You are on page 1of 14

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb.


Dengan memanjatkan piji syukur kehadirat Allah SWT yang senantiasa melimpahkan
rahmat dan hidayah – Nya kepada kita sekalian, sehingga dalam kehidupan kita dapat berkarya
serta melaksanakan tugas dan kewajiban di bidang masing – masing. Semoga kita semua selalu
mendapat petunjuk dan perlindungan – Nya sepanjang masa. Dan dalam pada itu dengan izin –
Nya, Alhamdulillah niat dan tekad penyusun untuk menyelesaikan penyusunan “Makalah
Emergensi Respiratori Pada Bencana Alam” dapat tersusun dengan baik.
Makalah ini di susun dengan bahasa yang sederhana berdasarkan berbagai literatur
tertentu dengan tujuan untuk mempermudah pemahaman mengenai teori yang di bahas. Kendati
demikian, tak ada gading yang tak retak. Penyusun menyadari bahwa dalam makalah ini terdapat
kekurangan dan kelemahan, oleh karena itu penyusun terbuka dengan senang hati menerima
kritik dan saran yang konstruktif dari semua pihak demi perbaikan dan penyempurnaan makalah
ini.
Akhirnya, penyusun berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi
semua pihak dan sumbangsih untuk kemajuan perkembangan Anatomi Dan Fisiologi.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Medan, September 2017

Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Sehubungan dengan seringnya terjadi bencana alam di Negara kita sangat penting
rasanya untuk kita mempelajari betapa pentingnya untuk mengetahui dampak dari bencana alam
terutama terhadam kesehatan kita. Dengan semakin meningkatnya angka kematian baik karena
saat terjadinya bencana alam maupun akibat yang ditimbulkan setelah bencana alam itu sendiri.
System respirasi merupakan bagian yang vital pada manusia , sehingga jika terjadinya
gangguan pada system respirasi itu sendiri maka bias menyebabkan kematian. Bencana alam
dapat menyebabkan gangguan pada system respirasi secara langsung namun terkadang kita
sering untuk tidak menghiraukannya , akibat nya terjadilah peningkatan mortalitas dan
morbiditas pada korban bencana alam.
Oleh karena itu muncullah keinginan penulis untuk membahas lebih lanjut tentang
bagaimana dampak dari bencana alam menyebabkan kegawatdaruratan pada system respirasi.
Untuk itu penulis ingin membahas tentang beberapa bencana alam yang sering terjadi dinegara
kita dan bagaimana dampaknya terhadam system respirasi .

B. RUMUSAN MASALAH
Dalam mempelajari sistem pernapasan ada beberapa hal yang perlu dipahami dan dimengerti.
Beberapa hal tersebut yakni
1. Apa yang dimaksud dengan system pernapasan
2. Bagaimana anatomi dan fisiologi system pernapasan
3. Apa yang dimaksud dengan bencana alam
4. Beberapa bencana alam yang sering terjadi
5. Bagaimana bencana alam dapat mnyebabkan gangguan system pernapasan

C. TUJUAN DAN MANFAAT


Adapun beberapa tujuan dan manfaat yang diperoleh dalam mempelajari emergensi respiratori
pada bencana alam adalah :
1. Memahami anatomis dan fisiologis sitem pernapasan
2. Mengetahui dampak secara langsung bencana alam terhadap pernapasan manusia
3. Mengetahui bagaimanapencegahan dan penatalaksaan kegawat daruratan pada bencana
alam

BAB II
PEMBAHASAN

Anatomi dan Fisiologi Sistem Pernapasan


Pernafasan juga merupakan peristiwa menghirup udara dari luar yang mengandung O2
dan mengeluarkan Co2 sebagai sisa dari oksidasi dari tubuh. Penghisapan udara ke dalam tubuh
disebut proses inspirasi dan menghembuskan udara keluar tubuh disebut proses ekspirasi.
Manusia membutuhkan suplay oksigen secara terus-menerus untuk proses respirasi sel, dan
membuang kelebihan karbondioksida sebagai limbah beracun produk dari proses tersebut.
Pertukaran gas antara oksigen dengan karbondioksida dilakukan agar proses respirasi sel terus
berlangsung. Oksigen yang dibutuhkan untuk proses respirasi sel ini berasal dari atmosfer, yang
menyediakan kandungan gas oksigen sebanyak 21% dari seluruh gas yang ada. Oksigen masuk
kedalam tubuh melalui perantaraan alat pernapasan dan pada manusia disebut alveolus yang
terdapat di paru-paru berfungsi sebagai permukaan untuk tempat pertukaran gas
Saluran pernafasan dari atas kebawah dapat dirinci sebagai berikut : Rongga hidung,
faring, laring, trakea, percabangan bronkus, paru-paru (bronkiolus, alveolus). Saluran nafas
bagian atas adalah rongga hidung, faring dan laring dan saluran nafas bagian bawah adalah
trachea, bronchi, bronchioli dan percabangannya sampai alveoli. Area konduksi adalah
sepanjang saluran nafas berakhir sampai bronchioli terminalis, tempat lewatnya udara
pernapasan, membersihkan, melembabkan & menyamakan udara dengan suhu tubuh hidung,
faring, trakhea, bronkus, bronkiolus terminalis. Area fungsional atau respirasi adalah mulai
bronchioli respiratory sampai alveoli, proses pertukaran udara dengan darah.
1. Hidung
Hidung adalah organ indra penciuman. Ujung saraf yang mendeteksi penciuman berada
di atap (langit-langit) hidung di area lempeng kribriformis tulang etmoid dan konka superior.
Ujung saraf ini distimulasi oleh bau di udara. Impuls saraf dihantarkan oleh saraf olfaktorius ke
otak di mana sensasi bau dipersepsikan. Ketika masuk dihidung, udara disaring, dihangatkan,
dan dilembabkan. Hal ini dilakukan oleh sel epitel yang memiliki lapisan mukus sekresi sel
goblet dan kelenjar mukosa. Lalu gerakan silia mendorong lapisan mukus ke posterior didalam
rongga hidung dan ke superior saluran pernapasan bagian bawah menuju faring. Nares anterior
adalah saluransaluran didalam lubang hidung. Saluran-saluran ini bermuara kedalam bagian yang
dikenal sebagai vestibulum hidung. Rongga hidung dilapisi selaput lendir yang sangat kaya akan
pembuluh darah, dan bersambung dengan lapisan farink dan selaput. Pada proses pernafasan
secara khusus rongga hidung berfungsi antara lain :
- Bekerja sebagai saluran udara pernafasan
- Sebagai penyaring udara pernafasan yang dilakukan oleh bulu-bulu hidung.
- Dapat menghangatkan udara pernafasan oleh mukosa
- Membunuh kuman-kuman yang masuk, bersama-sama udara pernafasan oleh leukosit
yang terdapat dalam selaput lendir atau hidung.
Pada bagian belakang rongga hidung terdapat ruangan yang disebut nasopharing dengan
rongga hidung berhubungan dengan :
a. Sinus paranasalis, yaitu rongga-rongga pada tulang kranial, yang berhubungan dengan
rongga hidung melalui ostium (lubang). Dan terdapat beberapa sinus paranasalis, sinus
maksilaris dan sinus ethmoidalis yang dekat dengan permukaan dan sinus sphenoidalis
dan sinus ethmoidalis yang terletak lebih dalam.
b. Duktus nasolacrimalis, yang meyalurkan air mata kedalam hidung
c. Tuba eustachius, yang berhubungan dengan ruang telinga bagian tengah.
Jika terjadi influenza atau hidung buntu, maka kemungkinan adalah tertutupnya lubang-
lubang tersebut (sinus paranasalis, duktus nasolacrimalis, tuba eustachius), sehingga dapat
menimbulkan penumpukan cairan dan terjadi radang didalam sinus paranasalis dan ruang telinga
tengah akibatnya bisa terjadi sinusitis, otitis media, keluar air mata, karena duktus nasolacrimalis
buntu. Karena itu pada hidung buntu perlu diberi obat-obatan tetes hidung untuk mengurangi
kemungkinan tertutupnya lubang-lubang tersebut diatas.
2. Faring
Faring adalah pipa berotot yang berjalan dari dasar tengkorak sampai persambungannya
dengan oesofagus pada ketinggian tulang rawan krikoid. Bila terjadi radang disebut pharyngitis.
saluran faring rnemiliki panjang 12-14 cm dan memanjang dari dasar tengkorak hingga vertebra
servikalis ke-6. Faring berada di belakang hidung, mulut, dan laring serta lebih lebar di bagian
atasnya. Dari sini partikel halus akan ditelan atau di batukkan keluar. Udara yang telah sampai ke
faring telah diatur kelembapannya sehingga hampir bebas debu, bersuhu mendekati suhu tubuh.
Lalu mengalir ke kotak suara (Laring).
Beberapa fungsi faring:
a. Saluran nafas dan makanan, faring adalah organ yang terlibat dalam sistem pencernaan dan
pernapasan: udara masuk melalui bagian nasal dan oral, sedangkan makanan melalui bagian
oral dan laring.
b. Penghangat dan pelembab, dengan cara yang sama seperti hidung, udara dihangatkan dan
dilembapkan saat masuk ke faring
c. Fungsi bahasa, fungsi faring dalam bahasa adalah dengan bekerja sebagai bilik resonansi
untuk suara yang naik dari laring, faring (bersama sinus) membantu memberikan suara yang
khas pada tiap individu
d. Fungsi Pengecap, terdapat ujung saraf olfaktorius dari indra pengecap di epitelium oral dan
bagian faringeal.
e. Fungsi Pendengaran, saluran auditori (pendengaran), memanjang dari nasofaring pada tiap
telinga tengah, memungkinkan udara masuk ke telinga tengah. Pendengaran yang jelas
bergantung pada adanya udara di tekanan atmosfer pada tiap sisi membran timpani.
f. Fungsi Perlindungan, Jaringan limfatik faring dan tonsil laring menghasilkan antibodi dalam
berespon terhadap antigen, misal mikroba. Tonsil berukuran lebih besar pada anak dan
cenderung mengalami atrofi pada orang dewasa.
Faring terbagi menjadi 3 bagian yaitu nasofaring, orofaring dan laringofaring.
a. Nasofaring Bagian nasal faring terletak di belakang hidung dan di atas palatum molle.
Pada dinding lateral, terdapat dua saluran auditori, tiap saluran mengarah ke masing-
masing bagian tengah telinga. Pada dinding posterior, terdapat tonsil faringeal (adenoid),
yang terdiri atas jaringan limfoid.
b. Orofaring Bagian oral faring terletak di belakang mulut, memanjang dari bagian bawah
palatum molle hingga bagian vertebra servikalis ke-3. Dinding lateral bersatu dengan
palatum molle untuk membentuk lipatan di tiap sisi.
c. Laringofaring Bagian laringeal faring memanjang dari atas orofaring dan berlanjut ke
bawah esofagus, yakni dari vertebra servikalis ke-3 hingga 6. Mengelilingi mulut
esophagus dan laring, yang merupakan gerbang untuk system respiratorik selanjutnya.
Suplay darah pada faring kebutuhan darah pada faring disuplai oleh beberapa cabang dari
arteri wajah. Aliran balik vena menuju vena fasialis dan jugularis interna. Faring dipersarafi oleh
pleksus faringeal yang dibentuk oleh saraf vagus dan glosofaringeal (parasimpatik) serta ganglia
servikalis superior (simpatik). Faring dilapisi oleh tiga jaringan yaitu membran mukosa, jaringan
fibrosa, dan otot polos.
3. Laring
Terdiri dari rangkaian cincin tulang rawan yang dihubungkan oleh otot-otot yang
mengandung pita suara, selain fonasi laring juga berfungsi sebagai pelindung. Laring berperan
untuk pembentukan suara dan untuk melindungi jalan nafas terhadap masuknya makanan dan
cairan. Laring dapat tersumbat, antara lain oleh benda asing (gumpalan makanan), infeksi
(misalnya difteri) dan tumor. pada waktu menelan, gerakan laring keatas, penutupan glotis
(pemisah saluran pernapasan bagian atas dan bagian bawah) seperti pintu epiglotis yang
berbentuk pintu masuk. Jika benda asing masuk melampaui glotis batuk yang dimiliki laring
akan menghalau benda dan sekret keluar dari pernapasan bagian bawah.
Fungsi Laring
a. Produksi suara, Suara memiliki nada, volume, dan resonansi. Nada suara bergantung
pada panjang dan kerapatan pita suara.
b. Berbicara, berbicara terjadi saat ekspirasi ketika suara yang dihasilkan oleh pita suara
dimanipulasi oleh lidah, pipi, dan bibir.
c. Pelindung saluran napas bawah, saat menelan, laring bergerak ke atas, menyumbat
saluran faring sehingga engsel epiglotis menutup faring. Hal ini menyebabkan makanan
tidak melalui esofagus dan saluran napas bawah.
d. Jalan masuk udara, bahwa Laring berfungsi sebagai penghubung jalan napas antara faring
dan trakea.
e. Pelembap, penyaring, dan penghangat, dimana proses ini berlanjut saat udara yang
diinspirasi berjalan melalui laring
4. Trakea
Trakea, merupakan lanjutan dari laring yang dibentuk oleh 16 sampai 20 cincin kartilago
yang terdiri dari tulang-tulang rawan yang terbentuk seperti C. Trakea dilapisi oleh selaput lendir
yang terdiri atas epitilium bersilia dan sel cangkir. Trakea hanya merupakan suatu pipa
penghubung ke bronkus. Dimana bentuknya seperti sebuah pohon oleh karena itu disebut pohon
trakeobronkial. tempat trakea bercabang menjadi bronkus di sebut karina. di karina menjadi
bronkus primer kiri dan kanan, di mana tiap bronkus menuju ke tiap paru (kiri dan kanan),
Karina memiliki banyak saraf dan dapat menyebabkan bronkospasme dan batuk berat jika
dirangsang.
Fungsi trakea :
a. Penunjang dan menjaga kepatenan, Susunan jaringan kartilago dan elastik menjaga
kepatenan jalan napas dan mencegah obstruksi jalan napas saat kepala dan leher
digerakkan.
b. Eskalator mukosiliaris, Eskalator mukosiliaris adalah keselarasan frekuensi gerakan silia
membran mukosa yang teratur yang membawa mukus dengan partikel yang melekat
padanya ke atas laring di mana partikel ini akan ditelan atau dibatukkan
c. Refleks batuk, Ujung saraf di laring, trakea, dan bronkus peka terhadap iritasi sehingga
membangkitkan impuls saraf yang dihantarkan oleh saraf vagus ke pusat pernapasan di
batang otak.
d. Penghangat, pelembap, dan penyaring, Fungsi ini merupakan kelanjutan dari hidung,
walaupun normalnya, udara sudah jernih saat mencapai trakea
5. Percabangan Bronkus
Bronkus, merupakan percabangan trachea. Setiap bronkus primer bercabang 9 sampai 12
kali untuk membentuk bronki sekunder dan tersier dengan diameter yang semakin kecil. Struktur
mendasar dari paru-paru adalah percabangan bronchial yang selanjutnya secara berurutan adalah
bronki, bronkiolus, bronkiolus terminalis, bronkiolus respiratorik, duktus alveolar, dan alveoli.
Dibagian bronkus masih disebut pernafasan extrapulmonar dan sampai memasuki paru-paru
disebut intrapulmonar.
6. Paru-paru
Paru-paru berada dalam rongga torak, yang terkandung dalam susunan tulang-tulang iga dan
letaknya disisi kiri dan kanan mediastinum yaitu struktur blok padat yang berada dibelakang
tulang dada. Paru-paru menutupi jantung, arteri dan vena besar, esofagus dan trakea. Paru-paru
berbentuk seperti spons dan berisi udara dengan pembagaian ruang sebagai berikut :
a. Paru kanan, memiliki tiga lobus yaitu superior, medius dan inferior.
b. paru kiri berukuran lebih kecil dari paru kanan yang terdiri dari dua lobus yaitu lobus
superior dan inferior
Tiap lobus dibungkus oleh jaringan elastik yang mengandung pembuluh limfe, arteriola,
venula, bronchial venula, ductus alveolar, sakkus alveolar dan alveoli. Diperkirakan bahwa
setiap paru-paru mengandung 150 juta alveoli, sehingga mempunyai permukaan yang cukup luas
untuk tempat permukaan/pertukaran gas.

Bencana Alam
Bencana alam adalah suatu peristiwa alam yang mengakibatkan dampak besar bagi populasi
manusia. Peristiwa alam dapat berupa banjir, letusan gunung berapi, gempa bumi, tsunami, tanah
longsor, badai salju,dll. Bencana alam memberikan efek yang sangat besar untuk terjadinya
mottaliti dan morbidity. Berbagai gangguan kesehatan pada korban bencana alam dapat dilihat
dari berbagai factor. Angka kematian juga disumbangkan tertinggi untuk korban bencana alam
yaitu disebabkan oleh gangguan pada saluran nafas yang bias dipengaruhi oleh beberapa factor
Bencana alam dikaitkan dengan banyak kematian dan morbiditas. Penelitian baru
dipublikasikan di tahun 2011 telah menyoroti sejumlah besar penyakit paru-paru akibat dari
bencana alam. Gunung berapi dan badai diketahui dapat meningkatkan partikel berbahaya
seperti abu vulkanik dan gas beracun di Indonesia.
Udara, tidak hanya pada saat kejadian bencana tapi juga untuk waktu yang lama setelahnya.
Namun, bencana seperti Tsunami dan banjir juga berperan dalam menyebabkan sejumlah besar
penyakit pernafasan, secara langsung maupun tidak langsung. Bencana seperti gempa
menyebabkan luka pada bagian toraks. Orang dengan penyakit yang sudah ada seperti PPOK
lebih terpengaruh, namun subjek yang sehat juga dapat mengalami gejala akut seperti
bronkospasme dan hemoptisis. Penyakit menular, baik yang umum seperti influenza dan yang
langka seperti Nocardia, terjadi dengan frekuensi yang meningkat. Patologi pernapasan sering
diabaikan dalam protokol triase. Namun, perawatan yang tepat untuk penyakit pernafasan dapat
secara signifikan menurunkan angka kematian.
Bencana alam seperti gempa bumi, badai dan letusan gunung berapi dapat menyebabkan
kerusakan yang berbeda pada sistem tubuh dengan berbagai cara. Masalah paru adalah penyebab
utama morbiditas dan mortalitas akibat bencana alam. Sebuah tinjauan baru yang komprehensif
yang dipublikasikan baru-baru ini menunjukkan demikian. Gangguan pernapasan ternyata
menjadi penyebab utama kematian di berbagai bencana alam seperti kebakaran hutan dan letusan
gunung berapi yang melepaskan sejumlah besar partikel berbahaya yang tersuspensi di udara.
Bahkan di sisi lain Kasus seperti banjir dan tsunami, kelainan paru-paru secara signifikan hadir
pada sejumlah besar korban.
Sementara orang dengan kondisi kronis seperti COPD dan bronkiektasis dipengaruhi oleh
bencan alam , bahkan sistem pernafasan subjek dengan kelainan paru yang tidak ada keluhan
sebelumnya juga ditemukan terpengaruh oleh kejadian ini. Banyaknya kasus cedera toraks
menambah masalah respirasi di Indonesia situasi seperti gempa bumi dan tanah longsor.
Namun, sementara kehilangan darah, cedera kepala dan penyakit bawaan air seperti kolera
dianggap penting Selama upaya penyelamatan, cedera paru atau kompromi pernafasan
seringkali terbengkalai dalam protokol triase.
Namun penyertaan penyakit pernafasan pada algoritma pengobatan dapat menyebabkan
penurunan yang signifikan kematian dan morbiditas

Letusan gunung berapi


Dalam letusan gunung berapi, kita mengalami asap: belerang dioksida dan gas lain dilepaskan
dari gunung berapi

Tabel 1: Tabel yang menunjukkan masalah paru-paru pada berbagai bencana alam
Bencana Alam Masalah Paru
Kebakaran Hutan CO; SO2; Inhalasi Abu
Banjir Inhalasi Spora jamur, influenza,penyakit
menular ditempat penampungan
tsunami Aspirasi air tsunami
Badai / badai gurun Pneumonitis, dan hypersensitivity
Gempa Cedera gempa, inhalasi debu
Gunung berapi SO2 inhalasi, inhalasi debu
Runtuhnya rumah tua dan gua Infeksi jamur dan alergi

Produk reaksi dengan unsur atmosfer. Sejauh ini,unsure yang paling berbahaya adalah
senyawa belerang dan juga abu vulkanik yang berada di udara untuk waktu yang lama. Keadaan
ini dimana Partikel cukup kecil untuk masuk saluran pernapasan bawah. Juga, sebagian besar
Partikel ini bersifat asam, yang bisa langsung mengiritasi mukosa. Dengan demikian ada
penyakit paru kronis seperti COPD dan asma dapat diperberat juga dan juga, senyawa sulfur
dapat mengganggu sistem kekebalan tubuh lokal paru. Orang yang tinggal di dekat gunung
berapi Bisa hadir dengan keadaan darurat pernafasan akut seperti dyspnea dan hemoptisis. Studi
postmortem tentang korban yang meninggal akibat letusan gunung berapi pada tahun 1982
adalah delapan puluh persen meninggal akibat asfiksia dan obstruksi bronchial setelah inhalasi
abu.
Gejala dari inhalasi abu vulkanik tergantung pada pada sejumlah faktor, termasuk
konsentrasi total udara partikel tersuspensi, proporsi partikel yang dapat dihirup di abu (kurang
dari 10 mikron diameter), frekuensi dan durasi paparan, adanya silika kristalin bebas dangas
vulkanik atau aerosol dicampur dengan abu, meteoro logi kondisi, dan faktor inang (kondisi
kesehatan yang ada dan kecenderungan orang-orang yang terkena masalah pernapasan),dan
penggunaan alat pelindung pernafasan.
Sekarang, sebuah istilah baru yang disebut Pneumono ultra microscopic silico volcano
coniosis telah diciptakan untuk menggambarkan masalah paru-paru dalam letusan gunung
berapi. Ini diperpendek sebagai P45. Ini sekarang menjadi kata terpanjang dalam Kamus Bahasa
Inggris.
Masker wajah khusus harus dipakai oleh orang-orang yang dekat dengan gunung berapi
yang aktif. Jika masker khusus tidak tersedia, masker kain dapat digunakan dari saputangan,
kain, atau pakaian akan menyaring keluar partikel abu yang lebih besar yang dapat menyebabkan
iritasi tenggorokan daniritasi mata. Membasahi kain dengan air akan mningkatkan efektivitasnya
Tsunami terkenal karena penyakit yang ditularkan melalui air seperti kolera dan luka parah.
Tapi, setelah Tsunami 2004 di Asia, Dokter menemukan banyak nya angka kejadian penyakit
paru. Pada saat tsunami orang tersapu oleh gelombang tsunami sehingga bnyak yang terhirup air
garam yang terkontaminasi , lumpur dan bakteri . Itu mengakibat kan infeksi seperti pneumonia
biasanya diobati dengan antibiotik. Berbagai kombinasi dari mikroba pada paru akibat tsunami
mungkin berkontribusi sesuai dengan pernyataan yang diterbitkan pada 4 april 2005 lalu The
Medical Journal of Australia, AnthonyAllworth, direktur penyakit menular di Royal Brisbane
menggambarkan pembiakan Burkholderia pseudomallei dari dua pasien paru-paru tsunami
berbasis darat dan spesies Nocardia dari sepertiga kasus.
Diagnosis paru-paru tsunami didasarkan pada rontgen dada ditambah dengan menghitung
pemindaian tomografi otak untuk didokumentasikan untuk melihat terjadinya abses otak. Sebuah
laporan kasus yang dipublikasikan Juni 2005 lalu dijelaskan Pengobatan antibiotik berhasil
dilakukan pada seorang gadis berusia 17 tahun yang mengalami gangguan bicara dan lumpuh
karena terjadinyabases otak.

Badai gurun
Pada tahun 1992, di Arab Saudi, melaporkan penemuan baru badan klinis, pneumonitis
akibat badai atau Penyakit Eskan. Ini adalah hal yang akut yang berhubungan dengan gurun.
Penyakit saat campuran pasir yang halus dan Kotoran merpati memicu kondisi paru-paru yang
hiperergik. Partikel partikel kurang dari 1 mikron (0,1 mikron sampai 0,25 mikron) dengan
diameter hadir dalam jumlah besar di pasir arab Saudi dan bersifat patogen, menyebabkan
hipergiak.
Ini juga merupakan bagian dari sindrom Perang Teluk, yang terkenal di Indonesia . Tentara
Amerika Juga, tinggal luas di padang pasir atau di tempat yang dapat menyebabkan infeksi
mikoplasma dan dan ganguan sistemik.

Banjir
Banjir juga diperhatikan untuk beberapa masalah paru-paru. Genangan air yang tersisa
dari banjir adalah tempat berkembang biak mikroorganisme. Bakteri, virus, dan jamur bisa
menjadi udara dan terhirup, membuat orang berisiko terkena paru-paru penyakit. Juga,
menghirup air ke paru - paru oleh korban dilokasi banjir bisa menjadi rute infeksi alveoli.
Bahkan Setelah air surut, kontaminan, bakteri, virus, dan keadaan yang tertinggal menimbulkan
risiko bagi mereka yang sudah ada penyakit paru-paru sebelumnya. Paparan mikroorganisme dan
racun ini dapat meningkatkan risiko terkena penyakit paru. Sebagai tambahan, waktu yang
dihabiskan di tempat penampungan pada kelompok besar dapat meningkatkan risiko penyebaran
penyakit menular, seperti influenza, pneumonia, dan tuberculosis.
Setelah keadaan darurat, kontaminasi dan mikroorganisme ini mungkin terjadi Dihirup
saat melakukan pembersihan, yang juga menambah komplikasi dari penyakit paru-paru . Usaha
pembersihan perlu melindungi Masalah Paru pada Bencana Lingkungan pekerja dan penghuni
dari paparan partikel udara dan gas. Tingkat kelembaban jangka panjang yang tinggi dapat
mendorong pertumbuhan tungau debu, yang bisa menyebabkan asma dan memicu alergi reaksi
dan serangan asma.
Kebakaran Hutan
Komposisi asap api:
 Produk pembakaran berbeda dengan bahan pembakaran dan sulit diprediksi.
 Di dalam ruang tertutup, oksigen cepat dikonsumsi menyebabkan sesak napas orang yang
terperangkap.
 Karbon monoksida biasanya diproduksi dan digabungkan dengan hemoglobin, juga
menyebabkan asfiksia. Gejala termasuk sesak napas sesekali, kebingungan,dan dada
berat.
 Sulfur dioxide (SO2) adalah gas tajam yang sangat Mengiritasi paru-paru dan bisa
menyebabkan penyempitan saluran udara (bronchoconstriction)dan bahkan kerusakan
kimia pada paru
 Nitrogen dioksida (NO2) kadang-kadang dilepaskan dalam api dan bisa menyebabkan
kerusakan kimia pada paru-paru.
 Ozon (O3) dapat menyebabkan iritasi saluran pernapasan dan hidung.
 Sianida dapat diproduksi dengan pembakaran, khususnya plastik (ditinggalkan oleh
wisatawan di hutan). Ini menyebabkan sesak napas dan bisa dicurigai adanya peningkatan
Tingkat laktat pada pasien yang dibawa ke rumah sakit.
 Partikulat materi (PM) dapat dilepaskan dengan beberapa partikel yang ukurannya cukup
kecil (<10 mikron) untuk menembus jauh ke dalam paru dan menyebabkan kerusakan.
Bergantung pada jarak dari api, kualitas udara standar mungkin terlampaui oleh asap dari
kebakaran hutan. Sebagai mekanisme penghilangan atmosfer untuk partikel halus bekerja
perlahan, partikel halus memiliki waktu tinggal yang lama (sampai minggu),dan mengangkut
jarak. Penghapusan partikel halus keluar dari atmosfer terutama oleh curah hujan. Jadi dalam
kebakaran hutan, orang-orang yang tinggal di dekatnya cukup besar risiko. Paparan di luar
ruangan harus diminimalkan dan orang-orang dengan Penyakit paru kronis sebaiknya
dipindahkan ke daerah yang baru untk saat itu.
Pada tahun 1997 kebakaran hutan di Indonesia menyebabkan lebih dari 500 kematian terkait
lingkungan dalam kurun waktu tiga bulan, dengan sekitar 300.000 episode asma, 50.000 kasus
bronkitis, dan 1,5 juta infeksi pernafasan dilaporkan selama ini.
Gempa
Gempa bumi penting terutama karena luka yang mereka timbulkan. Spektrum luka yang
terlihat pada orang dengan trauma dada termasuk fraktur tulang rusuk (17-50%); kolaps paru (6-
52%), dan perdarahan serius ke rongga dada (11-19%) .Tetapi semen debu dari bangunan yang
pecah dan spora jamur dilepaskan di udara Dengan reruntuhan, terutama selama usaha perbaikan
bisa menimbulkan berbagai penyakit. Coccidioidomycosis adalah infeksi jamur dengan baik
penyakit pulmonal maupun ekstra pulmonal pada tahun 1994 Gempa Northridge di California.

Hut paru Ini adalah jenis penyakit paru-paru dengan inhalasi partikel. Ini terjadi pada orang
yang tinggal di rumah / gua yang sangat tua dan juga oleh pembakaran bahan bakar biomassa
Hal ini menyebabkan bronkitis kronis dan akhirnya bisa menyebabkan fibrosis paru dan cor
pulmonale. Dampak psikologis dari bencana ini juga bisa terjadi ke kompromi pernapasan
sekunder (misalnya Eksaserbasi asma akibat episode emosional).

Pencegahan
 persiapan menyediakan peralatan perawatan pernapasan seperti nebulizer dan masker
wajah (gambar dalam alat tanggap darurat
 x ray dada secara dini
 Pemeriksaan rongga bukal dan hidung untuk lumpur, air dll.
 Relokasi orang yang rentan seperti pasien PPOK
.

You might also like