You are on page 1of 11

Jurnal Ketransmigrasian

Vol. 28 No. 1 Juli 2011. 55-65

KAJIAN REGULASI PENYEDIAAN TANAH


UNTUK PERMUKIMAN TRANSMIGRASI

Study on Regulation of Land Availability


for Transmigration Settlements

Jenny Delam
Pusat Penelitian dan Pengembangan Ketransmigrasian, Kemenakertrans
Jln. TMP. Kalibata No. 17, Jakarta
Telepon/Faks. (021) 7971010
Email: jd_one54@yahoo.com
Diajukan: 29 April 2011, Disetujui: 06 Juni 2011

Abstract
The great number of people interested in transmigration is imbalance with government ability to resettle them.
After reformation era, government no longer able to settle transmigrants in big numbers. This is due to increased
problems in land availability. The study is to know the obstacles in carrying out regulations on transmigration land
availability. Data are obtained from interviews with competent officer, research reports, and technical reports
related to land. The study shows that regulations on land availability for transmigration settlements are limited,
barely supported by detailed rules and policies. Law 15/1997 on transmigration replaced by Lawn 29/2009 deals
very shortly on land availability in articles 23 and 24. It caused regional apparatus difficult in implementing this
Law. In recognition and compensation also not clearly regulated about how and whose responsibility to pay
compensation payments. Referring to Presidential Regulation 36/2005, transmigration offers chances for land
availability by categorizing transmigration development for the people’s sake. The study suggests that more detailed
and specific guidelines about mechanism and land availability organization, compensation for people, and land
availability regulation with development for the people perspectives are arranged soon.

Keywords: regulation, land availability, settlement, transmigration

Abstrak
Tingginya minat masyarakat bertransmigrasi tidak seimbang dengan kemampuan pemerintah untuk
menempatkannya. Sejak pasca reformasi, Pemerintah tidak mampu lagi menempatkan transmigran dalam jumlah besar.
Hal ini antara lain karena penyediaan tanah yang semakin sulit. Kajian ini ditujukan untuk mengetahui kendala penerapan
regulasi penyediaan tanah untuk permukiman transmigrasi. Kajian dilaksanakan dengan mencermati regulasi
ketransmigrasian. Sumber data berasal dari hasil wawancara dengan pejabat yang kompeten, hasil penelitian, dan
laporan unit teknis yang terkait dengan pertanahan. Hasil kajian memperlihatkan kebijakan penyediaan tanah untuk
permukiman transmigrasi sangat terbatas, belum didukung oleh peraturan dan kebijakan tentang tata cara pelaksanaannya.
Undang-Undang No. 15 Tahun 1997 tentang Ketransmigrasian sebagaimana diubah dengan Undang-Undang No. 29
Tahun 2009, mencantumkan penyediaan tanah sangat singkat yaitu pada pasal 23 dan pasal 24. Hal ini menimbulkan
kesulitan aparat di daerah dalam mengimplementasikannya. Begitu juga dengan rekoqnisi dan kompensasi belum
diatur tata cara dan kewenangan membayar ganti rugi. Merujuk pada peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005
transmigrasi berpeluang memperoleh tanah dengan mengkategorikan pembangunan transmigrasi sebagai pembangunan
untuk kepentingan umum. Kajian ini menyarankan segera disusun petunjuk teknis yang lebih rinci dan spesifik tentang
mekanisme dan organisasi penyediaan tanah, ganti rugi kepada masyarakat; serta menyusun peraturan penyediaan
tanah berperspektif pembangunan untuk kepentingan umum.

Kata Kunci: regulasi, penyediaan tanah, permukiman, transmigrasi

55
Kajian Regulasi Penyediaan Tanah Untuk Permukiman Transmigrasi (Jenny Delam)

I. PENDAHULUAN dimana sebelum kegiatan legalitas selesai


dilaksanakan (dinyatakan clear and clean),
Penyiapan lahan merupakan salah satu tahapan kegiatan fisik telah dilaksanakan bahkan telah
paling penting dalam pembangunan transmigrasi, sampai pada tahap penempatan transmigrasi dan
terutama untuk menempatkan SDM (transmigran) pembagian tanah (Direktorat Penyediaan Tanah
di daerah transmigrasi. Dengan pesatnya Transmigrasi, 2006). Pernyataan ini didukung oleh
perkembangan pembangunan yang berorientasi hasil penelitian Pusat Litbang Ketransmigrasian
pada kebutuhan lahan maka pemerintah mau tidak (Anharudin, 2006) yang mengemukakan bahwa
mau pasti berhadapan dengan tantangan semakin permasalahan penyediaan lahan bagi transmigran
sulitnya mendapatkan lahan. Hal ini berpotensi disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain
menimbulkan perebutan lahan antar pihak-pihak dukungan regulasi yang sulit diimplementasikan di
atau antar sektor, termasuk transmigrasi. Di tengah tingkat lapang. Bisa jadi masalah pertanahan timbul
ketersediaan lahan yang semakin terbatas, karena tidak terpenuhinya persyaratan aspek
persyaratan clean and clear, ditambah dengan legalitas tanah serta dokumen pengadaan tanah
syarat 4 L (layak huni, layak usaha, layak yang tidak lengkap atau mungkin pula terjadi karena
berkembang, layak lingkungan) merupakan syarat terdapat regulasi yang saling bertentangan atau
mutlak yang tetap harus dipenuhi oleh transmigrasi. berbenturan. Oleh karena itu untuk mengetahui
Ini tentu bukan pekerjaan mudah. Oleh karena itu permasalahan yang melatarbelakangi sulitnya
perlu pendekatan atau cara-cara perolehan lahan penyediaan tanah perlu dikaji lebih dalam penerapan
yang lebih komunikatif dengan pemerintah provinsi regulasi untuk permukiman transmigrasi. Tulisan ini
dan kabupaten-kota sebagai pihak pemangku bertujuan mengetahui kendala penerapan regulasi
otoritas kewenangan terkait dengan penyediaan (peraturan dan kebijakan) berkaitan dengan
lahan. penyediaan tanah. Diharapkan hasil kajian ini dapat
Menghadapi sektor-sektor lain dalam memberikan alternatif langkah kebijakan yang tepat
memenuhi kebutuhan lahan untuk pembangunan untuk mengurangi permasalahan dalam penyediaan
transmigrasi, Pemerintah harus bekerja keras tanah untuk transmigrasi.
melalui pendekatan proaktif agar masyarakat
setempat bersedia menyerahkan lahannya. Hal ini II. METODE
perlu, untuk merespon tingginya jumlah masyarakat
yang berminat untuk bertransmigrasi. Data terbaru Kajian ini mempelajari dan mencermati
dari Direktorat Fasilitasi Penempatan Transmigrasi peraturan dan undang-undang yang mendukung
tentang animo masyarakat pada Maret 2011 penyediaan tanah untuk permukiman transmigrasi.
menyebutkan angka sebanyak 49.008 KK. Namun Disamping itu, kajian ini juga mengumpulkan
tingginya minat atau animo masyarakat tersebut informasi tentang permasalahan pertanahan yang
tidak seimbang dengan kemampuan pemerintah diperoleh dari wawancara tidak terstruktur dengan
untuk menempatkannya. Pemerintah terutama pejabat yang berkompeten. Dukungan data
sejak pasca reformasi tidak mampu memindahkan diperoleh dari hasil penelitian dan laporan unit teknis
dan menempatkan transmigran dalam jumlah terkait yang membidangi urusan pertanahan untuk
sebesar itu. Realisasi jumlah penempatan permukiman transmigrasi.
transmigrasi dari tahun ke tahun jauh lebih kecil Regulasi atau peraturan yang relevan dengan
dari jumlah animo masyarakat. Realisasi topik tulisan setelah dikumpulkan kemudian
penempatan tahun 2008 adalah 9.584 KK, tahun dipelajari, dicermati dan dikaji secara kualitatif.
2009 sebanyak 8.800 KK dan tahun 2010 turun lagi Pendekatan kualitatif dimaksudkan untuk
menjadi 7.346 KK (Direktorat Jenderal Pembinaan menyelidiki fenomena permasalahan penyediaan
Pembangunan Kawasan Transmigrasi, 2010). tanah yang diakibatkan dari penafsiran peraturan
Ketidakmampuan Pemerintah (Kementerian yang kurang tepat oleh pejabat di tingkat lapang
Nakertrans) menampung animo yang tinggi tersebut serta mempelajari laporan teknis tentang
antara lain disebabkan karena permasalahan yang permasalahan lahan. Hasilnya kemudian
dihadapi dalam penyediaan tanah. Secara umum dideskripsikan dan dianalisis untuk mengetahui
masalah tanah merupakan masalah yang paling “persinggungan” diantara peraturan-peraturan yang
sering menjadi hambatan dalam pelaksanaan fisik terkait dengan penyediaan tanah dan atau yang
dari permukiman transigrasi. Masalah pertanahan mungkin berpotensi menimbulkan kendala dalam
dapat terjadi pada awal maupun pasca penempatan, pengimplementasiannya.

56
Jurnal Ketransmigrasian
Vol. 28 No. 1 Juli 2011. 55-65

III. HASIL DAN PEMBAHASAN Dalam konteks ketransmigrasian digunakan istilah


“penyediaan” tanah atau lahan, bukan
A. Landasan dan Interpretasi Kebijakan “pengambilalihan”. Padahal, sesungguhnya kedua
Penyediaan Tanah istilah tersebut pada dasarnya memiliki makna yang
hampir sama. Sementara itu, secara hukum
Pembangunan permukiman transmigrasi (perundang-undangan pertanahan) digunakan istilah
mengharuskan tersedianya lahan yang memenuhi “pengambil-alihan”, “pembebasan’, “perolehan”, dan
kriteria kelayakan, sebagaimana tertuang dalam atau sering pula menggunakan istilah “pelepasan hak”.
Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Pengertian “penyediaan” tanah (lahan) pada dasarnya
RI. No. Kep.Per. 15/MEN/VI/2007 tentang adalah “pengambilalihan” tanah, yaitu suatu proses/
Penyiapan Permukiman Transmigrasi. kegiatan perolehan tanah yang ditujukan untuk
Pasal 8 dalam Permen tersebut menyebutkan kepentingan publik (pembangunan), baik yang dilakukan
bahwa yang dimaksud dengan kriteria clear adalah oleh Negara dan atau Pemerintah maupun pihak
jelas letak, luas dan batas fisik tanah yang swasta. (Anharuddin, 2008)
digambarkan dalam peta. Sedangkan clean adalah: Kebijakan teknis yang terkait dengan proses
1) Bebas dari hak dan/atau peruntukan pihak lain pengambilalihan (perolehan) tanah merupakan
yang dituangkan dalam Surat Keterangan operasionalisasi dari berbagai kebijakan dan
Pendaftaran Tanah (SKPT) dari Kantor Pertanahan peraturan perundang-undangan, antara lain: Permen
setempat; 2) Bebas dari hak adat/ulayat yang sah Negara Agraria [Kepala BPN] Nomor 1 Tahun
dan dituangkan dalam berita acara Penyerahan hak 1994: tentang Arahan bagi Pelaksanaan Keppres
Atas Tanah oleh masyarakat adat setempat; 3). Nomor 55 Tahun 1993 tentang Pengadaan Tanah
Diprioritaskan pada Areal Penggunaan Lain (APL), Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk
atau berada dalam kawasan hutan yang telah Kepentingan Umum yang telah dicabut dan diganti
memperoleh persetujuan dari Menteri Kehutanan. dengan Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005.
Selanjutnya pasal 25 ayat (1) Undang-undang No Perpres Nomor 36 Tahun 2005 ini menjelaskan
29 Tahun 2009 menyebutkan bahwa penyiapan secara rinci mengenai prosedur pengadaan tanah,
permukiman transmigrasi diarahkan bagi terwujudnya proses musyawarah, dan penetapan jenis dan
permukiman transmigrasi yang memenuhi kriteria jumlah ganti rugi serta prosedur mengajukan
layak huni, layak usaha, dan layak berkembang. keberatan (banding). Prosedur perolehan tanah
Aspek-aspek prosedural kelayakan tersebut dimulai dengan menentukan lokasi dari kegiatan
pada dasarnya merupakan instrumen yang pembangunan yang diajukan. Instansi pemerintah
mengandung beberapa perspektif pembangunan. yang memohon penetapan lokasi pembangunan
Dalam dimensi sosial, layak huni ditujukan untuk untuk kepentingan umum kepada bupati/walikota
kepentingan keselamatan transmigran, sedangkan atau gubernur jika lokasi yang diajukan melintasi
layak usaha sebagai syarat dalam upaya memberikan dua kabupaten/kota. Permohonan harus dilengkapi
kepastian memperoleh penghasilan dipandang dari dengan keterangan mengenai lokasi tanah, luas dan
dimensi ekonomi. Layak berkembang merupakan gambar tanah yang diperlukan, penggunaan tanah
persyaratan untuk tujuan perkembangan wilayah saat itu dan uraian rencana proyek yang akan
permukiman dari dimensi pembangunan berkelanjutan. dilaksanakan di atas tanah tersebut.
Ditinjau dari status legal, lahan untuk Apabila dicermati PP Nomor 2 Tahun 1999
pembangunan transmigrasi diperoleh dari tiga jenis tentang Penyelenggaraan Transmigrasi, tampak
tanah yaitu: 1) tanah negara, 2) tanah yang berasal bahwa penyediaan tanah untuk transmigrasi masih
kawasan hutan, 3) tanah hak. Sejak masa sebelum bersifat sentralistik. Hal ini belum sejalan dengan
reformasi hingga saat ini, pemerintah (Kementerian kebijakan otonomi. Dalam PP Nomor 2 Tahun 1999
Nakertrans) telah memiliki prosedur dan cara-cara (Pasal 14) disebutkan bahwa pemerintah daerah dapat
penyediaan lahan untuk transmigrasi sesuai UU mengalokasikan suatu kawasan atau areal yang
yang berlaku. Misalnya, Pasal 23 UU No.15 Tahun potensial untuk suatu WPT dengan mengajukannya
1997 yang telah diubah menjadi UU No 29 Tahun kepada Menteri dan kemudian Menteri
2009, menyebutkan bahwa “Pemerintah (Pusat) menetapkannya sebagai rencana WPT. Penetapan
menyediakan tanah bagi penyelenggaraan suatu areal atau kawasan sebagai WPT termasuk
transmigrasi. Tanah yang diperoleh Pemerintah rencana pembangunannya dilakukan dengan
untuk penyelenggaraan transmigrasi berstatus Keppres. Demikian juga, pemerintah daerah dapat
hak pengelolaan (HPl)”. mengalokasikan areal (kawasan) untuk Lokasi

57
Kajian Regulasi Penyediaan Tanah Untuk Permukiman Transmigrasi (Jenny Delam)

Permukiman Transmigrasi (LPT). Penetapan suatu negara, Pasal 2 ayat (2) dalam penjelasannya
areal atau kawasan sebagai LPT termasuk rencana disebutkan .… “dikuasai” bukanlah berarti dimiliki,
pembangunan dilakukan dengan Keputusan Menteri. akan tetapi adalah pengertian yang memberi
(Pasal 22 dan 23). Klausul-klausul seperti di atas wewenang kepada negara untuk mengatur dan
menunjukkan bahwa transmigrasi seolah-olah masih menyelenggarakan peruntukkan, penggunaan
merupakan otoritas penuh Pemerintah (Pusat). Hal persediaan dan pemeliharaannya, menentukan dan
ini dapat berpotensi menimbulkan “interpretasi” mengatur hak-hak yang dapat dipunyai dan
bertentangan dan cenderung terkesan kurang menentukan hubungan-hubungan hukum antara
mendukung kebijakan otonomi. Kebijakan otonomi orang-orang dan perbuatan hukum mengenai bumi,
semestinya memberikan dan mengalihkan sepenuhnya air dan ruang angkasa. Kekuasaan negara mengenai
kewajiban penyediaan tanah untuk permukiman tanah yang sudah dipunyai orang dengan sesuatu hak
transmigrasi kepada pemerintah provinsi dan/atau dibatasi oleh isi dari hak itu, artinya sampai seberapa
pemerintah kabupaten/kota. Oleh karena itu amanah negara memberi kekuasaan kepada yang
klausul-klausul tersebut perlu disesuaikan dengan mempunyainya untuk menggunakan hak, sampai
dinamika perkembangan kondisi strategis saat ini. disitulah batas kekuasaan negara tersebut.”
Landasan kebijakan penyediaan tanah untuk UUPA menyebutkan bahwa pemerintah dapat
pembangunan transmigrasi adalah mengacu kepada mencabut hak atas tanah untuk kepentingan umum
prinsip dasar UUD 1945 Pasal 3 ayat (3) yang termasuk kepentingan bangsa dan negara serta
berbunyi: kepentingan bersama dari rakyat, namun dengan
memberi ganti kerugian yang layak dan menurut cara
Bumi dan air serta ruang angkasa serta kekayaan yang diatur dengan undang-undang. Undang-undang
alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh yang terkait dengan pengaturan “penyediaan” dan
Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya
atau “pengadaan” tanah untuk pembangunan adalah:
kemakmuran rakyat.
UU No. 5 Tahun 1960 (UUPA), UU No. 20 Tahun
1961 (tentang Pencabutan Hak-hak Atas Tanah dan
Kewenangan Negara untuk menguasai bumi,
Benda-benda yang ada di atasnya), UU No. 24 Tahun
air serta seluruh kekayaan alam tersebut dijabarkan
1992 (tentang Penataan Ruang), dan terkait dengan
pula dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960
pembangunan transmigrasi, adalah UU No. 15 Tahun
tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria
1997 yang diubah menjadi UU No. 29 Tahun 2009.
(UUPA). Pengaturan tentang hak menguasai dari

UU Nomor 15 Tahun 1997 tentang Ketransmigrasian

Pasal 23, Ayat (1), Pemerintah menyediakan tanah bagi penyelenggaraan transmigrasi. Ayat (2), Alokasi penyediaan
tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disesuaikan dengan Rencana Tata Ruang Wilayah dan Peraturan
Perundang-undangan yang berlaku.

Penjelasan Ayat (2) dalam UU:Alokasi penyediaan tanah bagi transmigrasi sangat penting, yang didasarkan pada
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku untuk memberikan kepastian bagi penyediaan lapangan kerja
dan ruang usaha serta permukiman. Wilayah Pengembangan Transmigrasi (WPT) dan Lokasi Permukiman
Transmigrasi (LPT) ditetapkan melalui pertimbangan yang antara lain telah didasarkan pada ketentuan Undang-
Undang tentang Penataan Ruang.

Pasal 24, Ayat (1), Tanah yang diperoleh Pemerintah untuk penyelenggaraan transmigrasi sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 23 diberikan dengan hak pengelolaan sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku.

Penjelasan Ayat (1) dalam UU: Penyediaan tanah bagi penyelenggaraan transmigrasi dapat berasal dari tanah negara
dan/atau tanah hak. Apabila berasal dari tanah hak, tanah dimaksud harus terlebih dahulu dibebaskan dari segala hak
atas tanah dan segala sesuatu yang berada di atasnya, dan selanjutnya diproses hak pengelolaannya sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Ayat (2), Dalam hal tanah yang akan diberikan kepada transmigran dikuasai oleh Badan Usaha, tanah tersebut
terlebih dahulu diserahkan kepada Pemerintah sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku.

Penjelasan Ayat (2) dalam UU: Tanah yang dikuasai oleh Badan Usaha yang dialihkan peruntukannya bagi
penyelenggaraan transmigrasi terlebih dahulu diserahkan kepada Menteri yang diserahi urusan agraria (BPN) untuk
kemudian diproses hak pengelolaannya kepada Menteri (Transmigrasi).

58
Jurnal Ketransmigrasian
Vol. 28 No. 1 Juli 2011. 55-65

PP Nomor 2 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Transmigrasi

Pasal 28, Tanah untuk Wilayah Pengembangan Transmigrasi dan Lokasi Permukiman Transmigrasi berasal dari
tanah negara dan atau tanah hak.

Pasal 29, Ayat (1), Perolehan tanah untuk Wilayah Pengembangan Transmigrasi dan Lokasi Permukiman Transmigrasi
yang berasal dari kawasan hutan, didahului dengan pelepasan kawasan hutan sesuai dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku. Ayat (2), Pembukaan area untuk Wilayah Pengembangan Transmigrasi dan Lokasi Permukiman
Transmigrasi yang berasal dari kawasan hutan dapat dilaksanakan setelah mendapatkan persetujuan dari Instansi yang
bertanggung jawab di bidang kehutanan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 30, Ayat (1), Wilayah Pengembangan Transmigrasi dan Lokasi Permukiman Transmigrasi yang berasal dari
tanah negara yang dikuasai langsung oleh negara, permohonan hak pengelolaannya diajukan oleh Menteri. Ayat (2),
Wilayah Pengembangan Transmigrasi dan Lokasi Permukiman Transmigrasi yang berasal dari tanah hak dapat
diperoleh dengan cara rekoqnisi atau kompensasi. Ayat (4), Rekoqnisi atau kompensasi sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) dapat diberikan untuk hak atas tanah dan benda-benda lain di atasnya. (Penjelasan: yang dimaksud dengan
benda-benda lain di atasnya dapat berupa bangunan dan atau tanam tumbuh).

Penjelasan PP 2 Tahun 1999: Rekognisi atau kompensasi dilakukan dengan pembebasan tanah yang pembiayaannya
menjadi tanggung jawab Menteri (Transmigrasi) atau Badan Usaha. Bentuk rekognisi atau kompensasi antara lain
dapat berupa tanah pengganti, pemukiman kembali dan ganti-rugi. Apabila bidang tanah dilekati dengan hak ulayat,
maka diberikan penggantian dalam bentuk fasilitas umum yang bermanfaat bagi masyarakat setempat.

Pada kota diatas diperlihatkan pasal-pasal yang UUPA secara tegas menyebutkan bahwa
terkait dengan penyediaan tanah dalam UU Nomor pemerintah dapat mencabut hak atas tanah untuk
15 Tahun 1997 tentang Ketransmigrasian yang telah kepentingan umum termasuk kepentingan bangsa
diubah menjadi UU Nomor 29 Tahun 2009 dan PP dan negara, namun dengan memberi ganti kerugian
Nomor 2 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan yang layak dan menurut cara yang diatur dengan
Transmigrasi. undang-undang.
Kebijakan penyediaan tanah untuk transmigrasi Penjelasan di atas menekankan bahwa negara
(baik dalam UU tentang ketransmigrasian maupun hanya punya kekuasaan dan kewenangan untuk
PP tentang penyelenggaraan transmigrasi) sangat mengatur tanah dan hak atasnya tetapi tidak berhak
singkat dan terbatas, karena persoalan penyediaan memiliki tanah tersebut (jika sudah dipunyai haknya).
tanah telah diatur sedemikian rupa oleh berbagai Oleh karena itu, negara harus membayar
peraturan perundangan, sementara transmigrasi kompensasi atau mengganti kerugian jika
hanya sebagai sektor yang “ikut melaksanakan “mengambil” tanah yang sudah punya hak.
saja”. Klausul tentang penyediaan tanah untuk Menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun
transmigrasi hampir selalu diikuti dengan kata-kata 1961 tentang Pencabutan Hak-hak Atas Tanah dan
“sesuai peraturan perundang-undangan yang Benda-benda Yang Ada Di atasnya, proses
berlaku”. Padahal penyediaan tanah untuk pencabutan hak atas tanah dan benda di atasnya
kepentingan transmigrasi adalah persoalan hukum, dimulai jika ada permintaan untuk melakukan
sehingga wacana ketransmigrasian seyogyanya pencabutan hak atas tanah dan benda di atasnya
harus pula diatur dan masuk dalam perspektif yang diajukan oleh yang berkepentingan kepada
hukum pertanahan nasional (Anharudin, 2006). Presiden dengan perantara Menteri Negara Agraria/
Selanjutnya Undang-Undang Dasar juga Kepala Badan Pertanahan Nasional. Diatur juga
menjamin hak-hak warga negara termasuk di bahwa permintaan untuk melakukan pencabutan
dalamnya hak atas pengakuan, jaminan, perlindungan hak oleh yang berkepentingan harus disertai dengan
dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan hukum rencana peruntukan tanah dan alasan-alasan
yang sama di hadapan hukum. Setiap orang berhak pencabutan hak serta rencana penampungan orang-
mempunyai hak milik pribadi dan hak milik tersebut orang yang haknya akan dicabut dan kalau ada,
tidak boleh diambil alih secara sewenang-wenang juga orang-orang yang menggarap tanah atau
oleh siapapun. Hal tersebut mengandung makna menempati rumah yang bersangkutan. Sebelum
perlunya mekanisme atau perlakuan yang adil dalam diajukan kepada Presiden, terlebih dahulu diminta
proses pengambilalihan hak atas tanah. pertimbangan dari Kepala Daerah setempat

59
Kajian Regulasi Penyediaan Tanah Untuk Permukiman Transmigrasi (Jenny Delam)

mengenai permintaan pencabutan tanah dan Walikota atau Gubernur atau Menteri Dalam Negeri
meminta kepada panitia penaksir harga tanah untuk sesuai kewenangan disertai dengan penjelasan
menilai ganti-kerugian mengenai tanah dan benda sebab-sebab dan alasan keberatan tersebut. Ayat
yang akan dicabut haknya. Pelaksanaan (2): Bupati/Walikota atau Gubernur atau Menteri
pencabutan hak baru dapat dilaksanakan setelah Dalam Negeri sesuai kewenangan mengupayakan
dilakukan pembayaran ganti rugi. penyelesaian mengenai bentuk dan besarnya ganti
Sejak pasca reformasi, penyediaan tanah untuk rugi tersebut dengan mempertimbangkan pendapat
transmigrasi khususnya tanah yang berasal dari dan keinginan dari pemegang hak atas tanah atau
masyarakat, dilakukan dengan pendekatan kuasanya. Ayat (3): Setelah mendengar dan
musyawarah, atau atas dasar usulan masyarakat, mempelajari pendapat dan keinginan pemegang hak
sehingga tidak digunakan proses pencabutan hak atas tanah, Bupati/Walikota atau Gubernur atau
secara sepihak oleh negara (pemerintah). Menteri Dalam Negeri sesuai kewenangan
mengeluarkan keputusan yang dapat mengukuhkan
B . Transmigrasi: Pembangunan Untuk atau mengubah keputusan panitia pengadaan tanah
Kepentingan Umum mengenai bentuk dan /atau besarnya ganti rugi yang
akan diberikan. Dengan demikian, pengadaan tanah
Pengadaan tanah yang dimaksudkan bagi untuk pembangunan transmigrasi sebenarnya dapat
pembangunan untuk kepentingan umum telah diatur mengacu kepada Peraturan Presiden Nomor 36
melalui Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 Tahun 2005 tersebut. Alternatif yang diberikan oleh
tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 ini
Pembangunan Untuk Kepentingan Umum. tentang bentuk ganti rugi sangat jelas dicantumkan,
Peraturan Presidn ini merupakan pengganti hanya saja bagaimana mekanisme pelaksanaan tata
Keputusan Presiden Nomor 55 Tahun 1993 yang cara/prosedur pemberian atau penyerahan ganti rugi
dinyatakan sudah tidak sesuai lagi sebagai landasan tidak diatur dan tidak dijelaskan secara rinci. Oleh
hukum dalam rangka melaksanakan pembangunan karena itu, Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun
untuk kepentingan umum. Hampir sama dengan 2005 yang mengatur tentang Pengadaan Tanah
Keputusan Presiden Nomor 55 Tahun 1993 dalam Bagi Pelaksanaan Pembangunan. Untuk
Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 juga Kepentingan Umum memberi peluang bagi
diatur tiga isu utama, yaitu 1) definisi kepentingan transmigrasi dalam upaya mendapatkan tanah bagi
umum; 2) prosedur konsultasi publik, dan; 3) bentuk pembangunan transmigrasi.
dan besarnya kompensasi. Peraturan Presiden Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1961 yang
Nomor No 36 Tahun 2005 pasal 12 menyebutkan diperjelas lagi dengan Instruksi Presiden Nomor 9
ganti rugi dalam rangka pengadaan tanah diberikan Tahun 1973 mendefinisikan kepentingan umum
untuk 1) Hak atas tanah, 2) Bangunan, 3) Tanaman, secara meluas dengan menggunakan dua
4) Benda-benda lain yang berkaitan dengan tanah. pendekatan, yaitu kepentingan bangsa dan
Selanjutnya pasal 13 ayat (1) menyebutkan bentuk negara, kepentingan masyarakat luas,
ganti rugi dapat berupa: a) Uang, b) Tanah kepentingan rakyat banyak/bersama, dan
pengganti, c) Pemukiman kembali. Namun, Perpres kepentingan pembangunan, yang meliputi 13
ini tidak mengatur lebih lanjut bagaimana mekanisme bidang: pertahanan, pekerjaan umum, pelengkapan
bagi proses pemukiman kembali. Ayat (2); Apabila umum, jasa umum, keagamaan, ilmu pengetahuan
pemegang hak atas tanah tidak menghendaki bentuk dan seni budaya, kesehatan, olahraga, keselamatan
ganti rugi seperti ayat (1), maka dapat diberikan umum untuk bencana alam, kesejahteraan sosial,
kompensasi berupa penyertaan modal (saham) makam/kuburan, pariwisata dan rekreasi, dan
sesuai dengan peraturan perundangan-undangan. usaha-usaha ekonomi yang bermanfaat bagi
Selanjutnya pasal 14 Peraturan Presiden kesejahteraan umum.
Nomor 36 Tahun 2005 menegaskan pula bahwa Perpres mendefinisikan kepentingan umum
bentuk ganti kerugian atas tanah hak ulayat termasuk dua bidang terakhir yaitu pariwisata/
ditetapkan dalam bentuk fasilitas umum yang rekreasi, dan usaha-usaha ekonomi yang bermanfaat
bermanfaat bagi masyarakat setempat. Prosedur bagi kesejahteraan umum sebagai suatu kegiatan
pengajuan keberatan (banding) diatur sebagai pembangunan yang selanjutnya dimiliki dan
berikut Pasal 17 ayat (1): Pemegang hak atas tanah diawasi oleh pemerintah serta tidak digunakan untuk
yang tidak menerima keputusan panitia pengadaan mencari keuntungan. Selain itu disebutkan pula
tanah dapat mengajukan keberatan kepada Bupati/ bahwa pelaksanaan pembangunan untuk

60
Jurnal Ketransmigrasian
Vol. 28 No. 1 Juli 2011. 55-65

kepentingan umum hanya dapat dilakukan apabila kepentingan rakyat banyak/bersama, dan kepentingan
penetapan rencana pembangunan untuk pembangunan, yang meliputi 13 bidang: pertahanan,
pekerjaan umum, pelengkapan umum, jasa umum,
kepentingan umum tersebut sesuai dan berdasarkan
keagamaan, ilmu pengetahuan dan seni budaya,
rencana tata ruang wilayah atau kota yang telah kesehatan, olahraga, keselamatan umum untuk
ada (Pasal 4). bencana alam, kesejahteraan sosial, makam/kuburan,
Ditinjau dari sisi berpeluang atau tidak, maka pariwisata dan rekreasi, dan usaha-usaha ekonomi
berdasarkan peraturan dan kebijakan pemerintah yang bermanfaat bagi kesejahteraan umum.
yang telah diuraikan diatas maka sesungguhnya
pemerintah (Kementerian Nakertrans) sangat Dengan demikian, bila dicermati definisi
berpeluang untuk memperoleh tanah bagi kepentingan umum pada Undang-Undang Nomor
pembangunan transmigrasi. Namun tentu saja harus 20 Tahun 1961 dan Instruksi Presiden Nomor 9
dipahami secara mendalam mengenai substansi dan Tahun 1973 di atas, tampaknya transmigrasi dapat
makna yang terkandung dari masing-masing dimasukkan ke dalam pembangunan yang diarahkan
peraturan atau kebijakan tersebut agar tidak pada pendekatan kepentingan bangsa dan negara,
menimbulkan interpretasi keliru. kepentingan masyarakat luas, dan kepentingan
Berikut beberapa pengertian/pemahaman yang rakyat banyak/bersama. Hal ini terutama dapat
dapat digunakan sebagai acuan dalam digunakan sebagai dasar atau landasan hukum
mengupayakan solusi penyediaan tanah apabila pemerintah dalam hal ini Kementerian
(Anharuddin, 2006 dan 2008). Tenaga Kerja dan Transmigrasi menghadapi
kesulitan dalam penyediaan tanah untuk
C. Pemahaman Pembangunan Untuk permukiman transmigrasi. Namun tentu saja
Kepentingan Umum sebelumnya perlu dipersiapkan dukungan peraturan
atau kebijakan yang menjelaskan dan menjabarkan
Hampir dapat dipastikan Pemerintah dengan rinci bahwa transmigrasi merupakan
(Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi) pembangunan yang termasuk dalam kategori
belum pernah merujuk Perturan Presiden Nomor pembangunan untuk kepentingan umum.
36 Tahun 2005, terutama berkaitan dengan
“peletakan” transmigrasi sebagai bagian D. Pengertian Musyawarah
pembangunan untuk kepentingan umum. Secara
harfiah memang transmigrasi tidak tercantum dalam Perpres No. 36 Tahun 2005 menyatakan
pembangunan untuk kepentingan umum seperti dengan jelas bahwa pengadaan tanah hanya dapat
yang disebutkan dalam Pasal 5. Tetapi bila dikaitkan dilakukan melalui pemberian ganti kerugian atas
dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1961 dasar musyawarah. Musyawarah di sini diartikan
pengertian kepentingan umum termasuk sebagai proses atau kegiatan saling mendengar
kepentingan Bangsa dan Negara serta kepentingan dengan sikap saling menerima pendapat dan
bersama dari rakyat. Oleh karena itu, transmigrasi keinginan yang didasarkan atas kesukarelaan antara
dapat ditempatkan sebagai bagian dari kepentingan pihak pemegang hak atas tanah dan pihak yang
umum dan kepentingan pembangunan. memerlukan tanah, untuk memperoleh kesepakatan
Berikut disajikan rujukan definisi kepentingan mengenai pelaksanaan pembangunan untuk
umum: kepentingan umum di lokasi tersebut, bentuk dan
besarnya ganti kerugian (Pasal 8).
Peraturan Nomor 36 Tahun 2005 mendefinsikan
kepentingan umum adalah kepentingan sebagian besar Musyawarah dilakukan secara langsung
masyarakat. Pasal 5: lingkup pembangunan untuk antara pemegang hak atas tanah, bangunan,
kepentingan umum dibatasi pada pembangunan yang tanaman, dan benda-benda lain berkaitan dengan
dilaksanakan Pemerintah atau Pemerintah daerah yang tanah bersama panitia pengadaan tanah, dan
meliputi: jalan umum, jalan tol, rel kereta api, saluran
instansi Pemerintah atau pemerintah daerah yang
air bersih, saluran pembuangan air dan sanitasi ....
memerlukan tanah.
Peraturan perundang-undangan sebelumnya (Undang- Dalam hal jumlah pemegang hak atas tanah
Undang Nomor 20 Tahun 1961 yang diperjelas lagi tidak memungkinkan terselenggaranya musyawarah
oleh Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 1973) secara efektif, maka musyawarah dilakukan oleh
mendefinisikan kepentingan umum secara luas dengan
panitia pengadaan tanah dan instansi Pemerintah
menggunakan dua pendekatan yaitu kepentingan
bangsa dan negara, kepentingan masyarakat luas, atau pemerintah daerah yang memerlukan tanah

61
Kajian Regulasi Penyediaan Tanah Untuk Permukiman Transmigrasi (Jenny Delam)

dengan wakil-wakil yang ditunjuk diantara dan oleh kerugian berupa uang yang nilainya ditetapkan
para pemegang hak atas tanah, yang sekaligus berdasarkan harga nyata dari tanah, tanpa
bertindak selaku kuasa mereka. Penunjukan wakil menyebutkan dasar penetapan harga tersebut. Bagi
atau kuasa dari para pemegang hak harus dilakukan orang-orang yang menempati rumah atau
secara tertulis, bermeterai cukup yang diketahui oleh menggarap tanah yang bersangkutan akan diberi
Kepala Desa/Lurah atau surat penunjukkan/kuasa ganti tempat tinggal atau tanah garapan atau
yang dibuat dihadapan pejabat yang berwenang. kesempatan mengikuti program transmigrasi.
Musyawarah dipimpin oleh ketua panitia pengadaan Dalam Perpres ini, bentuk ganti kerugian
tanah (Pasal 9). diperluas tidak hanya uang tapi juga tanah pengganti,
Apabila setelah diadakan musyawarah tidak pemukiman kembali, atau kombinasi uang, tanah
tercapai kesepakatan, panitia pengadaan tanah dan permukiman kembali atau bentuk lainnya yang
menetapkan bentuk dan besarnya ganti rugi dan disepakati. Perpres ini juga menetapkan secara jelas
menitipkan ganti rugi uang kepada pengadilan negeri dasar yang menjadi acuan bagi penaksiran nilai ganti
yang wilayah hukumnya meliputi lokasi tanah yang kerugian. Namun demikian, tidak ada panduan yang
bersangkutan. Apabila terjadi sengketa kepemilikan jelas yang mengatur tentang prosedur permukiman
setelah penetapan ganti rugi maka panitia kembali.
menitipkan uang ganti rugi kepada pengadilan negeri Terobosan lain dalam Perpres ini adalah
yang wilayah hukumnya meliputi lokasi tanah yang diakuinya hak-hak ulayat oleh pemerintah. Ganti
bersangkutan (Pasal 10). kerugiannya diberikan dalam bentuk pembangunan
fasilitas umum atau bentuk lain yang bermanfaat
E. Pengertian Ganti-Rugi bagi masyarakat setempat. Bentuk ganti rugi tanah
dengan hak ulayat ini belum dapat ditetapkan
Dalam Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun mengingat nilai sosial tanah ulayat tersebut sulit
2005 ganti kerugian dalam rangka pengadaan tanah tergantikan.
diberikan untuk hak atas tanah, bangunan, tanaman,
dan benda-benda lain yang berkaitan dengan tanah. F. Pemahaman Recoqnisi dan Kompensasi
Bentuk ganti rugi dapat berupa uang, tanah
pengganti, pemukiman kembali. Apabila pemegang Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 2 Tahun
hak atas tanah tidak menghendaki bentuk ganti rugi 1999 tidak secara spesifik memberikan penjelasan
maka dapat diberikan kompensasi berupa dan perbedaan antara recoqnisi dan kompensasi,
penyertaan modal sesuai dengan ketentuan sehingga berpotensi menimbulkan keragu-raguan
peraturan perundang-undangan (Pasal 13). aparat terhadap kedua istilah tersebut. Disamping
Ganti kerugian terhadap bidang tanah yang itu, konsep dan pengertian recoqnisi dan
dikuasai dengan hak ulayat diberikan dalam bentuk kompensasi belum dijabarkan atau dikembangkan
pembangunan fasilitas umum atau bentuk yang lain dalam dokumen-dokumen lain selain Peraturan
yang bermanfaat bagi masyarakat setempat (Pasal Pemerintah Nomor 2 Tahun 1999, baik dalam bentuk
14). Pedoman ataupun Juklak. Recoqnisi berarti
Dasar perhitungan besarnya ganti rugi “pengakuan”, sedangkan kompensasi adalah
didasarkan atas: a) Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) “penggantian”.
atau nilai nyata/sebenarnya dengan memperhatikan Kementerian Nakertrans sebagai
Nilai Jual Objek Pajak tahun berjalan berdasarkan penyelenggara pembangunan transmigrasi, belum
penetapan Lembaga/Tim Penilai Harga Tanah yang memiliki peraturan yang mengatur dan menjelaskan
ditunjuk panitia, b) Nilai jual bangunan ditaksir oleh secara tegas dan rinci bagaimana mekanisme
perangkat daerah yang bertanggungjawab di bidang pembebasan (perolehan) lahan untuk pembangunan
bangunan, c) Nilai tanaman yang ditaksir oleh transmigrasi. Kalimat yang mengatur recoqnisi atau
perangkat daerah yang bertanggungjawab di bidang kompensasi dalam Peraturan Pemerintah Nomor
pertanian. 2 Tahun 1999 sangat singkat.
Terdapat beberapa terobosan dalam Perpres
ini dibandingkan dengan peraturan perundangan Lahan untuk [pembangunan] transmigrasi yang
berasal dari tanah hak dapat diperoleh dengan cara
sebelumnya. Dalam Undang-Undang Nomor 20
recoqnisi atau kompensasi. Recognisi atau
Tahun 1961, bentuk ganti kerugian tidak dinyatakan kompensasi diberikan untuk hak atas tanah dan
secara jelas dalam pasal-pasalnya. Namun, dalam benda-benda lain di atasnya. Recoqnisi atau
penjelasannya disebutkan bahwa bentuk ganti kompensasi dilakukan dengan pembebasan tanah

62
Jurnal Ketransmigrasian
Vol. 28 No. 1 Juli 2011. 55-65

yang pembiayaannya menjadi tanggung jawab Berdasarkan uraian diatas berikut disajikan
Menteri [Transmigrasi] atau [baca: Pemerintah secara ringkas kendala dan solusi penerapan
Pusat] atau Badan Usaha. Bentuk recognisi atau
peraturan dan kebijakan terkait dengan penyediaan
kompensasi antara lain dapat berupa tanah pengganti,
pemukiman kembali dan ganti-rugi. Apabila bidang tanah untuk permukiman transmigrasi.
tanah dilekati dengan hak ulayat, maka diberikan Tabel dibawah ini, memperlihatkan bahwa
penggantian dalam bentuk fasilitas umum yang terjadinya berbagai permasalahan yang ditemui di
bermanfaat bagi masyarakat setempat. tingkat lapang sangat dipengaruhi oleh kebijakan
penyediaan tanah yang masih sangat terbatas dan tidak
Penjelasan diatas, memungkinkan Kementerian rinci. Belum disusunnya pedoman atau petunjuk teknis
Nakertrans melakukan recoqnisi atau kompensasi mengenai mekanisme dan organisasi pemberian ganti
lahan dari masyarakat dalam bentuk ganti-rugi. rugi atau kompensasi dan recoqnisi kepada
Namun kata ganti rugi tidak secara eksplisit berupa masyarakat, mengakibatkan terjadinya permasalahan
uang tunai, melainkan penggantian berupa fasilitas yang berlarut-larut di tingkat lapang. UU No. 20 Tahun
umum. Selama ini, Pemerintah/Kementerian 1961 tentang Pencabutan Hak-hak Atas Tanah dan
Tenaga Kerja dan Transmigrasi tidak tegas atau Benda-benda Yang Ada di Atasnya, yang diperjelas
kurang berani menentukan kebijakan ganti-rugi oleh Inpres No. 9 Tahun 1973 mendefinisikan
kepada masyarakat dalam bentuk uang tunai atas kepentingan umum secara luas dengan menggunakan
lahan-lahan yang dibebaskan. Ini berpotensi dua pendekatan, yaitu kepentingan bangsa dan negara,
menimbulkan sengketa lahan transmigrasi pasca kepentingan masyarakat luas, kepentingan rakyat
penempatan, yaitu ada pihak-pihak yang mengklaim banyak/bersama. Undang-undang tersebut dapat
sebagai pemilik tanah, yang berakhir dengan digunakan sebagai landasan yuridis yang
penyelesaian panjang melalui penggantian kerugian mengkategorikan transmigrasi sebagai pembangunan
berupa uang. untuk kepentingan umum.

Tabel. Permasalahan Implementasi Kebijakan Penyediaan Tanah serta Kendala dan Solusinya
Proses/Peluang Permasalahan di
No Penyediaan Tanah Peraturan/UU Kendala Solusi
tingkat lapang
1. Penyediaan Tanah UU No.15/1997 · Kebutuhan lahan Penjelasan tentang Perlu disusun
psl 23 (1), (2) semakin meningkat, penyediaan tanah relatif petunjuk teknis
terjadi tumpang singkat, dan kurang yang lebih rinci,
tindih pemanfaatan rinci. jelas dan spesifik
lahan. tentang mekanisme
· Lahan yang sudah penyediaan tanah
2. Perolehan tanah PP No.2/ 1999 dialokasikan untuk Belum ada peraturan Perlu disusun acuan
melalui rekognisi psl 30 (1), (2), pembangunan rinci menjelaskan teknis tentang
atau kompensasi (3), (4) transmigrasi di mekanisme pelaksanaan mekanisme dan
klaim oleh rekognisi atau organisasi
masyarakat kompensasi. pelaksanaan
setempat. rekognisi atau
· Masyarakat kompensasi
3. Kewenangan ganti Perpres No. menuntut ganti rugi Belum diatur Perlu disusun
rugi atas tanah hak 36/2005: pasal atas penyerahan pelaksanaan tata cara peraturan yang
ulayat 14, 17 tanah hak. atau prosedur serta mengatur
· Kurangnya organisasi pemberian persyaratan,
pengawasan ganti rugi mekanisme dan
terhadap tanah yang organisasi
sudah mendapat pemberian ganti
sertifikat HPL, rugi atas tanah
lahan di manfaatkan hak/tanah ulayat
4. Pembangunan UU No 20/1961 pihak lain. Peraturan transmigrasi Perlu disusun
untuk kepentingan dan Inpres No yang berkaitan dengan peraturan
umum 9/1973 penyediaan tanah belum penyediaan tanah
banyak dikembangkan dengan pespektif
berdasarkan perspektif pembangunan
pembangunan untuk untuk kepentingan
kepentingan umum umum

63
Kajian Regulasi Penyediaan Tanah Untuk Permukiman Transmigrasi (Jenny Delam)

IV. KESIMPULAN penyediaan tanah serta petunjuk teknis tentang


persyaratan, mekanisme dan organisasi
1. Penerapan regulasi tentang penyediaan tanah pelaksanaan rekognisi atau kompensasi atas
untuk permukiman transmigrasi menghadapi tanah hak/tanah ulayat untuk permukiman
beberapa kendala sebagai berikut: transmigrasi.
a. Pasal 23: (1), (2) Undang-Undang No.15 3. Sektor transmigrasi masih berpeluang besar
Tahun 1997 tentang Ketransmigrasian memperoleh tanah untuk pembangunan
sebagaimana diubah dengan Undang- transmigrasi, salah satunya dapat merujuk pada
Undang No.29 Tahun 2009 sangat terbatas Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 dan
menjelaskan tentang penyediaan tanah. dikaitkan dengan Undang-Undang Nomor 20
b. Konsep atau pengertian rekognisi dan Tahun 1961.
kompensasi belum secara rinci dijabarkan
dalam bentuk pedoman atau petunjuk DAFTAR PUSTAKA
pelaksanaan sebagai acuan untuk
pelaksanaan di tingkat lapang (daerah). Ini Anharudin, dkk. 2006. Studi Penyediaan Lahan
berpotensi menimbulkan keragu-raguan dan Untuk Transmigrasi, Pusat Litbang
ketidakpastian bagi aparat dalam Ketransmigrasian, Balitfo, Depnakertrans.
melaksanakan tugas berkaitan dengan Jakarta.
penyediaan tanah untuk permukiman ———-. 2008. Berburu Lahan Untuk
transmigrasi. Walaupun sesungguhnya Transmigrasi. Bangkit Daya Insana.
dalam pasal 30: (1), (2), (3), (4) Peraturan Jakarta.
Pemerintah No.2 Tahun 1999 tentang Direktorat Fasilitasi Penempatan Transmigrasi.
Penyelenggaraan Transmigrasi telah 2010. Laporan Perpindahan dan
dicantumkan tentang rekognisi dan Penempatan Transmigrasi Tahun 2010.
kompensasi, tapi sangat singkat dan kurang Ditjen Pembinaan Pembangunan Kawasan
bisa dipahami dengan jelas. Transmigrasi, Kemenakertrans. Jakarta.
c. Kewenangan ganti rugi atas tanah hak ———-. 2011. Laporan Teknis tentang Animo
ulayat belum diatur secara rinci terutama Daerah Asal dan Daerah Transmigrasi
bagaimana tata cara-prosedur dan (posisi 31 Maret 2011). Ditjen Pembinaan
organisasi penyerahan ganti rugi terhadap Pembangunan Kawasan Transmigrasi,
tanah hak ulayat/hak adat yang Kemenakertrans. Jakarta.
dimanfaatkan untuk permukiman ———-. 2006. Pedoman Teknis Penyelesaian
transmigrasi. Masalah Pertanahan. Ditjen Pembinaan
d. Peraturan Pemerintah No 2 tahun 1999 Penyiapan Permukiman dan Penempatan
tentang penyelenggaraan transmigrasi pasal Transmigrasi, Kemenakertrans. Jakarta.
22 dan 23 seolah-olah mencerminkan Instruksi Presiden RI Nomor 9 Tahun 1973 tentang
transmigrasi masih merupakan otoritas Pelaksanaan Pencabutan Hak-Hak Atas
penuh Pemerintah, karena penetapan suatu Tanah dan Benda-Benda Ada Diatasnya.
areal atau kawasan untuk dijadikan LPT Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala BPN
termasuk rencana pembangunannya tetap Nomor 1 Tahun 1994 tentang Arahan bagi
dilakukan dengan Keputusan Menteri Pelaksanaan Keppres Nomor 55 Tahun 1993
(Menakertrans). tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan
2. Untuk mengatasi kendala tersebut diatas, maka Pembangunan.
Pemerintah harus bekerja lebih keras melalui Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi
pendekatan proaktif dan musyawarah dengan RI Nomor Kep. Per.15 /MEN/VI/2007
masyarakat, dalam memenuhi kebutuhan tanah tentang Penyiapan Permukiman
untuk pembangunan transmigrasi. Disamping Transmigrasi.
itu sejalan dengan kebijakan otonomi, Peraturan Pemerintah RI Nomor 26 Tahun 2008
Pemerintah c/q Kementerian Nakertrans harus tentang Rencana Tata Ruang Wilayah
memberikan dukungan penuh kepada daerah Nasional.
dalam pembangunan transmigrasi dengan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor
menerbitkan kebijakan dan peraturan yang lebih 2 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan
rinci dan operasional berkaitan dengan Transmigrasi.

64
Jurnal Ketransmigrasian
Vol. 28 No. 1 Juli 2011. 55-65

Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 tentang Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang
Pengadaan Tanah bagi Pelaksanaan Penataan Ruang.
Pembangunan Untuk Kepentingan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang
Umum. Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria
Undang-Undang Dasar 1945. Amandemen Kedua (UUPA).
Tahun 2000. Sinar Grafika. Jakarta. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1961 tentang
Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1997 tentang Pencabutan Hak-hak Atas Tanah dan
Ketransmigrasian. Benda-benda Yang Ada Di Atasnya.
Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2009 tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor
15 Tahun 1997.

65

You might also like