubara, Crude Palm Oil (CPO) dan
tembaga. Ekspor komoditas primer tersebut memiliki nilai tambah yang rendah,
rentan terhadap pergerakan harga komoditas global, dan cenderung terkonsentrasi
pada negara berkembang sepert Tiongkok dan India.
Melambatnya perekonomian Tiongkok dan anjloknya harga komoditas
menyebabkan
ekspor komoditas terus tertekan. Kedua, besarnya subsidi energi menyebabkan
meningkatnya risiko fIskal terutama ketka penerimaan fskal turun sejalan dengan
menurunnya harga komoditas. Di samping itu, besarnya subsidi semakin membatasi
kemampuan sumber pembiayaan pemerintah untuk pembangunan berbagai proyek
infrastruktur yang sangat diperlukan dalam meningkatkan kapasitas ekonomi dan
daya saing dalam negeri. KetIga, rendahnya ketahanan energi di dalam negeri
semakin mengemuka dalam tIga tahun terakhir.
DefIsit neraca perdagangan migas tercatat terus tInggi. Di tengah produksi minyak
Indonesia yang terus menurun dan kemajuan program diversifkasi energi yang
belum
signifkan, kebutuhan energi tdak dapat dipenuhi dari dalam negeri, yang pada
akhirnya terus membebani transaksi berjalan.
Di sektor keuangan, permasalahan struktural ditandai oleh pasar keuangan
Indonesia yang masih dangkal dan meningkatnya ketergantungan pada pembiayaan
eksternal. Pasar keuangan Indonesia yang dangkal belum mampu menyediakan
instrumen dan opsi pembiayaan investasi yang memadai. Hal ini tercermin dari
masih terbatasnya ketersediaan instrumen keuangan, baik dari sisi keragaman dan
jangka waktu. Di sisi lain, kepemilikan asing di pasar keuangan sepert SBN tercatat
meningkat dua kali lipat dalam kurun waktu lima tahun terakhir.
Tingginya kepemilikan asing pada pasar keuangan yang masih dangkal kemudian
menyebabkan risiko volatIlitas harga ketIka terjadi pembalikan arus modal.
Sementara itu, pembiayaan eksternal terutama ULN swasta cenderung meningkat
dengan komposisi yang lebih besar dibandingkan dengan ULN sektor publik.
Peningkatan jumlah ULN swasta yang pesat ini dilatarbelakangi oleh
tngginya kebutuhan dana pelaku usaha domestk untuk menopang aktvitas
usahanya. Di sisi lain, dana di pasar global tersedia dalam jumlah melimpah
dengan suku bunga yang relatf rendah. Dalam kurun waktu lima tahun terakhir,
jumlah ULN sektor swasta meningkat hamper tIga kali lipat. Peningkatan ini
kemudian memunculkan
beberapa risiko, yaitu risiko nilai tukar, risiko likuiditas, dan risiko beban utang yang
berlebihan (overleverage).
Risiko nilai tukar cukup tInggi karena sebagian besar ULN digunakan untuk
membiayai kegiatan usaha yang berorientasi domestk yang memiliki pendapatan
rupiah.
Risiko nilai tukar juga semakin tnggi karena minimnya penggunaan instrumen
lindung nilai (hedging) di kalangan korporasi.
Kondisi ekonomi global yang kurang menguntungkan dan struktur ekonomi
Indonesia yang masih rentan berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi
Indonesia
pada tahun 2014. Ekonomi Indonesia pada 2014 tumbuh 5,0% lebih rendah
dibandingkan dengan tahun sebelumnya sebesar 5,6% maupun dengan prakiraan
Bank Indonesia pada awal tahun sebesar 5,5-5,9%.
Tidak kondusifnya perkembangan ekonomi global yang mengakibatkan pelemahan
kinerja ekspor merupakan sumber utama rendahnya realisasi pertumbuhan
ekonomi
pada 2014. Selain itu, adanya kendala dalam penerapan UU Minerba (Mineral dan
Batu bara) yang menyebabkan terhentnya ekspor mineral tambang pada paruh
pertama
2014 semakin memperlemah kinerja ekspor. Kondisi ini berpengaruh terhadap
permintaan domestk terutama pada kinerja investasi nonbangunan dan pendapatan
masyarakat di wilayah penghasil tambang.
Pada sisi sektoral, kontributor utama pertumbuhan ekonomi yaitu sektor industri
pengolahan, perdagangan hotel dan restoran (PHR), serta pengangkutan dan
komunikasi. Tetap tingginya pertumbuhan PDB ditopang oleh kinerja sektor
penghasil barang1 dan sektor penghasil jasa. Sektor penghasil barang tumbuh stabil
didukung
pertumbuhan positif sektor pertanian dan sector industri pengolahan yang mampu
mengompensasi pertumbuhan rendah di sektor pertambangan.
Sektor pertanian tumbuh meningkat didukung oleh produksi padi di subsektor
tanaman bahan makanan dan produksi kelapa sawit di subsektor perkebunan.
Pertumbuhan sektor industri sejalan dengan laju permintaan domestik, seperti
tercermin pada aktivitas produksi subsektor makanan dan minuman, alat angkut,
semen, dan kimia.
Sedangkan rendahnya pertumbuhan di sektor pertambangan terutama disebabkan
oleh berlanjutnya kontraksi di subsector migas.
Pada sektor penghasil jasa, sektor PHR masih mencatat pertumbuhan yang tinggi,
meskipun lebih rendah dari tahun sebelumnya sejalan dengan arus perdagangan
domestik dan eksternal.
Sementara itu, pertumbuhan sektor pengangkutan dan komunikasi masih tinggi
ditopang kinerja subsektor angkutan jalan, jasa angkutan dan komunikasi. Sektor
keuangan persewaan dan jasa tumbuh meningkat ditopang oleh kinerja subsektor
bank dan lembaga keuangan nonbank yang tumbuh positif
2015 Pertumbuhan ekonomi global yang lebih rendah dibandingkan tahun sebelumnya
memberikan dampak kurang menguntungkan bagi perekonomian domestk.
Pada tahun 2015, pemulihan ekonomi negara advanced economies cenderung
terbatas. Sementara itu, pertumbuhan ekonomi negara-negara emerging markets
(EM), yang merupakan sumber utama pertumbuhan ekonomi global, cenderung
melambat. Salah satu motor ekonomi dunia yang juga mitra dagang utama
Indonesia, yaitu Tiongkok, terus menunjukkan perlambatan ekonomi.
Masih lemahnya pertumbuhan ekonomi global tersebut mendorong berlanjutnya
penurunan harga komoditas. Situasi global yang kurang kondusif ini berimbas negatf
pada kinerja ekonomi domestk, tercermin dari kontraksi ekspor. Dengan
perekonomian yang masih banyak mengandalkan komoditas Sumber Daya Alam
(SDA), penurunan harga komoditas memicu penurunan terms of trade dan kegiatan
ekonomi domestk secara keseluruhan.
Pertumbuhan ekonomi pada tahun 2015 tercatat 4,8%, melambat jika dibandingkan
dengan pertumbuhan ekonomi tahun sebelumnya sebesar 5,0%. Namun indikasi
pemulihan mulai terlihat di paruh kedua 2015. Perlambatan yang cukup dalam
terjadi pada Semester I 2015, dan kemudian berangsur membaik pada Semester II
2015 (Tabel 3.1). Pada paruh pertama, permintaan domestk baik konsumsi maupun
investasi menurun cukup signifkan sejalan dengan penurunan ekspor. Penurunan
konsumsi swasta pada periode tersebut turut dipengaruhi oleh base-effect Pemilu
2014 yang mendorong kontraksi konsumsi Lembaga Non Proft Rumah Tangga
(LNPRT).
Meski minat investasi swasta pada 2015 masih lemah, pemulihan ekonomi di paruh
kedua mampu mendorong optmisme terhadap perekonomian ke depan. Setelah
mengalami tren perlambatan sampai dengan paruh pertama 2015, investasi mulai
menunjukkan perbaikan terutama investasi bangunan yang bersumber dari
pemerintah. Sementara itu, investasi nonbangunan yang dilakukan oleh sektor
swasta masih tumbuh terbatas.
Penurunan pendapatan terkait melemahnya permintaan baik dari ekspor maupun
domestk, yang dibarengi dengan tekanan nilai tukar rupiah telah memicu potensi
risiko
korporasi melalui penurunan kinerja keuangan. Risiko yang meningkat terutama
terjadi pada korporasi dengan kandungan impor tinggi namun berorientasi
domestik dan
korporasi dengan beban utang luar negeri yang tinggi.
Kondisi tersebut pada gilirannya menurunkan keyakinan pelaku ekonomi dan
mendorong perlambatan investasi sampai dengan triwulan III 2015. Penurunan
investasi nonbangunan yang semula dipicu dari sektor primer mulai merambat pada
lapangan usaha lainnya di sektor sekunder dan tersier (Grafk 3.7). Meski demikian,
pada triwulan terakhir 2015, perbaikan ekonomi yang bersumber dari

You might also like