Professional Documents
Culture Documents
OLEH:
Dini Marini
2012730030
PENGUJI:
PENDAHULUAN
Glaukoma merupakan keadaan neuropati optik kronis yang di tandai dengan penurunan
lapang pandang akibat kerusakan papil nervus optikus, pengelihatan kabur dan biasanya
disertai dengan peningkatan tekanan intraokular (TIO). Glaukoma dapat disebabkan
bertambahnya produksi cairan mata oleh badan siliar atau karena berkurangnya pengeluaran
cairan mata di daerah sudut bilik mata atau di celah pupil. Mekanisme peningkatan tekanan
intraokular pada glaukoma membagi penyakit ini menjadi, gangguan aliran keluar aqueous
humor akibat kelainan sistem drainase sudut bilik mata depan (glaukoma sudut terbuka) atau
gangguan akses aqueous humor ke sistem drainase (glaukoma sudut tertutup) sehingga
berdampak pada penurunan tajam pengelihatan dan luas lapang pandang akibat apoptosis sel
ganglion sel retina.1
World Health Organization (WHO) menyatakan prevalensi secara global gangguan
pengelihatan adalah 285 juta orang, 39 juta mengalami kebutaan, 246 juta mengalami
penurunan tajam pengelihatan. Jumlah penyakit glaukoma di dunia oleh World Health
Organization (WHO) diperkirakan ± 60,7 juta orang di tahun 2010, akan menjadi 79,4 juta di
tahun 2020Penelitian yang dilakukan di Amerika sekitar 8,4 juta orang di seluruh dunia buta
secara bilateral akibat glaukoma (4.472,083 glaukoma sudut terbuka (OAG) dan 3.936.241
glaukoma penutupan sudut (ACG)). Glaukoma merupakan penyebab kebutaan kedua di
seluruh dunia, dengan morbiditas yang tidak proporsional di antara wanita dan orang Asia.
Berbeda dengan katarak, kebutaan yang diakibatkan glaukoma bersifat permanen atau tidak
dapat diperbaiki (irreversible)..2
Penderita glaukoma akan mngeluhkan penurunan tajam pengelihatan, dan luas lapang
pandang. Pada pemeriksaan fisik juga ditemukan penurunan tajam pengelihatan, peningkatan
tekanan intraocular, dan peningkatan rasio cup to disc. Terapi ditunjukan untuk menurunkan
tekanan intraocular dan memperbaiki sebab yang mendasari apabila ada. Tekanan intraocular
diturunkan dengan cara mengurangi produksi aqueous humor atau dengan meningkatkan
aliran keluarnya menggunakan obat, laser atau pembedahan. Dalam pembahasan selanjutnya
paper ini akan menjelaskan lebih dalam mengenai glaukoma sudut terbuka
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Glaukoma merupakan keadaan neuropati optik kronis yang di tandai dengan penurunan
lapang pandang akibat kerusakan papil nervus optikus, pengelihatan kabur dan biasanya
disertai dengan peningkatan tekanan intraokular (TIO).
2.2 Klasifikasi
Berdasarkan gangguan saluran aqueous humor, glaukoma dapat dibedakan mejadi :
1. Glaukoma sudut terbuka : glaukoma kronis primer dengan sudut pada kamera okuli
anterior yang terbuka dan disertai dengan peningkatan TIO
2. Glaukoma sudut tertutup : glaukoma yang dicirikan dengan obstruksi mekanik dari
trabecular meshwork, dengan sudut pada kamera okuli anterior yang tertutup dan
tekanan intraocular yang meningkat.
2.3 Epidemiologi
World Health Organization (WHO) menyatakan prevalensi secara global gangguan
pengelihatan adalah 285 juta orang, 39 juta mengalami kebutaan, 246 juta mengalami
penurunan tajam pengelihatan. Jumlah penyakit glaukoma di dunia oleh World Health
Organization (WHO) diperkirakan ± 60,7 juta orang di tahun 2010, akan menjadi 79,4 juta di
tahun 2020. Penelitian yang dilakukan di Amerika sekitar 8,4 juta orang di seluruh dunia buta
secara bilateral akibat glaukoma (4.472,083 glaukoma sudut terbuka (OAG) dan 3.936.241
glaukoma penutupan sudut (ACG)). Glaukoma menjadi masalah kesehatan masyarakat yang
utama, karena menyebabkan gangguan penglihatan ireversibel yang menghambat pekerjaan
sehari-hari. Glaukoma merupakan penyebab kebutaan kedua di seluruh dunia, dengan
morbiditas yang tidak proporsional di antara wanita dan orang Asia. Berbeda dengan katarak,
kebutaan yang diakibatkan glaukoma bersifat permanen atau tidak dapat diperbaiki
(irreversible).4
2.4 Patofisiologi
Secara umum, tekanan intraokular normal berkisar 10-21 mmHg. TIO dapat meningkat
akibat gangguan sistem drainase (glaukoma sudut terbuka). Patogenesis glaukoma tidak
sepenuhnya dipahami, tingkat tekanan intraokular berhubungan dengan kematian sel ganglion
retina. Keseimbangan antara sekresi aquoes humor oleh badan siliaris dan ekskresinya
melalui 2 jalur independen, jalur trabekuler dan jalur keluar uveosklera yang menentukan
tekanan intra okular. Pada pasien dengan glaukoma sudut terbuka, terjadi peningkatan
resistansi terhadap aliran keluar air melalui anyaman trabekular. Tekanan intraokular dapat
menyebabkan stres dan ketegangan mekanis pada struktur posterior mata, terutama lamina
kribrosa dan jaringan sekitarnya.5
Tekanan dan regangan akibat tekanan intraokular dapat menyebabkan kompresi,
deformasi, dan pemodelan ulang lamina kribrosa dengan kerusakan mekanis aksonal dan
gangguan transportasi aksonal yang mengganggu pengiriman faktor trofik esensial ke sel
ganglion retina dari target batang otak mereka. Gangguan mikrosirkulasi, imunitas,
excitotoxicity, dan stres oksidatif juga dapat menyebabkan glaukoma. Proses patologis saraf
primer dapat menyebabkan neurodegenerasi sekunder pada neuron dan sel saraf retina
lainnya di jalur visual sentral dengan mengubah lingkungannya dan meningkatkan kerentanan
terhadap kerusakan.6
2.9 Tatalaksana
Pada glaukoma pengobatan terutama ditujukan pada usaha menurunkan tekanan intra
okuler. Pengobatannya antara lain adalah5,11:
a. Terapi Medikamentosa
Golongan β-adrenergik Blocker
Obat golongan ini dapat digunakan sebagai monoterapi atau dengan kombinasi
dengan obat yang lain. Contoh obat golongan β- adrenergic bloker misalnya timolol
maleat 0,25% dan 0.5%, betaxolol 0,25% dan 0,5%, levobunolol dan lain-lain. Timolol
maleat merupakan β-adrenergik non selektif baik β1 atau β2. Timolol tidak memiliki
aktivitas simpatomimetik, sehingga apabila diteteskan pada mata dapat mengurangi
tekanan intraokuler. Timolol dapat menurunkan tekanan intraokuler sekitar 20-30%.
Reseptor β- adrenergik terletak pada epitel siliaris, jika reseptornya terangsang aktifitas
sekresinya akan meningkatkan inflow humor aquos melalui proses komplek enzim
adenyl cyclase-reseptor sehingga menurunkan produksi humor aquos. Farmakodinamik
golongan β-adrenergic blocker dengan cara menekan pembentukan humor aquos
sehingga tekanan intraokuler dapat turun. Sedangkan farmakokinetiknya sebagian besar
diserap dengan baik oleh usus secara peroral sehingga bioavaibilitas rendah dan
memiliki kadar puncak dalam plasma mencapai 1 sampa 3 jam. Kebanyakan golongan
β-adrenergic blocker memiliki waktu paruh antara 3 sampai 10 jam. Waktu ekskresi
yang dibutuhkan ginjal untuk mengeluarkan obat golongan ini dapat diperpanjang
apabila terdapat hambatan aliran darah yang menuju ke hati atau hambatan enzim hati.
Penggunaan obat golongan ini dalam jangka lama dapat mengakibatkan kontraindikasi
berupa obstruksi jalan napas kronik. Indikasi pemakaian diberikan pada pasien
glaukoma sudut terbuka sebagai terapi inisial baik secara tunggal atau kombinasi terapi
dengan miotik. Indikasi lainnya dapat diberikan pada glaukoma inflamasi, hipertensi
okuler dan glaukoma kongenital.
Golongan α2-adrenergik Agonis
Golongan α2-adrenergik agonis obat ini dibagi menjadi 2 yaitu selektif dan tidak
selektif. Golongan α2-adrenergik agonis yang selektif misalnya apraklonidin memiliki
efek menurunkan produksi humor aquos, meningkatkan aliran keluar humor aquos
melalui trabekula meshwork dengan menurunkan tekanan vena episklera dan dapat juga
meningkatkan aliran keluar uveosklera. Farmakokinetik dari pemberian apraklonidin
1% dalam waktu 1 jam dapat menghasilkan penurunan tekanan intraokuler yang cepat
paling sedikit 20% dari tekanan intraokuler awal. Efek maksimal dari apraklonidin
dalam menurunkan tekanan intraokuler dapat terjadi sekitar 3-5 jam setelah pemberian
terapi. Indikasi penggunaan apraklonidin untuk mengontrol peningkatan akut tekanan
intraokuler pasca tindakan laser. Sedangkan kontraindikasi pemakaian obat ini apabila
pasien dengan mono amin oksidase (MAO) dan trisiklik depresan karena
mempengaruhi metabolisme dan uptake katekolamin.
Penghambat Karbonat Anhidrase
a. Asetasolamid Oral
Asetasolamid oral merupakan obat yang sering di gunakan karena dapat menekan
pembentukan humor aquos sebanyak 40-60%. Bekerja efektif dalam menurunkan
tekanan intraokuler apabila konsentrasi obat bebas dalam plasma ±2,5 µM. Apabila
diberikan secara oral, konsentrasi puncak pada plasma dapat diperoleh dalam 2 jam
setelah pemberian dapat bertahan selama 4-6 jam dan menurun dengan cepat karena
ekskresi pada urin. Indikasi asetasolamid terutama untuk menurunkan tekanan
intraokuler, mencegah prolaps korpus vitreum, dan menurunkan tekanan introkuler
pada pseudo tumor serebri. Kontraindikasi relatif untuk sirosis hati, penyakit paru
obstruktif menahun, gagal ginjal, diabetes ketoasidosis dan urolithiasis. Efek samping
yang paling sering dikeluhkan parastesi dan inisial diuresis, sedangkan efek lain yang
dapat muncul apabila digunakan dalam jangka lama antara lain metalic taste, malaise,
nausea, anoreksia, depresi, pembentukan batu ginjal, depresi sumsum tulang, dan
anemia aplastik.
b. Penghambat Karbonat Anhidrase Topikal
Penghambat karbonat anhidrase topikal bersifat larut lemak sehingga bila
digunakan secara topikal daya penetrasi ke kornea relatif rendah. Pemberian dorsolamid
topikal akan terjadi penetrasi melalui kornea dan sklera ke epitel tak berpigmen
prosesus siliaris sehingga dapat menurunkan produksi humor aqueus dan HCO3-
dengan cara menekan enzim karbonik anhidrase II. Penghambat karbonik anhidrase
topikal seperti dorsolamid bekerja efektif menurunkan tekanan intraokuler karena
konsentrasi di prosesus siliaris mencapai 2-10µM. Penghambat karbonat anhidrase
topikal (dorsolamid) dapat menurunkan tekanan intraokuler sebesar 15-20%. Indikasi
pemberian untuk mengontrol glaukoma baik jangka pendek maupun jangka panjang,
sebagai obat tunggal atau kombinasi. Indikasi lain untuk mencegah kenaikan tekanan
intraokuler pasca bedah intraokuler. Efek samping lokal yang dijumpai seperti mata
pedih, keratopati pungtata superfisial, dan reaksi alergi. Efek samping sistemik jarang
dijumpai seperti gangguan gastrointestinal dan urtikaria.
Parasimpatomimetik
Golongan obat parasimpatomimetik dapat menimbulkan efek miosis pada mata
dan bersifat sekresi pada mata, sehingga menimbulkan kontraksi muskulus ciliaris
supaya iris membuka dan aliran humor aquos dapat keluar.
Analog prostaglandin
Analog prostaglandin merupakan obat lini pertama yang efektif digunakan pada
terapi glaukoma misalnya, latanopros. Latanopros merupakan obat baru yang paling
efektif katena dapat ditoleransi dengan baik dan tidak menimbulkan efek samping
sistemik. Farmakokinetik latanopros mengalami hidrolisis enzim di kornea dan
diaktifkan menjadi asam latanopros. Penurunan tekanan intraokuler dapat dilihat
setelah 3-4 jam setelah pemberian dan efek maksimal yang terjadi antara 8-12 jam.
Cara kerja obat ini dengan meningkatkan aliran keluarnya humor aqueus melalui
uveosklera. Obat ini diindikasikan pada glaukoma sudut terbuka, hipertensi okuler yang
tidak toleran dengan antiglaukoma lain. kontrandikasi pada pasien yang sensitif dengan
latanopros.
Penurunan Volume Vitreus
Obat yang digunakan dalam menurunkan volume vitreus dapat menggunakan
obat hiperosmotik dengan cara mengubah darah menjadi hipertonik sehingga air
tertarik keluar dari vitreus dan menyebabkan pengecilan vitreus sehingga terjadi
penurunan produksi humor aquos. Penurunan volume vitreus bermanfaat dalam
pengobatan glaukoma sudut tertutup akut dan maligna yang menyebabkan pergeseran
lensa kristalina ke anterior yang menyebabkan penutupan sudut ( glaukoma sudut
tertutup sekunder ).
b. Terapi Bedah dan Laser
Iridektomi & Iridotomi Perifer
Sumbatan pupil paling baik diatasi dengan membentuk komunikasi langsung
antara kamera anterior dan posterior sehingga perbedaan tekanan di antara keduanya
menghilang. Hal ini dapat dicapai dengan laser neodinium atau argon (iridotomi
perifer) atau dengan tindakan bedah iridektomi perifer. Walaupun lebih mudah dilaku-
kan, terapi laser memerlukan kornea yang relatif jernih dan dapat menyebabkan
peningkatan tekanan intraokular yang cukup besar, terutama apabila terdapat penutupan
sudut akibat sinekia luas. Iridotomi perifer secara bedah mungkin menghasilkan
keberhasilan jangka panjang yang lebih baik, tetapi juga berpotensi menimbulkan
penyulit intraoperasi dan pascaoperasi. Iridotomi laser adalah terapi pencegahan yang
digunakan pada sudut sempit sebelum terjadi serangan pentupan sudut.
Trabekuloplasti Laser
Penggunaan laser (biasanya argon) untuk menimbulkan luka bakar melalui suatu
goniolensa ke jalinan trabekular dapat mempermudah aliran keluar humor akueus
karena efek luka bakar tersebut pada jalinan trabekular dan kanalis Schlemm serta
terjadinya proses-proses selular yang meningkatkan fungsi jalinan trabekular. Teknik
ini dapat diterapkan bagi bermacam-macam bentuk glaukoma sudut terbuka, dan
hasilnya bervariasi bergantung pada penyebab yang mendasari. Penurunan tekanan
biasanya memungkinkan pengurangan terapi medis dan penundaan tindakan bedah
glaukoma. Pengobatan dapat diulang. Penelitian-penelitian terakhir memperlihatkan
peran trabekuloplasti laser dalam terapi awal glaukoma sudut terbuka primer.
Bedah Drainase Glaukoma
Tindakan bedah untuk membuat jalan pintas dari mekanisme drainase normal,
sehingga terbentuk akses langsung humor akueus dari kamera anterior ke jaringan
subkonjungtiva atau orbita, dapat dibuat dengan trabe-kulotomi atau insersi selang
drainase. Trabekulotomi telah menggantikan tindakan-tindakan drainase full-thickness
(misalnya sklerotomi bibir posterior, sklerostomi terinal, trefin). Penyulit utama
trabekulotomi adalah kegagalan bleb akibat fibrosis jaringan episklera. Hal ini lebih
mudah terjadi pada pasien berusia muda, pasien berikulit hitam, dan pasien yang pernah
menjalani bedah drainase glaukoma atau tindakan bedah lain yang melibatkan jaringan
episklera. Terapi adjuvan dengan anti-metabolit misalnya fluorourasil dan mitomisin
berguna untuk memperkecil risiko kegagalan bleb.
Penanaman suatu selang silikon untuk membentuk saluran keluar permanen bagi
humor akueus adalah tindakan alternatif untuk mata yang tidak membaik dengan
trabekulektomi atau kecil kemungkinannya beres-pons terhadap trabekulektomi. Pasien
dari kelompok yang terakhir ini adalah mereka yang mengidap glaukoma sekunder,
terutama glaukoma neovaskular, glaukoma yang berkaitan dengan uveitis, dan
glaukoma setelah tindakan tandur kornea.
Sklerostomi laser holmium adalah suatu tindakan baru yang menjanjikan sebagai
alternatif bagi trabekulektomi.
Goniotomi adalah suatu teknik yang bermanfaat untuk mengobati glaukoma
kongenital primer, yang tam-paknya terjadi sumbatan drainase humor akueus di bagian
dalam jalinan trabekular.
Tindakan Siklodestruktif
Kegagalan terapi medis dan bedah dapat menjadi alasan untuk
mempertimbangkan tindakan destruksi korpus siliaris dengan laser atau bedah untuk
mengontrol tekanan intraokular. Krioterapi, diatermi, ultrasonografi frekuensi tinggi,
dan, yang paling mutakhir, terapi laser neodinium dapat diaplikasikan ke permukaan
mata tepat di sebelah posterior limbus untuk menimbulkan kerusakan korpus siliaris di
bawahnya. Juga sedang diciptakan energi laser argon yang diberikan secara transpupilar
dan transvitreal langsung ke prosesus siliaris. Semua tekinik siklodestruktif tersebut
dapat menyebabkan ftisis dan harus dicadangkan sebagai terapi untuk glaukoma yang
sulit diatasi.
2.10 Prognosis
Apabila obat tetes anti-glaukoma dapat mengontrol TIO pada mata yang belum
mengalami kerusakan glaukomatousa luas, prognosis akan baik (walupun penurunan
lapangan pandang dapat terus berlanjut walupun TIO telah normal). Apabila proses penyakit
terdeteksi secara dini, sebagian besar pasien glaukoma dapat ditangani dengan baik secara
medis.
BAB III
LAPORAN KASUS
Riwayat Sosial
Pasien memiliki riwayat merokok ,tidak meminum alkohol.
Status General
Mata : dijelaskan pada status ophthalmology
THT : kesan tenang
Mulut : sianosis (-)
Leher : pembesaran kelenjar (-)
Thoraks : simetris (+)
Cor : S1S2 tunggal, regular, murmur (-)
Pulmo : vesikuler (+/+), rhonki (-/-), wheezing (-/-)
Abdomen : distensi (-), bising usus (+) normal
Ekstremitas : Hangat / Hangat
Pemeriksaan Fisik Khusus
Status Ophthalmology
OD OS
6/10 Visus 6/75
Posisi: Orthophoria
Normal Palpebra Normal
Tenang Konjungtiva Tenang
Jernih Kornea Jernih
Kesan Normal Bilik mata depan Kesan Normal
Bulat, regular Iris Bulat, regular
RP (+) RAPD (-) Pupil RP (-) RAPD (-)
Keruh Lensa Keruh
Jernih Vitreous Jernih
Papil N II bulat, batas Papil N II bulat, batas tegas
tegas
CDR 0,5-0,6 Funduskopi CDR 0,4-0,5
30 Tekanan Intraokuler 11
Baik ke segala arah Baik ke segala arah
OD OS
3.4 Resume
Seorang laki-laki 64 tahun datang dengan keluhan mata kanan kabur sejak sekitar 1
bulan yang lalu. Pasien merasakan penglihatan pada kedua matanya kabur baik saat melihat
jauh maupun saat melihat dekat. Keluhan penglihatan kabur tersebut dirasakan terjadi
perlahan-lahan sejak 1 bulan yang lalu, keluhan dirasakan setiap saat dan semakin memberat.
Pasien mengaku sudah menggunakan kaca mata minus sejak tahun 1968 . Pasien mengatakan
penglihatan menjadi terhalang setelah menggunakan obat Cendo Timol dan Glaupus .
Keluhan yang dialami pasien dikatakan cukup mengganggu hingga pasien tidak dapat
melakukan aktivitas sehari-sehari sendiri maupun pekerjaan rumah. Keluhan lain seperti
nyeri pada mata dan sakit kepala disangkal oleh pasien. Pasien mengatakan memiliki riwayat
penyakit hipertensi (3 tahun), PPOK (3 Tahun),Gastritis dan OA genu bilateral (3 tahun) dan
riwayat penyakit lain seperti diabetes mellitus dan jantung disangkal oleh pasien.
Pada pemeriksaan oftalmologi didapatkan VOD 6/10 , VOS 6/75. FOD : CDR 0,5-0,6
sedangkan pada FOS: CDR 0,4-0,5 .TIO OD 30 dan TIO OS 11
3.7 Penatalaksanaan
a. Terapi
- Cendo Timol 0,5% ed 2x1 OD
- Glaupus ed 1x1 ODS
- Ibu Profen 2x1 tab
- Mecobalamin 2x1 tab
b. Monitoring
Kontrol rutin ke poliklinik RSUD Sekarwangi
3.8 KIE
1. Memberikan pengertian pada pasien tentang penyakitnya
2. Menjelaskan prosedur terapi yang bisa dilakukan
3. Menjelaskan komplikasi yang dapat muncul
4. Menjelaskan prognosis penyakit pasien
3.9 Prognosis
Ad vitam : bonam.
Ad fungsionam : dubia ad bonam.
Ad sanationam : dubia ad bonam.
DAFTAR PUSTAKA
1. Ilyas S. Glaukoma. Dalam : Ilyas S, Editor. Ilmu Penyakit Mata. Edisi 3. Jakarta : Balai
penerbit FKUI; 2008. Hal. 212-17.
2. The Eye M.D. Association. Glaucoma. In: Basic and Clinical Science Course American
Academy of Ophthalmology. Section 10. Singapore : LEO; 2008.
3. Vaughan D, Eva PR. Glaukoma. Dalam : Suyono YJ, Editor. Oftalmologi Umum. Edisi
14. Jakarta: Widya Medika; 2000. Hal. 220-39.
4. The Eye M.D. Association. Fundamentals and Principles of ophthalmology. In: Basic and
Clinical Science Course American Academy of Ophthalmology. Section 2. Singapore :
LEO; 2008.
5. Crick RP, Khaw PT. Practical Anatomy and Physiology of The Eye and Orbit. In: A
Textbook of Clinical Ophtalmology. 3thEd. Singapore : FuIsland Offset Printing (S) Pte
Ltd; 2003. p 5-7.
6. Guyton AC, Hall JE. Fluid System of the Eye. In: Textbook of Medical Physiology. 11th
Ed. Pennyslvania: Elsevier Inc; 2006. p 623-25.
7. Ming ALS, Constable IJ. Lens and Glaukoma. In : Color Atlas of Ophtalmology. 3th Ed.
New York : World Science; 2006. p 51-60.