You are on page 1of 12

AL-FANA’, AL-BAQA’, AL-ITTIHAD, AL-HULUL

DALAM PERSPEKTIF TASAWUF


Makalah
Disusun Guna Memenuhi Tugas Semester Genap
Mata Kuliah: Ahlak Tasawuf
Dosen Pengampu : Dr.H. Djasadi, M.Pd.

Disusun oleh:

Hamidah Azzahro (1401026015)


Umi Nur Mughitsah (1401026022)
Ika Nur Rofikoh (1401026024)

FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI


UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2016

0
I. PENDAHULUAN
Akhlak Tasawuf merupakan bentuk ilmu murni yang tergolong dalam
Islam. Akhlak dan Tasawuf mempunyai hubungan yang sangat erat. Sebelum
bertasawuf, seseorang harus berakhlak sehingga dapat dikatakan bahwasanya At
tashawwufu nihayatul akhlaq sedangkan al-akhlaqu bidayatut
tashawwuf. Dalam tasawuf, digunakan pendekatan suprarasional yaitu dengan
intuisi / wijdan, dan tasawuf itu biasanya lebih mengarah pada bentuk batini
dibanding dengan bentuk lahiri, namun tidak dipungkiri pula adanya bentuk
lahiri di dalamnya.
Sufisme dalam pencerapan pengalaman tentang fana’ dan baqa’, seorang
tokoh yang bernama junaid mengemukakan bahwa, “tasawuf adalah membuat
engkau mati di dalam dirimu, dan hidup di dalam diri-NYA.” Dan tokoh
tasawuf lainya yang bernama Abu Ali Juzjani juga mengemukakan pendapatnya
bahwa “seorang sufi (ahli tasawuf) adalah orang yang melupakan dirinya dan
hidup dlam cahaya pandang ilahi yang tidak begitu peduli akan dirinya atau
juga sesuatu yang lain”. Seorang calon sufi pertama kali harus mengikuti
persiapan, ia harus mempuyai iman yang benar, menjauhi perbuatan yang
mungkar, menjauhi dosa besar dan kecil kemudian menjalankan sunnah rasul
yang terpuji.
Apapun bentuk pengertian dari tasawuf, seorang sufi, dan kemudian yang
berhubungan dengan fana’ dan baqa’adalah seluruhnya ingin memperlihatkan
bahwa kita takkan ada tanpa_NYA, dan salah satu bentuk dari perlihatan itu
adalah menyebut diri mereka tidak ada kecuali dzat_NYA. Dan itu adalah
seluruh bentuk pengagungan kepada sang kholik yang terdapat dalam tingkat
tertentu, mungkin dapat dikatakan bentuk pengagungan tingkat atas, dan dalam
makalah ini akan dijelaskan beberapa hal mengenai fana’ danbaqa’ secara lebih
terstruktur dengan tokohnya, tujuan, dan juga pandangan Al-qur’an mengenai
hal itu.

1
II. RUMUSAN MAKALAH
1. Apa pengertian Al-Fana, Al-Baqa, Al-Ittihad dan Al-Hulul?
2. Siapa tokoh pengembang Al-Fana’, Al-Baqa’, Al-Ittihad, Al-Hulul?
3. Bagaimana pandangan Al-qur’an terhadap Al-Fana’, Al-Baqa’, Al-Ittihad,
Al-Hulul?

III. PEMBAHASAN
A. Pengertian Al-Fana, Al-Baqa, Al-Ittihad dan Al-Hulul
1. Pengertian al fana
Fana dalam istilah tasawuf, ada kalanya diartikan sebagai keadaan moral
yang luhur. Hal ini semakin jelas dalam definisi yang di kemukakan oleh
Al-Thusi, fana adalah “fananya sifat jiwa”. Sementara itu, Al-Qusyairi
merumuskannya dengan “sirnanya sifat-sifat tercela”. Lebih lanjut ia
menambahkan dengan hilangnya sifat-sifat tercela tersebut, maka diisi
dengan sifat-sifat terpuji. Kedua sifat tersebut senantiasa ada pada manusia
dan tidak mungkin ada alternatif ketiga. Jika seseorang fana dari sifat-sifat
tercela, maka yang muncul adalah sifat-sifat terpuji, dan barang siapa yang
cenderung pada sifat tercela, maka sifat terpujinya tertutupi, dan demikian
pula sebaliknya. Abu Bakar Al-Kalabazi menjelaskan pangertian al-fana,
sebagaimana dimaksudkan dalam tasawuf , adalah “hialangnya semua
keingunan hawa nafsu seseorang, tidak ada, pamrih dari segalanya
perbuatan manusia, sehingga ia kehilangan segala perasaannya dan dapat
membedakan sesuatu secara sadar, dan ia telah menghilangkan semua
kepentingan dalam ia berbuat sesuatu”.
2. Penertian al Baqa
Al Baqa berarti mendirikan sifat-sifat terpuji kepada Allah. Konsep al
fana tidak dapat dipisahkan oleh Al-Baqa. Keduanya merupakan konsep
yang berpasangan. Jika seorang sufi sedang mengalami fana, ketika itu juka
ia sedang menjalani Baqa. Kedua makam tersebut diungkapkan dalam Al-
qura’an. Dalam menerangkan kaitan antara al-fana dan al-baqa, al-qusyairi
menyatakan : “barang siapa meninggalkan perbuatan-perbuatn tercela, maka
ia sedang fana dari syahwatnya, jika ia fana dari syahwatnya berarti ia baqa

2
dalam niat dan keikhlasan beribadah: ......Barangsiapa yang zuhud dari
keduniaannhya dalm hatinya, maka ia sedang fana dari keinginannya berarti
pula ia sedang baqa dalam ketulusan ibadahnya....; barangsipa yang fana
dari ahlak yang tercela, yang baqa dalam futuwwah dan kejujuran ..... dan
seterusnya”.
3. Al-ittihad
Jika tahap al baqa telah tercapai, maka dengan sendirinya tercapai pula
tahap ittihad. Dalam tingkatan ini seorang sufi telah merasa nahwa dirinya
bersatu dnegan tuhan, antara yang mencintai dean yang dicintai menyatu,
baik jauhar (substansi) maupun perbuatnnya dalam keadaan demikian, maka
penunujukan anatara ia dengan yang lain adalah sama. Lebih lanjut
disebutkan, bahwa segala sesuatu yang ada ini dilihat sebagai wujud yang
satu itun sendiri. Pada saat itu, maka yang dilihat bahwa wujud hamba
adalah wujud tuhan itu sendiri, demikian pila sebaliknya.1

4. Al-Hulul
Pengertian hulul, Secara harifah hulul berarti Tuhan mengambil tempat
dalam tubuh manusia tertentu, yaitu manusia yang telah dapat melenyapkan
sifat-sifat kemanusiannya melalui fana. Menurut keterangan Abu Nasr al-
Tusi dalam al-Luma sebagai dikutip Harun Nasution, adalah paham yang
mengatakan bahwa Tuhan memilih tubuh-tubuh manusia tertentu untuk
mengambil tempat didalamnya setelah kemanusiaan dalam tubuh itu
dilenyapkan. Sebelum Tuhan menjadikan makhluk, Ia hanya melihat diri-
Nya sendiri. Allah melihat pada zatnya sendiri dan Ia pun cinta pada zatnya
sendiri, dan cinta inilah yang menjadi sebab wujud dan sebab dari
banyaknya ini.2

B. Tokoh pengembang Al-Fana’, Al-Baqa’, Al-Ittihad, Al-Hulul


Sebelum mengetahui dan mengenal siapa tokoh pengembang dari fana’
baqa’ ittihad dan hulul, tidak ada salahnya kita menengok terlebih dahulu

1
Ris’an Rusli, Tasawuf Dan Tarekat, (Jakarta:Rajawali Press,2013;), Hlm;90-96
2
Abu Bakar, Pengantar Sejarah Sufi Dan Tasawuf, (Solo: Ramdhani, 1993, Cet 7) Hlm 138-143

3
tasawuf iti sendiri yang disalamanya terdapat fana’ baqa’ ittihad dan hulul,
Sejarah Perkembangan Tasawuf Secara garis besar terbagi menjadi dua, yakni
tasawuf dan zuhud. Keduanya merupakan istilah baru dalam Islam, sebab belum
ada pada masa Nabi. Pada masa beliau, istilah yang populer adalah sahabat.
Ketika Islam berkembang dan banyak orang yang memeluk Islam, dan terjadi
perkembangan strata sosial, maka muncul istilah baru dikalangan sahabat, yakni
diantaranyaQurra’, Ahl al Shuffah, Fuqara’, Tawwabin.Sebagaimana telah
diketahui, bahwa sejarah Islam ditandai dengan peristiwa tragis, yakni
terbunuhnya kholifah Usman. Dari peristiwa ini, menyebabkan sahabat yang
masih ada kembali kejalan yang benar. Inilah benih tasawuf yang paling awal.
Masa Pembentukan tasawuf itu sendiri berawal pada abad 1 H bagian kedua,
muncul Hasan Basri dengan ajaran khauf. Kemudian pada akhir abad 1H diikuti
Rabi’ah Adawiyah dengan ajarannya hub al ilah. Selanjutnya pada abad 2 H,
Tasawuf tidak banyak berbeda dengan abad sebelumnya,yakni sama dalam
corak zuhudnya,meskipun penyebabnya berbeda (lebih bercorak Fiqh).
a. Masa Pengembangan
Tasawuf pada abad 3 H dan 4H sudah mempunyai corak yang berbeda
sekali dengan abad sebelumnya.Pada abad ini bercorak ke fana’an (ekstase)
yang menjurus ke persatuan hamba dan khalik. Pada abad 3H dan 4H
terdapat dua aliran.aliran tasawuf sunnah yaitu bentuk tasawuf yanng
membantengi dirinya dengan Alqur’an dan al Hadist.tasawuf semi
falsafi cenderung menuju pada pernyataan tentang terjadinya penyatuan
(ittihad atau hulul).
b. Masa konsolidasi
Tasawuf pada abad 5 H mengadakan konsolidasi.Ditandai dengan
Kompetisii antara tasawuf sunni dan tasawuf semi falsafi.kemenangan
tasawuf sunnii karena menangnya teologi ahl sunnah wa al jama’ah yang
dipelopori Abu al Hasan Al Asy’ari.
c. Masa Falsafi
Abad VI H muncul tasawuf falsafi,yaitu tasawuf yang bercampur
dengan ajaran filsafat.Pada abad VI dan VII H ,muncul orde

4
orde(tarekat)sufi.Pondok pondok tersebut merupakan oase oase di tengah
tengah gurun pasir kehidupan duniawi.
d. Masa pemurnian
A.J.Arberry menyatakan bahwa pada masa Ibn Araby,Ibn Faridl,dan Al
Rumy adalah masa keemasan gerakan tasawuf ,secara teoritis dan
praktis.Ibnu Taimiyah lebih cenderung bertasawuf sebagai mana yang
pernah diajarkan oleh Rasullah,yakni menjelaskan dan menghayati ajaran
Islam,tanpa embel embel lain,tanpa mengikuti aliran tarekat tertentu ,dan
tetap melibatkan diri dalam kegiatan sosial,sebagaimana manusia pada
umumnya.Tasawuf ini yang cocok untuk dikembangkan di masa modern
seperti sekarang.

Faktor Lahirnya Tasawuf juga dipengaruhi oleh beberapa faktor,


diantaranya adalah: Pertama, ajaran Islam sebagaimana terkandung dalam
kedua sumbernya,al Qur’an dan As Sunnah.Kedua sumber ini mendorong untuk
hidup wara’ dan taqwa.Banyak ayat Al Qur’an yang mendorong umatnya untuk
mempunyai sifat terpuji.Dan berbagai ayat banyak sifat surga dan neraka,agar
umat termotivasi dan menjauhkan diri dari neraka. Kedua,Reaksi rohaniah kaum
muslimin terhadap sistem sosial politik dan ekonomi di kalangan umat Islam
sendiri.Seperti perang saudara antara Ali bin Abi Thalib dengan Muawiyah.
Dengan adanya fenomena fenomena sosial politik seperti itu ada sebagaian
masyarakat atau ulama yand tidak ingin terlibat dalam kemewahan dunia dan
mempunyai sikap tidak mau tahu terhadap pergolakan yang ada ,mereka
mengasingkan diri agar tidak terlibat dalam pertikaian
tersebut. Ketiga,Kependetaan (rabbaniyah) agama Nasrani ,sebagai konsekuensi
agama yang lahir sebelum Islam ,pemeluknya tersebar di seluruh negara,dan
sikap sikapnya mempengaruhi masyarakat agama lain,termasuk Islam.

Setelah kita mengetahui asal mula tasawuf itu bagaimana, kemudian kita
menuju pada fana’ baqa, dan ittihad, siapakah tokoh dibaliknya?, Al-Bustami
atau dalam beberapa tulisan disebut juga Bistomi, Bustomi dan Bastomi sering
juga disebut Bayazid. Nama lengkapnya adalah Abu Yazid Taifur ibn
Surusyam. Ia lahir diwilayah Qum di Persia Barat Laut tahun 188-261 H/804-

5
875 M. Ia adalah putra seorang ayah yang menganut keyakinanZoroastria.
Ayahnya Isa ibn Surusyam adalah pemuka masyarakat di Biston dan ibunya
dikenal sebgai zahidah (orang yang meninggalkan keduniaan) dan kakaknya
Surusyam sebelum memeluk Islam adalah penganut agama Majusi.

Al Bustami mempelajari ilmu fiqh terutama mazhab Hanafi lalu kemudian


mendalami tasawuf. Sebagian besar kehidupan “sufi” dan “abid”nya dilaluinya
di Biston. Ia selalu mendapat tekanan dari para ulama Mutakallimin (Teolog)
serta Penduduk di kota kelahirannya yang tidak mengizinkan ia tinggal
menyebabkan ia terusir dari negerinya sampai akhirnya wafat pada tahun 261 H
bertepatan dengan tahun 875 M. Al-Bustami tidak meninggalkan karangan atau
tulisan tetapi ia terkenal lantaran ucapan-ucapannya. Terkadang ungkapannya
dipandang sebagai al-syathahat atau ungkapan ketuhanan misalnya
ungkapannya : “Maha suci Aku, Maha suci Aku, betapa besar keagungan-
Ku” yang belakangan dikumpulkan dalam kitab al-Luma (buku pancaran sinar)
yang ditulis oleh al-Sarraj. Setelah ia wafat para ahli sufi masih banyak
mengunjungi makam al-Bustami, misalnya al-Hujwiri, bahkan sejumlah ahli
sufi lainnya menaruh hormat terhadap al-Bustami meski bukan berarti mereka
menerima kalimat-kalimatnya tanpa koreksi. Pengikut al-Bustami kemuidian
mengembangkan ajaran tasawuf dengan membentuk suatu aliran tarikat
bernama Taifuriyah yang diambil dari nisbah al-Bustami yakni Taifur. Pengaruh
terikat ini masih dapat dilihat dibeberapa dunia Islam
seperti Zaousfana’, Maghrib (meliputi Maroko, al-Jazair, Tunisia), Chittagong
dan Bangladesh. Makam al-Bustami terletak ditengah kota Biston dan dijadikan
objek ziarah oleh masyarakat. Sebagian masyarakat mempercayai sebagai wali
atau orang yang memiliki kekaramatan. Sultan Moghul, Muhammad
Khudabanda memberi kubah pada makamnya pada tahun 713 H / 1313 M, atas
saran penasehat agama sultan bernama Syaikh Syafaruddin. Ahli sufi
berpendapat bahwa terdapat dua aliran tasawuf pada abad ketiga hijriah.
Pertama, aliran sufi yang pendapat-pendapatnya moderat, tasawufnya selalu
merujuk kepada Al-Qur’an dan al-Sunnah atau dengan kata lain tasawuf yang
mengacu kepada syari’at dan para sufinya adalah para ulama terkenal serta
tasawufnya didominasi oleh ciri-ciri normal. Kedua, adalah aliran sufi yang

6
terpesona dengan keadaan-keadaan fana’ sering mengucapkan kata-kata yang
ganjil yang terkenal dengan nama syathahat, yaitu ucapan-ucapan ganjil yang
dikeluarkan seorang sufi ketika ia berada digerbang ittihad, Mereka
menumbuhkan konsep-konsep manusia melebur dengan Allah yang disebut
ittihad ataupun hulul dan ciri-ciri aliran ini cenderung metafisis. Diantara sufi
yang berpendapat bahwa manusia dapat bersatu dengan Tuhan adalah Abu
Yazid al-Bustami yang sekaligus dipandang sebagai pembawa faham al-Fana’,
al-Baqa’, dan al-ittihad.

Dalam sejarah tasawuf, Abu Yazid Al-Bustami disebut sebagai sufi yang
pertama kali memperkenalkan faham fana dan baqa. Nama kecilnya adalah
Thaifur. Nama beliau sangat istimewa dalam hati kaum sufi seluruhnya.Ketika
Abu Yazid telah fana dan mencapai baqa maka dari mulutnya keluarlah kata-
kata yang ganjil, yang jika tidak hati-hati memahami akan menimbulkan kesan
seolah-olah Abu Yazid mengaku dirinya sebagai tuhan padahal sesungguhnya ia
tetap manuisia biasa, yaitu manusia yang mengalami pengalaman bathin
bersatu dengan tuhan. Diantara ucapan ganjilnya ialah: “tidak ada tuhan
melainkan saya”. Sembahlah saya, amat sucilah saya, alngkah besarnya
kuasaku”. Selanjutnya Abu Yazid Mengatakan “Tidak ada tuhan selain aku,
maka sembahlah aku, Maha Suci Aku, Maha Besar Aku.”

Selanjutnya diceritakan bahwa: seseorang lewat dirumah Abu yazid dan


mengetuk pintu. Abu Yazid bertanya:” siapa yang engkau cari?”
Jawabnya:”Abu Yazid.” Lalu Abu Yazid mengatakan: “pergilah”. Dirumah i ni
tidak ada kecuali Allah Yang Maha Kuasa dan Maha Tinggi.”Ucapan yang
keluar dari mulut abu yazid itu, bukanlah kata-katanya sendiri tetapi kata-kata
itu diucapkannya melalui diri tuhan dalamIttihad yang dicapainya dengan tuhan.
Dengan demikian sebenarnya Abu Yazid tidak mengaku dirinya sebagai tuhan,
namun meleburkan dirinya dalam dzat-NYA.

Hulul, tokoh yang mengembangkan paham al-hulul adalah al-hallaj. Nama


lengkapnya adalah Husein Bin Mansur al-Hallaj. Ia lahir tahun 244 H. (858 M),
dinegri Baqdhad, salah satu kota kecil yang terletak di Persia. Dia tinggal
sampai dewasa di Wasith, dekat Baghdad, dan dalam usia 16 tahun ia sudah

7
belajar pada seorang sufi yang terbesar dan terkenal bernama Sahl bin Ab-
bashrah di Negri Ahwaz. Dalam perjalanan hidup selanjutnya ia pernah keluar
masuk penjara, akibat onflik dengan ulma’ fiqh, pandangan-pandangan tasawuf
yang agak ganjil, namun setelah satu tahun dalam penjara, ia kemudian dapat
melarikan diri berkat bantuan seorang sifir penjara, ia bersembunyi di daerah
ahwaz selama empat tahun,namun karna kekokohanya dalam pandangan
hululnya, ia ditahan lagi selama delapan tahun, kemudian hakim memutuskan
untuk menghukum gantung, dan menyalibnya, sebelum ia dihukum mati.
Namun ini merupakan satu dari sekian banyak endapat tentang matinya hallaj,
karna jika memang ia benar dibunuh karna pandanganya menegnai hak tasawuf,
megapa para tokoh sufi lainya tidak ikut dibunuh juga?..hal ini masih menjadi
kontroversional. Siapakah yang salah dan yang benra dalam hal ini hanya Allah
lah yang tahu, hukum akhratlah yang nantinya akan mengadili. Dalam paham
hulul yang dikemukakan oleh hallaj, dapat di petik dua kesimpulan bahwa,
aham al hulul merupakan pengembangan atau bentuk lain dari paham
mahabbah, hal ini terlihat adanya kata-kata cinta yang dikemukakan oleh hallaj.
Kemudian yang kedua, adanya ittihad atau kesatuan rohaniah. Perbedaan antara
ittihad al-bustami dan al hulul hallaj adalah,dalam ittihad yang dilihat adalah
satu wujud, sedang dalam al hulul ada dua wujud, tetapi bersatu dalam tubuh.
Ketika al hallaj mengatakan ana al haqq (aku hanya satu dari yang benar),
sebenarnya bukan rih al hallaj yang mengatakan, tetapi roh tuhan yang
mengambil tempat (hulul) dalam diri al hallaj.3

C. Pandangan Al-qur’an terhadap Al-Fana’, Al-Baqa’, Al-Ittihad, Al-Hulul


Fana dan Baqa merupakan jalan menuju Tuhan, hal ini sejalan dengan
firman Allah surat Al-kahfi ayat 110 yang berbunyi:

‫ فَ َوي َماىَ يَ ۡر ُجىاْ ِلقَا ٓ َء َر ِبّ ِهۦ‬ٞۖ ٞ‫ َٰ َو ِحد‬ٞ‫ي أًََّ َوا ٓ إِ َٰلَ ُه ُن ۡن إِ َٰلَه‬
َّ َ‫َر ِ ّه ۡثلُ ُن ۡن يُى َح َٰ ٓى إِل‬ٞ ‫قُ ۡل إًَِّ َوا ٓ أًَ َ۠ا بَش‬
ٔٔٓ ‫ص ِل احا َو ََل ي ُۡش ِر ۡك ِب ِعبَادَةِ َر ِبّ ِ ٓهۦ أ َ َح ۢدَا‬ َ َٰ ‫ع َو اٗل‬ َ ‫فَ ۡليَعۡ َو ۡل‬

Katakanlah: Sesungguhnya Aku Ini manusia biasa seperti kamu, yang


diwahyukan kepadaku: "Bahwa Sesungguhnya Tuhan kamu itu adalah Tuhan

3
Abudin Nata, Akhlak Tasawuf, jakarta; PT raja grafindo persada, 2000,cet 3, hlm 242

8
yang Esa". barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, Maka
hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan
seorangpun dalam beribadat kepada Tuhannya".”( Q. S. Al-Kahfi,: 110).

Paham ittihad dan hulul ini juga dapat dipahami dari keadaan ketika
Nabi Musa ingin melihat Allah. Musa berkata: “Ya Tuhan, bagai mana supaya
aku sampai kepada-Mu?” Tuhan berfirman: Tinggalah dirimu (lenyapkanlah
dirimu) baru kamu kemari (bersatu). Ayat tersebut memberi petunjuk bahwa
Allah swt. telah memberi peluang kepada manusia untuk bersatu dengan Tuhan
secara rohaniyah ataubathiniyah, yang caranya antara lain dengan beramal
shaleh, dan beribadat semata-mata karena Allah, menghilangkan sifat-sifat dan
akhlak buruk (Fana),meninggalkan dosa dan maksiat, dan kemudian menghiasi
diri dengan sifat-sifat Allah, yang kemudian ini tercakup dalam konsep Fana
dan Baqa, hal ini juga dapat dipahami dari isyarat ayat di bawah ini.4

َٰ
ِ ۡ ‫ٕ َو َي ۡبقَ َٰى َو ۡجهُ َر ِبّ َل ذُو ۡٱل َجلَ ِل َو‬٢ ‫اى‬
ٕ٢ ‫ٱۡل ۡم َر ِام‬ َ ‫ُم ُّل َه ۡي‬
ٖ َ‫علَ ۡي َها ف‬
“Semua yang ada di bumi itu akan binasa. Dan tetap kekal Dzat Tuhanmu yang
mempunyai kebesaran dan kemuliaan.” (Q.S. Al-Rahman: 26-27).

Surat-surat ini merupakan bukti secara tidak langsung dari kepedulian


Allah dengan bentuk kesufian umatnya.

IV. KESIMPULAN
Filosofi pembaharuan islam dimulai ketika mereka sadar semakin
tertinggalnya islam dengan peradaban yang tak bisa ternafikan. Jadi dapat
disimpulkan bahwa,Fana’ dalam pengertian harfiah adalah keadaan
dari syai (sesuatu) yang tidak berahir, artinya apabila tetapnya suatu keadaan
telah berahir, dikatakan ia telah mencapai fana’. Dengan demikian, dapatlah
dipahami bahwa yang dimaksud denganfana adalah lenyapnya sifat-sifat
basyariah, akhlak yang tercela, kebodohan dan perbuatan maksiat dari diri
manusia. Sedangkan adalah baqa adalah kekalnya sifat-sifat ketuhanan, akhlak

4
http://mohammadsyahidramdhani24.blogspot.com/2012/11/al-fana-al-baqa-ittihad-al-
hulul-dan.html, di akses pada tanggal 9 mei 2016 pada pukul 08.35

9
yang terpuji, ilmu pengetahuan dan kebersihan diri dari dosa dan
maksiat. Dengan demikian maka doktrin sufi yang kita kenal sebagai “ittihad”
(kesatuan mistuk), di mana seorang manusia telah berhasil melalui perjalanan
yang panjang untuk bersatu dengan Tuhannya,atau doktrin. Kemudianal-
hulul dapat dikatakan sebagai suatu tahap dimana manusia dan Tuhan menyatu
secara Rohaniah.
Abu Yazid al-Bustami adalah seorang yang dipandang sebagai pembawa
faham al-Fana’, al-Baqa’, dan al-ittihad, sedangkan Hulul, tokoh yang
mengembangkannya adalah al-hallaj. Nama lengkapnya adalah Husein Bin
Mansur al-Hallaj. Ia lahir tahun 244 H. (858 M). Al-qur’an juga memberikan
penjelasan tentang hal sufisme, dengan bukti diantaraya penjelasan ayat diatas,
berarti dapat kita simpulkan bahwa hal sufisme juga sangat diperhatikan oleh
Allah yang dapat kita lihat dalam firman-NYA.

10
DAFTAR PUSTAKA

Rusli Ris’an, 2013, Tasawuf dan Tarekat, Jakarta, Rajawali Pers

Bakar Abu, 1993, pengantar sejarah sufi dan tasawuf, Solo, Ramdhani

Nata Abudin, 2000, Akhlak Tasawuf, jakarta, PT .Raja Grafindo Persada

http://mohammadsyahidramdhani24.blogspot.com/2012/11/al-fana-al-baqa-ittihad-al-
hulul-dan.html, di akses pada tanggal 11 mei 2016 pada pukul 08.35

11

You might also like