You are on page 1of 54

SKENARIO 1

Mata Merah

Seorang anak laki-laki berusia 8 tahun datang ke poliklinik diantar ibunya dengan keluhan kedua
mata merah sejak 2 hari yang lalu setelah bermain sepak bola. Keluhan disertai dengan keluar
banyak air mata dan gatal. Penglihatan tidak mengalami gangguan. Pasien pernah menderita
penyakit seperti ini 6 bulan yang lalu.

Pada pemeriksaan oftalmologis :

VOD : 6/6, VOS: 6/6

Segmen Anterior ODS : palpebral edema (-), lakrimasi (+), konjungtiva tarsalis superior : giant
pupil (+) (cobble stone appearance), konjungtiva bulbi : injeksi konjungtiva (+), Limbus kornea :
infiltrate (+)

Lain-lain tidak ada kelainan

Paien sudah mencoba mengobati dengan obat warung tapi tidak ada perubahan.

Setelah mendapatkan terapi pasien diminta untuk kontrol rutin dan menjaga serta memelihara
kesehatan mata sesuai tuntunan ajaran islam.

1
KATA SULIT

1. Giant Papil : papil dengan diameter lebih dari 1mm


2. Lakrimasi : sekresi dan pengeluaran air mata
3. VOD : Ketajaman penglihatan mata sebelah kanan(Visus Oculi
Dextra)
4. VOS : Ketajaman penglihatan mata sebelah kiri (Visus Oculi
Sinistra)
5. Injeksi Konjungtiva : Melebarnya pembuluh darah a. konjungtiva
posterior
6. Limbus Kornea : batas antara kornea dan sklera

PERTANYAAN

1. Apa penyebab ttimbulnya Infiltrat?


2. Apakah penyakit dalam scenario itu menular?
3. Mengapa terjadi lakrimasi dan injeksi konjungtiva?
4. Mengapa kedua mata merah dan gatal?
5. Mengapa tidak sembuh setelah diberi obat? Apa diagnosisnya?
6. Apakah ada hubungan penyakit 6 bulan lalu dengan yang sekarang?
7. Mengapa penglihatan pasien tidak terganggu?
8. Apa pemeriksaan penunjang lain utuk menegakkan diagnosis?
9. Bagaimana menjaga kesehatan mata menurut ajaran islam?
10. Apa tatalaksana untuk pasien tersebut?
11. Apa komplikasi dari penyakit tersebut?
12. Apa faktor penyebab dari penyakit tersebut?

JAWABAN

1. Karena diawali dengan infeksi sehingga terjadi akumulasi sel sel radang yang
menyebabkan timbul infiltrate
2. Jika etiologinya bakteri biasanya menular lewat sekretnya
3. Lakrimasi : terjadi untuk kompensasi tubuh karena ada benda asing yang masuk dalam
mata
Injeksi konjungtiva : karena ada vasodilatasi pembuluh darah a. konjungtiva posterior
karena terjadi inflamasi
4. Mata merah karena adanya reaksi inflamasi dan vasodilatasi pembuluh darah a.
konjungtiva posterior dan gatal disebabkan karena reaksi histamine
5. Harusnya diberi kortikosteroid , obat warung hanya untuk menghilangkan mata merah
saja. Dari riwayat bermain sepak bola kemungkinan bisa dikarenakan dari rumput
dilapangan, datang setiap musim, terdapat riwayat alergi, inflasi oleh system imun
sendiri, gatal dan terdapat giant papil merupakan ciri-ciri dari Konjungtivitis Vernal.

2
6. Alergi kambuh kapan saja jika ada faktoe pencetusnya
7. Karena konjungtiva tidak berhubungan dengan media refraksi jadi tidak ada gangguan
penglihatan
8. Mikrobiologi (kultur) dan serologi
9. Berwudhu, istirahatkan mata dan menjaga pandangan
10. Bakteri: antibiotic topical –salep mata : yang sudah menyebar (efeknya lama)
-tetes mata : infeksi ringan

Alergi : kortikosteroid

Virus : antivirus

11. Bakteri yang disebabkan oleh gonococcus bisa merusak jaringan mata dan dapat
menyababkan gangguan penglihatan
12. Bakteri, virus, alergi, jamur

HIPOTESIS

Bakteri, virus, jamur, alergi merupakan faktor penyebab yang menyebabkan mata merah
dan injeksi konjungtiva karena adanya reaksi inflamasi dan vasodilatasi pembuluh darah
a. konjungtiva posterior dan gatal disebabkan karena reaksi histamine , lakrimasi karena
kompensasi tubuh, yang diawali dengan infeksi sehingga terjadi akumulasi sel sel radang
dapat menyebabkan timbulnya infiltrate dan pada pemeriksaan visus , visus normal dan
dapat dilakukan pemeriksa lain seperti pemeriksaan mikrobiologi,serologi. Dari riwayat
bermain sepak bola bisa dikarenakan dari rumput dilapangan, datang setiap musim,
terdapat riwayat alergi, inflamasi oleh system imun sendiri, ada rasa gatal dan terdapat
giant papil dengan kemungkinan diagnosis adalah Konjungtivitis Vernal.

3
SASARAN BELAJAR

LI.1. Menjelaskan dan Memahami tentang Anatomi Mata

LO.1.1.Makroskopis

LO.1.2.Mikroskopis

LI.2.Menjelaskan dan Memahami tentang Fisiologi Penglihatan

LI.3.Menjelaskan dan Memahami Konjungtivitis

LO.3.1.Definisi

LO.3.2.Etiologi

LO.3.3.Klasifikasi

LO.3.4.Patofisiologi

LO.3.5.Manifestasi Klinis

LO.3.6.Diagnosis dan Pemeriksaan

LO.3.7.Diagnosis Banding

LO.3.8.Tatalaksana dan Pencegahan

LO.3.9.Komplikasi

LO.3.10.Prognosis

LI.4.Menjelaskan dan Memahami tentang Memelihara Kesehatan Sesuai dengan Ajaran Islam.

4
LI 1 Memahami dan Menjelaskan tentang Anatomi Mata
LO 1.1 Makroskopis

5
Mata terdiri dari :
1. Suatu lapisan luar keras yang transparan di anterior (kornea) dan opak di posterior (sklera).
Sambungan antara keduanya disebut limbus. Otot-otot ekstraokular melekat pada sklera
sementara saraf optik meninggalkan sklera di posterior melalui lempeng kribiformis.
2. Suatu lapisan kaya pembuluh darah (koroid) melapisi segmen posterior mata dan memberi
nutrisi pada permukaan dalam retina.
3. Korpus siliaris terletak di anterior. Korpus siliaris mengandung otot siliaris polos yang
kontraksinya mengubah bentuk lensa dan memungkinkan fokus mata berubah-ubah. Epitel
siliaris mensekresi aqueous humor dan mempertahankan tekanan okular. Korpus siliaris
merupakan tempat perlekatan iris.
4. Lensa terletak di belakang iris dan disokong oleh serabut-serabut halus (zonula) yang
terbentang di antara lensa dan korpus siliaris.
5. Sudut yang dibentuk oleh iris dan kornea (sudut iridokornea) dilapisi oleh suatu jaringan
sel dan kolagen (jalinan trabekula). Pada sklera di luar jalinan ini, kanal schlemm
mengalirkan aqueous humor dari bilik anterior ke dalam sistem vena, sehingga terjadi
drainase aqueous. Daerah ini dianamakan sudut drainase.
Antara kornea di anterior dan lensa serta iris di posterior terdapat bilik mata anterior. Di antara
iris, lensa, dan korpus siliaris terdapat bilik mata posterior (yang berbeda dari korpus vitreous).
Kedua bilik ini terisi oleh aqueous humor. Di antara lensa retina terletak korpus vitreous.

Di anterior, konjungtiva akan berlanjut dari sklera ke bagian bawah kelopak mata atas dan bawah.
Satu lapis jaringan ikat (kapsul tenon) memisahkan konjungtiva dari sklera dan memanjang ke
belakang sebagai satu penutup di sekitar otot-otot rektus.

6
Orbita

Mata terletak dalam ruang orbita yang memiliki bentuk seperti piramida berisi empat. Pada apeks
posterior terletak kanal optik yang merupakan tempat lewatnya saraf optik ke otak. Fissura orbita
superior dan inferior merupakan tempat lewatnya pembuluh darah dan saraf kranialis yang
memberikan persarafan pada struktur orbita. Pada dinding anterior media terdapat fossa untuk
sakus lakrimalis. Kelenjar lakrimal terletak di anterior pada aspek superolateral orbit.

Kelopak Mata
Fungsi :

1. Memberikan proteksi mekanis pada bola mata anterior.


2. Mensekresi bagian berminyak dari lapisan film air mata.
3. Menyebarkan film air mata ke konjungtiva dan kornea.
4. Mencegah mata menjadi kering.
5. Memiliki pungta tempat air mata mengalir ke sistem drainase lakrimal.

Kelopak mata terdiri dari :


1. Suatu lapisan permukaan kulit.
2. Otot-otot orbikularis.
3. Suatu lapisan kolagen kuat (lempeng tarsal).
4. Suatu lapisan epitel, konjungtiva, sampai ke bola mata.

Otot levator berjalan ke arah kelopak mata atas dan berinsersi pada lempeng tarsal. Otot ini
dipersarafi oleh saraf ketiga. Kerusakan pada saraf ini atau perubahan-perubahan pada usia tua
menyebabkan jatuhnya kelopak mata (ptosis). Suatu otot polos datar yang muncul dari permukaan
profunda levator berinsersi pada lempeng tarsal. Otot ini dipersarafi oleh sistem saraf simpatis.
Jika persarafan simpatis rusak (seperti pada sindrom Horner) akan terjadi ptosis ringan.

Tepi kelopak mata adalah letak sambungan mukokutan. Sambungan ini mengandung muara
kelenjar minyak Meibomm yang terletak di lempeng tarsal. Kelenjar ini mensekresikan komponen
lipid dari film air mata. Di medial, pada kelopak mata atas dan bawah, dua pungta kecil membentuk
bagian awal sistem drainase lakrimal.

Sistem Drainase Lakrimal

Air mata mengalir ke dalam pungta atas dan bawah dan kemudian ke dalam sakus lakrimalis
melalui kanalikuli atas dan bawah. Kanalikuli-kanalikuli membentuk kanalikulus komunis
sebelum memasuki sakus lakrimalis. Duktus nasolakrimalis berjalan dari sakus ke hidung.
Kegagalan bagian distal duktus nasolakrimalis untuk membentuk saluran sempurna pada saat lahir

7
biasanya merupakan penyebab mata berair dan lengket pada bayi. Drainase air mata melalui sistem
ini.

Perdarahan
Mata mendapat pasokan darah dari arteri oftalmika (cabang dari arteri karotis interna) melalui art
eri retina, arteri siliaris, dan arteri muskularis. Sirkulasi konjungtiva beranastomosis di anterior de
ngan cabang-cabang dari arteri karotis eksterna. Saraf optik anterior mendapat pasokan darah dar
i cabang-cabang dari arteri siliaris. Retina mendapat pasokan darah dari cabang arteriol dari arteri
retina sentral. Fovea sangat tipis sehingga tidak membutuhkan pasokan dari sirkulasi retina. Fove
a mendapat darah secara tidak langsung, seperti juga lapisan luar retina, oleh difusi oksigen dan m
etabolit dari koroid melewati epitel pigmen retina.

Persarafan

1. Nervus III
Saraf ini memasuki sinus kavernosus pada dinding lateral dan memasuki orbita melalui fissura
orbita superior. Nukleusnya terletak di tengah.

2. Nervus IV
Saraf keempat memasuki orbita melalui fissura orbita superior. Nukleusnya terletak di otak
tengah.

3. Nervus VI
Saraf ini memasuki orbita melalui fissura orbita superior. Nukleusnya terletak di pons.

Media Refraksi
Yang termasuk media refraksi antara lain kornea, pupil, lensa, dan vitreous. Media refraksi
targetnya di retina sentral (macula). Gangguan media refraksi menyebabkan visus turun (baik
mendadak aupun perlahan). Bagian berpigmen pada mata: uvea bagian iris, warna yang tampak
tergantung pada pigmen melanin di lapisan anterior iris.

a. banyak pigmen = coklat.


b. sedikit pigmen = biru.
c. tidak ada pigmen = merah / pada albino.

Hasil pembiasan sinar pada mata ditentukan oleh media penglihatan yang terdiri atas kornea,
aqueous humor (cairan mata), lensa, badan vitreous (badan kaca), dan panjangnya bola mata. Pada
orang normal susunan pembiasan oleh media penglihatan dan panjang bola mata sedemikian
seimbang sehingga bayangan benda setelah melalui media penglihatan dibiaskan tepat di daerah
makula lutea. Mata yang normal disebut sebagai mata emetropia dan akan menempatkan bayangan
benda tepat di retinanya pada keadaan mata tidak melakukan akomodasi atau istirahat melihat jauh.

8
Kornea
Kornea (Latin cornum=seperti tanduk) adalah selaput bening mata, bagian selaput mata yang
tembus cahaya. Kornea merupakan lapisan jaringan yang menutupi bola mata sebelah depan dan
terdiri atas 5 lapis.

Kornea dipersarafi oleh banyak saraf sensoris terutama berasal dari saraf siliar longus, saraf
nasosiliar, saraf V. saraf siliar longus berjalan supra koroid, masuk ke dalam stroma kornea,
menembus membran Boeman melepaskan selubung Schwannya. Seluruh lapis epitel dipersarafi
samapai kepada kedua lapis terdepan tanpa ada akhir saraf. Bulbus Krause untuk sensasi dingin
ditemukan di daerah limbus. Daya regenerasi saraf sesudah dipotong di daerah limbus terjadi
dalam waktu 3 bulan.

Trauma atau panyakit yang merusak endotel akan mengakibatkan sistem pompa endotel terganggu
sehingga dekompresi endotel dan terjadi edema kornea. Endotel tidak mempunya daya regenerasi.
Kornea merupakan bagian mata yang tembus cahaya dan menutup bola mata di sebelah depan.
Pembiasan sinar terkuat dilakukan oleh kornea, dimana 40 dioptri dari 50 dioptri pembiasan sinar
masuk kornea dilakukan oleh kornea.

Aqueous Humor (Cairan Mata)

Aqueous humor mengandung zat-zat gizi untuk kornea dan lensa, keduanya tidak memiliki
pasokan darah. Adanya pembuluh darah di kedua struktur ini akan mengganggu lewatnya cahaya
ke fotoreseptor. Aqueous humor dibentuk dengan kecepatan 5 ml/hari oleh jaringan kapiler di
dalam korpus siliaris, turunan khusus lapisan koroid di sebelah anterior. Cairan ini mengalir ke
suatu saluran di tepi kornea dan akhirnya masuk ke darah.

Jika aqueous humor tidak dikeluarkan sama cepatnya dengan pembentukannya (sebagai contoh,
karena sumbatan pada saluran keluar), kelebihan cairan akan tertimbun di rongga anterior dan
menyebabkan peningkatan tekanan intraokuler (di dalam mata). Keadaan ini dikenal sebagai
glaukoma. Kelebihan aqueous humor akan mendorong lensa ke belakang ke dalam vitreous humor,
yang kemudian terdorong menekan lapisan saraf dalam retina. Penekanan ini menyebabkan
kerusakan retina dan saraf optikus yang dapat menimbulkan kebutaan jika tidak diatasi.

Lensa
Jaringan ini berasal dari ektoderm permukaan yang berbentuk lensa di dalam bola mata dan bersifat
bening. Lensa di dalam bola mata terletak di belakang iris dan terdiri dari zat tembus cahaya
(transparan) berbentuk seperti cakram yang dapat menebal dan menipis pada saat terjadinya
akomodasi.

Lensa berbentuk lempeng cakram bikonveks dan terletak di dalam bilik mata belakang. Lensa akan
dibentuk oleh sel epitel lensa yang membentuk serat lensa di dalam kapsul lensa. Epitel lensa akan
membentuk serat lensa terus-menerus sehingga mengakibatkan memadatnya serat lensa di bagian

9
sentral lensa sehingga membentuk nukleus lensa. Bagian sentral lensa merupakan serat lensa yang
paling dahulu dibentuk atau serat lensa yang tertua di dalam kapsul lensa. Di dalam lensa dapat
dibedakan nukleus embrional, fetal dan dewasa.

Di bagian luar nukleus ini terdapat serat lensa yang lebih muda dan disebut sebagai korteks lensa.
Korteks yang terletak di sebelah depan nukleus lensa disebut sebagai korteks anterior, sedangkan
dibelakangnya korteks posterior. Nukleus lensa mempunyai konsistensi lebih keras dibanding
korteks lensa yang lebih muda. Di bagian perifer kapsul lensa terdapat zonula Zinn yang
menggantungkan lensa di seluruh ekuatornya pada badan siliar.

Secara fisiologis lensa mempunyai sifat tertentu, yaitu:

1. Kenyal atau lentur karena memegang peranan terpenting dalam akomodasi untuk menjadi
cembung,
2. Jernih atau transparan karena diperlukan sebagai media penglihatan,
3. Terletak di tempatnya, yaitu berada antara posterior chamber dan vitreous body dan berada
di sumbu mata.
Keadaan patologik lensa ini dapat berupa:

1. Tidak kenyal pada orang dewasa yang mengakibatkan presbiopia,


2. Keruh atau apa yang disebut katarak,
3. Tidak berada di tempat atau subluksasi dan dislokasi

Badan Vitreous (Badan Kaca)


Badan vitreous menempati daerah mata di balakang lensa. Struktur ini merupakan gel transparan
yang terdiri atas air (lebih kurang 99%), sedikit kolagen, dan molekul asam hialuronat yang sangat
terhidrasi. Badan vitreous mengandung sangat sedikit sel yang menyintesis kolagen dan asam
hialuronat (Luiz Carlos Junqueira, 2003). Peranannya mengisi ruang untuk meneruskan sinar dari
lensa ke retina. Kebeningan badan vitreous disebabkan tidak terdapatnya pembuluh darah dan sel.
Pada pemeriksaan tidak terdapatnya kekeruhanbadan vitreous akan memudahkan melihat bagian
retina pada pemeriksaan oftalmoskopi. Vitreous humor penting untuk mempertahankan bentuk
bola mata yang sferis.

Panjang Bola Mata


Panjang bola mata menentukan keseimbangan dalam pembiasan. Panjang bola mata seseorang
dapat berbeda-beda. Bila terdapat kelainan pembiasan sinar oleh karena kornea (mendatar atau
cembung) atau adanya perubahan panjang (lebih panjang atau lebih pendek) bola mata, maka sinar
normal tidak dapat terfokus pada mekula. Keadaan ini disebut sebagai ametropia yang dapat
berupa miopia, hipermetropia, atau astigmatisma.

Lapisan Mata

10
Lapisan mata dari luar ke dalam adalah: (1) tunika fibrosa, terdiri dari sklera di bagian belakang
dan kornea di bagian depan; (2) tunika vascular berpigmen, di bagian belakang terdapat koroid,
dan di bagian depan terdapat badan siliaris dan iris; dan (3) tunika nervosa, retina.

A. Tunika fibrosa (tunica fibrosa oculi)


Sklera dan kornea membentuk tunika fibrosa bola mata; sklera berada di lima perenam bagian
posterior dan opak; kornea membentuk seperenam bagian anterior dan transparan.Sklera memiliki
densitas yang tinggi dan sangat keras, merupakan membran solid yang berfungsi mempertahankan
bentuk bola mata. Sklera lebih tebal di bagian belakang daripada di depan; ketebalan di bagian
belakang 1 mm. Permukaan eksternal sklera berwarna putiih, dan menempel pada permukaan
dalam fascia bulbi; bagian anterior sklera dilapisi membran konjungtiva bulbi.

Di bagian depan, sklera berhubungan langsung dengan kornea, garis persatuannya


dinamakan sclero-corneal junction atau limbus.

Pada bagian dalam sklera dekat dengan junction terdapat kanal sirkular, sinus venosus
sclera (canal of Schlemm). Pada potongan meridional dari bagian ini, sinus tampak seperti
cekungan (cleft), dinding luarnya terdiri dari jaringan solid sklera dan dinding dalamnya dibentuk
oleh massa triangular jaringan trabekular.

Aqueous humor direasorbsi menuju sinus skleral oleh jalur pectinate villi yang analog dengan
struktur dan fungsi arachnoid villi pada meninges serebral menuju pleksus vena sklera.

Kornea merupakan bagian proyeksi transparan dari tunika eksternal, dan membentuk seperenam
permukaan anterior bola mata. Kornea berbentuk konveks di bagian anterior dan seperti kubah di
depan sklera. Derajat kelengkungannya berbeda pada setiap individu.

B. Tunika vaskular (tunica vasculosa oculi)


Tunika vaskular mata terdiri dari koroid di bagian belakang, badan siliaris serta iris di bagian
depan. Koroid berada di lima perenam bagian posterior bola mata, dan memanjang sepanjang ora
serrata. Badan siliaris menghubungkan koroid dengan lingkaran iris. Iris adalah diafragma sirkular
di belakang kornea, dan tampak di sekeliling pusat, apertura bundar, pupil.

Koroid merupakan membran tipis, vaskular, warna coklat tua atau muda. Di bagian belakang
ditembus oleh nervus optikus. Lapisan ini lebih tebal di bagian belakang daripada di bagian depan.
Salah satu fungsi koroid adalah memberikan nutrisi untuk retina serta menyalurkan pembuluh
darah dan saraf menuju badan siliaris dan iris.

Badan siliaris (corpus ciliare) merupakan terusan koroid ke anterior yang terdapat processus
ciliaris serta musculus ciliaris. Iris dinamakan berdasarkan warnanya yang beragam pada individu
berbeda. Iris adalah lempeng (disk) kontraktil, tipis, sirkular, berada di aqueous humorantara
kornea dan lensa, dan berlubang di tengah yang disebut pupil. Di bagian perifernya, iris menempel
dengan badan siliaris, dan juga terkait dengan; permukaannya rata, bagian anterior menghadap ke
kornea, bagian posterior menghadap prosesus siliaris dan lensa.

11
Iris membagi ruangan antara lensa dan kornea sebagai ruang anterior dan posterior. Ruang anterior
mata dibentuk di bagian depan oleh permukaan posterior kornea; di bagian belakang oleh
permukaan anterior iris dan bagian tengah lensa. Ruang posterior adalah celah sempit di belakang
bagian perifer iris, dan di depan ligamen suspensori lensa dan prosesus siliaris.

C. Tunika nervosa (Tunica interna)


Retina adalah membran nervosa penting, dimana gambaran objek eksternal ditangkap. Permukaan
luarnya berkontak dengan koroid; permukaan dalamnya dengan membran hialoid badan vitreous.
Di belakang, retina berlanjut sebagai nervus optikus; retina semakin tipis di bagian depan, dan
memanjang hingga badan siliaris, dimana ujungnya berupa cekungan, ora serrata. Disini jaringan
saraf retina berakhir, tetapi pemanjangan tipis membran masih memanjang hingga di belakang
prosesus siliaris dan iris, membentuk pars ciliaris retina danpars iridica retina.

Tepat di bagian tengah di bagian posterior retina, pada titik dimana gambaran visual paling bagus
ditangkap, berupa area oval kekuningan, makula lutea; pada makula terdapat depresi sentral, fovea
sentralis. Fovea sentralis retina sangat tipis, dan warna gelap koroid dapat terlihat. Sekitar 3 mm
ke arah nasal dari makula lutea terdapat pintu masuk nervus optikus (optic disk), arteri sentralis
retina menembus bagian tengah discus. Bagian ini satu-satunya permukaan retina yang insensitive
terhadap cahaya, dan dinamakan blind spot.

LO 1.2 Mikroskopis
Sklera

Sklera terdiri atas jaringan fibrosa padat dan mempertahankan bentuk ukuran bola mata. Berkas
serat kolagen yang gepeng pada sklera sebagian besar terletak sejajar permukaan, tetapi berkas
saling menyilang di segala arah, dengan jaring-jaring halus serat elastik di antara berkas, juga
sejumlah substansi dasar, dan sejumlah kecil fibroblas yang gepeng/pipih dan bercabang-cabang.
Lapisan paling luar, jaringan episkleralis, merupakan cabang fibroelastik jarang yang di luar
melanjutkan diri dengan jaringan fibrosa padat kapsula Tenon, dengan dibatasi oleh jaringan
longgar (ruang Tenon). Tendo otot ekstraokular berjalan melalui kapsula untuk berinsersi ke
sklera. Bola mata dapat berputar oleh karena ruang ini dan karena lemak orbital.

Antara skleranya sendiri dengan koroid terdapat suatu lapisan tipis, lamina fuska (lapis gelap),
dengan berkas kolagen kecil, sejumlah besar serat elastik, dan melanosit. Di posterior, sklera
ditembusi serat-serat saraf optik pada lamina kribrosa. Sklera mengandung pembuluh darah,
terutama pada limbus, dan beberapa serat saraf elastis.

Kornea

12
Kornea jernih dan tembus cahaya dengan permukaan yang licin, tetapi tidak melengkung secara
uniform/seragam. Daya refraksi kornea, yang merupakan ‘hasil’ indeks refraksi dan radius
lengkung kornea lebih besar daripada daya refraksi lensa. Secara anatomis, kornea mempunyai
dua bagian: kornea asli dan limbus (suatu daerah peralihan dengan lebar sekitar 1 mm pada tepi
kornea). Sementara kornea asli bersifat avaskular, limbus mempunyai pembuluh darah dan limf.
Kornea asli, secara histologik, terdiri dari lima lapisan:

1. Epitel. Pada permukaan luar terdapat epitel, yaitu suatu epiles berlapis gepeng tanpa lapisan
tanduk, dengan lima hingga enam lapisan sel. Lapisan basal silindris rendah, kemudian tiga
atau empat lapisan sel polihedral (sel ‘sayap’), dan satu atau dua lapisan sel permukaan yang
gepeng. Epitel ini sangat sensitif, dengan banyak akhir saraf bebas, dan mempunyai daya
regenerasi istimewa/sangat baik, mitosis hanya terjadi dalam lapisan basal.
2. Membran Bowman. Di bawah epitel terdapat membran Bowman, dengan tebal 8 μm, tak
berbentuk dan tak mengandung sel, dibentuk oleh perpadatan substansi antar sel dengan
serabut kolagen halus yang tersebar tak beraturan. Membran ini berakhir dengan
tegas/mendadak pada limbus.
3. Substansi propria. Substansi propria membentuk massa kornea (90% ketebalannya), bersifat
tembus cahaya, dan terdiri dari lamel kolagen dengan sel. Lamel merupakan serat lebar, seperti
pita, serabut dalam setiap lamel sejajar, dengan lamel pada sudut-sudut yang berbeda. Lamel
saling melekat karena adanya pertukaran serabut antara lamel yang berdampingan. Fibroblas
berbentuk bintang, gepeng dengan cabang yang ramping, terletak antara lamel.
4. Membran Descemet. Membran Descemet, tampak homogen, terletak sebelah dalam substansi
propria. Dengan mikroskop elektron, tampak membran ini mengandung serabut kecil dengan

13
periodisitas 100 nm yang tersusun dalam pola heksagona yang amat teratur. Secara kimiawi,
materinya adalah kolagen.
5. Endotel. Membran Descemet adalah membrana basal untuk endotel, merupakan satu lapis sel
kuboid yang melapisi permukaan dalam kornea. Sel menunjukkan kompleks tautan,
permukaan antar sel yang tak teratur, dan sejumlah besar vesikula pinositotik. Vesikula ini
mentransportasikan cairan dan larutan.

Kornea bersifat avaskular (tak berpembuluh darah), mendapatkan nutrisi dan difusi pembuluh
perifer dalam limbus dan dari humor aqueus di bagian tengah.

Limbus kornea merupakan zona peralihan atau zona pertemuan, dengan tebal hanya 1 mm, antara
kornea dan sklera. Di sini, epitel kornea menebal sampai 10 atau lebih lapisan dan melanjutkan
diri dengan konjungtiva, membran Bowman berhenti dengan tiba-tiba, membran Descemet
menipis dan memecah dan melanjutkan diri menjadi trabekula ligamen pektinata, dan stroma
kornea menjadi kurang teratur dan secara bertahap susunannya berubah dari susunan lamelar yang
khas menjadi kurang teratur seperti yang ditemukan pada sklera. Limbus memiliki vaskularisasi
yang baik.

Khoroid

Khoroid merupakan lapisan yang banyak mengandung pembuluh darah dan sel berpigmen
sehingga tampak berwarna hitam. Lapisan ini tersusun dari jaringan penyambung jarang yang
mengandung serat-serat kolagen dan elastin, sel sel fibroblas, pembuluh darah dan melanosit.
Khoroid memiliki 4 lapisan:

1. Epikhoroid (Lamina Suprachoroidea)


- Lapisan khoroid terluar tersusun dari serat-serat kolagen dan elastin yang ramping
membentuk anyaman.
- Mengandung fibroblast dan melanosit yang gepeng dengan tonjolan-tonjolan yang saling
menyelip.
- Mengandung anyaman anastomosa arteriol-venula
2. Substansia Propria / stroma
- Ruangan diantara pembuluh diisi jaringan penyambung jarang yang mengandung serat-
serat kolagen dan elastis yang tipis. Jaringan ini mengandung banyak sel-sel terutama 2/3
luar.
- Terdapat sejumlah melanosit terutama dekat suprachoroid dan juga banyak fibroblast &
macrophage yang mengandung melanin, lymphocyte tersebar, sel mast dan sel plasma.
3. Lapisan koriokapiler
- Tersusun dari pleksus kapiler, jaringan ikat kolagen dan elastin, fibroblas dan melanosit
- Berfungsi menyuplai nutrisi untuk bagian luar retina

14
- Celah-celah diantara kapiler diisi jaringan penyambung yang mengandung serat-serat
kolagen dan elastis halus yang kearah retina serat-serat elastis memadat membentuk lapisan
luar membrana bruch
4. Lamina basalis (Membrana Bruch)
- Mengandung komponen elastic dan membrana basalis yang dibentuk oleh choroid dan
retina
- Bersifat semipermeable yang dapat dilalui oleh metabolit untuk photoreceptor

Korpus siliaris

- Merupakan perluasan khoroid ke arah depan.


- Disusun oleh jaringan ikat yang menganding elastin,
pembuluh darah, dan melanosit.
- Badan siliaris membentuk tonjolan-tonjolan pendek 
prosessus siliaris.
- Dari prosessus siliaris muncul benang fibrillin yang akan
berinsersi pada kapsula lensa, disebut sebagai zonula zinii.
- Zonula zinii berfungsi sebagai penggantung lensa
- Dilapisi oleh 2 lapis epitel kuboid.
- Sel-sel korpus siliaris merupakan penghasil aqueous humor.
- Cairan ini akan mengalir dari kamera okuli posterior ke
kamera okuli anterior melewati celah pupil, lalu masuk ke dalam kanal Schlemm di limbus
dan bermuara di sistem vena.
- Korpus siliaris mengandung 3 berkas otot polos yang dikenal sebagai mukulus siliaris.
- Satu berkas otot berfunsi membuka kanal Schlemm untuk aliran humor akweus.
- 2 berkas lainnya untuk akomodasi mata.

Iris

- Iris merupakan bagian paling depan dari tunika vaskulosa


- Struktur ini merupakan kelanjutan badan siliar dan membentuk sebuah diafragma di depan
lensa.
- Iris merupakan pemisah kamera okuli anterior dan posterior, dengan pupil di tengahnya.
- Iris disusun oleh jaringan ikat longgar berpigmen dan memiliki banyak pembuluh darah.
- Permukaan iris yang menghadap ke kamera okuli anterior tidak beraturan dengan lapisan
pigmen yang tidak lengkap.
- Permukaan posterior iris lebih halus dan memiliki banyak sel-sel pigmen yang akan mencegah
cahaya melintas lewat iris.
- Hal ini membuat cahaya terfokuskan masuk lewat pupil.
- Jumlah sel melanosit yang terdapat pada iris akan memengaruhi warna mata.
- Bila jumlah melanosit banyak, mata akan tampak hitam, sebaliknya jika sedikit, mata akan
tampak biru.
- Terdapat 2 jenis otot polos, yaitu otot dilator pupil dan otot konstriktor pupil.
15
Lensa

Lensa kristalina bentuknya bikonveks, permukaan posterior lebih melengkung daripada anterior.
Di bagian tengah pada kedua permukaannya terdapat kutub anterior dan kutub posterior. Garis
yang menghubungkan keduanya, axis, dan batas sekelilingnya adalah ekuator.

Pada orang muda, lensa bersifat elastik, dan akan bertambah keras dan sklerotik dengan
bertambahnya usia. Lensa cenderung menjadi bulat, tetapi daya ini ditahan (dan lensa
menggepeng) karena tegangan pada zonula. Secara struktural, terdapat tiga komponen:

1. Kapsul lensa. Kapsul lensa meliputi lensa. Tebalnya sekitar 10 μm pada permukaan anterior,
tetapi hanya 5-6 μm pada permukaan posteriornya. Kapsul ini homogen, agaknya merupakan
membran yang tak berbentuk, bersifat elastik, dan mengandung glikoprotein dan kolagen tipe
IV. Padanya melekat serat zonula, yang berjalan ke badan siliar sebagai ligamen
suspensorium/penyokong.
2. Epitel subkapsular. Hanya pada permukaan anterior, di bawah kapsula, terdapat epitel
subkapsular, merupakan satu lapisan sel kuboid. Bagian dasar sel ini terletak di luar dalam

16
hubungan dengan kapsula. Apeksnya terletak di dalam dan membentuk kompleks jungsional
dengan serat lensa. Ke arah ekuator, sel ini bertambah tinggi dan beralih menjadi serat lensa,
lensa tumbuh sepanjang kehidupan dengan penambahan serat ini. Dengan memanjangnya sel
kapsul pada ekuator, ujung anteriornya bergeser di bawah epitel lensa dengan ujung posterior
di bawah kapsul di bagian posterior.
3. Substansi lensa. Substansi lensa terdiri dari serat lensa, yang masing-masing berbentuk sebagai
prisma heksagonal. Sebagian besar serat tersusun secara konsentris dan sejajar permukaan
lensa. Di permukaan, pada korteks, serat yang lebih muda mengandung inti dan beberapa
organel. Di bagian tengah, dalam inti lensa, serat yang lebih tua telah kehilangan inti dan
tampak homogen. Serat yang berdampingan menunjukkan suatu kompleks yang terdiri dari
juluran sitoplasma yang saling mengunci dengan banyak tautan celah dan desmosom bercak.

Lensa sama sekali tanpa pembuluh darah, karenanya mendapatkan nutrisi dari humor aqueus dan
badan vitreus. Lensa bersifat tumbuh cahaya, dan membran plasma serat lensanya sangat tidak
permeabel. Lensa dipertahankan pada tempatnya oleh ligamen suspensorium, disebut zonula, yang
terdiri dari lembaran (serat zonular) terdiri dari materi fibrilar yang berjalan dari badan siliar ke
ekuator lensa, sehingga meliputi lensa. Pada perlekatannya ke lensa, serat zonular memecah
menjadi serat yang lebih halus yang menyatu dengan kapsul lensa.

Korpus Vitreus

Korpus vitreus merupakan suatu agar-agar yang jernih dan tembus cahaya yang memenuhi ruang
antara retina dan lensa. Oleh karenanya bentuknya sferoid/bundar dengan lekukan pada bagian
anterior untuk menyesuaikan dengan lensa. Bagian ini melekat pada epitel siliar, terutama
sekeliling diskus optik dan ora serrata. Badan siliar mengandung glikosaminoglikans yang
terhidrasi, khususnya asam hialuronat, dan serabut kolagen dalam bentuk jalinan halus. Serabut
ini lebih padat pada bagian perifer dan sekeliling saluran berbentuk tabung yang berisi cairan dan
berjalan anteroposterior. Saluran ini disebut kanal hyaloidea, yang semula mengandung arteri
hyaloidea pada masa janin. Beberapa sel ditemukan di sini, khususnya pada bagian tepi, dan
merupakan makrofag dan sel (hialosit) berperan dalam sintesis dan pemeliharaan kolagen dan
asam hialuronat. Di bagian tepi, badan vitreus melekat pada membran limitans interna. Badan
vitreus juga memelihara bentuk dan kekenyalan bola mata.

Retina

Merupakan lapisan paling dalam bola mata dan terdiri dari bagian anterior yang tak peka dan
bagian posterior yaitu bagian yang fungsional, yang merupakan organ fotoreseptor atau alat
penerima cahaya. Retina berkembang sebagai penonjolan ke luar otak depan yang disebut vesikel
optik. Vesikel optik mempertahankan hubungannya dengan otak mellaui tangkai optik. Vesikel
optik akan berubah menjadi cangkir optik yang berlapis dua. Lapisan luar membentuk epitel
pigmen, dan lapisan dalam menjadi retina saraf atau retina yang sebenarnya.

17
Suatu ruang potensial menetap antara kedua lapisan tersebut dan hanya dilalui oleh penonjolan sel
pigmen. Lapisan luar, lapisan pigmen melekat erat pada koroid, tetapi lapisan dalam mudah
terlepas pada proses pembuatan sajian histologi juga dalam kehidupan sesudah terjadi trauma.

Retina optikal atau neural melapisis koroid mulai dari papila saraf optik di bagian posterior hingga
ora serrata di anterior, dan menunjukkan suatu cekungan yang dangkal yang disebut fovea
sentralis. Sekeliling fovea terdapat suatu daerah yang dikenal sebagai bintik kuning, atau makula
lutea. Fovea merupakan daerah untuk penglihatan terjelas. Tak terdapat fotoreseptor di atas papila
optik, sehingga daerah ini disebut juga bintik buta.

Lapisan retina terdiri dari:

1. Epitel pigmen
2. Lapisan batang dan kerucut
3. Membran limitans eksterna
4. Lapisan inti luar
5. Lapisan pleksiform luar
6. Lapisan inti dalam
7. Lapisan pleksiform dalam
8. Lapisan sel ganglion
9. Lapisan serat saraf
10. Membran limitans interna

Terdapat empat kelompok sel:

1. Fotoreseptor (batang dan kerucut)

18
Baik batang maupun kerucut merupakan bentuk modifikasi neuron. Sel ini menunjukkan
segmen dalam dan luar yang terletak di luar membran limitans eksterna. Batang merupakan
sel khusus yang ramping dengan segmen luar berbentuk silindris mengandung fotopigmen
rhodopsin (ungu visual) dan suatu segmen dalma yang sedikit lebih panjang. Kerucut
menunjukkan segmen luar yang mengecil dan membesar ke arah segmen dalam, sehingga
berbentuk seperti botol.

2. Neuron konduksi langsung (sel bipolar dan sel ganglion)


Sel bipolar badan sel bipolar sebagian besar terletak pada bagian sentral aerah inti dalam.
Terbagi dalam suatu kelompok utama:
a. Bipolar difusa berhubungan dengan beberapa fotoreseptor
b. Bipolar monosinaptik/kerdil yang berhubungan dengan satu sel.
Sel ganglion terletak dalam retina dalam dengan dendritnya dalam lapisan pleksiform dalma
dan aksonnya membentuk serat saraf optik. Aksonnta tak pernah bercabang.

3. Neuron asosiasi dan lainnya (sel horisontal, makrin, dan sel bipolar sentrifugal)
4. Unsur penyokong (serat Muller dan neuroglia).
ORGAN TAMBAHAN MATA

Bola mata terletak di dalam rongga tulang yang membuka ke anterior. Celah ini ditutup oleh
kelopak mata atas dan bawah yang bila saling mendekat akan bertemu di fissura palpebra.
Konjungtiva akan melipat dari bagian tepi kornea untuk melapisi permukaan dalam kelopak mata.
Lipatan ini disebut forniks superior dan inferior.

Organ-organ tambahan mata terdiri atas

1. Kelopak mata

2. konjungtiva

3. Kelenjar lakrimal

KELOPAK MATA

Kelopak mata terdiri atas lempeng penyokong di bagian tengah yang terdiri dari jaringan ikat
dan otot rangka yang diliputi kulit di bagian luar dan suatu membran mukosa di dalam.

Kulit di bagian depan merupakan kulit tipis dengan rambut kecil, kelenjar keringat, kelenjar
sebasea dan suatu dermis yang terdiri dari jaringan ikat halus yang banyak serat elastin. Dermis
lebih padat pada tepi kelopak mata dan disini mengandung tiga atau empat baris rambut panjang
yang kaku disebut bulu mata, yang menembus dalam ke dermis. Di antara dan sebelah belakang
bulu mata terdapat kelenjar apokrin yang saluran keluarnya bermuara pada folikel bulu mata
disebut kelenjar Moll.

19
Di bawah kulit terdapat lapisan otot lingkar mata (muskulus orbikularis okuli) yang
merupakan otot rangka. Bagian atau berkas serat otot ini yang berada di belakang saluran keluar
kelenjar Meibom disebut muskulus siliaris Riolani.

Di bagian tengah palpebra terdapat jaringan ikat fibrosa yang menjadi kerangka kelopak
mata yang disebut tarsus. Tarsus ini tebal pada pangkal kelopak mata dan makin ke ujung makin
semakin sempit. Di dalam tarsus terdapat untaian kelenjar sebasea yang disebut kelenjar Meibom
yang bermuara bersama ke dalam satu saluran keluar dan tidak berhubungan dengan folikel
rambut. Epitel konjungtiva makin ke pangkal makin tinggi dan di dalam forniks terdapat lipatan
mukosa.

KONJUNGTIVA

Konjungtiva adalah membran mukosa jernih yang melapisi permukaan dalam kelopak mata
(konjungtiva palpebra) dan menutupi permukaan sklera pada bagian depan bola mata
(konjungtiva bulbi). Konjungtiva di susun oleh epitel berlapis silindris yang mengandung sel
goblet yang terletak di atas suatu lamina basal dan lamina propia yang terdiri atas jaringan ikat
longgar. Sekret sel-sel goblet ikut menyusun tirai air mata yang berfungsi sebagai pelumas dan
pelindung epitel mata bagian depan. Pada corneoscleral junction, tempat berawalnya kornea,
konjungtiva melanjutkan diri sebagai epitel kornea berlapis gepeng kornea dan tidak mengandung
sel goblet.

Konjungtivitis adalah peradangan konjungtiva yang biasanya ditandai oleh konjungtiva yang
hiperemis (merah) dan sekret yang banyak. Hal ini mungkin disebabkan oleh bakteri, virus, alergen
atau parasit-parasit lainnya.

20
KELENJAR LAKRIMAL

Kelenjar lakrimal utama terletak pada sudut superolateral rongga mata. Ukurannya sebesar
kenari, tubuloasinar dan serosa, dengan sel mioepitel yang menyolok. Lobus kelenjar yang terpisah
mencurahkan isinya melalui 10-15 saluran keluar ke dalam bagian lateral forniks superior
konjungtiva. Juga ditemukan banyak kelenjar lakrimal tambahan/ assesoris dalam lamina propria
kelopak mata atas dan bawah.

Air mata mengandung banyak air dan lisosim suatu zat anti bakteri. Air mata berfungsi untuk
memelihara agar epitel konjungtiva tetap lembab, kedipan kelopak mata akan menyebabkan air
mata tersebar di atas kornea seperti wiper pada kaca mobil dan berguna untuk mengeluarkan benda
asing seperti partikel debu. Penguapan air mata yang berlebihan dicegah oleh suatu lapisan/film
mukus (dari sel goblet konjungtiva tarsal) di atas film air dan minyak (dari kelenjar meibom). Air
mata disapukan ke arah medial dan kelebihannya memasuki pungta lakrimal (lacrimal puncta)
yang terletak disetiap sudut medial palpebra superior dan inferior.Dari sini air mata kemudian
masuk ke kanalikuli lakrimal (lacrimal canaliculi), dan akhirnya masuk sakus lakrimal.Dinding
kanalikuli lakrimal tersusun oleh epitel bertingkat silindris bersilia.Sakus lakrimalis merupakan
bagian superior duktus nasolakrimalis yang melebar.Air mata kemudian masuk ke duktus
nasolakrimal yang juga dilapisi epitel bertingkat silindris bersilia.Dari sini air mata kemudian
dikeluarkan ke meatus inferior yang terletak di dasar rongga hidung.

LI 2 Memahami dan Menjelaskan Fisiologi Penglihatan

Mekanisme penglihatan
Cahaya masuk ke bagian mata yg bernama pupil. Ukuran pupil disesuakan dengan kontraksi dari
iris yaitu m.konstriktor pupilae yg menyebabkan pupil mengecil dan dipengaruhi oleh saraf
parasimpatis dan m.dilator pupilae yg menyebabkan pupil membesar dan dipersarafi oleh simpatis.

21
Lalu cahaya dibiaskan melalu media refraksi yang terdiri dari kornea dan lensa, bentuk kornea itu
sendiri berbentuk konveks (cembung) berfungsi agar cahaya dapat di belokkan pada titik focus,
setelah melewati kornea cahaya lalu diteruskan oleh lensa. Yg juga berbentuk konveks sehingga
cahaya dapat jatuh pada titik focus di retina. Lensa sendiri diatur oleh m.ciliaris yg disambungkan
oleh zonula zinii. Bila m.ciliaris berkontraksi maka pupil maka zonula zinii melemas sehingga
membuat lensa semakin cembung dan berfungsi untuk melihat dari jarak dekat (akomodasi).
Sebaliknya bila m.ciliaris melemas maka zonula zinii akan menarik lensa sehingga lensa menjadi
semakin pipih dan berfungsi untuk melihat jarak jauh. Semua otot tersebut masing masing
dipersarafi oleh parasimpatis dan simpatis.

Setelah cahaya di refraksikan maka cahaya akan mencapai retina yg terdapat sel sel fotoreseptor
yaitu sel batang dan sel kerucut. Sifat dari sel sel ini ialah bila sel batang maka sel ini peka terhadap
gelap, kepekaan tinggi dan ketajaman rendah. Bila sel kerucut peka terhadap sinar dan warna ,
ketajaman penglihatan tinggi, digunakan pada saat siang hari. Terjadi bbrapa proses pada saat otak
mengekspresikan gelap atau terang yaitu

gelap

konsentrasi GMP-siklik tinggi

kosentrasi Na tinggi

depolarisasi membrane

pengeluaran zat inhibitor

neuron bipolar dihambat

tidak adanya eksitasi ke korteks penglihatan di otak

tidak ada ekspresi melihat

22
adanya ekspresi melihat

Fungsi Bagian Bagian mata

 Aquos humor = sebagai isi bola mata bagian anterior


 Korpus ciliaris = membentuk aquos humor dan mengandung m.ciliaris
 Bintik buta = tempat keluarnyaa saraf ooptikus dan pembuluh darah dari bola mata
 Iris = mengubah ukuran pupil
 Kornea = berperan penting dalam kemampuan refraksi cahaya
 Lensa = mengahsilkan kemampuan refraksi cahaya yg bervariasi selama akomodasi
 Macula lutea = memiliki sel fotorespetor sel kerucut yang tinggi.
 Pupil = tempat cahaya masuk
 Retina = mengandung sel sel fotoreseptor untuk penglihatan
 Viterus humor = zat semacam gel sebagai mempertahankan bentuk bola mata

FISIOLOGI KORNEA

 Kornea berfungsi sebagai membran pelindung dan “jendela” yang dilalui berkas cahaya
menuju retina. Sifat tembus cahayanya disebabkan oleh strukturnya yang uniform,
avaskuler dan deturgesensi. Deturgesensi atau keadaan dehidrasi relatif jaringan kornea,

23
dipertahankan oleh “pompa” bikarbonat aktif pada endotel dan oleh fungsi sawar epitel dan
endotel. Dalam mekanisme dehidrasi ini, endotel jauh lebih penting daripada epitel, dan
kerusakan kimiawi atau fisis pada endotel berdampak jauh lebih parah daripada kerusakan
pada epitel. Kerusakan sel-sel endotel menyebabkan edema kornea dan hilangnya sifat
transparan. Sebaliknya, kerusakan pada epitel hanya menyebabkan edema stroma kornea
lokal sesaat yang akan meghilang bila sel-sel epitel telah beregenerasi. Penguapan air dari
lapisan air mata prekorneal menghasilkan hipertonisitas ringan lapisan air mata tersebut,
yang mungkin merupakan faktor lain dalam menarik air dari stroma kornea superfisial dan
membantu mempertahankan keadaan dehidrasi
 Penetrasi kornea utuh oleh obat bersifat bifasik. Substansi larut-lemak dapat melalui epitel
utuh dan substansi larut-air dapat melalui stroma yang utuh. Karenanya agar dapat melalui
kornea, obat harus larut-lemak dan larut-air sekaligus. Epitel adalah sawar yang efisien
terhadap masuknya mikroorganisme kedalam kornea. Namun sekali kornea ini cedera,
stroma yang avaskular dan membran bowman mudah terkena infeksi oleh berbagai macam
organisme, seperti bakteri, virus, amuba, dan jamur

Jaras penglihatan

Berkas-berkas cahaya dari separuh kiri lapangan pandang jatuh di separuh kanan retina kedua
mata. Demikian sebaliknya, berkas-berkas cahaya dari separuh kanan lapangan pandang jatuh
di separuh kiri retina kedua mata. Tiap-tiap saraf optikus keluar dari retina membawa informasi
dari kedua belahan retina yang dipersarafi. Informasi ini dipisahkan sewaktu kedua saraf
optikus tersebut bertemu di kiasma optikus. Di dalam kiasma optikus, serat-serat dari separuh
medial kedua retina bersilangan ke sisi yang berlawanan, tetapi serat-serat yang dari separuh
lateral tetap di sisi yang sama. Berkas-berkas serat yang telah direorganisasi dan meninggalkan
kiasma optikus dikenal sebagai traktus optikus. Tiap-tiap traktus optikus membawa informasi
dari separuh lateral salah satu retina dan separuh medial retina yang lain. Dengan demikian,
persilangan parsial ini menyatukan serat-serat dari kedua mata yang yang membawa informasi
dari separuh lapangan pandang yang sama. Tiap-tiap traktus optikus menyampaikan ke belahan
otak di sisi yang sama informasi mengenai separuh lapangan pandang dari sisi yang
berlawanan. Perhentian pertama di otak untuk informasi dalam jalur penglihatan adalah
nukleus genikulatus lateralis di thalamus. Di korpus atau nucleus genikulatum, serat-serat
dari bagian nasal retina dan temporal retina yang lain bersinaps di sel-sel yang axonnya
membentuk traktus genikulokalkarina. Traktus ini menuju ke lobus oksipitalis korteks
serebrum (area Brodmann 17).

24
LI 3. Memahami dan Menjelaskan Konjungtivitis
LO 3.1 Definisi
Konjungtivitis adalah peradangan pada konjungtiva dan penyakit ini adalah penyakit mata yang
paling umum di dunia. Karena lokasinya, konjungtiva terpajan oleh banyak mikroorganisme dan
faktor-faktor lingkungan lain yang mengganggu (Vaughan, 2010). Penyakit ini bervariasi mulai
dari hiperemia ringan dengan mata berair sampai konjungtivitis berat dengan banyak sekret
purulen kental (Hurwitz, 2009).
Jumlah agen-agen yang pathogen dan dapat menyebabkan infeksi pada mata semakin banyak,
disebabkan oleh meningkatnya penggunaan oat-obatan topical dan agen imunosupresif sistemik,
serta meningkatnya jumlah pasien dengan infeksi HIV dan pasien yang menjalani transplantasi
organ dan menjalani terapi imunosupresif (Therese, 2002).
25
LO 3.2 Etiologi
1. Konjungtivitis Bakteri
Konjungtivitis bakteri dapat dibagi menjadi empat bentuk, yaitu hiperakut, akut, subakut dan
kronik. Konjungtivitis bakteri hiperakut biasanya disebabkan oleh N gonnorhoeae, Neisseria
kochii dan N meningitidis. Bentuk yang akut biasanya disebabkan oleh Streptococcus
pneumonia dan Haemophilus aegyptyus. Penyebab yang paling sering pada bentuk
konjungtivitis bakteri subakut adalah H influenza dan Escherichia coli, sedangkan bentuk
kronik paling sering terjadi pada konjungtivitis sekunder atau pada pasien dengan obstruksi
duktus nasolakrimalis (Jatla, 2009).
Konjungtivitis bakterial biasanya mulai pada satu mata kemudian mengenai mata yang sebelah
melalui tangan dan dapat menyebar ke orang lain. Penyakit ini biasanya terjadi pada orang yang
terlalu sering kontak dengan penderita, sinusitis dan keadaan imunodefisiensi (Marlin, 2009).

2. Konjungtivitis Virus
Konjungtivitis viral dapat disebabkan berbagai jenis virus, tetapi adenovirus adalah virus yang
paling banyak menyebabkan penyakit ini, dan herpes simplex virus yang paling
membahayakan. Selain itu penyakit ini juga dapat disebabkan oleh virus Varicella zoster,
picornavirus (enterovirus 70, Coxsackie A24), poxvirus, dan human immunodeficiency virus
(Scott, 2010).
Penyakit ini sering terjadi pada orang yang sering kontak dengan penderita dan dapat menular
melalui di droplet pernafasan, kontak dengan benda-benda yang menyebarkan virus (fomites)
dan berada di kolam renang yang terkontaminasi (Ilyas, 2008).

3. Konjungtivitis Alergi
Konjungtivitis alergi dibedakan atas lima subkategori, yaitu konjungtivitis alergi musiman dan
konjungtivitis alergi tumbuh-tumbuhan yang biasanya dikelompokkan dalam satu grup,
keratokonjungtivitis vernal, keratokonjungtivitis atopik dan konjungtivitis papilar raksasa
(Vaughan, 2010).
Etiologi dan faktor resiko pada konjungtivitis alergi berbeda-beda sesuai dengan
subkategorinya. Misalnya konjungtivitis alergi musiman dan tumbuh- tumbuhan biasanya
disebabkan oleh alergi tepung sari, rumput, bulu hewan, dan disertai dengan rinitis alergi serta
timbul pada waktu-waktu tertentu. Vernal konjungtivitis sering disertai dengan riwayat asma,
eksema dan rinitis alergi musiman. Konjungtivitis atopik terjadi pada pasien dengan riwayat
dermatitis atopic, sedangkan konjungtivitis papilar rak pada pengguna lensa- kontak atau mata
buatan dari plastik (Asokan, 2007).

4. Konjungtivitis Jamur
Konjungtivitis jamur paling sering disebabkan oleh Candida albicans dan merupakan infeksi
yang jarang terjadi. Penyakit ini ditandai dengan adanya bercak putih dan dapat timbul pada
pasien diabetes dan pasien dengan keadaan sistem imun yang terganggu. Selain Candida sp,

26
penyakit ini juga dapat disebabkan oleh Sporothrix schenckii, Rhinosporidium serberi, dan
Coccidioides immitis walaupun jarang (Vaughan, 2010).

5. Konjungtivits Parasit
Konjungtivitis parasit dapat disebabkan oleh infeksi Thelazia californiensis, Loa loa, Ascaris
lumbricoides, Trichinella spiralis, Schistosoma haematobium, Taenia solium dan Pthirus pubis
walaupun jarang (Vaughan, 2010).
6. Konjungtivitis zat kimia atau iritatif
Konjungtivitis kimia-iritatif adalah konjungtivitis yang terjadi oleh pemajanan substansi iritan
yang masuk ke sakus konjungtivalis. Substansi- substansi iritan yang masuk ke sakus
konjungtivalis dan dapat menyebabkan konjungtivitis, seperti asam, alkali, asap dan angin,
dapat menimbulkan gejala- gejala berupa nyeri, pelebaran pembuluh darah, fotofobia, dan
blefarospasme.
Selain itu penyakit ini dapat juga disebabkan oleh pemberian obat topikal jangka panjang seperti
dipivefrin, miotik, neomycin, dan obat-obat lain dengan bahan pengawet yang toksik atau
menimbulkan iritasi. Konjungtivitis ini dapat diatasi dengan penghentian substansi penyebab
dan pemakaian tetesan ringan (Vaughan, 2010).

LO 3.3 Klasifikasi
1. Konjungtivitis Bakteri
Konjungtivitis Bakteri adalah inflamasi konjungtiva yang disebabkan oleh bakteri. Pada
konjungtivitis ini biasanya pasien datang dengan keluhan mata merah, sekret pada mata dan
iritasi mata.

2. Konjungtivitis Virus
Konjungtivitis viral adalah penyakit umum yang dapat disebabkan oleh berbagai jenis virus,
dan berkisar antara penyakit berat yang dapat menimbulkan cacat hingga infeksi ringan yang
dapat sembuh sendiri dan dapat berlangsung lebih lama daripada konjungtivitis bakteri.

3. Konjungtivitis Alergi
Konjungtivitis alergi adalah bentuk alergi pada mata yang paing sering dan disebabkan oleh
reaksi inflamasi pada konjungtiva yang diperantarai oleh sistem imun (Cuvillo et al, 2009).
Reaksi hipersensitivitas yang paling sering terlibat pada alergi di konjungtiva adalah reaksi
hipersensitivitas tipe 1.

4. Konjungtivitis Parasit
5. Konjungtivitis Jamur
6. Kinjungtivitis Kimia

Jenis Konjungtivitis dapat ditinjau dari penyebabnya dan dapat pula ditinjau dari gambaran
klinisnya yaitu :

27
1. Konjungtivitis Kataral
2. Konjungtivitis Purulen, Mukopurulen
3. Konjuntivitis Membran
4. Konjungtivitis Folikular
5. Konjungtivitis Vernal
6. Konjungtivitis Flikten

1. Konjungtivitis Kataral
Etiologi
Biasanya disebabkan oleh infeksi bakteri, antara lain stafilokok aureus, Pneumokok, Diplobasil
Morax Axenfeld dan basil Koch Weeks.
Bisa juga disebabkan oleh virus, misalnya Morbili, atau bahan kimia seperti bahan kimia basa
(keratokonjungtivitis) atau bahan kimia yang lain dapat pula menyebabkan tanda-tanda
konjungtivitis kataral. Herpes Zoster Oftalmik dapat pula disertai konjungtivitis.

Gambaran Klinis
Injeksi konjungtiva, hiperemi konjungtiva tarsal, tanpa folikel, tanpa cobble-stone, tanpa flikten,
terdapat sekret baik serous, mukus, mukopurulen (tergantung penyebabnya). Dapat disertai
blefaritis atau obstruksi duktus lakrimal.

Pengobatan
Pengobatan Konjungtivitis Kataral tergantung kepada penyebabnya. Apabila penyebabnya karena
inf. bakteri maka dapat diberikan antibiotik, seperti : tetrasiklin, kloromisetin, dan lain-lain. Pada
infeksi virus dianjurkan pemakaia sulfasetamid atau obat anti-virus seperti IDU untuk infeksi
Herpes Simplek.

2. Konjungtivitis Purulen, Mukopurulen


Etiologi
Pada orang dewasa disebabkan oleh infeksi gonokok, pada bayi (terutama yang berumur di bawah
2 minggu) bila dijumpai konjungtivitis purulen, perlu dipikirkan dua kemungkinan penyebab, yaitu
infeksi golongan Neisseria (gonokok atau meningokok) dan golongan klamidia (klamidia
okulogenital)

Gambaran Klinis
Gambaran konjungtiva tarsal hiperemi seperti pada konjungtivitis kataral. Konjungtivitis Purulen
ditandai sekret purulen seperti nanah, kadang disertai adanya pseudomembran sebagai massa putih
di konjungtiva tarsal.

Pengobatan
Pengobatan konjungtivitis purulen harus intensif. Penderita harus dirawat diruang isolasi. Mata
harus selalu dibersihkan dari sekret sebelum pengobatan.

28
Antibiotik lokal dan sistemik
 AB sistemik pd dewasa :
Cefriaxone IM 1 g/hr selama 5 hr + irigasi saline atau Penisilin G 10 juta IU/IV/hr
selama 5 hr + irigasi
 AB sistemik pd neonatus :
Cefotaxime 25 mg/kgBB tiap 8-12 jam selama 7 hr atau Penisilin G 100.000
IU/kgBB/hr dibagi dl 4 dosis selama 7 hr + irigasi saline

3. Konjungtivitis Membran
Etiologi
Konjungtivitis Membran dapat disebabkan oleh infeksi Streptokok hemolitik dan infeksi difteria.
Konjungtivitis Pseudomembran disebabkan oleh infeksi yang hiperakut, serta infeksi pneumokok.

Gambaran Klinis
Penyakit ini ditandai dengan adanya membran/selaput berupa masa putih pada konjungtiva tarsal
dan kadang juga menutupi konjungtiva bulbi. Massa ini ada dua jenis, yaitu membran dan
pseudomembran.

Pengobatan
Tergantung pada penyebabnya. Apabila penyebabnya infeksi Streptokok B hemolitik, diberikan
antibiotik yang sensitif. Pada infeksi difteria, diberi salep mata penisillin tiap jam dan injeksi
penisillin sesuai umur, pada anak-anak diberikan penisillin dengan dosis 50.000 unit/KgBB, pada
orang dewasa diberi injeksi penisillin 2 hari masing-masing 1.2 juta unit. Untuk mencegah
gangguan jantung oleh toksin difteria, perlu diberikan antitoksin difteria 20.000 unit 2 hari
berturut-turut.

4. Konjungtivitis Folikular
Dikenal beberapa jenis konjungtivitis follikular, yaitu konjungtivitis viral, konjungtivitis klamidia,
konjungtivitis follikular toksik dan konjungtivitis follikular yang tidak diketahui penyebabnya.

Jenis Konjungtivitis Follikular


a. Kerato-Konjungtivitis Epidemi
Etiologi
Infeksi Adenovirus type 8, masa inkubasi 5-10 hari

Gambaran Klinis
Dapat mengenai anak-anak dan dewasa.Gejala radang mata timbul akut dan selalu pada satu
mata terlebih dahulu. Kelenjar pre-aurikuler dapat membesar dan nyeri tekan, kelopak mata
membengkak, konjungtiva tarsal hiperemi, konjungtiva bulbi kemosis. Terdapat pendarahan
subkonjungtiva. Pada akhir minggu pertama perjalanan penyakit, baru timbul gejala di kornea.
Pada kornea terdapat infiltrat bulat kecil, superfisial, subepitel.

29
Gejala-gejala subyektif berupa mata berair, silau dan seperti ada pasir. Gejala radang akut
mereda dalam tiga minggu, tetapi kelainan kornea dapat menetap berminggu-minggu, berbulan-
berbulan bahkan bertahun-tahun setelah sembuhnya penyakit.

Pengobatan
Tidak terdapat pengobatan yang spesifik, dianjurkan pemberian obat lokal sulfasetamid atau
antibiotik untuk mencegah infeksi sekunder.
b. Demam Faringo-Konjungtiva
Etiologi
Penyebab paling sering adalah adenovirus tipe 3

Gambaran Klinis
Lebih sering pada anak daripada orang dewasa.Terdapat demam, disamping tanda-tanda
konjungtivitis follikular akut dan faringitis akut. Kelenjar pre-aurikuler dapat membesar. Lebih
sering mengenai dua mata, kelopak mata membengkak.
Dua minggu sesudah perjalanan penyakit dapat timbul kelainan kornea, yaitu terdapat infiltrat
bulat kecil superfisial. Faringitis timbul beberapa hari setelah timbulnya konjungtivitis follikular
akut.

Pengobatan
Tidak ada pengobatan yang spesifik
c. Konjungtivitis Hemoragik Akut
Etiologi
Penyebabnya adalah Entero-virus 70, masa inkubasinya 1-2 hari

Gambaran Klinis
Timbulnya akut, disertai gejala subjektif seperti ada pasir, berair dan diikuti rasa gatal, biasanya
dimulai pada satu mata dan untuk beberapa jam atau satu dua hari kemudian diikuti peradangan
akut mata yang lain.Penyakit ini berlangsung 5-10 hari, terkadang sampai dua minggu.

Pengobatan
Tidak dikenal obat yang spesifik, tetapi dianjurkan pemberian tetes mata sulfasetamid atau
antibiotik.
d. Konjungtivitis New Castle
Etiologi
Virus New Castle, masa inkubasi 1-2 hari Konjungtivitis ini biasanya mengenai orang-orang
yang berhubungan dengan unggas, penyakit ini jarang dijumpai.

Gambaran Klinis

30
Gambaran Klinik : kelopak mata bengkak, konjungtiva tarsal hiperemi dan hiperplasi, tampak
folikel-folikel kecil yang terdapat lebih banyak pada konjungtiva tarsal inferior. Pada
konjungtiva tarsal dapat ditemukan perdarahan dan pada konjungtiviis ini biasanya disertai
pembesaran kelenjar pre-aurikular, nyeri tekan. Sering unilateral
Gejala subjektif : seperti perasaan ada benda asing, berair, silau dan rasa sakit.

Pengobatan
Tidak ada pengobatan yang efektif, tetapi dapat diberi antibiotik untuk mencegah infeksi
sekunder.
e. Inclusion Konjungtivitis
Etiologi
Klamidia okulo-genital, masa inkubasi 4-12 hari

Gambaran Klinis
Gambaran kliniknya adalah konjungtivitis follikular akut dan gambaran ini terdapat pada orang
dewasa dan didapatkan sekret mukopurulen, sedang pada bayi gambaran kliniknya adalah suatu
konjungtivitis purulen yang juga disebut Inclusion blenorrhoe.

Pengobatan
Diberikan tetrasiklin sistemik, dapat pula diberikan sulfonamid atau eritromisin
f. Trachoma
Etiologi
Klamidia trakoma

Gambaran Klinis
Gambaran klinik terdapat empat stadium :
1. Stadium Insipiens atau permulaan
Folikel imatur kecil-kecil pada konjungtiva tarsal superior, pada kornea di daerah limbus
superior terdapat keratitis pungtata epitel dan subepitel. Kelainan kornea akan lebih jelas
apabila diperiksa dengan menggunakan tes flurosein, dimana akan terlihat titik-titik hijau
pada defek kornea.
2. Stadium akut (trakoma nyata)
Terdapat folikel-folikel di konjungtiva tarsal superior, beberapa folikel matur berwarna
abu-abu.
3. Stadium sikatriks
Sikatriks konjungtiva pada folikel konjungtiva tarsal superior yang terlihat seperti garis
putih halus. Pannus pada kornea lebih nyata.
4. Stadium penyembuhan
Trakoma inaktif, folikel, sikatriks meluas tanpa peradangan

31
Pengobatan
Pemberian salep derivat tetrasiklin 3-4 kali sehari selama dua bulan. Apabila perlu dapat diberikan
juga sulfonamid oral.

5. Konjungtivitis Vernal
Etiologi
Kemungkinan suatu konjungtivitis atopik
Ada dua tipe konjugtivitis vernalis :
a. Bentuk Palpebra
Pada tipe palpebral ini terutama mengenai konjungtiva tarsal superior, terdapat
pertumbuhan papil yang besar atau cobble stone yang diliputi secret yang mukoid.
Konjungtiva bawah hiperemi dan edema dengan kelainan kornea lebih berat disbanding
bentuk limbal. Secara klinik, papil besar ini tampak sebagai tonjolan bersegi banyak dengan
permukaan uang rata dan dengan kapiler di tengahnya.

b. Bentuk Limbal
Hipertrofi pada limbus superior yang dapat membentuk jaringan hiperplastik gelatine.
Dengan trantas dot yang merupakan degenerasi epitel kornea atau eosinofil di bagian epitel
limbus kornea, terbentuknya panus dengan sedikit eosinophil
Patofisiologi
Perubahan struktur konjungtiva erat kaitannya dengan timbulnya radang interstitial yang banyak
didominasi oleh reaksi hipersensitivitas tipe I. Pada konjungtiva akan dijumpai hiperemi dan
vasodilatasi difus, yang dengan cepat akan diikuti dengan hiperplasi akibat proliferasi jaringan
yang menghasilkan pembentukan jaringan ikat yang tidak terkendali. Kondisi ini akan diikuti oleh
hyalinisasi dan menimbulkan deposit pada konjungtiva sehingga terbentuklah gambaran
cobblestone.
Jaringan ikat yang berlebihan ini akan memberikan warna putih susu kebiruan sehingga
konjungtiva tampak buram dan tidak berkilau. Proliferasi yang spesifik pada konjungtiva tarsal,
oleh von Graefe disebut pavement like granulations. Hipertrofi papil pada konjungtiva tarsal tidak
jarang mengakibatkan ptosis mekanik. Limbus konjungtiva juga memperlihatkan perubahan akibat
vasodilatasi dan hipertofi yang menghasilkan lesi fokal. Pada tingkat yang berat, kekeruhan pada
limbus sering menimbulkan gambaran distrofi dan menimbulkan gangguan dalam kualitas maupun
kuantitas stem cells.
Tahap awal konjungtivitis vernalis ini ditandai oleh fase prehipertrofi. Dalam kaitan ini, akan
tampak pembentukan neovaskularisasi dan pembentukan papil yang ditutup oleh satu lapis sel
epitel dengan degenerasi mukoid dalam kripta di antara papil serta pseudomembran milky white.
Pembentukan papil ini berhubungan dengan infiltrasi stroma oleh sel- sel PMN, eosinofil, basofil
dan sel mast.

32
Tahap berikutnya akan dijumpai sel- sel mononuclear lerta limfosit makrofag. Sel mast dan
eosinofil yang dijumpai dalam jumlah besar dan terletak superficial. Dalam hal ini hampir 80% sel
mast dalam kondisi terdegranulasi. Temuan ini sangat bermakna dalam membuktikan peran sentral
sel mast terhadap konjungtivitis vernalis. Keberadaan eosinofil dan basofil, khususnya dalam
konjungtiva sudah cukup menandai adanya abnormalitas jaringan.
Fase vascular dan selular dini akan segera diikuti dengan deposisi kolagen, hialuronidase,
peningkatan vaskularisasi yang lebih mencolok, serta reduksi sel radang secara keseluruhan.
Deposisi kolagen dan substansi dasar maupun seluler mengakibatkan terbentuknya deposit stone
yang terlihat secara nyata pada pemeriksaan klinis. Hiperplasi jaringan ikat meluas ke atas
membentuk giant papil bertangkai dengan dasar perlekatan yang luas. Horner- Trantas dot’s yang
terdapat di daerah ini sebagian besar terdiri dari eosinofil, debris selular yang terdeskuamasi,
namun masih ada sel PMN dan limfosit.

Diagnosis
Diagnosis konjungtivitis vernalis ditegakan berdasarkan :

Gejala klinis
Keluhan utama adalah gatal yang menetap, disertai oleh gejala fotofobia, berair dan rasa
mengganjal pada kedua mata. Adanya gambaran spesifik pada konjungivitis ini disebabkan oleh
hiperplasi jaringan konjungtiva di daerah tarsal, daerah limbus atau keduanya. Selanjutnya
gambaran yang tampak akan sesuai dengan perkembangan penyakit yang memiliki bentuk yaitu
palpebral ataupun bentuk limbal.
Bentuk palpebral hamper terbatas pada konjungtiva tarsalis superior dan terdapat cobble stone. Ini
banyak terjadi pada anak yang lebih besar. Cobble stone ini dapat demikian berat sehingga timbul
pseudoptosis.
Bentuk limbal disertai hipertrofi limbus yang dapat disertai bintik- bintik yang sedikit menonjol
keputihan dikenal sebagai Horner- Trantas dot’s. Ini banyak terjadi pada anak- anak yang lebih
kecil. Penebalan konjungtiva palpebra superior akan menghasilkan pseudomembran yang pekat
dan lengket, yang mungkin bias dilepaskan tanpa timbul perdarahan.
Eksudat konjungtiva sangat spesifik, berwarna putih susu kental, lengket, elastic dan fibrinous.
Peningkatan sekresi mucus yang kental dan adanya peningkatan jumlah asam hyaluronat,
mengakibatkan eksudat menjadi lengket. Hal ini memberikan keluhan adanya sensasi seperti ada
tali atau cacing pada matanya.

Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan berupa kerokan konjungtiva untk mempelajari
gambaran sitologi. Hasil pemeriksaan menunjukkan banyak eosinofil dan granula- granula bebas
eosinofilik. Di samping itu, terdapat basofil dan granula basofilik bebas.

Pengobatan
Kortikosteroid tetes atau salep mata.

33
6. Konjungtivitis Flikten
Etiologi
a. Disebabkan oleh karena alergi terhadap bakteri atau antigen tertentu (hipersensitivitas tipe
IV).
b. Gizi buruk dan sanitasi yg jelek merupakan faktor predisposisi
c. Lebih sering ditemukan pd anak-anak

Gejala
Adanya flikten yang umumnya dijumpai di limbus. Selain di limbus, flikten dapat juga dijumpai
di konjungtiva bulbi, konjungtiva taarsal dan kornea. Penyakit ini dapat mengenai dua mata dan
dapat pula mengenai satu mata. Dan sifatnya sering kambuh
Apabila flikten timbul di kornea dan sering kambuh, dapat berakibat gangguan penglihatan.
Apabila peradangannya berat, maka dapat terjadi lakrimasi yang terus menerus sampai berakibat
eksema kulit. Keluhan lain adalah rasa seperti berpasir dan silau.

Pengobatan
a. Usahakan mencari penyebab primernya
b. Diberikan Kortikosteroid tetes mata/salep
c. Kombinasi antibiotik + kortikosteroid dianjurkan mengingat kemunginan terdapat infeksi
bakteri sekunder.

7. Konjungtivitis Sika
Konjungtivitis sika atau konjungtivitis dry eyes adalah suatu keadaan keringnya permukaan
konjungtiva akibat berkurangnya sekresi kelenjar lakrimal.

Etiologi
Terjadi pada penyakit-penyakit yang menyebabkan defisiensi komponen lemak air mata, kelenjar
air mata, musin, akibat penguapan berlebihan atau karena parut kornea atau hilangnya mikrovili
kornea. Bila terjadi bersama atritis rheumatoid dan penyakit autoimun lain, disebut sebagai
sindrom sjogren.

Manifestasi Klinis
Gatal, mata seperti berpasir, silau, dan kadang-kadang penglihatan kabur. Terdapat gejala sekresi
mucus yang berlebihan, sukar menggerakkan kelopak mata, mata tampak kering, dan terdapat erosi
kornea. Pada pemeriksaan tedapat edema konjungtiva bulbi, hiperemis, menebal dan kusam.
Kadang tedapat benang mucus kekuning-kuningan pada forniks konjungtiva bawah. Keluhan
berkurang bila mata dipejamkan.
Komplikasi

34
Ulkus kornea, infeksi sekunder oleh bakteri, parut kornea, dan noevaskularisasi kornea.

Penatalaksanaan
Diberikan air mata buatan seumur hidup dan diobati penyakit yang mendasarinya. Sebaiknya
diberikan air mata buatan tanpa zat pengawet kerena bersifat toksik bagi kornea dan dapat
menyebabkan reaksi idiosinkrasi. Dapat dilakukan terapi bedah untuk mengurangi drainase air
mata melalui oklusi pungtum dengan plug silicon atau plug kolagen.

LO 3,4 Patofisiologi
Konjungtivitis lebih dikenal sebagai pink eye, yaitu adanya inflamasi pada konjungtiva atau
peradangan pada konjungtiva, selaput bening yang menutupi bagian berwarna putih pada mata dan
permukaan bagian dalam kelopak mata. Konjungtivitis terkadang dapat ditandai dengan mata
berwarna sangat merah dan menyebar begitu cepat dan biasanya menyebabkan mata rusak.
Beberapa jenis Konjungtivitis dapat hilang dengan sendiri, tapi ada juga yang memerlukan
pengobatan (Effendi, 2008).
Konjungtivitis dapat mengenai pada usia bayi maupun dewasa. Konjungtivitis pada bayi baru lahir,
bisa mendapatkan infeksi gonokokus pada konjungtiva dari ibunya ketika melewati jalan lahir.
Karena itu setiap bayi baru lahir mendapatkan tetes mata (biasanya perak nitrat, povidin iodin)
atau salep antibiotik (misalnya eritromisin) untuk membunuh bakteri yang bisa menyebabkan
konjungtivitis gonokokal. Pada usia dewasa bisa mendapatkan konjungtivitis melalui hubungan
seksual (misalnya jika cairan semen yang terinfeksi masuk ke dalam mata). Biasanya
konjungtivitis hanya menyerang satu mata. Dalam waktu 12 sampai 48 jam setelah infeksi mulai,
mata menjadi merah dan nyeri. Jika tidak diobati bisa terbentuk ulkus kornea, abses, perforasi mata
bahkan kebutaan. Untuk mengatasi konjungtivitis gonokokal bisa diberikan tablet, suntikan
maupun tetesmata yang mengandung antibiotik (Medicastore, 2009).
Konjungtiva adalah lapisan mukosa yang membentuk lapisan terluar mata. Iritasi apapun pada
mata dapat menyebabkan pembuluh darah dikonjungtiva berdilatasi. Iritasi yang terjadi ketika
mata terinfeksi menyebabkan mata memproduksi lebih banyak air mata. Sel darah putih dan mukus
yang tampak di konjungtiva ini terlihat sebagai discharge yang tebal kuning kehijauan.
Perjalanan penyakit pada orang dewasa secara umum, terdiri atas 3 stadium:
1. Stadium Infiltratif.
Berlangsung 3 – 4 hari, dimana palpebra bengkak, hiperemi, tegang, blefarospasme, disertai rasa
sakit. Pada konjungtiva bulbi terdapat injeksi konjungtiva yang lembab, kemotik dan menebal,
sekret serous, kadang-kadang berdarah. Kelenjar preauikuler membesar, mungkin disertai demam.
Pada orang dewasa selaput konjungtiva lebih bengkak dan lebih menonjol dengan gambaran
hipertrofi papilar yang besar. Gambaran ini adalah gambaran spesifik gonore dewasa. Pada
umumnya kelainan ini menyerang satu mata terlebih dahulu dan biasanya kelainan ini pada laki-
laki didahului pada mata kanannya.

2. Stadium Supurativa/Purulenta.
Berlangsung 2 – 3 minggu, berjalan tak begitu hebat lagi, palpebra masih bengkak, hiperemis,
tetapi tidak begitu tegang dan masih terdapat blefarospasme. Sekret yang kental campur darah

35
keluar terus-menerus. Pada bayi biasanya mengenai kedua mata dengan sekret kuning kental,
terdapat pseudomembran yang merupakan kondensasi fibrin pada permukaan konjungtiva. Kalau
palpebra dibuka, yang khas adalah sekret akan keluar dengan mendadak (memancar muncrat), oleh
karenanya harus hati-hati bila membuka palpebra, jangan sampai sekret mengenai mata pemeriksa.
3. Stadium Konvalesen (penyembuhan).
Hipertrofi papil berlangsung 2 – 3 minggu, berjalan tak begitu hebat lagi, palpebra sedikit bengkak,
konjungtiva palpebra hiperemi, tidak infiltratif. Pada konjungtiva bulbi injeksi konjungtiva masih
nyata, tidak kemotik, sekret jauh berkurang. Pada neonatus infeksi konjungtiva terjadi pada saat
berada pada jalan kelahiran, sehingga pada bayi penyakit ini ditularkan oleh ibu yang sedang
menderita penyakit tersebut. Pada orang dewasa penyakit ini didapatkan dari penularan penyakit
kelamin sendiri. Pada neonatus, penyakit ini menimbulkan sekret purulen padat dengan masa
inkubasi antara 12 jam hingga 5 hari, disertai perdarahan sub konjungtiva dan konjungtiva
kemotik.
Mikroorganisme (virus, bakteri, jamur), bahan alergen, iritasi menyebabkan kelopak mata
terinfeksi sehingga kelopak mata tidak dapat menutup dan membuka sempurna, karena mata
menjadi kering sehingga terjadi iritasi menyebabkan konjungtivitis. Pelebaran pembuluh darah
disebabkan karena adanya peradangan ditandai dengan konjungtiva dan sclera yang merah, edema,
rasa nyeri, dan adanya secret mukopurulent. Akibat jangka panjang dari konjungtivitis yang dapat
bersifat kronis yaitu mikroorganisme, bahan allergen, dan iritatif menginfeksi kelenjar air mata
sehingga fungsi sekresi juga terganggu menyebabkan hipersekresi. Pada konjungtivitis ditemukan
lakrimasi, apabila pengeluaran cairan berlebihan akan meningkatkan tekanan intra okuler yang
lama kelamaan menyebabkan saluran air mata atau kanal schlemm tersumbat. Aliran air mata yang
terganggu akan menyebabkan iskemia syaraf optik dan terjadi ulkus kornea yang dapat
menyebabkan kebutaan. Kelainan lapang pandang yang disebabkan kurangnya aliran air mata
sehingga pandangan menjadi kabur dan rasa pusing.

Patofisiologi Konjungtivitis Bakteri


Jaringan pada permukaan mata dikolonisasi oleh flora normal seperti streptococci,
staphylococci dan jenis Corynebacterium. Perubahan pada mekanisme pertahanan tubuh ataupun
pada jumlah koloni flora normal tersebut dapat menyebabkan infeksi klinis. Perubahan pada flora
normal dapat terjadi karena adanya kontaminasi eksternal, penyebaran dari organ sekitar
ataupun melalui aliran darah (Rapuano, 2008). Penggunaan antibiotik topikal jangka panjang
merupakan salah satu penyebab perubahan flora normal pada jaringan mata, serta resistensi
terhadap antibiotic.

Mekanisme pertahanan primer terhadap infeksi adalah lapisan epitel yang meliputi konjungtiva
sedangkan mekanisme pertahanan sekundernya adalah sistem imun yang berasal dari perdarahan
konjungtiva, lisozim dan imunoglobulin yang terdapat pada lapisan air mata, mekanisme
pembersihan oleh lakrimasi dan berkedip. Adanya gangguan atau kerusakan pada mekanisme
pertahanan ini dapat menyebabkan infeksi pada konjungtiva.

LO 3.5 Manifestasi Klinik


Gejala Konjungtivitis
1. Rasa adanya benda asing

36
Rasa ini disertai dengan rasa pedih dan panas karena pembengkakan dan hipertrofi papil. Jika
rasa sakitnya berat, maka harus dicurigai kemungkinan terjadinya kerusakan pada kornea.

2. Rasa sakit yang temporer


Informasi ini dapat membentu kita menegakkan diagnosis karena rasa sakit yang datang pada
saat-saat tertentu merupakan symptom bagi infeksi bakteri tertentu, misalnya;
a. Sakitnya lebih parah saat bangun pagi dan berkurang siang hari, rasa sakitnya (tingkat
keparahan) meningkat setiap harinya, dapat menandakan infeksi stafilokokus.
b. Sakit parah sepanjang hari, berkurang saat bangun tidur, menandakan keratokonjungtiva
sisca (mata kering).
3. Gatal
Biasanya menunjukkan adanya konjungtivitis alergi.
4. Fotofobia

Tanda Konjungtivitis
1. Hiperemi
Hiperemi pada konjungtivitis berasal dari rasa superficial, tanda ini merupakan tanda
konjungtivitis yang paling mancolok. Hiperemi yang tampak merah cerah biasanya
menandakan konjungtivitis bakterial sedangkan hiperemi yang tampak seperti kabut biasanya
menandakan konjungtivitis karena alergi. Kemerahan paling nyata pada forniks dan
mengurang ke arah limbus disebabkan dilatasi pembuluh-pembuluh konjungtiva posterior.

Terdapat perbedaan antara injeksi konjungtiva dan siliaris yaitu;


Injeksi Konjungtiva Injeksi Siliaris
Kausa Iritasi, Konjungtivitis Keratitis, Iridosiklitis, Glaukoma Akut
Lokasi Forniks ke limbus makin Limbus ke forniks makin kecil
kecil
Warna Merah terang Merah padam
Pembuluh darah Bergerak dengan dengan Tidak bergerak
konjungtiva
Adrenalin Menghilang Menetap
Sekret Sekret (+) Lakrimasi (+)
Intensitas Nyeri Sedikit Nyeri

2. Lakrimasi

Diakibatkan oleh adanya sensasi benda asing, terbakar atau gatal. Kurangnya sekresi airmata yang
abnormal mengesankan keratokonjungtivitis sicca.

3. Eksudasi
Eksudasi adalah ciri semua jenis konjungtivitis akut. Eksudat berlapis-lapis dan amorf pada
konjungtivitis bakterial dan dapat pula berserabut seperti pada konjungtivitis alergika, yang
biasanya menyebabkan tahi mata dan saling melengketnya palpebra saat bangun tidur pagi
hari, dan jika eksudat berlebihan agaknya disebabkan oleh bakteri atau klamidia.

37
a. Serous-mukous, kemungkinan disebabkan infeksi virus akut
b. Mukous (bening, kental), kemungkinan disebabkan alergi
c. Purulent/ Mukopurulen, kemungkinan disebabkan infeksi bakteri

4. Pseudoptosis
Pseudoptosis adalah turunnya palpebra superior karena infiltrasi ke muskulus muller (M.
Tarsalis superior). Keadaan ini dijumpai pada konjungtivitis berat. Misalnya Trachoma dan
keratokonjungtivitis epidemika.

5. Khemosis (Edema Konjungtiva)


Ini terjadi akibat terkumpulnya eksudat di jaringan yang longgar. Khemosis merupakan tanda
yang khas pada hay fever konjungtivitis, akut gonococcal atau meningococcal konjungtivitis,
serta kerato konjungtivitis.

6. Hipertrofi Papil
Hipetropi papil merupakan reaksi non spesifik, terjadi karena konjungtiva terikat pada tarsus
atau limbus di bawahnya oleh serabut-serabut halus. Ketika berkas pembuluh yang membentuk
substansi papila sampai di membran basal epitel, pembuluh ini bercabang-cabang di atas papila
mirip jeruji payung.

7. Pembentukan Folikel
Folikel adalah bangunan akibat hipertrofi lomfoid lokal di dalam lapisan adenoid konjungtiva
dan biasanya mengandung sentrum germinotivum. Kebanyakan terjadi pada viral
conjungtivitis, chlamidial conjungtivitis, serta toxic conjungtivitis karena topical medication.
Pada pemeriksaan, vasa fecil bisa terlihat membatasi foliker dan melingkarinya.

8. Pseudomembran dan Membran


Pseudomembran adalah koagulum yang melapisi permukaan epitel konjungtiva yang bila
lepas, epitelnya akan tetap utuh, sedangkan membran adalah koagulum yang meluas mengenai
epitel sehingga kalau dilepas akan berdarah.

9. Adenopati Preaurikuler
Beberapa jenis konjungtivitis akan disertai adenopoti preaurikular. Dengan demikian setiap
ada radang konjungtiva harus diperiksa adalah pembebasan dan rasa sakit tekan kelenjar limfe
preaurikuler.

Gejala berdasarkan jenis konjungtivitis

1. Konjungtivitis Bakteri
Pada konjungtivitis bakteri memberikan gejala secret mukopurulen dan purulent, kemosis
konjungtiva, edema kelopak, kadang-kadang disertai keratitis dan blefaritis. Konjungtivitis ini
mudah menular ke mata sebelahnya dan menyebar ke orang lain melalui benda yang dapat
menyebarkan kuman.
a. Konjungtivitis Bakteri Akut
1. Mukopurulen dan purulent
2. Hiperemi konjungtiva
38
3. Edema keloak, papil dengan korna yang jernih

b. Konjungtiva gonore
Konjungtiva gonore merupakan radang konjungtiba akut dan hebat yang disertai dengan
sekret purulent. Pada neonatus infeksi konjungtiva ditularkan saat berada pada jalan
kelahiran, yang ditularkan oleh ibu yang sedang menderita penyakit tersebut.

Penyakit ini memberikan secret purulent dengan masa inkubasi antara 12 jam hingga 5 hari,
disertai perdarahan subkonjungtiva dan konjungtivitis kemotik. Pada orang dewasa terdapat
3 stadium, yaitu infiltrate, supuratif, dan penyembuhan. Pada stadium infiltrate ditemukan
kelopak dan konjungtiva yang kaku disertai rasa sakit pada perabaan. Kelopak mata
membengkak dan kaku sehingga sukar dibuka. Terdapat pseudomembran pada konjungtiva
tarsal superior sedangkan konjungtiva bulbi merah, kemotik, dan menebal. Umumnya terjadi
satu mata terlebih dahulu dan biasanya kelianan ini pada laki-laki didahului dengan mata
kanannya.

Pada stadium supuratif terdapat sekret yang kental. Pada bayi biasanya mengenai dua mata
dengan secret kuning kental. Terdapat pseudomembran yang merupakan kondensasi fibrin
pada permukaan konjungtiva.

c. Oftalmia neonatorum
Merupakan konjungtivitis purulent hiperakut, terjadi pada bayi di bawah usia 1 bulan,
disebabkan penularan dari secret vagina.
Gejala:
1. Bola mata sakit dan pegal
2. Mata mengeluarkan belek atau kotor dalam bentuk purulent, mukoid dan mukopurulen
tergantung penyebabnya.
3. Konjungtiva hyperemia dan kemotik. Kelopak biasanya bengkak.
4. Kornea dapat terkena pada hiperemis simpleks.

d. Konjungtivitis angular
Terutama didapatkan di daerah kantus interpalpebra, disertai eksoriasi kulit di sekitar daerah
meradang. Terdapat secret mukopurulen dan pasien sering mengedip.

e. Konjungtivitis mukopurulen
Merupakan konjungtivitis dengan gejala umum konjungtivitis kataral mukoid. Ditandai
dengan hiperemi konjungtiva dengan secret mukopurulen yang menyebabkan kedua kelopak
mata melekat terutama waktu bangun pagi.

Gejala terberat pada hari ketiga apabila tidak diobati dan berjalan kronis. Dapat timbul ulkus
kataral marginal pada kornea atau keratitis superfisial.

2. Konjungtivitis Virus

a. Demam faringokonjungtiva

39
Memberikan gejala demam, faringitis, sedikit sekret berair, folikel pada konjungtiva,
mengenai satu atau kedua mata. Biasanya disebabkan oleh adenovirus 3,4, dan 7. Masa
inkubasi 5-12 hari, bersifat epidemik. Biasanya mengenai anak-anak yang disebarkan
melalui droplet atau kolam renang. Berjalan akut dengan gejala penyakit hyperemia
konjungtiva, sekret serous, fotofobia, kelopak bengkak dengan pseudomembran, selain itu
terjadi keratitis epitel superfisial, dan atau subepitel dengan pembesaran kelenjar limfe
preaurikel.

b. Keratokonjungtivitis epidemic
Disebabkan oleh adenovirus 8, 19, 29, dan 37, umumnya bilateral. Mudah menular dengan
masa inkubasi 8-9 hari dan masa infeksius 14 hari. Pada awal infeksi terdapat injeksi
konjungtiva, folikel terutama konjungtiva bawah, kadang-kadang terdapat pseudomembran.
Kelenjar preaurikel membesar. Gejala akan turun dalam waktu 7-15 hari.

c. Konjungtivitis herpetic
Berlangsung selama 2-3 minggu. Ditandai dengan infeksi unilateral, iritasi, sekret mukosa,
nyeri dan fotofobia ringan. Disertai dengan keratitis herpes simpleks, dengan vesikel pada
kornea yang dapat membentuk gambaran dendrit.

d. Konjungtivitis varisela-zoster
Herpes zoster terdapat pada usia lebih dari 50 tahun. Virus ini memberikan gambaran klinik
hyperemia, vesikel dan pseudomembran pada konungtiva, papil, dengan pembesaran
kelenjar aurikel.
e. Konjungtivitis new castle
Disebabkan oleh virus new castle, biasanya mengenai pada pekerja peternakan unggas yang
terdapat pada unggas. Biasanya unilateral, bisa juga bilateral. Konjungtivitis ini memberikan
gejala influenza dengan demam ringan, sakit kepala, dan nyeri sendi, rasa sakit pada mata,
gatal, mata berair, penglihatan kabur, dan fotofobia.

f. Konjungtivitis hemoragik epidemic akut


Konjungtivitis hemoragik epidemic akut merupakan konjungtivitis disertai timbulnya
perdarahan konjungtiva. Infeksi ini disebabkan oleh virus pikornavirus dan enterovirus 70.
Masa inkubasi 24-48 jam, dengan tanda-tanda kedua mata iritatif seperti kelilipan, dan sakit
periorbita, edema kelopak mata, kemosis konjungtiva, sekret seromukos, fotofobia disertai
lakrimasi. Gejala akut ditandai dengan ditemukan adanya konjungtiva folikular tingan, sakit
periorbita, keratitis, adenopati preaurikel, dan perdarahan subkonjungtiva.

3. Konjungtivitis Alergi
Gejala klinis konjungtivitis alergi berbeda-beda sesuai dengan subkategorinya. Pada konjungtivitis
alergi musiman dan alergi tumbuh-tumbuhan keluhan utama adalah gatal, kemerahan, air mata,
injeksi ringan konjungtiva, dan sering ditemukan kemosis berat. Pasien dengan
keratokonjungtivitis vernal sering mengeluhkan mata sangat gatal dengan kotoran mata yang
berserat, konjungtiva tampak putih susu dan banyak papila halus di konjungtiva tarsalis inferior.
Sensasi terbakar, pengeluaran sekret mukoid, merah, dan fotofobia merupakan keluhan yang
paling sering pada keratokonjungtivitis atopik. Ditemukan jupa tepian palpebra yang eritematosa
dan konjungtiva tampak putih susu. Pada kasus yang berat ketajaman penglihatan menurun,

40
sedangkan pada konjungtiviitis papilar raksasa dijumpai tanda dan gejala yang mirip konjungtivitis
vernal (Vaughan, 2010).

4. Konjungtivitis Jamur

a. Konjungtivitis Candida
Konjungtivitis yang disebabkan oleh Candida spp (biasanya Candida albicans) adalah infeksi yang
jarang terjadi; umumnya tampak sebagai bercak putih. Keadaan ini dapat timbul pada pasien
diabetes atau pasien yang terganggu sistem imunnya, sebagai konjungtivitis ulseratif atau
granulomatosa.
Kerokan menunjukkan reaksi radang sel polimorfonuklear. Organisme mudah tumbuh pada agar
darah atau media Saboraud dan mudah diidentifikasi sebagai ragi bertunas (budding yeast) atau
sebagai pseudohifa (jarang).

b. Konjungtivitis Jamur Lain


Sporothrix schenckii, walaupun jarang, bisa mengenai konjungtiva atau palpebral. Jamur ini
menimbulkan penyakit granulomatosa yang disertai KGB preaurikular yang jelas. Pemeriksaan
mikroskopik dari biopsy granuloma menampakkan conidia (spora) gram positif berbentuk cerutu.
Rhinosporidium seeberi, meskipun jarang, dapat mengenai konjungtiva, saccus lacrimalis,
palpebral, canaliculi dan sclera. Lesi khas berupa granuloma polipoid yang mudah berdarah
dengan trauma minimal. Pemeriksaan histologik menampakkan granuloma dengan spherula besar
terbungkus yang mengandung endospore myriad. Penyembuhan dicapai dengan eksisi sederhana
dan kauterisasi pada dasarnya.
Coccidioides immitis jarang menimbulkan konjungtivitis granulomatosa yang disertai KGB
preaurikular yang jelas (sindrom okuloglandular Parinaud). Ini bukanlah suatu penyakit primer,
tetapi merupakan manifestasi dari penyebaran infeksi paru primer (demam San Joaquin Valley).
Penyakit yang menyebar memberi prognosis buruk.

5. Konjungtivits Parasit

a. Infeksi Thelazia californiensis


Habitat alami cacing giling ini adalah pada mata anjing, tetapi cacing ini juga bisa menginfeksi
mata kucing, domba, beruang hitam, kuda, dan rusa. Infeksi aksidental pada saccus conjunctivalis
manusia pernah juga terjadi. Penyakit ini dapat disembuhkan secara efektif dengan menyingkirkan
cacing dari saccus conjungtivalis dengan forceps atau aplikator berujung kain.

b. Infeksi Loa-loa
L. loa adalah cacing mata di Afrika. Cacing ini hidup di jaringan ikat manusia dan kera; kera
tampakanya merupakan reservoarnya. Parasit ini ditularkan oleh gigitan lalat kuda atau lalat
mangga. Cacing dewasa kemudian bermigrasi ke palpebral, konjungtiva, atau orbita.

41
Pada 60-80% infeksi L. loa, terdapat eosinofilia, tetapi diagnosis ditegakkan dengan menemukan
cacing atau dengan menemukan mikrofilaria dalam darah yang diperiksa siang hari. Saat ini, obat
pilihan untuk L. loa adalah diethylcarbamazine.

c. Infeksi Ascaris lumbricoides (Konjungtivitis “Butcher”)


Ascaris dapat menimbulkan sejenis konjungtivitis berat, meskipun jarang. Saat tukang jagal atau
orang yang melakukan pemeriksaan post-mortem memotong jaringan yang mengandung Ascaris,
cairan jaringan bagian organisme itu bisa mengenai matanya. Kejadian ini bisa diikuti oleh
konjungtivitis toksik yang nyeri dan berat, yang ditandai dengan kemosis hebat dan edema
palpebral. Pengobatannya berupa irigasi cepat dan menyeluruh pada saccus conjunctivalis.

d. Infeksi Trichinella spiralis


Parasit ini tidak menimbulkan konjungtivitis sejati, tetapi dalam perjalanan penyebarannya
mungkin terdapat edema palpebral superior dan inferior, dan lebih dari 50% pasien menunjukkan
kemosis – suatu pembengkakkan kuning-lemon pucat yang paling jelas pada otot rektus lateral dan
medial dan berkurang ke arah limbus. Kemosis ini dapat bertahan satu minggu atau lebih, dan
sering terasa nyeri saat mata digerakkan.

e. Infeksi Schistosoma haematobium


Skistosomiasis (bilharziasis) endemic di Mesir, khususnya di daerah yang memperoleh air dari
sungai Nil. Timbul lesi konjungtiva granulomatosa berupa tumor-tumor kecil, lunak, licin, kuning-
kemerahan, terutama pada pria. Gejalanya minimal. Diagnosis tergantung pada pemeriksaan
mikroskopik materi-biopsi, yang menunjukkan granuloma berisi limfosit, sel plasma, sel raksasa,
dan eosinophil yang mengelilingi ovum bilharza pada berbagai tahap disintegrasi. Pengobatannya
terdiri atas eksisi granuloma konjungtiva dan terapi sistemik dengan antimonial seperti niridazole.

f. Infeksi Taenia solium


Parasit ini jarang menimbulkan konjungtivitis, tetapi lebih sering menyerang retina, koroid, atau
vitreus, dan menimbulkan sistiserkosis mata. Umumnya, konjungtiva yang terkena menampilkan
suatu kista subkonjungtiva dalam bentuk pembengkakkan hemisferik setempat, biasanya di sudut
dalam forniks inferior, yang melekat pada sclera di bawahnya dan nyeri tekan. Konjungtiva dan
palpebral mungkin meradang dan terdapat edema. Eosinofilia adalah ciri yang selalu ada.

g. Infeksi Pthirus pubis (Infeksi Kutu Pubis)


P. pubis dapat mengenai bulu mata dan tepian palpebral. Karena ukurannya, kutu pubis agaknya
memerlukan rambut yang tersebar berjauhan. Inilah sebabnya parasit ini menyukai bulu mata yang
tersebar berjauhan selain rambut pubis. Parasit ini melepaskan bahan yang mengiritasi (mungkin
feses), yang menimbulkan konjungtivitis folikular toksik pada anak-anak dan konjungtivitis
papilar yang mengiritasi pada orang dewasa. Tepian palpebral umumnya merah, dan pasien
mungkin mengeluh sangat gatal.

42
h. Oftalmomyasis
Myiasis adalah infeksi oleh larva lalat. Banyak spesies lalat dapat menimbulkan myiasis. Jaringan
mata mungkin cedera akibat transmisi mekanik organisme penyebab penyakit atau oleh aktivitas
parasit larva dalam jaringan sehat. Banyak yang terkena infeksi karena tanpa sengaja menelan telur
atau larva atau karena kontaminasi pada luka luar atau kulit. Bayi dan anak-anak kecil, pecandu
alkohol, dan pasien lemah yang tak terurus adalah sasaran umum lalt penyebab myiasis.
Larva ini dapat mempengaruhi permukaan mata, jaringan intraocular, atau jaringan orbita yang
lebih dalam. Terkenanya permukaan mata dapat disebabkan oleh Musca domestica – lalat rumah,
Fannia – lalat jamban, dan Oestrus ovis- lalat domba. Lalat-lalat ini meletakkan telurnya di tepian
palpebral inferior atau kantus internus, dan larva itu menetap di permukaan mata, menimbulkan
iritasi, nyeri, dan hyperemia konjungtiva.

6. Konjungtivitis zat kimia atau iritatif

a. Konjungtivitis Iatrogenik Pemberian Obat Topikal


Konjungtivitis folikular toksik atau konjungtivitis non-spesifik infiltrate, diikuti pembentukan
parut, sering kali terjadi akibat pemberian lama dipivefrin, miotika, idoxuridine, neomycin, dan
obat-obat lain yang disiapkan dalam bahan pengawet atau vehikel toksik atau yang menimbulakan
iritasi. Perak nitratyang diteteskan ke dalam saccus conjungtiva saat lahir sering menjadi penyebab
konjungtivitis kimia ringan. Jika produksi air mata berkurang akibat iritasi yang kontinyu,
konjungtiva kemudian akan cedera karena tidak ada pengenceranterhadap agen yang merusak saat
diteteskan kedalam saccus conjungtivae. Kerokan konjungtiva sering mengandung sel-sel epitel
berkeratin, beberapa neutrofil polimorfonuklear, dan sesekali ada sel berbentuk aneh.

b. Konjungtivitis Pekerjaan oleh Bahan Kimia dan Iritans


Asam, alkali, asap, angin, dan hamper setiap substansi iritan yang masuk kesaccus conjungtiva
dapat menimbulkan konjungtivitis. Beberapa iritan umum adalah pupuk, sabun, deodorant, spray
rambut, tembakau, bahan-bahan make-up, dan berbagai asam dan alkali. Di daerah tertentu,asbut
(campuran asap dan kabut) menjadi penyebab utama konjungtivitis kimia ringan. Iritan spesifik
dalam asbut belum dapat ditetapkan secara positif, dan pengobatannya non-spesifik. Tidak ada
efek pada mata yang permanen, namun mata yang terkena seringkali merah danterasa mengganggu
secara menahun.
Pada luka karena asam, asam itu mengubah sifat protein jaringan dan efek langsung. Alkali tidak
mengubah sifat protein dan cenderung cepat menyusup kedalam jaringan dan menetap di dalam
jaringan konjungtiva. Disini mereka terus menerus merusak selama berjam-jam atau berhari-hari
lamanya, tergantung konsentrasi molar alkali tersebut dan jumlah yang masuk. Perlekatan antara
konjungtiva bulbi dan palpebra dan leokoma kornea lebih besar kemungkinanterjadi jika agen
penyebabnya adalah alkali. Pada kejadian manapun, gejala utama luka bahan kimia adalah sakit,
pelebaran pembuluh darah, fotofobia, dan blefarospasme

43
LO 3.6 Diagnosis dan Diagnosis Banding
1. Anamnesis
a. Riwayat kesehatan sekarang
b. Keluhan utama: Nyeri, rasa ngeres (seperti ada pasir dalam mata), gatal, panas dan
kemerahan disekitar mata, epipora mata dan sekret, banyak keluar terutama pada
konjungtiva, purulen/Gonoblenorroe.
c. Sifat keluhan: Keluhan terus menerus; hal yang dapat memperberat keluhan, nyeri
daerah meradang menjalar ke daerah mana, waktu keluhan timbul pada siang
malam, tidur tentu keluhan timbul.
d. Keluhan yang menyertai: Apakah pandangan menjadi kabur terutama pada kasus
Gonoblenorroe.
e. Riwayat kesehatan yang lalu (Klien pernah menderita penyakit yang sama, trauma
mata, alergi obat, riwayat operasi mata)
f. Riwayat kesehatan keluarga (Dalam keluarga terdapat penderita penyakit menular
seperti konjungtivitis).
2. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan mata awal termasuk pengukuran ketajaman visus, pemeriksaan eksternal dan slit-
lamp biomikroskopi.Pemeriksaan eksternal harus mencakup elemen berikut ini:
a. Limfadenopati regional, terutama sekali preaurikuler
b. Kulit: tanda-tanda rosacea, eksema, seborrhea
c. Kelainan kelopak mata dan adneksa: pembengkakan, perubahan warna, malposisi,
kelemahan, ulserasi, nodul, ekimosis, keganasan
d. Konjungtiva: bentuk injeksi, perdarahan subkonjungtiva, kemosis, perubahan sikatrikal,
simblepharon, massa, sekret

Slit-lamp biomikroskopi harus mencakup pemeriksaan yang hati-hati terhadap:


a. Margo palpebra: inflamasi, ulserasi, sekret, nodul atau vesikel, nodul atau vesikel, sisa kulit
berwarna darah, keratinisasi
b. Bulu mata: kerontokan bulu mata, kerak kulit, ketombe, telur kutu dan kutu
c. Punctum lacrimal dan canaliculi: penonjolan, sekret
d. Konjungtiva tarsal dan forniks
1. Adanya papila, folikel dan ukurannya
2. Perubahan sikatrikal, termasuk penonjolan ke dalam dan simblepharon
3. Membran dan psudomembran
4. Ulserasi
5. Perdarahan
6. Benda asing
7. Massa
8. Kelemahan palpebra
e. Konjungtiva bulbar/limbus: folikel, edema, nodul, kemosis, kelemahan, papila, ulserasi,
luka, flikten, perdarahan, benda asing, keratinisasi
f. Kornea
1. Defek epitelial
2. Keratopati punctata dan keratitis dendritik

44
3. Filamen
4. Ulserasi
5. Infiltrasi, termasuk infiltrat subepitelial dan flikten
6. Vaskularisasi
7. Keratik presipitat
g. Bilik mata depan: rekasi inflamasi, sinekia, defek transiluminasi
h. Corak pewarnaan: konjungtiva dan kornea

Data fokus
Objektif: VOS dan VOD kurang dari 6/6. Mata merah, edema konjungtiva, epipora, sekret banyak
keluar terutama pada konjungtivitis purulen (Gonoblenorroe).
Subjektif: Nyeri, rasa ngeres (seperti ada pasir dalam mata) gatal, panas.
3. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan Mata
1. Pemeriksaan tajam penglihatan.
2. Pemeriksaan dengan uji konfrontasi, kampimeter, dan perimeter (sebagai alat pemeriksaan
pandangan).
3. Pemeriksaan dengan melakukan uji fluoresein (untuk melihat adanya efek epitel kornea).
4. Pemeriksaan dengan melakukan uji festel (untuk mengetahui letak adanya kebocoran
kornea).
5. Pemeriksaan oftalmoskop.
6. Pemeriksaan dengan slitlamp dan loupe dengan sentolop (untuk melihat benda menjadi
lebih besar disbanding ukuran normalnya).
Kebanyakan kasus konjungtivitis dapat didiagnosa berdasarkan anamnesa dan pemeriksaan.
Meskipun demikian, pada beberapa kasus penambahan tes diagnostik membantu.
Pemeriksaan secara langsung dari kerokan atau getah mata setelah bahan tersebut dibuat sediaan
yang dicat dengan pengecatan gram atau giemsa dapat dijumpai sel-sel radang polimorfonuklear.
Pada konjungtivitis yang disebabkan alergi pada pengecatan dengan giemsa akan didapatkan sel-
sel eosinofil. Pada pemeriksaan klinik didapat adanya hiperemia konjungtiva, sekret atau getah
mata dan edema konjungtiva.

1. Kultur
Kultur konjungtiva diindikasikan pada semua kasus yang dicurigai merupakan konjungtivitis
infeksi neonatal. Kultur bakteri juga dapat membantu untuk konjungtivitis purulen berat atau
berulang pada semua grup usia dan pada kasus dimana konjungtivitis tidak berespon terhadap
pengobatan.

2. Kultur virus

45
Bukan merupakan pemeriksaan rutin untuk menetapkan diagnosa. Tes imunodiagnostik yang
cepat dan dilakukan dalam ruangan menggunakan antigen sudah tersedia untuk konjungtivitis
adenovirus. Tes ini mempunyai sensitifitas 88% sampai 89% dan spesifikasi 91% sampai 94%.
Tes imunodiagnostik mungkin tersedia untuk virus lain, tapi tidak diakui untuk spesimen dari
okuler. PCR dapat digunakan untuk mendeteksi DNA virus. Ketersediannya akan beragam
tergantung dari kebijakan laboratorium.

3. Tes diagnostik klamidial


Kasus yang dicurigai konjungtivitis klamidial pada dewasa dan neonatus dapat dipastikan
dengan pemeriksaan laboratorium. Tes diagnostik yang berdasarkan imunologikal telah
tersedia, meliputi tes antibodi imunofloresens langsung dan enzyme-linked imunosorbent
assay.

Tes ini telah secara luas digantikan oleh PCR untuk spesimen genital, dan, karena itu,
ketersediaannya untuk spesimen konjungtival lebih terbatas. Ketersedian PCR untuk mengetes
sampel okuler beragam. Meskipun spesimen dari mata telah digunakan dengan performa yang
memuaskan, penggunaannya belum diperjelas oleh FDA.

4. Smear/sitologi
Smear untuk sitologi dan pewarnaan khusus (mis.,gram, giemsa) direkomendasikan pada kasus
dicurigai konjungtivitis infeksi pada neonatus, konjungtivitis kronik atau berulang, dan pada
kasus dicurigai konjungtivitis gonoccocal pada semua grup usia.

5. Biopsi
Biopsi konjungtiva dapat membantu pada kasus konjungtivitis yang tidak berespon pada terapi.
Oleh karena mata tersebut mungkin mengandung keganasan, biopsi langsung dapat
menyelamatkan penglihatan dan juga menyelamatkan hidup. Biopsi konjungtival dan tes
diagnostik pewarnaan imunofloresens dapat membantu menetapkan diagnosis dari penyakit
seperti OMMP dan paraneoplastik sindrom.

Biopsi dari konjungtiva bulbar harus dilakukan dan sampel harus diambil dari area yang tidak
terkena yang berdekatan dengan limbus dari mata dengan peradangan aktif saat dicurigai
sebagai OMMP. Pada kasus dicurigai karsinoma glandula sebasea, biopsi palpebra seluruh
ketebalan diindikasikan. Saat merencanakan biopsi, konsultasi preoperatif dengan ahli patologi
dianjurkan untuk meyakinkan penanganan dan pewarnaan spesimen yang tepat.

6. Tes darah
Tes fungsi tiroid diindikasikan untuk pasien dengan SLK yang tidak mengetahui menderita
penyakit tiroid.

Konjungtivitis non-infeksius biasanya dapat didiagnosa berdasarkan riwayat pasien. Paparan


bahan kimiawi langsung terhadapa mata dapat mengindikasikan konjungtivitis toksik/kimiawi.
Pada kasus yang dicurigai luka percikan bahan kimia, pH okuler harus dites dan irigasi mata

46
terus dilakukan hingga pH mencapai 7. Konjungtivitis juga dapat disebabkan penggunaan
lensa kontak atau iritasi mekanikal dari kelopak mata.3

4. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan secara langsung dari kerokan atau getah mata setelah bahan tersebut dibuat sediaan
yang dicat dengan pegecatan gram atau giemsa dapat dijumpai sel – sel radang polimorfonuklear.
Pada konjungtivitis yang disebabkan alergi pada pengecatan dengan giemsa akan didapatkan sel-
sel eosinofil.

Diagnosis Banding

Kondisi Konjungtivitis Keratitis/tukak Iritis akut Glaukoma akut


kornea

Sakit Kesat Sedang Sedang sampai hebat Hebat dan


menyebar

Kotoran Sering purulen Hanya refleks Ringan --


epifora

Fotofobia Ringan Hebat Sedang

Kornea Jernih Fluresein +++/- Presipitat Edema

Iris Normal “muddy” Abu-abu-hijau-


hijau

Penglihatan N <N <N <N

Sekret (+) (-) (-) <N

Suar/fler (-) -/+ ++ (-)

Pupil ’fixed oval N <N <N (-)

Tekanan N N <N< (pegal) >N +++ (sangat


pegal)

Vaskularisasi A. Konjungtiva Siliar Pleksus siliar Episkleral


posterior

Injeksi Konjungtival Siliar Siliar Episkleral

Antibiotika Miotika diamox +


sikloplegik bedah
Pengobatan Antibiotika Steroid+skiloplegik

47
Uji Bakteri Sensibilitas Infeksi fokal Tonometri

LO 3.7 Penatalaksanaan
A. Non Farmakologi

Bila konjungtivitis disebabkan oleh mikroorganisme, pasien harus diajari bagaimana cara
menghindari kontaminasi mata yang sehat atau mata orang lain. Perawat dapat memberikan
intruksi pada pasien untuk tidak menggosok mata yang sakit dan kemudian menyentuh mata yang
sehat, mencuci tangan setelah setiap kali memegang mata yang sakit, dan menggunakan kain lap,
handuk, dan sapu tangan baru yang terpisah untuk membersihkan mata yang sakit. Asuhan khusus
harus dilakukan oleh personal asuhan kesehatan guna mengindari penyebaran konjungtivitis antar
pasien.

B. Farmakologi
a. Terapi spesifik terhadap konjungtivitis bacterial tergantung temuan agen mikrobiologinya.
b. Untuk menghilangkan sekret dapat dibilas dengan garam fisiologis.

1. Penatalaksanaan Konjungtivitis Bakteri

Pengobatan kadang-kadang diberikan sebelum pemeriksaan mikrobiologik dengan antibiotic


tunggal seperti :

a. Kloramfenikol
b. Gentamisin
c. Tobramisin
d. Eritromisin
e. Sulfa

Bila pengobatan tidak memberikan hasil setelah 3 – 5 hari maka pengobatan dihentikan dan
ditunggu hasil pemeriksaan mikrobiologik. Pada konjungtivitis bakteri sebaiknya dimintakan
pemeriksaan sediaan langsung (pewarnaan Gram atau Giemsa) untuk mengetahui penyebabnya.
Bila ditemukan kumannya maka pengobatan disesuaikan. Apabila tidak ditemukan kuman dalam
sediaan langsung, maka diberikan antibiotic spectrum luas dalam bentuk tetes mata tiap jam atau
salep mata 4-5x/hari. Apabila memakai tetes mata, sebaiknya sebelum tidur diberi salep mata
(sulfasetamid 10-15 %). Apabila tidak sembuh dalam 1 minggu, bila mungkin dilakukan
pemeriksaan resistensi, kemungkinan difisiensi air mata atau kemungkinan obstruksi duktus
nasolakrimal.

2. Penatalaksanaan Konjungtivitis Virus

Pengobatan umumnya hanya bersifat simtomatik dan antibiotik diberikan untuk mencegah
terjadinya infeksi sekunder. Dalam dua minggu akan sembuh dengan sendirinya. Hindari

48
pemakaian steroid topikal kecuali bila radang sangat hebat dan kemungkinan infeksi virus Herpes
simpleks telah dieliminasi.

Konjungtivitis viral akut biasanya disebabkan Adenovirus dan dapat sedmbuh sendiri sehingga
pengobatan hanya bersifat suportif, berupa kompres, astrigen, dan lubrikasi. Pada kasus yang berat
diberikan antibodi untuk mencegah infeksi sekunder serta steroid topikal. Konjungtivitis herpetik
diobati dengan obat antivirus, asiklovir 400 mg/hari selama 5 hari. Steroid tetes deksametason 0,1
% diberikan bila terdapat episkleritis, skleritis, dan iritis, tetapi steroid berbahaya karena dapat
mengakibatkan penyebaran sistemik. Dapat diberikan analgesik untuk menghilangkan rasa sakit.
Pada permukaan dapat diberikan salep tetrasiklin. Jika terjadi ulkus kornea perlu dilakukan
debridemen dengan cara mengoles salep pada ulkus dengan swab kapas kering, tetesi obat
antivirus, dan ditutup selama 24jam.

3. Penatalaksanaan Konjungtivitis Alergi

Umumnya kebanyakan konjungtivitis alergi awalnya diperlakukan seperti ringan sampai ada
kegagalan terapi dan menyebabkan kenaikan menjadi tingkat sedang. Penyakit ringan sampai
sedang biasanya mempunyai konjungtiva yang bengkak dengan reaksi konjungtiva papiler yang
ringan dengan sedikit sekret mukoid. Kasus yang lebih berat mempunyai giant papila pada
konjungtiva palpebranya, folikel limbal, dan perisai (steril) ulkus kornea.

1. Alergi ringan
Konjungtivitis alergi ringan identik dengan rasa gatal, berair, mata merah yang timbul
musiman dan berespon terhadap tindakan suportif, termasuk air mata artifisial dan kompres
dingin. Air mata artifisial membantu melarutkan beragam alergen dan mediator peradangan
yang mungkin ada pada permukaan okuler.
2. Alergi sedang
Konjungtivitis alergi sedang identik dengan rasa gatal, berair dan mata merah yang timbul
musiman dan berespon terhadap antihistamin topikal dan/atau mast cell stabilizer. Penggunaan
antihistamin oral jangka pendek mungkin juga dibutuhkan.

Mast cell stabilizer mencegah degranulasi sel mast; contoh yang paling sering dipakai
termasuk sodium kromolin dan Iodoxamide. Antihistamin topikal mempunyai masa kerja
cepat yang meredakan rasa gatal dan kemerahan dan mempunyai sedikit efek samping; tersedia
dalam bentuk kombinasi dengan mast cell stabilizer. Antihistamin oral, yang mempunyai masa
kerja lebih lama, dapat digunakan bersama, atau lebih baik dari, antihistamin topikal.
Vasokonstriktor tersedia dalam kombinasi dengan topikal antihistamin, yang menyediakan
tambahan pelega jangka pendek terhadap injeksi pembuluh darah, tapi dapat menyebabkan
rebound injeksi dan inflamasi konjungtiva. Topikal NSAID juga digunakan pada
konjungtivitis sedang-berat jika diperlukan tambahan efek anti-peradangan.

3. Alergi berat
Penyakit alergi berat berkenaan dengan kemunculan gejala menahun dan dihubungkan dengan
peradangan yang lebih hebat dari penyakit sedang. Konjungtivitis vernal adalah bentuk
konjungtivitis alergi yang agresif yang tampak sebagai shield coneal ulcer. Rujukan spesialis
harus dipertimbangkan pada kasus berat atau penyakit alergi yang resisten, dimana

49
memerlukan tambahan terapi dengan kortikosteroid topikal, yang dapat digunakan bersama
dengan antihistamin topikal atau oral dan mast cell stabilizer. Topikal NSAID dapat
ditambahkan jika memerlukan efek anti-inflamasi yang lebih lanjut. Kortikosteroid punya
beberapa resiko jangka panjang terhadap mata termasuk penyembuhan luka yang terlambat,
infeksi sekunder, peningkatan tekanan intraokuler, dan pembentukan katarak. Kortikosteroid
yang lebih baru seperti loteprednol mempunyai efek samping lebih sedikit dari prednisolon.
Siklosporin topikal dapat melegakan dengan efek tambahan steroid dan dapat dipertimbangkan
sebagai lini kedua dari kortikosteroid. Dapat terutama sekali berguna sebagai terapi lini kedua
pada kasus atopi berat atau konjungtivitis vernal.

LO 3.8 Komplikasi
1. Konjungtivitis Bakteri
Pada infeksi staphylococcal dapat terbentuk blefaritis marginal kronik. Selain itu, konjungtivitis
pseudomembranosa dan membranosa akan menimbulkan sikatriks dalam proses penyembuhan,
dan lebih jarang menyebabkan ulkus kornea. Ulkus kornea marginal mempermudah infeksi N
gonorrhoeae, N kochii, N meningitidis, H aegyptius, S aureus, dan M catarrhalis. Apabila produk
toksik N gonorrhoeae menyebar pada bilik mata depan, akan terjadi iritis toksik.

2. Konjungtivitis Virus
Konjungtivitis viral bisa berkembang menjadi kronis hingga menimbulkan blefarokonjungtivitis.
Komplikasi lainnya dapat berupa timbulnya pseudomembran, jaringan parut, keterlibatan kornea,
serta muncul vesikel pada kulit.
3. Konjungtivitis Alergi
Komplikasi bergantung pada perjalanan dan lokasi penyakit. Jika konjungtivitis berlangsung
kronik atau mengenai media refraksi, maka dapat meinggalkan jaringan parut yang akan
mengganggu pandangan.

LO 3.9 Pencegahan
1. Konjungtivitis mudah menular, karena itu sebelum dan sesudah membersihkan atau
mengoleskan obat, penderita harus mencuci tangannya bersih-bersih.
2. Usahakan untuk tidak menyentuh mata yang sehat sesudah menangani mata yang sakit.
3. Jangan menggunakan handuk atau lap bersama-sama dengan penghuni rumah lainnya.
4. Gunakan lensa kontak sesuai dengan petunjuk dari dokter dan pabrik pembuatnya.
5. Menghindari kontak dengan allergen.

LO 3.10 Prognosis
1. Konjungtivitis Bakteri
Konjungtivitis bacterial akut dapat sembuh sendiri dalam 10-14 hari tanpa pengobatan. Namun,
konjungtivitis akan sembuh lebih cepat dalam 1-3 hari apabila diobati dengan tepat. Sebaliknya,

50
infeksi kronik membutuhkan terapi yang adekuat untuk dapat pulih. Infeksi staphylococcal dapat
menimbulkan blefarokonjungtivitis. Kemudian, konjungtivitis gonococcal dapat menyebabkan
ulkus kornea dan endoftalmitis jika tidak diobati. Oleh karena konjungtiva dapat menjadi port
d’entry, maka septikemia dan meningitis menjadi komplikasi dari konjungtivitis meningococcal.
2. Konjungtivitis Virus
Konjungtivitis virus merupakan penyakit limited disease, yang dapat sembuh dengan sendirinya
tanpa pengobatan khusus. Pada infeksi adenovirus, infeksi dapat hilang sempurna dalam 3 – 4
minggu, dan 2 – 3 minggu untuk HSV. Dan infeksi enterovirus tipe 70 atau coxsackievirus tipe
A24 sembuh dalam 5 – 7 hari, tanpa butu tatalaksana khusus.
3. Konjungtivitis Alergi
Konjungtivitis ini bersifat self limited, ketika alergen hilang, maka reaksi inflamasi diharapkan
juga berhenti. Beberapa memiliki masa perjalanan penyakit yang pendek, namun ada pula yang
berjalan kronik, tergantung dengan kapasitas sitem imun pasien. Penyakit ini banyak timbul pada
usia anak, remaja, hingga dewasa. Pada sebagian kasus rekurensi berkurang jauh ketika meninjak
usia tua, diatas 40 – 50 tahun.

LI 4. Memahami dan Menjelaskan Cara Memelihara Kesehatan Mata Menurut Ajaran


Islam
” Katakanlah kepada orang- orang beriman ( laki-laki) hendaknya menjaga pandangan mereka dan
memelihara kemaluan mereka, karena yang demikian itu membersihkan jiwa mereka dan
sesungguhnya Allah Maha Mengetahui dengan apa yang mereka lakukan. Dan katakanlah kepada
wanita hendaknya mereka menjaga pandangan mereka dan memelihara kemaluan mereka” (Qs.
An-Nur (24): 30-31)

Firman Allah tentang mata


“Bukanakah kami telah memberikan kepadanya dua buah mata” (Qs. Al-Balad (90): 8)

Rasulullah sangat berhati-hati dalam memandang yang dilarang Islam. Diantarannya dari melihat
wanita yang bukan mahramnya. “Sesungguhnya terdapat dalam diri Rasulullah saw suri teladan
yang baik bagi kamu (yaitu) bagi siapa yang mengharap (rahmat) Allah dan (kebahagiaan) hari
akhir dan banyak menyebut nama Allah.” (QS.Al-Ahzab [33]: 21)

Sang imam gojali di dalam kitabnya ihya ulmuddin menyabutkan, bahwa mata adalah panglima
hati hamper semua perasaan dan perilaku awalnya picu oleh pandangan mata. Bila mata di biarkan
memandang itu di benci dan di larang maka pemiliknya berada di tepi jurang bahaya meskipun dia
tidak sungguh- sungguh jatuh kedalam jurang

Pandangan yg sesat adalah panah2 setan, sedangkan setan itu tidak menginginkan apapun dari
manusia selain keburukan dan kebinasaan. Oleh karena itu, penjagaan kita terhadapnya adalah
salah satu kunci pokok jalan keselamatan, Jalan menuju kebahagiaan yang sesunguhnya.
Pandangan liar yang kita lakukan diluar dari ajaran islam sesungguhnya dapat mengikis dan

51
mengurangi iman kita. Iman tidak runtuh secara langsung, namun perlahan-lahan tapi pasti. Itu
merupakan jurus setan yang paling efektif agar iman manusia menjadi rontok dan hilang.

52
DAFTAR PUSTAKA

Ilyas, Sidarta, Sri Rahayu Yulianti. 2013. Ilmu Penyakit Mata. Edisi 4. Jakrta:FKUI

Riordan-Eva P, Whitcher JP. Vaughan & Asbury’s general ophthalmology. Edisi ke-17. McGraw-
Hill, 2007.

Sherwood, Lauralee. 2011. Fisiologi Manusia Dari Sel ke Sistem. Edisi 6. Jakarta:EGC

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31458/4/Chapter%20II.pdf

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/32435/4/Chapter%20II.pdf

http://www.scribd.com/doc/87961403/Konjungtivitis-Jamur-Parasit#download

Dorland, W. A. Newman. 2006. Kamus Kedokteran Dorland, Edisi 29. Jakarta: EGC

Eroschenko, Victor P. 2010. Atlas Histologi DiFiore. Ed 11. Jakarta : EGC

http://www.anneahira.com/menjaga-pandangan-dalam-islam.htm

Guyton AC, Hall JE. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 11. Jakarta: EGC

Kanski JJ. 2007. Clinical Ophthalmology 6th edition. Edinburg: Elsevier Publishers

Putz, Reinhard & Reinhard Pabst. 2006. Atlas Anatomi Manusia Sobotta, Jilid 2 Edisi 22. Jakarta:
EGC

53
54

You might also like